Anda di halaman 1dari 17

BAB IV

ANALISIS KESALAHAN

4.1. PENGUKURAN
4.1.1. Angka Penting (Significant Figure)
Angka penting adalah angka hasil pengukuran yang terdiri dari angka pasti (eksak)
dan angka perkiraan kesalahan. Untuk pengukuran tunggal angka pasti diperoleh dari
penghitungan skala alat ukur, sedangkan angka taksiran kesalahan diperoleh dari setengah
skala terkecil.
Penulisan angka nol pada angka penting, ternyata memberikan implikasi yang amat
berharga. Untuk mengidentifikasi apakah suatu angka tertentu termasuk angka penting
atau bukan, dapat diikuti beberapa kriteria di bawah ini:
 Semua angka bukan nol termasuk angka penting.
Contoh: 2,45 memiliki 3 angka penting.
 Semua angka nol yang tertulis setelah titik desimal termasuk angka penting.
Contoh: 2,60 memiliki 3 angka penting 16,00 memiliki 4 angka penting.
 Angka nol yang tertulis di antara angka-angka penting (angka-angka bukan
nol), juga termasuk angka penting.
Contoh: 305 memiliki 3 angka penting 20,60 memiliki 4 angka penting.
 Angka nol yang tertulis sebelum angka bukan nol dan hanya berfungsi sebagai
penunjuk titik desimal, tidak termasuk angka penting.
Contoh:
0,5 memiliki 1 angka penting.
0,0860 memiliki 3 angka penting.

Hasil pengukuran 186.000 meter memiliki berapa angka penting?. Sulit untuk
menjawab pertanyaan ini. Angka 6 mungkin angka taksiran dan tiga angka nol di
belakangnya menunjukkan titik desimal.Tetapi dapat pula semua angka tersebut
merupakan hasil pengukuran. Ada dua cara untuk memecahkan kesulitan ini.
 Pertama: titik desimal diubah menjadi satuan, diperoleh 186 km (terdiri 3
angka penting) atau 186,000 km (terdiri 6 angka penting).
 Kedua: ditulis dalam bentuk notasi baku, yaitu 1,86 x 105 m (terdiri 3 angka
penting) atau 1,86000 x 105 m (terdiri 6 angka penting).
Penulisan tersebut tergantung pada tingkat kepresesian/ketelitian alat ukurnya di mana
jumlah angka di belakan titik decimal merepresentasikan kepreseian alat ukur. Semakin
banyak jumlah anka di belakang titik decimal semakin kecil besaran fisis yang dapat
diukur oleh alat ukur bersangkutan.

Berikut beberapa contoh penulisan hasil pengukuran dengan memperhatikan angka


penting:

Satu angka penting : 2 0,1 0,002 0,01 x 10-2


Dua angka penting : 2,6 1,0 0,010 0,10 x 10-2
Tiga angka penting : 20,1 1,25 0,0621 3,01 x 10-2
Empat angka penting : 20,12 1,000 0,1020 1,001 x 10-2
4.1.2. Notasi Ilmiah

Notasi ilmiah adalah cara penulisan hasil pengukuran dalam bentuk 10 berpangkat.
Notasi ilmiah digunakan untuk mempermudah penulisan angka yang sangat kecil maupun
angka yang sangat besar. Notasi ilmiah dirumuskan dengan
a x 10 b
dimana : a dalam satuan dan b bilangan bulat.
contoh
a. 0,000003 kg ditulis dengan 3x10-6kg. (=3 kg)
b. 298 000 000 m/s ditulis dengan 2,9x108 m/s

Perkalian dan pemangkatan bentuk ilmiah dirumuskan sebagai beikut


a. ax10b x cx10d = (axc)10(b+d)
b. (ax10b)c = acx10(bxc)
contoh
a. 3,2x104 m x 2,0x10-2 m = (3,2 x 2,0).10(4+ -2) m2 = 6,4x102 m2
b. (2x104 kg)3 = 23 x10(4x3) kg3 = 8x1012 kg3

Pengukuran dan kesalahan eksperimental harus memiliki dijit penting terakhir pada
tempat yang sama (relatif terhadap titik desimal). Sebagai contoh : 54,1 ± 0,1; 121 ± 4;
8,764 ± 0,002; (7,63 ± 0,10).103.

