Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

SEMINAR AKUNTANSI MANAJEMEN


Backflush Costing : Cost Accounting and Cost Management in a JIT
Environment

OLEH : KELOMPOK 5

1. Andre Daulay 1610531026


2. Desy Adawiyah Budiman 1610531055
3. Radhiatul Nada 1610532044

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
Backflush Costing : Cost Accounting and Cost Management in a JIT
Environment

Pengertian Just In Time (JIT)

Just In Time (JIT) merupakan sistem produksi yang komprehensif dan sistem manajemen
persediaan dimana bahan baku dibeli dan diproduksi sebanyak yang dibutuhkan serta digunakan
pada saat yang tepat dalam setiap proses produksi (Blocher, dkk., 2002:113; dalam Kuzatmono,
2008).

Dalam arti luas, JIT adalah filosofi yang berfokus pada tampilan aktivitas yang
dibutuhkan oleh segmen internal dari sebuah organisasi.Aspek fundamental JIT adalah :

 Semua kegiatan yang tidak memberi nilai tambah pada produk atau jasa, maka termasuk
pada kegiatan atau sumber daya yang akan menjadi sasaran pengurangan atau
penghapusan
 Adanya komitmen untuk meningkatkan kualitas tinggi, dan melakukan hal yang benar
dan sesuai standar agar tidak ada barang yang cacat dan tidak ada waktu untuk
pengerjaan ulang
 Perbaikan terus menerus dalam upaya kegiatan efisiensi
 Menyederhanakan dan meningkatkan visibilitas yang menekankan pada aktivitas
penambah nilai, ini akan membantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang tidak
menambah nilai.

Tujuan Just in Time (JIT)


Menurut Gaspersz (2001: 23; dalam Kuszatmono, 2008) tujuan Just in Time (JIT) adalah
“untuk menghasilkan produk pada tingkat kualitas dan kuantitas yang prima, melalui cara yang
paling efisien dan ekonomis, serta tepat waktu yaitu pada saat produk tersebut dibutuhkan oleh
konsumen”. Tujuan utama yang ingin dicapai dari sistem JIT adalah:
1. Zero Defect (Tidak ada barang yang rusak)
2. Zero Set-Up Time (Tidak ada waktu set-up)
3. Zero Lot Excesses (Tidak ada kelebihan lot)
4. Zero Handling (Tidak ada penanganan)
5. Zero Queues (Tidak ada antrian)
6. Zero Breakdowns (Tidak ada kerusakan mesin)
7. Zero Lead Time (Tidak ada lead time)

Manfaat Just in Time (JIT)


Manfaat Just in Time (Indiscribd, 2009):
a. Berkurangnya persediaan bahan baku dalam jumlah besar
b. Mengurangi waktu tunggu
c. Menurunkan biaya produksi dan laju produksi
d. Meningkatkan pengendalian mutu
e. Respon cepat terhadap pelanggan yang membutuhkan sehingga menimbulkan
kepuasan pada pelanggan

Prinsip Dasar Just In Time (JIT)


