Anda di halaman 1dari 42

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Umum


2.1.1 Pusat Kebudayaan
A. Definisi Pusat Kebudayaan
Budaya atau Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Buddhayah,
memiliki bentuk jamak dari kata Buddhi (budi atau akal) dimaknai dengan hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut dengan culture yang berasal dari kata latin yaitu Colere yang memiliki
makna yaitu mengolah atau mengerjakan. Kata culture juga diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia sebagai “kultur” (sumber: id.wikipedia.org – 7 maret 2015).
Menurut Raymond Williams, pengamat dan kritikus kebudayaan (2005: 7),
“kata “kebudayaan” (culture) merupakan salah satu dari dua atau tiga kata yang
paling kompleks penggunaannya dalam bahasa Inggris. Mengapa demikian? Sebab
kata ini sekarang sering digunakan untuk mengacu pada sejumlah konsep penting
dalam beberapa disiplin ilmu yang berbeda-beda dan dalam kerangka berpikir yang
berbeda-beda pula.
Dalam ilmu Antropologi, Koentjaraningrat (2009: 144) menjelaskan bahwa
“kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar. Studi yang dilakukan oleh Antropolog lainnya seperti Kroeber dan
Kluckhohn dalam memetakan pengertian budaya, mereka memiliki 6 pemahaman
pokok mengenai budaya, yaitu:

1. Definisi deskriptif: cenderung melihat budaya sebagai totalitas komprehensif


yang menyusun seluruh kehidupan hidup social sekaligus menunjukkan
sejumlah ranah (bidang kajian) yang membentuk budaya.

2. Definisi historis: cenderung melihat budaya sebagai warisan yang dialih-


turunkan dari generasi satu ke generasi berikutnya.

3. Definisi normatif: dapat diambil 2 bentuk. Yang pertama, budaya adalah


aturan atau jalan hidup yang membentuk pola-pola perilaku dan tindakan

9
10

yang konkret. Yang kedua, menekankan peran gugus nilai tanpa mengacu
pada perilaku.

4. Definisi psikologis: cenderung memberi tekanan pada peran budaya sebagai


piranti pemecahan masalah yang membuat orang bisa berkomunikasi, belajar
atau memenuhi kebutuhan material maupun emosionalnya.

5. Definisi structural: mau menunjuk pada hubungan atau keterkaitan antara


ospek-oskpek yang terpisah dari budaya sekaligus menyoroti fakta bahwa
budaya adalah abstraksi yang berbeda dari perilaku konkret.

6. Definisi genetis: definisi budaya yang melihat asal usul bagaimana budaya itu
eksis atau tetap bertahan. Definisi ini cenderung melihat budaya lahir dari
interaksi antar manusia dan tetap bisa bertahan karena ditransmisikan dari
satu generasi ke generasi berikutnya (2005: 8-9).

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya atau kebudayaan


memiliki makna berupa suatu kekayaan leluhur yang tercermin dari tingkah laku,
pengetahuan, pola pikir dan kebiasaan/kegiatan yang berpengaruh pada kehidupan
sosial masyarakat secara turun menurun. Sedangkan pusat kebudayaan dapat
disimpulkan yaitu suatu wadah atau sarana yang mengembangkan kebudayaan
tertentu. Menjadi sarana untuk mengapresiasikan budaya agar tetap melestarikan
budaya yang dimiliki untuk tetap dikenal masyarakat dan menjadi luas diberbagai
kalangan.

B. Fungsi Pusat Kebudayaan


Pusat Kebudayaan merupakan salah satu sarana yang dapat melestarikan
budaya lokal. Fungsi utama Pusata Kebudayaan adalah memberikan informasi dan
pendidikan seni budaya yang dapat memberikan dampak positif dan meningkatkan
budi pekerti baik melalui kegiatan kebudayaan. Fungsi Pusat Kebudayaan:
1. Merancang dan menyelaras kegiatan pelajar atau masyarakat umum yang
berkaitan dengan kebudayaan dan kesenian.
2. Memberikan prasarana untuk memberi peluang mengembangkan bakat dalam
aktivitas kesenian dan kebudayaan.
11

3. Memberikan latihan kepemimpinan dalam aktivitas yang memberi pengaruh


baik bagi antar-bangsa
4. Menggalakan eksperimen dalam karya seni yang bertujuan membina daya
kreatifitas.

2.1.2 Klasifikasi Jenis Kegiatan


Dalam perancangan Pusat Kebudayaan memiliki acuan terhadap jenis
kegiatan. Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 85
Tahun 2013 Tanggal 24 Juli 2013 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesenian dalam pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan bidang kesenian
terdapat kegiatan yang bersifat kajian yaitu sebagai berikut:
1. Seminar
2. Sarasehan
3. Diskusi
4. Workshop
5. Penyerahan Narasumber
6. Studi Kepustakaan
7. Penggalian
8. Eksperimentasi
9. Rekonsruksi
10. Revitalisasi
11. Konservasi
12. Studi Banding
13. Inventarisasi
14. Dokumentasi
15. Pengemasan Bahan Kajian
Didalam pusat kebudayaan terdapat Gelar Seni. Gelar seni adalah ajang
kegiatan kesenian dalam konteks tertentu misalnya upacara adat, sajian artistic;
hanya kepentingan estetis maupun profane; kegiatan resepsi, pertunjukan dan
hiburan. Wujud kegiatan gelar seni adalah:
1. Pergelaran
2. Pameran
3. Festival
4. Lomba
12

2.1.3 Klasifikasi Jenis Fasilitas


Untuk menunjang kegiatan dalam Pusat Kebudayaan pemerintah
berkewajiban untuk menyediakan minimal: tempat untuk menggelar seni pertunjukan
dan untuk pameran dan tempat memasarkan karya seni untuk mengembangkan
industri budaya, yang tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 85 Tahun 2013 Tanggal 24 Juli 2013 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesenian dalam pelindungan, pengembangan dan
pemanfaatan bidang kesenian. Berikut fasilitas yang mendukung kegiatan pusat
kebudayaan adalah sebagai beriku:
A. Fasilitas Utama
1. Ruang Kelas Seminar
Merupakan fasilitas untuk berlangsungnya kegiatan yang berhubungan
dengan pendidikan atau bimbingan terhadap informasi dan sumber yang
dibutuhkan
2. Ruang Kursus
Ruangan ini bertujuan untuk menyediakan sarana dalam melakukan kegiatan
seperti kursus tari, kursus musik dan lain-lain.
3. Perpustakaan
Ruangan ini dikhususkan untuk mengumpulkan data literature yang
bermanfaat bagi pengunjung.
4. IT Room
Dengan kemajuan teknologi maka ruangan IT ini bertujuan untuk menunjang
mencari sumber informasi yang dibutuhkan.
5. Teater
Ruang teater dikhususkan untuk pelaku seni dan kegiatan seni lainnya
melakukan pertunjukan baik dalam teatrikal atau musical.
6. Galeri
Galeri terbagi 2 area yaitu Temporary Gallery; merupakan galeri yang hanya
digunakan dalam jangka waktu sementara. Permanent Gallery; merupakan
galeri yang digunakan tanpa ada batasan. Memamerkan warisan cagar budaya
yang perlu untuk dipertahankan dari masa ke masa.
13

B. Fasilitas Pendukung
1. Gift Shop
Fasilitas ini dikhususkan untuk pengunjung dapat membeli cinderamata.
2. Kafetaria
Kafetria merupakan salah satu faslitas yang dapat memanjakan pengunjung
dengan makanan khas sesuai kebudayaan pada Pusat Kebudayaan.
3. Penitipan Barang
Fasilitas penitipan barang/loker bertujuan untuk mengantisipasi apabila
terdapat kegiatan yang membutuhkan pengamanan lebih.