4.1.3. Pembulatan Angka Penting


Pembulatan angka ½ dapat dilakukan dengan menggunakan aturan :
1. Jika dijit paling kanan pada deretan angka setelah angka penting setelah koma
desimal (yang mana adalah aangka kurang berarti) lebih besar dari angka 5, angka
yang paling kurang berarti dinaikan nilainya (dilakukan pembulatan ke atas).
Contoh :Jika dalam suatu pengukuran hanya terdapat angka penting, bilangan
1,286 dibulatkan menjadi 1,29

2. Jika dijit paling kanan pada deretan angka setelah angka penting setelah koma
desimal kurang dari angka 5, angka yang paling kurang berarti tidak perlu
dinaikan nilainya.
Contoh :Jika dalam suatu pengukuran hanya terdapat angka penting, bilangan
1,284 dibulatkan menjadi 1,28

 3. Jika dijit paling kanan pada deretan angka setelah angka penting setelah koma
desimal adalah angka 5, maka dilakukan pembulatan ke atas jika angka
sebelumnya/didepannya adalah bilangan ganjil dan ditiadakan bila angka
sebelumnya adalah bilangan genap.
Contoh :
Jika dalam suatu pengukuran hanya terdapat 3 angka penting,
1,285 dibulatkan menjadi 1,28
1,275 dibulatkan menjadi 1,28
Di samping memberikan keseimbangan antara jumlah yang dibulatkan ke atas dan ke
bawah pembulatan di atas juga memberikan nilai rata-rata yang mendekati nilai rata-rata
sesungguhnya. Perhatikan contoh berikut. baris terakhir adalah nilai rata-ratanya

Pembulatan Pembulatan
Data Asli sesuai Data Asli sesuai
ke atas ke atas
aturan aturan
4,15 4,2 4,2 4,55 4,6 4,6
4,25 4,3 4,2 4,65 4,7 4,6
4,35 4,4 4,4 4,75 4,8 4,8
4,45 4,5 4,4 4,85 4,9 4,8
4,55 4,6 4,6 4,95 5,0 5,0
4,35 4,4 4,36 4,75 4,8 4,76

Jelas tampak pembulatan ke atas memberikan nilai rata-rata yang lebih besar dari pada
nilai rata-rata sesungguhnya, dan pembulatan sesuai aturan memberikan nilai mendekati
nilai rata-rata sesungguhnya.

4.1.4. Perhitungan dengan Angka Penting


Setelah mencatat hasil pengukuran dengan tepat, diperoleh data-data
kuantitatif yang mengandung sejumlah angka-angka penting. Sering angka-angka
tersebut harus dijumlahkan, dikurangkan, dibagi, atau dikalikan. Ketika kita
mengoperasikan angka-angka penting hasil pengukuran, jangan lupa hasil yang kita
dapatkan melalui perhitungan tidak mungkin memiliki ketelitian yang lebih besar dari
pada ketelitian hasil pengukuran. Perhitungan yang melibatkan angka penting tidak dapat
diperlakukan sama seperti operasi matematik biasa. Ada beberapa aturan yang harus
diperhatikan, yaitu bahwa hasil perhitungannya akan tidak memiliki ketelitian yang lebih
besar dari pada ketelitian hasil pengukuran yang dioperasikan.

A. Penjumlahan dan pengurangan.


Bila angka-angka penting dijumlahkan atau dikurangkan, maka hasil
penjumlahan atau pengurangan tersebut memiliki ketelitian sama dengan ketelitian angka-
angka yang dijumlahkan atau dikurangkan, yang paling tidak teliti.

Contoh:
24,681 ketelitian hingga seperseribu
2,34 ketelitian hingga seperseratus
3,2 + ketelitian hingga sepersepuluh
30,221

Penulisan hasil yang benar adalah 30,2 ketelitian hingga sepersepuluh. Bila jawaban
ditulis 30,22 ketelitiannya hingga seperseratus. Hal ini menunjukkan hasil perhitungan
lebih teliti dibanding hasil pengukuran, karena hasil pengukuran yang dijumlahkan ada
yang ketelitiannya hanya sampai sepersepuluh, yaitu 3,2. Apalagi bila hasil perhitungan
ditulis 30,221, berarti ketelitian hasil perhitungan hingga seperseribu.
b. Perkalian dan pembagian.
Bila angka-angka penting dibagi atau dikalikan, maka jumlah angka penting
pada hasil operasi pembagian atau perkalian tersebut paling banyak sama dengan
jumlah angka penting terkecil dari bilangan-bilangan yang dioperasikan.
Contoh: 3,22 cm x 2,1 cm = 6,762 cm2, ditulis 6,8 cm2.

c. Aturan pembulatan angka-angka penting.


Sebagaimana telah didiskusikan pada bagian sebelumnya, perhitungan yang
melibatkan angka penting tidak dapat diperlakukan sama seperti operasi matematik biasa.
Ada beberapa aturan yang harus diperhatikan, sehingga hasil perhitungannya tidak
memiliki ketelitian yang lebih besar dari pada ketelitian hasil pengukuran yang
dioperasikan.
Kita ambil kembali contoh penjumlahan dan perkalian sebelumnya;
24,682 + 2,343 + 3,20 = 30,225 ditulis 30,22
3,22 x 2,1 = 6,762 ditulis 6,8
Pembulatan dilakukan sesuai dengan hasil pengukuran yang memiliki ketelitian terkecil.