Untuk menghasilkan metode Just In Time (JIT) maka harus ada tujuh prinsip yang harus
dijadikan dasar pertimbangan di dalam menentukan sistem strategi produksi, yaitu (Jaelani,
2009):
1. Berproduksi sesuai dengan pesanan jadwal produksi induk
Sistem manufaktur baru akan dioperasikan untuk menghasilkan produk menunggu
setelah diperoleh kepastian adanya order dalam jumlah tertentu masuk. Tujuan utamanya
untuk memproduksi finished goods tepat waktu dan sebatas pada jumlah yang ingin
dikonsumsikan saja, untuk itu proses produksi akan menghasilkan sebanyak yang
diperlukan dan secepatnya dikirim ke pelanggan yang memerlukan untuk menghindari
terjadinya stok serta untuk menekan biaya penyimpanan.
2. Produksi dalam jumlah kecil
Produksi dilakukan dalam jumlah lot (lot size) yang kecil untuk menghindari perencanaan
dan jeda waktu yang kompleks seperti halnya dalam produksi jumlah besar. Fleksibilitas
aktivitas produksi akan bisa dilakukan, karena hal tersebut memudahkan untuk
melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam rencana produksi terutama menghadapi
perubahan permintaan pasar.
3. Mengurangi pemborosan (eliminate waste)
Pemborosan (waste) harus dieliminasi dalam setiap area operasi yang ada. Semua
pemakaian sumber-sumber input (material, energi, jam kerja mesin atau orang, dan lain-
lain) tidak boleh melebihi batas minimal yang diperlukan untuk mencapai target
produksi. Perbaikan aliran produk secara terus-menerus (continuous product flow
improvement) Tujuan pokoknya adalah menghilangkan proses-proses yang tidak
produktif yang bisa menghambat kelancaran aliran produksi.
4. Penyempurnaan kualitas produk (product quality perfection)
Kualitas produk merupakan tujuan dari aplikasi Just In Time (JIT) dalam sistem produksi.
Disini selalu diupayakan untuk mencapai kondisi “Zero Defect” dengan cara melakukan
pengendalian secara total dalam setiap langkah proses yang ada. Segala bentuk
penyimpangan haruslah bisa diidentifikasi dan dikoreksi sedini mungkin.
5. Respek terhadap semua orang / karyawan (respect to people)
Dengan metode Just In Time (JIT) dalam sistem produksi setiap pekerja akan diberi
kesempatan dan otoritas penuh untuk mengatur dan mengambil keputusan apakah suatu
aliran operasi bisa diteruskan atau harus dihentikan karena dijumpai adanya masalah
serius dalam satu stasiun kerja tertentu.
6. Mengurangi segala bentuk ketidak-pastian
Persediaan yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi permintaan yang
berfluktuasi dan segala kondisi yang tidak terduga, justru akan berubah menjadi waste
bilamana tidak segera digunakan. Begitu pula rekruitmen tenaga kerja dalam jumlah
besar secara tidak terkendali seperti halnya yang umum dijumpai dalam aktivitas proyek
akan menyebabkan terjadinya pemborosan bilamana tidak dimanfaatkan pada waktunya.
Oleh karena itu dalam perencanaan dan penjadwalan produksi harus bisa dibuat dan
dikendalikan secara teliti.Segala bentuk yang memberi kesan ketidak-pastian harus bisa
dieliminasi dan harus sudah dimasukkan dalam pertimbangan.
7. Perhatian dalam jangka panjang
Ketujuh prinsip pelaksanaan Just In Time (JIT) dalam sistem produksi di atas bukanlah
suatu komitmen perusahaan yang diaplikasikan dalam jangka waktu pendek. Melainkan
harus dibangun secara berkelanjutan dan merupakan komitmen semua pihak dalam
jangka panjang. Dalam jangka pendek, ada kemungkinan aplikasi Just In Time (JIT)
dalam sistem produksi justru akan menambah biaya produksi mengikuti konsekuensi
proses terbentuknya kurva belajar.
JIT : A philosophy and a Set of Operating Methods

JIT adalah filosofi yang berfokus pada pengurangan biaya melalui eleminasi persediaan.
Filosofi ini meliputi :
 Penghapusan semua aktivitas yang tidak bernilai tambah
 Komitmen terhadap tingkat kualitas yang tinggi
 Komitmen terhadap perbaikan terus menerus
 Penekanan pada penyederhanaan dan meningkatkan visibilitas dari semua kegiatan
yang menambah nilai

Perbandingan Sistem Just in Time dengan Sistem Traditional

Just In Time (JIT) Purchasing

Just in Time (JIT) Purchasing adalah sistem penjadwalan pengadaan barang dengan cara
sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau
penggunaan. Sistem Just In Time (JIT) dapat mengurangi waktu dan biaya yang behubungan
dengan aktivitas pembelian dengan cara sebagai berikut (Tjahjadi, 2001):
1. Mengurangi jumlah supplier, sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-sumber
yang dicurahkan dalam negosiasi melalui dengan supplier.
2. Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi melalui kontrak kerja jangka
panjang dengan supplier, menyangkut pembelian, kualitas bahan dan harga yang wajar.
3. Memiliki pembeli atau konsumen dengan program pembelian yang mapan. Rencana
pembelin yang mapan oleh pembeli atau konsumen, dapat memberikan informasi bagi
supplier mengenai persyaratan kualitas bahan dan saat penyerahan dengan tenggang
waktu tertentu sesuai rencana produksi.
4. Mengeliminasi dan mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak menambah nilai bagi
produk, seperti kegiatan dan biaya penyimpanan atau biaya pemindahan bahan dari
gudang ke pabrik.
5. Mengurangi waktu dan biaya program pemeriksaan kualitas, pemilihan supplier yang
dapat menjamin ketepatan waktu jumlah dan kualitas barang yang dibeli dapat
mengurangi waktu dan biaya pemeriksaan.

