Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN

Analisis Rasio Keuangan PT Indofood CBP Sukses Makmur


Tbk
Dosen Pengampu : Novitasari, S.Pd., M.Ak.

Kelompok 1 :
Achmad Faisal (4417020001)
Shofiah Sari (4417020044)
Windy Astuti (4417020046)
Zulfa Fakhira Alnabiila (4417020047)

PROGRAM STUDI KEUANGAN DAN PERBANKAN SYARIAH

JURUSAN AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

DEPOK 2019
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan
tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Analisis Laporan Keuangan.

Analisis rasio menurut pendapat Munawir (2007:37) “Suatu metode analisis untuk
mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba-rugi secara
individual atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.”

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penyusun hadapi.
Namun penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan berbagai pihak, sehingga kendala-kendala
yang penyusun hadapi teratasi.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang Analisis
Rasio Keuangan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi dan referensi. Makalah ini di
susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Politeknik Negeri
Jakarta. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu kritik juga saran kami harapkan untuk menjadikan evaluasi guna
merevisi kembali pembuatan makalah di tugas lainnya dan di waktu berikutnya.

Depok, September 2019

Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. 1

DAFTAR ISI ................................................................................................................ 2

BAB I ............................................................................................................................ 3

PENDAHULUAN .................................................................................................... 3

A. Latar Belakang ............................................................................................. 3

A. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3

B. Tujuan ........................................................................................................... 3

BAB II .......................................................................................................................... 4

PEMBAHASAN ....................................................................................................... 4

1. Penegertian Analisis Rasio Keuangan ........................................................ 4

2. Keunggulan dan Kelemahan Analisis Rasio Keuangan ........................... 5

3. Manfaat Analisis Rasio Keuangan .............................................................. 6

4. Jenis-jenis Analisis Rasio Keuangan .......................................................... 7

BAB III ....................................................................................................................... 49

PENUTUP .............................................................................................................. 49

1. KESIMPULAN ........................................................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 50

LAMPIRAN ............................................................................................................... 51

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Untuk menilai kinerja perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan yang disajikan
oleh pihak manajemen perusahaan. Dalam Neraca dapat dilihat apakah jumlah harta,
hutang dan modal perusahaan bertambah ataupun berkurang, semua tergambar
didalamnya. Untuk melihat apakah operasi perusahaan selama periode tertentu
mengalami kerugian atau tidak, dapat dilihat dalam Laporan Laba Rugi.
Untuk menilai kinerja perusahaan, diperlukan beberapa tolok ukur. Tolok ukur yang
sering digunakan adalah rasio atau indeks, yang menghubungkan dua data keuangan
yang satu dengan yang lainnya.
Analisis dan intrepretasi dari macam-macam rasio dapat memberikan pandangan yang
lebih baik tentang kinerja perusahaan dibandingkan analisis yang hanya didasarkan
atas data keuangan sendiri-sendiri yang tidak berbentuk rasio.
A. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian analisis rasio keuangan?

2. Apa saja keunggulan dan kelemahan analisis rasio keuangan?

3. Apa Saja manfaat analisis rasio keuangan?

4. Apa Saja jenis-jenis analisis rasio keuangan?

B. Tujuan

1. Untuk Mengetahui pengertian analisis rasio keunagan.

2. Untuk Mengetahui keunggulan dan kelemahan analisis rasio keuangan.

3. Untuk Memahami manfaat analisis rasio keuangan.

4. Untuk Mengetahui jenis-jenis analisis rasio keuangan.

3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Penegertian Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio menurut pendapat Munawir (2007:37) “Suatu metode analisis untuk
mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba-rugi secara
individual atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.” Selain itu, menurut Sundjaja
dan Barlian (2003 :73), “Analisis Laporan Keuangan adalah suatu metode perhitungan
dan interpretasi rasio keuangan untuk menilai kinerja dan status suatu perusahaan.”
Pendapat lain oleh Harahap (2010:291) menyatakan, bahwa rasio keuangan adalah
angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan
pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa pengertian analisis laporan


keuangan adalah suatu alat yang digunakan untuk menjelaskan atau memberikan
gambaran tentang keadaan atau posisi keuangan perusahaan.

Rasio keuangan digunakan secara khusus oleh investor dan kreditor dalam keputusan
investasi atau penyaluran dana. Analisis tersebut dapat dilakukan dengan cara
membandingkan rasio perusahaan dengan industri. (Toto Prihadi, 2014;242)
Warsidi dan Bambang dalam Fahmi (2014) menyatakan analisis rasio keuangan
merupakan instrumen analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai
hubungan dan indikator keuangan, yang ditujukan untuk menunjukkan perubahan
dalam kondisi keuangan perusahaan.

Samryn (2013) menyatakan bahwa analisis rasio keuangan adalah suatu cara yang
membuat perbandingan data keuangan perusahaan menjadi lebih berarti. Rasio
keuangan menjadi dasar untuk menjawab beberapa pertanyaan penting mengenai
kesehatan keuangan dari perusahaan.

4
Sementara menurut (White, 2002;32) mengatakan bahwa rasio keuangan digunakan
untuk membandingkan tingkat imbal hasil dari berbagai perusahaan untuk membantu
investor dan kreditur membuat keputusan investasi dan kredit yang baik.
2. Keunggulan dan Kelemahan Analisis Rasio Keuangan

Sebagai alat analisis untuk mengukur kinerja keuangan, rasio keuangan memiliki
keunggulan dan kelemahan dalam penggunaanya. Menurut Sofyan Syafri Harahap
dalam Fahmi (2014), analisis rasio keuangan mempunyai keunggulan sebagai berikut:

1. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan
ditafsirkan.

2. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan
keuangan yang sangat rinci dan rumit.

3. Mengetahui posisi perusahaan ditengah industri lain.

4. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan


keputusan dan model prediksi.

5. Menstandarisasi size perusahaan.

6. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat


perkembangan perusahaan secara periodik atau time series.

7. Lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi dimasa yang akan
datang.

Selain kelebihan yang ada dari analisis rasio keuangan, J.Fred Weston dalam Kasmir
(2013) menyatakan rasio keuangan juga memiliki kelemahan diantaranya :

1. Data keuangan disusun dari data akuntansi. Kemudian, data tersebut ditafsirkan
dengan berbagai macam cara.

5
2. Prosedur pelaporan yang berbeda mengakibatkan laba yang dilaporkan berbeda pula,
tergantung prosedur pelaporan keuangan tersebut.

3. Adanya manipulasi data dalam menyusun data, pihak penyusun tidak jujur dalam
memasukkan angka-angka dalam laporan keuangan yang mereka buat sehingga hasil
perhitungan rasio keuangan tidak menunjukkan hasil yang sesungguhnya.

4. Perlakuan pengeluaran untuk biaya-biaya antara satu perusahaan dengan perusahaan


lainnya berbeda-beda.

5. Penggunaan tahun fiskal yang berbeda dan pengaruh musiman mengakibatkan rasio
komperatif akan ikut berpengaruh.

6. Kesamaan rasio keuangan yang telah dibuat dengan standar industri belum
menjamin perusahaan berjalan normal dan dikelolah dengan baik.

3. Manfaat Analisis Rasio Keuangan

Fahmi (2014:109) menyatakan bahwa dengan menggunakan rasio keuangan sebagai


alat analisis dapat diperoleh manfaat yaitu:

1. Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat untuk dijadikan sebagai alat untuk
menilai kinerja dan prestasi perusahaan.

2. Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat bagi pihak manajemen sebagai rujukan
untuk membuat perencanaan.

3. Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi kondisi
suatu perusahaan dari perspektif keuangan.

4. Analisis rasio keuangan juga bermanfaat bagi para kreditor dapat digunakan untuk
memperikaran potensi risiko yang akan dihadapi dikaitkan dengan adanya jaminan
kelangsungan pembayaran bunga dan pengembalian pokok pinjaman.

6
5. Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai penilaian bagi pihak stakeholder
organisasi.

4. Jenis-jenis Analisis Rasio Keuangan

Ada empat rasio yang digunakan untuk mengukur berbagai aspek dari hubungan
risiko dan return, yaitu sebagai berikut:

I. Rasio Likuiditas
A. Pengertian Rasio Likuiditas
Kita sering kali mendengar atau bahkan melihat ada perusahaan yang tidak
mampu atau tidak sanggup untuk membayar seluruh atau sebagian utang (kewajiban)
yang sudah jatuh tempo pada saat ditagih. Atau terkadang perusahaan juga sering tidak
memiliki dana untuk membayar kewajibannya tepat waktu. Mengapa hal ini terjadi?
Karena perusahaan tidak memiliki dana yang cukup untuk mencukupi utang yang jatuh
tempo tersubut.
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendek. Pengertian lain likuiditas, adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk
memenuhi kewajiban atau hutang yang harus segera dibayar dengan harta lancarnya.
Likuiditas diukur dengan rasio aktiva lancar dibagi kewajiban lancar. Perusahaan yang
mempunyai likuiditas sehat paling tidak memiliki rasio lancar sebesar 100%. Ukuran
likuiditas perusahaan yang lebih menggambarkan tingkat likuiditas perusahaan
ditunjukkan dengan rasio kas (kas dengan kewajiban lancar). Likuiditas merupakan
biaya yang ditanggung pemodal jika ingin menjual sekuritasnya secara cepat.

Kasus seperti ini akan sangat mengganggu hubungan baik antara perusahaan
dengan para kreditor, atau juga dengan para distributor. Dalam jangka panjang, kasus
ini akan berdampak pula kepada para pelanggan (konsumen). Artinya pada akhirnya
perusahaan akan memperoleh krisis kepercayaan dari berbagai pihak yang selama ini
membantu kelancaran usahanya. Padahal kita tahu bahwa kepercayaan dari berbagai
pihak terhadap perusahaan dalam mencapai target yang telah ditetapkan.