4.2. KETIDAKPASTIAN DALAM PENGUKURAN


Di dalam pengukuran besaran fisis keberadaan kesalahan (error) dan
ketidakpastian harus diminalkan. Ini dapat dilakukan dengan meningkatkan tehnik
eksperimen, pengukuran secara berulang-ulang, atau menggunakan alat ukur yang
memiliki tingkat kepresesian yang tinggi.
Kesalahan oleh Webster didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai
perhitungan/pengukuran/pengamatan dengan nilai yang sesungguhnya. Kita sering
tidak mengetahui nilai yang sesungguhnya, tetapi kita dapat mengetahui nilai
pendekatannya dari hasil-hasil penelitian sebelumnya atau pendekatan secara teoritis. Dari
pendekatan tersebut kita mendapatkan arahan untuk menentukan secara sistemik dari
metode dan kondisi eksperimen serta tingkat kepercayaan kita terhadap hasil
eksperimennya.
Ketidakpastian yang diberikan dari eksperimen dapat berasal dari adanya fluktuasi
yang terjadi secara acak dalam pengukuran, dan kesalahan sistemik yang mana membatasi
kepresesian dan keakuratan dari pengukuran. Kesalahan dapat berasal dari pengukuran
(metode yang digunakan, alat ukurnya) dan perhitungannya. Pada umumnya
ketidakpasitian menunjukkan kesalahan dari hasil eksperimen.

4.2.1. Presesi dan Akurasi Hasil Pengukuran


Penting untuk membedakan antara kata akurat dan presesi. Keakuratan dari suatu
eksperimen adalah ukuran seberapa dekat nilai (rata-rata) hasil eksperimen tersebut pada
nilai yang sebenarnya. Sedangkan presesi adalah mengacu pada seberapa banyak nilai
hasil pengukuran yang tidak sesuai dengan nilai yang sebenarnya. Perbedaan antara
akurasi dan presesi sebagaimana diilustrasikan oleh dua pengukuran pada Gambar 1.
Dalam gambar diperlihatkan titik data dan ketidakpastian/kesalahannnya, dan garis lurus
pada gambar adalah hubungan yang diharapkan (nilai yang sesungguhnya) antara variabel
terikat y dan variabel bebas x.
Data hasil pengukuran yang diperlihatkan oleh Gambar 1. (a) memiliki nilai
dengan derajat kepresisan yang tinggi yang mana ditunjukkan oleh kecilnya garis
kesalahan (garis vertical) pada titik-titik data. Tetapi hasil pengukuran tersebut kurang
akurat, diperlihatkan oleh adanya jarak (penyimpangan) antara sebagian besar titik-titik
data (nilai rata-rata) hasil pengukuran dengan nilai (garis linier, nilai rata-rata) yang
diharapkan.

Gambar 1. Ilustrasi perbedaan presesi dan akurasi hasil eksperimen. Nilai yang
sesungguhnya diberikan oleh garis lurus, hasil pengukuran diberikan oleh titik-
titik data. Garis pada setiap titik-titik data menunjukkan besarnya kesalahan

Sedangkan Gambar 1. (b) memperlihatkan titik-titik data (hasil pengukuran) yang kurang
presesi, ditunjukkan oleh besarnya garis kesalahan pata setiap titiktitik data. Tetapi titik-
titik datanya sedemikian rupa menyebar dekat di sekitar garis lurus yang diharapkan.
Serara rata-rata nilai hasil pengukuran tersebut mendekati rata-rata nilai yang sebenranya.
Misalnya, beberapa orang A, B, C, D, E, dan F membuat alat ukur untuk mengukur
besaran fisis y dengan variabel bebas x. Hasil pengukurannya dengan alat standard dan
alat ukur yang berhasil dibuat oleh orang tersebut seperti Tabel 1 dan 2. Dari Tabel 1 dan
2 dapat dibuat grafik sebagai mana diberikan oleh Gambar 2 dan 3

Tabel 1. Hasil pengukuran y


Variabel Ref Alat A Alat B Alat C
0.1 1 2 2 0.5
0.2 2 4 3 1.5
0.3 3 6 4 2.5
0.4 4 8 5 3.5
0.5 5 10 6 4.5
0.6 6 12 7 5.5
0.7 7 14 8 6.5
0.8 8 16 9 7.5
Rata-rata 2 4.50 0.34 0.08
16
y = 2x
14 R² = 1
12
y=x+1

Hasil Pengukuran y
10 R² = 1 y = x
8 R² = 1
y = x - 0.5
6 Ref
R² = 1
4 Alat A
2 Alat B
Alat C
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Variabel x
Gambar 2. Grfik dibuat dari Tabel 1
Alat ukur yang mana paling presesi dan akurat ?

