Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH STANDARDISASI BAHAN ALAM

PERSYARATAN SIMPLISIA MENURUT MATERIA MEDIKA INDONESIA DAN


FARMAKOPE HERBAL INDONESIA

Disusun Oleh:

Ayu Savira Rahmafitri 1606874974

Badzliah Khairunizzahrah 1606924316

Fairuz Luthfiya Azzahrini 1606924543

Gine Intan Pratidinaningsih 1606924165

Laila fauziah 1606834043

Rizky Clarinta Putri 1606923875

Shilvia Agita Putri 1606875005

Yuhana Kinanah 1606823443

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Persyaratan
Simplisia menurut Materia Medika Indonesia dan Farmakope Herbal Indonesia” tepat
pada waktunya.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Standardisasi Bahan Alam.
Dalam makalah ini, penulis membahas persyaratan simplisia berdasarkan acuan Farmakope
Herbal Indonesia dan Materia Medika Indonesia beserta contoh monografi tanaman dari
kedua sumber tersebut.

Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan Ibu Nuraini Puspitasari M.Si., Apt.
selaku dosen mata kuliah Standardisasi Bahan Alam yang telah memberikan bimbingan dan
masukan serta menuntun dalam proses pembuatan makalah ini. Penulis juga berterima kasih
atas bantuan semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan
dukungan moral dan material kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik dan benar.

Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata maupun
informasi yang kurang berkenan. Serta penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Depok, 6 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I.........................................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................4

1.3 Tujuan..........................................................................................................................4

BAB II........................................................................................................................................6

ISI...............................................................................................................................................6

2.1 Persyaratan Simplisia menurut Farmakope Herbal Indonesia.....................................6

2.2 Persyaratan Simplisia menurut Materia Medika Indonesia.......................................11

2.3 Perbandingan Persyaratan Simplisia menurut FHI dan MMI..................................15

2.4 Contoh Monografi Tanaman Berdasarkan Farmakope Herbal Indonesia................16

2.5 Contoh Monografi Tanaman berdasarkan Materia Medika Indonesia.....................20

BAB III.....................................................................................................................................27

PENUTUP................................................................................................................................27

3.1 Kesimpulan................................................................................................................27

3.2 Saran..........................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan tumbuhan
terbesar di dunia. Letak geografi merupakan salah satu alasan Indonesia memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi. Hal tersebut mendorong penggunaan bahan alam
di Indonesia semakin marak. Bahan baku obat sendiri dapat berasal dari bahan alam.
Bahan baku yang berasal dari alam disebut sebagai Bahan Baku Bahan Alam yang
dapat berupa simplisia maupun sediaan galenik. Simplisia bahan alam jika tidak
dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan, sedangkan sediaan galenik
merupakan hasil dari ekstraksi, fraksinasi, atau subfraksinasi. Hasil dari sediaan
galenik disebut ekstrak,subfraksi atau fraksi. Dalam pemanfaaran bahan alam
dibutuhkan standardisasi untuk tercapainya mutu serta kualitas yang konsisten dari
hasil produksi. Standardisasi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah proses
merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar (dilakukan oleh pihak
terkait). Dalam melakukan standardisasi bahan alam dibutuhkan parameter-parameter
penting. Parameter yang bersangkutan terdapat dalam Farmakope Herbal Indonesia
serta Materia Medika Indonesia. Parameter yang dimaksud meliputi parameter
identitas, organolepik, makroskopik dan mikroskopik, kadar abu total, kadar abu larut
air, kadar abu tidak larut asam, kadar air, susut pengeringan, kadar sari larut air, kadar
sari larut etanol, kadar minyak atsiri, cemaran logam berat, residu pestisida, uji
aflatoksin, cemaran mikroba, kandungan kimia golongan tertentu, dan kandungan
marker.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah persyaratan simplisia menurut Farmakope Herbal Indonesia?
2. Bagaimanakah persyaratan simplisia menurut Materia Medika Indonesia?
3. Apa perbedaan persyaratan simplisia menurut Farmakope herbal Indonesia dan
menurut Materia Medika Indonesia?
4. Apa contoh monografi simplisia yang terdapat pada Farmakope Herbal Indonesia?
5. Apa contoh monografi simplisia yang terdapat pada Materia Medika Indonesia?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui persyaratan simplisia menurut Farmakope Herbal Indonesia.
2. Untuk mengetahui persyaratan simplisia menurut Materia Medika Indonesia.

