Anda di halaman 1dari 2

SUCHA DINA AMALIA // 175147 // 75 D // Business Ethics

RANGKUMAN KASUS I
Slavery in the Chocolate Industry

Sekitar 45% kebutuhan biji kakao yang dikonsumsi Amerika Serikat dan beberapa
negara lainnya berasal dari lahan pertanian Ivory Coast, sebuah Negara kecil di pantai barat
Afrika. Ironisnya, yang menanam dan memanen pasokan biji kakao sebanyak itu adalah para
anak laki-laki berusia 12 sampai 16 tahun, bahkan ada yang berusia 9 tahun. Mereka diculik
dan dijadikan budak untuk bekerja di perkebunan coklat disana. Lebih parah, mereka juga
merupakan korban perdagangan manusia yang dijual sangat murah ke petani kakao, untuk
memangkas biaya produksi. Tidak diketahui pasti, berapa jumlah angka kematian yang terjadi
pada anak-anak tersebut, karena pekerjaan berat yang mereka lakukan dari pagi hingga malam
dengan segala hal ketidaklayakan yang mereka terima selama menjalani sistem perbudakan di
lahan pertanian kakao tersebut.
Pada tahun 2000, True Vision, salah satu media Inggris mulai mengangkat isu
perbudakan tersebut. Mereka membuat film dokumentasi atas penderitaan para pekerja anak di
pertanian kakao. Dokumentasi tersebut telah disebarkan di Inggris, Amerika Serikat dan
beberapa negara lainnya di dunia, yang mendapatkan reaksi keras. Dewan Hak Asasi Manusia
Amerika pada tahun 2001 memperkirakan terdapat sekitar 15.000 anak yang berasal dari
Benin, Burkina Faso, Mali, dan Togo telah dijual sebagai budak untuk bekerja di pertanian
Ivory Coast dan dokumentasi BBC pada tahun 2010 yang berjudul Chocolate: The Bitter Truth
menemukan bahwa hampir satu dekade perbudakan terhadap anak masih terjadi di pertanian
kakao Ivory Coast.
Perbudakan merupakan hal yang illegal di Ivory Coast, namun tetap terjadi karena
penegakan hukum yang buruk. Perbatasan yang terbuka karena keterbatasan penegak hukum
dan mudahnya pejabat-pejabat lokal untuk disuap membuat pelaku perdagangan manusia dapat
dengan mudah melakukan kegiatannya. Sementara harga kakao yang tidak signifikan membuat
para petani memutar otak untuk mengurangi biaya yang mereka keluarkan. Para petani yang
kebanyakan berada di angka kemiskinan membuat mereka rela membeli anak-anak itu.
Ada 4 perusahaan manufaktur coklat terbesar di Amerika Serikat yang menggunakan
biji kakao dari Ivory Coast perusahaan tersebut antara lain Hershey Foods Corp (pembuat
cokelat susu Hershey, Reeses, dan Almond Joy) , M&M Mars, Inc. (pembuat M & Ms, Mars,
Twix, Dove, dan Milky Ways), Nestlé USA, (pembuat Nestlé Crunch, Kit Kat, Baby Ruth, dan
Butterfingers), dan Kraft Foods (yang juga menggunakan cokelat dalam produk kue dan
sarapannya). Tetapi yang menjadi kunci dari industri ini adalah perusahaan yang menjadi
perantara membeli biji kakao dari Ivory Coast yaitu Archer Daniels Midland Co., Barry
Callebaut dan Cargill Inc. mereka memproses biji kakao dan hasil proses kakao tersebut dijual
kepada manufaktur coklat. Namun, ada juga beberapa perusahaan kecil yang tidak membeli
biji kakao dari Ivory Coast karena isu perbudakan tersebut, seperti Clif Bar, Cloud Nine,
Dagoba Organic Chocolate, Denman Island Chocolate dan beberapa perusahaan lainnya.
Banyaknya protes dari kelompok anti perbudakan membuat Asosiasi perusahaan coklat
merespons permasalahan tersebut. Sekitar tahun 2001 Perwakilan U.S. Eliot Engel
mengusulkan sistem pelabelan pada produk coklat sebagai informasi kepada konsumennya
bahwa coklat yang mereka beli bebas dari perbudakan “slavefree”. Namun, hal ini ditolak oleh
banyak perusahaan produsen coklat yang mengambil biji kakao dari Ivory Coast, mereka
beralasan pelabelan tersebut akan mengurangi penjualan mereka dan merugikan petani kakao
di Afrika, hingga akhirnya sistem pelabelan ditolak oleh senat.
Karena terus menjadi perhatian media terhadap masalah perbudakan di pertanian
coklat, sehingga pada bulan Oktober 2001, Asosiasi perusahaan coklat dan World Cocoa
Foundation membuat perjanjian yang ditanda tangani bersama-sama dengan nama “Harkin-
Engel Protocol”, didalam perjanjian tersebut terdapat pernyataan, jika biji kakao yang
digunakan untuk membuat coklat tidak berasal dari pekerja anak dan adanya bantuan program
pelatihan penanaman & sosialisasi informasi pelarangan penggunaan pekerja dibawah umur
oleh petani coklat dengan batas waktunya pada tahun 2005.
Tetapi sampai pada tahun 2008 perusahaan-perusahaan tersebut tidak juga
melaksanakan hasil perjanjian yaitu melakukan sertifikasi dan memastikan tidak ada
penggunaan pekerja anak. Perusahaan-perusahaan tersebut malah membuat pernyataan baru
bahwa pada tahun 2010 mereka baru bisa melaksanakan sertifikasi tersebut. Permasalahan
sertifikasi tersebut belum bisa diselesaikan hingga tahun 2011.
Perusahaan-perusahaan tersebut beralasan bahwa sangat sulit untuk melakukan
sertifikasi karena ada lebih dari 600.000 petani kakao di Ivory Coast dan sebagian besar
merupakan petani kecil yang berada di pedalaman yang sangat sulit diakses karena terbatasnya
infrastruktur. Sehingga akhirnya hingga kini belum ada sistem sertifikasi yang efektif untuk
membuat label “slave-free” dan kemungkinan besar coklat yang kita konsumsi selama ini
merupakan coklat yang masih berasal dari biji kakao dari Ivory Coast dimana terjadi praktek
perbudakan terhadap anak-anak dibawah umur.

Anda mungkin juga menyukai