Anda di halaman 1dari 16

Makalah Dakwah Rasullah Saw

Periode Madinah

Disusun oleh:

Nama: Cesar Putri A


Kelas: X3/07

SMAN 5 MADIUN
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat
dan karunia-Nya kepada kita sehingga makalah dengan judul “DAKWAH RASULULLAH
PERIODE MADINAH” dapat diselesaikan tepat waktu.
Makalah ini sebagai tugas dari mata pelajaran SEJARAH PERADABAN ISLAM.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini agar siswa dapat memahami lebih dalam tentang
materi tersebut. Makalah ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan dan kerjasama dari rekan-
rekan siswa serta bimbingan dari guru. Untuk itu kami ucapkan banyak terima kasih.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi isi maupun penyusunannya, sebagaimana kata pepatah “tak ada
gading yang tak retak” kesempurnaan hanyalah milik Allah swt.
Akhirnya perlu kami sampaikan bahwa makalah ini selalu terbuka untuk menerima
masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan dari guru,
rekan-rekan siswa maupun yang membaca makalah ini. Terima kasih.

Madiun,11 april 2015


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG............................................................................

2. RUMUSAN MASALAH.......................................................................

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian hijrah dan tujuan Rasulullah hijrah........................................

2. Pembinaan Masyarakat...........................................................................
3. Subtansi Dan Strategi dakwah Nabi Muhammad periode Madinah..............................

4. Perjanjian Hudaibiyah............................................................................
5. Fathul Mekkah (Pembebasan Kota Mekah) (20 Ramadhan 8 Hijriah)..
6. Haji Wada’.............................................................................................
7.

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan......................................................................................

2. Kritik&Saran....................................................................................

SERTA CONTOH SOAL JAWAB...........................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pembinaan yang dilakukan oleh Rasulullah saw, dalam rangka membentuk suatu masyarakat
yang Islami adalah proses perjuangan yang sangat panjang dan melelahkan serta banyak
membutuhkan pengorbanan. Rasulullah saw telah memulai pembinaan itu sejak di Makkah,
dimana beliau berjuang mempertaruhkan harta dan nyawanya untuk mencetak kader-kader
yang tangguh sehingga nantinya akan menjadi unsur terpenting dan utama dalam
pembentukan masyarakat Islam. Kita lihat bagaimana beliau melakukan pembinaan kepada
orang-orang terdekatnya yang senantiasa ditekan dan dihalang-halangi, beliau harus
melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Adalah rumah al-Arqam bin Abil-Arqam menjadi
markas pembinaan Rasulullah kepada para sahabat, di tempat seperti inilah lahir pribadi-
pribadi Muslim yang tangguh, dari pembinaan seperti inilah lahir manusia-manusia seperti
Abu bakar As-Shiddiq, Amar bin Yasir, Ali bin Abi Thalib, Bilal bin Raba dan sebagainya.
Dimana nantinya binaaan Rasul inilah yang akan menjadi penopang dan unsur utama dalam
terbentuknya masyarakat Islam di Madinah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana keadaan umat Islam pada periode Madinah


2. Pembinaan Masyarakat
3. Perjanjian Hudaibiyah
4. Fathul Makkah
5. Haji Wada’
BAB II
PEMBAHASAN
PERIODE MADINAH

Tidak dapat dipungkiri, Madinah adalah sebuah kota yang majemuk. Di dalamnnya ada
berbagai etnis yang memeluk berbagai agama. Tidak heran konflik antaretnis atau antarumat
beragama pun seringkali terjadi. Hal inilah yang kemudian mendorong Rasulullah saw.
mengajak seluruh masyarakat Madinah untuk membuat semacam kode etik yang disepakati
oleh semua pihak, sehingga dapat menjadi acuan dalam menegakkan hukum di bumi
Madinah. Tidak lama kemudian, ajakan itu terealisasi juga. Perjanjian yang berisi tentang hak
dan kewajiban setiap golongan warga Madinah itu kemudian dikenal dengan sebutan
“Piagam Madinah”. Adapun hal-hal pokok yang tertulis dalam perjanjian ini adalah sebagai
berikut:

