Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

GANGREN DIABETIKUM

Disusun oleh:
Shila Rubianti P 2013730179

Pembimbing:
dr. Saleh Setiawan, SP.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
Identitas Umum
Nama : Ny. S
Umur : 55 tahun
Tanggal masuk : 23 Juli 2011
Ruangan : An-Nur lt !
No RM/Reg : 1010****
Diagnosis kerja : Gangren diabetikum dan DM tipe II

Anamnesis
Keluhan utama :
nyeri ulu hati
Riwayat penyakit sekarang :
Sejak ± 1 minggu sebelum masuk RS Pondok Kopi pasien mengeluh luka di kaki kanan
yang tidak sembuh. Semakin hari, luka dirasakan semakin meluas, bengkak, kemerahan, dan
nyeri. Keluhan juga disertai panas badan, namun tidak terlalu tinggi suhunya. Sebelumnya,
pasien sudah sering mengalami luka-luka kecil di kaki yang tidak dirasakan begitu
mengganggu dan dapat sembuh sendiri. Luka-luka timbul tanpa disadari pasien. Keluhan
luka-luka kecil ini dirasakan hilang timbul sejak ± 1 tahun lalu, namun tidak pernah diobati.
Sejak 14 bulan lalu, pasien mengetahui memiliki penyakit kencing manis saat pasien tiba-
tiba pingsan dan dibawa ke RS Immanuel, dicek kadar gula darahnya mencapai 517 mg/dl.
Sejak itu, pasien kontrol rutin dan minum obat teratur sampai bulan Juli 2009. Saat itu, pasien
mengetahu kadar gulanya 180 mg/dl, pasien merasa sudah sembuh, lalu berhenti berobat.
Sebelum pasien mengetahui penyakitnya, pasien sudah merasakan menjadi sering merasa
haus, sering kencing, sering ingin makan, dan gatal di kulit dan daerah kemaluan sejak kira-
kira 5 tahun lalu. Setahun terakhir, keluhan gatal semakin berat dan dirasakan semakin sering.
Karena gatal, pasien sering menggaruk daerah tungkai yang tanpa disadari mengakibatkan
timbulnya luka. Keluhan ini juga disertai rasa kesemutan dan baal, terutama di ujung-ujung
jari. Pasien tidak merasakan keluhan penglihatan kabur ataupun berbayang.
BAK : jumlah dan warnanya dalam batas normal, tetapi frekuensi drasakan bertambah
BAB : sejak masuk RS Immanuel, pasien belum dapat BAB.
Kelainan darah dan Riwayat Alergi : Tidak ada

Pemeriksaan Fisik
A. KEADAAN UMUM
Keadaan umum : sedang
Kesan sakit : sedang
Kesadaran : compos mentis
Status gizi : cukup
Posisi : tidak ada letak paksa
Kulit : tidak ikterik, tidak anemis, tidak sianosis
Berat badan : 52 kg
Tinggi badan : 155 cm

TANDA VITAL
Tekanan darah : 180/100 mmHg
Nadi : 106 x/menit, regular, isi cukup
Napas : 18 x/ menit
Suhu : 36,3 ̊C

B. STATUS GENERALIS
Kepala
- Mata : konjunctiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
- Pupil : bulat, isokor, Ø 3mm kanan=kiri, reflek cahaya +/+
Leher : JVP 5+5 cmH2O
Kelenjar getah bening : leher, axilla, inguinal tidak teraba membesar.
Thoraks
Pulmo
- Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris kanan=kiri
- Palpasi : pergerakan simetris, taktil fremitus kanan=kiri
- Perkusi : pulmo sonor kanan=kiri
- Auskultasi : VBS +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Cor : bunyi jantung murni, reguler, murmur (-)

Abdomen
- Inspeksi : cembung, lembut, darm contour (-), darm steifung (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : timpani, nyeri perkusi (-)
- Palpasi : lembut, nyeri tekan (-)

Genital : tidak tampak kelainan.


