Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan merupakan salah satu profesi yang berkecimpung untuk
kesejahteraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat
maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-harinya. Salah satu
yang mengatur hubungan antara perawat pasien adalah etika. Istilah etika dan moral
sering digunakan secara bergantian. Sehingga perawat perlu mengetahui dan
memahami tentang etik itu sendiri termasuk didalamnya prinsip etik dan kode etik.
Hubungan antara perawat dengan pasien atau tim medis yang lain tidaklah
selalu bebas dari masalah. Perawat profesional harus menghadapi tanggung jawab
etik dan konflik yang mungkin meraka alami sebagai akibat dari hubungan mereka
dalam praktik profesional. Kemajuan dalam bidang kedokteran, hak klien, perubahan
sosial dan hukum telah berperan dalam peningkatan perhatian terhadap etik. Standart
perilaku perawat ditetapkan dalam kode etik yang disusun oleh asosiasi keperawatan
internasional, nasional, dan negara bagian atau provinsi. Perawat harus mampu
menerapkan prinsip etik dalam pengambilan keputusan dan mencakup nilai dan
keyakinan dari klien, profesi, perawat, dan semua pihak yang terlibat. Perawat
memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak klien dengan bertindak sebagai
advokat klien. Para perawat juga harus tahu berbagai konsep hukum yang berkaitan
dengan praktik keperawatan karena mereka mempunyai akuntabilitas terhadap
keputusan dan tindakan profesional yang mereka lakukan (Ismaini, 2001)
Dalam berjalannya proses semua profesi termasuk profesi keperawatan di
dalamnya tidak lepas dari suatu permasalahan yang membutuhkan berbagai
alternative jawaban yang belum tentu jawaban-jawaban tersebut bersifat memuaskan
semua pihak. Hal itulah yang sering dikatakan sebagai sebuah dilema etik. Dalam
dunia keperawatan sering kali dijumpai banyak adanya kasus dilema etik sehingga
seorang perawat harus benar-benar tahu tentang etik dan dilema etik serta cara
penyelesaian dilema etik supaya didapatkan keputusan yang terbaik.
1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui secara umum truth telling dalam etika keperawatan
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi pengertian truth telling
2. Untuk mengidentifikasi macam-macam truth telling
3. Untuk mengidentifikasi manfaat truth telling
4. Untuk mengidentifikasi pentingnya truth telling
5. Untuk mengidentikasi factor yang mempengaruhi truth telling

1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat bagi institusi
Sebagai bahan materi mata kuliah Etika Keperawatan, untuk menambah
wawasan tentang Truth Telling dalam etika keperawatan.

1.3.2. Manfaat bagi penulis


Makalah Truth Telling untuk menambah wawasan dan pemenuhan tugas mata
kuliah Etika Keperawatan.

1.3.3. Manfaat bagi pembaca


Sebagai penambah wawasan tentang Truth Telling dalam etika keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Truth Telling


Truth telling adalah komponen etik yang harus dimiliki seorang tenaga
kesehatan sesuai dengan sumpah hipokrates dan perilaku profesional dalam
menyampaikan kebenaran mengenai kondisi pasien.
Salah satu permasalahan etika dalam praktek keperawatan yaitu berkata jujur
(truth telling). Konsep kejujuran (veracity) adalah prinsip etis yang mendasari berkata
jujur.
Truth telling merupakan salah satu bentuk komunikasi antara tenaga kesehatan
dengan pasien dalam menyampaikan kebenaran yang berkaitan dengankondisi pasien.

2.2. Macam-Macam Truth Telling


2.2.1. Jujur dalam berbicara
Jujur dalam perkataan adalah bentuk kemasyhuran. Setiap individu
berkewajiban menjaga lisannya , yakni berbicara jujur dan dianjurkan menghindari
kata-kata sindiran karena hal itu sepadan dengan kebohongan, kecuali jika sangat
dibutuhkan dan demi kepentingan pada saat-saat tertentu.