7
Secara umum, pengertian likuditas adalah kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai, dimana
fungsi dari likuditas secara umum untuk:
a. Menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari.
b. Mengatasi kebutuhan dana yang mendesak.
c. Memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan memberikan fleksibiltas dalam
meraih kesempatan investasi menarik yang menguntungkan.
Ketidak mampuan perusahaan membayar kewajibannya terutama utang jangka
pendek (yang sudah jatuh tempo) yang disebabkan oleh berbagai factor: pertama, bias
dikarenakan memeng perusahaan sedang tidak memiliki dana sama sekali. Kedua, bias
mungkin saja perusahaan memiliki dana, namun saat jatuh tempo perusahaan tidak
memiliki dana (tidak cukup) secara tunai sehingga harus menunggu dalam waktu
tertentu, untuk mencairkan aktiva lainnya seperti menagih piutang, menjual surat-surat
berharga, atau menjual persediyaan atau aktiva lainnya.
Dalam prakteknya, tidak jarang pula perusahaan mengalami hal sebaliknya
yaitu kelebihan dana, artinya jumlah dana tunai dan dana yang segera dapat dicairkan
melimpah. Kejadian ini bagi perusahaan juga kurang baik karena ada aktivitas yang
tidak dilakukan secara optimal. Manajemen kurang mampu menjalankan kegiatan
operasional perusahaan, terutama dalam hal menggunakan dana yang dimiliki. Sudah
pasti hal ini akan berpengaruh terhadap usaha pencapaian laba seperti yang diinginkan.
Penyebab utama kejadian kekurangan dan ketidak mampuan perusahaan untuk
membayar kewajibannya tersebut sebenarnya adalah akibat kelalaian manajemen
perusahaan dalam menjalankan usahanya. Kemudian, sebab lainnya adalah
sebelumnya pihak manajemen perusahaan tidak menghitung rasio keuangan yang
diberikan sehingga tidak mengetahui bahwa sebenarnya kondisi perusahaan sudah
dalam keadaan tidak mampu lagi karena nilai utangnya lebih tinggi dari harta
lancarnya. Seandainya perusahaan sudah menganalisis rasio yang berhubungan dengan
hal tersebut, perusahaan dapat mengetahui dengan mudah kondisi dan posisi

8
perusahaan sebenarnya. Kemudian, perusahaan dapat berusaha untuk mencarikan jalan
keluarnya. Analisis keuangan yang berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk
membayar utang atau kewajibannya dikenal dengan nama analisis rasio likuiditas.
Fred Weston menyebutkan bahwa rasio likuiditas merupakan rasio yang
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang) jangka
pendek. Artinya apabila perusahaan ditagih, perusahaan akan mampu memenuhi utang
tersebut terutama utang yang sudah jatuh tempo.
Dengan kata lain, rasio likuiditas berfungsi untuk menunjukkan atau mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang sudah jatuh tempo, baik
kewajiban kepada pihak luar perusahaan (likuiditas badan usaha) maupun di dalam
perusahaan (likuiditas perusahaan). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
kegunaan rasio ini adalah untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membiayai
dan memenuhi kewajiban (utang) pada saat ditagih.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, James O. Gill menyebutkan rasio
likuiditas mengukur jumlah kas atau jumlah investasi yang dapat dikonversikan atau
diubah menjadi kas untuk membayar pengeluaran, tagihan, dan seluruh kewajiban
lainnya yang sudah jatuh tempo.
Rasio likuiditas atau sering juga disebut dengan nama rasio modal kerja
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa likuitnya suatu perusahaan.
Caranya yaitu dengan membandingkan komponen yang ada di neraca, yaitu total aktiva
lancar dengan total pasiva lancar (utang jangka pendek). Penilaian dapat dilakukan
untuk beberapa periode sehingga terlihat perkembangan likuiditas perusahaan dari
waktu ke waktu.
Terdapat dua hasil penilaiaan tehadap pengukuran rasio likuiditas, yaitu apabila
perusahaan mampu memenuhi kewajibannya maka dapat dikatakan perusahaan
tersebut dalam keadaan likuid. Sebaliknya, apabila perusahaan tersebut tidak mampu
memenuhi kewajiban tersebut, maka perusahaan dikatakan dalam keadaan ilikuid.

9
Sebagai contoh, sebuah perusahaan memiliki utang yang segera jatuh tempo
senilai RP.1.000.000,00, sementara aktiva lancar yang dimiliki perusahaan sebesar
Rp.1.200.000,00. Maka perusahaan ini dikatakan likuid. Artinya, perusahaan mampu
membayar utang tersebut. Sebaliknya, jika aktiva lancar yang dimiliki perusahaan
hanya sebesar Rp.800.000,00 perusahaan ini dikatakan illikuid. Artinya perusahaan
tidak mampu membayar utang dengan seluruh aktiva lancar yang dimilikinya.
Perusahaan masih kekurangan sebesar Rp.200.000,00 untuk menutupi uatangnya.
Meskipun kondisi dalam keadaan likuid, posisi keuanganya mengkhawatirkan
karena sisa harta lancar tinggal Rp.200.000,00. Hal ini berbahaya karena misalnya ada
kewajiban lainnya, pada saat ditagih perusahaan tidak mampu membayarnya. Jadi
ukuran perusahaan yang baik tidak hanya sekedar likuid saja, tetapi harus memenuhi
standar likuiditas tertentu sehingga tidak membahayakan kewajiban lainnya. Dalam
praktiknya standar likuiditas yang baik adalah Rp.2.000.000,00 sedangkan total harta
lancar Rp.1.000.000,00. Namun standar likuiditas ini tidak mutlak dilakukan karena
tergantung jenis industrinya.
B. Tujuan dan Manfaat Rasio Likuiditas
Perhitungan rasio likuiditas memberikan cukup banyak manfaat bagi berbagai
pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Pihak yang paling berkepentingan
adalah pemilik perusahaan dan manajemen perusahaan guna menilai kemampuan
mereka sendiri. Kemudian, pihak luar perusahaan juga memiliki kepentingan seperti
pihak kreditor atau penyedia dana bagi perusahaan, misalnya perbankan, atau juga
pihak distributor atau supplier yang menyalurkan atau menjual barang yang
pembayaran secara angsuran kepada perusahaan.
Oleh karena itu, perhitungan rasio likuiditas tidak hanya berguna bagi
perusahaan, namun juga bagi pihak luar perusahaan. Dalam praktiknya terdapat banyak
manfaat atau tujuan analisis rasio likuiditas bagi perusahaan, baik bagi pihak pemilik
perusahaan, manajemen perusahaan, dan pihak yang memiliki hubungan dengan
perusahaan seperti kreditor dan distributor atau supplier.

10
Berikut ini ada tujuan dan manfaat yang dapat dipetik dari hasil rasio likuiditas, yaitu:
a. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang
yang segera jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya, kemampuan untuk
membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas waktu
yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu).
b. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah kewajiban
yang berumur di bawah satu tahun atau sama dengan satu tahun, dibandingkan
dengan total aktiva lancar.
c. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungan sediaan atau piutang.
Dalam hal ini aktiva lancar dikurangi sediaan dan utang yang dianggap
likuiditasnya lebih rendah.
d. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan
modal kerja perusahaan.
e. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar
utang.
f. Sebagai alat perencanaan kedepan, terutama yang berkaitan dengan
perencanaan kas dan utang.
g. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu
dengan membandingkannya untuk beberapa periode.
h. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing-masing
komponen yang ada di aktiva lancar dan utang lancar.
i. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya,
dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini.
Bagi pihak luar perusahaan, seperti pihak penyandang dana (kreditor), investor,
distributor, dan masyarakat luas, rasio likuiditas bermanfaat untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban kepada pihak ketiga. Hal ini tergambar dari

11
rasio yang dimilikinya, kemampuan membayar tersebut akan memberikan jaminan
bagi pihak kreditor untuk memberikan pinjaman selanjutnya. Kemudian dagi pihak
distributor adanya kemampuan membayar mempermudah dalam memberikan
keputusan untuk menyetujui penjualan barang dagangan secara ansuran. Artinya, ada
jaminan bahwa pinjaman yang diberikan akan mampu dibayar tepat waktu. Namun,
rasio likuiditas bukanlah satu-satunya cara atau syarat untuk menyetujui pinjaman atau
penjualan barang secara kredit.
C. Jenis-Jenis Rasio Likuiditas
Secara umum tujuan utama rasio keuangan digunakan adalah untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Namun, disamping itu dari
rasio likuiditas dapat diketahui hal-hal lain yang lebih spesifik yang juga masih
berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Semua ini
tergantung dari jenis rasio likuiditas yang digunakan, dalam praktiknya untuk
mengukur rasio keuangan secara lengkap, dapat menggunakan jenis-jenis rasio
likuiditas yang ada.
Jenis-jinis rasio likuiditas yang dapat digunakan perusahaan untuk mengukur
kemampuan, yaitu:
i. Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio lancar merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat
ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang
tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. Rasio
lancar dapat pula dikatakan sebagai bentuk untuk mengukur tingkat keamanan (margin
of safety) suatu perusahaan. Perhitungan rasio lancar dilakukan dengan cara
membandingkan antara total aktiva lancar dengan total utang lancar. Versi terbaru
pengukuran rasio lancar adalah mengurangi sediaan dan piutang.
Aktiva lancar merupakan harta perusahaan yang dapat dijadikan uang dalam
waktu singkat (misalnya satu tahun). Komponen aktiva lancar meliputi kas, bank,