Ekstremitas
Pitting oedem : +/+
Refleks fisiologis : +/+ biseps, triseps, KPR.
Refleks patologis : -/-
Motorik : baik
Sensorik : baik
Pedis kanan : tampak bengkak, kering, dingin, berwarna hitam, dan
gangren.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi
Hb = 11.3 g/dl
Ht = 33.1 %

Kimia Klinik
SGOT = 95 U/l
SGPT = 200 U/l
K = 3.3 meq/l
GDS = 370 mg/dl

24 Juli 2011
Hematologi
Glukosa 2 jam PP = 216 mg/dl
Glukosa Puasa = 172 mg/dl

Urinalisis
Protein = 2+
Glukosa = 3+

Sediaan
Sel epitel = 3-6 / LPB
Eritrosit = 2-3 / LPB
Leukosit = 3-7 / LPB

Chest X-Ray
KESAN :
– Pembesaran jantung tanpa bendungan paru
– Sinus dan diafragma normal
– Pulmo tidak tampak TB paru aktif atau BP

Foto Rontgen Pedis Kanan AP-Lateral

Kesan :
- Besar dan bentuk tulang pedis kanan normal
- Foto pedis kanan tidak tampak tanda-tanda osteomyelitis atau fraktur atau dislokasi

EKG
USG Abdomen
Kesan:
- Liver dan CBD tidak tampak kelainan
- Edema reaktif dinding gall bladder dan ada ascites cukup banyak
- Pankreas dan spleen tidak ada kelainan
- R-L kidneys dan R-L urethers, urinary bladder tidak ada kelainan
D. RESUME
Seorang penderita perempuan berusia 50 tahun dengan keadaan umum baik, kesan sakit
sedang, kesadaran CM, tidak anemis, ikterik, tidak sianosis, gizi baik datang ke IGD RS
Pondok Kopi pk.22.03 dengan keluhan luka di kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh.
Pada anamnesis lebih lanjut didapatkan luka di kaki kanan tidak sembuh sejak ± 1 minggu
SMRSI, bertambah bengkak dan nyeri, disertai febris. Sejak 14 bulan lalu mengetahui
memiliki penyakit DM, berobat teratur sampai bulan Juli 2009. Sejak ± 5 tahun lalu,
merasakan poliuri, polidipsi, polifagi, pruritus eksremitas dan vulva. Satu tahun terkhir,
pruritus dirasakan semakin bertambah, disertai parestesi dan hipestesi akral.
BAK : frekuensi dirasakan semakin sering, lainnya dalam batas normal
BAB : 4 hari belum BAB
Kelainan darah dan Alergi : (-)

Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan umum : sedang
Kesan sakit : sedang
Kesadaran : compos mentis
Status gizi : cukup
Posisi : Tidak ada letak paksa
Kulit : tidak ikterik, tidak anemis, tidak sianosis
Berat badan : 52 kg
Tinggi badan : 155 cm

b. Tanda Vital
Tensi : 180/100 mmHg
Nadi : 106x/mnt, regular, isi cukup
Respirasi : 18x/mnt
Suhu : 36,3 ºC
c. Status Generalis
Kepala
- Mata : konjunctiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
- Pupil : bulat, isokor, Ø 3mm kanan=kiri, reflek cahaya +/+
Leher : JVP 5+5 cmH2O
Kelenjar getah bening : leher, axilla, inguinal tidak teraba membesar.

Thoraks
Pulmo
- Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris kanan=kiri
- Palpasi : pergerakan simetris, taktil fremitus kanan=kiri
- Perkusi : pulmo sonor kanan=kiri
- Auskultasi : VBS +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Cor : bunyi jantung murni, reguler, murmur (-)

Abdomen
- Inspeksi : cembung, lembut, darm contour (-), darm steifung (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : timpani, nyeri perkusi (-)
- Palpasi : lembut, nyeri tekan (-)

Genital : tidak tampak kelainan.


Ekstremitas
Pitting oedem : +/+
Refleks fisiologis : +/+ biseps, triseps, KPR.
Refleks patologis : -/-
Motorik : baik
Sensorik : baik
Pedis kanan (23 Juli 2011) :
tampak bengkak, kering, berwarna kehitaman, dan gangren.
d. Pemeriksaan Penunjang
Hematologi
Hb = 11.3 g/dl
Ht = 33.1 %

Kimia Klinik
SGOT = 95 U/l
SGPT = 200 U/l
K = 3.3 meq/l
GDS = 370 mg/dl

24 Juli 2011
Hematologi
Glukosa 2 jam PP = 216 mg/dl
Glukosa Puasa = 172 mg/dl

Urinalisis
Protein = 2+
Glukosa = 3+
Sediaan :
- Sel epitel = 3-6 / LPB
- Eritrosit = 2-3 / LPB
- Leukosit = 3-7 / LPB

Chest X-Ray(tgl 23 Juli 2011)


