Disusun Oleh:
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Persyaratan
Simplisia menurut Materia Medika Indonesia dan Farmakope Herbal Indonesia” tepat
pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Standardisasi Bahan Alam.
Dalam makalah ini, penulis membahas persyaratan simplisia berdasarkan acuan Farmakope
Herbal Indonesia dan Materia Medika Indonesia beserta contoh monografi tanaman dari
kedua sumber tersebut.
Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan Ibu Nuraini Puspitasari M.Si., Apt.
selaku dosen mata kuliah Standardisasi Bahan Alam yang telah memberikan bimbingan dan
masukan serta menuntun dalam proses pembuatan makalah ini. Penulis juga berterima kasih
atas bantuan semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan
dukungan moral dan material kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik dan benar.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata maupun
informasi yang kurang berkenan. Serta penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
1.3 Tujuan..........................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................6
ISI...............................................................................................................................................6
BAB III.....................................................................................................................................27
PENUTUP................................................................................................................................27
3.1 Kesimpulan................................................................................................................27
3.2 Saran..........................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................28
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui persyaratan simplisia menurut Farmakope Herbal Indonesia.
2. Untuk mengetahui persyaratan simplisia menurut Materia Medika Indonesia.
4
3. Untuk mengetahui perbedaan persyaratan simplisia menurut Farmakope herbal
Indonesia dan menurut Materia Medika Indonesia.
4. Untuk mengetahui contoh monografi simplisia yang terdapat pada Farmakope
Herbal Indonesia.
5. Untuk mengetahui contoh monografi simplisia yang terdapat pada Materia
Medika Indonesia.
5
BAB II
ISI
6
• nm : nanometer
2.1.4 Kadar Larutan
Di bawah ini merupakan istilah yang digunakan untuk menentukan kadar larutan:
• Molaritas (M) = jumlah gram molekul zat yang dilarutkan dalam pelarlut hingga
volume 1 L.
• Normalitas (N) = jumlah bobot ekuivalen zat yang dilarutkan dalam pelarut
hingga volume 1 L.
• Persen bobot per bobot (b/b) menyatakan jumlah gram zat dalam 100 g larutan
atau campuran.
• Persen bobot per volume (b/v) menyatakan jumlah gram zat dalam 100 mL
larutan, sebagai pelarut dapat digunakan air atau pelarut lain.
• Persen volume per volume (v/v) menyatakan jumlah mL zat dalam 100 mL
larutan.
• Persen volume per bobot (v/b) menyatakan jumlah mL zat dalam 100 g bahan.
Pernyataan persen tanpa penjelasan lebih lanjut untuk campuran padat atau setengah
padat, yang dimaksud adalah bib; untuk larutan dan suspensi suatu zat padat dalam
cairan yang dimaksud adalah b/v; untuk larutan cairan di dalam cairan yang dimaksud
adalah v/v; dan untuk Iarutan gas dalam cairan yang dimaksud adalah b/v.
7
mengenai cara pengeringannya, maka digunakan cara yang tertera pada
Penetapan Susut Pengeringan atau Penetapan Kadar Air Metode Gravimetri. Jika
dalam pengujian disebutkan "menggunakan zat yang sebelumnya telah
dikeringkan dan mengandung minyak menguap“, maka digunakan cara yang
tertera pada Penetapan Kadar Air Metode Destilasi.
Pernyataan "Iebih kurang" untuk bobot/ volume zat yang digunakan untuk
pengujian/ penetapan kadar, mempunyai makna dalam batas-batas 10% dari
bobot/ volume yang ditetapkan dan perhitungan hasilnya didasarkan atas
bobot/ volume yang benar-benar digunakan. Toleransi ini juga berlaku untuk
ukuran-ukuran yang lain.
Penetapan blangko. Apabila diperlukan koreksi terhadap suatu penetapan dengan
cara penetapan blangko, penetapan dilakukan menggunakan pereaksi yang sama,
cara yang sama seperti pada larutan atau campuran yang mengandung zat yang
ditetapkan.
Pengenceran. Apabila dinyatakan suatu larutan diencerkan "secara kuantitatif dan
bertahap", larutan tersebut diukur saksama dan diencerkan dengan air atau pelarut
lain dengan perbandingan tertentu dalam satu atau beberapa langkah.
Pemijaran sampai bobot tetap, kecuaJi dinyatakan lain pernyataan "Pijarkan sampai
bobot telap", dimaksudkan pemijaran harus dilanjutkan pada suhu 800 ± 25°
hingga hasil dua penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg
tiap gram zat yang digunakan; penimbangan kedua dilakukan setelah
dipijarkan lagi selama 15 menit.