Tabel 2. Hasil pengukuran y


Variabel Ref Alat D Alat E Alat F
0.1 1.00 2.00 2.10 0.60
0.2 2.00 4.20 3.50 1.60
0.3 3.00 6.00 5.60 2.70
0.4 4.00 7.60 5.80 3.50
0.5 5.00 10.00 6.30 4.60
0.6 6.00 12.30 7.80 5.70
0.7 7.00 14.00 8.95 6.45
0.8 8.00 15.60 9.20 7.70
Rata-rata 2 4.44 0.87 0.05

18
y = 19.702x + 0.0964
16 R² = 0.9975
14
12
y = x + 1.653
10 R² = 0.961
HasilPengukuran, y

y = 10x + 4E-15
8 R² = 1
6 y = x - 0.396 Ref
R² = 0.998 Alat D
4
Alat E
2
Alat F
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Variabel bebas x
Gambar 3. Grfik dibuat dari Tabel 2
Alat ukur yang mana paling presesi dan akurat ?
4.2.2. Kesalahan (Error) dalam Eksperimen
Dalam pengumpulan data, terdapat dua jenis kesalahan eksperimen yaitu kesalahan
sistematik (systematic error) dan kesalahan acak (random error) yang akan memberi andil
terhadap kesalahan pada pengukuran suatu besaran.

A. Kesalahan sistemik
Kesalahan sistimatik ditimbulkan oleh sebab yang teridentifikasi, pada umumnya
dapat dikontrol atau mengkonpensasikannya. Kesalahan sistematik dapat berasal dari:
a. Instrumental (alat ukur) – titik nol alat ukur yang tidak sesuai. Kesalah karena
peralatan yang tidak terkalibrasi dengan benar. Misalnya mahasiswa melakukan
pengukuran panjang meja dengan menggunakan penggaris dari logam steel secara
berulang. Hasil pengukurannya adalah (1,982  0,001) m. Penggaris telah
terkalibrasi pada suhu 250C dengan koefisien ekspansi linier 0,00050C-1. Karena
pengukuran dilakukan pada suhu 200C maka hasil pengukuran seharusnya dikoreksi,
yaitu dengan mengalikan hasil pengukuran dengan factor koreksi sebesar 1 +
(0,0005x(20-25)) = 0.9975. Maka hasilnya adalah 1,977 m, Atau pengukuran
dilakukan pada suhu yang sama dengan mengontrol suhu, Dengan demikian
kesalahan dapat dikompensasi atau dikontrol sehingga keakuratan hasil pengukuran
dapat diperbaiki.
b. Pengamatan/pembacaan – contoh: paralaks dalam pembacaan skala
c. Lingkungan – contoh: tenaga listrik yang turun sehingga menyebabkan pengukuran
arus menjadi terlalu rendah. Ini dapat dikontrol dengan pemasangan UPS/penstabil
tegangan.
d. Teori – disebabkan oleh penyederhanaan dari suatu model atau pendekatan pada
persamaan, contoh: jika gaya gesek bekerja saat eksperimen namun gaya tersebut
tidak dimasukan dalam teori, yang mengakibatkan antara eksperimen dan teori tidak
sama.

Kesalahan di atas tidak mudah dipelajari secara statistik, tetapi dapat diperkirakan dari
analisa kondisi dan tehnik eksperimen, alat ukur, dan cara pengamatan/deteksinya.

B. Kesalahan acak
Kesalahan acak muncul karena fluktuasi pengamatan yang mengakibatkan setengah
dari pengukuran akan terlalu tinggi atau terlalu rendah, data terdistribusi di sekitar nilai
pusat tertentu. Sumber kesalahan acak tidak selalu dapat diidentifikasi. Sumber kesalahan
acak yang mengkin adalah
a. Pengamatan – contoh : kesalahan pengamat saat pembacaan skala alat ukur pada
bagian-bagian terkecil
b. Lingkungan – contoh : perubahan yang tidak dapat diperkirakan pada rangkaian
tegangan, temperatur atau getaran mekanis dari sebuah peralatan
c. Besaran fisis yang diukur adalah acak – radiasi radioaktif di mana datangnya radiasi
adalah acak
Kesalahan acak dapat dikuantisasi dengan analisa statistik, sehingga efek
kesalahan acak pada besaran dan hukum fisika pada suatu eksperimen dapat ditentukan.
Efek kesalahan acak dan kesalahan sistimatik dapat digambarkan sebagaimana diberikan
pada Gambar 4. Gambar tersebut memperlihatkan pengukuran secara berulang suatu
kuantitas fisis x di mana nilai yang rata-ratanya (nilai yang sebenarnya) adalah x0. Efek
kesalahan random adalah menghasilkan penyebaran terhadap nilai pengukuran.

Gambar 4. Efek kesalahan Random dan sistemik pada hasil pengukuran

Gambar 4. (a), data terdistribusi di sekitar titik pusat x0 dapat mengikuti distribusi
normal (Gausian) atau Poison. Efek kesalahan sistemik diperlihatkan pada Gambar 4. (b),
data hasil pengukuran kurang menyebar tetapi bergeser (dapat kearah yang lebih
besar/lebih kecil) dari titik x0. Jika terdapat kesalahan sistemik dan random, maka hasil
pengukuran selain bergeser dari titik (nilai) x0, dan datanya juga menyebar terdistribusi di
sekitar nilai x tertentu.

