Fungsi Pusat Kebudayaan PDF
Fungsi Pusat Kebudayaan PDF
LANDASAN TEORI
9
10
yang konkret. Yang kedua, menekankan peran gugus nilai tanpa mengacu
pada perilaku.
6. Definisi genetis: definisi budaya yang melihat asal usul bagaimana budaya itu
eksis atau tetap bertahan. Definisi ini cenderung melihat budaya lahir dari
interaksi antar manusia dan tetap bisa bertahan karena ditransmisikan dari
satu generasi ke generasi berikutnya (2005: 8-9).
B. Fasilitas Pendukung
1. Gift Shop
Fasilitas ini dikhususkan untuk pengunjung dapat membeli cinderamata.
2. Kafetaria
Kafetria merupakan salah satu faslitas yang dapat memanjakan pengunjung
dengan makanan khas sesuai kebudayaan pada Pusat Kebudayaan.
3. Penitipan Barang
Fasilitas penitipan barang/loker bertujuan untuk mengantisipasi apabila
terdapat kegiatan yang membutuhkan pengamanan lebih.
dalam. Ancol artinya daerah genangan air. Pulo artinya tanah yang
dikelilingi air. Srengseng artinya sisa tanah yang tidak dapat dijadikan
sawah.
- Komsen
- Tapak jalak
15
- Kalang, lingkaran
- Prapatan
- Gawang
Gambar 2.2 Bentuk Geometri
(Sumber: Ragam Budaya Betawi, Propinsi DKI Jakarta)
3. Jaman Pajajaran
Kerajaan Pajajaran asli didirikan orang Sunda dan memiliki
perkembangan ekonomi yang pesat. Pelabuhan Sunda Kalapa semakin
maju, kapal-kapal sering berlabuh di Sunda Kalapa untuk membeli
anggur (tuak) dan air bersih. Pada tahun 1522 Portugis masuk ke wilayah
Sunda Kalapa dengan adanya perjanjian dengan Kerajaan Pajajaran
dengan diizinkannya membangun benteng di Sunda Kalapa. Sejak saat itu
pelabuhan mulai mengalami perubahan menjadi suasana kota yang
berwajah Eropa. Pajajaran adalah kerajaan yang menaungi kerajaan kecil
seperti kerajaan Tanjung Jaya, ditepi kali Ciliwung, Jakarta Selatan.
Didirikan oleh Wangsatunggal pada tahun 1333. Raja Tanjung Jaya yang
terakhir adalah seorang wanita bernama Kiranawati. Kerajaan ini berakhir
pada tahun 1579.
4. Jaman Belanda
Pada saat penjajahan Belanda, pembauran kebudayaan antara Betawi dan
Belanda, umumnya Eropa terjadi pada masa sesudah VOC (1619-1799).
Dibidang kesenian lahir jenis music Tanjidor dan Keroncong yang
mendapat pengaruh budaya Belanda dan Eropa. Pada bidang teater, Tonil
adalah contoh teater yang dipengaruhi budaya Eropa. Perkembangan
Jakarta banyak berpengaruh oleh konsep perencanaan Belanda/ Eropa,
namun dibeberapa daerah tetap muncul permukiman kaum pribumi yang
memiliki ciri khas. Permukiman ini bercirikan desa pertanian/perkebunan.
Sekita 1840-an muncul istilah kampung, yang mengindikasikan
permukiman asli. Istilah kampong muncul dari istilah compound. Sejak
itulah muncul kampung Betawi yang dikenal sekarang seperti Kampung
Melayu, kampung Bali dan sebagainya.
B. Suku Betawi
1. Orang Betawi
Jumlah orang Betawi pada jaman colonial Belanda pada tahun 1930
sebanyak 778.953 jiwa yang menjadi mayoritas penduduk Batavia pada
masa itu. Dalam kehidupan sehari-hari, orang Betawi menyebut diri
berdasarkan tempat tinggal seperti, orang Kemayoran, orang Senen atau
17
Musik Betawi memiliki banyak pula pengaruh dari budaya Sunda, seperti
Gamelan Topeng. Musik ini biasanya mengiringi pagelaran teater rakyat/
topeng betawi. Pada umumnya Gamelan Topeng terdiri dari rebab,
sepasang gendang, ancak, kenong berpencon tiga, kecrek, kempul yang
digantungkan pada gawangan, dan gong angkong/gong tahang.