12
surat-surat berharga, piutang, sediaan, biaya dibayar di muka, pendapatan yang masih
harus di terima, pinjaman yang diberikan, dan aktiva lancar lainnya.
Utang lancar merupakan kewajiban perusahaan jangka pendek (maksimal satu tahun).
Artinya, utang ini segera dilunasi dalam waktu paling lama satu tahun. Komponen
utang lancar terdiri dari utang dagang, utang bank satu tahun, utang wesel, utang gaji,
utang pajak, utang dividen, biaya diterima di muka, utang jangka panjang yang hamper
jatuh tempo, serta utang jangka pendek lainnya.
Dari hasil pengukuran rasio, apabila pengukuran rasio rendah dapat dikatakan
bahwa perusahaan kurang modal untuk membayar utang. Namun, apabila hasil
pengukuran rasio tinggi, belum tentu kondisi perusahaan sedang baik. Hal ini dapat
saja terjadi karena kas tidak digunakan sebaik mungkin. Untuk mengatakan suatu
kondisi perusahaan baik atau tidaknya, ada suatu standar rasio yang digunakan,
misalnya rata-rata industri untuk usaha yang sejenis atau dapat pula digunakan target
yang telah ditetapkan perusahaan sebelumnya, sekalipun kita tahu bahwa target yang
telah ditetapkan perusahaan biasanya ditetapkan berdasarkan rata-rata industri untuk
usaha yang sejenis.
Dalam praktiknya sering kali dipakai bahwa rasio lancar dengan standar 200%
(2:1) yang terkadang sudah dianggap sebagai ukuran yang cukup baik atau memuaskan
bagi suatu perusahaan. Artinya dengan hasil rasio seperti itu, perusahaan sudah merasa
berada di titik aman dalam jangka pendek. Namun, sekali lagi untuk mengukur kinerja
manajemen, ukuran yang terpenting adalah rata-rata industri untuk perusahaan yang
sejenis.

Rumus untuk mencari rasio lancar yang digunakan sebagai berikut:


Current lancar = Aktiva lancar (Current Assets) : Utang lancar (Current
Liabilitas)

13
Untuk pembahasan rasio-rasio ini kita menggunakan laporan keuangan PT ICBP
periode 2017-2018
Contoh:
Current ratio PT ICBP tahun 2017-2018 (Dalam jutaan rupiah)
Komponen Laporan Keuangan 2017 2018
Total aktiva lancar (current assets) 16.579.331 14.121.568
Total utang lancar (current 6.827.588 7.235.398
liabilitas)

Untuk tahun 2017:


Current Ratio = Rp. 16.579.331 : Rp. 6.827.588 = 2,4282852158 ≈ 2,4

Artinya jumlah aktiva lancar sebanyak 2,4 kali utang lancar, atau setiap 1 rupiah
utang lancar dijamin oleh 2,4 rupiah harta lancar atau 2,4:1 antara aktiva lancar dengan
utang lancar.
Untuk tahun 2018 :
Current Ratio = Rp. 14.121.568 : Rp. 7.235.398 = 1,9517334084 ≈ 1,96

Artinya jumlah aktiva lancar sebanyak 1,96 kali utang lancar, atau setiap 1
rupiah utang lancar dijamin oleh Rp.1,96 harta lancar atau 1,96:1 antara aktiva lancar
dengan utang lancar.
Jika rata-rata industri untuk current ratio adalah dua kali, keadaan perusahaan
untuk tahun 2017 berada dalam kondisi baik mengingat rasionya di atas rata-rata
industri. Namun, untuk tahun 2018 kondisinya kurang baik jika dibandingkan dengan
perusahaan lain karena rasionya masih dibawah rata-rata industri.
ii. Rasio Cepat (Quick Ratio)

14
Rasio cepat atau rasio sangat lancar merupakan rasio yang menujukkan
kemampuan perusahaan dalam memenuhi atau membayar kewajiban atau utang lancar
(utang janka pendek) dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan niali
sediaan (investory). Artinya, nilai sediaan kita abaikan dengan cara dikurangi dari nilai
total aktiva lancar. Hal ini dilakukan karena sediaan dianggap memerlukan waktu
relatif lebih lama untuk di uangkan, apabila perusahaan membutuhkan dana cepat
untuk membanyar kewajibannya dibandingkan dengan aktiva lancar lainnya.
Untuk mencari quick ratio, diukur dari total aktiva lancar, kemudian dikurangi
dengan nilai sediaan. Terkadang perusahaan juga memasukkan biaya yang dibayar di
muka jika memang ada dan dibandingkan dengan seluruh uatng lancar.
Rumus untuk mencari ratio cepat dapat digunakan sebagai berikut:
Quick Ratio (Acid Test Ratio) = Current Assets – Inventory
Current Liabilitas
Contoh:
Quick ratio PT ICBP tahun 2017-2018 (Dalam jutaan rupiah)
Komponen Laporan Keuangan 2017 2018
Total Aktiva Lancar (current assets) 16.579.331 14.121.568
Total Utang Lancar (current liabilitas) 6.827.588 7.235.398
Sediaan (inventory) 3.261.635 4.001.227

Untuk tahun 2017:


Quick Ratio = (Rp 16.579.331-Rp 3.261.635) : Rp 6.827.588 = 1,9505711241 ≈ 1,95

Untuk tahun 2018:


Quick Ratio = (Rp 14.121.568-Rp 4.001.227) : Rp 7.235.398 = 1,3987262345 ≈ 1,40

15
Jika rata-rata industri untuk quick ratio adalah 1,5 kali, maka keadaan
perusahaan lebih baik dari pada perusahaan lain. Kondisi ini menunjukkan bahwa
perusahaan tidak harus menjual sediaan bela hendak melunasi utang lancar, tetapi dapat
menjual serat berharga penagihan piutang.
Demikian pula sebaliknya, jika rasio perusahaan di bawah rata-rata industri,
keadaan perusahaan lebih buruk dari perusahaan lain. Hal ini menyebabkan perusahaan
harus menjual sediaannya untuk melunasi pembayaran utang langcar, pedahal
penjualan sediaan untuk harga yang normal relatif sulit, kecuali perusahaan menjual di
bawah harga pasar, yang tentunya bagi perusahaan jelas menambah kerugian. Dalam
hal ini, keadaan pada 2017 lebih baik dari tahun 2018, dimana quick ratio pada tahun
2017 lebih besar dari standar rata-rata industri, sedangkan quick ratio pada 2018 berada
dibawah standar rata-rata industri.
iii. Rasio Kas (Cash Ratio)
Di samping rasio yang sudah dibahas di atas, terkadang perusahaan juga ingin
mengukur seberapa besar uang yang benar-benar siap untuk digunakan untuk
membayar utangnya. Artinya dalam hal ini perusahaan tidak perlu menunggu untuk
menjual atau menagih utang lancar lainnya yaitu dengan menggunakan rasio lancar.
Rasio kas merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang
kas yang tersedia untuk membayar utang. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari
tersedianya dana kas atau yang setara dengan kas seperti rekening giro atau tabungan
di bank (yang dapat ditarik setiap saat). Dapat dikatakan rasio ini menunjukkan
kemampuan sesungguhnya bagi perusahaan untuk membayar utang-utang jangka
pendeknya.
Rumus untuk mencari rasio kas, yaitu:
Cash ratio= Cash or Cash equivalent
Current liabilities

Atau:

16
Cash Ratio ={(kas + bank) : Utang lancar}

Contoh:
Cash ratio PT ICBP tahun 2017-2018 (Dalam jutaan rupiah)
Komponen Laporan Keuangan 2017 2018
Total aktiva lancar (Current Assets) 16.579.331 14.121.568
Total utang lancar (investor) 6.827.588 7.235.398
Kas 8.796.690 4.726.822

Cash ratio dapat dicari sebagai berikut:


Untuk tahun 2017:
Cash ratio = Rp 8.796.690 = 1,2884037525 ≈ 1,3

Rp 6.827.588

Untuk tahun 2018:


Cash ratio = Rp 4.726,822 = 0,6532912219 ≈ 0,65

Rp 7.235.398

Jika rata-rata industri untuk Cash ratio adalah 50% maka keadaan perusahaan
lebih baik dari perusahaan lain. Namun, kondisi rasio kas terlalu tinggi juga kurang
baik kerena ada dana yang menganggur atau yang tidak atau belum digunakan secara
optimal. Sebaliknya apabila rasio kas dibawah rata-rata industri, kondisi kurang baik
ditinjau dari rasio kas karena untuk membayar kawajiban masih memerlukan waktu
untuk menjual sebagian dari aktiva lancar lainnya.