4
3. Untuk mengetahui perbedaan persyaratan simplisia menurut Farmakope herbal
Indonesia dan menurut Materia Medika Indonesia.
4. Untuk mengetahui contoh monografi simplisia yang terdapat pada Farmakope
Herbal Indonesia.
5. Untuk mengetahui contoh monografi simplisia yang terdapat pada Materia
Medika Indonesia.

5
BAB II
ISI

2.1 Persyaratan Simplisia menurut Farmakope Herbal Indonesia


2.1.1 Pengertian Simplisia
Simplisia merupakan bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk
pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu
pengeringan simplisia tidak lebih dari 60°. Sedangkan, simplisia segar merupaan
bahan alam segar yang belum dikeringkan dan simplisia nabati merupakan simplisia
yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan.
Terdapat serbuk simplisia nabati yang merupakan bentuk serbuk dari simplisia
nabati, dengan ukuran derajat kehalusan tertentu. Serbuk simplisia tidak boleh
mengandung fragmen jaringan dan benda asing yang bukan merupakan komponen asli
dari simplisia yang bersangkutan antara lain telur nematoda, bagian dari serangga dan
hama serta sisa tanah.

2.1.2 Syarat Mutu Simplisia


Semua paparan yang tertera dalam monografi merupakan syarat mutu simplisia
yang bersangkutan, diantaranya terdapat pemerian, uraian makroskopik dan
mikroskopik, senyawa identitas simplisia, pola kromatografi, susut pengeringan, kadar
abu total, abu tidak larut asam, sari larut air, sari larut etanol, dan kandungan kimia
simplisia (kadar minyak atsiri dan kadar senyawa khusus). Suatu simplisia tidak dapat
dikatakan bermutu FHI jika tidak memenuhi syarat mutu tersebut.

2.1.3 Bobot dan Ukuran


Bobot dan ukuran yang digunakan dalam FHI adalah system metric, seperti:
• kg : kilogram
• g : gram
• mg : miligram
• µg : mikrogram
• L : liter
• mL : mililiter
• µL : mikroliter
• m : meter
• em : senti meter
• mm : milimeter

6
• nm : nanometer
2.1.4 Kadar Larutan
Di bawah ini merupakan istilah yang digunakan untuk menentukan kadar larutan:
• Molaritas (M) = jumlah gram molekul zat yang dilarutkan dalam pelarlut hingga
volume 1 L.
• Normalitas (N) = jumlah bobot ekuivalen zat yang dilarutkan dalam pelarut
hingga volume 1 L.
• Persen bobot per bobot (b/b) menyatakan jumlah gram zat dalam 100 g larutan
atau campuran.
• Persen bobot per volume (b/v) menyatakan jumlah gram zat dalam 100 mL
larutan, sebagai pelarut dapat digunakan air atau pelarut lain.
• Persen volume per volume (v/v) menyatakan jumlah mL zat dalam 100 mL
larutan.
• Persen volume per bobot (v/b) menyatakan jumlah mL zat dalam 100 g bahan.
Pernyataan persen tanpa penjelasan lebih lanjut untuk campuran padat atau setengah
padat, yang dimaksud adalah bib; untuk larutan dan suspensi suatu zat padat dalam
cairan yang dimaksud adalah b/v; untuk larutan cairan di dalam cairan yang dimaksud
adalah v/v; dan untuk Iarutan gas dalam cairan yang dimaksud adalah b/v.

2.1.5 Pengujian dan Penetapan Kadar


 Prosedur
Terdapat syarat identitas, kadar, mutu, dan kemurnian untuk semua bahan
(simplisia) yang tertera dalam monografi dan semua bahan yang beredar harus
memenuhi syarat tersebut
Apabila dalam syarat kadar bahan dalam monografi ada pernyataan "dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan", zat yang bersangkutan tidak perlu
dikeringkan terlebih dahulu sebelum dilakukan penetapan kadar. Penetapan kadar
dapat menggunakan zat yang belum dikeringkan, kemudian hasilnya
diperhitungkan terhadap zat yang telah dikeringkan dengan menggunakan
faktor yang diperoleh dari hasil penetapan susut pengeringan, seperti yang
tertera pada monografi yang bersangkutan.
Apabila dalam pengujian disebutkan "menggunakan zat yang sebelumnya telah
dikeringkan dan tidak mengandung minyak menguap“ dan tidak ada penjelasan

