Anda di halaman 1dari 50

i

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN


KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO DI DESA
LUBUK KEMBANG BUNGA KECAMATAN UKUI
KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU

OLEH:

REBY OKTARIANDA
1910247115

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
ii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ..............................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................. v
I. PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang......................................................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................................................................. 4
II. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN
NASIONAL TESSO NILO DI DESA LUBUK KEMBANG BUNGA KECAMATAN UKUI
KABUPATEN PELALAWAN PROPINSI RIAU ................................................................... 5
2.1. Taman Nasional ....................................................................................................................... 5
2.2. Pengelolaan Taman Nasional .................................................................................................. 7
2.3. Taman Nasional Tesso Nilo .................................................................................................... 8
2.3.1. Karakteristik Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo ................................................ 12
2.3.2. Keanekaragaman Hayati di Taman Nasional Tesso Nilo ......................................... 13
2.4. Pemberdayaan Masyarakat .................................................................................................... 16
2.5. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo di Desa
Lubuk Kembang Bunga Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan Propinsi Riau .................. 18
2.5.1. Administrasi Desa Lubuk Kembang Bunga ............................................................. 18
2.5.2. Kondisi Geografis Kecamatan Ukui ......................................................................... 19
2.5.3. Penduduk dan Mata Pencaharian Masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga .......... 19
2.5.4. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo
di Desa Lubuk Kembang Bunga Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau ............. 22
III. DAMPAK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KAWASAN
TAMAN NASIONAL TESSO NILO DI DESA LUBUK KEMBANG BUNGA KECAMATAN
UKUI KABUPATEN PELALAWAN PROPINSI RIAU ....................................................... 28
3.1. Dampak Ekonomi .................................................................................................................. 28
3.2. Dampak Sosial dan Budaya ................................................................................................... 29
3.3. Dampak Lingkungan ............................................................................................................. 30
IV. OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN
KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO DI DESA LUBUK KEMBANG BUNGA
KECAMATAN UKUI KABUPATEN PELALAWAN PROPINSI RIAU ............................... 32
4.1. Rendahnya Tingkat Partisipasi Masyarakat atas Program Pemberdayaan Balai TN Tesso Nilo
untuk Peningkatan Ekonomi Alternatif di Desa Lubuk Kembang Bunga ............................. 32
4.2. Belum Optimalnya Peran Balai TN Tesso Nilo dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat
Desa Lubuk Kembang Bunga untuk melindungi keberadaan TN Tesso Nilo ....................... 33
4.3. Tidak adanya Peran Pemerintah Daerah dalam Mendukung Pengelolaan Kawasan TN Tesso
Nilo sehingga Perambahan Kawasan Masih Terjadi ............................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 36
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................... 40
LAMPIRAN
iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Sejarah Pembentukan TN Tesso Nilo ................................................................................. 9


2. Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ........................................................... 19
3. Klasifikasi Tingkat Pendidikan di Desa Lubuk Kembang Bunga .................................... 19
4. Jumlah Persentase Agama di Desa Lubuk Kembang Bunga ............................................ 20
5. Mata Pencaharian Masyarakat di Desa Lubuk Kembang Bunga ..................................... 20
6. Data Sosial Desa Lubuk Kembang Bunga ........................................................................ 21
iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Sistem Zonasi Taman Nasional .......................................................................................... 6


2. Skematis Alur Pengelolaan Taman Nasional...................................................................... 7
3. Sungai Nilo di Kawasan TN Tesso Nilo ........................................................................... 13
4. Satwa Gajah (Elephas maximus sumatranus) di Kawasan TN Tesso Nilo ...................... 15
5. Satwa Kangkareng Hitam (Antharacoceros malayanus) di TN Tesso Nilo ..................... 16
6. Kebun Sawit Milik Masyarakat di Kawasan TN Tesso Nilo............................................ 22
v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Peta Provinsi Riau ............................................................................................................ 40


2. Peta Kabupetan Pelalawan ................................................................................................ 41
3. Peta Kecamatan Ukui ....................................................................................................... 42
4. Peta Kawasan TN Tesso Nilo .......................................................................................... 43
5. Struktur Organisasi Balai TN Tesso Nilo ........................................................................ 44
6. Peta Tata Batas Kawasan Hutan TN Tesso Nilo ............................................................ 45
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penunjukkan Tesso Nilo sebagai kawasan konservasi tidak lepas dari usaha
sadar pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati yang tersimpan di
dalamnya. Sebagai kawasan pelestarian alam, Taman Nasional (TN) Tesso Nilo
memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi (Gillison, 2001). Penunjukan kawasan
pelestarian alam tersebut merupakan implementasi dari kebijakan Undang-Undang
No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya serta
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Tesso Nilo ditetapkan
sebagai kawasan TN pertama sekali pada tahun 2004 melalui Surat Keputusan (SK)
Menteri Kehutanan Nomor 255/Menhut-II/2004 dengan luas kawasan sebesar ±
38.576 hektar (ha), dimana sebelumnya Tesso Nilo merupakan kawasan hutan
produksi terbatas yang berada di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu. Pada tahun
2009 luas kawasan TN Tesso Nilo bertambah dengan total luas kawasan mencapai ±
83.068 ha berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 663/Menhut-II/2009 (Balai TN
Tesso Nilo, 2019).
Meski Tesso Nilo telah ditunjuk sebagai kawasan konservasi hal ini tidak serta
merta menjadikan TN Tesso Nilo terlepas dari isu dan permasalahan di dalam
pengelolaannya. Sejak awal penunjukkannya sebagai kawasan pelestarian alam, TN
Tesso Nilo hingga saat ini terus mengalami tekanan, seperti kerusakan ekosistem,
pengurangan luas kawasan, perburuan satwa, kebakaran hutan dan lahan, konflik
manusia dengan satwa liar, dan lain-lain (Handoyo, 2015). Pada tahun 2010 laju
deforestasi hutan pada kawasan TNTN mencapai 30 % atau 24.920 ha (Diantoro,
2010). Dari hasil investigasi WWF bersama Balai TNTN hingga 2011 luas
perambahan mencapai 52.266,50 hektar telah menjadi kebun kelapa sawit sekitar
36.353,50 hektar, tanaman karet capai 993.000 hektar (Suara Tesso Nilo 2013).
TN Tesso Nilo dengan status, potensi, dan fungsi penting sering dihadapkan
pada benturan pelbagai kepentingan dengan masyarakat yang berkaitan dengan akses
terhadap sumberdaya alam yang dimilikinya. Berbagai aspek terkait kepentingan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya serta pengaruhnya terhadap perilaku
konservasi mereka tidak dapat dipisahkan dalam pengelolaannya. Qomar (2008)
2

mengungkapkan bahwa interaksi masyarakat dengan hutan alam semakin tinggi


melalui praktek pembalakan liar dan perambahan sehingga menimbulkan tekanan
besar terhadap TN Tesso Nilo. Menhut (2010) menjelaskan bahwa isu dan
permasalahan di kawasan konservasi terutama di TN banyak terjadi di sekitar wilayah
penyangga atau berbatasan dengan kampung atau pemukiman penduduk lokal.
Pengelolaan TN Tesso Nilo saat ini tidak bisa dipisahkan dari masyarakat yang
bermukim di sekitar kawasan. Berkaitan dengan keberadaan masyarakat dengan ruang
kelolanya, maka pengelolaan kawasan TN Tesso Nilo perlu mengedepankan
pengelolaan kawasan konservasi berbasis masyarakat. Supriatna (2018) menyatakan
masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dapat menjadi pilar bagi terciptanya
pengelolaan hutan yang asri. Pola pemberdayaan, perlibatan, dan penyadartahuan
masyarakat menjadi strategi penting yang dipandang perlu dalam membangun
pengertian dan kesadartahuan mengenai pelestarian sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya.
Didasari hal itu, Balai TN Tesso Nilo berupaya melakukan pemberdayaan
masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan TN Tesso Nilo, khususnya masyarakat di
Desa Lubuk Kembang Bunga yang berada di sekitar zona penyangga. Pemberdayaan
bukan sekedar untuk menghentikan kerusakan kawasan, tetapi juga memperhatikan
upaya pelestarian kawasan dalam aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya.
Pemberdayaan juga diarahkan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat yang
mengarah pada kemauan dalam mengembangkan kesadaran, pengetahuan, dan
keterampilan untuk kesejahteraan. Sejalan dengan itu program pemberdayaan
masyarakat diamanatkan dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan, Permenhut No. 16 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) Sektor Kehutanan dan
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam
dan Kawasan Pelestarian Alam.
Permasalahan yang ada terdapat pada penyusunan program pemberdayaan
masyarakat. Proses penyusunan program belum semua melibatkan partisipasi
masyarakat di dalam perumusannya dan hal ini dapat berakibat kepada belum
optimalnya tujuan program yang diinginkan. Hal ini mengakibatkan partisipasi
masyarakat yang minim di dalam pelaksanaan program pemberdayaan yang
3

ditawarkan pihak Balai TN Tesso Nilo. Idealnya melalui program partisipatif yang
dirancang bersama antara pihak Balai TN Tesso Nilo dan masyarakat diharapkan ke
depan dapat mewujudkan dampak positif diantara keduanya.
Adapun peran Balai TN Tesso Nilo dirasa belum optimal di dalam melakukan
pemberdayaan masyarakat. Hal ini terlihat dari tingkat musyawarah masyarakat dan
komunikasi yang terjalin antar masyarakat dengan pihak Balai TN Tesso Nilo sangat
kurang. Manurung (2015) menjelaskan kegiatan musyawarah yang terjadi antara pihak
Balai TN Tesso Nilo dengan masyarakat Desa LKB hanya berkisar 65% dan ditambah
komunikasi yang baik antara pihak Balai TN Tesso Nilo dengan masyarakat hanya
sebesar 35%. Komunikasi masyarakat terhadap TN Tesso Nilo yang sangat rendah
sehingga koordinasi antar kedua belah pihak juga rendah. Sehingga dalam
berkolaborasi tidak efektif, jika tidak ada sinkronisasi antar kedua belah pihak, hal ini
tentu akan berdampak dalam keberhasilan program pemberdayaan maupun menjaga
Kawasan TN Tesso Nilo.
Selain itu permasalahan yang lain ada pada tingkat pemerintah daerah.
Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan tidak memiliki wewenang untuk mengurusi
TN Tesso Nilo di dalam pengelolaan TN Tesso Nilo. Hal ini terjadi karena Pemerintah
Daerah Kabupaten Pelalawan terbentur dengan peraturan yang ada, yakni Peraturan
Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam, Pasal 35 yang berbunyi Pengelolaan Kawasan Taman Nasional,
Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, dilakukan oleh Pemerintah. Dalam hal
ini pemerintah berarti Pemerintah Pusat yaitu berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor : SK. 255/Menhut-II/2004 yang memerintahkan kepada Direktur
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam untuk melakukan pengelolaan atas
Taman Nasional Tesso Nilo.
Karena peraturan dan segala hal yang berkaitan dengan TN Tesso Nilo adalah
kewenangan langsung dari pusat, maka peran Pemerintah Daerah Kabupaten
Pelalawan tidak memiliki peraturan khusus untuk mengelola TN Tesso Nilo maupun
membantu dalam bentuk program apapun terkait kegiatan yang ada di TN Tesso Nilo.
Hal ini jelas akan berdampak terhadap kurangnya perlindungan TN Tesso Nilo
terhadap aktivitas perambahan dan lain-lain.
4

