Anda di halaman 1dari 26

IJARAH MUNTAHIYA BIT TAMLIK (IMBT)

MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA


KULIAH FIQH MUAMALAH

DOSEN : RINA DESIANA, M.E.

RUANG : UIN 132 01 – FEBI di LDC 03

DISUSUN OLEH :
WAHYU ARIGA (180602090)
NURUL NAJWA (180602066)
SITI ZUBAIDAH (180602206)

PROGRAM STUDI S1 EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Azza Wa Jalla yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT).

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah dengan judul Ijarah Muntahiya
Bit Tamlik (IMBT) ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca, aamiin.

Banda Aceh, 21 November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Pembatasan Masalah ........................................................................................ 2
1.3 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
BAB II ................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3
2.1 Teori Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) ........................................................ 3
2.2 Penerapan Akad IMBT Pada Bank Panorama Syariah ..................................... 7
2.3 Analisa Perbandingan Penerapan IMBT Secara Praktik & Teoritik .............. 13
BAB III............................................................................................................................. 22
PENUTUP........................................................................................................................ 22
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 22
3.2 Saran ................................................................................................................ 22
DAFTAR PUSAKA ........................................................................................................ 23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah subhanahu wa ta'ala tidak hanya


diperintahkan untuk beribadah kepada Allah semata. Dalam pada itu, manusia juga
diberikan tugas oleh Allah subhanahu wa ta'ala untuk menjaga dan memelihara
kesejahteraan hidupnya di muka bumi. Tugas ini memang tidak mudah, namun
Allah subhanahu wa ta'ala telah membuat sebuah sistem yang berfungsi sebagai
pedoman dan pengantur bagi manusia untuk memelihara kesejahteraan hidupnya di
muka bumi. Sistem ini bernama Din Islam.
Agama Islam merupakan sebuah sistem yang mengatur kehidupan manusia
dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Sistem ini tidak
hanya mengatur tentang hubungan manusia dengan Allah subhanahu wa ta'ala,
atau yang sering disebut hubungan vertikal. Namun, lebih dari itu agama islam
sebagai sebuah sistem juga mengatur hubungan antar sesama manusia dan seluruh
ciptaan Allah subhanahu wa ta'ala, misalnya tumbuhan dan hewan.
Dalam agama Islam, hubungan antar sesama manusia (hubungan
horizontal) di bahas dalam ilmu fiqh ( baca : fiqh muamalat ), misalnya hubungan
antara 2 pihak yang melakukan sewa-menyewa atau dalam ilmu fiqh muamalat
disebut sebagai ijarah. Para ulama fiqh berbeda pendapat dalam mendefenisikan
ijarah. Ulama Hanafiyah mendefinisikan ijarah sebagai suatu transaksi terhadap
manfaat dengan imbalan. Sedangkan ulama Syafi’iyah mendefinisikannya ijarah
sebagai suatu transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan
boleh dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
Sejatinya, dalam akad Ijarah tidak ada pemindahan kepemilikan / transfer
of title atas barang yang disewakan. Namun, jika pihak penyewa menginginkan
adanya pemindahan kepemilikan atas barang tersebut, maka dapat dilakukan
dengan opsi penjualan dan atau opsi hibah di akhir akad. Atas transaksi sewa yang

1
ingin diakhiri dengan pemindahan kepemilikan, maka dalam khazanah fiqh
muamalat kontemporer dikenal dengan istilah Ijarah Muntahiya Bit Tamlik
(IMBT).

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik membahas lebih dalam mengenai


IMBT yang dihubungkan dengan penerapannya secara riil di salah satu Bank
Syariah, yaitu Bank BNI Syariah (selanjutnya disebut ‘BPS’).

1.2 Pembatasan Masalah

IMBT bisa diterapkan untuk semua jenis pembiayaan yang disediakan oleh
BPS, misalnya KPR iB, Pembiayaan iB Modal Kerja dan Pembiayaan iB Investasi.
Dalam konteks ini, penulis membatasi analisis penerapan IMBT di BPS hanya pada
KPR iB. Mengingat, KPR iB merupakan produk utama yang dipasarkan oleh BPS.
Selain itu, bahwa KPR iB yang ada di BPS sebagian besar menggunakan IMBT.

1.3 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian IMBT ?


2. Apa saja opsi di dalam IMBT ?
3. Bagaimana penerapan IMBT di Bank Syariah ?
4. Apakah dalam penerapan tersebut terdapat perbedaan antara praktiknya di
Bank Syariah dan teori IMBT secara Fiqh ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT)

A. Definisi IMBT

IMBT adalah sebuah istilah modern yang tidak terdapat dikalangan fuqoha
terdahulu. Istilah ini tersusun dari dua kata :

1. Al-ijarah (sewa)
Ijârah dalam bahasa Arab berarti upah, sewa, jasa, atau imbalan. Secara
etimoligi dapat berarti ba’i al-manfaah yang berarti jual-beli dan atau pemilikan
atas manfaat.