7
mengenai cara pengeringannya, maka digunakan cara yang tertera pada
Penetapan Susut Pengeringan atau Penetapan Kadar Air Metode Gravimetri. Jika
dalam pengujian disebutkan "menggunakan zat yang sebelumnya telah
dikeringkan dan mengandung minyak menguap“, maka digunakan cara yang
tertera pada Penetapan Kadar Air Metode Destilasi.
Pernyataan "Iebih kurang" untuk bobot/ volume zat yang digunakan untuk
pengujian/ penetapan kadar, mempunyai makna dalam batas-batas 10% dari
bobot/ volume yang ditetapkan dan perhitungan hasilnya didasarkan atas
bobot/ volume yang benar-benar digunakan. Toleransi ini juga berlaku untuk
ukuran-ukuran yang lain.
Penetapan blangko. Apabila diperlukan koreksi terhadap suatu penetapan dengan
cara penetapan blangko, penetapan dilakukan menggunakan pereaksi yang sama,
cara yang sama seperti pada larutan atau campuran yang mengandung zat yang
ditetapkan.
Pengenceran. Apabila dinyatakan suatu larutan diencerkan "secara kuantitatif dan
bertahap", larutan tersebut diukur saksama dan diencerkan dengan air atau pelarut
lain dengan perbandingan tertentu dalam satu atau beberapa langkah.
Pemijaran sampai bobot tetap, kecuaJi dinyatakan lain pernyataan "Pijarkan sampai
bobot telap", dimaksudkan pemijaran harus dilanjutkan pada suhu 800 ± 25°
hingga hasil dua penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg
tiap gram zat yang digunakan; penimbangan kedua dilakukan setelah
dipijarkan lagi selama 15 menit.
Larutan, kecuali dinyatakan lain, larutan untuk pengujian atau penetapan kadar
dibuat dengan "Air" sebagai pelarut.
Air, kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud adalah air yang dimurnikan.
Setiap peralatan dan metode yang digunakan dalam pengujian dan penetapan kadar
harus divalidasi terlebih dahulu .
Semua alat ukur massa, volume dan suhu yang digunakan untuk pengujian dan
penetapan kadar harus dikalibrasi secara berkala oleh laboratorium yang
terakreditasi.
 Alat
Spesifikasi dari ukuran tertentu, jenis wadah atau alat dalam pengujian atau
penetapan kadar hanya diberikan sebagai rekomendasi. Apabila disebutkan alat

8
timbang atau alat ukur dengan ketepatan tertentu, harus digunakan alat tersebut atau
alat lain dengan ketelitian paling sedikit sama dengan alat tersebut
 Organoleptik
Pernyataan “tidak berbau”, “berbau khas lemah” atau lainnya, ditetapkan
dengan pengamatan setelah bahan terkena udara selama 15 menit. Waktu 15 menit
dihitung setelah wadah yang berisi tidak lebih dari 25 g bahan dibuka. Untuk wadah
yang berisi lebih dari 25 g, penetapan dilakukan setelah ± 25 g bahan dipindahkan
ke dalam cawan penguap 100 mL. Bau yang disebutkan hanya bersifat deskriptif
dan tidak dianggap sebagai standar kemurnian bahan.

2.1.6 Suhu
Kecuali dinyatakan lain, semua suhu dalam FHI dinyatakan dalam derajat Celcius.
• Suhu ruang
Suhu ruang adalah suhu pada ruang kerja.
Suhu ruang terkendali adalah suhu ruang yang diatur 15° sampai dengan 30°
• Hangat
Hangat adalah suhu 30° sampai dengan 40°
• Sejuk
Sejuk adalah suhu 8° sampai dengan 15°
• Dingin
Dingin adalah suhu yang kurang dari 8°
• Lemari pendingin
Lemari pendingin mempunyai suhu 2° sampai dengan 8°
• Lemari pembeku
Lemari pembeku mempunyai suhu -20° sampai dengan -10°
• Penyimpanan
Kecuali dinyatakan lain, simplisia disimpan di tempat terlindung dari sinar matahari
dan pada suhu ruang.

