Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI PERAIRAN TAWAR


FAKTOR FISIKA KIMIA DAN PRODUKTIVITAS PRIMER
DI SITU CIKARET BOGOR

Disusun Oleh :
Bella Saskia 061116002
Yogi Suhad W 061116003
Utami Khaesari Dean 061116009
Sepia Latipah 061116012
Nanda Putri 061116014
Vira Mourena 061116015
Monita Damayanti P 061116017
Diah Rusfika Ayu 061116019
Annisa Eka Handayani 061116037
Fenti Cahya Ningrum 061116039
Anida Ila R 061116040
Suryani Amalia 061116042

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Wilayah Indonesia terdiri dari kepulauan dimana hampir 75% wilayahnya
adalah perairan. Perairan air tawar di Indonesia merupakan salah satu upaya untuk
mengurangi ketergantungan terhadap sumberdaya perikanan di laut. Produktivitas
primer perairan merupakan faktor penting dalam pemantauan kualitas perairan laut
karena berperan dalam siklus karbon dan rantai makanan bagi organisme heterotrof.
Estimasi produktivitas primer perairan dapat diduga melalui nilai konsentrasi klorofil-
a, namun konsentrasi klorofil-a permukaan laut hanya mampu menjelaskan 30%
produktivitas primer laut. (Mulkan Nuzapril et al, 2017).
Produktivitas primer adalah jumlah bahan organik yang dihasilkan oleh
organisme autotrof, yaitu organisme yang mampu merombak bahan anorganik
menjadi bahan organik yang langsung dapat dimanfaatkan oleh organisme itu sendiri
maupun organisme lain dengan bantuan energi matahari maupun melalui mekanisme
kemosintesis. Lebih lanjut Kirk (2011); Lee et al. (2014); Mercado-Santana et al.
(2017); Chen et al. (2017), menyebutkan bahwa produktivitas primer merupakan laju
produksi karbon organik (karbohidrat) per satuan waktu dan volume melalui proses
fotosintesis yang dilakukan oleh organisme tumbuhan hijau. Dalam konsep
produktivtas, dikenal istilah produktivitas primer kotor (gross primary productivity)
dan produktivitas primer bersih (net primary productivity). Produktivitas primer kotor
merupakan laju total fotosintesis, termasuk bahan organik yang dimanfaatkan untuk
respirasi selama jangka waktu tertentu disebut juga produksi total atau asimilasi total.
Produktivitas bersih merupakan laju penyimpanan bahan organik di dalam jaringan
setelah dikurangi untuk pemanfaatan untuk respirasi selama jangka waktu tertentu
(Nyabakken, 1992; Odum, 1996; Wetzel, 2001; Asriyana & Yuliana, 2012).
. Pengukuran produktivitas primer merupakan satu syarat dasar untuk
mempelajari struktur dan fungsi ekosistem perairan (Tamire & Mengistou, 2014; Xiao
et al., 2015). Bahkan (Behrenfald et al. 2005) menyebutkan bahwa produktivitas
primer bersih merupakan kunci pengukuran kesehatan lingkungan dan pengelolaan
sumberdaya laut. Lebih lanjut Hariyadi et al. (2010) menjelaskan, tingkat
produktivitas primer suatu perairan memberikan gambaran bahwa, suatu perairan
cukup produktif dalam menghasilkan biomassa tumbuhan, termasuk pasokan oksigen
yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Dengan tersedianya biomassa tumbuhan dan
oksigen yang cukup dapat mendukung perkembangan ekosistem perairan (Hariyadi et
al. 2010; Rahayu et al. 2017.
Kualitas kehidupan di dalam air sangat di pengaruhi oleh kualitas perairan itu
sendiri sebagai media hidup organisme air. Makin buruk kualitas perairan, makin
buruk pula kualitas kehidupan di dalam perairan tersebut. Komunitas organisme yang
hidup di perairan jernih berbeda dengan yang hidup di perairan tercemar. Kandungan
klorofil fitoplanton dapat di jadikan petunjuk atau tingkat kesuburan suatu perairan.
Danau Cikaret merupakan danau terbesar di beberapa desa di Kecamatan
Cibinong, Kabupaten Bogor yang juga merupakan cadangan air bagi warga sekitar
samapai ke aliran wilayah Cilodong – Depok – DKI Jakarta. Danau ini diduga telah
mengalami pencearan akibat masuknya berbagai jenis limbah dari berbagai jenis
kegiatan rumah tangga dan pembuangan sampah oleh pengunjung (Wahyudi, 2008).
Oleh karena itu perlu adanya penelitian mengenai Kualitas Air dan Keanekaragaman
Plankton Di Danau Cikaret