1.2. Perumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas ditemukan masalah sebagai berikut:
1. Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat atas program pemberdayaan Balai TN
Tesso Nilo untuk peningkatan ekonomi alternatif di Desa Lubuk Kembang
Bunga.
2. Belum optimalnya peran Balai TN Tesso Nilo dalam meningkatkan partisipasi
masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga untuk melindungi keberadaan TN
Tesso Nilo.
3. Tidak adanya peran Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan dalam mendukung
pengelolaan kawasan TN Tesso Nilo sehingga perambahan kawasan masih
terjadi.
5

II. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN


KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO DI DESA LUBUK
KEMBANG BUNGA KECAMATAN UKUI KABUPATEN
PELALAWAN PROPINSI RIAU

2.1. Taman Nasional


Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati
dan Ekosistemnya menyebutkan Taman Nasional sebagai kawasan pelestarian alam
yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi, dan dimanfaatkan
untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata, dan rekreasi. Dalam kawasan taman nasional sekurang-kurangnya terdapat
tiga zona yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 tentang
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam , yaitu (Gambar 1):
1. Zona Inti
Kriteria dalam penetapan zona inti adalah bagian Taman Nasional yang
mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya,
mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya yang merupakan
ciri khas ekosistem dalam kawasan taman nasional yang kondisi fisiknya masih
asli dan belum diganggu oleh manusia, mempunyai kondisi alam, baik biota
maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia,
mempunyai luasan yang cukup dan bentuk tertentu yang cukup untuk menjamin
kelangsungan hidup jenis-jenis tertentu untuk menunjang pengelolaan yang efektif
dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami, mempunyai ciri khas
potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya memerlukan upaya
konservasi, mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa liar beserta
ekosistemnya yang langka yang keberadaannya terancam punah, merupakan
habitat satwa dan atau tumbuhan tertentu yang prioritas dan khas/endemik dan
merupakan tempat aktivitas satwa migran.

2. Zona Rimba
Kriteria dalam penetapan zona rimba adalah kawasan yang merupakan habitat atau
daerah jelajah untuk melindungi dan mendukung upaya perkembangbiakan dari
jenis satwa liar, memiliki ekosistem dan atau keanekaragaman jenis yang mampu
menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan serta merupakan tempat
6

kehidupan bagi jenis satwa migran. Zona rimba bisa dikatakan sebagai Zona
Penyangga dimana sebagai wilayah cadangan untuk melindungi zona inti dari
pengaruh aktifitas manusia. Fungsi dari zona rimba adalah untuk kegiatan
pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan alam bagi
kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas, habitat satwa
migran dan menunjang budidaya serta mendukung zona inti.

3. Zona Pemanfaatan
Kriteria dalam penetapan zona pemanfaatan adalah mempunyai daya tarik alam
berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi
geologinya yang indah dan unik, mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin
kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi
alam, kondisi lingkungan yang mendukung pemanfaatan jasa lingkungan,
pengembangan pariwisata alam, penelitian dan pendidikan, merupakan wilayah
yang memungkinkan dibangunnya sarana prasarana bagi kegiatan pemanfaatan
jasa lingkungan, pariwisata alam, rekreasi, penelitian dan pendidikan dan tidak
berbatasan langsung dengan zona inti. Fungsi dari zona pemanfaatan adalah untuk
pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan,
penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan dan kegiatan
penunjang budidaya.

Gambar 1. Sistem Zonasi Taman Nasional (Peraturan Pemerintah No. 68


Tahun 1998)
7

2.2. Pengelolaan Taman Nasional


Konsep pengelolaan Taman Nasional adalah pengelolaan keanekaragaman
hayati dan ekosistemnya serta dapat mendukung pencapaian kesejahteraan
masyarakat. Barrow (2016) menjelaskan prinsip atau kaidah dasar pengelolaan adalah
bagaimana mengalokasikan dan memobilisir sumberdaya untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan secara efektif dan efisien serta kunci pengelolaan Taman Nasional
adalah bagaimana upaya konservasi dapat meningkatkkan ekonomi masyarakat yang
ada di sekitarnya.
Hartono (2008) menerangkan secara umum tujuan pengelolaan Taman
Nasional adalah untuk menjaga keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, serta untuk
memberikan kesempatan kepada publik untuk melakukan aktivitas rekreasi, wisata,
penelitian, pendidikan, dan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat spiritual dan
inspirasional. Dalam konteks pengelolaan pada level unit pengelolaan, pengelola
Taman Nasional membuat target-target yang spesifik yang harus dicapai dalam kurun
waktu tertentu. Target-target yang harus dicapai mencakup hal-hal yang terkait dengan
upaya perlindungan keanekaragaman hayati, pengembangan wisata alam, serta tujuan
lain yang sesuai fungsi Taman Nasional. Dengan tujuan dan target pengelolaan yang
jelas, pengelola menemukan cara dengan mengerahkan semua sumberdaya, baik yang
sudah tersedia maupun yang masih bersifat potensi, untuk mencapai target tersebut.
Upaya pengelola Taman Nasional untuk mencapai tujuan dan target-target tersebut
perlu dituangkan ke dalam management plan (Gambar 2).

Gambar 2. Skematis Alur Pengelolaan Taman Nasional (Hockings dalam


Hartono, 2008)
8

Dalam upaya pengelolaan Taman Nasional telah banyak panduan guidelines


maupun best practices tentang management effectiveness pada protected areas.
Hartono (2008) merekomendasikan pengelolaan Taman Nasional dengan
menggunakan pendekatan pada Gambar 2 di atas. Pendekatan tersebut adalah
Management by Objective (MBO). MBO berorientasi kepada hasil, dimana penekanan
lebih difokuskan kepada pencapaian output dan outcome. Lebih lanjut Hartono (2008)
menilai MBO bersifat proaktif daripada reaktif, dan pendekatan manajemen ini telah
banyak digunakan oleh berbagai institusi yang selama ini menangani pengelolaan
protected area di banyak negara. Kelebihan dari MBO diantaranya adalah:
1. Formulasi tujuan yang jelas dan tegas;
2. Memungkinkan action plans yang realistis dengan selalu mempertimbangkan
kendala dalam mencapai tujuan;
3. Memungkinkan dilakukan pengawasan dan pengukuran kinerja secara sistematis;
4. Memungkinkan dilakukan correctivations untuk mencapai hasil yang
direncanakan.

2.3. Taman Nasional Tesso Nilo


Balai TN Tesso Nilo (2019) menerangkan, pengelolaan TN Tesso Nilo berada
langsung di bawah Balai TN Tesso Nilo. Balai TN Tesso Nilo sendiri merupakan unit
pelaksana teknis pengelolaan taman nasional yang berada di bawah dan bertanggung
jawab secara langsung kepada Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan
Ekosistem Kementerian LHK. Balai TN Tesso Nilo dipimpin oleh seorang kepala
balai (eselon III) dibantu seorang kepala sub bagian tata usaha (eselon IV), 2 orang
kepala seksi pengelolaan wilayah (eselon IV) (SPW I Lubuk Kembang Bunga dan
SPW II Baserah), dan 4 orang kepala resort (resort Air Hitam Bagan Limau, resort
Lancang Kuning Air Sawan, resort Tesso Situgal, dan resort Onangan Nilo
(Lampiran 5)
Selanjutnya Balai TN Tesso Nilo (2019) menerangkan, kawasan hutan Tesso
Nilo dahulu dikenal sebagai kawasan Hutan Langgam, pada awalnya ditetapkan
sebagai Hutan Produksi Terbatas (HPT) untuk memenuhi kebutuhan bahan baku
industri dan produk kayu lainnya. Namun, seiring dengan hilangnya hutan maka
permasalahan baru juga timbul. Pada tahun 1980 permasalahan gajah sudah mulai
9

timbul karena dibukanya kawasan hutan Tesso Nilo untuk daerah pemukiman
transmigrasi. Sejak itu gajah selalu mendatangi kampung dan merusak lahan tanaman
masyarakat. Sejarah pembentukan TN Tesso Nilo disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sejarah Pembentukan TN Tesso Nilo