2.1.7 Penafsiran Angka, Penimbangan dan Pengukuran.


• Penafsiran Angka

9
Bilangan yang merupakan batasan, mempunyai ketelitian sampai persepuluh satuan
angka terakhir bilangan yang bersangkutan. Misalkan dengan pernyataan tidak kurang
dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5% maka tidak kurang dari 99,50% dan tidak
lebih dari 100,50%. Bilangan yang tidak merupakan batasan, mempunyai ketelitian
0,5 ke bawah dan ke atas harga satuan angka terakhir bilangan yang bersangkutan.
Misalkan dengan pernyataan bilangan 10,0 maka memiliki nilai antara 9,95 dan
10,05.
• Penimbangan dan Pengukuran
Lebih kurang dalam pernyataan untuk jumlah bahan yang diperlukan untuk
pemeriksaan atau penetapan kadar dimana jumlah yang harus ditimbang atau diukur
tidak boleh kurang dari 90% dan tidak boleh lebih dari 110% jumlah yang tertera.
Timbang saksama dimaksudkan bahwa penimbangan dilakukan sedemikian rupa
dimana batas kesalahan penimbangan tidak boleh lebih dari 0, I % jumlah yang
ditimbang. Misalkan pernyataan Timbang saksama 50 mg dimana batas kesalahan
penimbangan tidak lebih dari 0,05 mg. Dapat juga dinyatakan dengan menambahkan
angka dibelakang koma angka terakhir bilangan yang bersangkutan. Misalkan dengan
pernyataan timbang 10,0 mg.
Ukur saksama dimana pengukuran dilakukan memakai pipet atau buret yang
memenuhi syarat yang tertera pada bobot dan ukuran; dapat juga dinyatakan dengan
perkataan pipet atau dengan menambahkan angka 0 di belakang koma angka terakhir
bilangan yang bersangkutan; misalkan dengan pernyataan pipet 10 mL atau ukur 10,0
mL dimana pengukuran harus dilakukan saksama.
• Bobot Tetap
Penimbangan dinyatakan sudah mencapai bobot  perbedaan dua kali penimbangan
berturut-turut setelah dikeringkan atau dipijarkan selama I jam tidak lebih dari 0,25%
atau perbedaan penimbangan seperti tersebut di atas tidak melebihi 0,5 mg pada
penimbangan dengan timbangan analitik.
• Perbesaran Mikroskop
Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, perbesaran mikroskop yang dimaksud
adalah 40 x 10.

2.1.8 Hampa Udara


Hampa udara

10
Kecuali dinyatakan lain, istilah dalam hampa udara dimaksudkan kondisi tekanan udara
kurang dari 20 mmHg. Apabila dalam monografi disebutkan pengeringan dalam
hampa udara di atas pengering, dapat digunakan desikator vakum atau piston
pengering vakum atau alat pengering vakum lainnya yang sesuai.

2.1.9 Penandaan pada Wadah


Penandaan Pada wadah harus diberi label yang berisi sekurang-kurangnya : Nama
lndonesia dan Nama Latin simplisia.

2.1.10 Senyawa Identitas dan Pembanding


Senyawa Identitas
Senyawa Identitas Kandungan kimia simplisia yang dapat digunakan untuk
diidentifikasi . Dalam hal senyawa identitas tidak tersedia, identifikasi simplisia dan
sediaannya  gunakan zat pembanding.
Zat Pembanding
Bahan yang sesuai sebagai pembanding dalam pengujian dan penetapan kadar yang
telah disetujui, yang dibuat, ditetapkan dan diedarkan. Jika suatu pengujian atau
penetapan kadar perlu menggunakan monografi dalam FHI sebagai pembanding maka
dapat digunakan suatu bahan yang memenuhi semua persyaratan monografi FHI. Daftar
senyawa identitas dan pembanding tercantum dalam lampiran.

2.2 Persyaratan Simplisia menurut Materia Medika Indonesia


2.2.1 Definisi
Berdasarkan Materia Medika Indonesia Jilid ke-VI, simplisia adalah bahan
alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan
apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman,
atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang secra aspontan keluar dari
taaman atau isi sel yang degan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat
nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum
berupa zat kimia murni.
Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh bagian hewan atau
zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
Simplisia pelikan (mineral) adalah simplisia yang berupa bahan-bahan pelican
(mineral) yang belum berupa zat kimia murni.

11
2.2.2 Tatanama
Tatanama simplisia harus mengikuti beberapa aturan sebagai berikut:
 Nama latin simplisia ditetapkan dengan menyebutkan nama marga (genus),
atau nama jenis (species), atau petunjuk jenis (specific epithet) tanaman asal,
diikuti dengan bagian tanaman yang dipergunakan.
 Ketentuan ini tidak berlaku untuk simplisia nabati yang diperoleh dari
beberapa macam tanaman yang berbeda-beda marganya maupun untuk
eksudat tanaman.
 Nama latin simplisia hewani dan pelican ditetapkan dengan menyebutkan
nama latin yang paling umum bagi simplisia tersebut.
 Nama latin, dengan beberapa pengecualian, ditulis dalam bentuk tunggal dan
diperlakukan sebagai kata benda netral deklinasi kedua.
 Nama Indonesia simplisia nabati, simplisia hewani, atau simplisia pelican
ditulis dengan menyebutkan nama daerah yang paling lazim.
 Jika simplisia nabati berupa bagian tanaman, maka nama daerah tersebut
didahului dengan nama bagian tanaman yang dipergunakan.
2.2.3 Syarat Baku
Semua paparan yang tertera dalam Persyaratan Simplisia, merupakan syarat
baku bagi simplisia yang bersangkutan. Suatu simplisia tidak bermutu Materia
Medika Indonesia jika tidak memenuhi syarat baku tersebut. Syarat baku yang
tertera dalam Materia Medika Indonesia berlaku untuk simplisia yang akan
dipergunakan untuk keperluan pengobatan, tetapi tidak berlaku bagi bahan yang
dipergunakan untuk keperluan lain yang dijual dengan nama yang sama.