2. At-Tamlik (kepemilikan)
Secara bahasa berarti menjadikan orang lain memiliki sesuatu. At-tamlik bisa
berupa kepemilikan terhadap benda, kepemilikan terhadap manfaat, bisa dengan
ganti atau tidak. Sebagaimana ungkapan dibawah ini :
a) Jika kepemilikan terhadap sesuatu terjadi dengan adanya ganti maka ini adalah
jual beli.
b) Jika kepemilikan terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti maka disebut
persewaan.
c) Jika kepemilikan terhadap sesuatu tanpa adanya ganti maka ini disebut hibah /
hadiah.
d) Adapun jika kepemilikan terhadap suatu manfaat tanpa adanya ganti maka
disebut pinjaman.

Dari kedua definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa definisi IMBT adalah
kepemilikan suatu manfaat/jasa berupa barang yang jelas dalam tempo waktu yang
jelas diikuti dengan adanya pemberian kepemilikan suatu barang yang bersifat

3
khusus dengan adanya ganti yang jelas. IMBT adalah akad sewa menyewa antara
pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang
disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu
sesuai dengan akad sewa.

B. Dasar Hukum

1. Al-Qur’an
a) QS. al-Zukhruf [43] : 32
“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami
telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
seba-gian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”

b) QS. al-Qashash [28]: 26:


“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, ‘Hai ayahku! Ambillah ia sebagai
orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang
kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”

2. Hadits
a) Hadits Nabi riwayat ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-
Khudri, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya”

b) Hadits Nabi riwayat Ahmad, Abu Daud, dan Nasa’i dari Sa`d Ibn Abi
Waqqash, dengan teks Abu Daud, ia berkata:
“Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil tanaman yang tumbuh
pada parit dan tempat yang teraliri air; maka Rasulullah melarang kami melakukan
hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakan tanah itu dengan emas atau
perak (uang).”

4
C. Rukun IMBT

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa transaksi IMBT merupakan


pengembangan transaksi ijarah untuk mengakomodasi kebutuhan pasar. Oleh sebab
itu, rukun dari IMBT adalah sama dengan rukun dari ijarah.Adapun rukun IMBT
adalah sebagai berikut :
1. Orang yang berakad : Penyewa (Musta’jir) dan Pemberi Sewa (Mu’jir/Mu’ajjir)
2. Sewa/imbalan : Harga Sewa (Ujrah)
3. Manfaat Obyek Sewa (Ma’jur)
4. Sighat (ijab dan kabul).

D. Syarat IMBT

Agar pelaksanaan IMBT sempurna, berikut beberapa syarat dari sahnya akad
IMBT :
1. Syarat Pihak yang berakad : Cakap hukum ( Baligh & Berakal )
2. Syarat Obyek yang disewakan :
a) Manfaat barang dan atau jasa.
b) Barang itu milik sah & sempurna dari mu’jir (milk al-tâm) atau Barang itu
tidak terkait dengan hak orang lain.
c) Objek harus bisa dinilai dan dikenali secara spesifik (fisik). Artinya manfaat
barang jelas.
d) Manfaat barang dan atau jasa tidak termasuk yang diharamkan / dilarang
Bermanfaat.
e) Manfaat Barang/jasa bisa langsung diserahkan atau digunakan selama jangka
waktu tertentu yang disepakati.
3. Syarat Harga Sewa (Ujrah):
a) Jelas disebutkan pada saat transaksi berupa uang, dirham, dinar dan lain
sebagainya. Menurut Ulama Hanâfiyah pembayaran upah tidak boleh dalam
bentuk manfaat yang serupa. Seperti sewa rumah dengan ujroh penyewaan
rumah. Namun dalam fatwa DSN no : 09/DSN-MUI/IV/2000 perihal

5
Pembiayaan Ijârah bahwa Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa
(manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.
b) Jelas disebutkan berapa jumlah Ujrah.
4. Syarat Sighot :
a) Harus jelas dan disebutkan secara spesifik dengan siapa berakad.
b) Antara ijab qabul (serah terima) harus selaras baik dengan keinginan untuk
melakukan kontrak sewa; harga dan jangka waktu yang disepakati.
c) Tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan
transaksi pada hal / kejadian yang akan datang yang tidak sesuai dengan esensi dari
ijârah. Misalnya, mu’jir menyewakan rumahnya kepada pihak lain dengan syarat ia
menempati dulu selama 1 (satu) bulan baru kemudian ia sewakan kepada B. Esensi
dari ijârah adalah memberikan hak atas manfaat barang pada salah satu pihak yang
berakad.

