Anda di halaman 1dari 6

MUNAKAHAT

MAKALAH

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan dalam kehidupan sehari-hari adalah salah satu hal yang tidak asing lagi bagi seluruh
makhluk hidup di dunia ini.Namun di dalam pelaksanaannya masih banyak manusia yang tidak
faham tentang pernikahan itu sendiri. Padahal tidak hanya dalam segi pandang social saja
pernikahan itu penting untuk dipaelajari, namun juga dalam segi pandang islam. Masih banyak hal
yang perlu kita ketahui menurut islam tentang pernikahan, seperti pengertian, dasar hukum, tujuan,
hikmah,syarat, serta rukun nikah yang dapat kita jadikan pedoman dalam kehidupan kelak.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian pernikahan?
2. Apakah dasar hukum dari pernikahan?
3. Apakah tujuan dilakasanakannya sebuah pernikahan?
4. Apakah hikmah dari pernikahan?
5. Bagaimanakah syarat-syarat dan rukun yang benar dalam pernikahan?

C. Tujuan Pembahasan Masalah


1. Mengetahui arti dari pernikahan.
2. Mengetahui dasar hukum dari pernikahan.
3. Mengetahui tujuan dilakasanakannya sebuah pernikahan.
4. Mengetahui hikmah dari pernikahan.
5. Mengetahui syarat-syarat dan rukun yang benar dalam pernikahan.

D. Batasan Masalah
Adapun permasalahan yang dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah tentang
persoalan kefilsafatan yang berkaitan dengan nilai atau aksiologi.Untuk memberikan kejelasan
makna dan menghindari meluasnya pembahasan, maka pembahasan dibatasi pada :
1. Arti dari pernikahan.
2. Dasar hukum dari pernikahan.
3. Tujuan dilakasanakannya sebuah pernikahan.
4. Hikmah dari pernikahan.
5. Syarat-syarat dan rukun yang benar dalam pernikahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pernikahan
Pernikahan disebut juga perkawinan. Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata
“kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan
hubungan kelamin atau bersetubuh. Sedangkan pernikahan, berasal dari kata nikah yang menurut
bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi).
Kata “nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad
nikah.[1] Dalam kompilasi Hukum Islam pengertian perkawinan terdapat dalam pasal 2, yaitu yang
berbunyi “perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. ”[2]
B. Dasar Hukum Pernikahan
1. Surat an-Nisa’: 1 menyatakan
‫َّللاَ الَّذي تَسائَلُونَ ِب ِه‬ َّ ‫ث ِم ْن ُهما ِرجاالً كَثيرا ً َو نِسا ًء َو اتَّقُوا‬ َّ ‫واحدَةٍ َو َخلَقَ ِم ْنها زَ ْو َجها َو َب‬ ِ ‫اس اتَّقُوا َر َّب ُك ُم الَّذي َخلَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف ٍس‬
ُ َّ‫يا أَيُّ َها الن‬
ً ُ َ
1( ‫َّللاَ كانَ َعل ْيك ْم َرقيبا‬ َّ
َّ ‫حام إِن‬ َ ْ
َ ‫) َو اْل ْر‬
Artinya : Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan- mu yang telah menciptakan kamu dari
diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki- laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah
yang dengan) mempergunakan (nama- Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan) peliharalah
(hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.( 1 )
2. Surat ar-Rum:21 menyatakan
َّ ٍ ‫َو ِم ْن آيَاتِ ِه أ َ ْن َخلَقَ لَ ُك ْم ِم ْن أ َ ْنفُ ِس ُك ْم أ َ ْز َوا ًجا ِلتَ ْس ُكنُوا إِلَ ْي َها َو َجعَ َل َب ْينَ ُك ْم َم َودَّة ً َو َرحْ َمةً إِ َّن فِي ذَلِكَ آليَا‬
َ‫ت ِلقَ ْو ٍم يَتَ َفك ُرون‬
Artinya : “Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu
sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan
rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berpikir” [Ar-Rum 21]
3. Rasulullah saw menegaskan:
“Nikah adalah termasuk sebagian dari sunnahku. Maka barang siapa yang tidak senang (benci)
terhadap sunnahku, ia bukanlah dari umatku.”
(H.r. Ibnu Majah dari ‘Aissyah ra.)
4. Dalam sebuah hadist riwayat al-Baihaqi Rasulullah saw menyatakan:
“Apabila seseorang telah melaksanakan perkawinan, berarti ia telah menyempurnakan separuh
dari agamanya (karena telah sanggup menjaga kehormatannya), oleh karena itu berhati-hatilah
kepada Allah dalam mencapai kesempurnaan pada paruh yang masih tertinggal.”[3]
C. Tujuan Pernikahan
Tujuan perkawinan menurut Agama Islam adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam
rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan sejahtera dan bahagia.Harmonis dalam
menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir
dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batin, sehingga timbullah kebahagiaan,
yakni kasih sayang antar anggota keluarga.
Manusia diciptakan Alloh SWT mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapat pemenuhan.
Pemenuhan naluri manusiawi manusia yang antara lainkeperluan biologisnya termasuk aktivitas
hidup, agar manusia menuruti kejadian kehidupannya, Alloh SWT mengatur hidup manusia dengan
aturan perkawinan.
Jadi aturan perkawinan menurut Islam merupakan tuntunan agama yang perlu mendapat perhatian,
sehingga tujuan melangsungkan perkawinan pun hendaknya ditujukan untuk memenuhi petunjuk
Agama.
Menurut penjelasan diatas tujuan pernikahan dapat dikembangkan menjadi lima yaitu:
1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpangkan kasih
sayangnya.
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.
4. Memenuhi kesungguhan untuk bertanggung jawab, menerima hak serta kewajiban, juga
bersungguh-sungguh untuk harta kekayaan yang halal.
5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan
kasih sayang.[4]