17
iv. Investory to Net Working Capital
Investory to Net Working Capital merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal kerja
perusahaan. Modal kerja tersebut terdiri dari pengurangan anrata aktiva lancar dengan
utang lancar.
Rumus untuk memcari inventory to net working capital dapat digunakan sebagai
berikut:
Inventory to NWC = persediaan : (total aktiva lancar – total utang lancar)

Contoh:
Investory to Net Working Capital PT ICBP tahun 2017-2018 (Dalam jutaan rupiah)
Komponen Laporan Keuangan 2017 2018
Total Aktiva Lancar (current assets) 16.579.331 14.121.568
Total Utang Lancar (current liabilitas) 6.827.588 7.235.398
Sediaan (inventory) 3.261.635 4.001.227

Untuk tahun 2017:


Inventory to NWC = Rp 3.261.635: (Rp 16.579.331-Rp 6.827.588)

= 0,3344668743 ≈ 0,3

Untuk tahun 2018:


Inventory to NWC = Rp 4.001.227 : (Rp 14.121.568 - Rp 7.235.398)

= 0,5810526025 ≈ 0,6

Jika rata-rata industri untuk inventory to net working capital adalah 12%,
keadaan perusahaan pada tahun 2017 berada pada kategori baik karena diatas rata-rata

18
industri, begitupun dengan keadaan perusahaan pada tahun 2018. Artinya perusahaan
melakukan peningkatan inventory to net working capital dari tahun sebelumnya.
D. Hasil Pengukuran
Dari pengukuran rasio di atas dapat kita lihat kondisi dan posisi perusahaan
seperti yang terlihat dalam table berikut ini:
no Jenis Rasio 2017 2018 Standar
Industri
1 Current ratio 2,4 kali 1,96 kali 2 kali
2 Quick ratio 1,95 kali 1,4 kali 1,5 kali
3 Cash ratio 130% 65% 50%
4 Inventory to net working 30% 60% 12%
capital

Rasio lancar, dapat dilihat dari table pada tahun 2017 sebanyak 2,4 kali. Hal ini
dapat dikatakan memuaskan karena berada diatas rata-rata industri, namun sebaliknya
pada tahun 2018 menjadi kurang memuaskan karena masih ada di bawah rata-rata
industri.
Jika standar rata-rata industri untuk current ratio adalah dua kali, current
ratio perusahaan tahun 2017 dikatakan baik. Namun, untuk tahun 2018 dikatakan
kurang baik kerena tidak memenuhi syarat standar rata-rata industri. Oleh karena itu,
kondisi di tahun 2018 perlu dikhawatirkan mengingat rasio lancar yang dimiliki
perusahaan masih di bawah rata-rata industri dan perlu di tingkatkan lagi sepperti tahun
sebelumnya. Hal ini penting mengingat rasio yang menyamai rata-rata industri yang
dibutuhkan guna menumbuhkan tingkat kepercayaan berbagai pihak kepada
perusahaan.
Hasil quick ratio dari tahun 2017 ke tahun 2018 juga mengalami perubahan atau
penurunan. Jika semula pada tahun 2017 rasio cepatnya 1,95 kali, pada tahun 2018
turun menjadi 1,4 kali.

19
Jadi standar rata-rata industri untuk quick ratio adalah 1,5 kali, terjadi
perbedaan kondisi pada perusahaan dalam periode tersebut karena hasil quick ratio
pada tahun 2017 berada diatas rata-rata industri dan sebaliknya, pada tahun 2018 hasil
quick ratio mengalami penurunan hingga berada dibawah nilai rata-rata industri.
Jika semula pada tahun 2017 rasio kas sebanyak 130%, pada tahun 2018 turun
menjadi 65%.
Jika rata-rata industri rasio kas 50%, perusahaan dalam memuaskan karena masih di
atas rata-rata industri. Hanya saja perlu diantisipasi apakah penggunaan kas sudah
dilakukan secara optimal karena rasio kas yang tinggi dicurigai karena manajemen
belum melakukan pengelolaan secara baik, artinya adanya kas yang idle (menganggur)
dan tentu saja ini dapat merugikan perusahaan, terlebih pada tahun 2017.
Hasil pengukuran inventory to net working capital dari tahun 2017 ke tahun
2018 mengalami kenaikan. Jika sebelumnya pada tahun 2017 rasio kas sebanyak 30%,
pada tahun 2018 naik menjadi 60%.
Jika standar rata-rata industri inventory to net working capital 12%, rasio
perusahaan ini ini untuk tahun 2017 dinilai berada dalam kondisi yang baik karena
keduanya berada diatas rata-rata industri.
II. Rasio Solvabilitas
Suatu perusahaan dikatakan solvable apabila perusahaan tersebut mempunyai aktiva
atau kekayaan yang cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya. Sebaliknya,
apabila jumlah aktiva tidak cukup atau lebih kecil daripada jumlah hutangnya, berarti
perusahaan tersebut dalam keadaan insolvable. Perusahaan dengan rasio solvabilitas
yang tinggi (memiliki hutang yang besar) dapat berdampak pada timbulnya risiko
keuangan yang besar. Risiko keuangan yang besar timbul karena perusahaan harus
menanggung pembayaran bunga dalam jumlah yang besar.

Menurut Dr. Kasmir, rasio solvabilitas atau leverage ratio merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang.
Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan

20
aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio solvabilitas digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik
jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan (dilikuidasi).

Dengan analisis rasio solvabilitas, perusahaan akan mengetahui beberapa hal berkaitan
dengan penggunaan modal sendiri dan modal pinjaman serta mengetahui rasio
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. Setelah diketahui, manajer
keuangan dapat mengambil kebijakan yang dianggap perlu guna menyeimbangkan
penggunaan modal. Akhinya, dari rasio ini kinerja manajemen selama ini akan terlihat
apakah sesuai tujuan perusahaan atau tidak.

Dalam praktiknya, terdapat beberapa jenis rasio solvabilitas yang sering digunakan
perusahaan. Adapun jenis-jenis rasio yang ada dalam rasio solvabilitas antara lain :

1. Debt to asset ratio (DAR)


2. Debt to equity ratio (DER)
3. Long term debt to equity ratio
4. Tangible assets debt coverage
5. Current liabilities to net worth
6. Times interest earned
7. Fixed changed coverage

Untuk memberikan contoh aplikasi rasio di atas berikut ini diberikan contoh neraca PT
Indofood CBP Sukses Makmur Tbk seperti di lampiran.

1. Debt to Assets Ratio (DAR)


Debt to Assets Ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur
seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang
perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva.
Dari hasil pengukuran, apabila rasionya tinggi, artinya pendanaan dengan utang
semakin banyak, maka semakin sulit bagi perusahaan untuk mendapat
tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi
21
utang-utangnya dengan aktiva yang dimilikinya. Demikian pula apabila
rasionya rendah, semakin kecil perusahaan dibiayai dengan utang. Rata-rata
standar industri untuk Debt to Assets Ratio adalah 35%.
Rumus Debt to Assets Ratio yang digunakan adalah:

Total debt
Debt to Assets Ratio = x 100
Total assets
Contoh :
Komponen Laporan
Tahun 2017 Tahun 2018
Keuangan (Rp. 000.000)
Total aktiva (total assets) 31.619.514 34.367.153
Total utang (total debt) 11.295.184 11.660.003
Untuk tahun 2017 :

Rp. 11.295.184
Debt to Assets Ratio = x 100 = 35,72219358 % (dibulatkan 36%)
Rp. 31.619.514
Rasio ini menunjukkan bahwa 36% pendanaan perusahaan dibiayai dengan
utang untuk tahun 2017. Artinya, bahwa setiap Rp 1000 pendanaan perusahaan,
Rp 360 dibiayai dengan utang dan Rp 640 disediakan oleh pemegang saham.
Untuk tahun 2018 :

Rp. 11.660.003
Debt to Assets Ratio = x 100 = 33,92775363 % (dibulatkan 34%)
Rp. 34.367.153
Rasio ini menunjukkan bahwa 34% pendanaan perusahaan dibiayai dengan
utang untuk tahun 2017. Artinya, bahwa setiap Rp 1000 pendanaan perusahaan,
Rp 340 dibiayai dengan utang dan Rp 660 disediakan oleh pemegang saham.
Diketahui bahwa rata-rata industri 35%, debt to assets ratio perusahaan berada
diatas rata-rata industry sehingga akan sulit bagi perusahaan untuk memperoleh
pinjaman. Kondisi tersebut juga menunjukkan perusahaan dibiayai hamper
separuhnya dengan utang. Jika perusahaan bermaksud menambah utang,

22
perusahaan perlu menambah dulu ekuitasnya. Secara teoretis, apabila
perusahaan dilikuidasi masih mampu untuk menutupi utangnya dengan aktiva
yang dimiliki.
2. Debt to Equity Ratio
Menurut Dr. Kasmir, debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan
untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara
membandingkan antara seluruh utang dengan seluruh ekuitas. Rasio ini
digunakan untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam
(Kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi
untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan
utang. Bagi bank (kreditor), semakin besar rasio ini, akan semakin tidak
menguntungkan karena akan berakibat pada besarnya risiko yang ditanggung
atas kegagalan yang mungkin terjadi di perusahaan. Namun, bagi perusahaan
justru semakin besar rasio akan semakin baik. Sebaliknya dengan rasio yang
rendah, semakin tinggi tingkat pendanaan yang disediakan pemilik dan semakin
besar batas pengamanan bagi peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan
terhadap nilai aktiva.Rasio ini juga memberikan petunjuk umum tentang
kelayakan dan risiko keuangan perusahaan.
Rumus untuk mencari debt to equity ratio:

Total debt
Debt to Equity Ratio = x 100
Equity
Contoh :
Komponen Laporan
Tahun 2017 Tahun 2018
Keuangan (Rp. 000.000)
Total Ekuitas (Equity) 20.324.330 22.707.150
Total utang (total debt) 11.295.184 11.660.003
Untuk tahun 2017 :

23
Rp. 11.295.184
Debt to Equity Ratio = x 100 = 55,57469299 % (dibulatkan 56%)
Rp. 20.324.330
Rasio ini menunjukkan bahwa kreditor menyediakan Rp 560 untuk setiap Rp
1000 yang disediakan oleh pemegang saham. Atau perusahaan dibiayai oleh
utang sebanyak 56%.

Untuk tahun 2018 :

Rp. 11.660.003
Debt to Equity Ratio = x 100 = 51,34947803 % (dibulatkan 51%)
Rp. 22.707.150

Rasio ini menunjukkan bahwa kreditor menyediakan Rp 510 untuk setiap Rp 1000
yang disediakan oleh pemegang saham. Atau perusahaan dibiayai oleh utang sebanyak
51%.