2.1.4 Kebudayaan Betawi


A. Sejarah Budaya Betawi
1. Jaman Batu
Sejak 5000 tahun lalu pada jaman batu pulau Jawa telah dihuni oleh
manusia yang mendiami daerah aliran sungai dan gua-gua di pulau Jawa
termasuk Betawi. Ditemukannya priuk tanah didaerah sungai Ciliwung,
Krukut dan Bekasi yang membuktikan manusia Betawi mengenal cara
penyimpanan air bersih. Priuk tanah dibuat di Leuwiliang, Bogor. Ragam
hias Priuk tanah berupa geometri cagak.

Gambar 2.1 Ragam hias Priuk Tanah


(Sumber: Ragam Budaya Betawi, Propinsi DKI Jakarta)

Pola Tumpal tersebut melambangkan kekuatan yang kuat terhadap


manusia. Lalu pada jaman purbakala manusia Betawi yang hidup
berpindah-pindah menanamkan tempat tinggalnya dengan sifat tanah
yang didalaminya. Ada tempat bernama Bojong, artinya tanah pojok.
Tanjung atau tunjung artinya bukit kecil. Ceger tanah yang tingkat
kesuburannya rendah. Bantaran daerah pinggiran kali. Sodong tepi kali
yang berlubang. Poncol berarti tanah tinggi. Angke artinya kali yang
14

dalam. Ancol artinya daerah genangan air. Pulo artinya tanah yang
dikelilingi air. Srengseng artinya sisa tanah yang tidak dapat dijadikan
sawah.

2. Jaman Perunggu Besi


Dijaman perunggu besi manusia Betawi telah mengenal bercocok tanam.
Pada jaman ini kesenian mulai berkembang. Tempat-tempat pengecoran
logam atau pegangsaan, membuat alat-alat musik yang terbuat dari
logam, yaitu:
- Saron: alat musik pukul yang terbuat dari logam perunggu, berjumlah
7 wilah, ditata dalam satu tempat yang disebut Rumah Saron.
- Penerus: bentuk sama dengan Saron namun ukurannya lebih besar.
Jumlahnya 9 wilah.
- Slukat: bentuk yang sama dengan Saron dengan ukuran lebih kecil
dan berjumlah 6 wilah.
- Kecrek: terbuat dari lempengan logam.
- Kromong atau Bonang: terbuat dari logam berbentuk pencon,
jumlahnya 10.
- Ketuk: bentuknya sama dengan Kromong, ditata tanpa rumah.
Jumlahnya 4 Pencon dengan ukuran berbeda.
- Go’ong: terbuat dari logam berbentuk Pencon, ukurannya jauh lebih
besar dari Pencon Kromong.
Pada jaman ini, manusia Betawi purba bercocok tanam dilakukan dengan
lading berpindah-pindah. Pemukiman tidak dikenal pada jaman ini. Pola
perkampungan manusia Betawi purba itu mengenal 3 tingkatan yaitu
Muara, Tengah dan Bojong. Selain itu pada jaman ini manusia Betawi
telah mengenal menghitung sederhana dan bentuk geometri.

- Galah, garis lurus

- Galar, garis sejajar

- Komsen

- Tapak jalak
15

- Kalang, lingkaran

- Bata/ banji, persegi empat

- Prapatan

- Gawang
Gambar 2.2 Bentuk Geometri
(Sumber: Ragam Budaya Betawi, Propinsi DKI Jakarta)

Di jaman perunggu besi baru terbentuk masyarakat Rompogan.


Sekitar abad ke-2 berdiri sebuah kerajaan ditepi Gunung Salak, Ciaruteun.
Diduga kerajaan ini bernama Salakanagara. Raja Salakanagara pertama
Dewawarman yang berasal dari India, ia menantu pendiri kerajaan bernama
Aki Tirem. Lokasi kerajaan Salakanagara di kaki Gunung Salak dekat dengan
pusat pembuatan priuk tanah dan barang lainnya yang terbuat dari tanah liat.
Barang-barang tersebut dipasarkan orang Betawi keberbagai tempat.
Perhubungan antara pemukiman Betawi dengan pusat kerajaan melalui kali
Cihideung, yang dikenal dengan kali Cideng.
Kerajaan Tarumanegara yang muncul setelah tahun 467 yang
didirikan oleh Sri Baduga Purnawarman di tepi kali Citarum. Dijaman
Tarumanegara kehidupan orang Betawi tidak memiliki perubahan yang
berarti. Mereka bertani dan menangkap ikan di laut. Lalu pada abad ke-10
mengalir imigaran Melayu ke Jakarta yang berasal dari Kalimantan yang
bermukim di daerah pesisir, Teluk Naga dan Ancol. Maka oleh karena itu
diduga pada abad ke-12 orang Betawi telah menggunakan bahasa Melayu.
16

3. Jaman Pajajaran
Kerajaan Pajajaran asli didirikan orang Sunda dan memiliki
perkembangan ekonomi yang pesat. Pelabuhan Sunda Kalapa semakin
maju, kapal-kapal sering berlabuh di Sunda Kalapa untuk membeli
anggur (tuak) dan air bersih. Pada tahun 1522 Portugis masuk ke wilayah
Sunda Kalapa dengan adanya perjanjian dengan Kerajaan Pajajaran
dengan diizinkannya membangun benteng di Sunda Kalapa. Sejak saat itu
pelabuhan mulai mengalami perubahan menjadi suasana kota yang
berwajah Eropa. Pajajaran adalah kerajaan yang menaungi kerajaan kecil
seperti kerajaan Tanjung Jaya, ditepi kali Ciliwung, Jakarta Selatan.
Didirikan oleh Wangsatunggal pada tahun 1333. Raja Tanjung Jaya yang
terakhir adalah seorang wanita bernama Kiranawati. Kerajaan ini berakhir
pada tahun 1579.

4. Jaman Belanda
Pada saat penjajahan Belanda, pembauran kebudayaan antara Betawi dan
Belanda, umumnya Eropa terjadi pada masa sesudah VOC (1619-1799).
Dibidang kesenian lahir jenis music Tanjidor dan Keroncong yang
mendapat pengaruh budaya Belanda dan Eropa. Pada bidang teater, Tonil
adalah contoh teater yang dipengaruhi budaya Eropa. Perkembangan
Jakarta banyak berpengaruh oleh konsep perencanaan Belanda/ Eropa,
namun dibeberapa daerah tetap muncul permukiman kaum pribumi yang
memiliki ciri khas. Permukiman ini bercirikan desa pertanian/perkebunan.
Sekita 1840-an muncul istilah kampung, yang mengindikasikan
permukiman asli. Istilah kampong muncul dari istilah compound. Sejak
itulah muncul kampung Betawi yang dikenal sekarang seperti Kampung
Melayu, kampung Bali dan sebagainya.

B. Suku Betawi
1. Orang Betawi
Jumlah orang Betawi pada jaman colonial Belanda pada tahun 1930
sebanyak 778.953 jiwa yang menjadi mayoritas penduduk Batavia pada
masa itu. Dalam kehidupan sehari-hari, orang Betawi menyebut diri
berdasarkan tempat tinggal seperti, orang Kemayoran, orang Senen atau
17

orang Rawa Belong. Adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok


etnis dan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas,
yakni Hindia Belanda, muncul pada 1923 saat Husni Thamrin, tokoh
masyarakat Betawi mendirikan Pemoeda Kaoem Betawi. Dalam pendapat
yang berbeda orang Betawi tidak hanya mencakup masyarakat campuran
dalam benteng Batavia yang dibangun oleh Belanda dan mencakup pula
penduduk diluar benteng Batavia yang disebut masyarakat proto Betawi.
Setelah kemerdekaan (1945), Jakarta dibanjiri imigran sehingga orang
Betawi menjadi kaum minoritas. Pada 1961, suku Betawi mencakup
kurang lebih 22,9% dari 2,9 juta penduduk Jakarta.
2. Bahasa
Pluralisme terjadi dimasyarakat Betawi yang berdampak pada bahasa.
Sebagian penduduknya adalah orang Jawa, Sumatera, Bugis, etnis
Tionghoa, Belanda, Inggris dan Arab dan masih banyak lagi yang
mempengaruhi bahasa Betawi yang digunakan seperti campuran bahasa
Indonesia dan bahasa Melayu Sumatera.
3. Kepercayaan
Pada dasarnya menganut berbagai kepercayaan mulai dari Islam, Kristen,
Protestan maupun Katolik, Hindu ataupun Budha. Tetapi dari sekian
banyak agama yang ada di Betawi, agama Islam yang merupakan
pengaruh paling besar dan tercermin pada tata cara hidup masyarakat
Betawi.