No. Tahun Peristiwa
1 1984 Menteri Lingkungan Hidup mencadangkan habitat untuk
gajah yang diantaranya di Tesso Nilo (tidak terealisasi).
2 1992 Survey untuk rencana daerah pengungsian gajah dan satwa
liar lainnya di sebagian hutan Tesso Nilo oleh Kantor
Wilayah Departemen Kehutanan Provinsi Riau. Menteri
Kehutanan pun mengusulkan hal yang sama (tidak
terealisasi).
3 30 April 2001 Gubernur Riau kembali mengusulkan kawasan Tesso Nilo
seluas 153.000 ha sebagai kawasan konservasi gajah dan
mendapatkan dukungan dari Bupati Pelalawan, Bupati
Kampar, DPRD Kampar, DPRD Kuantan Singingi, DPRD
Pelalawan, dan DPRD Provinsi Riau.
4 17 September 2001 Kepala Badan Planologi Departemen Kehutanan melalui surat
No. 650/VII-Set/2001 memberikan dukungan bagi langkah-
langkah yang dilakukan oleh Gubernur Riau Sehingga
kemudian dilakukan pertemuan antara Dirjen PHKA, Badan
Planologi Kehutanan, Pemerintah Daerah Provinsi, Dinas
Kehutanan Provinsi dan BKSDA Riau
5 31 Juli 2001 Gubernur Riau menerbitkan surat No.522.51/EK/1678 yang
mendukung kawasan Tesso Nilo sebagai areal konservasi
gajah dengan sistem pengelolaan bersama dengan kegiatan
HPH.
6 25 Agustus 2003 Menteri Kehutanan mengeluarkan SK No. 282/KptsII/2003
tentang pencabutan ijin areal PT Inhutani IV dan meminta
Gubernur Riau persiapan penunjukan hutan Tesso Nilo
sebagai kawasan konservasi gajah.
7 2004 Menteri Kehutanan menunjuk Tesso Nilo sebagai Taman
Nasional dengan kawasan yang sebelumnya berada pada areal
PT Inhutani IV, melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan
No.255/Menhut-II/2004 tentang Perubahan Fungsi Sebagian
Kawasan Hutan Produksi Terbatas di kelompok Hutan Tesso
Nilo yang terletak di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu
Propinsi Riau seluas 38.576 Hektar
8 2009 Perluasan TNTN melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan
No. SK.663/Menhut-III/2009 tentang Perubahan Fungsi
Sebagian Kawasan Hutan Produksi Terbatas Kelompok Hutan
Tesso Nilo seluas 44.492 Hektar yang Terletak di Kabupaten
Pelalawan, Provinsi Riau menjadi Taman Nasional sebagai
Peluasan TNTN. Sehingga luasan TNTN
menjadi 83.068 Hektar.
(Sumber: Balai TN Tesso Nilo, 2019)

Meski Tesso Nilo telah ditunjuk sebagai kawasan konservasi, hal ini tidak serta
merta menjadikan TN Tesso Nilo terlepas dari isu dan permasalahan di dalam
pengelolaannya. Pada kenyataannya saat ini, kawasan hutan Tesso Nilo sebagian
besar telah digunakan masyarakat sekitar untuk menanam komoditas perkebunan.
10

Terus bertambahnya lahan yang digarap yang sebagian besar ditanami sawit dan karet
berakibat bertambahnya orang yang menggarap. Dalam kurun waktu 10 tahun, jumlah
luasan yang telah dikultivasi seluas 52.244 ha dengan laju rata-rata perluasan 23.251
ha/tahun. Jumlah penggarap tahun 2005 yang hanya 4.250 orang bertambah hingga
empat kali lipat menjadi 16.130 dalam waktu empat tahun (WWF Indonesia, 2013).
Dari hasil investigasi WWF bersama Balai TNTN hingga 2011 luas perambahan
mencapai 52.266,50 hektar telah menjadi kebun kelapa sawit sekitar 36.353,50 hektar,
tanaman karet capai 993.000 hektar (Suara Tesso Nilo 2013).
Qomar (2008) mengungkapkan bahwa interaksi masyarakat dengan hutan alam
semakin tinggi melalui praktek pembalakan liar dan perambahan sehingga
menimbulkan tekanan besar terhadap TN Tesso Nilo. Handoyo (2015)
mengungkapkan penyebab kerusakan langsung TN Tesso Nilo adalah adanya
kebijakan pemerintah daerah dan lokal yang membuka peluang terjadinya
penggarapan tanpa ijin di dalam kawasan, antara lain: penerbitan Surat Keterangan
Ganti Rugi (SKGR) oleh kepala desa, Surat Keterangan Tanah (SKT) oleh
kades/camat, Surat Ijin Menggarap Lahan (SIML) oleh tokoh adat. Lebih lanjut
Handoyo (2015) juga menjelaskan penyebab kerusakan tidak langsung TN Tesso Nilo,
yaitu; (1) kerja sama yang kolusif antara oknum pemerintah, masyarakat dan pemilik
modal; (2) eksodus penduduk mencari lokasi berkebun dan pemukiman, dan; (3)
perubahan sosial masyarakat khususnya para tokoh adat karena adanya pemegang
konsesi dan para pemodal.
Balai TN Tesso Nilo telah memiliki tata batas kawasan hutan Tesso Nilo yang
jelas. Berdasarkan Keputusan Gubernur Riau No. Kpts.662/V/2011 tanggal 5 Mei
2011 tentang Tata Batas Fungsi dan Luar Kawasan Hutan Taman Nasional Tesso Nilo
(Lampiran 6). Meskipun telah memiliki tata batas dan mensosialisasikan tata batas
tersebut kepada masyarakat setempat namun tekanan terhadap TN Tesso Nilo terus
terjadi. Pihak Balai TN Tesso Nilo yang berideologi kelestarian lingkungan,
memperjuangkan kelestarian ekologi TN Tesso Nilo. Sementara di lain pihak para
pemodal tanaman perkebunan yang berafiliasi dengan masyarakat dan “oknum” aparat
cenderung bertolak belakang dengan ideologi kelestarian dimana mereka
menggunakan areal TN Tesso Nilo secara eksploitatif untuk mendapatkan keuntungan
ekonomi yang sebesar-besarnya (Menhut, 2018). Sabir (2018) menjelaskan bahwa di
11

pihak lain, masyarakat lokal yang sudah bertempat tinggal dan berbudaya di areal
tersebut membutuhkan wilayah untuk bertahan hidup dan melanjutkan kehidupan
bersosial dan berbudaya.
Pola-pola perlindungan dan pengamanan hutan konvensional yang dilakukan
selama ini belum menunjukkan hasil yang optimal, sehingga diperlukan terobosan
baru. Upaya yang ditempuh perlu melibatkan berbagai pihak (masyarakat, akademisi,
pemerintah daerah dan aparat penegak hukum lainnya). Sehubungan dengan hal
tersebut, Balai TN Tesso Nilo (2019) melaksanakan kegiatan pengelolaan kolaboratif
hutan konservasi bersama masyarakat di kawasan hutan konservasi TN Tesso Nilo
dengan melibatkan masyarakat desa sekitar. Upaya pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan diantaranya, yaitu:
1. Program Pemulihan Ekosistem. Balai TN Tesso Nilo membentuk kelompok mitra,
dimana anggota kelompok berasal dari masyarakat. Adapun tujuan program ini
adalah memproduksi bibit tanaman dan merawat bibit tersebut untuk selanjutnya
dilakukan penanaman pada kawasan ekosistem di zona rehabilitasi TN Tesso Nilo.
Tenaga kerja pembibitan sepenunhnya diambil semua dari masyarakat.
2. Program Pemberdayaan Ekonomi. Balai TN Tesso Nilo memberikan bantuan
pembinaan dan pendampingan kepada kelompok petani madu hutan Tesso Nilo
bagaimana upaya pemanfaatan madu sialang dan konservasi lebah madu hutan
serta bantuan pemasaran produk madu.
3. Program Ekowisata TN Tesso Nilo. Balai TN Tesso Nilo melihat adanya potensi
kawasan konservasi di sekitar TN Tesso Nilo dapat dimanfaatkan sebagai obyek
wisata alam, dimana hal ini akan memberikan dampak perekonomian masyarakat
Adapun potensi wisata TN Tesso Nilo yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah,
kelompok masyarakat, dan mitra kerja (yayasan WWF) diantaranya; (1)
pemanenan madu hutan sialang; (2) susur sungai; (3) jelajah hutan; (4) atraksi
gajah latih; (5) patroli gajah liar, dan: (6) atraksi silat Pangean.
12

Tujuan dari pemberdayaan masyarakat yang dilakukan pihak Balai TN Tesso


Nilo adalah:
1. Mengurangi tekanan perambahan baru yang mengancam tutupan hutan TN. Tesso
Nilo dengan kehadiran petugas Balai TN Tesso Nilo, mitra (TNI, POLRI, LSM),
dan masyarakat desa sekitar kawasan di dalam kawasan TN Tesso Nilo.
2. Meningkatkan ekowisata TN Tesso Nilo dengan melibatkan masyarakat lokal dan
pengembangan budaya lokal.
3. Meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar kawasan untuk mengurangi
ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan TN Tesso Nilo melalui
pengembangan usaha ekonomi masyarakat berbasis potensi unggulan desa.
4. Menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap TN Tesso Nilo dengan cara
memberikan ruang dan peran aktif yang lebih besar kepada masyarakat sekitar
kawasan dalam perlindungan, pemanfaatan, dan pengawetan kawasan TN Tesso
Nilo.

2.3.1. Karakteristik Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo


Informasi dari Balai TN Tesso Nilo (2019) secara astronomi kawasan TN
Tesso Nilo terletak pada koordinat antara 000 05’ 40" dan 000 20’ 47" LS, dan antara
1010 35’ 21," dan 1020 03’ 57" BT dan Secara administrasi TN Tesso Nilo terletak di
dua kabupaten di Provinsi Riau yaitu Kabupaten Pelalawan seluas 82.540 ha dan
Kabupaten Indragiri Hulu seluas 533 ha (Lampiran 1, 2, 3, dan 4). Kawasan hutan
Tesso Nilo memiliki topografi berupa daerah dataran rendah sampai berbukit. Di
beberapa tempat ditemukan areal dengan kemiringan kurang dari 2%. Ketinggian
lokasi dari permukaan laut berkisar antara 50–175 m dpl. Berdasarkan Peta Satuan
Lahan dan Tanah Lembar Solok, Sumatera skala 1:250.000 (Pusat Penelitian Tanah
dan Agroklimat, 1990), jenis tanah yang terdapat di wilayah Tesso Nilo pada
umumnya termasuk jenis Kandiudult dan Dystropets (Sistem USDA) yang dalam
Sistem LPT Bogor setara dengan jenis Podsolik Merah Kuning dan Kambisol.
Sedangkan formasi geologi yang terdapat di kawasan TN Tesso Nilo dibagi menjadi
lima bagian yaitu: Anggota Atas, Endapan Danau, Formasi Kerumutan, Formasi
Minas dan Formasi Petani.
13

Rata‐rata curah hujan tahunan sebesar 2.395,39 mm/tahun. Jumlah hari hujan
terbanyak pada bulan Juni dengan rata‐rata 21,7 hari/bulan dan terendah pada bulan
September dengan rata‐rata 15,1 hari/bulan. Kawasan TN Tesso Nilo dan sekitarnya
merupakan daerah tangkapan air bagi beberapa sungai antara lain Sungai Tesso (di
bagian Barat (Gambar 3)), Sungai Segati (di bagian Utara), dan Sungai Nilo (di
bagian Timur). Ketiganya merupakan sub DAS dari DAS Kampar, tepatnya di antara
DAS Tesso dan DAS Nilo di Propinsi Riau. Sungai Sawan dan Sungai Nilo merupakan
jalur jelajah gajah yang sering diseberangi oleh kelompok gajah dalam mencari
makan.