• Musik Samrah
Dari hasil penelitian, Ali Sabeni berpendapat samrah merupakan akronim
dari sambil musyawarah. Hal itu berdasarkan dahulu Betawi merupakan
tempat berkumpul pendatang dari berbagai daerah. Harun Rasjid pun
berpendapat samrah berasal dari bahasa arab yaitu Samaroh yang berarti
“berkumpul santai. Hal itu berdasarkan pada masa lampau musik ini
disajikan pada saat bersantai kala Maulid Nabi pada malam hari yang
disebut malam angkat. Musik ini dikenal dengan music yang menyajikan
cerita rakyat. Musik Samrah dipergunakan untuk mengiringi lagu dan tari.
Kostum yang digunakan pengiring ada 2 macam, pertama: peci, jas dan
kain plekat; kedua: baju sadaria dan celana batik. Bersama dengan ondel-
ondel dan tanjidor, musik ini dipergunakan pula untuk menyambut tamu
pada acara kesenian Betawi.
• Sampyong
Merupakan musik orkes rakyat Betawi pinggiran yang paling sederhana.
Orkes ini dipergunakan untuk mengiringi pertandingan ujangan, yaitu dua
orang bertanding saling memukul menggunakan rotan yang didahului
oleh tarian uncul.
• Musik Marawis
Marawis adalah jenis musik “band tepok” menggunakan perkusi sebagai
musik utama. Musik ini pemainnya bersifat turun menurun. Pemain
musik terdiri dari 10 orang yang masih memiliki hubungan keluarga
misal, kakek-cucu-anak-dsb. Alat music terdiri 3 jenis, pertama perkusi
rebana ukuran kecil yang garis tengahnya 10 cm, tinggi 17 cm dan kedua
kendang ditutup. Kedua perkusi besar dengan tinggi 50 cm, garis tengah
10 cm dan yang ketiga adalah papan tepok. Kadang dilengkapi dengan
tamburin atau kecrek.
20
• Rebana
Rebana merupakan gendang pipih bundar terbuat dari tabung kayu
pendek dan lebar pada ujungnya, satu sisi diberi kulit (Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa, 1996: 824). Rebana adalah alat musik yang
berlafadzkan Islam dan dipergunakan sebagai sarana upacara peringatan
Maulid Nabi Muhammad SAW dan hajatan lainnya. Berdasarkan alat
musiknya, sumber syair dibawakan latar belakang social rebana betawi
yang dibawakan dari berbagai macam jenis dan nama, seperti Rebana
Hadro, Rebana Maukhid, Rebana Burdah dan Rebana Ketrimping.
2. Seni Tari
Masyarakat Betawi berasal dari berbagai suku dan bangsa, demikian
tarian-tariannya. Tari rakyat Betawi beradaptasi dengan pengaruh budaya
luar. Sebagian besar tari Betawi adalah tari rakyat yang bersifat
improvisatoris. Belum pernah ada yang membuktikan tari Betawi bersifat
sacral. Seluruh tariannya bersifat hiburan dan menitik beratkan pada segi
humor.
• Tari Topeng
Menurut tokoh betawi, ada 3 syarat teknis sebagai penari topeng Betawi
untuk menghasilkan tarian yang estetis dan harmonis, yaitu luwes, ajer
(ceria), dan lincah tanpa beban saat menari.
• Cokek
Berasal dari Cina, cukin yaitu sekendang yang panjangnya kurang dari 1
meter dipakai penari untuk menggaet pasangannya. Tarian cokek dapat
diiringi dengan orkes Gembang Kromong.
• Belenggo
Gerak dasar tari belenggo merupakan gerak dasar pencak silat. Seorang
penari belenggo menguasai jurus silat Cimande. Berdasarkan music
pengiring, tari belenggo menjadi 2 bagian yaitu tari belenggo rebana dan
belenggo ajeng. Tari ini dibawakan oleh kaum pria dan menggunakan
pakaian seperti pemain pencak silat yaitu seragam hitam
21
3. Arsitektur
Masyarakat Betawi tidak memiliki gaya bangunan yang khas. Cara khas
dalama Betawi seperti dalam teknik penyambungan yakni “tiang guru”
dengan “panglari” yang diperkuat dengan “pen” sebagai pengganti paku.