2.2.4 Pengawetan
Simplisia nabati boleh diawetkan dengan penambahan kloroform, karbon
tetraklorida, etilenoksida, atau bahan pengawet lain yang cocok, yang mudah
menguap dan tidak meninggalkan sisa.

2.2.5 Simplisia untuk Isolasi Zat Berkhasiat


Simplisia nabati yang dipergunakan sebagai bahan untuk memperoleh minyak
atsiri, alkaloid, glikosid, atau zat berkhasiat lain, tidak perlu memenuhi semua
persyaratan yang tertera pada monografi yang bersangkutan.
Simplisia hewani dan pelican yang digunakan sebagai bahan untuk memperoleh
zat berkhasiat tidak perlu memenuhi semua persyaratan pada monografi
bersangkutan

2.2.6 Pengeringan Simplisia Nabati


Kecuali dinyatakan lain, pengertian simplisia nabati dilakukan di udara,
terlindung dari sinar matahari langsung.

12
2.2.7 Hampa Udara
Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksudkan dengan hampa udara adalah tekanan
tidak lebih dari 5 mmHg.

2.2.8 Indikator
Kecuali dinyatakan lain, jumlah larutan percobaan (LP) yang digunakan sebagai
indikator lebih kurang 0,2 ml atau 3 tetes.

2.2.9 Kemurnian Simplisia


- Simplisia Nabati : harus bebas dari serangga, fragmen hewan atau kotoran
hewan; tidak boleh menyimpang bau dan warnanya; tidak boleh mengandung
lendir atau menunjukkan tanda-tanda pengotoran lain; tidak boleh
mengandung bahan lain yang beracun atau berbahaya.
- Simplisia Hewani : harus bebas dari fragmen hewan asing atau kotoran hewan;
tidak boleh menyimpang bau dan warnanya; tidak boleh mengandung
cendawan atau tanda pengotor lainnya; tidak boleh mengandung bahan lain
yang beracun atau berbahaya.
- Simplisia Pelikan : harus bebas dari pengotoran oleh tanah, batu, hewan,
fragmen hewan, dan bahan asing lainnya.

2.2.10 Wadah dan Bungkus


- Tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara
kimia maupun fisika.
- Jika pengaruh tersebut tidak dapat dihindarkan, maka perubahan tidak boleh
sedemikian besar sehingga menyebabkan bahan tidak memenuhi syarat baku.

2.2.11 Pengemasan
Simplisia yang telah memenuhi persyaratan mutu, yaitu yang siap pakai untuk
produksi, disimpan dalam wadah tertutup baik atau wadah tertutup rapat, diberi
label yang mencantumkan nama dan tanggal pengemasan simplisia.

2.2.12 Penyimpanan
- Apabila tidak dinyatakan lain, simplisia disimpan di tempat terlindung dari
sinar matahari dan pada suhu kamar.
- Simplisia yang mudah menyerap air harus disimpan dalam wadah tertutup
rapat yang berisi kapur tohor.
- Disimpan terlindung dari sinar matahari berarti bahwa simplisia harus
disimpan dalam wadah atau botol yang dibuat dari kaca inaktinik berwarna
hitam, merah, atau coklat tua.

13
- Disimpan pada suhu kamar, jika tidak disertai penjelasan lain berarti disimpan
pada suhu 15o – 30o.

2.2.13 Isi
Isi di dalam masing-masing simplisia yang tertera pada masing-masing
monografi tidak dimaksudkan sebagai pesyaratan simplisia yang bersangkutan.