E. Ketentuan Teknis Pelaksanaan IMBT

Pelaksanaan IMBT sebenarnya memiliki banyak bentuk tergantung apa yang


disepakati oleh kedua pihak yang berkontrak. Dalam hal ini berlaku kaidah
substance over form, yaitu maksud tujuan akad lebih diutamakan ketimbang bentuk
akad itu sendiri.
Merujuk Fatwa Dewan Syariah Nasional No.7/DSN-MUI/III/2002 tanggal 28
Maret 2002 tentang Al-Ijarah Al-Muntahiya Bi Al-Tamlik, berikut ketentuan teknis
yang harus diperhatikan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang ingin
menerapkan IMBT dalam produk pembiayaan :
1. Perjanjian untuk melakukan IMBT harus disepakati ketika akad Ijarah
ditandatangani.
2. Pihak yang melakukan IMBT harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu,
akad pemindahan kepemilikan baik dengan jual beli atau pemberian hanya dapat
dilakukan setelah masa ijarah selesai.
3. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad ijarah adalah wa’d,
yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus
ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai.

6
Mengingat, ketentuan ijarah berlaku pula pada akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik
(IMBT), maka LKS, khususnya Bank Syariah wajib memperhatikan ketentuan
sebagai berikut :
1. Bank dapat membiayai pengadaan objek sewa berupa barang yang telah dimiliki
bank.
2. Bank wajib menyediakan barang sewa, menjamin pemenuhan kualitas maupun
kuantitas barang sewa serta ketetapan waktu penyediaan barang sewa sesuai
kesepakatan.
3. Bank wajib menanggung biaya pemeliharaan barang/asset sewa yang sifatnya
materiil dan struktural sesuai kesepakatan.
4. Bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk mencarikan barang yang akan
disewakan oleh nasabah.
5. Nasabah wajib membayar sewa secara tunai dan menjaga keutuhan barang sewa,
dan menanggung biaya pemeliharaan barang sewa sesuai dengan kesepakatan.
6. Nasabah tidak bertanggung jawab atas kerusakan barang sewa yang terjadi bukan
karena pelanggaran perjanjian atau kelalaian nasabah.

2.2 Penerapan Akad IMBT Pada Bank Panorama Syariah

Berikut ilustrasi dari penerapan IMBT dalam KPR iB BPS yang digunakan
dalam rangka memenuhi kebutuhan nasabah terhadap kepemilikan rumah tinggal
dan atau investasi property.

7
1. Ilustrasi IMBT Pertama :

Ket :
1. A : Rumah milik Developer PT. Makmur
1. B : Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan untuk memiliki rumah kepada
Bank Syariah dengan membawa semua berkas-berkas yang dibutuhkan. Kemudian
Bank Syariah melakukan proses analisa pembiayaan.

2. Bank Syariah telah menyetujui permohonan pembiayaan pemilikan rumah untuk


nasabah, kemudian Bank Syariah melakukan pembelian Rumah seluas xx m2 yang
diminta nasabah kepada PT. Makmur (Penjual/Supplier Rumah) sebesar Rp 450
juta. Dalam contoh ini, nasabah telah melakukan pembayaran uang muka kepada
BPS sebesar Rp 50 juta.

Catatan : Dalam prakteknya di BPS, uang muka diberikan langsung kepada


developer.

2. A : Rumah seluas xx m2 menjadi milik penuh Bank Syariah

8
3. Bank Syariah dan Nasabah melakukan Akad Pembiayaan berdasarkan Prinsip
Ijarah (Muntahiya Bit Tamlik) selama 100 bulan untuk menyewa Rumah xx m2
dengan uang sewa sebesar Rp 7 juta /bulan.
3. A : Nasabah menyewa Rumah xx m2 milik Bank Syariah dan memperoleh
manfaat dengan menempati rumah tersebut

4. Nasabah membayar uang sewa bulan pertama sebesar Rp 7 juta hingga 99


(sembilan puluh sembilan) bulan ke depan.

5. Pada bulan ke-100 atau akhir masa perjanjian, Bank Syariah dan Nasabah
melakukan Akad Hibah atas Rumah xx m2 (Bank meng-hibah-kan ke Nasabah)

Ilustrasi pertama adalah model yang diutamakan diterapkan oleh BPS. Artinya,
BPS telah memutuskan bahwa dalam kondisi pembiayaan normal pemindahan
kepemilikan dari objek sewa akan dilakukan berdasarkan dengan akad hibah.
Dalam akad perjanjian pembiayaan berdasarkan prinsip IMBT milik BPS,
dijelaskan bahwa pengertian IMBT adalah “yaitu Bank menyewakan barang kepada
Musta’jir dengan diakhiri oleh pemindahan kepemilikian melalui hibah diakhir
masa sewa.”

2. Ilustrasi IMBT Kedua :


Jika ditengah masa sewa nasabah memutuskan untuk melakukan pelunasan
pembiayaan dipercepat (early re-payment), maka BPS melakukan akad IMBT
dengan Opsi Ba’i. Berikut ilustrasinya ;

9
1. A : Rumah milik Developer
1. B : Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan untuk memiliki rumah kepada
Bank Syariah dengan membawa semua berkas-berkas yang dibutuhkan. Kemudian
Bank Syariah melakukan proses analisa pembiayaan.
2. Bank Syariah telah menyetujui permohonan pembiayaan kepemilikan rumah
untuk nasabah, kemudian Bank Syariah melakukan pembelian Rumah seluas xx m2
yang diminta nasabah kepada Developer sebesar Rp 450 juta. Dalam contoh ini,
nasabah telah melakukan pembayaran uang muka kepada BPS sebesar Rp 50 juta.
Catatan : Dalam prakteknya di Bank Syariah, uang muka diberikan langsung
kepada developer.