1.2 Tujuan Percobaan


a) Mengukur kadar oksigen terlarut (DO) dan karbondioksida (CO2) bebas
ekosistem perairan.
b) Mengukur kadar suhu, kecerahan dan arus ekosistem perairan.
c) Meihat perubahan kualitas air terkait dengan perubahan kadar oksigen terarut
(DO) dan karbondioksida (CO2) bebas.
d) Melihat perubahan kualitas air terkait dengan perubahan kadar suhu,
kecerahan dan arus.
1.3 Rumusan Masalah
a) Apakah definisi dari Produktifitas Primer?
b) Apa saja ruang lingkup Produktifitas Primer?
c) Apa saja sifat fisika dan kimia perairan?
d) Bagaimana cara untuk mengetahui suatu lingkungan perairan tercemar atau
tidak dan apa hubungannya dengan BOD & COD?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Situ Cikaret
Situ merupakan salah satu fitur lanskap di planet ini yang paling dramatis dan
paling mempesona, dan juga yang paling banyak ragamnya dibanding sistem perairan
daratan lainnya. Jika sungai merupakan sistem air yang mengalir, maka situ pada
dasarnya adalah suatu cadangan air yang diam di tempat (KVDD, 2004). Situ, waduk,
embung dan sebagainya memainkan peran penting dalam pengendalian banjir dengan
menahan hidrograf aliran masuk dan mengurangi debit puncak aliran keluar, sehingga
dapat mengurangi kapasitas saluran yang diperlukan di bagian hilir (Hadi, 2014 dalam
Supriyadi, dkk., 2015).
Dewasa ini banyak situ di Indonesia telah mengalami degradasi (penurunan
kualitas) yang diakibatkan oleh pertambahan penduduk, konversi lahan hutan, polusi dan
erosi (Fahmudin & Widianto, 2004). Data Status Lingkungan Hidup 2004 menunjukkan,
dari 200 situ yang tersebar di wilayah Jabodetabek, hanya 54 situ yang kondisinya masih
cukup baik. Sebagian besar rusak, terbukti dari luas situ secara keseluruhan yang semula
mencapai 2.337,10 ha, sekarang ini hanya 1.462,78 ha atau menyusut 37,41%. Kondisi
tersebut menunjukkan bahwa jumlah situ semakin berkurang atau hilang fungsinya
sebagai tempat potensial penampungan air guna pengendalian banjir, konservasi sumber
daya air, pengembangan ekonomi lokal dan tempat rekreasi (KNLH, 2007).
Lokasi Situ Cikaret yang terletak di kawasan perkantoran Pemda Kabupaten Bogor
selain berfungsi sebagai penyediaan air baku untuk irigasi dan perikanan juga berfungsi
sebagai tempat latihan SAR oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
kabupaten Bogor, tempat latihan dan pertandingan olahraga dayung oleh KONI
Kabupaten Bogor serta potensial untuk pengembangan tempat rekreasi atau wisata alam,
layak dijadikan sebagai objek penelitian. Fungsi Situ Cikaret dalam penyediaan air baku
untuk irigasi dan perikanan masih terbatas. Hal ini disebabkan antara lain kurangnya
perhatian terhadap fungsi situ.
2.2 Analisis Fisika Kimia Perairan
Menurut Nybakken (1988) sifat fisika kimia perairan sangat penting dalam ekologi.
Bermacam-macam faktor fisika kimia dapat mempengaruhi kelangsungan hidup
tumbuhan dan produktivitas perairan. Berikut faktor fisika kimia perairan:
Parameter Nilai Referensi
Suhu Air (°C) 25-31°C Wijayanti, 2007
Suwarno, 2000 dalam
pH >5 dan < 9
Kinati, 2014
Suparjo, 2009 dalam
DO (mg/L) >5 mg/L
Kinati, 2014
Kecerahan Suparjo, 2005 dalam
>0,45
(cm) Kinati 2014