Larutan, kecuali dinyatakan lain, larutan untuk pengujian atau penetapan kadar
dibuat dengan "Air" sebagai pelarut.
Air, kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud adalah air yang dimurnikan.
Setiap peralatan dan metode yang digunakan dalam pengujian dan penetapan kadar
harus divalidasi terlebih dahulu .
Semua alat ukur massa, volume dan suhu yang digunakan untuk pengujian dan
penetapan kadar harus dikalibrasi secara berkala oleh laboratorium yang
terakreditasi.
Alat
Spesifikasi dari ukuran tertentu, jenis wadah atau alat dalam pengujian atau
penetapan kadar hanya diberikan sebagai rekomendasi. Apabila disebutkan alat
8
timbang atau alat ukur dengan ketepatan tertentu, harus digunakan alat tersebut atau
alat lain dengan ketelitian paling sedikit sama dengan alat tersebut
Organoleptik
Pernyataan “tidak berbau”, “berbau khas lemah” atau lainnya, ditetapkan
dengan pengamatan setelah bahan terkena udara selama 15 menit. Waktu 15 menit
dihitung setelah wadah yang berisi tidak lebih dari 25 g bahan dibuka. Untuk wadah
yang berisi lebih dari 25 g, penetapan dilakukan setelah ± 25 g bahan dipindahkan
ke dalam cawan penguap 100 mL. Bau yang disebutkan hanya bersifat deskriptif
dan tidak dianggap sebagai standar kemurnian bahan.
2.1.6 Suhu
Kecuali dinyatakan lain, semua suhu dalam FHI dinyatakan dalam derajat Celcius.
• Suhu ruang
Suhu ruang adalah suhu pada ruang kerja.
Suhu ruang terkendali adalah suhu ruang yang diatur 15° sampai dengan 30°
• Hangat
Hangat adalah suhu 30° sampai dengan 40°
• Sejuk
Sejuk adalah suhu 8° sampai dengan 15°
• Dingin
Dingin adalah suhu yang kurang dari 8°
• Lemari pendingin
Lemari pendingin mempunyai suhu 2° sampai dengan 8°
• Lemari pembeku
Lemari pembeku mempunyai suhu -20° sampai dengan -10°
• Penyimpanan
Kecuali dinyatakan lain, simplisia disimpan di tempat terlindung dari sinar matahari
dan pada suhu ruang.
9
Bilangan yang merupakan batasan, mempunyai ketelitian sampai persepuluh satuan
angka terakhir bilangan yang bersangkutan. Misalkan dengan pernyataan tidak kurang
dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5% maka tidak kurang dari 99,50% dan tidak
lebih dari 100,50%. Bilangan yang tidak merupakan batasan, mempunyai ketelitian
0,5 ke bawah dan ke atas harga satuan angka terakhir bilangan yang bersangkutan.
Misalkan dengan pernyataan bilangan 10,0 maka memiliki nilai antara 9,95 dan
10,05.
• Penimbangan dan Pengukuran
Lebih kurang dalam pernyataan untuk jumlah bahan yang diperlukan untuk
pemeriksaan atau penetapan kadar dimana jumlah yang harus ditimbang atau diukur
tidak boleh kurang dari 90% dan tidak boleh lebih dari 110% jumlah yang tertera.
Timbang saksama dimaksudkan bahwa penimbangan dilakukan sedemikian rupa
dimana batas kesalahan penimbangan tidak boleh lebih dari 0, I % jumlah yang
ditimbang. Misalkan pernyataan Timbang saksama 50 mg dimana batas kesalahan
penimbangan tidak lebih dari 0,05 mg. Dapat juga dinyatakan dengan menambahkan
angka dibelakang koma angka terakhir bilangan yang bersangkutan. Misalkan dengan
pernyataan timbang 10,0 mg.
Ukur saksama dimana pengukuran dilakukan memakai pipet atau buret yang
memenuhi syarat yang tertera pada bobot dan ukuran; dapat juga dinyatakan dengan
perkataan pipet atau dengan menambahkan angka 0 di belakang koma angka terakhir
bilangan yang bersangkutan; misalkan dengan pernyataan pipet 10 mL atau ukur 10,0
mL dimana pengukuran harus dilakukan saksama.