4.3. ANALISIS KESALAHAN DALAM EKSPERIMEN FISIKA


4.3.1. Rata-rata Hasil Pengukuran
Dalam sains, kata `kesalahan' tidak berarti salah, istilah ini mengacu pada fakta
bahwa kita tidak dapat melakukan pengukuran benar-benar akurat dan presisi, dan kita
tidak bisa menghilangkannya. Yang terbaik yang bisa kita lakukan adalah untuk
memastikan bahwa kesalahan yang dihasilkan adalah sekecil mungkin.
Hasil eksperimen biasanya ditulis dalam bentuk x= x x. Nilai x adalah nilai
perkiraan terbaik yang biasanya merupakan nilai rata-rata dari sejumlah N pengukuran.
N
x
x i
i N

Kuantitas x adalah dapat berupa standar deviasi (akar kuadrat rata-rata deviasi) dari
distribusi hasil N pengukuran. Kita mengacu pada x sebagai kesalahan (eror) dari hasil
pengukuran, sering x diungkapkan sebagai x =  +  di mana  adalah kontribusi dari
kesalahan random (statistik) dan  adalah kontribusi dari kesalahan sistemik. Kesalahan
eksperimen tersebut merepresentasikan keakuratan hasil pengukuran dalam eksperimen
dan digunakan untuk memprediksi, membandingkan seberapa jauh pengukuran
menyimpang dari nilai yang sebenarnya. Dengan demikian nilai numerik dari kesalahan
menjadi krusial dalam menginterpretasikan hasil pengukuran.
Misalnya, beberapa hasil pengukuran laju gelombang elektromagnet secara
eksperimen :
Michelson (Amerika Serikat, 1926) dengan metode cermin berputar :
(299.798  4) km/s
Bergstrand (Swedia, 1950) dengan metode Geodimeter:
(299.792,50  0,25) km/s
Evenson dkk. (Amerika Serikat, 1973) dengan metode Laser :
(299.792,4574  0,0012) km/s
Hasil pengukuran memperlihatkan kesalahan (eror) yang berbeda, dan dengan tingkat
keakuratan dan kepresesian yang berbeda. Sementara itu, hasil perhitungan laju cahaya
secara teoritis (pers. Maxwel):
299.803,0513 km/s.
Bila hasil pengukuran di atas dibandingkan dengan hasil perhitungan teoritis di mana hasil
perhitungan sebagai acuan, maka :
1. Dilihat dari akurasinya maka hasil pengukuran oleh Michelson yang paling
akurat (konsisten), tetapi dengan presesi yang rendah.
2. Dilihat dari presesianya maka hasil pengukuran Evenson dkk. yang paling
presesi tetapi dengan akurasi yang kurang baik (tidak konsisten)

Perbandingan hasil pengukuran Bergstrand dan Evenson dkk. memperlihatkan hasil yang
konsiten satu sama lain dengan tingkat kepresesian yang sedikit berbeda. Jadi dengan
megetahui nilai numerik kesalahannya kita dapat memutuskan signifikansi hasil
pengukuran/eksperimen.
Cara yang benar untuk menuliskan hasil pembacaan/pengukuran adalah dengan
menuliskan hasil pengukuran dan ketidakpastiannya. Misalnya, aturan dalam Gambar 5,
nilai panjang dalam meter terbaca sekali pengukuran adalah 128,9. Berkaitan dengan
ketidakpastian dari mistar adalah 0,05 cm, kita menulisnya (128,90±0,05)cm. dengan
demikian nilai yang sesungguhnya adalah dalam kisaran antara 128,85 dan 128,95 cm.
Kesalahan yang dilaporkan di sisni adalah 0,05 cm karena mistar memiliki skala terkecil
1 mm (0,1 cm) dan kita tidak dapat melakukan pengukuran lebih kecil dari 1 mm.

Gambar 5
Nilai yang terukur x = xrata-rata ± x. Karena x adalah hanya perkiraan
ketidakpastian, oleh karena itu kita harus tidak menuliskannya dengan presisi terlalu
banyak. Misalnya, menulis nilai percepatan gravitasi sebagai g = 9,82 ± 0,02385 ms-2
adalah tidak benar. Nilai rata-ratanya hanya 2 angka di belakang koma sehinngga ketidak-
pastiannya dilaporkan paling banyak dua angka penting. Menerapkan prinsip ini, kita
dapat menulis ulang nilai g sebagai, g = 9.82 ± 0.02 ms-2
Contoh lain, anggaplah kecepatan sebuah roket diukur v = 6050,78 m/s. Jika
menyajikan hasil pengukuran tersebut dengan ketidakpastian 30 m/s maka v = 6050,78 ±
30 m/s adalah tidak benar. Dengan bilangan ±30 menunjukkan bahwa kecepatan terendah
adalah 6020 dan tertingginya adalah 6080. Ini berarti bahwa dua bilangan 7 dan 8 tidak
memiliki arti penting karena kita hanya dapat secara akurat mengukur pada digit puluhan
dan tidak ada nilai-nilai desimal. Menulisnya dalam bentuk 6050 ± 30 m/s akan lebih
masuk akal. Jika, ketidakpastian adalah 0,3 m/s kita dapat menulis nilai sebagai 6050,8 ±
0,3 m/s.