Gambar 3. Sungai Nilo di Kawasan TN Tesso Nilo (Oktarianda, 2014)

2.3.2. Keanekaragaman Hayati di Taman Nasional Tesso Nilo


Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (2003)
menambahkan keanekaragaman hayati yang ditemukan, yaitu pohon 215 jenis dari 48
famili dan anak pohon 305 jenis dari 56 famili. Juga ditemukan 82 jenis tumbuhan
yang dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan obat dan empat jenis tumbuhan untuk
racun ikan. Jenis tumbuhan dan racun tersebut terdiri dari 86 jenis dan 78 marga yang
termasuk 46 suku/famili untuk mengobati sekitar 38 macam penyakit. Dalam tipe
formasi hutan dataran rendah di lahan kering yang kanopinya masih tertutup,
umumnya ditumbuhi jenis Kempas (Kompassia malaccensis), Keranji (Dialium
platysepalum), Durian burung (Durio lanceolatus), Medang (Litsea resinosa), Pening
(Lizthocarpus bancanus), Resak (Vatica sp.), Arang-arang (Diospyros sp.) dan
14

Sendok-sendok (Endospermum diadendum), sedangkan pada strata tinggi pohon 20 m


– 25 m antara lain: Merantai tupai (Shorea acuminata), Balam (Madhuca sericea),
Kelat (Eugenia olavimyrtus) dan Bintangur (Calophyllum macrocarpum). Beberapa
jenis tumbuhan yang ada di Tesso Nilo merupakan jenis yang terancam punah dan
masuk dalam data red list IUCN, seperti Kayu Batu (Irvingia malayana), Kempas
(Koompasia malaccensis), Jelutung (Dyera polyphylla), Kulim (Scorodocarpus
borneensis), Tembesu (Fagraea fragrans), Gaharu (Aquilaria malaccensis), Ramin
(Gonystylus bancanus), Keranji (Dialium spp), Meranti (Shorea spp), Keruing
(Dipterocarpus spp), dan jenis-jenis Durian (Durio spp) serta beberapa jenis Aglaia
spp.
Gilison (2001) melaporkan di kawasan hutan Tesso Nilo ditemukan ± 360 jenis
tumbuhan per hektar yang tergolong ke dalam 165 marga dan 57 suku. Selain itu,
ditemukan 82 jenis tanaman obat, 114 jenis burung, 50 jenis ikan, 33 jenis
herpetofauna dan 664 jenis kumbang.
Suyanto dan Saim (2009) melaporkan bahwa kawasan TN Tesso Nilo memiliki
indeks keanekaragaman mamalia yang tinggi yakni 3,696. Kawasan hutan ini
mempunyai daerah yang basah dan kering sehingga memungkinkan untuk
berkembangnya kehidupan satwa liar diantaranya Gajah sumatera (Elephas maximus
sumatranus). Kawasan Tesso Nilo merupakan blok habitat gajah terpenting yang
masih ada di Riau. Survei yang dilakukan oleh BKSDA Riau dan WWF menunjukkan
bahwa terdapat kira-kira 350 ekor gajah yang masih tersisa di Provinsi Riau, dari
jumlah tersebut sebanyak 150-180 ekor berada di Tesso Nilo dan sebanyak 60-80 ekor
berada di Kawasan Bukit Tiga Puluh (Gambar 4).
Hasil inventarisasi keanekaragaman hayati yang dilakukan pihak Balai TN
Tesso Nilo (2019) di Tesso Nilo ditemukan 23 jenis mamalia dan dicatat sebanyak 34
jenis fauna. Dari jumlah tersebut 18 jenis diantaranya berstatus dilindungi dan 16 jenis
termasuk rawan punah berdasarkan kriteria red list IUCN, yaitu Rusa Sambar (Cervus
unicolor), Kijang Muncak (Muntiacus muntjak), Tapir (Tapirus indicus), Beruang
Madu (Helarctos malayanus), Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus),
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae).
15

Gambar 4. Satwa Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di


Kawasan TN Tesso Nilo (Oktarianda, 2014)

Ditemukan juga 33 jenis Herpetofauna yang terdiri dari 15 jenis reptilia yaitu
delapan jenis ular, dua jenis londok/bunglon, satu jenis cicak terbang, satu jenis kadal,
satu jenis biawak, satu jenis buaya air tawar, dan satu jenis bulus/labi‐labi. Delapan
belas jenis lainnya dari amfibia yaitu satu jenis katak serasah, dua jenis kodok, satu
jenis katak precil, satu jenis katak lekat, dua belas jenis katak (lima jenis katak, satu
jenis bancet dan enam jenis kongkang), dan satu jenis katak pohon. Untuk avifauna,
hutan Tesso Nilo banyak didominasi jenis burung‐burung tipe hutan seperti Enggang
Cula (Buceros rhinoceros), Julang Mas (Antracoceros malayanus), Rangkong Gading
(Rhinoplax vigil), Merbah Mata merah (Pycnonotus brunneus), Cucak Kuricang
(Pycnonotus atriceps), Empuloh Janggut (Criniger bres), Empuloh Leher‐kuning
(Criniger finchii), Srigunting Batu (Dicrurus paradiceus), Takur Tenggeret
(Megalaima australis), Takur Topi‐merah (Megalaima henrichii), Takur Ampis
(Calorhampusfuliginosus), Kuau Raja (Argusianus argus), Sempur hujan Darat
(Eurylaimus ochromalus) dan berbagai jenis lainnya (Balai TN Tesso Nilo, 2019).
Oktarianda (2014) juga mencatat terdapat 79 jenis burung yang tergabung ke
dalam 11 ordo dan 27 famili di TN Tesso Nilo dengan indeks keanekaragaman burung
yang tinggi yaitu 3,67. Burung yang dilindungi berdasarkan kriteria red list IUCN,
yaitu, Puyuh sengayan (Rollulus roulul), Punai bakau (Treron fulvicollis), Nuri tanau
(Psittinus cyanurus), Luntur putri (Harpactes duvacelli), Rangkong badak (Buceros
16

rhinoceros), Kangkareng hitam (Antharacoceros malayanus (Gambar 5)), Julang


jambul hitam (Aeros corrugatus), Madi hijau kecil (Cayptonema viridis), Asi topi
jelaga (Malacopteron affine), Tepus tunggir merah (Stachyris maculata), Tepus kaban
(Stachyris nigricollis), Seriwang jepang (Terpsiphone atrocaudata) dan 2 jenis burung
berstatus rentan yaitu Punai besar (Treron capellei) dan Empuloh paruh kait (Setornis
criniger).

Gambar 5. Satwa Kangkareng Hitam (Antharacoceros malayanus) di TN


Tesso Nilo (Oktarianda, 2014)

2.4. Pemberdayaan Masyarakat


Konsep pemberdayaan menurut Ife (dalam Suharto, 2005) menyatakan
pemberdayaan sebagai upaya memberikan otonomi, wewenang, dan kepercayaan
kepada setiap individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif
agar dapat menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin.
Sumodiningrat (1999) berpendapat dalam upaya memberdayakan masyarakat
dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu:
1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap
manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya,
tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena jika demikian akan
sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan
17

mendorong, memotivasikan, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang


dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam
rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya
menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata,
dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses
kedalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat
menjadi berdaya. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu
anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai
budaya modern, seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan
kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini.
Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan pengintegrasiannya ke
dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya. Terpenting
disini adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan
yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemberdayaan
masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan, pengamalan
demokrasi.
3. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses
pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena
kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan
dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep
pemberdayaan masyarakat.
Lebih lanjut Sumodiningrat (1999) menyatakan pemberdayaan masyarakat
bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program
pemberian (charity). Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus
dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertikarkan dengan pihak lain).
Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan,
dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih
baik secara berkesinambungan.
18

2.5. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Taman


Nasional Tesso Nilo di Desa Lubuk Kembang Bunga Kecamatan Ukui
Kabupaten Pelalawan Propinsi Riau

2.5.1. Administrasi Desa Lubuk Kembang Bunga

Desa Lubuk Kembang Bunga (LKB) termasuk dalam wilayah administrasi


Kecamatan Ukui yang berada di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau dengan memiliki
batas-batas wilayah sebagai berikut (Lampiran 1,2, dan 3):
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Air Hitam
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Indragiri Hulu
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pangkalan Kuras
- Sebelah timur berbatas dengan Desa Bagan Limau

Desa LKB berada pada jarak ±180 Km dari kota Pekanbaru yang merupakan
ibu kota Provinsi Riau. Sedangkan dari ibu kota Kabupaten Pelalawan berjarak ±90
Km dan dari Desa LKB menuju kawasan TN Tesso Nilo hanya berjarak sejauh ±3
Km.
Secara keseluruhan Kecamatan Ukui terdiri dari empat dusun, empat RW, dan
32 RT (BPS Ukui, 2018). Secara topografi Desa LKB memiliki lokasi datar (dataran
rendah). Desa LKB secara administrasi wilayah berada di daerah/kawasan penyangga
TN Tesso Nilo. Selain Desa LKB terdapat beberapa desa lainnya yang berada di
daerah penyangga, diantaranya (1) Desa Kesuma; (2) Desa Air Hitam; (3) Desa
Situgal; (4) Desa Bagan Limau; (5) Desa Lubuk Batu Tinggal, dan; (6) Desa Gunung
Melintang. Meskipun berada di dalam kawasan TN Tesso Nilo, Desa LKB memiliki
status hukum Desa Definitif dan diakui oleh Pemerintah Kabupaten Pelalawan.
Pembentukan Desa LKB ini berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pelalawan No
10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kecamatan
Kerumutan, Kecamatan Ukui, Pangkalan Lesung, Kecamatan Pelalawan, Dan
Kecamatan Teluk Meranti, pada Bab II Pasal 5. Pembentukan Desa LKB lebih dahulu
dibentuk jauh sebelum TN Tesso Nilo berdiri. Desa LKB diakui secara resmi oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan pada tahun 2001, sementara Tesso Nilo
ditunjuk sebagai Kawasan Taman Nasional pada tahun 2004.
19

2.5.2. Kondisi Geografis Kecamatan Ukui


Secara Topografi Kecamatan Ukui memiliki lokasi datar sampai berombak
48% dan berombak sampai berbukit 52% dengan ketinggian 7,3 meter dari permukaan
laut (mdpl). Kondisi iklim tropis basah dan jumlah curah hujan berkisar 2200 mm
sampai 3000 per tahun, Desa LKB memiliki potensi untuk pengembangan tanaman
pangan maupun Holtikultura. Tutupan lahan Desa LKB terdiri dari tutupan kebun
sawit, karet, dan hutan sekunder. Pada bagian Barat Desa LKB berbatasan dengan
Sungai Nilo (BPS Ukui, 2018).