C. Kesenian dan Kebudayaan


1. Seni Musik
Keanekaragaman musik tradisional Betawi yang berasal dari cikal bakal
masyarakat Betawi memiliki fungsi yang bersifat sebagai pengiring Tari,
music mandiri dan dapat pula sebagai pengiring musik wayang dan teater
tradisional.
• Gambang Kromong
Diambil dari dua nama alat perkusi yaitu Gambang dan Kromong.
Gambang yang berjumlah 18 buah, terbuat dari kayu suangking, huru
batu atau jenis kayu empuk lainnya yang dapat dipukul. Kromong
biasanya terbuat dari perunggu/besi berjumlah 10 besi (10 pencon).
18

Umumnya lagu-lagu yang diiring oleh Gambang Kromong mengadopsi


lagu-lagu Cina dan lagu rakyat Betawi. Biasanya disajikan secara
instrumental atau dilantunkan oleh penyanyi solo atau duet.
• Tanjidor
Tanjidor adalah sejenis alat music orkes rakyat Betawi yang
menggunakan alat musik Barat terutama alat tiup. Pada umumnya alat-
alat tersebut berasal dari barang bekas yang dipatri kembali. Alat music
Tanjidor terdiri dari alat tiup seperti, piston, trombone, tenor, clarinet, bas
dan tambur/gendering. Tanjidor sering ditampilkan untuk menyambut
tamu, festival kesenian Betawi, upacara adat, dan memeriahkan arak-
arakan.
• Orkes Gambus
Merupakan alat musik Betawi yang berasal dari Timur Tengah.
Ditampilkan pada kesempatan seperti memeriahkan perkawinan dan tari
zafin. Alat music yang digunakan pada orkes ini antara lain kromong,
piul/biola, suling, organ dan accordion.
• Keroncong Tugu
Musik betawi ini memiliki pengaruh budaya asing, yang berasal dari
Eropa Selatan. Keroncong Tugu biasanya dipergunakan untuk mengiringi
lagu-lagu Gerejani. Alata musik yang digunakan seperti biola, ukulele,
banyo, gitar, rebana, kempul dan selo. Pengiring musik ini memiliki
kostum unik saat memainkannya yaitu menggunakan syal yang dililit
dileher masing-masing dan wanita mengenakan kebaya.
• Gamelan Ajeng
Gamelan Ajeng memiliki pengaruh Sunda dan Bali yang diperkirakan
berasal dari Pasundan, musik ini berkembang di wilayah budaya Betawi.
Berfungsi sebagai pengiring wayang kulit atau wayang wong betawi,
mengiringi hajatan (konon dianggap sakral). Alat musik ini terdiri dari
Kromong, 10 pencon, terompet, gendang, kecrek dan biasanya
dilambangkan dengan adanya 2 buah gong yang disebut gong lanang dan
gong wadon.
• Gamelan Topeng
19

Musik Betawi memiliki banyak pula pengaruh dari budaya Sunda, seperti
Gamelan Topeng. Musik ini biasanya mengiringi pagelaran teater rakyat/
topeng betawi. Pada umumnya Gamelan Topeng terdiri dari rebab,
sepasang gendang, ancak, kenong berpencon tiga, kecrek, kempul yang
digantungkan pada gawangan, dan gong angkong/gong tahang.
• Musik Samrah
Dari hasil penelitian, Ali Sabeni berpendapat samrah merupakan akronim
dari sambil musyawarah. Hal itu berdasarkan dahulu Betawi merupakan
tempat berkumpul pendatang dari berbagai daerah. Harun Rasjid pun
berpendapat samrah berasal dari bahasa arab yaitu Samaroh yang berarti
“berkumpul santai. Hal itu berdasarkan pada masa lampau musik ini
disajikan pada saat bersantai kala Maulid Nabi pada malam hari yang
disebut malam angkat. Musik ini dikenal dengan music yang menyajikan
cerita rakyat. Musik Samrah dipergunakan untuk mengiringi lagu dan tari.
Kostum yang digunakan pengiring ada 2 macam, pertama: peci, jas dan
kain plekat; kedua: baju sadaria dan celana batik. Bersama dengan ondel-
ondel dan tanjidor, musik ini dipergunakan pula untuk menyambut tamu
pada acara kesenian Betawi.
• Sampyong
Merupakan musik orkes rakyat Betawi pinggiran yang paling sederhana.
Orkes ini dipergunakan untuk mengiringi pertandingan ujangan, yaitu dua
orang bertanding saling memukul menggunakan rotan yang didahului
oleh tarian uncul.
• Musik Marawis
Marawis adalah jenis musik “band tepok” menggunakan perkusi sebagai
musik utama. Musik ini pemainnya bersifat turun menurun. Pemain
musik terdiri dari 10 orang yang masih memiliki hubungan keluarga
misal, kakek-cucu-anak-dsb. Alat music terdiri 3 jenis, pertama perkusi
rebana ukuran kecil yang garis tengahnya 10 cm, tinggi 17 cm dan kedua
kendang ditutup. Kedua perkusi besar dengan tinggi 50 cm, garis tengah
10 cm dan yang ketiga adalah papan tepok. Kadang dilengkapi dengan
tamburin atau kecrek.
20

• Rebana
Rebana merupakan gendang pipih bundar terbuat dari tabung kayu
pendek dan lebar pada ujungnya, satu sisi diberi kulit (Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa, 1996: 824). Rebana adalah alat musik yang
berlafadzkan Islam dan dipergunakan sebagai sarana upacara peringatan
Maulid Nabi Muhammad SAW dan hajatan lainnya. Berdasarkan alat
musiknya, sumber syair dibawakan latar belakang social rebana betawi
yang dibawakan dari berbagai macam jenis dan nama, seperti Rebana
Hadro, Rebana Maukhid, Rebana Burdah dan Rebana Ketrimping.

2. Seni Tari
Masyarakat Betawi berasal dari berbagai suku dan bangsa, demikian
tarian-tariannya. Tari rakyat Betawi beradaptasi dengan pengaruh budaya
luar. Sebagian besar tari Betawi adalah tari rakyat yang bersifat
improvisatoris. Belum pernah ada yang membuktikan tari Betawi bersifat
sacral. Seluruh tariannya bersifat hiburan dan menitik beratkan pada segi
humor.
• Tari Topeng
Menurut tokoh betawi, ada 3 syarat teknis sebagai penari topeng Betawi
untuk menghasilkan tarian yang estetis dan harmonis, yaitu luwes, ajer
(ceria), dan lincah tanpa beban saat menari.
• Cokek
Berasal dari Cina, cukin yaitu sekendang yang panjangnya kurang dari 1
meter dipakai penari untuk menggaet pasangannya. Tarian cokek dapat
diiringi dengan orkes Gembang Kromong.
• Belenggo
Gerak dasar tari belenggo merupakan gerak dasar pencak silat. Seorang
penari belenggo menguasai jurus silat Cimande. Berdasarkan music
pengiring, tari belenggo menjadi 2 bagian yaitu tari belenggo rebana dan
belenggo ajeng. Tari ini dibawakan oleh kaum pria dan menggunakan
pakaian seperti pemain pencak silat yaitu seragam hitam
21