Jika rasio rata-rata industry untuk debt to equity ratio sebesar 80%, perusahaan masih
dalah keadaan baik karena dibawah rata-rata industry di atas dapat disimpulkan bahwa
struktur pembiayaan perusahaan lebih banyak menggunakan modal sendiri
dibandingkan hutang jangka panjang. Dengan kondisi demikian tentu saja akan
memudahkan bagi perusahaan untuk mendapatkan tambahan pinjaman yang baru dari
kreditor jangka panjang.

III. Rasio Aktivitas


A. Pengertian Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan utnuk mengukur efektivitas
perusahaan dalam mengunakan aktiva yang dimilikinya. Atau dapat pula dikatakan
rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efesiensi (efektivitas) pemanfaatan
sumber daya perusahaan. Efesiensi yang dilakukan misalnya di bidang penjualan,
persediaan, penagihan piutang, dan efesiensi di bidang lainnya. Dari hasil

24
pengukuran dengan rasio aktivitas akan terlihat apakah perusahaan lebih efesien
dan efektif dalam mengelola asset yang dimilikinya atau mungkin justru sebalinya.
Hasil yang diperoleh misalnya dapat diketahui diketahui seberapa lama
penagihan suatu piutang dalam periode tertentu. Kemudian hasil ini dibandingkan
dengan target yang telah ditentukan atau dibandingkan dengan hasil pengukuran
beberapa periode sebelumnya. Di samping itu rasio ini juga digunakan untuk
mengukur hari rata-rata persediaan tersimpan digudang, perputaran modal kerja,
perputaran aktiva tetap dalam satu periode, penggunaan seluruh aktivitas terhadapa
penjualan dan rasio lainya.
Dengan demikian, dari hasil pengukuran ini jelas bahwa kondisi perusahaan
peeriode ini mampu atau tidak untuk mencapai target yang telah ditentukan.
Apabila tidak mampu untuk mencapai target, pihak manajeman harus mampu
mencari sebab-sebab tidak tercapainya target yang telah ditentukan tersebut.
Kemudian dicarikan kembali upaya perbaikan yang dibutuhkan, Namun apabila
mampu mencapai target yang telah ditentukan hendaknya dapat dipertahankan atau
ditingkatkan untuk periode berikutnya.
Penggunaan rasio aktivitas adalah dengan cara membandingkan antara tingkat
penjualan dengan investasi dalam aktiva untuk satu periode. Artinya diharapkan
adanya keseimbangan seperti yang diinginkan antara penjual dengan aktiva seperti
persediaan, piutang dan aktiva tetep lainya. Kemudian manajeman untuk
menggunakan dan mengoptimalakan aktiva yang dimiliki merupakan tujuan utama
rasio ini.

B. Tujuan dan Manfaat Rasio Aktivitas


Dalam praktik rasio aktivitas yang digunakan perusahaan memiliki beberapa tujuan
yang hendak dicapai, antara lain :
1. Untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu periode atau
berapa kali dana yang ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu periode.

25
2. Untuk menghitung hari rata-rata penagihan hutang ( day of receivable) dimana
hasil perhitungan ini menujukan jumlah hari (beberapa hari) piutang tersebut
rata-rata tidak dapat ditagih.
3. Untuk menghitungan beberapa hari rata-rata persediaan tersimpan dalam
gudang.
4. Untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam modal kerja berputar
dalam satu peride atau berapa penjualan yang dapat dicapai oleh setiap modal
kerja yang digunakan ( working capital turn over).
5. Untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamakan dalam aktiva tetap
berputar dalam satu periode.
6. Untuk mengukur penggunaan semula aktiva perusahaan dibandingkan dengan
penjualan.
Kemudian disamping tujuan yang ingin dicapai, ada bebrapa Manfaat yang dapat
dipetik dari rasio aktivitas yakni sebagai berikut :
1. Dalam bidang piutang
a. Perusahaan atau manajeman dapat mengetahui berapa lama piutang mampu
ditagih selama periode.
b. Manjeman dapat mengetahui jumlah hari dalam rata-rata penagihan piutang
(days of receivable).
2. Dalam bidang persediaan
Manajeman dapat mengetahui hari rata-rata sedian tersimpan dalam
gudang. Hal ini dibandingkan dengan target yang telah ditentukan atau rata-rata
industri.

3. Dalam bidang modal kerja dan penjulan


Manajeman dapat mengetahui berapa kali dana yang ditanamkan dalam
modal kerja berputar dalam satu periode atau dengan kata lain, berapa penjulan
yang dapat dicapai oleh setiap modal kerja yang digunakan.

26
4. Dalam bidang akitva dan penjualan
Manajeman dapat mengetahui berapa kali dana yang ditanamkan dalam
aktiva tetap berputar dalam satu periode. Manajeman dapat mengetahui
penggunaan suatu aktivitas perusahaan dibandingkan dengan penjualan dalam
suatu periode tertentu.
C. Jenis-Jenis Rasio Aktivitas
Rasio aktiva yang dapat digunakan manajeman utnuk mengambol keputusan
terdiri dari beberapa jenis. Penggunaan rasio yang diinginkan sangat bergantung
dari keinginan manajeman perusahaan.
Artinya lengkap tidaknya rasio aktivitas yang akan digunakan tergantung dari
kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai pihak manajeman perusahaan tersebut.
Berikut ini ada beberapa jenis-jenis rasio aktivitas yang dirangkum dari bebrapa
ahli keuangan, yaitu :
1. Perputaran Piutang ( Receivable turn over )
2. Perputaran Perpersediaan ( Inventory turn over )
3. Perputaran Modal Kerja ( Working Capital Turn Over)
4. Perputaran Aktiva Tetap ( Fixed asset turn over)
5. Perputaran Aktiva ( Assets turn over)
Untuk pembahasan rasio rasio ini kita menggunakan laporan keuangan PT Indofood
CBP Sukses Makmur TBK (ICBP) Tahun 2018

1. Perputaran Piutang
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa lama
penagihan piutang selama satu periode atau berapa kali dana yang ditanam
dalam piutang ini berputar dalam satu periode.
Semakin tinggi rasio menujukkan bahwa modal kerja yang ditanamkan
dalam piutang semakin rendah (bandingkan dengan rasio tahun sebelumnya)
dan tentunya kondisi ini bagi perusahaan semakin baik.

27
Sebaliknya jika rasio semakin rendah ada over investment dalam
piutang. Hal yang jelas adalah rasio perputaran piutang memberikan
pemahaman tentang kualitas piutang dan kesuksesan penagihan piutang.
Rumus untuk mencari receivable turn over adalah sebagai berikut :

Penjualan Kredit
Receivable Turn Over =
Rata Rata Piutang
Atau

Penjualan Kredit
Receivable Turn Over =
Piutang
Sebagai catatan apabila data mengenai penjualan kredit tidak
ditemukan, dapat digunakan angka penjualan total.
Contoh :
Komponen LK ICBP
Tahun 2017 Tahun 2018
( Dalam Rp. 000.000 )
Penjualan 35.606.593 38.413.407
Piutang 4.126.439 4.271.356

Untuk tahun 2017 :


Rp. 35.606.593
Receivable Turn Over = = 8,6 Kali
Rp. 4.126.439
Untuk tahun 2018 :
Rp. 38.413.407
Receivable Turn Over = = 9 Kali
Rp. 4.271.356

Artinya perputaran piutang untuk tahun 2017 adalah 8,6 kali


dibandingkan penjualan dan perputaran piutang untuk tahun 2018 adalah 9 kali
dibandingkan penjualan.

28
Jika rata-rata industry untuk perputaran piutang adalah 15 kali, maka
untuk tahun 2017 dan tahun 2018 dapat dikatakan penagihan piutang yang
dilakukan manajemen dapat dianggap tidak berhasil karena dibawah rata rata
industry. Maka dari itu pihak manajamen harus melakukan evaluasi terhadap
metode penagihan piutang, strategi pemberian piutang , dan lain sebagainya
sehingga perputaran piutang bisa diatas rata – rata industry.

2. Perputaran Perpersediaan (Inventory Turn Over)


Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana
yang ditanam dalam persediaan (inventory) ini berputar dalam suatu periode .
Rasio ini dikenal dengan nama rasio perputaran persediaan (inventory turn
over.) dapat diaratikan pula bahwa perputaran persediaan merupakan rasio yang
menujukan berapa kali jumlah barang persediaan diganti dalam satu tahun.
Semakin kecil rasio ini, semakin jelek demikan pula sebaliknya.
Rumusan untuk mencari inventory turn over dapat digunakan dengan
dua cara sebagai berikut :
a. Menurut James C. Van Horne :

HPP Barang Yang Dijual


Inventory Turn Over =
Persediaan

b. Menurut J Fred Weston :

Penjualan
Inventory Turn Over =
Persediaan

Contoh :
Kompenen LK ICBP
Tahun 2017 Tahun 2018
2018 (Rp. 000.000)
Penjualan 35.606.593 38.413.407
Persediaan 3.261.635 4.001.277
29
Rasio (Kali) 10,9 9,6

Untuk tahun 2017 :


Rp. 35.606.593
Inventory Turn Over = = 10,9 Kali
Rp. 3.261.635
Untuk tahun 2018 :
Rp. 38.413.407
Inventory Turn Over = = 9,6 Kali
Rp. 4.001.277

Artinya perputaran persediaan untuk tahun 2017 adalah 10,9 kali


dibandingkan penjualan dan perputaran persediaan untuk tahun 2018 adalah 9,6
kali dibanding penjualan. Hal ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk
tidak menahan persediaan dalam jumlah yang berlebihan (tidak produktif)
mengalami penurunan dibanding tahun 2017.