Pada umumnya tampak jelas memiliki persamaan dengan gaya bangunan
Sunda, Jawa, Melayu dan Eropa dalam bentuk sederhana.
Rumah tradisional Betawi secara geografis berada dilingkungan dekat air.
Dibagian pedalaman rumah tradisional yang dapat mewakili seperti
dikawasan Condet, Bale Kembang dan Batuampar, Jakarta Timur. Tata letak
rumah tidak berorientasi arah mata angin, lebih mengutamakan bentuk
pekarangan serta fungsinya. Bentuk dan struktur atap rumah Betawi secara
garis besar dibagi menjadi 3 potongan.
22
• Potongan Gudang
Ciri-ciri rumah Betawi dengan bentuk potongan gudang adalah sebagai
berikut:
- Memiliki denah segiempat memanjang dari depan ke belakang.
- Atap berbentuk pelana.
- Struktur atap rumah gadang tersusun dari kerangka kuda-kuda. Yang
perisai ditambah elemen struktur atap yaitu jure.
- Terdapat batang tekan miring yang saling bertemu dengan sebuat
batang tegak yang disebut ander.
- Bagian depan ruamh terdapat topi atau markis yang berfungsi
menahan cahaya matahari dan tempias hujan.
• Potongan Joglo
Bentuk rumah Betawi ini memiliki pengaruh dari rumah joglo dari
budaya Jawa. Ciri-ciri potongan joglo adalah sebagai berikut:
- Tiang penopang struktur atap tidak menjadi unsur utama.
- Bagian atap memiliki struktur kuda-kuda. Sistem kuda-kuda joglo
Betawi adalah kuda-kuda “Timur” yang tidak mengenal batang
diagonal.
- Memiliki bentuk denah bujur sangkar dengan bagian empat persegi
panjang yang salah satu garis panjangnya terdapat dari kiri ke kanan
ruang depan.
23
Pada struktur atap, unsur struktur yang bervariasi berasal dari arsitektur
luar adalah sekor untuk penahan dak/struktur overstek atau penanggap
yang terbuat dari kayu, terdapat pula terbuat dari logam yang
24
4. Ragam Hias
Dalam ragam hias Betawi memiliki ciri khas tersendiri. Pada umumnya
orang Betawi menyenangi warna yang cerah, menyolok seperti warna
merah, kuning cerah dan sebagainya. Lalu pada pola umum bermotif
geometris.
• Tembikar
Dengan bentuk sederhana, tembikar memiliki motif ragam hias seperti
garis miring berderet dibagian atas dan bagian bawah garis miring kearah
sebaliknya.
• Bangunan
Ragam hias pada bangunan Betawi memiliki motif geometris seperti titik-
titik, segiempat, segitiga, belahketupat, lengkung, setengah lingkaran atau
lingkaran. Ragam hias umumnya terdapat pada lubang angin, kusen, daun
pintu dan jendela. Terdapat pula pada tiang yang tidak tertutup angina
seperti tiang langkan, dinding ruang depan, list plank, garde(batas ruang
depan dan ruang tengah), tangan-tangan (skur) dan teras.
• Perahu
Pada perahu menggunakan warna yang mencolok berbentuk garis-garis
tumpang tindih dengan kombinasi warna seperti merah, jingga, hiaju,
kuning dan putih. Dengan lukisan ombak bergulung dalam bentuk garis
lengkung dan patah. Pada ujung haluan tampak motif geometris seperti
jajaran genjang bersambung.
26
• Batik
Motif batik yang digemari wanita Betawi adalah jenis seperti
“Jamblang”,”Babarankalengan”, dan ”Jelamprang”. Motifnya terdiri dari
garis segitiga melancip, ujungnya yang lancip disambungkan dengan
ujung segitiga lainnya. Untuk daerah pinggiran Jakarta motif bergerigi
disebut Pucuk Rebung.