• Japin atau Zafin


Tari zafin digunakan masyarakat dalam memeriahkan suatu upacara
hajatan. Ciri-ciri penampilan tari zafin adalah sebagai berikut: adanya
unsur improvisasi, unsur spontanisasi, unsur ketidakformalan dan tidak
terdapat aturan yang mengikat.
• Samrah
Tari samrah merupakan kekayaan budaya suku Melayu pada budaya
Betawi dalam music, kostum, tarian dan teater. Penari samrah menari
berpasang-pasangan. Mereka menari dengan diiringi nyanyian biduan
berupa pantun (Peta Seni Budaya Betawi, Dinas Kebudayaan, 1986).
• Uncul
Tari uncul ditunjukan dalam pertunjukan ujungan Betawi. Berfungsi
sebagai tantangan kepada lawan dalam arena ujungan yang diadakan
dalam pesta panen. Kostum penari uncul terdiri dari celana pangsi hitam,
kaos berwarna hitam atau kadang bertelanjang dada.
• Tari Pencak Silat
Tarian pencak silat sepenuhnya merupakan gerakan pencak silat. Tarian
ini biasa diiringi dengan tabuhan gendang pencak, gamelan topeng dan
gambang kromong

3. Arsitektur
Masyarakat Betawi tidak memiliki gaya bangunan yang khas. Cara khas
dalama Betawi seperti dalam teknik penyambungan yakni “tiang guru”
dengan “panglari” yang diperkuat dengan “pen” sebagai pengganti paku.
Pada umumnya tampak jelas memiliki persamaan dengan gaya bangunan
Sunda, Jawa, Melayu dan Eropa dalam bentuk sederhana.
Rumah tradisional Betawi secara geografis berada dilingkungan dekat air.
Dibagian pedalaman rumah tradisional yang dapat mewakili seperti
dikawasan Condet, Bale Kembang dan Batuampar, Jakarta Timur. Tata letak
rumah tidak berorientasi arah mata angin, lebih mengutamakan bentuk
pekarangan serta fungsinya. Bentuk dan struktur atap rumah Betawi secara
garis besar dibagi menjadi 3 potongan.
22

• Potongan Gudang
Ciri-ciri rumah Betawi dengan bentuk potongan gudang adalah sebagai
berikut:
- Memiliki denah segiempat memanjang dari depan ke belakang.
- Atap berbentuk pelana.
- Struktur atap rumah gadang tersusun dari kerangka kuda-kuda. Yang
perisai ditambah elemen struktur atap yaitu jure.
- Terdapat batang tekan miring yang saling bertemu dengan sebuat
batang tegak yang disebut ander.
- Bagian depan ruamh terdapat topi atau markis yang berfungsi
menahan cahaya matahari dan tempias hujan.

Gambar 2.3 Bentuk Ramah Gudang


(Sumber: Ikhtisar Kesenian Betawi)

• Potongan Joglo
Bentuk rumah Betawi ini memiliki pengaruh dari rumah joglo dari
budaya Jawa. Ciri-ciri potongan joglo adalah sebagai berikut:
- Tiang penopang struktur atap tidak menjadi unsur utama.
- Bagian atap memiliki struktur kuda-kuda. Sistem kuda-kuda joglo
Betawi adalah kuda-kuda “Timur” yang tidak mengenal batang
diagonal.
- Memiliki bentuk denah bujur sangkar dengan bagian empat persegi
panjang yang salah satu garis panjangnya terdapat dari kiri ke kanan
ruang depan.
23

Gambar 2.4 Bentuk Rumah Joglo


(Sumber: Ikhtisar Kesenian Betawi)

• Potongan Bapang (Kabaya)


Ciri-ciri rumah Betawi dengan potongan bapang (kabaya) adalah sebagai
berikut:
- Atap rumah bapang berbentuk pelana.
- Kedua sisi luar dari atap dibentuk dari terusan (sorondoy) dari atap
pelana yang terletak dibagian tengahnya.
- Sistem struktur atap menggunakan sistem kuda-kuda Timur.

Gambar 2.5 Bentuk Rumah Bapang


(Sumber: Ikhtisar Kesenian Betawi)

Pada struktur atap, unsur struktur yang bervariasi berasal dari arsitektur
luar adalah sekor untuk penahan dak/struktur overstek atau penanggap
yang terbuat dari kayu, terdapat pula terbuat dari logam yang
24

menunjukkan pengaruh Eropa. Selain itu terdapat pengaruh Cina yang


terlihat dari konstruksi Tou-Kung. Pada rumah Betawi yang beralas
tanah, pengaruh Belanda terdapat dari digunakannya rorag (terbuat dari
bata). Rumah Betawi memiliki struktur rangka. Untuk bahan pengisi
penggunaan kayu pohon nangka cukup dominan, pada daerah pesisir
digunakannya bambu untuk dinding. Pada rumah panggung untuk lantai
menggunakan papan yang dilapisi anyaman kulit bambu. Pada rumah
selain rumah panggung telah menggunakan ubin tembikar yang
berkembang hingga menggunakan ubin semen. Penggunaan material ini
terpengaruh oleh bangunan-bangunan Belanda.

Gambar 2.6 Bentuk Atap Timur Gambar 2.7 Komponen Struktur


(Sumber: Rumah Tradisional Betawi, Dinas Kebudayaan)

Gambar 2.8 Variasi Penanggap


(Sumber: Rumah Tradisional Betawi, Dinas Kebudayaan)
25

Gambar 2.9 Beberapa Tata Ruang Rumah Betawi


(Sumber: Ikhtisar Kesenian Betawi)

4. Ragam Hias
Dalam ragam hias Betawi memiliki ciri khas tersendiri. Pada umumnya
orang Betawi menyenangi warna yang cerah, menyolok seperti warna
merah, kuning cerah dan sebagainya. Lalu pada pola umum bermotif
geometris.
• Tembikar
Dengan bentuk sederhana, tembikar memiliki motif ragam hias seperti
garis miring berderet dibagian atas dan bagian bawah garis miring kearah
sebaliknya.
• Bangunan
Ragam hias pada bangunan Betawi memiliki motif geometris seperti titik-
titik, segiempat, segitiga, belahketupat, lengkung, setengah lingkaran atau
lingkaran. Ragam hias umumnya terdapat pada lubang angin, kusen, daun
pintu dan jendela. Terdapat pula pada tiang yang tidak tertutup angina
seperti tiang langkan, dinding ruang depan, list plank, garde(batas ruang
depan dan ruang tengah), tangan-tangan (skur) dan teras.
• Perahu
Pada perahu menggunakan warna yang mencolok berbentuk garis-garis
tumpang tindih dengan kombinasi warna seperti merah, jingga, hiaju,
kuning dan putih. Dengan lukisan ombak bergulung dalam bentuk garis
lengkung dan patah. Pada ujung haluan tampak motif geometris seperti
jajaran genjang bersambung.
26

• Batik
Motif batik yang digemari wanita Betawi adalah jenis seperti
“Jamblang”,”Babarankalengan”, dan ”Jelamprang”. Motifnya terdiri dari
garis segitiga melancip, ujungnya yang lancip disambungkan dengan
ujung segitiga lainnya. Untuk daerah pinggiran Jakarta motif bergerigi
disebut Pucuk Rebung.