Apabila rata-rata industry untuk inventory turn over adalah 20 kali, maka
untuk tahun 2017 dan 2018 dapat dikatakan pengelolaan persediaan yang
dilakukan manajemen perusahaan dapat dianggap belum berhasil karena
dibawah rata rata industry.

3. Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turn Over)


Merupakan salah satu ratio untuk mengukur atau menilai keefektifan
modal kerja perusahaan selama periode tertentu. Artinya seberapa banyak
modal kerja perusahaan berputar selama suatu periode atau dalam suatu
periode . Untuk mengukur rasio ini kita membadingkan antara penjualan
dengan modal kerja atau dengan modal kerja rata-rata.
Dari hasil penilaian, apanila perputaran modal kerja yang rendah, dapat
diartikan perusahaan sedang kelebihan modal kerja. Hal ini mungkin
30
disebabkan karena rendahnya perputaran persediaan atau piutang atau saldo kas
yang terlalu besar. Demikian pula sebaliknya jika perputaran modal kerja
tinggi, mungkin disebabkan tingginya perputaran persediaan atau perputaran
piutang atau saldo kas yang teralalu kecil.

Rumus yang digunakan untuk mencari perputaran modal kerja adalah


sebagai berikut :

Penjualan Bersih
Working Capital Turn Over = Modal Kerja
(Asset Lancar – Hutang Lancar)

Contoh :

Kompenen LK ICBP
Tahun 2017 Tahun 2018
2018 (Rp. 000.000)
Penjualan 35.606.593 38.413.407
Aset Lancar 16.579.331 14.121.568
Hutang Lancar 6.827.588 7.235.398
Modal Kerja 9.751.743 6.886.170
Rasio (Kali) 3,7 5,6

Untuk tahun 2017 :


Rp. 35.606.593
Working Capital Turn Over = = 3,7 Kali
Rp. 9.751.743
Untuk tahun 2018 :
Rp. 38.413.407
Working Capital Turn Over = = 5,6 Kali
Rp. 6.886.170

31
Artinya perputaran modal kerja tahun 2017 sebanyak 3,7 kali, dengan kata
lain setiap Rp. 1 modal kerja dapat menghasilkan Rp. 3,7 penjualan. Kemudian
perputaran modal kerja tahun 2018 sebanyak 5,6 kali dengan kata lain setiap
Rp. 1 modal kerja dapat menghasilkan Rp. 5,6 penjualan.
Terlihat ada kenaikan rasio perputaran modal kerja dari tahun 2017 ke
tahun 2018. Hal ini menunjukan ada kemajuan yang diperoleh oleh manajemen.
Namun, jika rata – rata industry untuk perputaran modal kerja adalah 6 kali,
keadaan perusahaan untuk tahun 2017 dan 2018, dinilai kurang baik karena
masih di bawah dari rata rata industry.
4. Fixed Assets Turn Over
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur bebrapa kali dana yang
ditannamkan dalam aktiva tetap berputar dalam satu periode. Atau dengan kata
lain, untuk mengukur apakah perusahaan sudah menggunakan kapasitas aktiva
tetap sepenuhnya atau belum. Untuk mencari rasio ini caranya adalah
membandingkan antara penjualan bersih dengan aktiva tetap dalam suatu
periode.
Rumus untuk mencari Fixed Assets Turn Over dapat digunakan sebagai
berikut :

Penjualan
Fixed Assets Turn Over =
Total Aktiva Tetap
Contoh :

Kompenen LK ICBP
Tahun 2017 Tahun 2018
2018 (Rp. 000.000)
Penjualan Rp 35.606.593 Rp 38.413.407
Total Aktiva Tetap Rp 15.040.183 Rp 20.245.585
Rasio (Kali) 2,4 1,9

Untuk tahun 2017 :

32
Rp. 35.606.593
Fixed Asset Turn Over = = 2,4 Kali
Rp. 15.040.183

Perputaran aktiva tetap tahun 2017 sebanyak 2,4 kali. Artinya setiap Rp. 1
aktiva tetap dapat menghasilkan Rp. 2,4 penjualan

Untuk tahun 2018 :


Rp. 38.413.407
Fixed Asset Turn Over = = 1,9 Kali
Rp. 20.245.585

Perputaran aktiva tetap tahun 2018 sebanyak 1,9 kali. Artinya setiap Rp. 1
aktiva tetap dapat menghasilkan Rp. 1,9 penjualan

Kondisi perusahaan sedang tidak baik karena terjadi penurunan rasio dari
tahun 2017 ke tahun 2018. Terlebih jika dibandingkan dengan rata rata industry
untuk fixed asset turn over, yaitu 5 kali, berarti perusahaan belum mampu
memaksimalkan kapasitas aktiva tetap yang dimiliki jika dibandingkan dengan
perusahaan lain yang sejenis.

5. Total Assets Turn Over


Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur perputaran semua aktiva
yang dimiliki perusahaan dan mengukur berapa jumlah penjulan yang diperoleh
dari tiap rupiah aktiva.
Rumus untuk mencari Total Assets Turn Over dapat digunakan sebagai
berikut :

Penjualan
Total Assets Turn Over =
Total Aktiva
Contoh :

33
Kompenen LK ICBP
Tahun 2017 Tahun 2018
2018 (Rp. 000.000)
Penjualan Rp 35.606.593 Rp 38.413.407
Total Aktiva Rp 31.619.514 Rp 34.367.153
Rasio (Kali) 1,1 1,1

Untuk tahun 2017 :


Rp. 35.606.593
Total Asset Turn Over = = 1,1 Kali
Rp. 31.619.514

Perputaran total aktiva tahun 2017 sebanyak 1,1 kali. Artinya setiap Rp. 1
total aktiva dapat menghasilkan Rp. 1,1 penjualan

Untuk tahun 2018 :


Rp. 38.413.407
Total Asset Turn Over = = 1,1 Kali
Rp. 34.367.153

Perputaran total aktiva tahun 2018 sebanyak 1,1 kali. Artinya setiap Rp. 1
total aktiva dapat menghasilkan Rp. 1,1 penjualan

Kondisi perusahaan kurang baik karena tidak terjadi kenaikan rasio dari
tahun 2017 ke tahun 2018. Kemudian Jika Dibanding dengan rata rata industry
untuk total asset turn over, yaitu 2 kali, berarti perusahaan belum mampu
memaksimalkan aktiva yang dimiliki. Perusahaan diharapkan meningkatkan
lagi penjualannya atau mengurangi sebagian aktiva yang kurang produktif.

D. Hasil Pengukuran
Dari pengukuran rasio diatas, dapat kita lihat kondisi dan posisi perusahaan
seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini.

34
Standar
No. Jenis Rasio 2017 2018
Industri
1 Receivable Turn Over 8,6 Kali 9 Kali 15 Kali
2 Inventory Turn Over 10,9 Kali 9,6 Kali 20 Kali
3 Working Capital Turn Over 3,7 Kali 5,6 Kali 6 Kali
4 Fixed Asset Turn Over 2,4 Kali 1,9 Kali 5 Kali
5 Total Asset Turn Over 1,1 Kali 1,1 Kali 2 Kali

Receivable turn over atau perputaran piutang tahun 2017 ke tahun 2018
meningkat, yaitu dari 8,6 kali menjadi 9 kali. Ini berarti semakin baik karena modal
kerja yang tertanam semakin kecil. Sementara itu, rata rata industry sebesar 15
kali, yang berarti peningkatannya belum bisa melebihi rata rata industri.
Rasio inventory turn over terlihat terjadi penuruan 10,9 kali pada tahun 2017
dan turun menjadi 9,6 kali pada tahun 2018. Sementara itu, rata rata industry untuk
inventory turn over adalah 20 kali. Maka, pada tahun 2017 dan 2018 perusahaan
dikatakan belum mampu melebihi rata rata industri.
Untuk rasio working capital turn over terjadi sedikit kenaikan dari tahun 2017
ke tahun 2018, yaitu dari 3,7 kali menjadi 4,2 kali. Namun jika dibandingkan
dengan rata rata industri perusahaan dikatakan kurang baik karena masih di bawah
rata-rata industri.
Selanjutnya untuk rasio fixed assets turn over terjadi penurunan dari tahun 2017
sebesar 2,4 kali turun di tahun 2018, menjadi 1,9 kali. Jika dilihat kedua rasio ini
kurang baik karena masih di bawah rata rata industri. Artinya penggunaan aktiva
tetap oleh perusahaan kurang efisien dibandingkan dengan perusahaan sejenis.
Sementara itu, untuk rasio total assets turn over tidak terjadi penurunan
maupun kenaikan dari tahun 2017 ke tahun 2018. Rata-rata industri total assets
turn over adalah 2 kali. Maka, rasio perusahaan beroperasi kurang baik. Artinya
perusahaan menggunakan total aktivanya kurang efisien dibandingkan dengan
perusahaan lain.

35
IV. Rasio Profitabilitas
A. Pengertian Rasio Profitabilitas

Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan yang terpenting adalah
memperoleh laba atau keuntungan yang maksimal, di samping hal-hal lainnya. Dengan
memperoleh laba yang maksimal seperti yang sudah ditargetkan, perusahaan dapat
berbuat banyak bagi kesejahteraan pemilik, karyawan, serta meningkatkan mutu
produk dan melakukan investasi baru. Oleh karena itu, manajemen perusahaan dalam
praktiknya dituntut harus mampu untuk memenuhi target yang telah ditetapkan.
Artinya besar keuntungan haruslah dicapai sesuai dengan yang diharapkan dan bukan
berarti asal untung. Untuk mengukur tingkat keuntungan suatu perusahaan, digunakan
rasio keuntungan atau keuntungan profitabilitas yang dikenal juga dengan nama raio
rentabilitas.

Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan


dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas
menajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari
penjualan dan pendapatan investasi.

Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan


perbandingan antara berbagai komponen yang ada di laporan keuangan, terutama
laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi. Pengukuran dapat dilakukan untuk
beberapa periode operasi. Tujuannya agar terlihat perkembangan perusahaan dalam
rentang waktu tertentu, baik penurunan atau kenaikan, sekaligus mencari penyebab
perubahan tersebut.

Hasil pengukuran rersebut dapat dijadikan alat evaluasi kinerja manajemen


selama ini, apakah mereka telah bekerja secara efektif atau tidak. Jika berhasil
mencapai target yang telah ditentukan, mereka dikatakan telah berhasil mencapai target
untuk periode atau beberapa periode. Namun, sebaliknya jika gagal atau tidak berhasil
mencapai target yang telah ditentukan, ini akan menjadi pelajaran bagi manajemen
36
untuk periode kedepan. Kegagalan ini harus diselidiki di mana letak kesalahan dan
kelemahannya, sehingga kejadian tersebut tidak terulang. Kemudian, kegagalan atau
keberhasilan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk menggantikan manajemen
yang baru terutama setelah menejemen lama mengalami kegagalan. Oleh karena itu,
rasio ini sering disebut sebagai salah satu alat ukur kinerja manajemen.

B. Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas memiliki tujuan dan manfaat, tidak hanya bagi pemilik
usaha atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak di luar perusahaan, terutama pihak-
pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan perusahaan.

Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi pihak


luar perusaan,yaitu:

1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam


satu periode tertentu.
2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5. Untuk menilai produktivitas seluruh dana perusahaan yang dipakai berupa
modal pinjaman maupun modal sendiri.

Dengan manfaat yang diperoleh adalah:

1. Mengetahui gambaran tentang tingkat laba yang diperoleh perusahaan


dalam satu periode.
2. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang, sehingga bisa dibandingkan dan dievaluasi.
3. Mengetahui perkembangan laba perusahaan dari waktu ke waktu.

37
4. Mengetahui besarnya tentang laba bersih sesudah pajak dengan modal
sendiri.
5. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal pinjaman maupun modal sendiri, sehingga bisa dilihat dan
dijadikan patokan yang sesuai konsep dasar akuntansi untuk merencanakan
kegiatan pada periode berikutnya.
C. Jenis-jenis Rasio Profitabilitas

Penggunaan seluruh atau sebagian rasio profitabilitas tergantung dari kebijakan


manajemen. Jelasnya, semakin lengkap jenis rasio yang digunakan, semakin sempurna
hasil yang akan dicapai. Artinya pengetahuan tentang kondisi dan posisi profitabilitas
perusahaan dapat diketahui secara sempurna.

Dalam praktiknya, jenis-jenis ratio profitabilitas yang dapat digunakan adalah:

1. Profit margin (profit margin on sales)


2. Return on investment (ROI)
3. Return on equity (ROE)
4. Laba per lembar saham

Untuk pembahasan rasio-rasio ini menggunakan laporan keuangan PT ICBP


tahun 2017-2018 (Dalam jutaan rupiah)

1. Profit Margin on Sales

Profit Margin on Sales atau Profit margin atau margin laba atas penjualan
merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur margin laba atas
penjualan. Cara pengukuran rasio ini adalah dengan membandingkan laba
bersih setelah pajak dengan penjualan bersih. Rasio ini juga dikenal dengan
nama profit margin.

Terdapat dua rumus untuk mencari profit margin, yaitu sebagai berikut.

38
 Untuk margin laba kotor

Penjualan Bersih – Harga Pokok Penjualan


Profit Margin =
Penjualan

Margin laba kotor menunjukan laba yang relative terhadap perusahaan,


dengan cara penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan. Rasio ini
merupakan cara untuk penetapan harga pokok penjualan.

Contoh:
Penjualan PT ICBP tahun 2017-2018 (Dalam jutaan rupiah)
Komponen Laporan Keuangan 2017 2018
Penjualan 38,413,407 35,606,593
Harga Pokok Penjualan 26,147,857 24,547,757

Untuk tahun 2017:


38,413,407 - 26,147,857
Profit Margin = = 0,319 dibulatkan (32%)
38,413,407

Untuk tahun 2018:


35,606,593 - 24,547,757
Profit Margin = = 0,310 dibulatkan (31%)
35,606,593

Jika rata-rata industri untuk profit margin adalah 30%, margin laba
perusahaan rahun 2017 dan 2018 baik karena berada di atas rata-rata industri.

 Untuk Margin Laba Bersih

39
Laba Bersih Setelah Bunga dan Pajak
Margin Laba Bersih =
Penjualan

Margin laba bersih merupakan ukuran keuntungan dengan


membandingkan antara laba setelah bunga dan pajak dibandingkan dengan
penjualan. Rasio ini menunjukkan pendapatan bersih perusahaan atas
penjualan.

Contoh:
Penjualan PT ICBP tahun 2017-2018 (Dalam jutaan rupiah)
Komponen Laporan Keuangan 2017 2018
Penjualan 38,413,407 35,606,593
Laba Bersih Setelah Bunga dan 5,206,867 3,531,220
Pajak

Untuk tahun 2017:


5,206,867
Margin Laba Bersih= = 0,135 dibulatkan (14%)
38,413,407

Untuk tahun 2018:


3,531,220
Margin Laba Bersih= = 0,099 dibulatkan (10%)
35,606,593

Jika rata-rata industri untuk profit margin adalah 12%, margin laba
perusahaan rahun 2017 sebesar 14% baik karena berada di atas rata-rata
industri. Nabum, untuk tahun 2018 dengan margin laba hanya sebesar 10%
dapat dikatakan kurang baik karena masih dibawah rata-rata industri. Ini juga
40
dapat berarti bahwa harga barang-barang perusahaan ini relative rendah atau
biaya-biayanya relative tinggi atau keduanya. Hasil kedua tahun ini juga
menunjukan adanya penurunan rasio yang cukup besar dari tahun 2017 ke tahun
2018, yaitu 4% dan hal ini perlu dicari tahu penyebabnya karen asangat
membahayakan perusahaan.

Dari hasil analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa margin laba kotor
tidak mengalami perubahan berarti, sedangkan margin laba bersis justru turun
drastic. Hal ini berarti kemungkinan meningkatnya biaya tidak langsung yang
relative tinggi terhadap penjualan, atau mungkin juga karena beban pajak yang
juga tinggi untuk periode tersebut

2. Hasil Pengembalian Investasi ( Return on Investment/ROI)

Hasil pengembalian investasi atau lebih dikenal dengan nama Return on


Investment (ROI) atau return on total assets merupakan rasio yang menunjukan
hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. ROI juga
merupakan suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam mengelola
investasinya

Disamping itu, hasil pengembalian investasi menunjukan produktivitas dari


seluruh dana perusahaan, baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Semakin
kecil (rendah) rasio ini semakin kurang baik, demikian pula sebaliknya. Artinya
rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi
perusahaan:

Rumus untuk mencari ROI dapat digunakan sebagai berikut:

Laba Bersih Setelah Bunga dan Pajak


ROI =
Total Assets

41
Contoh:
Data PT ICBP tahun 2017-2018 (Dalam jutaan rupiah)
Komponen Laporan Keuangan 2017 2018
Laba Bersih Setelah Bunga dan 5,206,867 3,531,220
Pajak 34,367,153 31,619,514

Total Assets

Untuk tahun 2017:


5,206,867
ROI = = 0,151 dibulatkan (15%)
34,367,153

Untuk tahun 2018:


3,531,220
ROI = = 0,111 dibulatkan (11%)
31,619,514

Perhitungan ROI tahun 2017 menunjukan bahwa tingkat pengembalian


investasi yang diperolehnya sebesar 15%. Kemudian, pada tahun 2018 turun
menjadi 11%. Artinya hasil pengembalian investasi berkurang sebesar 4% dan
ini menunjukkan ketidakmampuan manajemen untuk memperoleh ROI.

Jika rata-rata industri untuk ROI adalah 13% berarti margin laba
perusahaan untuk tahun 2017 cukup baik, kecuali untuk tahun 2018 sebesar
11%, masih dibawah rata-rata industri. Rendahnya rasio ini disebabkan
rendahnya margin laba karena rendahnya perputaran aktiva.

3. Hasil Pengembalian Investasi (ROI) dengan pendekatan Du Pont

42
Untuk mencari hasil pengembalian investasi, selain dengan cara yang sudah
dikemukakan, dapat pula menggunakan pendekatan Du Pont. Hasil yang
diperoleh antara cara seperti rumus di atas dengan pendekatan Du Pont adalah
sama.

Rumus untuk mencari ROI dapat digunakan sebagai berikut:

ROI = Margin Laba Bersih x Perputaran Total Aktiva

Contoh :
Data PT ICBP tahun 2017-2018 (Dalam jutaan rupiah)
Komponen hasil perhitungan 2017 2018
rasio
Hasil Pengembalian Investasi (ROI) 15% 11%
14% 10%
Margin Laba Bersih
1,117 kali 1,126 kali
Perputaran Total Aktiva

Dengan demikian, hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Untuk 2017

ROI = Margin Laba Bersih x Perputaran Total Aktiva

15% = 14% x 1,117

Catatan: hasil tersebut dibulatkan

Untuk 2018

ROI = Margin Laba Bersih x Perputaran Total Aktiva

11% = 10% x 1,126

Catatan: hasil tersebut dibulatkan

43
4. Hasil Pengembalian Ekuitas (Return on Equity/ROE)

Hasil pengembalian ekuitas atau return on equity atau rentabilitas modal


sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan
modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri.
Semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya posisi pemilik perusahaan
semakin kuat, demikian pula sebaliknya.