5. Pakaian
Dalam pakaian yang digunakan budaya Betawi memiliki
pengaruh budaya Arab, China, Melayu dan Budaya Barat.
(Sumber: sewabusanabetawi.blogspot.com)
6. Seni Sastra
Sastra Betawi adalah karya sastra masyarakat Betawi itu sendiri. Sudah
tentu bahasa yang digunakan adalah dialek Betawi yang merupakan ciri
utama dari kebudayaannya. Pemakaian bahasa Betawi sebagai wahana
untuk menulis kritik-kritik sosial, dalam rubrik-rubrik ‘pojok’ atau untuk
dialog dalam cerita-cerita pendek, bahkan dalam film-film cerita, saat ini
sudah menjadi umum, dan rupanya diterima sebagai bagian dari bahasa
sastra Indonesia modern. Berdasarkan jenisnya, masyarakat
28
7. Teater
Teater tradisional Betawi merupakan pertunjukan yang membawakan
lakon atau cerita, baik dengan atau tanpa tutur kata. Ondel-obdel
termasuk teater rakyat tanpa tutur kata. Teater dengan tutur kata dapat
dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, Teater yang lakon atau ceritanya
di tuturkan oleh seorang atau lebih penutur, saat ini disebut “Teater
Tutur”. Kedua, Teater yang membawakan lakon atau cerita yang tokoh-
tokohnya diperankan oleh pemeran yang disebut “Teater Peran”.
Sebagaimana umumnya teater rakyat, teater Betawi bagi pendukungnya
berfungsi antara lain sebagai media pendidikan, sebagai media kritik
sosial atau alat untuk menyampaikan protes terhadap ketidak adilan dan
sebagainya, sebagai alat untuk memberi teguran kepada anggota
masyarakat yang menyeleweng dari kaidah-kaidah yang berlaku.
• Teater Tanpa Tutur
- Ondel-ondel
Ondel-ondel adalah pertunjukan rakyat yang sudah berabad-abad
terdapat di Jakarta dan sekitarnya, yang saat ini menjadi wilayah
budaya Betawi. Ondel-ondel tergolong salah satu bentuk teater tanpa
tutur, karena pada mulanya dijadikan personifikasi leluhur atau nenek
moyang, pelindung keselamatan kampung dan seisinya. Dengan
demikian dapat dianggap sebagai membawakan lakon atau cerita.
Ondel-ondel berbentuk boneka besar dengan rangka anyaman bambu
dengan ukuran kurang lebih 2,5 M, tinggi dan garis tengahnya kurang
dari 80 cm. Ondel-ondel dibuat demikian rupa agar pemikulnya yang
berada didalamnya dapat bergerak leluasa. Rambutnya dibuat dari
ijuk atau “duk” kata orang Betawi. Mukanya berbentuk topeng atau
kedok dengan mata bundar melotot.
- Gemblokan
Gemblokan adalah teater tanpa tutur yang lain, juga berbentuk boneka.
Ukurannya dari batas pinggul ke atas rata-rata seukuran badan
30
manusia. Gemblokan terbuat dari kain, diisi seperti bantal dan kapuk,
ijuk atau sabut kelapa. Bagian mukanya dibuat dari kayu atau karton
tebal, dibentuk demikian rupa agar tampak lucu. Ada yang lidahnya
digambarkan menjulur keluar seperti anjing kelelahan, ada pula yang
berbentuk badut sirkus. Kepalanya ada yang ditutup dengan topi, peci,
dan ada pula dengan kain hitam atau warna lainnya. Cara memainkan
gemblokan yakni boneka diikat dengan kain pelekat atau kain batik
panjang pada bagian bawah perut pemain. Mukanya didoyongkan ke
depan, ujung boneka sebelah bawah diletakkan persis pada
selangkangan kedua tangannya ditaruh pada pinggang pemain,
sehingga dengan demikian tampak seolah-olah yang
memainkannyalah yang digendong. Kedua belah tangan pemain
diletakan di kedua belah bahu boneka itu.