 Kaum muslimin Madinah adalah satu umat, dan akan memerangi siapa pun yang
melalukan kezaliman, kejahatan, dan permusuhan terhadap mereka;
 Kaum Musyrikin Madinah tidak wajib melindungi harta dan jiwa kaum kafir Quraisy,
dan tidak akan merintangi tindakan kaum mukminin atas mereka;
 Kaum Yahudi wajib turut seta bersama kaum mukminin dalam peperangan ;
 Kaum Yahudi dari Bani ‘Auf dipandang sebagai bagian dari kaum mukminin;
 Kaum Yahudi tetap pada agama mereka, dan demikian pula dengan kaum muslimin;
 Kaum Yahudi dari berbagai kabilah Yahudi di Madinah diperlakukan sama dengan
orang-orang Yahudi dari Bani ‘Auf;
 Kaum Yahudi dan muslimin harus memikul biayanya masing-masing dalam
menjalankan kewajibannya memberikan pertolongan secara timbal balik ketika
melawan pihak lain yang memerangi salah satu pihak yang terikat dalam perjanjian
itu;
 Semua pihak harus senantiasa saling berbuat kebajikan dan saling mengingatkan
ketika ada yang berbuat zalim;
 Semua pihak wajib saling membantu dalam melawan pihak yang menyerang
Madinah;
 Setiap orang dijamin keselamatannya untuk meninggalkan atau tetap tinggal di
Madinah, kecuali yang berbuat kejahatan;
 Bahwasanya Allah-lah pelindung pihak yang berbuat kebajikan dan taqwa.

Dengan perjanjian ini, kita lihat bahwa keberadaan Rasulullah saw. di Madinah ternyata tidak
hanya berperan sebagai rasul, melainkan ia juga berperan sebagai seorang negarawa. Dengan
piagam inilah kesatuan dan persatuan yang kokoh dikalangan masyarakat Madinah dapat
tercipta. Meskipun beberapa kali kaum Yahudi menghianati perjanjian ini, dan melakukan
taktik untuk memecah belah persatuan kaum Muslimin di Madinah, namun keberadaa piagam
ini tetap tidak tergoyahkan. Hal ini tampak jelas ketika kaum muslimin tetap bersatu dalam
melewati serangkaian peristiwa, seperti pada perang Badar, Uhud, dan Khandaq. Secara garis
besar, langkah dakwahh yang dilakukan Rasulullah saw. di Madinah bermuara pada satu
tujuan, yaitu menciptakan perdamaian seutuhnya di bumi Madinah, hal itu dapat kita lihat
melalui tiga hal berikut ini:

 Diperdamaikannya antara Aus dan Khazraj;


 Dipersaudarakannya kaum Muhajirin dan Anshar; serta
 Dipersatukannya masyarakat Madinah melalui Piagam Madinah.

A.Pengertian Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW Beserta Umat Islam Berhijrah
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam. Pertama
hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT. untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang diperintahkan Allah SWT dan diridhai-Nya.
Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena di negeri itu
umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan, sehingga tidak memiliki
kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri kafir itu
berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah dan
beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam, yakni
berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah,
bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah ke Yastrib adalah:

 Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafir
Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah
untuk berhijrah ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum
Quraisy dengan maksud untuk membunuhnya.
 Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah,
sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT,
untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam).