2. A : Rumah seluas xx m2 menjadi milik penuh Bank Syariah

3. Bank Syariah dan Nasabah melakukan Akad Pembiayaan berdasarkan Prinsip


Ijarah (Muntahiya Bit Tamlik) selama 100 bulan untuk menyewa Rumah seluas xx
m2 dengan uang sewa sebesar Rp 7 juta /bulan.
3. A : Nasabah menyewa Rumah seluas xx m2 milik Bank Syariah dan memperoleh
manfaat dengan menempati rumah tersebut.

10
4. Nasabah membayar uang sewa bulan pertama sebesar Rp 7 juta hingga 98
(sembilan puluh delapan) bulan ke depan.

5. Pada bulan ke-50 atau pertengahan masa perjanjian, Nasabah memutuskan


untuk melakukan pelunasan dipercepat (early re-payment). Bank Syariah dan
Nasabah melakukan Akad Jual-Beli (Ba’i) dengan harga jual Rumah seluas xx m2
sebesar Rp 200 juta (sisa harga pokok pembelian objek sewa).

3. Pelaksanaan IMBT dengan Wakalah :


Fatwa DSN nomor : 04/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 01 April 2000 tentang
Murabahah pada ketetapan Pertama ayat 9 dinyatakan:
“Jika bank (baca : LKS) hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang
dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara
prinsip, menjadi milik bank.”
Kalimat “secara prinsip” yang ada di Fatwa DSN tersebut diterjemahkan dalam
tataran praktis oleh Petugas BPS dalam konteks penerapan IMBT pada saat Bank
membeli rumah yang akan dijadikan objek sewa dengan pernyataan sebagai
berikut:
“Pada saat, Bank menyetujui permohonan nasabah untuk KPR iB secara IMBT,
maka jika bank telah melakukan konfirmasi pembelian kepada developer, maka
secara prinsip bank telah membeli rumah. Walaupun secara akuntansi belum
terdapat aliran dana kepada Developer/penjual, bank berkomitmen untuk
melakukan pembayaran uang pembelian rumah kepada developer yang diwakilkan
kepada nasabah dengan menggunakan akad wakalah. Setelah rumah tersebut dibeli
oleh bank maka kemudian baru dapat dilakukan akad IMBT”
Fakta unik yang terjadi di lapangan, bahwa meskipun BPS melakukan akad
wakalah dengan nasabah. Namun pada prakteknya nasabah tetap tidak menerima
uang, dana pembiayaan yang telah dimasukkan ke rekening nasabah langsung
ditransfer ke rekening developer yang ada di BPS maupun bank lain. Penggunaan
akad wakalah dimaksudkan hanya sebatas untuk membutikan secara hukum positif
bahwa nasabah telah menerima pembiayaan dari bank serta nasabah telah

11
mengetahui telah terjadi transaksi jual-beli antara bank dengan
developer/penjual/suplier. Jika terjadi wanprestasi (tidak melaksanakan apa yang
diperjanjikan)di kemudian hari akan tertutup peluang nasabah akan mengingkari
bahwa ia telah menerima sejumlah pembiayaan dari bank.
Berikut ilustrasi dari model ketiga :

Ket :
1. A : Rumah milik Developer PT. Makmur
1. B : Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan untuk memiliki rumah kepada
Bank Syariah dengan membawa semua berkas-berkas yang dibutuhkan. Kemudian
Bank Syariah melakukan proses analisa pembiayaan.

2. Bank Syariah telah menyetujui permohonan pembiayaan pemilikan rumah untuk


nasabah, BPS melakukan Akad Wakalah dengan Nasabah untuk (transfer)
pembayaran uang transaksi pembelian rumah sebesar Rp 450 juta atas nama BPS
kepada Developer/penjual yang berasal dari rekening nasabah. Dalam contoh ini,
nasabah telah melakukan pembayaran uang muka kepada BPS sebesar Rp 50 juta.
Catatan : Dalam prakteknya di BPS, uang muka diberikan langsung kepada
developer.

12
2. A : Rumah seluas xx m2 menjadi milik penuh Bank Syariah

3. Bank Syariah dan Nasabah melakukan Akad Pembiayaan berdasarkan Prinsip


Ijarah (Muntahiya Bit Tamlik) selama 100 bulan untuk menyewa Rumah seluas xx
m2 dengan uang sewa sebesar Rp 7 juta /bulan.
3. A : Nasabah menyewa Rumah seluas xx m2 milik Bank Syariah dan memperoleh
manfaat dengan menempati rumah tersebut

4. Nasabah membayar uang sewa bulan pertama sebesar Rp 7 juta hingga 99


(sembilan puluh sembilan) bulan ke depan.