2.2.2. Jujur dalam niat dan kehendak


Kejujuran bergantung pada keikhlasan seseorang. Jika perbuatan atau tindakan
yang dilakukan tidak didasari dengan niat tujuan yang tulus tetapi demi kepentingan
individu atau diri sendiri, berarti dia tidak jujur dalam berniat, bahkan bisa dikatakan
telah berbohong.

2.2.3. Jujur dalam berkeinginan dan dalam meralisaikannya


Keinginan atau tekad yang dimaksudkan adalah seperti perkataan seseorang.
Keinginan seperti ini ada kalanya benar-benar jujur dan kalanya pula masih diselimuti
kebimbangan. Kejujuran dalam merialisasikan keinginan, seperti apabila seseorang
ingin berkata jujur untuk memberikan informasi yang sebenarnya kepada pasien.
Keinginan tersebut bisa terlaksana bisa juga tidak. Penyebab tidak terealisainya
keinginan tersebut bisa saja karena tidak memungkinkan seseorang tersebut
mengetahui informasi yang sebenarnya.

2.2.4. Jujur dalam bertindak


Kejujuran dalam bertindak berarti tidak ada perbedaan antara niat dan
perbuatan. Jujur dalam hal ini juga bisa berarti tidak berpura-pura tulus dalam
bertindak sedangkan hatinya tidaklah demikian. Misalnya seorang perawat yang
menjatuhkan jarum tetapi tidak diketahui oleh pasien, dalam hati perawat ingin
mengganti jarum yang dijatuhkan dan perawat pun mengganti jarum tersebut tanpa
ada rasa bimbang antara keinginan dan tindakan yang akan dilakukan.

2.2.5. Jujur dalam hal keagamaan


Jujur dalam agama adalah derajat kejujuran tertinggi, seperti jujur dalam rasa
takut kepada Allah SWT, mengharap ridha-Nya, rela dengan pemberi-Nya, cinta dan
tawakal. Semua perkara tadi memiliki fondasi yang menjadi tolok ukur kejujuran
seseorang dalam menyikapinya. kejujuran juga memiliki tujuan dan hakikat. Orang
yang jujur adalah mereka yang mampu mencapai hakikat semua perkara tadi dan
mampu mengalahkan keinginan nafsunya. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah swt. di
dalam firman-Nya.

2.2.6. Jujur dalam berjanji


Janji membuat diri kita selalu berharap. Janji yang benar membuat kita bahagia.
Janji palsu membuat kita selalu was-was. Maka janganlah memperbanyak janji
(namun tidak ditepati) karena Allah Swt. sangat membenci orang-orang yang selalu
mengingkari janji sebagaimana dalam firman-Nya.

2.2.7. Jujur dalam kenyataan


Orang yang jujur hidupnya selalu berada di atas kenyataan. Dia tidak akan
menampilkan sesuatu yang bukan dirinya. Dia tidak pernah memaksa orang lain
untuk masuk ke dalam jiwanya. Dengan kata lain, seorang yang jujur tidak hidup
berada di bawah bayang-bayang orang lain. Artinya, kita khususnya sebagai seorang
perawat harus hidup sesuai dengan keadaan diri kita sendiri.

2.3. Manfaat Truth Telling


Adapun beberapa manfaat dari truth telling yaitu sebagai berikut :
1. Meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima pelayanan medis dari
dokter atau institusi pelayanan medis.
2. Meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokter yang merupakan dasar
hubungan dokter-pasien yang baik.
3. Meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis.
4. Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminal
dalam menghadapi penyakitnya.