5. Pakaian
Dalam pakaian yang digunakan budaya Betawi memiliki
pengaruh budaya Arab, China, Melayu dan Budaya Barat.

Gambar 2.10 Pakaian pengantin Betawi


(Sumber: upacaraadatbetawi.blogspot.com)

Gambar 2.11 Pakaian Abang None


(Sumber: www.tribunnews.com)

Gambar 2.12 Pakaian Demang dan Kerancang


27

(Sumber: sewabusanabetawi.blogspot.com)

Gambar 2.13 Pakaian Tari (Wanita)


(Sumber: jogjanews.com)

Gambar 2.14 Pakaian Silat (Pria)


(Sumber: politik.kompasiana.com)

Gambar 2.15 Pakaian Sadariah (Pria) dan Encim (Wanita)


(Sumber: www.beritasatu.com)

6. Seni Sastra
Sastra Betawi adalah karya sastra masyarakat Betawi itu sendiri. Sudah
tentu bahasa yang digunakan adalah dialek Betawi yang merupakan ciri
utama dari kebudayaannya. Pemakaian bahasa Betawi sebagai wahana
untuk menulis kritik-kritik sosial, dalam rubrik-rubrik ‘pojok’ atau untuk
dialog dalam cerita-cerita pendek, bahkan dalam film-film cerita, saat ini
sudah menjadi umum, dan rupanya diterima sebagai bagian dari bahasa
sastra Indonesia modern. Berdasarkan jenisnya, masyarakat
28

pendukungnya dan cara membawakannya, sastra lisan Betawi dapat


dibagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut:
• Buleng
Perbedaan sebutan dongeng dengan cerita, menurut pengertian setempat
adalah terletak pada jenisnya. Disebut dongeng bila menceritakan
kerajaan-kerajaan, raja-raja, para bangsawan, kadang-kadang juga disebut
cerita babad. Cerita atau kadang juga disebut cerita roman, menurut
pengertian setempat merupakan kisah-kisah kehidupan nyata, baik masa
yang sudah lampau maupun masa kini. Baik dongeng maupun cerita biasa
dibawakan oleh tukang cerita, yang menurut istilah di beberapa tempat
disebut Buleng. Bahkan kadang-kadang kata Buleng diartikan juru
ceritanya, dongeng atau ceritanya. Kata kerjanya ngebuleng “bercerita”.
Dalam menyajikan bulengannya, buleng sering menggunakan kalimat-
kalimat liris.
• Sahibul Hikayat
Sastra lisan yang tergolong sahibul hikayat ialah cerita-cerita yang berasal
dari Timur Tengah, antara lain bersumber pada cerita Seribu Satu Malam,
Alfu Lail wal lail. Istilah sahibul hikayat berasal dari bahasa Arab yang
berarti empunya cerita. Sahibul hikayat terdapat di daerah tengah wilayah
Budaya Betawi atau Betawi Kota, antara Tanah Abang dengan Salemba,
antara Mampang Prapatan sampai Taman Sari. Pembawa cerita sahibul
hikayat biasa disebut tukang cerita atau juru hikayat. Juru hikayat
biasanya bercerita sambil duduk bersila, ada yang sambil memangku
bantal, ada pula yang sekali-sekali memukul gendang kecil yang
diletakkan disampingnya untuk memberikan aksentuasi pada jalan cerita.
• Rancak atau Rancag
Kata rancag (menurut ucapan orang Betawi pinggiran) atau rancak
(menurut ucapan orang Betawi tengah, orang kota), sama artinya dengan
pantun. Rancagan berarti pantunan. Cerita yang dibawakan dengan
dipantunkan, disebut cerita rancagan, atau cukup disebut dengan rancak
atau rancag berbentuk pantun berkait.
Pantun pada rancag disusun secara improvisasi mengikuti jalur cerita
yang sudah tetap. Suatu cerita dapat dipanjangkan penghidangannya
dengan berbagai tambahan, misalnya dengan lawakan yang sering kali
29

menyimpang dari cerita. Namun demikian tetap disenangi penontonnya.


Rancag biasa dihidangkan dengan iringan orkes gambang kromong
dengan sebutan Gambag Rancag.

7. Teater
Teater tradisional Betawi merupakan pertunjukan yang membawakan
lakon atau cerita, baik dengan atau tanpa tutur kata. Ondel-obdel
termasuk teater rakyat tanpa tutur kata. Teater dengan tutur kata dapat
dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, Teater yang lakon atau ceritanya
di tuturkan oleh seorang atau lebih penutur, saat ini disebut “Teater
Tutur”. Kedua, Teater yang membawakan lakon atau cerita yang tokoh-
tokohnya diperankan oleh pemeran yang disebut “Teater Peran”.
Sebagaimana umumnya teater rakyat, teater Betawi bagi pendukungnya
berfungsi antara lain sebagai media pendidikan, sebagai media kritik
sosial atau alat untuk menyampaikan protes terhadap ketidak adilan dan
sebagainya, sebagai alat untuk memberi teguran kepada anggota
masyarakat yang menyeleweng dari kaidah-kaidah yang berlaku.
• Teater Tanpa Tutur
- Ondel-ondel
Ondel-ondel adalah pertunjukan rakyat yang sudah berabad-abad
terdapat di Jakarta dan sekitarnya, yang saat ini menjadi wilayah
budaya Betawi. Ondel-ondel tergolong salah satu bentuk teater tanpa
tutur, karena pada mulanya dijadikan personifikasi leluhur atau nenek
moyang, pelindung keselamatan kampung dan seisinya. Dengan
demikian dapat dianggap sebagai membawakan lakon atau cerita.
Ondel-ondel berbentuk boneka besar dengan rangka anyaman bambu
dengan ukuran kurang lebih 2,5 M, tinggi dan garis tengahnya kurang
dari 80 cm. Ondel-ondel dibuat demikian rupa agar pemikulnya yang
berada didalamnya dapat bergerak leluasa. Rambutnya dibuat dari
ijuk atau “duk” kata orang Betawi. Mukanya berbentuk topeng atau
kedok dengan mata bundar melotot.
- Gemblokan
Gemblokan adalah teater tanpa tutur yang lain, juga berbentuk boneka.
Ukurannya dari batas pinggul ke atas rata-rata seukuran badan
30

manusia. Gemblokan terbuat dari kain, diisi seperti bantal dan kapuk,
ijuk atau sabut kelapa. Bagian mukanya dibuat dari kayu atau karton
tebal, dibentuk demikian rupa agar tampak lucu. Ada yang lidahnya
digambarkan menjulur keluar seperti anjing kelelahan, ada pula yang
berbentuk badut sirkus. Kepalanya ada yang ditutup dengan topi, peci,
dan ada pula dengan kain hitam atau warna lainnya. Cara memainkan
gemblokan yakni boneka diikat dengan kain pelekat atau kain batik
panjang pada bagian bawah perut pemain. Mukanya didoyongkan ke
depan, ujung boneka sebelah bawah diletakkan persis pada
selangkangan kedua tangannya ditaruh pada pinggang pemain,
sehingga dengan demikian tampak seolah-olah yang
memainkannyalah yang digendong. Kedua belah tangan pemain
diletakan di kedua belah bahu boneka itu.
• Teater Tutur
Menurut jenis-jenis cerita dan cara membawakannya serta masyarakat
pendukungnya, Teater Tutur Betawi dapat dibagi menjadi tiga kelompok
sebagai berikut :
- Dongeng
Dibeberapa tempat di pinggiran Kota Jakarta dan sekitarnya, seperti di
Ciracas, Cijantung, Kalimalang, Curug dekat Depok dan sebagainya,
terdapat orang yang pandai bercerita. Julukan yang diberikan
kepadanya adalah “tukang dongeng”. Mereka biasa mendapat
panggilan dari orang yang mempunyai hajatan untuk ikut memriahkan
“malam ngangkal” yaitu malam sebelum pesta sesungguhnya
dilangsungkan. Dalam bercerita mereka tidak pernah memulai
ceritanya dengan kata “Sahibul Hikayat”. Cerita yang disajikan
biasanya mirip dengan cerita pantun Sunda, seperti cerita “sumur
bandung”, “Ciungmanara”, “Mundinglaya”, “Ki Ajar Surawisosa”
dan sebagainya. Biasa pula dibawakan cerita-cerita yang sering
dipentaskan oleh rombongan Blantek atau Topeng. Cerita dibawakan
tanpa iringan musik, tidak seperti “pantun” Sunda yang biasa disertai
dengan kecapi, tarawangsa dan suling.
31