5. Pemindahan pemilikan dapat dilakukan dengan Akad Hibah bilamana perjanjian


pembiayaan beratahan sampai dengan akhir masa sewa. Jika, dipertengahan masa
sewa nasabah ingin melakukan pelunasan pembiayaan dipercepat, maka BPS akan
menggunakan akad Ba’i.

2.3 Analisa Perbandingan Penerapan IMBT Secara Praktik & Teoritik

Berdasarkan ilustrasi penerapan akad murabahah di BPS tersebut di atas,


maka terdapat perbedaan antara praktek akad murabahah di lapangan dengan akad
murabahah yang ada di teori fiqih muamalah, yaitu pada :
1. Bank Bukan Sebagai Pemberi Sewa Murni
Posisi BPS bukanlah sebagai pemberi sewa murni (Operating Lease) atau
layaknya agen perusahaan sewa yang memang memiliki persediaan barang (rumah)
sebelum melakukan IMBT dengan nasabah. BPS hanya akan melakukan pembelian
rumah sebagai syarat untuk melakukan IMBT kepada nasabah bilamana sudah
dapat dipastikan ada nasabah yang akan menyewa rumah tersebut dengan prinsip
IMBT. Pada konteks inilah terlihat bahwa BPS memang merupakan intermediary
institution, yang melakukan IMBT secara finance lease, bukan sebagai pemberi
sewa murni / operating lease.

13
Secara teoritik dalam IMBT, baik pada saat transaksi maupun tidak, pemberi
sewa memang sudah memiliki persediaan barang untuk di-IMBT-kan.

2. Penggunaan Akad Wakalah ;


Selain melakukan IMBT, BPS ternyata juga melakukan akad wakalah untuk
mendelegasikan tugas pembelian rumah kepada nasabah sebelum dilakukan IMBT.
Artinya, terdapat indikasi bahwa nasabah tidak akan mendapatkan barang dari bank
melainkan hanya sejumlah uang pembiayaan.
Fakta yang unik terjadi di lapangan adalah walaupun BPS menggunakan akad
wakalah namun pada prakteknya nasabah tetap tidak menerima uang, dana
pembiayaan yang telah dimasukkan ke rekening nasabah langsung ditransfer ke
rekening developer yang ada di BPS maupun bank lain. Penggunaan akad wakalah
dimaksudkan hanya sebatas untuk membutikan secara hukum positif bahwa
nasabah telah menerima pembiayaan dari bank serta nasabah telah mengetahui telah
terjadi transaksi jual-beli antara bank dengan developer/penjual/suplier. Jika terjadi
wanprestasi di kemudian hari akan tertutup peluang nasabah akan mengingkari
bahwa ia telah menerima sejumlah pembiayaan dari bank.
Secara teoritik dalam IMBT, tidak dikenal penggunaan akad wakalah pada saat
penjual dan pembeli selaku pemberi sewa melakukan jual-beli objek yang akan
disewakan pembeli ke pihak lain.

3. Pembuatan Surat Accept (Pengakuan Hutang dan atau Sanggup Bayar)


Menurut petugas BPS, bahwa Surat Pengakuan (Accept) merupakan salah satu
diantara beberapa langkah antisipasi bank kepada nasabah dalam hal pembuktian
secara hukum positif bahwa nasabah telah menerima pembiayaan dalam bentuk
uang tunai maupun barang. Jika terjadi wanprestasi di kemudian hari akan tertutup
peluang nasabah akan mengingkari bahwa ia telah menerima sejumlah pembiayaan
dari bank.
Dalam teori IMBT dijelaskan bahwa tidak ada hubungan utang piutang antara
pemberi sewa dan penyewa, apalagi utang pokok objek sewa. Mengingat, pada saat
IMBT (akad ijarah) masih berlangsung maka objek sewa adalah tetap milik pemberi
sewa.

14
Namun, bila dalam IMBT yang telah ditentukan masa sewa-nya adalah
pertahun sedangkan pembayaran uang sewa dilakukan secara bulanan, maka
penyewa bisa ditetapkan memiliki sejumah utang uang sewa kepada pemberi sewa.

4. Pembayaran Uang Muka Sewa


Seluruh pembiayaan yang disalurkan oleh BPS dengan menggunakan beraneka
ragam akad wajib tunduk pada satu ketetapan dalam SOP pembiayaan BPS yang
menyatakan bahwa setiap nasabah pembiayaan wajib melakukan pembayaran uang
muka (dalam rangka self financing) yang besarannya variatif maksimal 20%.
Dalam konteks KPR iB IMBT, sebelum dilakukan akad pembiayaan, nasabah wajib
melakukan pembayaran uang muka langsung kepada developer yang akan diakui
sebagai uang muka sewa kepada Bank.
Secara teoritik dalam IMBT tidak dikenal adanya kewajiban penyewa untuk
untuk membayar uang muka. Namun, jika pemberi sewa dan penyewa telah
menyepakati adanya uang muka sewa maka secara syariah dibolehkan.