2.4. Pentingnya Truth Telling


Truth telling sangat penting dalam hubungan dokter dengan pasien, truth telling
sangat berperan dalam pengambilan keputusan secara otonomi oleh pasien untuk
memilih dan bertindak demi kebaikan pasien secara matang dan tepat. Dalam
pengambilan keputusan tersebut bertumpu pada otonomi individu pasien seutuhnya
dimana setelah dokter menyampaikan informasi-informasi yang berkaitan dengan
kondisinya (truth telling) diharapkan pengambilan keputusan tersebut pasien dapat
memilih keputusan yang rasional dan yakin bahwa keputusan tersebut merupakan
keputusan yang terbaik baginya. Tanpa adanya truth telling maka akan menyebakan
terhambatnya pengambilan keputusan pasien dan menghilangkan kepercayaan pasien
dalam hubungannya dengan dokter.
Konsep kejujuran (veracity) merupakan prinsip etis yang mendasari berkata
jujur. Prinsip kejujuran menurut Veatch dan Fry (1987) didefinisikan sebagai
menyatakan hal yang sebenarnya dan tidak bohong. Kejujuran harus dimiliki perawat
saat berhubungan dengan psien. Kejujuran merupakan dasar terbinanya hubungan
saling percaya antara perawat – pasien. Perawat sering tidak memberitahukan
kejadian sebenarnya pada pasien yang sakit parah. Namun, penelitian pada pasien
dalam keadaan terminal menjelaskan bahwa pasien ingin diberitahu tentang
kondisinya secara jujur (Veatch, 1978).

2.5. Faktor yang Mempengaruhi Truth Telling


Dalam mengembangkan perilaku truth telling (berkata jujur) ada beberapa
faktor yang berpengaruh dan ikut berperan penting, diantaranya :
1. Faktor keluarga
Dalam keluarga, orangtua memegang peran penting untuk mendidik anak sehingga
mereka mampu memiliki sikap jujur. Menurut Kelly, “Seluruh etika kejujuran dan
integritas dimulai sejak dini”. Ketika orangtua berhasil mendidik anak untuk berkata
dan bersikap jujur, maka sang anak akan membawa sifat tersebut hingga remaja
bahkan dewasa. Memang tidak mudah untuk menumbuhkan sikap jujur, anggota
keluarga harus menjadi panutan yang baik bagi anak.

2. Faktor lingkungan
Lingkungan yang buruk akan merusak kebiasaan yang baik. Oleh karena itu,
memilih teman sepergaulan sangat penting, karena lingkungan memiliki pengaruh
besar dalam membentuk kepribadian tiap individu. Seperti kejujuran, jika terbiasa
bermain bersama dengan teman-teman yang membudayakan perkataan atau sikap
tidak jujur, individu tersebut pun akan terbawa pergaulannya. Sadar atau tidak sadar
kebiasaan buruk tersebut akhirnya dibawa terus hingga dewasa.