2.2.14 Penggunaan
Merupakan petunjuk mengenai kerja farmakologik atau secara tradisional untuk
pengobatan.

2.2.15 Etiket
Pada wadah simplisia harus tertera :
• Nama latin simplisia
• Nama indonesia simplisia
Untuk simplisia nabati dan hewani, harus pula tertera :
• Nama latin tanaman atau hewan asal
• Nama familia dan tanaman atau hewan yang bersangkutan

2.2.16 Pembuatan Serbuk Simplisia untuk percobaan laboratorium


- Bersihkan simplisia dari bahan organik asing dan pengotoran lain secara
mekanik atau dengan cara lain yang cocok, kemudian keringkan pada suhu
yang cocok, haluskan, ayak.
- Kecuali dinyatakan lain, seluruh simplisia harus dihaluskan menjadi serbuk
(4/18).

2.3 Perbandingan Persyaratan Simplisia menurut FHI dan MMI

Farmakope Herbal Indonesia Materia Medika Indonesia

Bahan alam yang telah dikeringkan dengan Bahan alam yang telah dikeringkan
suhu pengeringan tidak lebih dari 60
derajat, kecuali dinyatakan lain

Syarat serbuk simplisia nabati tidak boleh Persyaratan simplisia nabati :


mengandung fragmen jaringan dan benda
• Bebas dari serangga, fragmen hewan
asing yang bukan merupakan komponen
atau kotoran hewan
asli dari simplisia yang bersangkutan
• Bau dan warna tidak menyimpang
antara lain telur nematoda, bagian dari
• Tidak boleh mengandung lendir
serangga dan hama serta sisa tanah
• Tidak mengandung bahan lain yang
beracun/ berbahaya

14
Persyaratan Simplisia hewani :

• Harus bebas fragmen hewan atau


kotoran hewan
• Bau dan warna tidak menyimpang
• Tidak mengandung bahan lain yang
beracun
Persyaratan Simplisia Pelikan (mineral) :

• Harus bebas dari pengotoran


tanah,batu,hewan, fragmen hewan dan
bahan asing lainnya
Pemerian, Uraian Mikroskop dan Pemerian, Uraian Mikroskop dan makroskopik
makroskopik

Pola kromatografi

Susut pengeringan Tidak ada susut pengeringan

Abu total Kadar abu

Abu tidak larut asam Abu tidak larut asam

Sari larut air Sari larut air

- Kadar Bahan organik asing

Sari larut etanol Sari larut etanol

Senyawa identitas -

Kandungan Kimia Simplisia : Kadar Isi


minyak atsiri, kadar senyawa khusus

Kondisi Hampa Udara <20mm Hg Kondisi Hampa udara <5mmHg

Penentuan bobot tetap bila tidak melebihi Penentuan bobot tetap bila tidak melebihi 0,5mg
0,5mg pada penimbangan dengan tiap g sisa yang ditimbang
timbangan analitik/ tidak lebih dari 0,25%

2.4 Contoh Monografi Tanaman Berdasarkan Farmakope Herbal Indonesia


Monografi pada Farmakope Herbal Indonesia terdiri dari pendahuluan, identitas
simplisia, dan kandungan kimia simplisia.

15
- Pendahuluan berisi informasi asal tanaman, suku, persentase kandungan minyak
atsiri, dan persentase senyawa identitas.
- Identitas simplisia terdiri dari beberapa penjelasan, diantaranya adalah
o Pemerian : dijelaskan pemeriannya dan keterangan gambar.
o Mikroskopik : dijelaskan fragmen pengenal dan keterangan gambar.
o Senyawa identitas : disertakan rumus bangun kimia senyawa tersebut.
o Pola kromatografi : dijelaskan jenis kromatografi yang dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi simplisia beserta fase gerak, fase diam, larutan uji, larutan
pembanding, volume penotolan, dan deteksi.
o Susut pengeringan
o Abu total
o Abu tidak larut asam
o Sari larut air
o Sari larut etanol
- Kandungan Kimia Simplisia
o Kadar minyak atsiri
o Kadar senyawa identitas : dijelaskan penetapan kadar senyawa identitas.

Contoh Monografi Simplisia Buah Cabe Jawa

16
17
18
2.5 Contoh Monografi Tanaman berdasarkan Materia Medika Indonesia

Pendahuluan Persyaratan Simplisia


Nama daerah Pemerian
Pertelaan Makroskopik dan mikroskopik
Keanekaragaman Identifikasi
Ekologi dan penyebaran Gambar penampang
Budidaya Kandungan kimia
Gambar tanaman Penggunaan dan penyimpanan
Kadar abu
Kadar abu yang tidak larut dalam asam.
Kadar sari yang larut dalam air
Kadar sari yang larut dalam etanol

Materia Medika Indonesia terdiri atas 6 jilid, dan antara jilidnya terdapat sedikit perbedaan,
diantaranya yaitu :