- Sahibul Hikayat
Sastra lisan yang tergolong sahibul hikayat ialah cerita-cerita yang
berasal dari Timur Tengah, antara lain bersumber pada cerita Seribu
Satu Malam, Alfu Lail wal lail. Istilah Sahibul Hikayat berasal dari
bahasa Arab yang berarti empunya cerita. Pembawa cerita Sahibul
Hikayat biasanya disebut “Tukang Cerita” atau “Juru Hikayat”. Juru
hikayat yang terkenal pada masa lalu antara lain Haji Ja’far, Haji
Ma’ruf kemudian Muhammad Zahid.
- Gambang Rancag
Gambang Rancag atau Gambang Rancak merupakan salah satu
tingkat teaterisasi Rancak. Pergelaran Gambang Rancag dilakukan
oleh dua orang atau lebih juru rancag yang menceritakan dengan atau
cerita dengan dinyanyikan, diiringi orkes Gambang Keromong. Sejak
awal perkembangannya Gambang Rancag biasa memeriahkan pesta-
pesta, terutama dalam lingkungan terbatas. Biasanya dipentaskan
tanpa panggung, tempat pementasan letaknya sejajar dengan penonton
yang berada disekelilingnya. Tokoh-tokoh Gambang Rancag saat ini
antara lain Samad Modo dengan Jali alias Jalut dan Ma’in sebagai
lawan mainnya di pekayon, Entong Dale dengan Bedeh di Cijantung,
Jakarta Timur, dan Amsar bersama Ali dan Minggu di Bendungan
Jago, Jakarta Pusat.
• Wayang
Dalam masyarakat Betawi terdapat juga wayang, sebagaimana halnya
dibeberapa daerah di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Di daerah-daerah
lain terutama di Surakarta dan Yogyakarta, wayang merupakan salah satu
kesenian yang dibina dan dikembangkan oleh kalangan keraton, terikat oleh
berbagai konversi yang rumit dan mendalam. Merupakan gabungan dari
segala unsur seni yang bertaraf tinggi, sehingga dipandang pendukungnya
sebagai kesenian yang “adhi luhung”, sedangkan wayang yang terdapat
dalam masyarakat Betawi jelas menonjolkan sifat kejelataannya, sederhana,
polos dan keakraban komunikasi timbal balik dengan penontonnya tampak
menonjol. Lazimnya, dikalangan orang Betawi wayang kulit disebut
“Wayang” tanpa dilengkapi dengan kata “kulit”. Wayang golek yang dinuat
dari kayu biasa disebut “Golek”.
32

- Wayang Kulit
Wayang kulit Betawi dalam bentuknya saat ini diiringi gamelan
logam. Seperti lazimnya pergelaran wayang kulit, wayang kulit
Betawi juga biasa menggunakan kelir, yang menurut istilah setempat
biasa disebut kore. Alat musik pengiringnya terdiri dari gendang,
terompet, (ada juga yang menggunakan rebab), dua buah saron,
keromong, kedemung, kecrek, kempul dan gong.
Pergelaran wayang kulit Betawi adalah dilaksanakan dalam bentuk
arena dengan pentas sejajar dengan penonton. Pada umunya bermain
di atas tanah di bawah “tarub” di halaman rumah. Baru akhir-akhir ini
beberapa dalang mulai mengadakan pergelaran diatas panggung.
Dalang wayang kulit Betawi saat ini antara lain adalah Neran, Niin,
Oking, Kamplong, Asmat, Marjuki, Comong, Bonang, Sa’an, Usman
dan Jari.
- Wayang Golek
Wayang Golek Betawi ada dua macam, pertama sama seperti wayang
golek Sunda, baik bentuk maupun tata cara pergelarannya. Hanya
bahasa yang dipakai yaitu dialek Betawi, khususnya dalam dialog-
dialognya. Demikian pula lakon-lakon yang biasa dipergelarkan
kebanyakan sama dengan wayang golek Sunda, seperti “Babad Alas
Amar”, “Bandung Nagasewu”, “Palalikrama” dan sebagainya. Musik
pengiringnya sama dengan wayang kulit Betawi, yaitu gamelan logam.
- Wayang Wong
Secara umum penampilan Wayang Wong Betawi sama seperti
wayang orang di daerah lain, namun tidak mempunyai tempat
pergelaran yang tetap, seperti wayang orang Jawa. Status pemainnya
pada umumnya amatir, oleh karena itu terlihat dalam penyiapan
propertinya lebih sederhana dibandingkan dengan wayang orang di
daerah lain. Pada penyajian Wayang Wong Betawi panggung
biasanya dibagi menjadi dua bagian, disebelah belakang dipakai untuk
dalang serta penabuh gamelan dan para pemain, sedangkan bagian
depan adalah tempat Wayang Wong bermain. Batas pemisah antara
tempat dalang dengan tempat Wayang Wong bermain adalah dekor
33

transparan yang dimaksudkan untuk melihat gerak gerik pemain


wayang. Disebelah kiri dan kanan dekor ada pintu dan kain,
dimaksudkan sebagai tempat keluar masuknya pemain.

• Teater Peran
Beberapa bentuk teater peran Betawi seperti Ubrug, Dermuluk, wayang si
Ronda, wayang Senggol dan wayang Sumedar telah tinggal sebutan saja.
Untung masih terdapat beberapa orang “Veteran” pemain atau senimannya
yang masih dapat memberikan beberapa keterangan yang bilamana
diperlukan dapat digunakan sebagai bahan rekonstruksi. Usaha rekonstruksi
itu ternyata dapat dilaksanakan serta dapat membawa hasil yang cukup
memuaskan. Sebagai contoh bangkitnya kembali Blantek, sebuah teater
Betawi yang sejak puluhan tahun yang lalu tidak terdengar lagi namanya.
Jenis-jenis teater peran di wilayah budaya Betawi adalah sebagai berikut :
- Ubrug
Ubrug termasuk jenis teater peran yang sudah punah, beberapa
tokohnya yang masih hidup antara lain Ma Kinang, yang sekitar tahun
dua puluhan berpindah profesi dari “ronggeng” Ubrug menjadi
“Ronggeng Topeng”. Demikian juga Ma Minah di Cijantung. Ubrug
Betawi merupakan unsur lain dari Ubrug Banten yang terdapat di
beberapa tempat di wilayah Kabupaten Pandeglang. Selain bahasa
yang berbeda, pada pergelaran Ubrug Betawi biasa terdapat
pertunjukan sulap. Ada sulapan yang berdasarkan keterampilan, ada
pula sulapan yang konon menggunakan ilmu gaib, seperti “sulap
gedebus”. Lakon-lakon yang biasa dibawakan Ubrug berbentuk
lakon-lakon pendek yang disebut “banyolan”.
- Belantek
Menurut beberapa keterangan, pada mulanya Belantek merupakan
sejenis teater yang “panjaknya” terdiri dari para pemula atau sebutan
yang masih dalam tahap belajar untuk menjadi pemain topeng atau
lenong. Peralatannya pun tidak menentu, ada yang menggunakan
rebana biang, ada pula yang menggunakan semacam gamelan yang
sederhana, bahkan ada yang dibuat dari kaleng bekas sardencis untuk
dijadikan keromong, sebagaimana dilakukan oleh Nasir Boyo di
34