3. Faktor agama
Keyakinan kepada Tuhan dan iman yang kuat untuk melakukan segala perintah-
Nya mampu membuat tiap individu terus bersikap baik.Seringkali individu
dihadapkan pada suatu kondisi yang mendesak untukberkata bohong atau berbuat
curang, melakukan korupsi, dan menjadikan mereka berpikir tidak realistis. Namun,
jika tiap individu memiliki iman dan keyakinan yang kuat maka tidak akan tergoda
dengan hal-hal duniawi. Seseorang akan tetap berbuat dan berkata jujur dan
menjadikan kejujuran itu karakter diri.
4. Motivasi
Motivasi diberikan oleh lingkungan sekitar untuk berbuat jujur.Motivasi adalah
kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan tertentu yang
dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan
individu.Motivasi dapat diterapkan dengan pemberian penghargaan.Misalnya,
seorang anak yang bersikap jujur, diberikan pujian atau hadiah, sehingga adanya
penguatan untuk melakukan tindakan jujur.
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Kasus
Suatu hari ada seorang bapak bernama Tono dibawa oleh keluarganya ke salah
satu Rumah Sakit dengan gejala demam dan diare, mual, dan muntah kurang lebih
selama 6 hari. Selain itu bapak tersebut menderita batuk dan sakit tenggorokan sudah
6 bulan tidak sembuh-sembuh, serta berat badannya turun secara berangsur-angsur.
Semula bapak tersebut badannya gemuk tapi 3 bulan terakhir ini badannya semakin
kurus dan telah turun 10 Kg dari berat badan semula. Bapak Tono ini merupakan
seorang mantan TKI di Malaysia yang baru pulang 5 bulan yang lalu.
Bapak ini masuk UGD kemudian dari dokter disarankan untuk opname di ruang
penyakit dalam karena kondisi Pak Tono yang sudah sangat lemas. Keesokan harinya
dokter yang menangani Bapak Tono melakukan kunjungan, dan memberikan saran
kepada perawatnya untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan mengambil
sampel darah Pak Tono. Pak Tono yang ingin tahu sekali tentang penyakitnya
meminta perawat tersebut untuk segera memberi tahu penyakitnya setelah didapatkan
hasil pemeriksaan. Sore harinya pukul 16.00 WIB hasil pemeriksaan telah diterima
oleh perawat tersebut dan telah dibaca oleh dokternya. Hasilnya mengatakan bahwa
Pak Tono positif terjangkit penyakit HIV/AIDS. Kemudian perawat tersebut
memanggil keluarga Pak Tono untuk menghadap dokter yang menangani Pak Tono.
Bersama dokter dan seijin dokter tersebut, perawat menjelaskan tentang kondisi
pasien dan penyakitnya. Keluarga terlihat kaget dan bingung. Keluarga meminta
kepada dokter terutama perawat untuk tidak memberitahukan penyakit yang diderita
Pak Tono ini kepada Pak Tono. Keluarga takut Pak Tono akan frustasi, tidak mau
menerima kondisinya dan dikucilkan oleh masyarakat.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Pembahasan Kasus
Perawat tersebut mengalami dilema etik dimana di satu sisi dia harus memenuhi
permintaan keluarga namun di sisi lain perawat tersebut harus memberitahukan
kondisi yang dialami oleh Pak Tono karena itu merupakan hak pasien untuk
mendapatkan informasi yang sebenarnya.
Perawat tersebut berusaha untuk memberikan pelayanan keperawatan yang
sesuai dengan etika dan legal yaitu dia menghargai keputusan yang dibuat oleh
pasien dan keluarga. Selain itu dia juga harus melaksanakan kewajibannya sebagai
perawat dalam memenuhi hak-hak pasien salah satunya adalah memberikan informasi
yang dibutuhkan pasien atau informasi yang sebenarnya tentang kondisi dan
penyakitnya.
Dengan keputusan keluarga pasien yang berlawanan dengan keinginan pasien
tersebut maka perawat harus memikirkan solusi untuk mengatasi permasalahan
tersebut dengan berbagai konsekuensi dari masing-masing alternatif tindakan. Etika
perawat melandasi perawat dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut.
Dalam penyelesaian kasus dilema etik seperti ini diperlukan strategi untuk
mengatasinya karena tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan pendapat
antar tim medis yang terlibat termasuk dengan pihak keluarga pasien. Jika perbedaan
pendapat ini terus berlanjut maka akan timbul masalah komunikasi dan kerjasama
antar tim medis menjadi tidak optimal. Hal ini jelas akan membawa dampak
ketidaknyamanan pasien dalam mendapatkan pelayanan keperawatan. Berbagai
model pendekatan bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah dilema etik ini. Tapi
disini kelompok kami akan mencoba menyelesaikan kasus ini berdasarkan
pendekatan model Megan, kerangka penyelesaian sebagai berikut :
1. Mengkaji situasi
Dalam hal ini perawat harus bisa melihat situasi, mengidentifikasi masalah/situasi
dan menganalisa situasi. Dari kasus diatas dapat ditemukan permasalahan atau situasi
sebagai berikut :
Pak Tono dapat menggunakan haknya sebagai pasien untuk mengetahui penyakit
yang dideritanya sekarang sehingga Pak Tono meminta perawat tersebut memberikan
informasi tentang hasil pemeriksaan kepadanya.
Rasa kasih sayang keluarga terhadap Pak Tono membuat keluarganya berniat
menyembunyikan informasi tentang hasil pemeriksaan tersebut dan meminta perawat
untuk tidak menginformasikannya kepada Pak Tono dengan pertimbangan keluarga
takut jika Pak Tono akan frustasi tidak bisa menerima kondisinya sekarang
Perawat merasa bingung dan dilema dihadapkan pada dua pilihan dimana dia
harus memenuhi permintaan keluarga, tapi di sisi lain dia juga harus memenuhi
haknya pasien untuk memperoleh informasi tentang hasil pemeriksaan atau
kondisinya.