1. Pada Materia Medika Indonesia Jilid 1-4 terdapat pendahuluan dan persyaratan
simplisia

19
2. Pada Materia Medika Indonesia Jilid 5-6 : terdapat pendahuluan (hanya nama daerah)
dan persyaratan simplisia

Contoh Monografi Tanaman dari Materia Medika Indonesia Jilid 6:

Caryophilli Flos

(Bunga cengkeh)

Bunga cengkeh adalah kuncup bunga Syzgium aromaticum (L) Merr. & Perry,
Sinonim Eugenia caryophyllus (Spreng.) Bullock et Harison, Eugenia caryophyllata Thunb,
Eugenia aromatica (L.) Labill., suku Myrtaceae.

1. Pemerian : Warna coklat; bau aromatik kuat; rasa agak pedas.


2. Makroskopik :
a. Bunga panjangnya 10-17,5 mm, dasar bunga berisi 4, bentuknya agak pipih
b. Bakal buah terletak dibagian atas, berongga 2 berisi banyak bakal buah melekat pada
sumbu plasenta.
c. Daun kelopak terdiri atas 4 helai tebal berbentuk bundar telur atau segitiga, runcing ,
lepas.

Daun mahkota terdiri atas 4 helai, warnanya lebih muda dari daun kelopak, tidak
mekar, tipis seperti selaput, saling menutup seperti susunan genting.

d. Benang sari banyak berbentuk melengkung ke dalam, tangki agak silinder atau
segiempat, panjangnya 2.5 mm – 4 mm.

3. Mikroskopik:
a. Pada penampang melintang bunga dibawah bakal buah tampak sel epidermis
berbentuk persegi Panjang terdiri dari 1 lapis sel dengan kutikula tebal; pada
pengamatan paredermal tampak sel epidermis berbentuk polygonal dengan dinding
sel rata; stomata bundar tipe anomositik.
b. Pada bagian korteks terdapat beberapa lapis sel parenkim berbentuk polygonal atau
hampir bundar, kelenjar minyak skizolisigen berbentuk bundar atau bundar telur
terbalik. Pada bagian dalam terdapat berkas pembuluh tipe bikolateral, serabut
sklerenkim dan sel batu. Kristal kalsium oksalat berbentuk roset terdapat di semua
bagian.

20
c. Parenkim pusat terdiri dari beberapa lapis sel kecil membentuk cincin dengan ruang
antar sel yang besar. Pada daun mahkota dan daun kelopak terdapat sel epidermis atas
dan bawah berbentuk empat persegi Panjang bila tampak paredermal berbentuk
polygonal, diantaranya terdapat parenkim berbentuk polygonal, kelenjar minyak
skizolisigen, kristal kalsium oksalat bentuk roset dan berkas pembuluh.
d. Serbuk. Warna coklat. Fragmen pengenal adalah fragmen dasar bunga (hipantium), sel
epidermis dengan kutikula tebal, stomata tipe anomositik, kelenjar minyak
skizolisigen lepas atau dalam sel, fragmen epidermis daun mahkota dan epidermis
daun kelopak tampak tangensial; fragmen parenkim pusat dengan ruang antar sel
besar; fragmen tangkai sari, kepala sari dan serbuk sari berkelompok atau lepas
berbentuk segitiga dengan garis tengah 15-20 mikrometer, fragmen berkas pembuluh
dengan penebalan tangga dan spiral, fragmen serabut sklerenkim dan kristal kalsium
oksalat bentuk roset; fragmen sel batu.

21
22
4. Identifikasi :
A. Pada 2 mg serbuk bunga tambahkan 5 tetes asam sulfat P; terjadi warna merah hati.
B. Pada 2 mg serbuk bunga tambahkan 5 tetes asam nitrat P; terjadi warna jingga.
C. Pada 2 mg serbuk bunga tambahkan 5 tetes asam sulfat P 25% v/v; terjadi warna
jingga.
D. Pada 2 mg serbuk bunga tambahkan 5 tetes larutan besi (III) klorida ; terjadi warna
hijau tua.
E. Timbang 500 mg serbuk bunga, maserasi dengan 10 ml eter selama 2 jam, saring.
Uapkan filtrat dalam cawan penguap, pada residu tambahkan dua tetes asam asetat
anhidrat P dan 1 tetes asam sulfat P, terjadi warna ungu hijau.
F. Timbang 1 gram serbuk Bunga tambahkan 100 ml air panas, didihkan selama 5
menit, saring. Pada filtrat tambahkan serbuk magnesium, 2 ml larutan alcohol
klorihidrik dan amil alcohol P, kocok kuat biarkan memisah; terjadi warna merah
jingga pada lapisan amil alcohol.
G. Timbang 50 mg serbuk bunga memasukkan kedalam tabung mikrodestilasi yang
telah diberi glass wool diujung dekat bagian kapiler. Masukkan suhu 50 derajat
celcius selama 30 menit dan dipasang lempeng KLT. Atur suhu sampai 220 derajat
celcius. Pada titik pertama dari lempeng KLT pralapis akan tampak tutuan yang