• Bobot Tetap
Penimbangan dinyatakan sudah mencapai bobot perbedaan dua kali penimbangan
berturut-turut setelah dikeringkan atau dipijarkan selama I jam tidak lebih dari 0,25%
atau perbedaan penimbangan seperti tersebut di atas tidak melebihi 0,5 mg pada
penimbangan dengan timbangan analitik.
• Perbesaran Mikroskop
Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, perbesaran mikroskop yang dimaksud
adalah 40 x 10.
10
Kecuali dinyatakan lain, istilah dalam hampa udara dimaksudkan kondisi tekanan udara
kurang dari 20 mmHg. Apabila dalam monografi disebutkan pengeringan dalam
hampa udara di atas pengering, dapat digunakan desikator vakum atau piston
pengering vakum atau alat pengering vakum lainnya yang sesuai.
11
2.2.2 Tatanama
Tatanama simplisia harus mengikuti beberapa aturan sebagai berikut:
Nama latin simplisia ditetapkan dengan menyebutkan nama marga (genus),
atau nama jenis (species), atau petunjuk jenis (specific epithet) tanaman asal,
diikuti dengan bagian tanaman yang dipergunakan.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk simplisia nabati yang diperoleh dari
beberapa macam tanaman yang berbeda-beda marganya maupun untuk
eksudat tanaman.
Nama latin simplisia hewani dan pelican ditetapkan dengan menyebutkan
nama latin yang paling umum bagi simplisia tersebut.
Nama latin, dengan beberapa pengecualian, ditulis dalam bentuk tunggal dan
diperlakukan sebagai kata benda netral deklinasi kedua.
Nama Indonesia simplisia nabati, simplisia hewani, atau simplisia pelican
ditulis dengan menyebutkan nama daerah yang paling lazim.
Jika simplisia nabati berupa bagian tanaman, maka nama daerah tersebut
didahului dengan nama bagian tanaman yang dipergunakan.
2.2.3 Syarat Baku
Semua paparan yang tertera dalam Persyaratan Simplisia, merupakan syarat
baku bagi simplisia yang bersangkutan. Suatu simplisia tidak bermutu Materia
Medika Indonesia jika tidak memenuhi syarat baku tersebut. Syarat baku yang
tertera dalam Materia Medika Indonesia berlaku untuk simplisia yang akan
dipergunakan untuk keperluan pengobatan, tetapi tidak berlaku bagi bahan yang
dipergunakan untuk keperluan lain yang dijual dengan nama yang sama.
2.2.4 Pengawetan
Simplisia nabati boleh diawetkan dengan penambahan kloroform, karbon
tetraklorida, etilenoksida, atau bahan pengawet lain yang cocok, yang mudah
menguap dan tidak meninggalkan sisa.
12
2.2.7 Hampa Udara
Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksudkan dengan hampa udara adalah tekanan
tidak lebih dari 5 mmHg.
2.2.8 Indikator
Kecuali dinyatakan lain, jumlah larutan percobaan (LP) yang digunakan sebagai
indikator lebih kurang 0,2 ml atau 3 tetes.
2.2.11 Pengemasan
Simplisia yang telah memenuhi persyaratan mutu, yaitu yang siap pakai untuk
produksi, disimpan dalam wadah tertutup baik atau wadah tertutup rapat, diberi
label yang mencantumkan nama dan tanggal pengemasan simplisia.
2.2.12 Penyimpanan
- Apabila tidak dinyatakan lain, simplisia disimpan di tempat terlindung dari
sinar matahari dan pada suhu kamar.
- Simplisia yang mudah menyerap air harus disimpan dalam wadah tertutup
rapat yang berisi kapur tohor.
- Disimpan terlindung dari sinar matahari berarti bahwa simplisia harus
disimpan dalam wadah atau botol yang dibuat dari kaca inaktinik berwarna
hitam, merah, atau coklat tua.
13
- Disimpan pada suhu kamar, jika tidak disertai penjelasan lain berarti disimpan
pada suhu 15o – 30o.
2.2.13 Isi
Isi di dalam masing-masing simplisia yang tertera pada masing-masing
monografi tidak dimaksudkan sebagai pesyaratan simplisia yang bersangkutan.
2.2.14 Penggunaan
Merupakan petunjuk mengenai kerja farmakologik atau secara tradisional untuk
pengobatan.