4.3.2. Kuantisasi Kesalahan


Metode statistik untuk menemukan nilai terbaik untuk pengukuran adalah dengan
mengulang pengukuran berkali-kali dan kemudian mengambil nilai rata-ratanya. Misalkan
kita mengukur waktu yang diperlihatkan bola yang bergerak pada jarak 10 cm.
Pengukuran 5 kali dan menghitung nilai rata-ratanya dicatat dalam Tabel 3.
Tabel 3. Waktu dari bola untuk bergerak sejauh 10 cm
Waktu (s) Deviasi rata-rata di Kuadrat deviasi di2
5.1 -0.2 0.04
5.3 0 0
5.5 0.2 0.04
5.1 -0.1 0.04
5.5 0.2 0.04
Rata-rata 5.3 Rata-rata 0.0 Rata-rata 0.03

Ternyata deviasi rata-rata adalah nol. Kuantitas yang lebih berguna adalah menyatakannya
dalam kuadrat deviasi. Jumlah kuadrat deviasi adalah 0,16 dan rata-rata akar kuadrat
deviasinya adalah 0,03
Ketidakpastian adalah berkaitan dengan standar deviasi. Jika µ adalah nilai yang
sebenarnya dari beberapa kuantitas; xi adalah hasil dari suatu pengukuran, dan diperoleh
dalam beberapa pengukuran. Dalam hubungannya dengan penyimpangan dapat
didefinisikan dua bentuk penyimpangan, yaitu
a. Kesalahan (error)
ei = xi - µ
adalah selisih antara hasil pengukuran dan nilai sebenarnya.

b. Deviasi
d i = xi - x
adalah jarak antaya hasil pengukuran dari nilai rata-ratanya.

A. Standar deviasi dan Standar Kesalahan (Error)


Sebuah metode sederhana untuk menghitung standar deviasi untuk populasi dalam
bentuk matematis,
N 2
d
s  i
i N

Dan standar deviasi untuk sampel sebagai


N 2
d
s i N i 1

Kuadrat dari standar kesalahan (error) didefinisikan sebagai


N 2
e
2  i
i N
Dengan ei = xi - µ, N adalah total pengukuran. Dalam contoh di atas besaran ini tidak
langsung dapat dihitung karena nilai yang sebenarnya tidak diketahui.

Standar kesalahan dalam rata-rata adalah



m 
N
Dalam contoh di atas s2 = 0.03. Setelah menghitung s, kita dapat menggunakan ini
untuk menentukan standar kesalahan (error) melalui rumus
N
 s
N 1
Dan standar kesalahan dalam rata-rata adalah
1
m  s
N 1
Oleh karena itu, kita telah dapatkan metode untuk menghitung standar kesalahan dan
standar kesalahan rata-rata secara langsung dengan menghitung standar deviasi s.
Perhatikan, dari rumusan standar kesalahan (error) di atas jika nilai N cukup
besar, yang mana merupakan situasi yang diinginkan dalam statistik, maka hasil
perhitungan standar deviasi dan standar error adalah sama, yaitu s = σ

Misalnya, hasil eksperimen modulus Young


Tabel hasil pengukuran modulus Young
No. Modulus Young ( 1011 N/m2)
1 1.90
2 2.28
3 1.74
4 2.27
5 1.67
6 2.01
7 1.60
8 2.18
9 2.18
10 2.00
Dari tabel dapat dihitung
N
xi
Rata-rata : x = 1.98 x 1011 Nm-2
i N
N 2
di
Variannya adalah : s2   = 5.599 x 1020 N2m-4
i N
Dan standar deviasinya adalah : s= 0.24 x 1011Nm-2

N
Standar kesalahan (error) : 
s = 0.25 x 1011Nm-2
N 1
1
Standar kesalahan dalam rata-rata :  m  s = 0.08 x 1011Nm-2
N 1
Sehingga nilai perkiraan terbaik hasil eksperimen Modulus Young dapat ditulis
dalam bentuk : E = (1.98 ± 0.08) x 1011Nm-2

4.4. Probabilitas Distribusi


4.4.1. Distribusi Binomial
Distribusi binomial membicarakan kejadian dengan probabilitas p di mana 0,1 p
 1. Probabilitas P(x:n,p) untuk pengamati besaran x dari n sampel dalam suatu kondisi
dengan probabilitas p adalah diberikan oleh distribusi binomial

PB ( x : n, p)  nx p x (1  p) n  x 
n!
x!(n  x)!
p x (1  p)n  x

Rata-rata hasil pengukuran adalah


n
n!
   x. p x (1  p) n  x  n. p
x 0 x!( n  x )!
Variannya adalah
n!
 2  ( x   )2 . p x (1  p) n  x  n. p.(1  p)
x!(n  x)!