Cijantung pada tahun tiga puluhan. Demikian maka oleh sementara


orang sebutan Belantek dapat diartikan sebagai campur aduk tidak
karuan. Sebagaimana teater rakyat, ciri utama Belantek adalah lagu,
akrab dengan penonton di sekelilingnya dan tanpa formalitas, tanpa
memiliki disiplin waktu. Tontonan ini merupakan percampuran antara
tari lepas, nyanyian, guyonan, penampilan lakon dan kadang-kadang
ada sulapannya seperti yang dilakukan oleh rombongan Belantek dari
Ciseeng pimpinan Saiman.
- Topeng
Topeng saat ini lazim disebut dengan Topeng Betawi merupakan
bentuk lain dari banjet di Pasundan, terutama di Karawang. Jenis
teater ini sudah berkembang di wilayah budaya Betawi pinggiran
lebih dari setengah abad, yang dalam beberapa hal tidak banyak
mengalami perubahan. Alat musik pengiring dan pakaian penarinya
praktis tetap tidak berubah. Alat musik pengiring pergelaran Topeng
terdiri dari gendang besar, kulantar, rebab, keromong berpencon tiga,
kecrek, kempul, dan gong buyung. Pakaian tari penari Topeng atau
“ronggeng” Topeng terdiri dari “kembang”, yaitu hiasan kepala
terbuat dari kain perca, berbentuk “tekes”, “toka-toka” dua lembar
kain berhias penutup dada dan punggung, “ampek” atau “ampreng”
penutup bagian depan perut, baju kebaya berlengan pendek dan kain
batik panjang.
- Jipeng
Kata “Jipeng” merupakan akronim dari kata “Tanji” dan kata
“Topeng”. Dengan kata lain, Jipeng adalah Topeng dengan iringan
orkes Tanjidor. Dengan demikian tata cara pergelarannya pun tidak
banyak berbeda dengan tata cara pergelaran Topeng. Perbedaannya
antara lain pada waktu awal pertunjukan. Bilamana Topeng
membawakan lagu-lagu arang-arangan dan enjot-enjotan dan
sebagainya diiringi gamelannya, Jipeng membawakan lagu-lagu yang
menurut istilah setempat disebut lagu-lagu mars dan was seperti lagu-
lagu “Kramton, Bataliyon, Was Taktak” dan lain sebagainya, diiringi
oleh orkes Tanjidor. Untuk mengiringi tarian yang bentuknya tidak
begitu berbeda dari tarian pada pertunjukan Topeng kadang-kadang
35

orkes Tanjidor diganti dengan keromong tiga pencon, gendang,


kecrek, kempul, suling dan gong buyung. Pakaian penari Jipeng
cukup dengan kebaya dan kain panjang disertai selendang panjang di
ikatkan pada pinggang. Penyebaran Jipeng terbatas di daerah
pinggiran wilayah budaya Betawi dimana terdapat orkes Tanjidor,
seperti di Cilodong, Kampung Setu, Tambun, Ciseeng, dan
sebagainya.
- Lenong
Hasil perkembangan teaterisasi teater tutur Gambang Rancag menjadi
teater peran adalah terbentuknya lenong yang secara visual
memperlihatkan unsur-unsur luar terutama unsur Cina. Hal ini
disebabkan sebagaimana orkes Gambang Kromong pada masa awal
pertumbuhannya, dibina dan dikembangkan oleh masyarakat
keturunan Cina. Lenong biasa dilengkapi dengan dekor yang
disesuaikan pada babak-babak cerita. Pertunjukannya biasanya
dimulai dengan permainan musik Gambang Kromong yang
membawakan lagu-lagu baku. Salah satu identitas Lenong adalah
orkes Gambang Keromong sebagai musik pengiringnya. Berdasarkan
cara pertunjukan, cerita yang dibawakan, masyarakat pendukungnya
dan sebagainya, terdapat beberapa sebutan terhadap teater yang
tergolong Lenong itu, yaitu adalah sebagai berikut :
1.) Lenong Dines
2.) Wayang Senggol
3.) Wayang Sumedar
4.) Lenong Preman
5.) Wayang Si Ronda
6.) Jinong
7.) Dermuluk
8.) Samrah

8. Adat Pernikahan
Adat dan upacara perkawinan pada masyarakat Betawi akan diuraikan sesuai
dengan tahapan dan proses yang mengawalinya. Tahapan tersebut diawali
dengan masa perjumpaan dan pendekatan, lamaran sampai dengan akad nikah
36

yang merupakan resminya seorang pemuda dan seorang gadis menjadi suami
istri serta keriaan atau pesta yang melengkapinya. Tahapan-tahapan tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut:
- Ngedelengin, yaitu masa pendekatan atau perkenalan terhadap calon
pengantin.
- Ngelamar, merupakan ritual setelah adanya kesepakatan kedua belah
pihak antara pihak perempuan dan pria mengenai rencana perkawinan
anaknya. Pada saat ngelamar orang tua pihak pria mengutus
rombongan untuk melakukan lamaran lengkap dengan bawaan
ngelamar. Rombongan ngelamar terdiri dari Mak Comblang sebagai
juru bicara dan dua pasang pria-wanita paruh baya yang mewakili
orang tua pihak pria. Bawaan ngelamar terdiri dari: pisang raja 2 sisir
dengan kertas warna warni yang setiap cungkupnya diberi kertas
warna merah, kuning dan hijau; roti tawar diatas nampan dengan
kertas warna warni; uang sembah lamaran dan hadiah lainnya.
- Mas kawin, disepakati pada saat adanya lamaran sesuai persetujuan
kedua belah pihak keluarga
- Bawa Tande Putus, adanya ketemu rebo setelah lamaran yaitu
seminggu setelah acara lamaran, keluarga pihak pria mendatangi
rumah mempelai wanita membawa seperangkat Tande Putus.
Bawaan Tande Putus merupakan pengikat si calon None.
- Piare Calon None Pengantin, calon pengantin wanita dirawat selama
seminggu oleh seorang wanita yang khusus menangani hal ini.
Perlengkapan ritual ini adalah kembang 7 rupa setaman, paso tanah,
gayung batok, pedupaan dengan setanggi/gahru yang diletakkan
dibawah bangku tempat pengantin duduk.
- Akad nikah, pada pelaksanaan akad nikah adanya palang pintu
sebelum mempelai pria masuk yang mana sebagai acara pembuka.
- Acare Kebesaran, merupakan acara puncak pesta perkawinan dimana
pengantin bersanding di Puade.
- Malam Negor
- Pulang Tige Ari dan Lakse Pengantin
37

2.2 Tinjauan Khusus


2.2.1 Pusat Kebudayaan Belanda Erasmus Huis
A. Informasi Umum
• Logo

Gambar 2.16 Logo Erasmus Huis


(Sumber: http://erasmushuis-in.nlmission.org/)

• Alamat : Terletak di Jalan HR Rasuna Said Kav. S-3, Jakarta


12950

Gambar 2.17 Lokasi Erasmus Huis


(Sumber: http://erasmushuis-in.nlmission.org/)

• Jam Operasional : Senin-Kamis pukul 08.00-16.00


Jumat pukul 08.00-14.00
Sabtu pukul 10.00-13.00
Erasmus Huis tutup pada hari libur nasional Belanda dan Indonesia.

B. Sejarah
Hubungan antara Belanda dan Indonesia memiliki kaitan erat dalam ikatan
sejarah Indonesia. Indonesia pula menjadi inspirasi bagi tokoh Belanda yang
mempengaruhi budaya Indonesia. Oleh karena itu didirikannya pusat kebudayaan
Erasmus Huis pada tahun 1970. Erasmus Huis dibuka oleh Pangeran Bernhard
menempati sebuah rumah yang berlokasi di Menteng, Jakart Pusat.
Kegiatan yang dilakukan pada sarana ini merupakan kegiatan yang
seluruhnya berhubungan dengan budaya seperti diskusi, pameran, konser musik,
tarian dan pemutaran film dengan tokoh atau seniman yang berasal dari Belanda dan
38

Indonesia. Dengan kegiatan yang aktif sehingga dibutuhkannya sarana dan fasilitas
yang lebih baik, Erasmus Huis pada tahun 1981 menempati gedung Kedutaan Besar
Belanda yang terletak di daerah Kuningan di jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Kini Erasmus Huis menjadi pusat kebudayaan yang berkembang sangat baik di
Jakarta.

C. Visi dan Misi


Memberikan sarana kepada seniman dan tokoh budaya untuk dapat melestarikan
budaya Belanda dan Indonesia dan dapat berbagi informasi kepada masyarakat
secara luas mengenai budaya.