Kesan :
– Pembesaran jantung tanpa bendungan paru
– Tidak tampak TB paru aktif / BP
Photo X-Ray pedis dextra AP + Lateral
Kesan :
Tidak tampak osteomyelitis atau fraktur / dislokasi

USG Abdomen
Kesan :
– Liver dan CBD tidak tampak kelainan
– Edema reaktif dinding gall bladder dan ada ascites cukup banyak.
– Pankreas dan spleen tidak ada kelainan
– R-L kidneys dan R-L urethers, urinary bladder tidak ada kelainan

Diagnosis kerja : Ulkus Diabetikum a/r pedis dextra


Tindakan operatif : necrotomit debridement
Tanggal 25 Juli 2011 dilakukan necrotomy + debridement dorsum pedis dextra
Diagnosis pra bedah : Ulkus diabetikum a/r pedis dextra
Diagnosis paska bedah : sesuai
Terapi pasca bedah :
 ceftriaxone 1 x 2 gr iv
 Rantin 2 x 1 amp
 Tramal 3 x 50 mg iv
 Dressing menggunakan cutimed dan cerplast

Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

PEMBAHASAN
Pasien merupakan seorang wanita berusia 50 tahun, dengan berat badan 52 kg dan tinggi
badan 155 cm. Menurut Body Mass Index 21,64. Sebelum diketahui adanya kadar gula yang
tinggi pada penderita, pasien mengakui sering merasa haus, banyak minum, sering merasa
lapar akibatnya pasien sering makan kudapan, serta sering kencing. Keluhan sering merasa
haus disebabkan karena kadar gula yang tinggi di dalam darah menyebabkan osmolaritas
plasma meningkat atau hiperosmolaritas, sehingga terjadi diuresis osmolar dimana cairan
ekstravaskular (interstitial dan interseluler) ditarik ke dalam intravaskular. Karena sel-sel
mengalami dehidrasi maka pasien merasa sering haus sehingga banyak minum (polidipsi).
Keluhan sering merasa lapar dan badan sering terasa lemas disebabkan oleh kurangnya
produksi insulin atau resistensi insulin di perifer sehingga glukosa tidak dapat diubah menjadi
glikogen.
Pasien menderita DM tipe 2. Penyakit ini adalah tipe non-insulin dependent diabetes
mellitus (NIDDM). Pada DM tipe 2 terdapat hiperglikemia persisten. Insidensi DM tipe ini
umumnya adalah orang-orang di atas 40 tahun, sehingga disebut juga adult-onset diabetes.
Berdasarkan riwayat keluarga pasien, ibu pasien juga mengalami DM. Salah satu etiologi
dari DM tipe 2 adalah defek genetik yang menyebabkan resistensi atau defisiensi insulin dan
dapat berhubungan dengan adanya obesitas. Pada seluruh penderita diabetes, DM tipe 2
terdapat pada 85% penderita yang umumnya mengalami obesitas karena peningkatan lemak
dalam jaringan adiposa. Perawatan yang tepat untuk DM tipe ini adalah diet rendah
karbohidrat, rendah glukosa, dan olahraga (Davidson College, 2005).
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Keluhan lain dapat berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita (PERKENI, 2006).
Diagnosis DM juga ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa darah secara enzimatik dengan
bahan darah plasma vena (Reno Gustaviani, 2006).
Pada pasien ini semua gejala klasik DM terpenuhi dan ketika pertama kali (23 Juli 2011)
diketahui kadar gulanya tinggi adalah 370 mg/dL. Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis
DM untuk dewasa tidak hamil yaitu: Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl
(11,1 mmol/L).
Komplikasi dari diabetes melitus tipe II pada pasien ini yang paling dominan adalah
komplikasi neuropati dan angiopati. Komplikasi lain seperti retinopati belum timbul karena
pasien masih dapat melihat dengan jelas. Pandangan pasien juga tidak dirasakan kabur.
Sebaiknya untuk mendeteksi lebih lanjut gejala retinopati pasien dikonsulkan pada ahli mata
untuk dilakukan tes funduskopi.
Pada pasien ini gangren kaki di dorsum pedis dextra sudah terjadi. Luka terutama terasa
sakit pada malam hari. Adanya neuropati berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki,