5. Riview Ujroh
Bank dapat melakukan riview ujroh, yaitu mengurangi maupun menambah
uang sewa nasabah bilamana ditengah masa perjanjian terjadi perubahan kondisi
pasar. Bank berpedoman kepada Fatwa Dewan Syariah nomor 56/DSN-
MUI/V/2007 tanggal 30 Mei 2007 tentang Ketentuan Review Ujroh Pada Lembaga
Keuangan Syariah.
Dalam IMBT, besaran uang sewa yang akan kenakan kepada penyewa adalah
hak dari pemberi sewa. Jika di masa datang pemberi sewa ingin merubah kewajiban
uang sewa (menambah dan atau mengurangi), maka hal tersebut dibolehkan.
Namun, dalam pelaksanaannya wajib disetujui oleh penyewa.

6. Penyerahan Jaminan Dari Nasabah/Pembeli


Seluruh pembiayaan yang disalurkan oleh BPS dengan menggunakan beraneka
ragam akad wajib tunduk pada satu ketetapan dalam SOP pembiayaan BPS yang
menyatakan bahwa setiap pembiayaan yang akan disalurkan wajib disertai dengan
jaminan. Dalam konteks KPR iB IMBT, rumah yang menjadi objek pembiayaan itu

15
sendiri yang dijadikan jaminan atas pembiayaan IMBT rumah. Bank melakukan
pengikatan secara Hak Tanggungan atas rumah tersebut.
Secara teoritik, tidak ada kewajiban untuk menyediakan jaminan dalam rangka
pelaksanaan IMBT. Namun, jika penyewa telah menyepakati adanya jaminan
tersebut, maka secara syariah dibolehkan.
Menurut penulis ada hal unik yang terjadi dalam praktik IMBT di BPS (dan
bank syariah lain pada umumnya), yaitu dengan melakukan pengikatan Hak
Tanggungan atas objek IMBT (rumah), sama saja Bank telah melakukan pengikatan
Hak Tanggungan atas rumah miliknya sendiri yang telah di-IMBT-kan ke nasabah.
Hal tersebut tentunya terkesan sia-sia, mengingat secara syariah rumah itu adalah
milik bank, jika penyewa (nasabah) tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai
penyewa, maka bank berhak menghentikan IMBT dan mengambil rumah tersebut.
Menurut petugas BPS, bahwa langkah seperti itu harus dilakukan bank,
mengingat sertifikat rumah dibuat atas nama nasabah bukan bank (dengan tujuan
salah satunya meminimalisir biaya-biaya yang dapat merugikan nasabah). Jika
tidak dilakukan pengikatan secara Hak Tanggungan, maka bilamana di kemudian
hari terjadi sengketa yang harus diselesaikan melalui penjualan rumah sudah pasti
secara hukum positif posisi bank akan lemah.

2.3 Analisa Perjanjian IMBT


Akad perjanjian yang digunakan adalah transaksi yang sebenarnya terjadi
di BPS. Namun, dalam rangka menjaga prinsip kerahasiaan bank, maka seluruh
identitas kedua belah pihak disamarkan.

1) Profil Perjanjian IMBT


Nama yang digunakan oleh BPS dalam menerapkan IMBT di transaksi
pembiayaan adalah Perjanjian Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik. Perjanjian
ini terdiri dari 20 (dua puluh) pasal sebagai berikut :

a. Pasal 1 Barang Yang Disewakan


b. Pasal 2 Harga Objek Sewa
c. Pasal 3 Jangka Waktu Sewa

16
d. Pasal 4 Pembayaran Uang Sewa
e. Pasal 5 Penarikan Pembiayaan IMBT
f. Pasal 6 Biaya-biaya
g. Pasal 7 Jaminan
h. Pasal 8 Asuransi Jaminan
i. Pasal 9 Kuasa Bank Atas Rekening Musta’jir
j. Pasal 10 Status Objek IMBT
k. Pasal 11 Kewajiban Musta’jir
l. Pasal 12 Pembatasan Tindakan Musta’jir
m. Pasal 13 Pemeliharaan, Pemakaian dan Kerugian Atas Objek IMBT
n. Pasal 14 Pernyataan dan Jaminan Musta’jir
o. Pasal 15 Peristiwa Cidera Janji (Wanprestasi)
p. Pasal 16 Koresponden
q. Pasal 17 Penyelesaian Perselisihan
r. Pasal 18 Perubahan Atas Perjanjian
s. Pasal 19 Lampiran-Lampiran
t. Pasal 20 Penutup

2) Pemenuhan Terhadap Syarat, Rukun Ketentuan Teknis IMBT

Syarat IMBT Keterangan


Syarat Pemberi Sewa (Mu’jir) xxx, Pemimpin PT. Bank BPS Cabang
xxxx, beralamat di Jalan xxx,
selanjutnya disebut BANK.