2.2.1 Suhu
Secara langsung, reaksi enzimatik yang berperan dalam proses fotosintesis
dikendalikan oleh suhu. Tingkat percepatan proses dalam sel akan meningkat
sejalan dengan meningkatnya suhu sampai mencapai batas tertentu antara selang
25 – 40ºC dan peningkatan suhu terbesar 10ºC (misalnya dari 10ºC ke 20ºC)
akan meningkatkan laju fotosintesis maksimal menjadi dua kali lipat.
Pengaruh suhu secara tidak langsung pada kehidupan di perairan adalah
suhu mempengaruhi daya larut gas karbondioksida (CO2) dalam perairan. Daya
larut CO2 dalam perairan berkurang bila suhu perairan dan akan bertambah
dengan adanya penurunan suhu. Suhu juga menentukan struktur hidrologis
perairan dalam hal kerapatan air (water density). Semakin dalam perairan, suhu
akan semakin rendah dan kerapatan air meningkat sehingga menyebabkan laju
penenggelaman fitoplankton berkurang.
2.2.2 pH air (Derajat keasaman)
Organisme air memiliki kemampuan yang berbeda dalam mentolerir pH
perairan. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktivitas biologi,
aktivitas fotosintesis, suhu, kandungan oksigen, kation dan anion serta batas
toleransi organisme akuatik terhadap derajat keasaman bervariasi tergantung
pada suhu air, oksigen terlarut serta stadia organisme tersebut (Pescod, 1973).
Menurut Nybakken (1988) pH merupakan gambaran jumlah atau lebih
tepatnya aktifitas hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH
menggambarkan seberapa asam atau basa suatu perairan. Pada lingkungan
perairan tawar pH relatif lebih stabil dan biasanya berada dalam kisaran antara
6-9, sedangkan Menurut Odum (1996) pH perairan yang cocok untuk
pertumbuhan organisme air berkisar antara 6 – 9.
2.2.3 Kecerahan Air
Menurut Parsons, dkk., (1984) transmisi cahaya (kecerahan perairan)
adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus
lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami transmisi cahaya
sangat penting karena berkaitan dengan aktivitas fotosintesis fitoplankton.
Kecerahan berkaitan dengan cahaya yang dapat masuk ke perairan
tersebut. Bagi biota air, cahaya mempunyai pengaruh terbesar secara tidak
langsung, yakni sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-
tumbuhan yang menjadi tumpuan hidup, sebagai sumber makanan
(Romimohtarto, 2004).
Dengan bertambahnya lapisan air intensitas cahaya tersebut akan
mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat mengalami pembiasan
yang mengakibatkan kolam air yang jernih akan terlihat berwarna biru dari
permukaan. Kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air
yang berbeda.
2.2.4 DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut merupakan salah satu unsur utama yang penting yaitu
sebagai regulator pada proses metabolisme tumbuhan dan hewan air terutama
untuk proses respirasi (Prasetyaningtyas dkk, 2012). Sedangkan menurut Arifin
(2009), oksigen terlarut menggambarkan kandungan oksigen terlarut yang
terdapat dalam suatu perairan, sumber masukan oksigen terlarut di perairan
dapat berasal dari difusi udara dan fotosintesis.
Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada
suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen terlarut juga
berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman tergantung pada percampuran
(mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktifitas fotosintesis, respirasi
dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air. Dekomposisi bahan organik dan
oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga
mencapai 0 (nol) atau anaerob (Effendi, 2003).
2.2.5 BOD (Biological Oxygen Demand)
Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya
oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik,
pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik
ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh
dari proses oksidasi (PESCOD, 1973).
Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat
pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri
aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD
merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya
oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut
menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang
hampir sama dengan kondisi yang ada di alam. Selama pemeriksaan BOD,
contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar untuk mencegah kontaminasi
dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air sampel tersebut juga harus
berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya
oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan
mengingat kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar ± 9 ppm
pads suhu 20°C (Sawyer & MC Carty, 1978 dalam Salmin, 2005).
2.3 Produktivitas Perairan
Produktivitas perairan merupakan laju penambatan atau penyimpanan
energi (cahaya matahari) oleh komunitas autotrof di dalam sebuah ekosistem
perairan. Produktivitas itu sendiri terdiri dari produktivitas primer (produsen)
dan produktivitas skunder (konsumen: zoo plankton, ikan, benthos, dll)
(Asriyana & Yuliana, 2012). Nybakken (1992), Odum (1996), dan Wetzel
(2001), menjelaskan produktivitas primer adalah jumlah bahan organik yang
dihasilkan oleh organisme autotrof, yaitu organisme yang mampu merombak
bahan anorganik menjadi bahan organik yang langsung dapat dimanfaatkan oleh
organisme itu sendiri maupun organisme lain dengan bantuan energi matahari
maupun melalui mekanisme kemosintesis. Lebih lanjut Kirk (2011); Lee et al.
(2014); Mercado-Santana et al. (2017); Chen et al. (2017), menyebutkan bahwa
produktivitas primer merupakan laju produksi karbon organik (karbohidrat) per
satuan waktu dan volume melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh
organisme tumbuhan hijau. Dalam konsep produktivtas, dikenal istilah
produktivitas primer kotor (gross primary productivity) dan produktivitas primer
bersih (net primary productivity). Produktivitas primer kotor merupakan laju
total fotosintesis, termasuk bahan organik yang dimanfaatkan untuk respirasi
selama jangka waktu tertentu disebut juga produksi total atau asimilasi total.
Produktivitas bersih merupakan laju penyimpanan bahan organik di dalam
jaringan setelah dikurangi untuk pemanfaatan untuk respirasi selama jangka
waktu tertentu (Nyabakken, 1992; Odum, 1996; Wetzel, 2001; Asriyana &
Yuliana, 2012).
Produktivitas dalam suatu perairan tidak terlepas dari kualitas air dalam
perairan itu sendiri. Kualitas air adalah mutu air yang memenuhi standar untuk
tujuan tertentu. Syarat yang ditetapkan sebagai standar mutu air berbeda-beda
tergantung tujuan penggunaan, sebagai contoh, air yang digunakan untuk irigasi
memiliki standar mutu yang berbeda dengan air untuk dikonsumsi. Kualitas air
dapat diketahui nilainya dengan mengukur perubah fisika (Suhu dan
Kecerahan), kimia (pH dan DO) dan biologi (Makroinvertebrata).
BAB III