D. Hikmah Perkawinan Dalam Tinjauan Islam


Syareat islam yang sangat menganjurkan dan mendorong pada umatnya untuk melaksanakan
perkawinan sesuai dengan tuntunan Islam adalah dimaksudkan tidak lain karena demikian
banyaknya keutamaan dan faedah yang terkandung di dalam perkawinan tersebut, baik bagi diri
pribadi seseorang, bagi masyarakat maupun bagi kemanusiaan pada umumnya. Dan diantara
beberapa keutamaan dan faedah perkawinan menurut Sayid Sabiq dalam dalam kitabnya “Fiqhus-
Sunnah” adalah sebagai berikut :
a. Naluri seksual merupakan naluri yang paling kuat dan paling eksplosif, yang selalu mendesak
manusia untuk mencari dan menemukan penyalurannya. Oleh karena itu jika jalannya tertutup dan
tidak menemui kepuasan, manusia akan mengalami kegelisahan dan keluh-kesah, yang akan
menyeretnya pada penyelewengan-penyelewengan yang tidak di inginkan.
Perkawinan adalah suatu cara alamiah yang sebaik-baiknya dan corak kehidupan yang paling tepat
untuk memuaskan dan menyalurkan naluri ini. Dengan demikian badan jasmani tidak akan
menderita kegoncangan lagi, nafsu kelamin dapat di kendalikan, hingga pandangan mata tidak akan
merompak pagar, dan hasrat keinginannya dapat dipenuhi dengan barang yang dihalalkan ALLAH.
b. Perkawinan adalah cara yang sebaik-baiknya untuk berkembang biak dan mendapatkan
keturunan yang baik serta berlangsungnya kehidupan rumah tangga yang disertai terjaminnya
kemurnian asal usul yang amat di pentingkan oleh agama Islam.
c. Dengan perkawinan maka naluri keibuan dan kebapakan (naluri Parental) akan tumbuh dan
menjadi sempurna. Perasaan santun dan kasih sayang akan bersemi dan mekar karenannya, sedang
semua itu merupakan sifat-sifat utama. Dan tanpa adanya sifat-sifat tersebut, maka sifat
kemanusiaannya akan menjadi kosong dan hampa.
d. Kesadaran akan tanggung jawab berumah tangga dan membiayai anak-anak akan mendorong
orang giat dan rajin berusaha, dan membangkitkan kemampuan-kemampuan pribadi dan bakat-
bakat yang terpendam. Maka tanpa dipaksa seseorang akan tampil bekerja agar dapat memikul
beban dan memenuhi kewajibannya. Dan sebagai akibatnya akan banyaknya karya dan usaha yang
akan melipat gandakan kekayaan dan berlimpahnya produksi, dan akan mendorong ditemukannya
dalam alam ini rahasia-rahasia tersembunyi yang mengandung faedah dan manfaat bagi manusia.
e. Pembagian tugas yang disatu pihak sesuai dengan keadaan rumah tangga, sedang pihak lain
sesuai dengan keadaan dan suasana luar, disamping menentukan tanggung jawab suami dan istri itu
mengenai pekerjaannya masing-masing. Maka si istri mengurus soal dalam, yaitu urusan rumah
tangga, mendidik anak-anak, mengatur udara segar agar suami dapat istirahat menghilangkan letih
dan memulihkan tenaga. Sementara si suami berusaha dengan bekerja keras untuk mencari nafkah
dan mendapatkan biaya keperluan rumah tangganya. Maka dengan pembagian yang adil dan
berimbang ini, masing-masing pihak melaksanakan tugas kodrati mereka menurut cara yang diridlai
Allah dan dihargai oleh sesama manusia, hingga akan membuahkan hasil yang diberkahi Allah. [5]
f. Melalui perkawinan akan timbul rasa persaudaraan dan kekeluargaan serta memperteguh rasa
saling cinta-mencintai antara keluarga yang satu dengan yang lain. Hal ini juga berarti memperkuat
hubungan kemasyarakatan yang baik menuju masyarakat islam yang diridhai Allah SWT.[6]