2. Mendiagnosa Masalah Etik Moral


Berdasarkan kasus dan analisa situasi diatas maka bisa menimbulkan
permasalahan etik moral jika perawat tersebut tidak memberikan informasi kepada
Bapak Tono terkait dengan penyakitnya karena itu merupakan hak pasien untuk
mendapatkan informasi tentang kondisi pasien termasuk penyakitnya.

3. Membuat Tujuan dan Rencana Pemecahan


Alternatif-alternatif rencana harus dipikirkan dan direncanakan oleh perawat
bersama tim medis yang lain dalam mengatasi permasalahan dilema etik seperti ini.
Adapun alternatif rencana yang bisa dilakukan antara lain :
a. Perawat akan melakukan kegiatan seperti biasa tanpa memberikan informasi hasil
pemeriksaan/penyakit Bapak Tono saat itu juga, tetapi memilih waktu yang tepat
ketika kondisi pasien dan situasinya mendukung. Hal ini bertujuan supaya pak
Tono tidak panik yang berlebihan ketika mendapatkan informasi seperti itu karena
sebelumnya telah dilakukan pendekatan-pendekatan oleh perawat. Selain itu untuk
alternatif rencana ini diperlukan juga suatu bentuk motivasi/support sistem yang
kuat dari keluarga. Keluarga harus tetap menemani pak Tono tanpa ada sedikitpun
perilaku dari keluarga yang menunjukkan perilaku menghindar dari pak Tono.
Dengan demikian diharapkan secara perlahan, pak Tono akan merasa nyaman
dengan support yang ada sehingga perawat dan tim medis akan menginformasikan
kondisi yang sebenarnya.
Ketika jalannya proses sebelum diputuskan untuk memberitahu pak Tono
tentang kondisinya dan ternyata pak Tono menanyakan kondisinya ulang, maka
perawat tersebut bisa menjelaskan bahwa hasil pemeriksaannya masih dalam
proses tim medis.
Alternatif ini tetap memiliki kelemahan yaitu perawat tidak segera memberikan
informasi yang dibutuhkan bapak ini dan tidak jujur saat itu walaupun pada
akhirnya perawat tersebut akan menginformasikan yang sebenarnya jika situasinya
sudah tepat. Ketidakjujuran merupakan suatu bentuk pelanggaran kode etik
keperawatan.
b. Perawat akan melakukan tanggung jawabnya sebagai perawat dalam memenuhi
hak-hak pasien terutama hak pak Tono untuk mengetahui penyakitnya, sehingga
ketika hasil pemeriksaan sudah ada dan sudah didiskusikan dengan tim medis
maka perawat akan langsung menginformasikan kondisi bapak Tono tersebut atas
seijin dokter. Ini dilakukan juga merujuk pada Truth Telling of Complience dan
Emergency Truth Telling.
Alternatif ini bertujuan supaya pak Tono merasa dihargai dan dihormati
haknya sebagai pasien serta perawat tetap tidak melanggar etika keperawatan. Hal
ini juga dapat berdampak pada psikologisnya dan proses penyembuhannya.
Misalnya ketika Pak Tono secara lambat laun mengetahui penyakitnya sendiri atau
tahu dari anggota keluarga yang membocorkan informasi, maka pak Tono akan
beranggapan bahwa tim medis terutama perawat dan keluarganya sendiri
berbohong kepadanya. Dia bisa beranggapan merasa tidak dihargai lagi atau
berpikiran bahwa perawat dan keluarganya merahasiakannya karena orang dengan
HIV/AIDS merupakan “aib” yang dapat mempermalukan keluarga dan Rumah
Sakit. Kondisi seperti inilah yang mengguncangkan psikis pak Tono nantinya yang
akhirnya bisa memperburuk keadaan pak Tono sendiri. Sehingga pemberian
informasi secara langsung dan jujur kepada pak Tono perlu dilakukan untuk
menghindari hal tersebut.