2.5.3. Penduduk dan Mata Pencaharian Masyarakat Desa Lubuk Kembang


Bunga

Penduduk merupakan faktor penting dalam dinamika pembangunan karena


disamping berbagai modal dasar juga sebagai objek dari pembangunan itu sendiri.
Desa LKB memiliki jumlah penduduk lebih kurang 6.483 jiwa dengan luas wilayah
70,14 km2. Jumlah penduduk yang ada di Desa LKB dengan jumlah laki-laki sebanyak
1.796 jiwa dan perempuan sebanyak 1.652 jiwa (Tabel 2).

Tabel 2. Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin


Jumlah Penduduk
Jenis Kelamin
(jiwa)
Laki-laki 1.796
Perempuan 1.652
Total 6.483
Sumber: BPS Ukui (2018)

Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa LKB disajikan pada Tabel
3.

Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Pendidikan di Desa Lubuk Kembang Bunga


No Tingkat Pendidikan Persentase (%)
1 Belum sekolah 0,84
2 Tidak tamat sekolah dasar 1,41
3 Tamat sekolah dasar 39,59
4 Tamat SLTP/Sederajat 2
5 Tamat SLTA/Sederajat 1,5
6 Diploma (D1-D3) 0,08
7 Sarjana (S1-S3) 0
Total 100
Sumber: BPS Ukui (2018)
20

Jumlah persentase pemeluk agama oleh masyarakat yang ada di Desa LKB disajikan
pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Persentase Agama di Desa Lubuk Kembang Bunga


No Agama Persentase (%)
1 Islam 96,28
2 Kristen Protestan 2,44
3 Kristen Katolik 1,21
4 Hindu 0,05
5 Budha 0,02
Total 100%
Sumber: BPS Ukui (2018)

Komoditas yang menjadi unggulan bagi masyarakat Desa LKB adalah


perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet. Komoditas tersebut menjadi penopang
sumber ekonomi masyarakat Desa LKB dan hal tersebut menjadikan mayoritas
masyarakat bekerja sebagai petani (75,51%). Adapun mata pencaharian masyarakat
Kecamatan Ukui disajikan pada Tabel 5

Tabel 5. Mata Pencaharian Masyarakat di Desa Lubuk Kembang Bunga


No Agama Persentase (%)
1 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 1,27
2 TNI/Polri 0,31
3 Pensiunan/purnawirawan 0,59
4 Wiraswasta 15,68
5 Pedagang 4,10
6 Jasa 2,43
7 Petani 75,51
8 Nelayan 0,11
Total 100%
Sumber: BPS Ukui (2018)

Kahfi (2015) mencatat bahwa mata pencaharian utama masyarakat Desa LKB
saat ini adalah perkebunan sawit dan karet, di desa ini terjadi perubahan yang
signifikan terhadap pengalihan mata pencaharian utama, yaitu sebelum tahun 2004
sekitar 60% masyarakat Desa LKB mengambil hasil hutan kayu. Adapun mata
pencaharian masyarakat desa setelah tahun 2004 antara lain: sektor perikanan,
pertanian, perdagangan, pegawai negeri, ternak ayam, mengambil madu, buruh harian
lepas dan karyawan perusahaan. Adapun data sosial masyarakat Desa LKB disajikan
pada Tabel 6.
21

Tabel 6. Data Sosial Desa Lubuk Kembang Bunga


Jumlah KK 965 KK
Jumlah jiwa Laki-laki: 1.796 orang
Perempuan: 1.652 orang
Mata pencaharian Ambil hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu
Kebun sawit
Kebun karet
Perikanan
Perdagangan
Karyawan
Tingkat pendidikan Rendah
Sarana prasarana 1 SD
1 SMP
1 Puskesmas
Penggunaan lahan Permukiman
Perladangan
Perkebunan
Pertanian
Pekarangan
Agama Mayoritas Islam
Suku Mayoritas Melayu (suku petalangan)
Sumber: Kahfi (2015)

Masyarakat yang bermukim di sekitar TN Tesso Nilo sebagian besar bekerja


di sektor pertanian diikuti dengan sektor perdagangan dan jasa. Ada pergeseran mata
pencaharian yang terjadi di sekitar TN Tesso Nilo. Jumlah masyarakat yang
memanfaatkan hasil hutan sebagai mata pencaharian asli mereka sudah sangat
berkurang. Invasi perkebunan sawit dan masuknya pendatang merubah mata
pencaharian tradisional mereka yang dulunya sangat bergantung pada hasil hutan. Hal
ini menyebabkan pandangan masyarakat terhadap hutan tidak lagi sebagai sumber
kehidupan seperti yang diajarkan leluhur mereka. Masyarakat sekitar TN Tesso Nilo
sekarang ini menganggap perkebunan sawitlah yang menjadi sumber kehidupan
mereka sehingga mereka berlomba-lomba mengganti hutan dengan kebun sawit
(Gambar 6).
Balai TN Tesso Nilo menetapkan zona tradisional untuk kepentingan
pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai
ketergantungan dengan sumber daya alam. Zona tradisional TN Tesso Nilo merupakan
wilayah yang telah terdapat aktifitas masyarakat lokal dalam pemanfaatan hasil hutan
non kayu berupa lokasi pemanenan madu hutan di sempadan Sungai Nilo dan Sungai
Air Sawan dan lokasi pengambilan hasil hutan non kayu berupa rotan dan pandan.
Pemanfaatan hasil hutan non kayu oleh masyarakat secara tradisional berupa
22

pemanfaatan rotan, damar, getah, menangkap ikan dan pemanfaatan madu sialang
sebagai komoditas utama

Gambar 6. Kebun Sawit Milik Masyarakat di Kawasan TN Tesso Nilo


(Oktarianda, 2014)

2.5.4. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Taman


Nasional Tesso Nilo di Desa Lubuk Kembang Bunga Kecamatan Ukui
Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau

Masyarakat asli Desa LKB merupakan Suku Melayu Petalangan, dimana Suku
Petalangan telah memiliki kawasan adat pada wilayah Tesso Nilo, sehingga Desa LKB
ini telah ada sebelum TN Tesso Nilo dibentuk pada tahun 2004. Secara resmi Desa
LKB diakui definitif oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan pada tahun 2001
melalui Perda No. 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kecamatan Pangkalan
Kerinci, Kecamatan Kerumutan, Kecamatan Ukui, Pangkalan Lesung, Kecamatan
Pelalawan, Dan Kecamatan Teluk Meranti, pada Bab II Pasal 5.
Hampir sebagian besar mata pencaharian masyarakat Desa LKB adalah
berkebun sawit, karet, dan petani madu. Balai TN Tesso Nilo (2019) mengungkapkan
permasalahan utama di TN Tesso Nilo yaitu perambahan kawasan hutan. Perambahan
terjadi karena upaya ilegal masyarakat akan kebutuhan lahan untuk berkebun kelapa
sawit. Perambahan yang terjadi di TN Tesso Nilo adalah serangkaian aktivitas tindak
pidana kehutanan (TIPIHUT) mulai dari klaim areal, jual/beli areal, illegal logging,
23

pembakaran hutan, penanaman kelapa sawit, dan terakhir adalah


pendudukan/pemukiman kawasan. Hal ini berlangsung seperti itu secara terus-
menerus dan berulang-ulang.
Saat ini sisa luas tutupan TN Tesso Nilo 23.550 Ha atau 28,79% dan luas
perambahan 58.243 Ha atau 71,21% dari 81.793 Ha. Upaya pihak Balai TN Tesso
Nilo mengatasi masalah perambahan tersebut adalah dengan melaksanakan kegiatan
pengelolaan kolaboratif hutan konservasi bersama masyarakat di kawasan hutan
konservasi Taman Nasional melalui model strategi penyelamatan hutan TN Tesso Nilo
yang masih utuh dengan melibatkan masyarakat desa sekitar, yaitu Program
Pemberdayaan Masyarakat.
Program pemberdayaan masyarakat dilakukan pada beberapa desa yang berada
di daerah penyangga TN Tesso Nilo, seperti Desa LKB, Desa Kesuma, Desa Air
Hitam, Desa Situgal, Desa Bagan Limau, Desa Lubuk Batu Tinggal, dan Desa Gunung
Melintang. Adapun program pemberdayaan masyarakat khususnya di Desa LKB
dilakukan melalui kegiatan pembinaan dan pendampingan, diantaranya:
1. Program Pemulihan Ekosistem. Balai TN Tesso Nilo membentuk kelompok
mitra, dimana anggota kelompok berasal dari masyarakat. Adapun tujuan
program ini adalah memproduksi bibit tanaman dan merawat bibit tersebut untuk
selanjutnya dilakukan penanaman pada kawasan ekosistem di zona rehabilitasi
TN Tesso Nilo. Tenaga kerja pembibitan sepenunhnya diambil semua dari
masyarakat.
2. Program Pemberdayaan Ekonomi. Balai TN Tesso Nilo memberikan bantuan
pembinaan dan pendampingan kepada kelompok petani madu hutan Tesso Nilo
bagaimana upaya pemanfaatan madu sialang dan konservasi lebah madu hutan
serta bantuan pemasaran produk madu.
3. Program Ekowisata TN Tesso Nilo. Balai TN Tesso Nilo melihat adanya potensi
kawasan konservasi di sekitar TN Tesso Nilo dapat dimanfaatkan sebagai obyek
wisata alam, dimana hal ini akan memberikan dampak perekonomian masyarakat
Desa Lubuk Kembang Bunga yang berbatasan langsung dengan Tesso Nilo. Pada
tanggal 30 Desember 2011, terbentuklah kelompok masyarakat Desa Lubuk
Kembang Bunga yang disebut Kelompok Masyarakat Pariwisata (Kempas)
sebagai kelompok yang menawarkan dan menyelenggarakan kegiatan ekowisata
24

di zona pemanfaatan Taman Nasional Tesso Nilo. Adapun potensi wisata TN


Tesso Nilo yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah, kelompok masyarakat, dan
mitra kerja (yayasan WWF) diantaranya; (1) pemanenan madu hutan sialang; (2)
susur sungai; (3) jelajah hutan; (4) atraksi gajah latih; (5) patroli gajah liar, dan:
(6) atraksi silat Pangean. Dari data WWF, wisatawan berkunjung ke TNTN dari
2011-2017 cenderung naik. Selama 2017, pengunjung mencapai 1.123 orang
(Balai TN Tesso Nilo, 2019).