D. Struktur Organisasi

Diagram 2.1 Struktur Organisasi Erasmus Huis


(Sumber: Yuli Helvina, 2015)

E. Fasilitas
Secara keseluruhan Erasmus Huis hanya fokus pada bidang kebudayaan atau
kesenian. Berikut fasilitas yang disediakan oleh Erasmus Huis.
39

• Entrance

Gambar 2.18 Security Check


(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)

Gambar 2.19 Entrance


(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)

Gambar 2.20 Resepsionis


(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)

Gambar 2.21 Waiting Area


(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)
40

• Auditorium
Digunakan sebagai area pertunjukan tarian dan musik. Memiliki kapasitas
pengunjung sebanyak 320 orang. Terdapat pula area kamar ganti, area teknisi
dan gudang.

Gambar 2.22 Stage dan Audience


(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)

Gambar 2.23 Ruang Teknisi


(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)

• Amphitheatre
Merupakan teater outdoor yang digunakan untuk pertunjukan seni.

Gambar 2.24 Amphitheatre


(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)
41

• Ruang Pameran

Gambar 2.25 Area Pameran Utama


(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)

• Ruang Seminar/ Mini Galeri

Gambar 2.26 Ruang Seminar/ Mini Galeri


(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)

• Perpustakaan
Dengan kapasitas kursi 10 orang, perpustakaan ini menyediakan buku-buku
berbahasa Belanda yang paling dominan dan terdapat juga buku berbahasa
Inggris dan Indonesia.

Gambar 2.27 Perpustakaan


(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)
42

Gambar 2.28 Perpustakaan


(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)

• Ruang Rapat
Digunakan untuk penjamuan tamu khusus atau untuk meeting sebagai
persiapan umum untuk kegiatan yang diadakan dan berkapasitas 14 orang.

Gambar 2.29 Ruang Rapat


(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)

2.2.2 Japan Foundation


A. Informasi Umum
• Logo

Gambar 2.30 Logo Japan Foundation


(Sumber: what2do.asia)

• Alamat : Gedung Summitmas I, Jl. Sudirman Kav. 61-62,


Jakarta, Indonesia 12190
43

Gambar 2. 31 Lokasi The Japan Foundation


(Sumber: https://www.google.com/maps/)

• Jam Operasional : Senin-Jumat pukul 08.30-16.30

B. Sejarah
The Japan Foundation adalah lembaga nirlaba khusus di bidang
pertukaraan kebudayaan yang dibentuk oleh parlemen Jepang pada tahun 1972.
Lembaga ini berpusat di Tokyo, sebuah kantor cabang di Kyoto, dua institut
bahasa Jepang (di Urawa dan Kansai), serta 23 kantor luar negeri di 21 negara.
The Japan Foundation, Jakarta didirikan pada tahun 1979 dengan tujuan untuk
membangun persahabatan yang harmonis antara Indonesia dengan Jepang
melalui pendalaman pemahaman tentang Jepang.
Kegiatan The Japan Foundation, Jakarta terbagi dalam tiga divisi utama,
yaitu Divisi Kebudayaan, Divisi Bahasa, dan Divisi Studi Jepang dan
Pertukaran Intelektual. The Japan Foundation ingin melakukan kegiatan yang
dapat mengimbangi tumpang tindih permasalahan ekonomi dan politik dengan
digalakannya kekayaan budaya yang tidak memiliki campur tangan mengenai
ekonomi dan politik.

C. Visi dan Misi


The Japan Foundation bertujuan untuk menjalin komunikasi dan
membangun pemahaman antara masyarakat Jepang dan dunia.
44

D. Struktur Organisasi

Diagram 2.2 Struktur Organisasi Japan Foundation


(Sumber: Yuli Helvina, 2015)

E. Fasilitas
• Receptionist
Receptionist berada dilantai 3 dari gedung Summitmas I. Lantai 3 terdapat
ruangan kantor, ruang kursus dan lembaga asosiasi lainnya.

Gambar2.32 Receptionist
(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)

• Lobby
Area ini merupakan ruang yang multifungsi. Apabila pada area Hall tidak
mencukupi, maka kegiatan pun akan dilakukan pada lobby hall.
45

• Hall
Area ini digunakan untuk kegiatan kesenian dan seminar. Berkapasitas 140
orang dengan theatre style.

Gambar 2.33 Hall


(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)

Gambar 2.34 Back Stage


(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)

• Perpustakaan

Gambar 2.35 Perpustakaan


(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)
46

Gambar 2.36 Perpustakaan


(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)

• Ruang kursus
Memiliki 3 ruang kursus dengan masing-masing kapasitas 25 orang/kelas.

Gambar 2.37 Ruang Kursus


(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)

Gambar 2.38 Ruang Kursus


(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)

• Ruang Kerja

Gambar 2.39 Ruang Kerja Staff


(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)
47

2.2.3 Gabriel Mistral Cultural Center (Studi Literature)


A. Informasi Umum

• Alamat : Avenida Libertador Bernardo O'Higgins 227,


Santiago, Chile

Gambar 2.40 Lokasi Gabriel Mistral Cultural Center


(Sumber: https://www.google.com/maps/)

B. Sejarah

Gabriel Mistral Cultural Center merupakan salah satu resort kota yang
terletak di Santiago. Bangunan ini dirancang oleh Juan Miguel Echenique dan
Lawner dengan total luas bangunan 44.000 m2. Konstruksi dimulai pada tahun
1971 yang berakhir pada tahun 1972 sebagai tuan rumah Konferensi Dunia
Ketiga tentang Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD III).
Bangunan ini dirancang sebagai “a large deck of monumental proportions”.
Sejak pembangunan awal terlihat bangunan ini memiliki dampak urban. Pada
tahun 2009, Michelle Bachelet meresmikan nama bangunan menjadi Gabriela
Mistral Cultural Center, “untuk mengabadikan memori dan menghormati
nama-Nya dan kontribusinya terhadap pembentukan warisan budaya Chili dan
sastra Amerika Latin.”

C. Visi dan Misi


Sebagai pusat kebudayaan yang memelihara seni dan budaya yang
memiliki pengaruh baik terhadap lingkungan sekitarnya.
48

D. Konsep
Strategi pembangunan pusat kebudayaan ini difokuskan pada membangun
hubungan antara lingkungan dari desain urban dan ruang publik. Dengan
usulan sederhana, arsitek mengambil ide dari bangunan aslinya dan ditafsirkan
kembali, disesuaikan dengan program baru.
Dari konsep transparansi, mengembangkan empat poin. Yang pertama
adalah pembukaan ke kota dan hubungan urban di seluruh masyarakat umum.
Yang kedua adalah penciptaan ruang publik baru. Pembukaan bangunan
kepada masyarakat dengan memasukkan program kemasyarakatan membentuk
poin ketiga, dan akhirnya, legitimasi proyek melalui penggabungan banyak
agen sosial dalam membentuk patokan baru untuk kota. Sebagian besar interior
terdapat permukaan kaca yang besar. Dengan hal ini bertujuan agar ruang dan
lingkungan urban dapat berkomunikasi dengan baik.

E. Fasilitas
• Facade

Gambar 2.41 Façade Gabriel Mistral Cultural Center


(Sumber: en.wikiarquitectura.com)
49

Gambar 2.42 Façade Gabriel Mistral Cultural Center


(Sumber: en.wikiarquitectura.com)

• Lobby

Gambar2.43 Lobby Gabriel Mistral Cultural Center


(Sumber: en.wikiarquitectura.com)

• Perpustakaan

Gambar 2.44 Perpustakaan Gabriel Mistral Cultural Center


(Sumber: en.wikiarquitectura.com)

• Theatre
50

Gambar 2.45 The Great Theatre Gabriel Mistral Cultural Center


(Sumber: en.wikiarquitectura.com)

• Amphitheatre/stage

Gambar 2.46 Amphitheater/Stage Gabriel Mistral Cultural Center


(Sumber: en.wikiarquitectura.com)

Anda mungkin juga menyukai