Rumus untuk mencari return on equity (ROE) dapat digunakan sebagai


berikut:
Laba Bersih Setelah Bunga dan Pajak
ROE =
Modal

Contoh:
Data PT ICBP tahun 2017-2018 (Dalam jutaan rupiah)
Komponen Laporan Keuangan 2017 2018
Laba Bersih Setelah Bunga dan 5,206,867 3,531,220
Pajak 22,707,150 20,324,330
Modal

Untuk tahun 2017:


5,206,867
ROE = = 0,229 dibulatkan (23%)
22,707,150

Untuk tahun 2018:


3,531,220
ROE = = 0,173 dibulatkan (17%)
20,324,330

Perhitungan ROE tahun 2017, menunjukan bahwa tingkat


pengembalian investasi yang diperolehnya sebesar 23%. Kemudian, tahun 2018
44
turun menjadi 17%. Artinya hasil pengembalian investasi menurun sebesar 6%
dan ini menunjukkan ketidakmampuan manajemen untuk memperoleh ROE.

Jika rata-rata industri untuk ROE adalah 20% berarti hasil


pengembalian ekuitas untuk tahun 2017 cukup baik, kecuali untuk tahun 2018
sebesar 17%, masih dibawah rata-rata industri. Rendahnya rasio ini disebabkan
karena beban pajak dan yang juga tinggi untuk periode tersebut.

5. Hasil Pengembalian Ekuitas (ROE) dengan Du Pont


Untuk mencari hasil pengembalian ekuitas, selain dengan cara yang
sudah dikemukakan, dapat pula menggunakan pendekatan Du Pont. Hasil
yang diperoleh antara cara seperti rumus di atas dengan pendekatan Du Pont
adalah sama.

Rumus untuk mencari return on equity (ROE) dapat digunakan sebagai


berikut:

ROE = Margin Laba Bersih x Perputaran Total Aktiva x Pengganda Ekuitas

Contoh :
Data PT ICBP tahun 2017-2018 (Dalam jutaan rupiah)
Komponen hasil 2017 2018
perhitungan rasio
ROE 23% 17%
14% 10%
Margin Laba Bersih
1,117 kali 1,126 kali
Perputaran Total Aktiva
34,367,153/22,707,150 31,619,514/20,324,330
Total Aktiva/modal
= 1,513,494,78 = 1,555,746,93

Dengan demikian, hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Untuk 2017
45
ROE = = Margin Laba Bersih x Perputaran Total Aktiva x Pengganda Ekuitas

23% = 14% x 1,117 x 1,513,494,78

Catatan: hasil tersebut dibulatkan

Untuk 2018

ROE = = Margin Laba Bersih x Perputaran Total Aktiva x Pengganda Ekuitas

17% = 10% x 1,126 x 1,555,746,93

Catatan: hasil tersebut dibulatkan

6. Laba Per Lembar Saham Biasa (Earning per Share of Common Stock)
Rasio laba per lembar saham atau disebut juga rasio nilai buku
merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam
mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang rendah berarti
manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham, sebaliknya
dengan rasio yang tinggi, kesejahteraan pemegang saham meningkat,
dengan pengertian lain , tingkat pengembalian yang tinggi.
Keuntungan bagi pemegang saham adalah jumlah keuntungaan setelah
dipotong pajak. Keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham biasa
adalah jumlah keuntungan dikurang pajak, dividen,dan dikurangi hak-hak
lain untuk pemegang saham prioritas.
Rumus untuk mencari laba per lembar sahan biasa adalah:
Laba Saham Biasa
Laba Per Lembar Saham =
Saham Biasa yang Beredar

Apabila di dalam perusahaan tersebut, di samping saham biasa, juga


terdapat saham prioritas, kita dapat menentukan mana yang menjadi hk

46
pemegang saham prioritas setelah dikurangkan dari laba yang diperoleh. Baru
kemudian menghitung laba per lembar masing-masing saham.

D. Hasil Pengukuran
Dari pengukuran rasio di atas dapat kita lihat kondisi dan posisi
perusahaan seperti yang terlihat dalam tabel berikut:
Standar
No Jenis Ratio 2017 2018
Industri
1. Margin Laba Bersih 14% 10% 12%
Hasil Pengembalian
2. 15% 11% 13%
Investasi (/ROI)
Hasil Pengembalian
3. 23% 17% 20%
Ekuitas (ROE)
Laba Per Lembar
4.
Saham Biasa

Kondisi margin laba bersih perusahaan cukup memprihatinkan karena


turun cukup drastis di tahun 2018, yaitu dari 14% turun menjadi 10%. Di tahun
2018 turun sebesar 4%. Jika rata-rata industri untuk margin laba bersih adalah
12%, berarti margin laba perusahaan tahun 2017 sebesar 14% baik karena
berada diatas rata-rata industri. Ini juga dapat berarti bahwa harga
barang0barang perusahaan ini relatif rendah atau biaya-biaya relatif tinggi atau
keduanya.
Kondisi ROI juga menurun sebesar 4%. Di mana tahun 2017 diperoleh
15% namun pada tahun 2018 turun menjadi 11%. Jika rata-rata industri untuk
ROI sebesar 13%, berarti margin laba perusahaan tahun 2017 sebesar 15% baik.
Untuk tahun 2018 dengan rasio 11% kondisinya kurang baik karena masih di
bawah rata-rata industri. Rendahnya rasio ini disebabkan rendahnya margin
laba karena rendahnya perputaran akiva.
47
Tidak jauh berbeda dengan ROI, kondisi ROE juga mengalami
penurunan yang cukup tajam, yaitu 6% dari semula tahun 2017 sebesar 23%
menjadi hanya 17% pada tahun 2018. Jika rata-rata industri untuk ROE sebesar
20% berarti kondisi perusahaan kurang baik untuk tahun 2018, hal ini
disebabkan pada tahun tersebut angka rasio ROE masih di bawah angka rata-
rata industri.

48
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Untuk menilai kinerja perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan yang disajikan
oleh pihak manajemen perusahaan. Dalam Neraca dapat dilihat apakah jumlah harta,
hutang dan modal perusahaan bertambah ataupun berkurang, semua tergambar
didalamnya. Untuk melihat apakah operasi perusahaan selama periode tertentu
mengalami kerugian atau tidak, dapat dilihat dalam Laporan Laba Rugi.
Untuk menilai kinerja perusahaan, diperlukan beberapa tolok ukur. Tolok ukur yang
sering digunakan adalah rasio atau indeks, yang menghubungkan dua data keuangan
yang satu dengan yang lainnya.
Analisis dan intrepretasi dari macam-macam rasio dapat memberikan pandangan yang
lebih baik tentang kinerja perusahaan dibandingkan analisis yang hanya didasarkan
atas data keuangan sendiri-sendiri yang tidak berbentuk rasio.

Analisis rasio menurut pendapat Munawir (2007:37) “Suatu metode analisis untuk
mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba-rugi secara
individual atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.” Selain itu, menurut Sundjaja
dan Barlian (2003 :73), “Analisis Laporan Keuangan adalah suatu metode perhitungan
dan interpretasi rasio keuangan untuk menilai kinerja dan status suatu perusahaan.”
Pendapat lain oleh Harahap (2010:291) menyatakan, bahwa rasio keuangan adalah
angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan
pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa pengertian analisis laporan


keuangan adalah suatu alat yang digunakan untuk menjelaskan atau memberikan
gambaran tentang keadaan atau posisi keuangan perusahaan.

49
DAFTAR PUSTAKA
 Kasmir. Analisis laporan keuangan. Penerbit PT. RajaGRrafindo Persada. Depok
2008
 Munawir. Analisa laporan keuangan. Yogyakarta : penerbit Liberty. Yogyakarta
2004

 Ramadhan,K.D., & Syarfan,L, O. 2016. ANALISIS LAPORAN KEUANGAN


DALAM MENGUKUR KINERJA PERUSAHAN PADA PT. RICKY KURNIAWAN
KERTAPERSADA (MAKIN GROUP) JAMBI. Jurnal Valuta (2): 2
 Dewi Meutia. 2017. Analisis Rasio Keuangan untuk Mengukur Kinerja Keuangan
PT Smartfren Telecom, Tbk, JURNAL PENELITIAN EKONOMI AKUNTANSI
(JENSI) (1): 1
 Sipahelut,R, C., Murni, S., Rate, P, V.2017. ANALISIS KINERJA KEUANGAN
PERUSAHAAN (Studi Kasus Pada Perusahaan Sub Sektor Otomotif dan
Komponen Yang Terdaftar Di BEI Periode 2014-2016). Jurnal EMBA (5): 3
 Febriyanto & Adi, T, M.2016. Analisis Rasio Keuangan Pada PT Gudang Garam
Tbk Untuk Menilai Kinerja Perusahaan Periode 2011-2014. JURNAL
MAHASISWA BINA INSANI (1): 1,
 Shintia Novi.2017. ANALISIS RASIO SOLVABILITAS UNTUK MENILAI
KINERJA KEUANGAN TERHADAP ASSET DAN EQUITY PADA PT BANK
RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK PERIODE 2012 – 2015. At-Tadbir:
Jurnal Ilmiah Manajemen (I) :1
 Bursa Efek Indonesia. www.idx.co.id Di akses, September 2019

50
LAMPIRAN

51

Anda mungkin juga menyukai