Kegiatan lain yang dilaksanakan yaitu seperti mendirikan pusat kerajinan


untuk pembuatan tas, dompet, tempat tisu, sandal dan kerajinan tangan lain berbahan
dasar daun pandan sebagai alternatif penghasilan ibu rumah tangga melalui Kelompok
Perempuan Batang Nilo yang berjumlah sekitar 25 anggota yang dilaksanakan di Desa
Lubuk Kembang Bunga (Diana, 2018).
Tujuan dari pemberdayaan masyarakat yang dilakukan pihak Balai TN Tesso
Nilo adalah:
1. Mengurangi tekanan perambahan baru yang mengancam tutupan hutan TN. Tesso
Nilo dengan kehadiran petugas BTNTN, mitra (TNI, POLRI, LSM), dan
masyarakat desa sekitar kawasan di dalam kawasan TN Tesso Nilo.
2. Meningkatkan ekowisata TN Tesso Nilo dengan melibatkan masyarakat lokal dan
pengembangan budaya lokal.
3. Meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar kawasan untuk mengurangi
ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan TN Tesso Nilo melalui
pengembangan usaha ekonomi masyarakat berbasis potensi unggulan desa.
4. Menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap TN Tesso Nilo dengan cara
memberikan ruang dan peran aktif yang lebih besar kepada masyarakat sekitar
kawasan dalam perlindungan, pemanfaatan, dan pengawetan kawasan TN Tesso
Nilo.

Pemerintah dalam hal ini Balai TN Tesso Nilo sebagai badan yang ditunjuk
untuk mengelola TN Tesso Nilo memainkan perannya sebagai pengayom masyarakat
di dalam dan di sekitar kawasan Tesso Nilo. Keharusan ini sejalan dengan Lima Target
Sukses Departemen Kehutanan yang dicanangkan pada tahun 2004, dimana satu
diantaranya adalah mengembangkan ekonomi masyarakat sekitar hutan melalui
25

pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraannya. Program pemberdayaan


masyarakat dari Balai TN Tesso Nilo bertujuan untuk memberikan peningkatan
ekonomi alternatif, sehingga dapat menurunkan tekanan terhadap kebutuhan
masyarakat dari dalam kawasan TN Tesso Nilo. Masyarakat diberitahu dan diajarkan
untuk dapat mengolah hasil hutan, mengembangkan ekonomi secara mandiri dengan
memanfaatkan hasil hutan tanpa harus merusak ekosistem.
Namun dalam pengembangan dan pelaksanaan program pemberdayaan
masyarakat tersebut mengalami kendala. Rendahnya partisipasi masyarakat atas
program pemberdayaan yang dicanangkan oleh pihak Balai TN Tesso Nilo menjadi
kendala utama. Hal ini diakibatkan perumusan program pengembangan pemberdayaan
masyarakat dilaksanakan tanpa perundingan yang sepatutnya dengan melibatkan
masyarakat. Hal ini dibenarkan Manurung (2015) dimana kegiatan musyawarah yang
terjadi antara pihak Balai TN Tesso Nilo dengan masyarakat Desa LKB hanya berkisar
65% dan ditambah komunikasi yang baik antara pihak Balai TN Tesso Nilo dengan
masyarakat hanya sebesar 35%. Komunikasi masyarakat terhadap TN Tesso Nilo yang
sangat rendah sehingga koordinasi antar kedua belah pihak juga rendah. Sehingga
dalam berkolaborasi tidak efektif, jika tidak ada sinkronisasi antar kedua belah pihak,
hal ini tentu akan berdampak dalam keberhasilan program pemberdayaan maupun
menjaga Kawasan TN Tesso Nilo. Kurniawan (dalam Manurung, 2015) menyatakan
komunikasi berperan sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa komunikasi,
tujuan atau sasaran yang telah direncanakan tidak akan tercapai.
Adapun peran pihak Balai TN Tesso Nilo dalam perlindungan TN Tesso Nilo
di Desa Lubuk Kembang Bunga adalah melakukan sosialisasi kebijakan perlindungan
TN Tesso Nilo kepada masyarakat. Upaya sosialisasi tersebut diharapkan masyarakat
akan dapat mengimplementasikan kebijakan dengan tujuan serta aturan-aturan yang
jelas. Sosialisasi adalah salah satu tolok ukur berhasilnya implementasi kebijakan
yang diterapkan ditengah-tengah masyarakat. Namun dalam pelaksanaan sosialisasi
yang dilakukan pihak Balai TN Tesso Nilo belum optimal. Hal ini disampaikan
Manurung (2015) bahwa 100% masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga tidak
mendapatkan sosialisasi tentang kebijakan negara dalam perlindungan hutan Tesso
Nilo. Kebijakan negara dalam bentuk perundang-undangan yang diharapkan dapat
berkontribusi besar untuk menekan kerusakan khususnya deforestasi di Tesso Nilo,
26

gagal menjalankan perannya karena tidak ada sosialisasi kepada masyarakat.


Masyarakat menganggap tidak ada larangan jika mereka melakukan kegiatan seperti
pembukaan lahan untuk kebun di dalam kawasan TN Tesso Nilo.
Selain itu permasalahan lain ada pada tingkat pemerintah daerah. Pemda
Kabupaten Pelalawan tidak memiliki wewenang untuk mengurusi TN Tesso Nilo di
dalam perlindungan kawasan maupun program pemberdayaan masyarakat. Hal ini
terjadi karena Pemda Kabupaten Pelalawan terbentur dengan peraturan yang ada,
yakni Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam, Pasal 35 yang berbunyi Pengelolaan Kawasan Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, dilakukan oleh Pemerintah.
Dalam hal ini pemerintah berarti Pemerintah Pusat yaitu berdasarkan Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor : SK. 255/Menhut-II/2004 yang memerintahkan kepada
Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam untuk melakukan
pengelolaan atas Taman Nasional Tesso Nilo.
Karena peraturan dan segala hal yang berkaitan dengan TN Tesso Nilo adalah
kewenangan langsung dari pusat, maka peran Pemerintah Daerah Kabupaten
Pelalawan tidak memiliki peraturan khusus untuk mengelola TN Tesso Nilo maupun
membantu dalam bentuk apapun terkait kegiatan yang ada di TN Tesso Nilo. Fauzy
(2015) menjelaskan bahwa usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan
selama ini terkait TN Tesso Nilo bersifat insendintal (kebetulan), seperti; menengahi
konflik yang terjadi antara masyarakat dengan pihak perusahaan apabila terjadi
konflik; kejadian kebakaran hutan dan lahan pada musim kemarau, dan menghadiri
pergelaran acara di TN Tesso Nilo seperti Perayaan Festival Tesso Nilo yang digagas
pihak Balai TN Tesso Nilo (Fauzy, 2015). Tidak adanya pembagian peran kerja antar
pihak Balai TN Tesso Nilo dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan
menjadikan usaha pengelolaan TN Tesso Nilo menjadi terkendala. Akibatnya
perambahan kawasan TN Tesso Nilo terus berlangsung.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas ditemukan masalah sebagai
berikut:
1. Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat atas program pemberdayaan Balai TN
Tesso Nilo untuk peningkatan ekonomi alternatif di Desa Lubuk Kembang
Bunga.
27

2. Belum optimalnya peran Balai TN Tesso Nilo dalam meningkatkan partisipasi


masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga untuk melindungi keberadaan TN
Tesso Nilo.
3. Tidak adanya peran Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan dalam mendukung
pengelolaan kawasan TN Tesso Nilo sehingga perambahan kawasan masih
terjadi.
28

III. DAMPAK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM


PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO DI
DESA LUBUK KEMBANG BUNGA KECAMATAN UKUI
KABUPATEN PELALAWAN PROPINSI RIAU

3.1. Dampak Ekonomi


1. Bila diterapkan program pemberdayaan masyarakat di Desa Lubuk Kembang
Bunga maka dampak ekonomi yang terjadi adalah:
▪ Masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga akan memperoleh manfaat
diantaranya; (1) pemanfaatan hasil hutan bukan kayu seperti pemanenan madu
hutan dapat menambah pendapatan dengan adanya bantuan pemasaran dari
pihak Balai TN Tesso dan mitra; (2) produksi dan perawatan bibit tanaman
hutan yang tenaga kerja pembibitan sepenuhnya diambil semua dari
masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga akan memberikan lapangan
pekerjaan bagi masyarakat yang belum memiliki pekerjaan; (3) kelompok
kerajinan tangan Perempuan Batang Nilo telah menjadi salah satu sumber
alternatif penghasilan ibu rumah tangga dengan memproduksi dan
memasarkan kejajinan tangan berupa tas, dompet serta kerajianan lainnya
yang bahan dasarnya berasal dari daun pandan; (4) pendampingan masyarakat
Desa Lubuk Kembang Bunga dengan melakukan pembinaan dan pelatihan
pengelolaan dan pemandu wisata pada kawasan zona pemanfaatan telah
membentuk Kelompok Masyarakat Pariwisata (KEMPAS) yang mampu
mengelola dan meningkatkan pengunjung wisata tersebut.
▪ Balai TN Tesso Nilo memperoleh dampak dengan adanya program
pemberdayaan masyarakat diharapkan mampu mengalihkan sumber
penghasilan masyarakat yang sebelumnya berasal hasil hutan kayu dari dalam
kawasan hutan, sehingga ketergantungan masyarakat kepada hutan dapat
dikurangi dan tekanan terhadap TN Tesso Nilo juga berkurang.
▪ Pemerintah daerah akan memperoleh dampak terhadap perolehan sumber
pendapatan daerah berupa Pendapatan Negara Bukan Pajak yang diperoleh
dari bagi hasil karcis masuk tempat wisata dan pajak perdagangan lainnya.
29

2. Bila tidak diterapkan program pemberdayaan masyarakat di Desa Lubuk


Kembang Bunga maka dampak ekonomi yang terjadi adalah:
▪ Masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga tidak memiliki ekonomi atau
pendapatan alternatif dan selalu akan tetap bergantung terhadap hasil hutan
sebagai mata pencarian utama.
▪ Balai TN Tesso Nilo tidak menjalankan amanat peraturan yang berlaku,
dimana Balai TN Tesso Nilo mempunyai tanggung jawab dalam
memformulasikan lima target sukses Depertemen Kehutanan, satu
diantaranya peningkatan taraf hidup masyarakat di Desa Lubuk Kembang
Bunga akan berdampak baik pada kawasan TN Tesso Nilo.
▪ Pemerintah Daerah tidak memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) akibat
tidak terkelolanya objek wisata alam di Tesso Nilo dengan baik sebagai salah
satu sumber penghasilan.