E. Rukun Dan Syarat Sah Perkawinan


1. Pengertian dan syarat sah perkawinan
Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah),
dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu.
2. Rukun perkawinan
Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu terdiri atas.
a) Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan.
b) Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.
c) Adanya dua orang saksi.
d) Signat akad nikah, yaitu ijab kabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita,
dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.[7]
3. Syarat Sahnya Perkawinan
Syarat – syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan. Pada garis besarnya syarat –
syarat sahnya perkawinan itu ada dua:
Ø Syarat – syarat kedua mempelai
1. Calon mempelai perempuannya halal dikawin oleh laki-laki yang ingin menjadikannya istri.
2. Akad nikahnya dihadiri para saksi.
Secara rinci, masing – masing rukun di atas akan dijelaskan syarat syaratnya sebagai berikut:
a) Syarat – syarat pengantin pria.
· Calon suami beragama islam
· Terang (jelas) betul laki laki
· Orangnya diketahui dan tertentu
· Calon mempelai laki – laki itu jelas halal kawin dengan calon istri.
· Calon mempelai laki – laki tahu/kenal pada calon istri.
· Calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan itu.
· Tidak sedang melakukan ihram
· Tidak memiliki istri yang haram dimadu dengan calon istri
· Tidak sedang mempunyai istri empat.
b) Syarat – syarat calon pengantin perempuan:
· Beragama islam atau ahli kitab
· Terang bahwa ia wanita
· Wanita itu tentu orangnya
· Halal bagi calon suami
· Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan tidak masih dalam i’ddah
· Tidak dipaksa/ikhtiyar
· Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah
Ø Syarat – syarat ijab kabul
Perkawinan wajib dilakukan dengan ijab dan kabul dengan lisan. Inilah yang dinamakan akad nikah
(ikatan atau perjanjian perkawinan). Ijab dilakukan oleh pihak wali mempelai perempuan atau
walinya, sedangkan kabul dilakukan oleh mempelai laki – laki atau wakilnya. Akad nikah itu wajib
dihadiri oleh dua orang saksi laki-laki, muslim, baligh, berakal, melihat (tidak buta), mendengar
(tidak tuli) dan mengerti tentang maksud akad nikah dan juga adil. Saksi merupakan syarat sah
perkawinan.