Kendala-kendala yang mungkin timbul :


1) Keluarga tetap tidak setuju untuk memberikan informasi tersebut.
Sebenarnya maksud dari keluarga tersebut adalah benar karena tidak ingin Pak
Tono frustasi dengan kondisinya. Tetapi seperti yang diceritakan diatas bahwa ketika
Pak Tono tahu dengan sendirinya justru akan mengguncang psikisnya dengan
anggapan-anggapan yang bersifat emosional yang bisa memperburuk kondisinya.
Perawat tersebut harus mendekati keluarga Pak Tono dan menjelaskan tentang
dampak-dampaknya jika tidak menginformasikan hal yang sebenarnya. Jika keluarga
tersebut tetap tidak mengijinkan, maka perawat dan tim medis lain bisa menegaskan
bahwa mereka tidak akan bertanggung jawab atas dampak yang terjadi nantinya.
Selain itu sesuai dengan Kepmenkes 1239/2001 yang mengatakan bahwa perawat
berhak menolak pihak lain yang memberikan permintaan yang bertentangan dengan
kode etik dan profesi keperawatan.
2) Keluarga telah mengijinkan tetapi pasien memberikan penolakan dengan
informasi yang diberikan perawat.
Perawat harus tetap melakukan pendekatan-pendekatan secara psikis untuk
memotivasi pasien. Perawat juga meminta keluarga untuk tetap memberikan
support sistemnya dan tidak menunjukkan perilaku mengucilkan pasien tersebut.
Hal ini perlu proses adaptasi sehingga lama kelamaan pasien diharapkan dapat
menerima kondisinya dan mempunyai semangat untuk sembuh.

4. Melaksanakan Rencana
Alternatif-alternatif rencana tersebut harus dipertimbangkan dan didiskusikan
dengan tim medis yang terlibat supaya tidak melanggar kode etik keperawatan.
Sehingga bisa diputuskan mana alternatif yang akan diambil. Dalam mengambil
keputusan pada pasien dengan dilema etik harus berdasar pada prinsip-prinsip moral
yang berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang,
diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu ( John Stone, 1989 ), yang meliputi :
a. Autonomy / Otonomi
Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dan
keluarganya tapi ketika pasien menuntut haknya dan keluarganya tidak setuju maka
perawat harus mengutamakan hak pasien tersebut untuk mendapatkan informasi
tentang kondisinya.
b. Benefesience / Kemurahan Hati
Prinsip ini mendorong perawat untuk melakukan sesuatu hal atau tindakan yang
baik dan tidak merugikan pasien. Sehingga perawat bisa memilih diantara 2 alternatif
diatas mana yang paling baik dan tepat.
c. Justice / Keadilan
Perawat harus menerapkan prinsip moral adil dalam melayani pasien. Adil berarti
pasien mendapatkan haknya yaitu memperoleh informasi tentang penyakitnya secara
jelas sesuai dengan konteksnya/kondisinya.
d. Nonmaleficience / Tidak merugikan
Keputusan yang dibuat perawat tersebut nantinya tidak menimbulkan kerugian
pada pasien baik secara fisik ataupun psikis yang kronis nantinya.
e. Veracity / Kejujuran
Perawat harus bertindak jujur jangan menutup-nutupi atau membohongi pasien
tentang penyakitnya. Karena hal ini merupakan kewajiban dan tanggung jawab
perawat untuk memberikan informasi yang dibutuhkan pasien secara benar dan jujur
sehingga pasien akan merasa dihargai dan dipenuhi haknya.
f. Fedelity / Menepati Janji
Perawat harus menepati janji yang sudah disepakati dengan pasien sebelum
dilakukan pemeriksaan yang mengatakan bahwa perawat bersedia akan
menginformasikan hasil pemeriksaan jika hasil pemeriksaannya sudah selesai. Janji
tersebut harus tetap dipenuhi walaupun hasil pemeriksaan tidak seperti yang
diharapkan karena ini mempengaruhi tingkat kepercayaan pasien terhadap perawat
tersebut nantinya.
g. Confidentiality / Kerahasiaan
Perawat akan berpegang teguh dalam prinsip moral etik keperawatan yaitu
menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dengan menjamin kerahasiaan segala
sesuatu yang telah dipercayakan pasien kepadanya kecuali seijin pasien.

Berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip moral, keputusan yang bisa diambil dari


dua alternatif di atas lebih mendukung untuk alternatif ke-2 yaitu secara langsung
memberikan informasi tentang kondisi pasien setelah hasil pemeriksaan selesai dan
didiskusikan dengan semua yang terlibat. Mengingat alternatif ini akan membuat
pasien lebih dihargai dan dipenuhi haknya sebagai pasien walaupun kedua alternatif
tersebut memiliki kelemahan masing-masing. Hasil keputusan tersebut kemudian
dilaksanakan sesuai rencana dengan pendekatan-pendekatan dan caringserta
komunikasi terapeutik.

5. Mengevaluasi Hasil
Alternatif yang dilaksanakan kemudian dimonitoring dan dievaluasi sejauh mana
bapak Tono beradaptasi tentang informasi yang sudah diberikan. Jika pak Tono masih
melakukan penolakan terhadap kenyataan sehubungan dengan informasi yang telah
diterimanya, maka pendekatan-pendekatan tetap terus dilakukan dan support tetap
terus diberikan yang pada intinya membuat pasien merasa ditemani, dihargai dan
disayangi tanpa ada rasa dikucilkan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dalam upaya mendorong kemajuan profesi keperawatan agar dapat diterima
dan dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka perawat harus
memanfaatkan nilai-nilai keperawatan dalam menerapkan etika dan moral disertai
komitmen yang kuat dalam mengemban peran profesionalnya. Dengan demikian
perawat yang menerima tanggung jawab, dapat melaksanakan asuhan keperawatan
secara etis profesional. Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar
dan melaksanakan advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi
keselamatan pasien, penghormatan terhadap hak-hak pasien, dan akan berdampak
terhadap peningkatan kualitas asuhan keperawatan. Selain itu dalam menyelesaikan
permasalahan etik atau dilema etik keperawatan harus dilakukan dengan tetap
mempertimbangkan prinsip-prinsip etik supaya tidak merugikan salah satu pihak.

5.2 Saran
Pembelajaran tentang etika dan moral dalam dunia profesi terutama bidang
keperawatan harus ditanamkan kepada mahasiswa sedini mungkin supaya nantinya
mereka bisa lebih memahami tentang etika keperawatan sehingga akan berbuat atau
bertindak sesuai kode etiknya (kode etik keperawatan).
DAFTAR PUSTAKA

Dra.Hj.Mimin Emi Suhaemi, Mpd. Etika Keperawatan. editor, Monica Ester. Jakarta:
EGC: 2003
http://diaryforberti.blogspot.com/2014/12/makalah-truth-telling.html?m=1diakes
pada 06 April 2019
http://ochiecuah.blogspot.com/2015/11/truth-telling.html?m=1 diakes pada 06 April
2019
http://jemariinspirasimu.blogspot.com/2016/01/truth-telling.html diakes pada 06
April 2019

Anda mungkin juga menyukai