gangrene, dan amputasi. Namun karena aliran darah di dorsum pedis masih bagus dan
jaringan setempat masih hidup, maka tindakan yang dilakukan tidak sampai amputasi, hanya
pembersihan luka dan jaringan mati.
Orang DM lebih tinggi resiko mengalami masalah kaki karena berkurangnya sensasi
rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan
luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka timbul spontan sering disebabkan karena
trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat pemakaian sepatu atau sandal
yang sempit dan bahan yang keras. Mulanya hanya kecil, kemudian meluas dalam waktu
yang tidak begitu lama. Luka akan menjadi borok dan menimbulkan bau yang disebut gas
gangren. Jika tidak dilakukan perawatan akan sampai ke tulang yang mengakibatkan
osteomyelitis. Dari foto rontgen pasien tanggal 24 Juli 2011 tidak didapatkan tanda-tanda
osteomyelitis/ fraktur/ dislokasi.
Pada pasien ini juga terjadi penurunan sirkulasi darah tungkai dan kerusakan endotel
pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain
penurunan sirkulasi aliran darah ke perifer yang disebabkan oleh suatu kondisi iskemik
jaringan, dimana arteri terblok berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah
perifer. Kondisi iskemik ini menyebabkan kematian jaringan secara perlahan.
Luka pada pasien DM sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki) yang
mengakibatkan perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul
ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi.
Kaki diabetik dikategorikan menjadi 2 golongan yaitu kaki diabetik akibat
angiopati/iskemia dan kaki diabetik akibat neuropati. Pada pasien ini terjadinya gangren
diabetik lebih dominan akibat angiopathi, yaitu disebabkan oleh kurangnya aliran darah
karena makroangiopati (aterosklerosis) dari pembuluh darah besar di tungkai terutama
pembuluh darah di daerah betis. Penyumbatan karena aterosklerosis ini akan menyebabkan
aliran darah yang menuju ke tungkai terhambat sehingga jaringan kekurangan oksigen dan
nutrisi yang dapat menyebabkan jaringan menjadi mati rasa, bahkan menjadi jaringan
mati. Bila luka yang terjadi bukan disebabkan oleh bakteri dan berlangsung dalam jangka
panjang (kronik), maka dapat menyebabkan gangren jenis kering (dry gangrene). Perjalanan
Dry Gangrene mula-mula luka tampak berwarna pudar dan nyeri pada palpasi, dingin, kering,
kemudian kulit berubah warna coklat tua menjadi ungu kebiruan gelap lalu menjadi hitam
(karena pembentukan iron sulfide dari dekomposisi Hb).
Neuropati perifer pada kaki akan menyebabkan terjadinya kerusakan saraf baik saraf
sensoris maupun otonom. Kerusakan sensoris akan menyebabkan penurunan sensoris nyeri,
panas dan raba sehingga penderita mudah terkena trauma akibat keadaan kaki yang tidak
sensitif ini. Gangguan saraf otonom terutama diakibatkan oleh kerusakan serabut saraf
simpatis. Gangguan saraf otonom ini akan mengakibatkan peningkatan aliran darah, produksi
keringat berkurang atau tidak ada, dan hilangnya tonus vaskuler. Hilangnya tonus vaskuler
disertai dengan adanya peningkatan aliran darah akan menyebabkan distensi vena-vena kaki
dan peningkatan tekanan parsial oksigen di vena. Neuropati otonom akan menyebabkan
produksi keringat berkurang sehingga menyebabkan kulit penderita akan mengalami
dehidrasi serta menjadi kering dan pecah-pecah yang memudahkan infeksi, dan selanjutnya
timbulnya selullitis ulkus ataupun gangren. Selain itu neuropati otonom akan mengakibatkan
penurunan nutrisi jaringan sehingga terjadi perubahn komposisi, fungsi, dan
keelastisitasannya sehingga daya tahan jaringan lunak kaki akan menurun yang memudahkan
terjadinya ulkus.