.3000

.25000
Distribusi Poison

.2000

.15000

.1000

.05000

.000
0 2 4 6 8 10
x
Gambar. 6. 10 koin dilempar keatas masing-masing
sebanyak 10 kali. Distribusi Binomial,  = 5 dan p=0.5
4.4.2. Distribusi Poison
Distribusi Poison adalah merepresentasikan pendekatan keadaan khusus dari
distribusi binomial di mana jumlah rata-rata lebih kecil dari pada jumlah yang mungkin,
<< n karena p << 1. Yang dibicarakan adalah kejadian dengan probabilitas yang sangat
kecil, kejadian yang langka terjadi, kejadian yang acak di mana kita tidak tahu akan
terjadinya suatu kejadian. Variabelnya adalah acak dan diskrit.

Probabilitas untuk mengamati x kejadian dalam interval waku t adalah


et / 
x
t
PP ( x :  )  PP ( x : t , )   
x!  
ex 
PP ( x :  )  .e
x!
Di mana  adalah konstanta pembanding yang merepresentasikan waktu rata-rata antar
kejadian, dan =t/ adalah rata-ratakejadian yang teramati dalam interval waktu t.
Nilai harapan/ekspektasi dari x, <x>
n
 x  n
 x 1 n
y
 x    x e    e    e   
x 0  x!  x  0 ( x  1)! x  0 y!

Jadi nilai harapan adalah sama dengan nilai rata = ratamya.

Standard deviasinya dapat ditentukan dari


n
 x 
   ( x   )2     ( x   ) 2
e    
x 0  x! 

8
7
6
5
Frekuensi

4
3
2
1
0
0 5 10 15 20
Jumlah cacahan per 15 detik

Gambar 7. Distribusi Poison pencacahan sinar kosmik,


pencacahan dilakukan masing-masing selama 15 detik,
rata-rata cacahan adalah 11.48
Nilai peluang terbesarnya akan terletak pada daerah rata-rata dari kejadian yang mungkin
terjadi.

4.4.2. Distribusi Gaus atau distribusi kesalahan normal


Distribusi Gaus adalah merepresentasikan suatu pendekatan keadaan khusus dari
distribusi binomial di mana n.p >> 1. Kerapatan probabilitas Gaussian didefinisikan
sebagai
1  1  x   2 
PG  . exp    
 2  2    
Persamaan ini adalah fungsi kontinyu yang menggambarkan probabilitas untuk
mendapatkan nilai x dalam pengamatan acak dari distribusi populasi dengan parameter
rata-rata  dan standar deviasi . Variabelnya adalah acak dan kontinyu. Rata-ratanya
adalah

   xP( x)dx


Standar deviasi dapat dihitung dari akar terhadap varian 2


 
 2   ( x   ) 2 P( x)dx   x 2 P( x)dx   2
 

0.7

0.6

0.5
Distribusi Gaussian

0.4

0.3

0.2

0.1

0
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
x-

Gambar 8. Distribusi probabilitas Gausian

Nilai rata-ratanya adalah tepat di tengah-tengah sehingga deviasi di sebelah kanandan kiri
dari rata-ratanya adalah seimbang

4.5. Perambatan Kesalahan


4.5.1. Varian dan Kovarian
Kita sering berhadapan dengan perhitungan yang melibatkan beberapa
variabel/besaran hasil pengukuran yang masing-masing memiliki kesalahan. Hasil
pehitungannya tentu saja melibatkan kesalahan hasil perhitungan yang mana berasal dari
kesalahan dari variabel-variabel tersebut. Misalnya, dalam menentukan volume dari
sebuah balok di mana panjangnya diukur dengan mistar hasilnya adalah x = x0x,
lebarnya diukur dengan jangka sorong hasilnya adalah y = y0y dan tebalnya diukur
dengan micrometer-skrup hasilnya adalah z = z0z. Hasil perhitungan volumenya
haruslah diungkapkan dalam bentuk V = V0V. Bagaimanakah hubungan V dengan
kesalahan x, y dan z yang mana adalah dapat dalam bentuk ketelitian dari alat
ukurnya, atau standar deviasinya.
Misalnya, kita ingin menentukan kuantitas x yang mana adalah sebagai fungsi dari
dua variabel atau lebih, yaitu variabel u, v, …… : Secara matematika ketergantungan
kuantitas x terhadap variabel tersebut diungkapkan sebagai
x=(u,v….) 1
Kesalahan untuk x dapat diperoleh dengan memperhatikan penyimpangan x yang
dihasilkan oleh kombinasi kesalahan pengukuran setiap individu ui, vi, . . . ke dalam xi.
x=(ui,vi….)
Dengan demikian, varian x2 adalah

x  
2 x  x
i
2

2
N
Deviasi xi - x dapat dinyatakan dalam bentuk deviasi ui - u , vi - v , …. Sehingga
x x
xi  x  (ui  u )  (vi  v)  .... 3
u v
Kombinasi dari persamaan 2 dan 3 diperoleh
x x
2
1  
 x   (ui  u )  (vi  v)  ....
2