2.2.15 Etiket
Pada wadah simplisia harus tertera :
• Nama latin simplisia
• Nama indonesia simplisia
Untuk simplisia nabati dan hewani, harus pula tertera :
• Nama latin tanaman atau hewan asal
• Nama familia dan tanaman atau hewan yang bersangkutan
Bahan alam yang telah dikeringkan dengan Bahan alam yang telah dikeringkan
suhu pengeringan tidak lebih dari 60
derajat, kecuali dinyatakan lain
14
Persyaratan Simplisia hewani :
Pola kromatografi
Senyawa identitas -
Penentuan bobot tetap bila tidak melebihi Penentuan bobot tetap bila tidak melebihi 0,5mg
0,5mg pada penimbangan dengan tiap g sisa yang ditimbang
timbangan analitik/ tidak lebih dari 0,25%
15
- Pendahuluan berisi informasi asal tanaman, suku, persentase kandungan minyak
atsiri, dan persentase senyawa identitas.
- Identitas simplisia terdiri dari beberapa penjelasan, diantaranya adalah
o Pemerian : dijelaskan pemeriannya dan keterangan gambar.
o Mikroskopik : dijelaskan fragmen pengenal dan keterangan gambar.
o Senyawa identitas : disertakan rumus bangun kimia senyawa tersebut.
o Pola kromatografi : dijelaskan jenis kromatografi yang dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi simplisia beserta fase gerak, fase diam, larutan uji, larutan
pembanding, volume penotolan, dan deteksi.
o Susut pengeringan
o Abu total
o Abu tidak larut asam
o Sari larut air
o Sari larut etanol
- Kandungan Kimia Simplisia
o Kadar minyak atsiri
o Kadar senyawa identitas : dijelaskan penetapan kadar senyawa identitas.
16
17
18
2.5 Contoh Monografi Tanaman berdasarkan Materia Medika Indonesia
Materia Medika Indonesia terdiri atas 6 jilid, dan antara jilidnya terdapat sedikit perbedaan,
diantaranya yaitu :
1. Pada Materia Medika Indonesia Jilid 1-4 terdapat pendahuluan dan persyaratan
simplisia
19
2. Pada Materia Medika Indonesia Jilid 5-6 : terdapat pendahuluan (hanya nama daerah)
dan persyaratan simplisia
Caryophilli Flos
(Bunga cengkeh)
Bunga cengkeh adalah kuncup bunga Syzgium aromaticum (L) Merr. & Perry,
Sinonim Eugenia caryophyllus (Spreng.) Bullock et Harison, Eugenia caryophyllata Thunb,
Eugenia aromatica (L.) Labill., suku Myrtaceae.
Daun mahkota terdiri atas 4 helai, warnanya lebih muda dari daun kelopak, tidak
mekar, tipis seperti selaput, saling menutup seperti susunan genting.
d. Benang sari banyak berbentuk melengkung ke dalam, tangki agak silinder atau
segiempat, panjangnya 2.5 mm – 4 mm.
3. Mikroskopik:
a. Pada penampang melintang bunga dibawah bakal buah tampak sel epidermis
berbentuk persegi Panjang terdiri dari 1 lapis sel dengan kutikula tebal; pada
pengamatan paredermal tampak sel epidermis berbentuk polygonal dengan dinding
sel rata; stomata bundar tipe anomositik.
b. Pada bagian korteks terdapat beberapa lapis sel parenkim berbentuk polygonal atau
hampir bundar, kelenjar minyak skizolisigen berbentuk bundar atau bundar telur
terbalik. Pada bagian dalam terdapat berkas pembuluh tipe bikolateral, serabut
sklerenkim dan sel batu. Kristal kalsium oksalat berbentuk roset terdapat di semua
bagian.
20
c. Parenkim pusat terdiri dari beberapa lapis sel kecil membentuk cincin dengan ruang
antar sel yang besar. Pada daun mahkota dan daun kelopak terdapat sel epidermis atas
dan bawah berbentuk empat persegi Panjang bila tampak paredermal berbentuk
polygonal, diantaranya terdapat parenkim berbentuk polygonal, kelenjar minyak
skizolisigen, kristal kalsium oksalat bentuk roset dan berkas pembuluh.
d. Serbuk. Warna coklat. Fragmen pengenal adalah fragmen dasar bunga (hipantium), sel
epidermis dengan kutikula tebal, stomata tipe anomositik, kelenjar minyak
skizolisigen lepas atau dalam sel, fragmen epidermis daun mahkota dan epidermis
daun kelopak tampak tangensial; fragmen parenkim pusat dengan ruang antar sel
besar; fragmen tangkai sari, kepala sari dan serbuk sari berkelompok atau lepas
berbentuk segitiga dengan garis tengah 15-20 mikrometer, fragmen berkas pembuluh
dengan penebalan tangga dan spiral, fragmen serabut sklerenkim dan kristal kalsium
oksalat bentuk roset; fragmen sel batu.