ALAT BAHAN DAN METODE

3.1 Alat

a) Parameter Fisika dan Kimia


 Termometer
 Secchi Disk
 Do meter
 pH indikator
 Botol pengukur DO dan CO2 bebas
 Buret dan Statif
 Erlenmeyer
b) Produktivitas Primer
 Botol gelap 2
 Botol terang 2
 Tali rapia
 Pelampung
 DO meter
3.2 Bahan

 Sampel air Situ Cikaret


 NaOH

3.3 Metode

a) Parameter fisika dan kimia

 Pengukuran suhu,dengan mencelupkan badan air pada setiap unit pengamatan per
satuan waktu,Ukur suhu air dan udara dengan melihat skala yang ditunjukan
thermometer
 Untuk mengukur kecerahan,diambil seutas tali dan tingka yang diberi skala lalu tali
diikat pada tongkat dengan titik pusat secchi disk yang berdiameter 20-30 cm lalu
masukan alat kedalam perairan sampai secchi disk tidak terlihat dan baca skala.
Rumus yang dihitung
𝐾1+𝑘2
D= 2

Ket:
D : Kedalaman kecerahan air
K1 : Kedalaman secchi disk yang masih terlihat
K2 : Kedalaman secchi disk yang masih terlihat
 Pengukuran Oksigen yang terlarut (Disolved Oxygen),sampel air diambil dengan
menggunakan botol coklat yang tersedia sampai penuh hindari adanya udara yang
terperangkap dalam botol,hitung kadar oksigen dengan DO meter
 Pengukuran CO2 bebas,air di tuang ke dalam erlenmayer sebanyak 50ml lalu ditambah
3 tetes Phenolphtahalin (PP),bila terbentuk warna pink maka air sampel tidak
mengandung CO2 dan jika tak terbentuk warna pink maka di titrasi dengan NaOH
sampai warna pink stabil dan catat berapa ml titrant yang terpakai
𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛𝑡 𝑥 𝑛 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛𝑡 𝑥 22.000
CO2-bebas (mg/l) = 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

 Pengukuran produktivitas Primer,Botol gelap dan botol terang diisi air sampel sampai
penuh dan pastikan tidak ada gelembung udara yang masuk lalu botol diikat ke
pelampung yang digunakan sebagai penanda lalu didiamkan selama 3 jam,setelah 3 jam
angkat botol lalu ukur DO nya dengang DO Meter.Lalu dihitung Net Fotosintesis
DO,Gross Fotosintesis DO dan Respirasi DO.
Rumus
 Net Fotosintesis DO (mg/l)=DO botol terang – DO awal
 Gross Fotosintesis DO (mg/l)= DO botol terang – DO botol gelap
 Respirasi Do (mg/l) = DO awal – DO botol gelap
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Parameter Fisika Kimia Situ Cikaret

Parameter Keterangan
Do awal 9,4 mg/L
Co2 Terlarut 11 mg/L
Suhu Udara 32°C
Suhu Air 31°C
pH 6
Kecerahan 59 cm
Kedalaman 140

4.1.2 Parameter Produktivitas Primer

Nilai DO
Parameter Awal DO Hari ke-5
Botol terang 1 3.2 mg/L 1,4 mg/L
Botol gelap 1 3,3mg/L 1,5 mg/L
Botol terang 2 3 mg/L 1,4 mg/L
Botol gelap 2 3,5 mg/L 1,3 mg/L

4.1.3 Perhitungan

 Net Fotosintesis DO Awal mg/L = DO botol terang – DO Awal


= 3,1- 9,4
= -6,3 mg/L Konversi x 0,375 = -2,3625 mg/L
MGmg/L
 Gross Fotosintesis Awal = DO botol terang – DO botol gelap
= 3,1- 3,4
= -0,3 mg/L Konversi x o,375 = -0,1125 mg/L
 Respirasi DO Awal = DO botol awal – Do botol gelap
= 9,4 – 3,4
= 6 mg/L Konversi x 0,375 = 2,25 mg/L

 Net Fotosintesis DO Akhir mg/L = DO botol terang – DO Awal


= 1,4 – 9,4

= -8 mg/L Konversi x 0,375 = -3 mg/L


MGmg/L
 Gross Fotosintesis Akhir = DO botol terang – DO botol gelap
= 1,4 - 1,4
= 0 mg/L Konversi x o,375 = 0 mg/L

 Respirasi DO Awal = DO botol awal – Do botol gelap


= 9,4 – 1,4
= 8 mg/L Konversi x 0,375 = 3 mg/L

4.2 Pembahasan

4.2.1 Fisika Kimia Situ Cikaret

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh suhu perairan Situ Cikaret sebesar 31°C,
hasil ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wijayanti (2007) bahwa
nilai suhu perairan yang baik berkisar 25-31°C. Kemudian berdasarkan nilai DO
(Oksigen Terlarut) didapatkan sebesar 9,4 mg/L, hal ini sesuai dengan literature yang
digunakan yaitu nilai DO yang baik pada perairan yaitu berkisar >5 mg/L. Suhu dapat
membatasi pesebaran biota air seperti makrozoobenthos, hal ini dipengaruhi oleh
adanya faktor yang saling berhubungan salah satunya DO (Oksigen Terlarut). Semakin
meningkatnya suhu maka oksigen terlarut dalam air akan rendah, sebaliknya apabila
semakin turunnya suhu air maka oksigen terlarut semakin meningkat. Rendahnya
oksigen terlarut akan mempengaruhi metabolism makrozoobenthos. Setelah dilakukan
uji titrasi sampel air Situ Cikaret didapatkan hasil CO2 sebanyak 11 mg/L, sedangkan
pH air yang diperoleh sebersar 6 yang berarti pH air mendekati asam.
Dapat disimpulkan bahwa kondisi pH berkaitan erat dengan karbondioksida hal
ini dikarenakan semakin tinggi pH maka kadar karbondioksida akan semakin rendah.
Kadar karbondioksida merupakan hasil dari proses respirasi. Karbondioksida bebas
dilepaskan dan bereaksi dengan air membentuk asam karbonat yang kemudian
direduksi menjadi bikarbonat dan karbonat menjadikan pH menjadi rendah.
Kecerahan yang didapatkan 59 cm, sementara menurut Indra Budi Prasetyawan,
2017 bahwa kecerahan yang baik untik perairan tawan seberar 200 cm, hal ini
menunjukkan perbedaan yang cukup jauh dari literature yang digunakan, hal ini
disebabkan pada pengambilan sampel dilakukan didekat kios penjual makanan yang
dimana linbah kios terbeut dibuang ke Situ Cikaret.

4.2.2 Uji Produktivitas Primer

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa produktivitas primer perairan saangat


dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan serta komposisi organisme dan distribusi
orgnisme autotrof. Itu artinya perbedaan tipe habitat akan memberikan produktivitas
primer yang berbeda-beda. Bahkan pada habitat atau ekosoistem yang sama, perbedaan
waktu dapat memberikan nilai produktivitas yang berbeda-beda. Mengacu pada pada
Gambar 9 (Wetzel, 2001) bahwa produktivitas tahunan ekosistem perairaan lebih tinggi
dibanding hutan dan padang rumput (rerumputan). Pada ekosistem tawar, terutama
danau dangkal dan rawa produktivitas dari tanaman air lebih tinggi dibanding
produktivitas plankton. Secara umum pengukuran produktivitas primer perairan
mengacu pada kemampuan plankton (mikro algae) dalam melakukan fotosintesis yang
belakangan ini lebih dikembangkan oleh para peneliti dengan metode radioisotof dan
citra satelit (terutama laut). Barangkali 2 metode ini dianggap lebih tepat dan akurat
untuk memetakan tingkat produktivitas primer perairan. Akan tetapi ada juga peranan
makro alga (makrofita) terutama ekosistem lamun. Hasil perhitungan produktivitas
primer yang didapat bagian respirasi DO awal sebesar 6 mg/l sdangkan untuk respirasi
DO ada hari ke 5 sebesar 8 mg/l
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

 Nilai DO (Oksigen Terlarut) didapatkan sebesar 9,4 mg/L sedangkan pH


air yang diperoleh sebersar 6 yang berarti pH air mendekati asam
 Kecerahan yang didapatkan 59 cm, sementara menurut Indra Budi
Prasetyawan, 2017 bahwa kecerahan yang baik untik perairan tawar
seberar 200 cm, hal ini disebabkan pada pengambilan sampel dilakukan
didekat kios penjual makanan yang dimana linbah kios terbeut dibuang ke
Situ Cikaret.
 Produktivitas primer perairan saangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan perairan serta komposisi organisme dan distribusi orgnisme
autotrof.
DAFTAR PUSTAKA

Agustira, R, Lubis, KS, dan Jamila. 2013. Kajian Karakteristik Kimia Air, Fisika Air dan
Debit Sungai Pada Kawasan DAS Padang Akibat Pembuangan Limbah Tapioka. Jurnal
Online Agroekoteknologi, Vol. 1(3), hal 617-619.
Andriani. 2004. Analisis Hubungan Parameter Fisika-Kimia dan Klorofil-a dengan
Produktivitas Primer Fitoplankton di Perairan Pantai Kabupaten Luwu. Skripsi. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Arifin, R. 2009. Distribusi Spasial dan Temporal Biomassa Fitoplankton (Klorofil-a) dan
Keterkaitannya Dengan Kesuburan Perairan Estuari Sungai Brantas, Jawa Timur.
Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. http://reporsitory.ipb.ac.id.ridwanarifin.pdf
(Diakses 9 Juni 2019).
Asriyana dan Yuliana, 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara. Jakarta
Behrenfald M.J., Boss E, Siegel DA, Shea DM. 2005. Carbon-based ocean productivity and
phytoplankton physiology from space. Global Biogeochemical Cycles. Vol 19.
GB1006, doi:10.1029/2004GB002299
Chen H., et al. 2017. Simplified, rapid, and inexpensive estimation of water
primaryproductivity based on chlorophyll fluorescence parameter Fo. Journal of Plant
Physiology, 211 : 128–135
Chen H., et al. 2017. Simplified, rapid, and inexpensive estimation of water
primaryproductivity based on chlorophyll fluorescence parameter Fo. Journal of Plant
Physiology, 211 : 128–135
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Fachmudin, A, dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktik Konservasi Tanah Pertanian Lahan
Kering, World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia, Bogor. Indonesia.
Hariyadi S, E. M. Adiwilaga, T. Prartono, S. Hardjoamidjojo & A. Damar. 2010.
Produktivitas Primer Estuari Sungai Cisadane Pada Musim Kemarau. Limnotek, 17
(1) : 49-57
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2007. Strategi Pelestarian Situ Di Wilayah
Jabodetabek.
Kirk, JTO. 2011. Light and Photosynthesis in Aquatic Ecosystems. Third Edition. New York:
Cambridge University Press
Komite Visi Danau Dunia. 2004. Fisi Danau Dunia Sebuah Ajakan Untuk Melakukan
Tindakan. Forum Danau Indonesia, Penerjemah. Jakarta: Lakenet. Terjemahan dari:
World Lake Vision.
Lee, Z.P., Marra, J., Perry, M.J. and Kahru, M., 2014. Estimating Oceanic Primary
Productivity from Ocean Color Remote Sensing: A Strategic Assesment. Journal of
Marine Systems 149: 50-59.
Lee, ZP, Marra, J, Perry, MJ, and Kahru, M. 2014. Estimating Oceanic Primary Productivity
from Ocean Color Remote Sensing: A Strategic Assesment. Journal of Marine Systems,
149: 50-59.
Mercado-Santana, JA, et al. 2017. Productivity in the Gulf of California large marine
ecosystem. Environmental Development, 22 : 18–29.
Nybakken, JW. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Cetakan Kedua. Jakarta:
PT. Gramedia. Diterjemahkan oleh HM Eidman, Koesoebiono, DG Bengen, M.
Hutomo, dan S. Sukardjo.
Nybakken, JW. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT. Gramedia.
Odum, EP. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. Diterjemahkan oleh T. Samingan.
Parsons, TR, M. Takahashi, dan B. Hargrave. 1984. Biological Oceanographyc Processes.
3rd Edition. New York-Toronto: Pergamon Press. Vol 277 (1).
Pescod, M.B. 1973. Investigation of rational effluent and stream standard for tropical
countries. Enviromental Engineering Division. Asian Institute Technology Bangkok.
Bangkok.
Prasetyaningtyas T., Priyono B., dan Agung T. 2012. Keanekaragaman Plankton di Perairan
Tambak Ikan Bandeng di Tapak Tugurejo, Semarang. Jurnal. UNS.
Rahayu N. L., W. Lestari & E. R. Ardly. 2017. Bioprospektif Perairan Berdasarkan
Produktivitas: Studi Kasus Estuari Sungai Serayu Cilacap, Indonesia. Biosfera, 34 (1)
: 15-21. DOI: 10.20884/1.mib.2017.34.1.405
Romimohtarto, K, dan Juwana, S. 2004. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut.
Jakarta: Djambatan.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) Dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah
Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana, 30(3), hal. 21-26.
Supriyadi, A, Syaufina, L, dan Ichwandi, I. 2015. Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Situ
Cikaret, Kabupaten Bogor. LIMNOTEK,Vol. 22 (1), hal. 52-55.
Wetzel, RG. 2001. Limnology Lake and River Ecosystem. Third Edition. London: Academic
Press.
Wahyudi,Eri/www.bogorkab.go.id/Sejarah Danau Cikaret. Di Akses tanggal 13 Mei
2019.
Xiao X, Y. Wang, H. Zhang, X. Yu. 2015. Effects of primary productivity and ecosystem
size on food-chain length in Raohe River, China. Acta Ecologica Sinica, 35 : 29–34.
http://dx.doi.org/10.1016/j.chnaes.2015.04.003

Anda mungkin juga menyukai