Syarat Penyewa (Musta’jir) xxxx, pekerjaan karyawan xxx, alamat


xxx, dalam hal ini bertindak untuk dan
atas nama diri sendiri dan untuk
melakukan tindakan hukum dalam
Perjanjian ini telah mendapat
persetujuan dari Istri yang turut
menandatangani Perjanjian
ini, selanjutnya disebut MUSTA’JIR.

Syarat Barang a. Pasal 1 Barang Yang Disewakan


b. Pasal 2 Harga Objek Sewa

17
c. Pasal 10 Status Objek IMBT

Syarat Ujroh Pasal 4 Pembayaran Uang Sewa

Syarat Sighat Akad IMBT a. a. Bahwa MUSTA’JIR dalam rangka


memenuhi kebutuhannya meminta
kepada BANK untuk membeli barang
yang selanjutnya akan disewa oleh
MUSTA’JIR.
b. b. Bahwa BANK menyetujui untuk
membeli barang dimaksud dan
menyewakannya kepada MUSTA’JIR

c.
c. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas,
Syarat Sighat Akad IMBT KEDUA BELAH PIHAK sepakat
mengikatkan diri untuk mengadakan
PERJANJIAN PEMBIAYAAN
IJARAH MUNTAHIA BIT TAMLIK,
untuk selanjutnya dalam perjanjian ini
disebut IMBT, yaitu BANK
menyewakan barang kepada
MUSTA’JIR dengan diakhiri oleh
pemindahan kepemilikian melalui
hibah diakhir masa sewa, dengan
ketentuan dan syarat-syarat sebagai
berikut :
d. d. Pasal 3 Jangka Waktu Sewa
e. e. Pasal 20 Penutup

Rukun IMBT Keterangan


Pemberi Sewa (Mu’jir) Bank

Penyewa Musta’jir

Barang a. Pasal 1 Barang Yang Disewakan


b. Pasal 2 Harga Objek Sewa

Upah Pasal 4 Pembayaran Uang Sewa

Sighat Akad Murabahah a. a. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas,


KEDUA BELAH PIHAK sepakat

18
mengikatkan diri untuk mengadakan
PERJANJIAN PEMBIAYAAN
IJARAH MUNTAHIA BIT TAMLIK,
untuk selanjutnya dalam perjanjian ini
disebut IMBT, yaitu BANK
menyewakan barang kepada
MUSTA’JIR dengan diakhiri oleh
pemindahan kepemilikian melalui
hibah diakhir masa sewa, dengan
ketentuan dan syarat-syarat sebagai
berikut :
b. b. Pasal 20 Penutup

3) Tanggapan atas Pelaksanaan IMBT di Bank Syariah

Merujuk Fatwa Dewan Syariah Nasional No.7/DSN-MUI/III/2002 tanggal 28


Maret 2002 tentang Al-Ijarah Al-Muntahiya Al-Tamlik, IMBT dilaksanakan
dengan teknis sebagai berikut :

Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

Dokumen 1 Akad Ijarah

Dokumen 2 Wa’ad Pemindahan Kepemilikan Objek


Sewa

Dokumen 3 1. 1. Akad Ba’i diakhir masa sewa, atau

2. 2.Akad Hibah diakhir masa sewa

IMBT bukan merupakan nama akad, melainkan istilah dari suatu proses
transaksi muamalah terdiri dari beberapa akad, yaitu akad sewa (ijarah) dan akad
ba’i atau akad hibah. Sama halnya dengan Ba’i Inah yang di dalamnya terdiri dari
akad ba’i tunai dan akad ba’i tangguh serta dilaksanakan secara simultan.
”Pihak yang melakukan IMBT harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu,
akad pemindahan kepemilikan baik dengan jual beli atau pemberian hanya dapat
dilakukan setelah masa ijarah selesai.”

19
”Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad ijarah adalah wa’d,
yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus
ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai.”
{ Fatwa Dewan Syariah Nasional No.7/DSN-MUI/III/2002 tanggal 28 Maret 2002
tentang Al-Ijarah Al-Muntahiya Al-Tamlik }

Fakta yang unik adalah pelaksanaan IMBT di BPS berbeda dengan paragraf
di atas. Pelaksanaan IMBT di BPS adalah sebagaimana berikut :

Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

Dokumen 1 Perjanjian Pembiayaan Ijarah Muntahiya


Bit Tamlik

Dokumen 2 1. 1. Akad Ba’i bila dilakukan pelunasan


dipercepat
2. 2. Akad Hibah di akhir masa sewa

Dokumen 3 Surat Accept

Dokumen Lain Akad Wakalah (sesuai kebutuhan)

Perjanjian yang dibuat oleh BPS menggunakan nama IMBT bukan Ijarah.
Dalam dokumen perjanjian tersebut dinyatakan secara jelas defenisi dari IMBT
yang akan dilaksanakan oleh Bank dan Nasabah. Berikut defenisinya :

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, KEDUA BELAH PIHAK sepakat


mengikatkan diri untuk mengadakan PERJANJIAN PEMBIAYAAN
IJARAH MUNTAHIA BIT TAMLIK, untuk selanjutnya dalam perjanjian
ini disebut IMBT, yaitu BANK menyewakan barang kepada MUSTA’JIR
dengan diakhiri oleh pemindahan kepemilikian melalui hibah diakhir masa
sewa, dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut :

Walaupun dengan menggunakan nama (akad) IMBT, pasal-pasal inti dalam


perjanjian tersebut adalah isi pasal dari perjanjian sewa (ijarah) pada umumnya.
Selain itu, posisi dari objek sewa telah dinyatakan secara jelas oleh BPS, yaitu milik
bank sampai dengan suatu kondisi tertentu.