Rencana hijrah Rasulullah diawali karena adanya perjanjian antara Nabi Muhammad
SAW. dengan orang-orang Yatsrib yaitu suku Aus dan Khazraj saat di Mekkah yang
terdengar sampai ke kaum Quraisy hingga Kaum Quraisy pun merencanakan untuk
membunuh Nabi Muhammad SAW.
Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh
seorang pemudanya yang terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Nabi SAW.,
sehingga Ia merencanakan hijrah bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta
mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta.
Sementara Ali bin Abi Thalib diminta untuk menggantikan Nabi SAW. menempati tempat
tidurnya agar kaum Quraisy mengira bahwa Nabi SAW masih tidur.
Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta Nabi SAW. keluar dari
rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Nabi SAW.
menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu. Mereka berdua keluar dari Mekah menuju
sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil sebelah selatan Kota Mekah. Mereka bersembunyi di gua itu
selama 3 hari 3 malam menunggu keadaan aman.
Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena mengira Nabi
SAW sudah sampai di Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu Bakar dari persembunyiannya.
Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba dengan
membawa 2 ekor unta yang memang telah dipersiapkan sebelumnya. Berangkatlah Nabi
SAW. bersama Abu Bakar menuju Yatsrib menyusuri pantai Laut Merah, suatu jalan yang
tidak pernah ditempuh orang.
Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba di Quba, sebuah desa yang
jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di desa ini mereka beristirahat selama beberapa hari. Mereka
menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi SAW membangun
sebuah masjid yang kemudian terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah masjid pertama yang
dibangun Nabi SAW sebagai pusat peribadatan.
Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi SAW. Sementara itu penduduk
Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Menurut perhitungan mereka, berdasarkan
perhitungan yang lazim ditempuh orang, seharusnya Nabi SAW sudah tiba di Yatsrib. Oleh
sebab itu mereka pergi ke tempat-tempat yang tinggi, memandang ke arah Quba, menantikan
dan menyongsong kedatangan Nabi SAW dan rombongan.
Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka mengelu-
elukan kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di sepanjang jalan dan menyanyikan lagu
Thala’ al-Badru, yang isinya:
“Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadâ’i (celah-celah bukit). Kami wajib
bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi, Wahai orang yang diutus kepada
kami, engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati. Setiap orang ingin agar Nabi
SAW. singgah dan menginap di rumahnya.”
Tetapi Nabi SAW hanya berkata,
“Aku akan menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia berjalan sekehendak hatinya.”
Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, di
depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Nabi SAW memilih rumah Abu
Ayyub sebagai tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya Nabi SAW tinggal di
rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin bergotong-royong membangun rumah
untuknya.
Sejak saat itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (kota nabi). Orang
sering pula menyebutnya Madinatul al-Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari
sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.
B. Pembinaan Masyarakat

Diketahui bersama bahwa ketika Rasulullah saw tiba di kota Madinah, maka bertemulah
beberapa unsur kelompok masyarakat yang berbeda,[1] yang merupakan kewajiban sekaligus
tantangan bagi beliau untuk membentuknya menjadi sebuah masyarakat yang bermartabat,
dibangun di atas pondasi yang kokoh, dan memiliki tata aturan yang mengatur tingkah laku
dan cara pergaulan di antara mereka. Pembentukan masyarakat Islami untuk pertama kalinya,
dikerjakan sendiri oleh Rasulullah saw. Dengan demikian beliau memberi pelajaran kepada
kita bagaimana seharusnya masyarakat Islam itu terbentuk, langkah-langkah apa saja yang
dilakukan oleh Rasulullah dalam membina masyarakat Madinah yang heterogen itu, menjadi
satu keluarga besar, yang memperhatikan seluruh anggota masyakaratnya tanpa memandang
asal suku dan kabilahnya. Itulah keluarga Islam "masyarakat Islam". Berikut penjelasan
beberapa langkah praktis yang dilakukan oleh Rasulullah dalam membentuk masyarakat
Islam itu:

1. Pembinaan Melalui Masjid

Sesampainya di Madinah, Rasulullah saw. segera menegakkan masyarakat islam yang kokoh
dan terpadu, dan sebagai langkah pertama kearah itu, Rasulullah saw membangun masjid.[2]
Tidaklah heran kalu masjid merupakan asas utama dan terpenting bagi pembentukan
masyarakat Islam, karena masyarakat Islam tidak akan terbentuk kokoh dan rapi kecuali
dengan adanya komitmen terhadap sistem, aqidah dan tatanan Islam, hal ini hanya bisa
ditumbuhkan melalui semangat masjid.[3] Masjid itu bukan sekedar tempat untuk
melaksanakan shalat semata, tetapi juga menjadi sekolah bagi orang-orang Muslim untuk
menerima pengajaran dan bimbingan-bimbingan Islam, sebagai balai pertemuan dan tempat
untuk mempersatukan berbagai unsur kekabilahan dan sisa-sisa pengaruh perselisihan semasa
Jahiliyah, sebagai tempat untuk mengatur segala urusan dan sekaligus sebagai gedung
parlemen untuk bermusyawarah dan menjalankan roda pemerintahan.[4]
2. Pembinaan Melalui Persaudaraan Sesama Kaum Muslimin

Sebagai langkah selanjutnya, Rasulullah mempersaudarakan para sahabatnya dari kaum


Muhajirin dan Anshar.[5] Sebab masyarakat manapun, tidak akan berdiri tegak, kokoh tanpa
adanya kesatuan dan dukungan anggota masyarakatnya. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah
dengan maksud merekatkan hubungan antara kabilah-kabilah kaum Muhajirin dan lebih
khusus merekatkan hubungan suku Aus dan suku Khazraj yang sering berperang sebelum
kedatangan Rasulllah ke Madinah. Menurut Imam Abdur Rahman al-Khats'ami dalam
kitabnya Ar-Raudhul Unuf menyebutkan: "maksud dari persaudaraan ini adalah untuk
menghilangkan kesepian lantaran meninggalkan kampung halaman mereka, dan menghibur
karena berpisah dengan keluarga, disamping agar mereka saling membantu satu sama
lain".[6] Untuk melihat gambaran kedekatan dan itsar di antara mereka. Allah SWT
menggambarkannya dengan indah dalam al-Qur'an, surat al-hasyr ayat 9:

"Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum
(kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada
mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka
terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan
(orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan
siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung."
(Q.S. Al-Hasyr:9)
3. Perjanjian Kaum Muslimin Dengan Orang-orang di Luar Islam

Setelah Rasulullah mengokohkan persatuan kaum Muslimin, dan telah berhasil


memancangkan sendi-sendi masyarakat Islam yang baru, dengan menciptakan kesatuan
aqidah, politik dan sistem kehidupan di antara orang-orang Muslim, maka langka selanjutnya
yang dilakukan oleh Rasulullah adalah menawarkan perjanjian damai kepada golongan atau
pihak di luar Islam. Perhatian beliau pada saat itu adalah bagaimana menciptakan keamanan,
kebahagiaan dan kebaikan bagi semua manusia, mengatur kehidupan di daerah itu dalam satu
kesepakatanSecara garis besar perjanjian antara rasulullah dengan golongan di luar Islam
yang kemudian dikenal dengan nama Piagam Madinah, dapat disebutkan empat prinsip
hukum yang terkandung di dalamnya, yaitu :

Menurut Badri Yatim, Piagam Madinah yang lengkapnya itu terdiri dari empat bagian, yaitu:

 Bagian pertama: terdiri dari 28 pasal, isinya banyak menyangkut hubungan anshar dan
Muhajirin;
 Bagian kedua: menyangkut tentang hubungan umat Islam dengan kaum Yahudi;
 Bagian ketiga: ditulis setelah perjanjian Hudaibiyah, karena banyak orang yang
pindah ke Madinah;
 Bagian keempat: berkenaan dengan kabilah yang baru masuk Islam, isinya
menjelaskan bahwa terhadap kabilah yang baru masuk Islam berlaku apa yang sudah
berlaku bagi kabilah yang sudah lama memeluk Islam.[7]
C.Strategi dan Substansi Dakwah Rasullah saw di Madinah