• Teater Tutur
Menurut jenis-jenis cerita dan cara membawakannya serta masyarakat
pendukungnya, Teater Tutur Betawi dapat dibagi menjadi tiga kelompok
sebagai berikut :
- Dongeng
Dibeberapa tempat di pinggiran Kota Jakarta dan sekitarnya, seperti di
Ciracas, Cijantung, Kalimalang, Curug dekat Depok dan sebagainya,
terdapat orang yang pandai bercerita. Julukan yang diberikan
kepadanya adalah “tukang dongeng”. Mereka biasa mendapat
panggilan dari orang yang mempunyai hajatan untuk ikut memriahkan
“malam ngangkal” yaitu malam sebelum pesta sesungguhnya
dilangsungkan. Dalam bercerita mereka tidak pernah memulai
ceritanya dengan kata “Sahibul Hikayat”. Cerita yang disajikan
biasanya mirip dengan cerita pantun Sunda, seperti cerita “sumur
bandung”, “Ciungmanara”, “Mundinglaya”, “Ki Ajar Surawisosa”
dan sebagainya. Biasa pula dibawakan cerita-cerita yang sering
dipentaskan oleh rombongan Blantek atau Topeng. Cerita dibawakan
tanpa iringan musik, tidak seperti “pantun” Sunda yang biasa disertai
dengan kecapi, tarawangsa dan suling.
31
- Sahibul Hikayat
Sastra lisan yang tergolong sahibul hikayat ialah cerita-cerita yang
berasal dari Timur Tengah, antara lain bersumber pada cerita Seribu
Satu Malam, Alfu Lail wal lail. Istilah Sahibul Hikayat berasal dari
bahasa Arab yang berarti empunya cerita. Pembawa cerita Sahibul
Hikayat biasanya disebut “Tukang Cerita” atau “Juru Hikayat”. Juru
hikayat yang terkenal pada masa lalu antara lain Haji Ja’far, Haji
Ma’ruf kemudian Muhammad Zahid.
- Gambang Rancag
Gambang Rancag atau Gambang Rancak merupakan salah satu
tingkat teaterisasi Rancak. Pergelaran Gambang Rancag dilakukan
oleh dua orang atau lebih juru rancag yang menceritakan dengan atau
cerita dengan dinyanyikan, diiringi orkes Gambang Keromong. Sejak
awal perkembangannya Gambang Rancag biasa memeriahkan pesta-
pesta, terutama dalam lingkungan terbatas. Biasanya dipentaskan
tanpa panggung, tempat pementasan letaknya sejajar dengan penonton
yang berada disekelilingnya. Tokoh-tokoh Gambang Rancag saat ini
antara lain Samad Modo dengan Jali alias Jalut dan Ma’in sebagai
lawan mainnya di pekayon, Entong Dale dengan Bedeh di Cijantung,
Jakarta Timur, dan Amsar bersama Ali dan Minggu di Bendungan
Jago, Jakarta Pusat.
• Wayang
Dalam masyarakat Betawi terdapat juga wayang, sebagaimana halnya
dibeberapa daerah di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Di daerah-daerah
lain terutama di Surakarta dan Yogyakarta, wayang merupakan salah satu
kesenian yang dibina dan dikembangkan oleh kalangan keraton, terikat oleh
berbagai konversi yang rumit dan mendalam. Merupakan gabungan dari
segala unsur seni yang bertaraf tinggi, sehingga dipandang pendukungnya
sebagai kesenian yang “adhi luhung”, sedangkan wayang yang terdapat
dalam masyarakat Betawi jelas menonjolkan sifat kejelataannya, sederhana,
polos dan keakraban komunikasi timbal balik dengan penontonnya tampak
menonjol. Lazimnya, dikalangan orang Betawi wayang kulit disebut
“Wayang” tanpa dilengkapi dengan kata “kulit”. Wayang golek yang dinuat
dari kayu biasa disebut “Golek”.
32
- Wayang Kulit
Wayang kulit Betawi dalam bentuknya saat ini diiringi gamelan
logam. Seperti lazimnya pergelaran wayang kulit, wayang kulit
Betawi juga biasa menggunakan kelir, yang menurut istilah setempat
biasa disebut kore. Alat musik pengiringnya terdiri dari gendang,
terompet, (ada juga yang menggunakan rebab), dua buah saron,
keromong, kedemung, kecrek, kempul dan gong.
Pergelaran wayang kulit Betawi adalah dilaksanakan dalam bentuk
arena dengan pentas sejajar dengan penonton. Pada umunya bermain
di atas tanah di bawah “tarub” di halaman rumah. Baru akhir-akhir ini
beberapa dalang mulai mengadakan pergelaran diatas panggung.
Dalang wayang kulit Betawi saat ini antara lain adalah Neran, Niin,
Oking, Kamplong, Asmat, Marjuki, Comong, Bonang, Sa’an, Usman
dan Jari.
- Wayang Golek
Wayang Golek Betawi ada dua macam, pertama sama seperti wayang
golek Sunda, baik bentuk maupun tata cara pergelarannya. Hanya
bahasa yang dipakai yaitu dialek Betawi, khususnya dalam dialog-
dialognya. Demikian pula lakon-lakon yang biasa dipergelarkan
kebanyakan sama dengan wayang golek Sunda, seperti “Babad Alas
Amar”, “Bandung Nagasewu”, “Palalikrama” dan sebagainya. Musik
pengiringnya sama dengan wayang kulit Betawi, yaitu gamelan logam.
- Wayang Wong
Secara umum penampilan Wayang Wong Betawi sama seperti
wayang orang di daerah lain, namun tidak mempunyai tempat
pergelaran yang tetap, seperti wayang orang Jawa. Status pemainnya
pada umumnya amatir, oleh karena itu terlihat dalam penyiapan
propertinya lebih sederhana dibandingkan dengan wayang orang di
daerah lain. Pada penyajian Wayang Wong Betawi panggung
biasanya dibagi menjadi dua bagian, disebelah belakang dipakai untuk
dalang serta penabuh gamelan dan para pemain, sedangkan bagian
depan adalah tempat Wayang Wong bermain. Batas pemisah antara
tempat dalang dengan tempat Wayang Wong bermain adalah dekor
33
• Teater Peran
Beberapa bentuk teater peran Betawi seperti Ubrug, Dermuluk, wayang si
Ronda, wayang Senggol dan wayang Sumedar telah tinggal sebutan saja.
Untung masih terdapat beberapa orang “Veteran” pemain atau senimannya
yang masih dapat memberikan beberapa keterangan yang bilamana
diperlukan dapat digunakan sebagai bahan rekonstruksi. Usaha rekonstruksi
itu ternyata dapat dilaksanakan serta dapat membawa hasil yang cukup
memuaskan. Sebagai contoh bangkitnya kembali Blantek, sebuah teater
Betawi yang sejak puluhan tahun yang lalu tidak terdengar lagi namanya.
Jenis-jenis teater peran di wilayah budaya Betawi adalah sebagai berikut :
- Ubrug
Ubrug termasuk jenis teater peran yang sudah punah, beberapa
tokohnya yang masih hidup antara lain Ma Kinang, yang sekitar tahun
dua puluhan berpindah profesi dari “ronggeng” Ubrug menjadi
“Ronggeng Topeng”. Demikian juga Ma Minah di Cijantung. Ubrug
Betawi merupakan unsur lain dari Ubrug Banten yang terdapat di
beberapa tempat di wilayah Kabupaten Pandeglang. Selain bahasa
yang berbeda, pada pergelaran Ubrug Betawi biasa terdapat
pertunjukan sulap. Ada sulapan yang berdasarkan keterampilan, ada
pula sulapan yang konon menggunakan ilmu gaib, seperti “sulap
gedebus”. Lakon-lakon yang biasa dibawakan Ubrug berbentuk
lakon-lakon pendek yang disebut “banyolan”.
- Belantek
Menurut beberapa keterangan, pada mulanya Belantek merupakan
sejenis teater yang “panjaknya” terdiri dari para pemula atau sebutan
yang masih dalam tahap belajar untuk menjadi pemain topeng atau
lenong. Peralatannya pun tidak menentu, ada yang menggunakan
rebana biang, ada pula yang menggunakan semacam gamelan yang
sederhana, bahkan ada yang dibuat dari kaleng bekas sardencis untuk
dijadikan keromong, sebagaimana dilakukan oleh Nasir Boyo di
34
8. Adat Pernikahan
Adat dan upacara perkawinan pada masyarakat Betawi akan diuraikan sesuai
dengan tahapan dan proses yang mengawalinya. Tahapan tersebut diawali
dengan masa perjumpaan dan pendekatan, lamaran sampai dengan akad nikah
36
yang merupakan resminya seorang pemuda dan seorang gadis menjadi suami
istri serta keriaan atau pesta yang melengkapinya. Tahapan-tahapan tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut:
- Ngedelengin, yaitu masa pendekatan atau perkenalan terhadap calon
pengantin.
- Ngelamar, merupakan ritual setelah adanya kesepakatan kedua belah
pihak antara pihak perempuan dan pria mengenai rencana perkawinan
anaknya. Pada saat ngelamar orang tua pihak pria mengutus
rombongan untuk melakukan lamaran lengkap dengan bawaan
ngelamar. Rombongan ngelamar terdiri dari Mak Comblang sebagai
juru bicara dan dua pasang pria-wanita paruh baya yang mewakili
orang tua pihak pria. Bawaan ngelamar terdiri dari: pisang raja 2 sisir
dengan kertas warna warni yang setiap cungkupnya diberi kertas
warna merah, kuning dan hijau; roti tawar diatas nampan dengan
kertas warna warni; uang sembah lamaran dan hadiah lainnya.
- Mas kawin, disepakati pada saat adanya lamaran sesuai persetujuan
kedua belah pihak keluarga
- Bawa Tande Putus, adanya ketemu rebo setelah lamaran yaitu
seminggu setelah acara lamaran, keluarga pihak pria mendatangi
rumah mempelai wanita membawa seperangkat Tande Putus.
Bawaan Tande Putus merupakan pengikat si calon None.
- Piare Calon None Pengantin, calon pengantin wanita dirawat selama
seminggu oleh seorang wanita yang khusus menangani hal ini.
Perlengkapan ritual ini adalah kembang 7 rupa setaman, paso tanah,
gayung batok, pedupaan dengan setanggi/gahru yang diletakkan
dibawah bangku tempat pengantin duduk.
- Akad nikah, pada pelaksanaan akad nikah adanya palang pintu
sebelum mempelai pria masuk yang mana sebagai acara pembuka.
- Acare Kebesaran, merupakan acara puncak pesta perkawinan dimana
pengantin bersanding di Puade.
- Malam Negor
- Pulang Tige Ari dan Lakse Pengantin
37
B. Sejarah
Hubungan antara Belanda dan Indonesia memiliki kaitan erat dalam ikatan
sejarah Indonesia. Indonesia pula menjadi inspirasi bagi tokoh Belanda yang
mempengaruhi budaya Indonesia. Oleh karena itu didirikannya pusat kebudayaan
Erasmus Huis pada tahun 1970. Erasmus Huis dibuka oleh Pangeran Bernhard
menempati sebuah rumah yang berlokasi di Menteng, Jakart Pusat.
Kegiatan yang dilakukan pada sarana ini merupakan kegiatan yang
seluruhnya berhubungan dengan budaya seperti diskusi, pameran, konser musik,
tarian dan pemutaran film dengan tokoh atau seniman yang berasal dari Belanda dan
38
Indonesia. Dengan kegiatan yang aktif sehingga dibutuhkannya sarana dan fasilitas
yang lebih baik, Erasmus Huis pada tahun 1981 menempati gedung Kedutaan Besar
Belanda yang terletak di daerah Kuningan di jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Kini Erasmus Huis menjadi pusat kebudayaan yang berkembang sangat baik di
Jakarta.
D. Struktur Organisasi
E. Fasilitas
Secara keseluruhan Erasmus Huis hanya fokus pada bidang kebudayaan atau
kesenian. Berikut fasilitas yang disediakan oleh Erasmus Huis.
39
• Entrance
• Auditorium
Digunakan sebagai area pertunjukan tarian dan musik. Memiliki kapasitas
pengunjung sebanyak 320 orang. Terdapat pula area kamar ganti, area teknisi
dan gudang.
• Amphitheatre
Merupakan teater outdoor yang digunakan untuk pertunjukan seni.
• Ruang Pameran
• Perpustakaan
Dengan kapasitas kursi 10 orang, perpustakaan ini menyediakan buku-buku
berbahasa Belanda yang paling dominan dan terdapat juga buku berbahasa
Inggris dan Indonesia.
• Ruang Rapat
Digunakan untuk penjamuan tamu khusus atau untuk meeting sebagai
persiapan umum untuk kegiatan yang diadakan dan berkapasitas 14 orang.
B. Sejarah
The Japan Foundation adalah lembaga nirlaba khusus di bidang
pertukaraan kebudayaan yang dibentuk oleh parlemen Jepang pada tahun 1972.
Lembaga ini berpusat di Tokyo, sebuah kantor cabang di Kyoto, dua institut
bahasa Jepang (di Urawa dan Kansai), serta 23 kantor luar negeri di 21 negara.
The Japan Foundation, Jakarta didirikan pada tahun 1979 dengan tujuan untuk
membangun persahabatan yang harmonis antara Indonesia dengan Jepang
melalui pendalaman pemahaman tentang Jepang.
Kegiatan The Japan Foundation, Jakarta terbagi dalam tiga divisi utama,
yaitu Divisi Kebudayaan, Divisi Bahasa, dan Divisi Studi Jepang dan
Pertukaran Intelektual. The Japan Foundation ingin melakukan kegiatan yang
dapat mengimbangi tumpang tindih permasalahan ekonomi dan politik dengan
digalakannya kekayaan budaya yang tidak memiliki campur tangan mengenai
ekonomi dan politik.
D. Struktur Organisasi
E. Fasilitas
• Receptionist
Receptionist berada dilantai 3 dari gedung Summitmas I. Lantai 3 terdapat
ruangan kantor, ruang kursus dan lembaga asosiasi lainnya.
Gambar2.32 Receptionist
(Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)
• Lobby
Area ini merupakan ruang yang multifungsi. Apabila pada area Hall tidak
mencukupi, maka kegiatan pun akan dilakukan pada lobby hall.
45
• Hall
Area ini digunakan untuk kegiatan kesenian dan seminar. Berkapasitas 140
orang dengan theatre style.
• Perpustakaan
• Ruang kursus
Memiliki 3 ruang kursus dengan masing-masing kapasitas 25 orang/kelas.
• Ruang Kerja
B. Sejarah
Gabriel Mistral Cultural Center merupakan salah satu resort kota yang
terletak di Santiago. Bangunan ini dirancang oleh Juan Miguel Echenique dan
Lawner dengan total luas bangunan 44.000 m2. Konstruksi dimulai pada tahun
1971 yang berakhir pada tahun 1972 sebagai tuan rumah Konferensi Dunia
Ketiga tentang Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD III).
Bangunan ini dirancang sebagai “a large deck of monumental proportions”.
Sejak pembangunan awal terlihat bangunan ini memiliki dampak urban. Pada
tahun 2009, Michelle Bachelet meresmikan nama bangunan menjadi Gabriela
Mistral Cultural Center, “untuk mengabadikan memori dan menghormati
nama-Nya dan kontribusinya terhadap pembentukan warisan budaya Chili dan
sastra Amerika Latin.”
D. Konsep
Strategi pembangunan pusat kebudayaan ini difokuskan pada membangun
hubungan antara lingkungan dari desain urban dan ruang publik. Dengan
usulan sederhana, arsitek mengambil ide dari bangunan aslinya dan ditafsirkan
kembali, disesuaikan dengan program baru.
Dari konsep transparansi, mengembangkan empat poin. Yang pertama
adalah pembukaan ke kota dan hubungan urban di seluruh masyarakat umum.
Yang kedua adalah penciptaan ruang publik baru. Pembukaan bangunan
kepada masyarakat dengan memasukkan program kemasyarakatan membentuk
poin ketiga, dan akhirnya, legitimasi proyek melalui penggabungan banyak
agen sosial dalam membentuk patokan baru untuk kota. Sebagian besar interior
terdapat permukaan kaca yang besar. Dengan hal ini bertujuan agar ruang dan
lingkungan urban dapat berkomunikasi dengan baik.
E. Fasilitas
• Facade
• Lobby
• Perpustakaan
• Theatre
50
• Amphitheatre/stage