3.2. Dampak Sosial dan Budaya


1. Bila diterapkan program pemberdayaan masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga
maka dampak sosial dan budaya yang terjadi adalah:
▪ Masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga akan memperoleh manfaat,
diantaranya; (1) dapat meningkatkan hubungan masyarakat antara desa; (2)
dengan terbentuknya Kelompok Masyarakat Pariwisata (KEMPAS) di Desa
Lubuk Kembang Bunga yang melakukan kegiatan pendidikan lingkungan dan
konservasi sumber daya alam dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dan
hubungan sosial dan pada tingkat pelajar, dan (3) kesadaran masyarakat dan
rasa memiliki untuk menjaga TN Tesso Nilo dapat meningkat.
▪ Balai TN Tesso Nilo memperoleh dampak dengan adanya beberapa pilihan
program pemberdayaan masyarakat dapat mengurangi dan menghindari
konflik sosial yang terjadi pada kawasan TN Tesso Nilo antara masyarakat
dengan pihak Balai TN Tesso Nilo.
▪ Pemerintah daerah akan memperoleh dampak terhadap pelestarian kearifan
lokal masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga yang mayoritas suku melayu
Petalangan terhadap pelestarian lingkungan.
30

2. Bila tidak diterapkan program pemberdayaan masyarakat di Desa Lubuk


Kembang Bunga maka dampak sosial dan budaya yang terjadi adalah:
▪ Masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga kurang memiliki kesadaran dan
rasa memiliki terhadap kawasan TN Tesso Nilo serta kurangnya interaksi
antar masyarakat setempat.
▪ Balai TN Tesso Nilo akan terus berhadap-hadapan dengan masyarakat
(konflik sosial) yang memiliki akses terhadap manfaat kegiatan
pengembangan sumber daya dengan pihak Balai TN Tesso Nilo yang menjaga
kawasan agar terus asri dan lestari.
▪ Pemerintah daerah akan kehilangan nilai-nilai pengetahuan lokal dari
masyarakat asli atau kearifan lokal masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga
di dalam pelestarian lingkungan.

3.3. Dampak Lingkungan


1. Bila diterapkan program pemberdayaan masyarakat di Desa Lubuk Kembang
Bunga maka dampak lingkungan yang terjadi adalah:
▪ Masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga akan memperoleh manfaat secara
langsung terhadap kualitas lingkungan di sekitar kawasan TN Tesso Nilo
berupa udara bersih, pemandangan yang indah, serta terhindar dari bencana
banjir dan kebakaran hutan. Dalam pelaksanaan aktivitas ekowisata yang
dikelola oleh kelompok Kempas, setiap pengunjung ditawarkan untuk
melakukan kegiatan penghijauan seperti mencabut anakan alam dari tanaman
asli yang tumbuh di kawasan TN Tesso Nilo dan memindahkan anakan
tersebut kedalam polybag untuk ditanam di lain hari. Selain itu pengunjung
juga secara sukarela diajak untuk melakukan penanaman di jalur wisata atau
di areal zona pemanfaatan TN Tesso Nilo yang terbuka.
▪ Balai TN Tesso Nilo memperoleh manfaat langsung dari kegiatan
pendampingan masyarakat tersebut yaitu dengan kelestarian TN Tesso Nilo
maka dapat memelihara habitat satwa liar, khususnya Gajah Sumatera
(Elephanus maximus sumatrae).
▪ Pemerintah daerah memperoleh manfaat langsung dari kegiatan
pendampingan masyarakat tersebut yaitu dengan kelestarian TN Tesso Nilo
dan terhindar dari bencana alam seperti banjir dan kebakaran hutan.
31

2. Bila tidak diterapkan program pemberdayaan masyarakat Desa Lubuk Kembang


Bunga maka dampak yang terjadi adalah:
▪ Masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga tidak memiliki pendapatan
alternatif lain selain dari pemanfaatan langsung hasil hutan kayu dan hal ini
akan berdampak langsung pada kawasan Tesso Nilo dan mengakibatkan
tekanan terhadap TN Tesso Nilo akan terus terjadi dan kerusakan lingkungan
tidak dapat terelakkan. Menurunnya kualitas ekosistem TN Tesso Nilo akibat
masyarakat yang melakukan perambahan dan penebangan liar berdampak
terjadinya bencana alam (banjir, longsor, dan kebakaran) yang akan
membawa bencana bagi masyarakat sekitar.
▪ Balai TN Tesso Nilo akan kehilangan luas kawasan TN Tesso secara terus
menerus dan hal ini menandakan kegagalan pihak Balai TN Tesso Nilo dalam
menjaga kawasan TN Tesso Nilo. Terjadi kerusakan pada kawasan TN Tesso
Nilo mengakibatkan hilangnya habitat flora dan fauna lainnya.
▪ Pemerintah daerah akan kehilangan luas tutupan hutan dan berakibat pada
penilaian buruk pemerintah terhadap tata kelola hutan yang baik. Selain itu
satwa yang ada pada daerah akan mengalami penurunan dan hal buruk dari
itu semua adalah kehilangan satwa yang dilindungi seperti Gajah sumatera
dan Harimau sumatera.
32

IV. OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM


PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO DI
DESA LUBUK KEMBANG BUNGA KECAMATAN UKUI
KABUPATEN PELALAWAN PROPINSI RIAU

4.1. Rendahnya Tingkat Partisipasi Masyarakat atas Program Pemberdayaan


Balai TN Tesso Nilo untuk Peningkatan Ekonomi Alternatif di Desa
Lubuk Kembang Bunga
Pembahasan pada bagian ini yaitu rendahnya partisipasi masyarakat.
Penyusunan program pemberdayaan masyarakat belum semua melibatkan partisipasi
masyarakat. Selama ini pemberdayaan dimaknai sempit oleh pelbagai pihak, sehingga
pendekatan pemberdayaan diterjemahkan terbatas pada bantuan yang bersifat
material. Pemberdayaan yang bersifat top down, dimana masyarakat dianggap sebagai
obyek, terbukti tidak mampu memberdayakan masyarakat, masyarakat tidak menjadi
mandiri tetapi justru tergantung pada program-program pemberdayaan. Maka dengan
konsep itu, program dari pemerintah (top) ke masyarakat (down) tidak memiliki
bahasa yang sama.
Maka dari itu perlu sebuah pendekatan pemberdayaan masyarakat yang
mewakili aspirasi masyarakat. Adapun solusi yang dapat ditawarkan yaitu penentuan
kebijakan dari top-down menjadi bottom-up dan partisipatory, artinya di dalam
penyusunan program pembedayaan di Desa Lubuk Kembang Bunga melibatkan aspek
partisipasi masyarakat. Masyarakat dapat menentukan kebutuhan dan jenis program
pemberdayaan seperti apa yang cocok ditrerapkan pada karakteristik wilayah tersebut.
Hal ini didukung dengan pendapat Page dan Czuba (dalam Ristianasari, Mujiono dan
Gani, 2013) pemberdayaan adalah proses multi-dimensi sosial yang membantu orang
mendapatkan kontrol atas kehidupan mereka sendiri.
Akibat proses penyunan program pemberdayaan yang kurang melibatkan
aspirasi masyarakat hal ini berdampak terhadap rendahnya tingkat partisipasi
masyarakat atas program pemberdayaan yang ada. Setiap program atau pembahasan
tentang perbaikan mutu kehidupan masyarakat selalu disambut tertutup (skeptik). Pada
dasarnya partisipasi memang bukan sekadar sosialisasi satu arah atau mobilisasi untuk
melibatkan warga dalam suatu program pembangunan. Ini senada dengan yang
disampaikan Syahdan (dalam Peranginangin, 2014) bahwa partisipasi sering
33

disalahartikan sebagai kehadiran publik secara massal atau menggerakkan orang untuk
berkumpul dan melakukan sesuatu (mobilisasi).
Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi TN Tesso
Nilo pada fungsi partisipasi dalam program tersebut ditentukan oleh partisipasi
masyarakat itu sendiri. Solusi yang dapat ditawarkan melalui paradigma pengelolaan
berbasis masyarakat, maka pemerintah harus mereduksi perannya yang terlalu
dominan dan mulai berbagi peran dengan pihak lain yang terkait, sehingga konsep
kebijakan menjadi lebih partisipatif.

4.2. Belum Optimalnya Peran Balai TN Tesso Nilo dalam Meningkatkan


Partisipasi Masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga untuk melindungi
keberadaan TN Tesso Nilo
Pembahasan pada bagian ini yaitu belum optimalnya peran Balai TN Tesso
Nilo dalam meningkatkan partisipasi masyarakat. Selaku pengelola TN Tesso Nilo
pihak Balai memiliki pelbagai program-program yang akan di peruntukan pada
kepentingan masyarakat. Namun program yang disudah dirumuskan belum berjalan
sebagaimana yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari belum optimalnya peran Balai
TN Tesso Nilo di dalam meningkatkan peran masyarakat. Seperti yang dijelaskan
Manurung (2015) bahwa kegiatan musyawarah yang terjadi antara pihak Balai TN
Tesso Nilo dengan masyarakat Desa LKB hanya berkisar 65% dan ditambah
komunikasi yang baik antara pihak Balai TN Tesso Nilo dengan masyarakat hanya
sebesar 35%. Komunikasi masyarakat terhadap TN Tesso Nilo yang sangat rendah
sehingga koordinasi antar kedua belah pihak juga rendah. Sehingga dalam
berkolaborasi tidak efektif, jika tidak ada sinkronisasi antar kedua belah pihak, hal ini
tentu akan berdampak dalam keberhasilan program pemberdayaan maupun menjaga
Kawasan TN Tesso Nilo. Tanpa komunikasi, tujuan atau sasaran yang telah
direncanakan tidak akan tercapai.
Maka dari itu selaku aktor utama perlu upaya yang dilakukan oleh pihak Balai
TN Tesso Nilo untuk meningkatkan partisipasi masyarakat di dalam menjalankan
program pemberdayaan, diantaranya adalah menemukan strategi komunikasi yang
tepat dari Balai TN Tesso Nilo. Effendy (2009) menyatakan strategi komunikasi
merupakan paduan perencanaan komunikasi (communication planning) dengan
34

manjemen komunikasi (communication management) untuk mencapai tujuan yang


telah ditetapkan.
Solusi yang dapat ditawarkan melalui strategi komunikasi adalah pihak Balai
TN Tesso Nilo mencoba pendekatan kepada masyarakat melalui cara yang persuasif
seperti negosiasi, mediasi, fasilitasi dan diplomasi. Dengan menemukan strategi
komunikasi yang baik dan tepat oleh pihak Balai TN Tesso Nilo maka diharapkan
mampu menarik minat masyarakat untuk berpartisipasi pada beberapa program
pemberdayaan yang sudah ditetapkan secara bersama-sama.