Perikemanusiaan

Persaudaraan Substansi
Demokrasi
Islam Dakwah Rasullah
saw. Di Madinah

Persatuan Islam

Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode


Madinah adalah:

1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain
meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang
yang berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.
2. Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam
Surah An-Nahl ayat 125. Yang Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl, 16: 125)
D. Perjanjian Hudaibiyah

Perkembanngan yang terjadi diJazirah Arab semakin menguntungkan pihak kaum Muslimin.
Sedikit demi sedikit sudah mulai terlihat sinyal-sinyal kemenangan yang besar dan
keberhasilan dakwah Islam. ketika masih di Madinah, Rasulullah saw. bermimpi bahwa
beliau bersama para sahabat memasuki Masjidil Haram, mengambil kunci Ka’bah,
melaksanakan Tawaf dan Umrah, sebagian sahabat ada yang mencukur, dan sebagian yang
lain ada yang memendekkan rambutnya.[8] Beliau menyampaikan mimpinya ini kepada para
sahabat, dn mereka tampak senang. Menurut perkiraan mereka, pada tahun ini pula mereka
bisa memasuki Mekkah. Tidak lama kemudian, beliau mengumumkan hendak melakukan
Umrah. Orang-orang Badui yang mendengar niat Rasul in ijuga berdatangan untuk
bergabung. Kemudian Rasul mencuci pakaian dan menaiki unta beliau yang bernama Al-
Qashwa.[9] Keberangkatan Raasul tepat pada hari senin tanggal 1 Dzulqa’idah 6H dan
diantara istri beliau yang ikut adalah Ummu Salamah, dan adapun jumlah sahabat yang ikut
ada 1400 orang.[10]

1. Isi Perjanjian Hudaibiyah

 Gencatan senjata selama sepuluh tahun.


 Orang Islam dibenarkan memasuki Makkah pada tahun berikutnya, tinggal di Makkah
selama tiga hari sahaja dengan hanya membawa senjata bersarung.
 Bekerja sama kepada perkara yang membawa kebaikan.
 Orang Quraisy yang lari ke pihak Islam tanpa kebenaran keluarga dikembalikan
semula.
 Orang Islam yang lari ke pihak Quraisy tidak perlu dikembalikan.
 Kedua-dua pihak boleh membuat perjanjian dengan mana-mana kabilah Arab tetapi
tidak boleh membantu peperangan.

2. Hikmah Perjanjian Hudaibiyah

 Berkembangnya syiar Islam.


 Kehidupan masyarakat aman dan damai.
 Pengiktirafan Rasulullah dan negara Islam di Madinah.
 Membuka jalan kepada pembebasan Mekah daripada Musyrikin Quraisy.
 Orang Islam dapat membuat perhubungan dengan kabilah Arab yang lain.

D. Fathul Mekkah (Pembebasan Kota Mekkah) (20 Ramadhan 8 Hijriah)

Fathul Mekkah merupakan peristiwa yang paling dinantikan kaum muslimin. Sebab itu
kejadian ini dianggap kemenangan yang terpenting bagi Islam dan kaum muslimin. Dengan
kemenangan itu, Allah memuliakan Nabi-Nya secara khusus dan umat Islam pada umumnya.
Peristiwa Fathul Mekkah ini terjadi setelah melalui rangkaian tahun yang terus-menerus diisi
dengan dakwah, jihad dan penyampaian risalah Islam. Dengan begitu, Fathul Mekkah
menjadi salah satu fase dakwah yang terpenting dalam Islam. Selain itu, Fathul Mekkah
seakan menjadi puncak perjuangan Rasulullah berada diwilayah tersebut, sekaligus menjadi
awal perjuangan generasi setelahnya untuk menyempurnakan dakwah Islam ke seluruh
penjuru dunia. Inilah yang dilakukan para Khulafaur Rasyidin setelah Rasulullah. Hasil
Penting dari Peristiwa Pembebasan Mekkah, yaitu:

 Rasulullah bersama kaum muslimin menghancurkan berhala di Ka’bah dan


sekitarnya. Dengan demikian, berakhirlah paganisme di wilayah jazirah Arab.
 Masuknya Quraisy ke pangkuan Islam menjadikan kabilah-kabilah Arab di seluruh
Jazirah Arab bisa bertemu Rasulullah untuk masuk Islam. Peristiwa inilah yang
dilakukan Rasulullah selama dua tahun: tahun 9 sampai 10 H. Banyak kabilah yang
berdatangan kepada Rasulullah untuk mengikrarkan keIslaman mereka.

E. Haji Wada’

Haji Wada’ dikenal juga dengan nama Haji Perpisahan Nabi Muhammad Saw. Rasulullah
saw. Mengumumkan niatnya untuk melaksanakan haji yang mabrur. Maka manusia datang
berbondong-bondong ke Madinah, yang semua hendak ikut beliau. Pada hari sabtu 14 hari
sebelum habisnya bulan Dzulqa’idah,[11]beliau berkemas-kemas untuk berangkat, dengan
menyiapkan bekal perjalanan, berminyak dan mengenakan mantel.[12] Tahun kesebelas
Hijrah, haji pertama Rasulullah dan kaum Muslimin tanpa ada seorang musyrik pun yang ikut
didalamnya, Untuk pertama kalinya pula, lebih dari 10.000 orang berkumpul di Madinah dan
sekitarnya, menyertai Nabi melakukan perjalanan ke Makkah, dan sekaligus inilah haji
terakhir yang dilakukan oleh Rasulullah. Rombongan haji meninggalkan Madinah tanggal 25
Dzulqadah , Rasulullah disertai semua isterinya, menginap satu malam di Dzi Al-Hulaifah,
kemudian melakukan Ihram sepanjang Subuh, dan mulai bergerak. Setelah seluruh manasik
haji dilakukan, Rasul memerintahkan untuk kembali ke MadinahAl-Munawarah tanpa
mengambil waktu untuk istirahat, agar perjuangan ini terasa murni karena Allah dan di jalan-
Nya.[13]

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di Madinah Rasulullah saw membangun masyarakat baru berlandaskan tauhid, keimanan
yang kokoh. Dan beliau memulainya dari masjid, sebab masyarakat Islam bisa terbentuk dari
kejama'ahan masjid. Di masjid kaum Muslimin saling bertemu, bersilaturrahim, bertukar
pikiran dan sebagainya. Kemudian melihat strategi Rasulullah selanjutnya yaitu
mempersaudarakan sesama kaum Muslimin. Disini kita dapat melihat ketepatan Rasulullah
dalam mengambil langkah-langkah pembinaan, sebab hanya dengan kesatuan dukungan
ummatlah yang dapat menegakkan masyarakat yang akan dibangun. Dan kesatuan ummat itu
hanya bisa terwujud bila ada persaudaraan dan saling mencintai, ini penting untuk dilakukan
Rasulullah sebab sisa-sisa kejahiliyahan dan fanatisme kesukuan masih mungkin timbul bila
tidak segera dipersaudarakan baik antara Muhajirin dengan Anshar maupun sesama kaum
Anshar yang sebelumnya sering terjadi peperangan di antara mereka. Disisi lain bertujuan
untuk menumbuhkan saling tolong menolong, dimana Kaum Muhajirin datang ke Madinah
tanpa membawa apa-apa. Dengan solidnya masyarakat Islam yang didasari tauhid yang
kokoh dan persatuan yang saling mencintai maka untuk melakukan perjanjian dengan pihak
luar akan bisa dilakukan.

B. Kritik dan Saran


Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat kami harapkan, agar penulisan makalah kami untuk
kedepannya menjadi lebih baik dari ini. Mudah-mudahan para pembaca dapat memahami
makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai