Ijarah
Ijarah
DISUSUN OLEH :
WAHYU ARIGA (180602090)
NURUL NAJWA (180602066)
SITI ZUBAIDAH (180602206)
Dengan menyebut nama Allah Azza Wa Jalla yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT).
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah dengan judul Ijarah Muntahiya
Bit Tamlik (IMBT) ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca, aamiin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
ingin diakhiri dengan pemindahan kepemilikan, maka dalam khazanah fiqh
muamalat kontemporer dikenal dengan istilah Ijarah Muntahiya Bit Tamlik
(IMBT).
IMBT bisa diterapkan untuk semua jenis pembiayaan yang disediakan oleh
BPS, misalnya KPR iB, Pembiayaan iB Modal Kerja dan Pembiayaan iB Investasi.
Dalam konteks ini, penulis membatasi analisis penerapan IMBT di BPS hanya pada
KPR iB. Mengingat, KPR iB merupakan produk utama yang dipasarkan oleh BPS.
Selain itu, bahwa KPR iB yang ada di BPS sebagian besar menggunakan IMBT.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi IMBT
IMBT adalah sebuah istilah modern yang tidak terdapat dikalangan fuqoha
terdahulu. Istilah ini tersusun dari dua kata :
1. Al-ijarah (sewa)
Ijârah dalam bahasa Arab berarti upah, sewa, jasa, atau imbalan. Secara
etimoligi dapat berarti ba’i al-manfaah yang berarti jual-beli dan atau pemilikan
atas manfaat.
2. At-Tamlik (kepemilikan)
Secara bahasa berarti menjadikan orang lain memiliki sesuatu. At-tamlik bisa
berupa kepemilikan terhadap benda, kepemilikan terhadap manfaat, bisa dengan
ganti atau tidak. Sebagaimana ungkapan dibawah ini :
a) Jika kepemilikan terhadap sesuatu terjadi dengan adanya ganti maka ini adalah
jual beli.
b) Jika kepemilikan terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti maka disebut
persewaan.
c) Jika kepemilikan terhadap sesuatu tanpa adanya ganti maka ini disebut hibah /
hadiah.
d) Adapun jika kepemilikan terhadap suatu manfaat tanpa adanya ganti maka
disebut pinjaman.
Dari kedua definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa definisi IMBT adalah
kepemilikan suatu manfaat/jasa berupa barang yang jelas dalam tempo waktu yang
jelas diikuti dengan adanya pemberian kepemilikan suatu barang yang bersifat
3
khusus dengan adanya ganti yang jelas. IMBT adalah akad sewa menyewa antara
pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang
disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu
sesuai dengan akad sewa.
B. Dasar Hukum
1. Al-Qur’an
a) QS. al-Zukhruf [43] : 32
“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami
telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
seba-gian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
2. Hadits
a) Hadits Nabi riwayat ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-
Khudri, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya”
b) Hadits Nabi riwayat Ahmad, Abu Daud, dan Nasa’i dari Sa`d Ibn Abi
Waqqash, dengan teks Abu Daud, ia berkata:
“Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil tanaman yang tumbuh
pada parit dan tempat yang teraliri air; maka Rasulullah melarang kami melakukan
hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakan tanah itu dengan emas atau
perak (uang).”
4
C. Rukun IMBT
D. Syarat IMBT
Agar pelaksanaan IMBT sempurna, berikut beberapa syarat dari sahnya akad
IMBT :
1. Syarat Pihak yang berakad : Cakap hukum ( Baligh & Berakal )
2. Syarat Obyek yang disewakan :
a) Manfaat barang dan atau jasa.
b) Barang itu milik sah & sempurna dari mu’jir (milk al-tâm) atau Barang itu
tidak terkait dengan hak orang lain.
c) Objek harus bisa dinilai dan dikenali secara spesifik (fisik). Artinya manfaat
barang jelas.
d) Manfaat barang dan atau jasa tidak termasuk yang diharamkan / dilarang
Bermanfaat.
e) Manfaat Barang/jasa bisa langsung diserahkan atau digunakan selama jangka
waktu tertentu yang disepakati.
3. Syarat Harga Sewa (Ujrah):
a) Jelas disebutkan pada saat transaksi berupa uang, dirham, dinar dan lain
sebagainya. Menurut Ulama Hanâfiyah pembayaran upah tidak boleh dalam
bentuk manfaat yang serupa. Seperti sewa rumah dengan ujroh penyewaan
rumah. Namun dalam fatwa DSN no : 09/DSN-MUI/IV/2000 perihal
5
Pembiayaan Ijârah bahwa Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa
(manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.
b) Jelas disebutkan berapa jumlah Ujrah.
4. Syarat Sighot :
a) Harus jelas dan disebutkan secara spesifik dengan siapa berakad.
b) Antara ijab qabul (serah terima) harus selaras baik dengan keinginan untuk
melakukan kontrak sewa; harga dan jangka waktu yang disepakati.
c) Tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan
transaksi pada hal / kejadian yang akan datang yang tidak sesuai dengan esensi dari
ijârah. Misalnya, mu’jir menyewakan rumahnya kepada pihak lain dengan syarat ia
menempati dulu selama 1 (satu) bulan baru kemudian ia sewakan kepada B. Esensi
dari ijârah adalah memberikan hak atas manfaat barang pada salah satu pihak yang
berakad.
6
Mengingat, ketentuan ijarah berlaku pula pada akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik
(IMBT), maka LKS, khususnya Bank Syariah wajib memperhatikan ketentuan
sebagai berikut :
1. Bank dapat membiayai pengadaan objek sewa berupa barang yang telah dimiliki
bank.
2. Bank wajib menyediakan barang sewa, menjamin pemenuhan kualitas maupun
kuantitas barang sewa serta ketetapan waktu penyediaan barang sewa sesuai
kesepakatan.
3. Bank wajib menanggung biaya pemeliharaan barang/asset sewa yang sifatnya
materiil dan struktural sesuai kesepakatan.
4. Bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk mencarikan barang yang akan
disewakan oleh nasabah.
5. Nasabah wajib membayar sewa secara tunai dan menjaga keutuhan barang sewa,
dan menanggung biaya pemeliharaan barang sewa sesuai dengan kesepakatan.
6. Nasabah tidak bertanggung jawab atas kerusakan barang sewa yang terjadi bukan
karena pelanggaran perjanjian atau kelalaian nasabah.
Berikut ilustrasi dari penerapan IMBT dalam KPR iB BPS yang digunakan
dalam rangka memenuhi kebutuhan nasabah terhadap kepemilikan rumah tinggal
dan atau investasi property.
7
1. Ilustrasi IMBT Pertama :
Ket :
1. A : Rumah milik Developer PT. Makmur
1. B : Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan untuk memiliki rumah kepada
Bank Syariah dengan membawa semua berkas-berkas yang dibutuhkan. Kemudian
Bank Syariah melakukan proses analisa pembiayaan.
8
3. Bank Syariah dan Nasabah melakukan Akad Pembiayaan berdasarkan Prinsip
Ijarah (Muntahiya Bit Tamlik) selama 100 bulan untuk menyewa Rumah xx m2
dengan uang sewa sebesar Rp 7 juta /bulan.
3. A : Nasabah menyewa Rumah xx m2 milik Bank Syariah dan memperoleh
manfaat dengan menempati rumah tersebut
5. Pada bulan ke-100 atau akhir masa perjanjian, Bank Syariah dan Nasabah
melakukan Akad Hibah atas Rumah xx m2 (Bank meng-hibah-kan ke Nasabah)
Ilustrasi pertama adalah model yang diutamakan diterapkan oleh BPS. Artinya,
BPS telah memutuskan bahwa dalam kondisi pembiayaan normal pemindahan
kepemilikan dari objek sewa akan dilakukan berdasarkan dengan akad hibah.
Dalam akad perjanjian pembiayaan berdasarkan prinsip IMBT milik BPS,
dijelaskan bahwa pengertian IMBT adalah “yaitu Bank menyewakan barang kepada
Musta’jir dengan diakhiri oleh pemindahan kepemilikian melalui hibah diakhir
masa sewa.”
9
1. A : Rumah milik Developer
1. B : Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan untuk memiliki rumah kepada
Bank Syariah dengan membawa semua berkas-berkas yang dibutuhkan. Kemudian
Bank Syariah melakukan proses analisa pembiayaan.
2. Bank Syariah telah menyetujui permohonan pembiayaan kepemilikan rumah
untuk nasabah, kemudian Bank Syariah melakukan pembelian Rumah seluas xx m2
yang diminta nasabah kepada Developer sebesar Rp 450 juta. Dalam contoh ini,
nasabah telah melakukan pembayaran uang muka kepada BPS sebesar Rp 50 juta.
Catatan : Dalam prakteknya di Bank Syariah, uang muka diberikan langsung
kepada developer.
10
4. Nasabah membayar uang sewa bulan pertama sebesar Rp 7 juta hingga 98
(sembilan puluh delapan) bulan ke depan.
11
mengetahui telah terjadi transaksi jual-beli antara bank dengan
developer/penjual/suplier. Jika terjadi wanprestasi (tidak melaksanakan apa yang
diperjanjikan)di kemudian hari akan tertutup peluang nasabah akan mengingkari
bahwa ia telah menerima sejumlah pembiayaan dari bank.
Berikut ilustrasi dari model ketiga :
Ket :
1. A : Rumah milik Developer PT. Makmur
1. B : Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan untuk memiliki rumah kepada
Bank Syariah dengan membawa semua berkas-berkas yang dibutuhkan. Kemudian
Bank Syariah melakukan proses analisa pembiayaan.
12
2. A : Rumah seluas xx m2 menjadi milik penuh Bank Syariah
13
Secara teoritik dalam IMBT, baik pada saat transaksi maupun tidak, pemberi
sewa memang sudah memiliki persediaan barang untuk di-IMBT-kan.
14
Namun, bila dalam IMBT yang telah ditentukan masa sewa-nya adalah
pertahun sedangkan pembayaran uang sewa dilakukan secara bulanan, maka
penyewa bisa ditetapkan memiliki sejumah utang uang sewa kepada pemberi sewa.
5. Riview Ujroh
Bank dapat melakukan riview ujroh, yaitu mengurangi maupun menambah
uang sewa nasabah bilamana ditengah masa perjanjian terjadi perubahan kondisi
pasar. Bank berpedoman kepada Fatwa Dewan Syariah nomor 56/DSN-
MUI/V/2007 tanggal 30 Mei 2007 tentang Ketentuan Review Ujroh Pada Lembaga
Keuangan Syariah.
Dalam IMBT, besaran uang sewa yang akan kenakan kepada penyewa adalah
hak dari pemberi sewa. Jika di masa datang pemberi sewa ingin merubah kewajiban
uang sewa (menambah dan atau mengurangi), maka hal tersebut dibolehkan.
Namun, dalam pelaksanaannya wajib disetujui oleh penyewa.
15
sendiri yang dijadikan jaminan atas pembiayaan IMBT rumah. Bank melakukan
pengikatan secara Hak Tanggungan atas rumah tersebut.
Secara teoritik, tidak ada kewajiban untuk menyediakan jaminan dalam rangka
pelaksanaan IMBT. Namun, jika penyewa telah menyepakati adanya jaminan
tersebut, maka secara syariah dibolehkan.
Menurut penulis ada hal unik yang terjadi dalam praktik IMBT di BPS (dan
bank syariah lain pada umumnya), yaitu dengan melakukan pengikatan Hak
Tanggungan atas objek IMBT (rumah), sama saja Bank telah melakukan pengikatan
Hak Tanggungan atas rumah miliknya sendiri yang telah di-IMBT-kan ke nasabah.
Hal tersebut tentunya terkesan sia-sia, mengingat secara syariah rumah itu adalah
milik bank, jika penyewa (nasabah) tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai
penyewa, maka bank berhak menghentikan IMBT dan mengambil rumah tersebut.
Menurut petugas BPS, bahwa langkah seperti itu harus dilakukan bank,
mengingat sertifikat rumah dibuat atas nama nasabah bukan bank (dengan tujuan
salah satunya meminimalisir biaya-biaya yang dapat merugikan nasabah). Jika
tidak dilakukan pengikatan secara Hak Tanggungan, maka bilamana di kemudian
hari terjadi sengketa yang harus diselesaikan melalui penjualan rumah sudah pasti
secara hukum positif posisi bank akan lemah.
16
d. Pasal 4 Pembayaran Uang Sewa
e. Pasal 5 Penarikan Pembiayaan IMBT
f. Pasal 6 Biaya-biaya
g. Pasal 7 Jaminan
h. Pasal 8 Asuransi Jaminan
i. Pasal 9 Kuasa Bank Atas Rekening Musta’jir
j. Pasal 10 Status Objek IMBT
k. Pasal 11 Kewajiban Musta’jir
l. Pasal 12 Pembatasan Tindakan Musta’jir
m. Pasal 13 Pemeliharaan, Pemakaian dan Kerugian Atas Objek IMBT
n. Pasal 14 Pernyataan dan Jaminan Musta’jir
o. Pasal 15 Peristiwa Cidera Janji (Wanprestasi)
p. Pasal 16 Koresponden
q. Pasal 17 Penyelesaian Perselisihan
r. Pasal 18 Perubahan Atas Perjanjian
s. Pasal 19 Lampiran-Lampiran
t. Pasal 20 Penutup
17
c. Pasal 10 Status Objek IMBT
c.
c. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas,
Syarat Sighat Akad IMBT KEDUA BELAH PIHAK sepakat
mengikatkan diri untuk mengadakan
PERJANJIAN PEMBIAYAAN
IJARAH MUNTAHIA BIT TAMLIK,
untuk selanjutnya dalam perjanjian ini
disebut IMBT, yaitu BANK
menyewakan barang kepada
MUSTA’JIR dengan diakhiri oleh
pemindahan kepemilikian melalui
hibah diakhir masa sewa, dengan
ketentuan dan syarat-syarat sebagai
berikut :
d. d. Pasal 3 Jangka Waktu Sewa
e. e. Pasal 20 Penutup
Penyewa Musta’jir
18
mengikatkan diri untuk mengadakan
PERJANJIAN PEMBIAYAAN
IJARAH MUNTAHIA BIT TAMLIK,
untuk selanjutnya dalam perjanjian ini
disebut IMBT, yaitu BANK
menyewakan barang kepada
MUSTA’JIR dengan diakhiri oleh
pemindahan kepemilikian melalui
hibah diakhir masa sewa, dengan
ketentuan dan syarat-syarat sebagai
berikut :
b. b. Pasal 20 Penutup
IMBT bukan merupakan nama akad, melainkan istilah dari suatu proses
transaksi muamalah terdiri dari beberapa akad, yaitu akad sewa (ijarah) dan akad
ba’i atau akad hibah. Sama halnya dengan Ba’i Inah yang di dalamnya terdiri dari
akad ba’i tunai dan akad ba’i tangguh serta dilaksanakan secara simultan.
”Pihak yang melakukan IMBT harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu,
akad pemindahan kepemilikan baik dengan jual beli atau pemberian hanya dapat
dilakukan setelah masa ijarah selesai.”
19
”Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad ijarah adalah wa’d,
yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus
ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai.”
{ Fatwa Dewan Syariah Nasional No.7/DSN-MUI/III/2002 tanggal 28 Maret 2002
tentang Al-Ijarah Al-Muntahiya Al-Tamlik }
Fakta yang unik adalah pelaksanaan IMBT di BPS berbeda dengan paragraf
di atas. Pelaksanaan IMBT di BPS adalah sebagaimana berikut :
Perjanjian yang dibuat oleh BPS menggunakan nama IMBT bukan Ijarah.
Dalam dokumen perjanjian tersebut dinyatakan secara jelas defenisi dari IMBT
yang akan dilaksanakan oleh Bank dan Nasabah. Berikut defenisinya :
20
Pasal 10
STATUS OBYEK IMBT
Mengacu pada kaidah substance over form, yaitu maksud tujuan akad lebih
diutamakan ketimbang bentuk akad itu sendiri. Menurut penulis, secara tidak
langsung penerapan IMBT di BPS tidak keluar dari konteks pelaksanaan IMBT
yang mengacu pada Fatwa. Dengan pertimbangan bahwa :
a. Isi pasal-pasal dalam perjanjian pembiayaan IMBT BPS secara tidak langsung
merupakan pasal-pasal yang digunakan dalam akad ijarah pada umumnya.
Artinya, dalam perjanjian pembiayaan IMBT BPS diawali dengan akad ijarah,
walaupun judul akad yang dipakai adalah IMBT.
b. Status objek sewa adalah jelas milik bank sebagaimana dinyatakan dalam pasal
10 Status Objek IMBT, bahwa ‘status kepemilikan Obyek IMBT selama
MUSTA’JIR belum melunasi uang sewa adalah milik BANK’ .
c. BPS akan membuatkan akad ba’i dan atau akad hibah secara terpisah dari
perjanjian pembiayaan IMBT pada saat dilakukan perpindahan kepemilikan
objek IMBT.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
2. Terdapat 6 (enam) perbedaan antara praktik IMBT di BPS dan teori fiqh pada
umumnya, yaitu ; Bank Bukan Sebagai Pemberi Sewa Murni, Penggunaan
Akad Wakalah, Pembuatan Surat Accept (Pengakuan Hutang dan atau
Sanggup Bayar, Pembayaran Uang Muka Sewa, Riview Ujroh dan
Penyerahan Jaminan Dari Nasabah/Pembeli.
3. Nama yang digunakan oleh BPS dalam menerapkan IMBT pada transaksi
pembiayaan adalah Perjanjian Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik.
Perjanjian ini terdiri dari 20 (dua puluh) pasal.
3.2 Saran
Akhir kata, semoga materi tentang Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) ini
dapat berguna bagi kita semua dan mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam
makalah ini, karena sebagai manusia kita tak pernah luput dari kesalahan. Maka
dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari Ibu dan kawan semua.
22
DAFTAR PUSAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta :
Gema Insani Press.
Aziz, Koni Rumaini. 20011. Analisa Perjanjian Take Over (Skripsi). Jakarta :
UIN Syahid
Karim, Adiwarman Bank Islam dan Analisis dan Keuangan. 2001. Jakarta: Gema
Insani Press.
Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. 1997. Bandung : PT Remaja
Rosda Karya. cet. Ke-8.
Muhammad. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah. 2005. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Mûsa, Kâmil. 1998. Ahkâmu al-mu’âmalat. Beirut : Ar-Resalah Publisher.
Ramli, Hasbi. 2005. Toeri Dasar Akutansi Syariah. Jakarta: Renaisan.
Sabiq, Sayyid. 2008. Fiqhus Sunnah. (Terj : Asep Sobari, Muhil Dhofir, Sofwan
Abbas & Amir Hamzah), Jil. 3 . Jakarta : Al-I’tishom Cahaya Umat.
Syamsir Salam dan Jaenal Aripin. Metodologi Penelitian Sosial. 2006. Jakarta
:UIN Jakarta Press.
Wallahu a'lam
23