20
Pasal 10
STATUS OBYEK IMBT

MUSTA’JIR mengetahui dan menyetujui bahwa status kepemilikan Obyek


IMBT selama MUSTA’JIR belum melunasi uang sewa adalah milik BANK
dan oleh karenanya surat-surat bukti kepemilikan Obyek IMBT akan
disimpan BANK.

Mengacu pada kaidah substance over form, yaitu maksud tujuan akad lebih
diutamakan ketimbang bentuk akad itu sendiri. Menurut penulis, secara tidak
langsung penerapan IMBT di BPS tidak keluar dari konteks pelaksanaan IMBT
yang mengacu pada Fatwa. Dengan pertimbangan bahwa :

a. Isi pasal-pasal dalam perjanjian pembiayaan IMBT BPS secara tidak langsung
merupakan pasal-pasal yang digunakan dalam akad ijarah pada umumnya.
Artinya, dalam perjanjian pembiayaan IMBT BPS diawali dengan akad ijarah,
walaupun judul akad yang dipakai adalah IMBT.
b. Status objek sewa adalah jelas milik bank sebagaimana dinyatakan dalam pasal
10 Status Objek IMBT, bahwa ‘status kepemilikan Obyek IMBT selama
MUSTA’JIR belum melunasi uang sewa adalah milik BANK’ .
c. BPS akan membuatkan akad ba’i dan atau akad hibah secara terpisah dari
perjanjian pembiayaan IMBT pada saat dilakukan perpindahan kepemilikan
objek IMBT.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Penerapan IMBT untuk penyaluran pembiayaan di Bank Syariah dilakukan


dengan :

Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

Dokumen 1 Perjanjian Pembiayaan Ijarah Muntahiya


Bit Tamlik

Dokumen 2 o Akad Ba’i bila dilakukan pelunasan


dipercepat
o Akad Hibah di akhir masa sewa

Dokumen 3 Surat Accept

Dokumen Lain Akad Wakalah (sesuai kebutuhan)

2. Terdapat 6 (enam) perbedaan antara praktik IMBT di BPS dan teori fiqh pada
umumnya, yaitu ; Bank Bukan Sebagai Pemberi Sewa Murni, Penggunaan
Akad Wakalah, Pembuatan Surat Accept (Pengakuan Hutang dan atau
Sanggup Bayar, Pembayaran Uang Muka Sewa, Riview Ujroh dan
Penyerahan Jaminan Dari Nasabah/Pembeli.

3. Nama yang digunakan oleh BPS dalam menerapkan IMBT pada transaksi
pembiayaan adalah Perjanjian Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik.
Perjanjian ini terdiri dari 20 (dua puluh) pasal.

3.2 Saran

Akhir kata, semoga materi tentang Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) ini
dapat berguna bagi kita semua dan mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam
makalah ini, karena sebagai manusia kita tak pernah luput dari kesalahan. Maka
dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari Ibu dan kawan semua.

22
DAFTAR PUSAKA

Al-Zuhaili, Wahbah. 2004. Al-fiqh al-islâmi wa adillatuhu, Juz 5. Damaskus : Dâr


Fikr al-Mu’asir.

Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta :
Gema Insani Press.

Aziz, Koni Rumaini. 20011. Analisa Perjanjian Take Over (Skripsi). Jakarta :
UIN Syahid

Haroen, Nasroen. Fiqh Muamalah. Jakarta : Gaya Media Utama.

Karim, Adiwarman Bank Islam dan Analisis dan Keuangan. 2001. Jakarta: Gema
Insani Press.
Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. 1997. Bandung : PT Remaja
Rosda Karya. cet. Ke-8.
Muhammad. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah. 2005. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Mûsa, Kâmil. 1998. Ahkâmu al-mu’âmalat. Beirut : Ar-Resalah Publisher.
Ramli, Hasbi. 2005. Toeri Dasar Akutansi Syariah. Jakarta: Renaisan.
Sabiq, Sayyid. 2008. Fiqhus Sunnah. (Terj : Asep Sobari, Muhil Dhofir, Sofwan
Abbas & Amir Hamzah), Jil. 3 . Jakarta : Al-I’tishom Cahaya Umat.
Syamsir Salam dan Jaenal Aripin. Metodologi Penelitian Sosial. 2006. Jakarta
:UIN Jakarta Press.

Wallahu a'lam

23

Anda mungkin juga menyukai