21
22
4. Identifikasi :
A. Pada 2 mg serbuk bunga tambahkan 5 tetes asam sulfat P; terjadi warna merah hati.
B. Pada 2 mg serbuk bunga tambahkan 5 tetes asam nitrat P; terjadi warna jingga.
C. Pada 2 mg serbuk bunga tambahkan 5 tetes asam sulfat P 25% v/v; terjadi warna
jingga.
D. Pada 2 mg serbuk bunga tambahkan 5 tetes larutan besi (III) klorida ; terjadi warna
hijau tua.
E. Timbang 500 mg serbuk bunga, maserasi dengan 10 ml eter selama 2 jam, saring.
Uapkan filtrat dalam cawan penguap, pada residu tambahkan dua tetes asam asetat
anhidrat P dan 1 tetes asam sulfat P, terjadi warna ungu hijau.
F. Timbang 1 gram serbuk Bunga tambahkan 100 ml air panas, didihkan selama 5
menit, saring. Pada filtrat tambahkan serbuk magnesium, 2 ml larutan alcohol
klorihidrik dan amil alcohol P, kocok kuat biarkan memisah; terjadi warna merah
jingga pada lapisan amil alcohol.
G. Timbang 50 mg serbuk bunga memasukkan kedalam tabung mikrodestilasi yang
telah diberi glass wool diujung dekat bagian kapiler. Masukkan suhu 50 derajat
celcius selama 30 menit dan dipasang lempeng KLT. Atur suhu sampai 220 derajat
celcius. Pada titik pertama dari lempeng KLT pralapis akan tampak tutuan yang
23
dihasilkan dari Tanur TAS, pada titk kedua tutulkan 10 mikroliter larutan
pembanding eugenol dalam methanol P. elusi dengan benzene P dengan jarak
rambat 15 cm. amati dengan sinar biasa dan dengan sinar ultraviolet 366 nm.
Semprot lempeng dengan anisaldehid asam sulfat LP, panaskan pada suhu 100
derajat celcius selama 5-10 menit amati dengan sinar biasa dan sinar ultraviolet 366
nm. Pada kromatogram tampak bercak dengan warna dan hRx sebagai berikut :
Kadar abu yang tidak larut dalam asam: tidak lebih dari 0,5%
Kadar sari yang larut dalam air: tidak kurang dari 5,5 %
Isi/kandungan kimia:
Sterol/terpen, flvonoid, asam gallotanin, kariofilen, vanilin, eugenin, gum, resin dari minyak
atsiri yang mengandung senyawa fenol yang sebagian besar terdiri dari eugenol bebas dan
sedikit eugenol asetat, seskuiterpen, sejumlah kecil ester keton dan alkohol.
Nama daerah :
24
1. Sumatera : bungeu lawing, bunga lawing, singke, bunga lasang, sake, kembang
lawing, cengkeh, bunga cengkeh, cangkih.
2. Kalimantan: sangke, seram, poriawane.
3. Jawa: cengkeh, cengke.
4. Nusatenggara: cengkeh, wunga lawing, cangke, singke, palasangge, sengke.
5. Sulawesi: bunga rawan, senghe, Bungan lawang, hungho lawa, cangke, cengke.
6. Maluku: poriawane, peela ano, pualawane, perawano, hunglawa, gomode, bululawa,
buwalawa, pomade.
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terdapat perbedaan persyaratan simplisia menurut Farmakope Herbal Indonesia
dengan Materia Medika Indonesia. Menurut Farmakope Herbal Indonesia, suhu
pengeringan simplisia tidak lebih dari 60°, kecuali jika ada pengecualian sedangkan
pada Materia Medika Indonesia suhu pengeringan simplisia tidak. Selain itu, Materia
Medika Indonesia menjelaskan terkait dengan persyaratan simplisia nabati, simplisia
hewani dan simplisia pelikan (mineral). Berdasarkan persyaratan dari ketiga
klasifikasi simplisia tersebut, dapat disimpulkan bahwa persyaratan simplisia yaitu
harus bebas dari fragmen hewan atau kotoran, tidak boleh mengandung bahan
berbahaya atau beracun, serta bau dan warnanya tidak menyimpang.
3.2 Saran
Diharapkan agar makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi
pembaca, mengenai persyaratan simplisia menurut Farmakope Herbal Indonesia dan
Materia Medika Indonesia.
26
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Departemen Kesehatan RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
27