4.3. Tidak adanya Peran Pemerintah Daerah dalam Mendukung Pengelolaan


Kawasan TN Tesso Nilo sehingga Perambahan Kawasan Masih Terjadi
Pembahasan pada bagian ini yaitu tidak adanya peran pemerintah daerah dalam
mendukung pengelolaan kawasan TN Tesso Nilo sehingga mengakibatkan
perambahan kawasan masih terjadi. Tidak adanya pembagian peran kerja antar pihak
Balai TN Tesso Nilo dengan Pemda Kabupaten Pelalawan menjadikan usaha
pengelolaan TN Tesso Nilo menjadi kendala. Hal ini terjadi karena Pemda Kabupaten
Pelalawan terbentur dengan peraturan yang ada, yakni Peraturan Pemerintah Nomor
68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Pasal
35 yang berbunyi Pengelolaan Kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan
Taman Wisata Alam, dilakukan oleh Pemerintah. Dalam hal ini pemerintah berarti
Pemerintah Pusat yaitu berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.
255/Menhut-II/2004 yang memerintahkan kepada Direktur Jenderal Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam untuk melakukan pengelolaan atas Taman Nasional
Tesso Nilo.
Solusi yang dapat ditawarkan atas permasalahan ini adalah mengusulkan kaji
ulang peraturan yang ada, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Pasal 35 yang berbunyi
Pengelolaan Kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam,
dilakukan oleh Pemerintah. Kajian tersebut dilakukan perubahan dengan nuansa
pengelolaan dilakukan secara kolaboratif antara pihak Balai TN Tesso Nilo dan
Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan. Apabila usulan ini diterima maka
pengelolaan yang akan berlangsung ke depan akan adalah skema kolaboratif.
35

Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan akan maksimal karena


terdapat kejelasan akan pembagian kerja yang dilakukan dan political will (kemauan
politik) di daerah diarahkan kepada perlindungan kawasan TN Tesso Nilo yang saat
ini sudah mengalami perambahan agar tidak terjadi lagi aktivitas tersebut dan pihak
Balai TN Tesso Nilo dapat melakukan restorasi pada kawasan yang sudah dirambah.
36

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 20191). https://petatematikindo.wordpress.com/2013/03/13/administrasi-


provinsi-riau/diakses tanggal 28/11/2019

. 20192). https://petatematikindo.wordpress.com/2013/03/13/administrasi-
kabupaten-pelalawan/diakses tanggal 28/11/2019

Balai TN Tesso Nilo. 20191). https://tntessonilo.com/2019/09/19/balai-tn-tesso-nilo-


melaksankan-monev-kelompok-ekonomi-desa-penyangga/diakses tanggal
28/10/2019.
.20192).https://tntessonilo.com/2019/10/01/tn-tesso-nilo-
serahkan-bantuan-ekonomi-produtif-dan-monitoring-kth/ diakses tanggal
28/10/2019.
.20193).https://tntessonilo.com/2019/07/10/tn-tesso-nilo-
lakukan-survey-sosek-ke-desa-lubuk-kembang-bunga/diakses tanggal
28/10/2019.

20194).https://tntessonilo.com/2019/07/10/http://tntessonilo.com/role-
model//diakses tanggal 28/10/2019.

.20195).https://tntessonilo.com/2019/07/10/tn-tesso-nilo-
inventarisasi-keanekaragaman-hayati/diakses tanggal 28/10/2019.

Badan Pusat Statistik Kecamatan Ukui. 2018. Kecamatan Ukui dalam Angka 2018.
Ukui.

Barrow. 2016. https://www.mongabay.co.id/2016/10/31/membandingkan-


pengelolaan-taman-nasional-dengan-negara-lain-seperti-apa/diakses tanggal
27/11/2019.

Bupati Pelalawan. 2001. Peraturan Daerah Kabupaten Pelalawan No. 10 Tahun 2001
tentang Pembentukan Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kecamatan Kerumutan,
Kecamatan Ukui, Pangkalan Lesung, Kecamatan Pelalawan, Dan Kecamatan
Teluk Meranti. Sekretariat Daerah, Pelalawan.
37

Diana. 2018. https://mongabay.co.id/2019/07/10/Cerita-Para-Perempuan-penjaga


Tesso-Nilo/diakses tanggal 28/10/2019.

Diantoro, D.T. 2011. Perambahan Kawasan Hutan pada Konservasi Taman Nasional
(Studi Kasus Taman Nasional Tesso Nilo. Mimbar Hukum. 23 (3): 431-645.

Effendy, O.U. 2009. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Remaja Rosdakarya,
Bandung.

Fauzy, A. 2015. Political Will Pemerintah Kabupaten Pelalawan terhadap Pelestarian


Satwa di Taman Nasional Tesso Nilo. Jom Fisip. 2 (2): 01-13.

Gillison, N. 2001. Vegetation Survey and Habitat Assesment of The Tesso-Nilo


Forest-Complex. Report Prepared for WWF-US. WWF, Jakarta.

Handoyo. 2015. Resolusi Konflik di Taman Nasional Tesso Nilo Riau, Indonesia:
Tinjauan Relasi Pemangku Kepentingan. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
12 (2): 89-104.

Hartono. 2008. Mencari Bentuk Pengelolaan Taman Nasional Model: Sebuah


Tinjauan Reflektif Praktek Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia. Jurnal
Analisis Kebijakan Kehutanan 5 (1): 43-56.

Kahfi, F. 2015. Pengelolaan Lingkungan Melalui Ekoswisat Berbasis Masyarakat di


Taman Nasional Tesso Nilo-Riau. Thesis. Program Pascasarjana Universitas
Padjajaran, Bandung (tidak diterbitkan).

Manurung, A. 2015. Peranan Kebijakan Negara terhadap Perlindungan Hutan untuk


Menekan Laju Deforestasi Taman Nasional Tesso Nilo. Jom faperta 2 (1): 07-
18.

Menteri Kehutanan. 2004. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.255/Menhut-


II/2004 tentang Penetapan KSA Taman Nasional Tesso Nilo. Kementerian
Kehutanan, Jakarta.
38

. 2009. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. Nomor 663/Menhut-


II/2009 tentang Penetapan Penambahan Luas Area Kawasan KSA Taman
Nasional Tesso Nilo. Kementerian Kehutanan, Jakarta.

. 2010. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan


Konservasi Alam Tahun 2010-2014. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam. Kementerian Kehutanan, Jakarta.

Peranginangin, U.S.L. 2014. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan


Konservasi. Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik. 18 (1): 66-78.

Presiden RI. 1990. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Sekretariat Negara,
Jakarta.

. 1998. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 68 Tahun 1998


tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Sekretariat
Negara, Jakarta.

. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang


Kehutanan. Sekretariat Negara, Jakarta.

. 2011. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan


Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Sekretariat Negara,
Jakarta.

Ristianasari, P. Muljono dan S.D., Gani. 2013. Dampak Program Pemberdayaan


Model Desa Konservasi terhadap Kemandirian Masyarakat: Kasus di Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung. Jurnal Penelitian Sosial dan
Ekonomi Kehutanan. 10 (3): 173-185.

Sabir, L.O. 2018. Persepsi Stakeholders untuk Pembangunan Ekowisata di Taman


Nasional Tesso Nilo. Media Konservasi 23 (1): 1-8.
39

Suara Tesso Nilo. 2013. Menelusuri Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo:
Perambahan Ekosistem Kunci Sumatera oleh Industri Minyak Sawit Riau,
Pelalawan.

Suharto, E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis


Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial. Ptrevika Aditam,
Bandung

Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial


Gramedia, Jakarta.

Supriatna, J. 2018. Konservasi Biodiversitas: Teori dan Praktek di Indonesia. Yayasan


Obor Indonesia, Jakarta.

Suyanto, A., M.H Sinaga dan A. Saim. 2009. Mammals Biodiversity in Tesso Nilo,
Riau Province, Indonesia. Zoo Indonesia 18 (2): 79-88

Oktarianda, R. 2014. Analisis Komunitas Burung pada Berbagai Tipe Habitat di


Taman Nasional Tesso Nilo Sebagai Sumber Belajar dalam Mendukung
Praktikum Konsep Komunitas Hewan. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Riau, Pekanbaru (Tidak diterbitkan).

Qomar, N. 2008. Interaksi Masyarakat dengan Hutan di Tesso Nilo (Sebelum dan
Sesudah Operasi Pemberantasan Illegal Logging). Jurnal Penelitian. 17 (1): 5-
10.

WWF Indonesia. 2013. Strategi Penanganan Perambah di Taman Nasional Tesso Nilo.
Riau (Tidak dipublikasikan).
40

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Provinsi Riau

Sumber: Anonimus (2019)


41

Lampiran 2. Peta Kabupaten Pelalawan

UKUI

Sumber: Anonimus (2019)


42

Lampiran 3. Peta Kecamatan Ukui

Desa Lubuk
Kembang Bunga

Sumber: BPS Ukui (2018)


43

Lampiran 4. Peta Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo

Sumber: Balai TN Tesso Nilo (2019)


44

Lampiran 5. Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Tesso Nilo

Sumber: Balai TN Tesso Nilo (2019)


45

Lampiran 6. Peta Tata Batas Kawasan Hutan Taman Nasional Tesso Nilo

Sumber: Balai TN Tesso Nilo (2019)

Anda mungkin juga menyukai