N  u v 
1   x 
2
 x 
2
 x  x  
  (ui  u ) 2    (vi  v) 2    2(ui  u )(vi  v)    ....
N   u   v   u  v  
Dua suku pertama persamaan di atas didefinisikan sebagai varian u2 dan v2, yaitu
1

 u 2   (ui  u ) 2
N
  1

 v 2   (vi  v) 2
N
4
Suku ke tiga, didefinisikan kovarian uv2 antara variabel u dan v sebagai
1

 uv 2   (ui  u )(vi  v)
N
 5
Dari ketiga definisi tersabut dapat diperoleh varian x2 untuk x, yaitu
2  x  2  x   x  x 
2 2

 x   u     v    2 uv 2     ....
2
6a
 u   v   u  v 
 x   x 
2 2

 x   u     v 2    ....
2 2
6b
 u   v 
Persamaan 6a ini dikenal sebagai persamaan perambatan kesalahan. Suku ke tiga dari
persamaan dapat diabaikan hanya jika kuantitas u dan v, …..adalah bebas satu sama lain
(independent) dan bernilai sangat kecil. Dengan demikian perasamaan 6a sering
diungkapkan dalam bentuk perasamaan 6b tanpa suku ke tiga.
4.5.2. Formula Kesalahan Khusus
Persamaan 6 merupakan bentuk umum varian dari suatu kuantitas sebagai fungsi
sembarang. Dalam keadaan khusus dari fungsi x=(u,v….), di mana u dan v adalah
variabel dengan parameter a dan b adalah konstan.

A. Penjumlahan dan Pengurangan


a. Jika variabel tak-bebas (dependent) x adalah berkorelasi dengan pengukuran kuantitas u
melalui persamaan
x=u+a
Dari persamaan 6,
 x 
2

 x  u    u2
2 2
7a
 u 
karena turunan parsial (x/u) =1. Ketidakpastian relatifnya diberikan oleh persamaan
x u u
  7b
x x ua
b. Jika x adalah jumlah dari u dan v dengan relasi
x = au + bv
Turunan parsial (x/u) = a dan (x/v) = b, sehingga dari pers. 6a diperoleh

 x 2  a2 u 2  b2 v 2  2a.b. uv2 8

B. Perkalian dan pembagian


a. Jika variabel tak-bebas x adalah perkalian dari variabel bebas u dan v,
x = au.v
Turunan parsial (x/u)=av dan (x/v)= au, sehingga varian x dapat dinyatakan dalam
bentuk
 x 2  (av u )2  (au v )2  2a2uv uv2 9a
Varian relatifnya adalah
 x2  u2  v2  uv 2
 2  2 2 9b
x2 u v uv
b. Dengan cara yang sama untuk pembagian, yaiyu jika
au
x
v
dapat diperoleh varian relatif untuk x,
 x2  u2  v2  uv 2
 2  2 2 10
x2 u v uv
Sering suku ke tiga pada bagian sebelah kanan diabaikan sehingga varian antara
perkalian dan pembagian menjadi sama.

C. Perpangkatan
Jika x diperoleh dari perpangkatan dalam bentuk
x = aub
dimana b adalah bilangan. Turunan x terhadap u adalah
x bx
 abu b 1 
u u
Kesalahan relatif terhadap x adalah
x u
b 11
x u

D. Eksponensial
a. Jika x diperoleh dari eksponensial u dalam bentuk
x=aebu
Turunan x terhadap u
x
 abebu  bx
u
Kesalahan relatif terhadap x adalah
x
 b u 12
x
b. Jika x diperoleh dari bilangan berpangkat u dalam bentuk
x = ab.u
Ini dapat diungkapkan dalam bentuk eksponensial
x = (eln(a))bu = e(b.ln(a)).u
= ecu
Dengan mendefiniskan c=b.ln(a). Dengan cara seperti di atas dapat diperoleh
kesalahan relatifnya,
x
 c. u  (b. ln a). u 13
x

E. Logaritma
Jika x diperoleh dari logaritma u dari relasi
x= a.ln(bu)
Turunan x terhadap u
x ab

u u
Sehingga dapat diperoleh standar deviasinya sebagai

 x  a.b u 14
u

G. Fungsi Sudut
Jika x sebagai fungsi u dengan relasi
x = a.cos(bu)
Turunan x terhadap u
x
 a.b.sin( bu )
u
Sehingga standar deviasinya adalah
 x   u .a.b.sin( bu) 15

Anda mungkin juga menyukai