23
dihasilkan dari Tanur TAS, pada titk kedua tutulkan 10 mikroliter larutan
pembanding eugenol dalam methanol P. elusi dengan benzene P dengan jarak
rambat 15 cm. amati dengan sinar biasa dan dengan sinar ultraviolet 366 nm.
Semprot lempeng dengan anisaldehid asam sulfat LP, panaskan pada suhu 100
derajat celcius selama 5-10 menit amati dengan sinar biasa dan sinar ultraviolet 366
nm. Pada kromatogram tampak bercak dengan warna dan hRx sebagai berikut :

Dengan sinar biasa Dengan sinar UV 366 nm


No hRx Tanpa Dengan Tanpa Dengan
pereaksi pereaksi pereaksi pereaksi
1. 16-29 Kuning Kuning Ungu Kuning
2. 38-56 - Abu-abu Ungu -
3. 56-82 - Coklat abu Ungu Coklat
4. 82-96 - Pink ungu Ungu -
5. 111-129 - Abu-abu Biru ungu Coklat
6. 129-176 - Merah Biru ungu Biru
7. 182-189 - Kuning tua Ungu Coklat
8. 193-204 - Pink - -
9. 204-216 - Ungu Ungu -
Catatan : harga hRx dihitung terhadap bercak warna ungu dari kromatogram
pembanding eugenol. Harga hRf bercak berwarna ungu hijau lebih kurang 45.

Kadar abu : tidak lebih dari 6%

Kadar abu yang tidak larut dalam asam: tidak lebih dari 0,5%

Kadar sari yang larut dalam air: tidak kurang dari 5,5 %

Kadar sari yang larut dalam etanol: tidak kurang dari 3 %

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.

Isi/kandungan kimia:

Sterol/terpen, flvonoid, asam gallotanin, kariofilen, vanilin, eugenin, gum, resin dari minyak
atsiri yang mengandung senyawa fenol yang sebagian besar terdiri dari eugenol bebas dan
sedikit eugenol asetat, seskuiterpen, sejumlah kecil ester keton dan alkohol.

Penggunaan : anestetika gigi, karminativa, zat tambahan dan aromatika.

Nama daerah :

24
1. Sumatera : bungeu lawing, bunga lawing, singke, bunga lasang, sake, kembang
lawing, cengkeh, bunga cengkeh, cangkih.
2. Kalimantan: sangke, seram, poriawane.
3. Jawa: cengkeh, cengke.
4. Nusatenggara: cengkeh, wunga lawing, cangke, singke, palasangge, sengke.
5. Sulawesi: bunga rawan, senghe, Bungan lawang, hungho lawa, cangke, cengke.
6. Maluku: poriawane, peela ano, pualawane, perawano, hunglawa, gomode, bululawa,
buwalawa, pomade.

25
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Terdapat perbedaan persyaratan simplisia menurut Farmakope Herbal Indonesia
dengan Materia Medika Indonesia. Menurut Farmakope Herbal Indonesia, suhu
pengeringan simplisia tidak lebih dari 60°, kecuali jika ada pengecualian sedangkan
pada Materia Medika Indonesia suhu pengeringan simplisia tidak. Selain itu, Materia
Medika Indonesia menjelaskan terkait dengan persyaratan simplisia nabati, simplisia
hewani dan simplisia pelikan (mineral). Berdasarkan persyaratan dari ketiga
klasifikasi simplisia tersebut, dapat disimpulkan bahwa persyaratan simplisia yaitu
harus bebas dari fragmen hewan atau kotoran, tidak boleh mengandung bahan
berbahaya atau beracun, serta bau dan warnanya tidak menyimpang.

3.2 Saran
Diharapkan agar makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi
pembaca, mengenai persyaratan simplisia menurut Farmakope Herbal Indonesia dan
Materia Medika Indonesia.

26
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Departemen Kesehatan RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Departemen Kesehatan RI. (2008). Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan RI. (2008). Farmakope Herbal Indonesia Suplemen 2 Edisi I.


Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

27

Anda mungkin juga menyukai