Ø Syarat – syarat wali


Perkawinan dilangsungkan oleh wali pihak mempelai perempuan atau wakilnya dengan calon suami
atau wakilnya. Wali hendaklah seorang laki-laki, muslim, baligh, berakal dan adil (tidak fasik).
Ø Syarat – syarat saksi
Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang laki-laki, muslim, baligh, berakal, melihat
dan mendengar serta mengerti (paham) akan maksud akad nikah.
Ada yang berpendapat bahwa syarat-syarat saksi itu adalah sebagai berikut :
ü Berakal, bukan orang gila
ü Baligh, bukan anak-anak
ü Merdeka, bukan budak
ü Islam
ü Kedua orang saksi itu mendengar
Mengapa wajib ada saksi apa hikmahnya ?
Tidak lain, hanyalah untuk kemaslahamatan kedua belah pihak masyarakat.[8]

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pernikahan, berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling
memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi).
2. Dasar Hukum Pernikahan
1. Surat an-Nisa’: 1
2. Surat ar-Rum:21
3. Sabda Rasulullah tentang sunnah nikah.
4. Dalam sebuah hadist riwayat al-Baihaqi.
3. Tujuan Pernikahan
1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpangkan kasih
sayangnya.
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.
4. Memenuhi kesungguhan untuk bertanggung jawab, menerima hak serta kewajiban, juga
bersungguh-sungguh untuk harta kekayaan yang halal.
5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan
kasih sayang.
4. Hikmah Perkawinan Dalam Tinjauan Islam
1. Untuk memuaskan dan menyalurkan naluri seksual
2. Cara yang baik untuk berkembang biak dan mendapatkan keturunan yang baik.
3. Dengan perkawinan maka naluri keibuan dan kebapakan (naluri Parental) akan tumbuh dan
menjadi sempurna.
4. Kesadaran akan tanggung jawab berumah tangga dan membiayai anak-anak dapat mendorong
orang giat dan rajin berusaha, dan membangkitkan kemampuan-kemampuan pribadi dan bakat-
bakat yang terpendam.
5. Dengan pembagian yang adil dan berimbang dalam penugasan bagian suami istri, masing-
masing pihak melaksanakan tugas kodrati mereka menurut cara yang diridlai Allah dan dihargai
oleh sesama manusia, hingga akan membuahkan hasil yang diberkahi Allah.
6. Akan timbul rasa persaudaraan dan kekeluargaan serta memperteguh rasa saling cinta-
mencintai antara keluarga yang satu dengan yang lain.
5. Syarat Dan Rukun Sah Perkawinan
Rukun perkawinan:
a) Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan.
b) Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.
c) Adanya dua orang saksi.
d) Signat akad nikah.
Syarat Perkawinan yaitu adanya persyaratan khusus bagi kedua mempelai, ijab kobul, wali dan
saksinya.
B. Saran
1. Hendaknya pembaca dapat memahami dan dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari
tentang pernikahan menurut islam.
2. Seyogyanya masyarakat tidak mengganggap remeh sebuah pernikahan, karena pada dasarnya
pernikahan itu adalah hal yang bersifat sakral.
3. Sebaiknya pemerintahan lebih menegakkan hukum tentang pernikahan.

DAFTAR RUJUKAN
Ghazali Rahman, Fiqih Munakahat, Jakarta : Kencana, 2003.
Kamal Pasha Mustafa, dkk, Fikih Islam, Yogyakarta:CitraKarsaMandiri, 2000.
Nur Djamaan, Fiqih Munakahat, Semarang : Dina Utama Semarang, 1993.

[1]Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, (Jakarta : Kencana, 2003), hlm. 7.


[2] Rahman Ghazali, Fiqih…, hlm. 10.
[3] Musthafa Kamal Pasha, dkk, Fiqih Islam, (Yogyakarta : Citra Karsa Mandiri, 2000), hlm. 256.
[4] Rahman Ghazali, Fiqih…, hlm. 22.
[5] Ibid., 65.
[6] Djamaan Nur, Fiqih Munakahat, (Semarang : Dina Utama Semarang, 1993), hlm. 12.
[7] Rahman Ghazali, Fiqih…, hlm. 46.
[8] Ibid., 49.
tidak ada komentar

Anda mungkin juga menyukai