Pada pasien ini terdapat faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya neuropati yaitu
faktor respon mekanisme proteksi sensoris terhadap trauma yang sudah kurang baik, factor
lamanya trauma dan faktor peranan jaringan lunak kaki pasien yang sudah sering mengalami
trauma.
Pada pasien ini karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang tumbuh subur
terutama bakteri gram positif dan anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes
yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran
darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Hal ini
menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.
Pasien juga sudah menunjukkan tanda-tanda yang mengarahkan ke komplikasi
makroangiopati. Pasien belum pernah mengalami stroke dan belum pernah mengeluhkan
adanya nyeri dada. Dari EKG tidak didapatkan tanda-tanda pernah terjadinya miokard infark.
Pada pasien ini didapatkan kadar ureum darah sedikit meningkat dari normal, tetapi
karena kadar kreatinin darah masih normal komplikasi nefropati mungkin belum terjadi.
Untuk lebih lanjut, dapar dilakukan creatinin clearance test maupun IVP untuk melihat fungsi
ginjal pasien. Berdasarkan perhitungan klirens kreatinin untuk menentukan GFR dgn rumus
Cockroft-Ga𝑢𝑙𝑡
𝐶𝑜𝑐𝑘𝑟𝑜𝑓𝑡 − 𝐺𝑎𝑢𝑙𝑡
(140 − 𝑢𝑚𝑢𝑟) 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
= , 𝑘𝑒𝑚𝑢𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑘𝑎𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 0,85 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑤𝑎𝑛𝑖𝑡𝑎
72 𝑥 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚
Pada pasien ini didapatkan hasil sebesar 78,92 mL/ menit, sedangkan nilai normal GFR > 90
mL/min. Hasil ini menunjukkan adanya penurunan fungsi dan aliran darah ke ginjal pada
pasien, dan ini merupakan salah satu penunjuk adanya gagal ginjal.
Tindakan medis yang dilakukan pada pasien ini adalah dilakukan debridement yaitu
membuang atau menyayat dengan pisau atau di potong dengan gunting jaringan-jaringan
yang telah mati, jika jaringan yang mati terlalu luas maka di lakukan tindakan medis
amputasi.

Terapi tindakan yang diberikan pada pasien ini adalah tergolong tingkat III, yaitu
memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren, imobilisasi yang lebih ketat,
dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur. Tindakan amputasi tidak
dilakukan pada pasien ini karena luas gangrene yang terjadi belum luas, system
neuromuscular pada kaki kannanya juga belum mengalami kematian. Tindakan tingkat III
secara lengkap adalah debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian,
imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur
Tindakan perawatan pada gangrene diabetikum adalah dengan mempertahankan kematian
jaringan tidak meluas dan mencegah terjadinya infeksi dengan cara merawat luka dan
menggati verban 2-3 kali sehari.
Pada pasien ini diberikan ceftriaxone untuk mematikan bakteri anaerob. Pada pasien ini
diberikan tramal yang berisi tramadol hidroklorida. Tramal merupakan salah satu analgesik
opioid yang bekerja dengan menyerupai kerja endorfin yang merupakan bahan kimia alami.
Endorfin ditemukan dalam otak dan medulla spinalis dan dapat mengurangi sakit dengan
dikombinasi dengan reseptor opioid. Tramal menghambat transmisi sinyal nyeri yang dikirim
melalui saraf-saraf ke otak.
Terapi gizi medis yang diberikan untuk pasien dengan DM tipe 2 pada prinsipnya adalah
melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi pasien DM dan
melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Tujuan terapi gizi medis pada
pasien ini adalah untuk menurunkan kadar glukosa darah mendekati normal dan menurunkan
berat badan. Tujuan lain adalah untuk tetap mempertahankan profil lipid yang masih bagus
serta tekanan darah yang pada pasien ini masih dalam batas normal.
Prognosis pada pasien ini Quo ad vitam ad bonam, dan Quo ad functionam dubia ad
bonam. Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena semakin tua usia
penderita diabetes melitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang serius pada
kaki dan tungkainya, lamanya menderita diabetes melitus, adanya infeksi yang berat, derajat
kualitas sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis.
Daftar Pustaka

1. Wijaya, 2011. Amputasi pada Pasien Gangren Diabetes Melitus.


http://medianers.blogspot.com/2010/02/amputasi-pada-pasien-gangren-
diabetes.html,.
26 Juli 2011.
2. Campbell IW. 2011. Diabetic Foot Disease.
http://www.medscape.com/viewarticle/745305. 26 Juli 2011
3. Kamus Saku Kedokteran Dorland. 1998. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hal
309.
4. Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku
Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hal 571-705.
5. Persatuan ahli penyakit dalam indonesia. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi
Ketiga. Jakarta : Gaya Baru.
6. Umami, Vidhia, dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit
Erlangga
7. Yuda Handaya, dr. 2009. Ulkus Kaki Diabetes,
http://dokteryudabedah.com/ulkus-kaki-diabetes/. 26 Juli 2011.

Anda mungkin juga menyukai