Perubahan Pada Akuntansi Biaya

Perubahan akuntansi biaya akan menghasilkan hal sebagai berikut :

a. Informasi biaya produk lebih akurat

b. Pengendalian yang lebih baik dari timbulnya biaya

Dalam lingkungan JIT, fokusnya adalah pada pengurangan biaya total untuk organisasi
secara keseluruhan. Perubahan terdiri atas tiga bentuk :
 Minimalisasi atau meniadakan keputusan disfungsional yang dikaitkan dengan sistem
akuntansi biaya yang ada.
 Menguntungkan perbandingan variabel akuntansi terhadap variabel non akuntansi dalam
control biaya.
 Mengurangi biaya system, banyak system akuntansi biaya yang ada mahal, rumit, dan
memakan waktu bagi manajer dan akuntan. Elemen kunci JIT adalah menyederhankan
semua aktivitas, termasuk system biaya dan area operasional seperti pembelian dan
produksi.
Implikasi untuk Akuntansi Biaya

Pembelian dengan just in time dapat mempengaruhi akuntansi biaya dalam beberapa cara :

a. Meningkatkan penelusuran biaya langsung


Dalam lingkungan pembelian tradisional, organisasi biasanya mengklasifikasikan biaya
dari operasi dan fasilitas sebagai biaya tidak langsung.akan tetapi pada just in time biaya
operasi tersebut dapat dikelompokkan sebagai biaya langsung. Sehingga akan terjadi
peningkatan penelusuran biaya langsung ke area ritel individu atau lini produksi.
b. Mengubah pool biaya yang digunakan untuk mengakumulasikan biaya
Pada proses pembelian tradisional, pemisahan pool biaya digunakan untuk kegiatan
seperti pembelian, material handling, pemeriksaan mutu, dan fasilitas gudang. biaya
tersebut dialokasikan untuk departemen produksi dengan cara :
1. Masing – masing biaya dialokasikan terhadap masing – masing departemen produksi
2. Pembelian, gudang, dan biaya terkait yang dikumpulkan dalam satu atau lebih pool
biaya agregat dialokasikan ke setiap departemen produksi.

Tradisional JIT Purchasing

Delivery Delivery
3.

Material Handling
4.

Quality Inspection5.
6.

Materials Handling
7.

Warehouse
Material handling

Materials Handling

Retail/wholesale
Retail/wholesale floor floor production
production floor
c. JIT mengubah basis yang digunakan untuk mengalokasikan biaya tidak lansung ke
departemen produksi
Survei metode alokasi biaya melaporkan bahwa ruang yang ditempati di gudang adalah
basis alokasi umum untuk biaya pembelian dan bahan baku pada lingkungan
tradisional.Di lingkungan JIT murni tidak ada gudang sehingga basis alokasi tidak
tersedia
d. Mengurangi penekanan pada informasi varians harga pembelian individu
Dalam lingkungan pembelian tradisional, banyak organisasi menekankan pada perbedaan
harga pembelian.Variabel harga pembelian yang menguntungkan tekadang dapat dicapai
dengan membeli dalam jumlah yang lebih besar untuk mengambil keuntungan dari
potongan harga atau dengan membeli bahan berkualitas rendah.Di lingkungan JIT,
penekananya adalah pada total biaya operasi, tidah hanya pada harga beli, faktor faktor
tersebut adalah kualitas dan ketersediaan yang diberi penekanan lebih besar, bahkan jika
disertai dengan harga beli yang lebih tinggi.
Seperti biasa, system akuntansi biaya harus disesuaikan dengan aktivitas operasi yang
mendasarinya.Dalam pembelian JIT, proses yang mendasarinya berfokus pada komitmen
jangka panjang yang mengurangi total biaya operasi.
e. JIT mengurangi frekuensi atau detail pelaporan pengiriman pembelian dalam akuntansi
internal
Dalam lingkungan pembelian JIT, jumlah pengiriman barang meningkat secara
substansial. Organisasi telah berusaha untuk mengurangi biaya pemrosesan informasi
dalam system akuntansi internal dalam satu atau beberapa cara berikut :
 Batching, atau meringkas, pengiriman pembelian individual untuk transaksi
terpisah untuk setiap pengiriman
 Dengan menggunakan system transfer elektronik dimana pesanan pembelian awal
secara otomatis mengatur transfer data elektronik pada tanggal pengiriman dan
transfer data elektronik pada tanggal pembayaran
 Reorganisasi bagian utang dagang.
Just In Time Production

Just in Time (JIT) Production adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau
produk yang tepat waktu, mutu, dan jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan oleh tahap
produksi berikutnya atau sesuai dengan memenuhi permintaan pelanggan. Sistem produksi just
in time pada awalnya dikembangkan dan dipromosikan oleh Toyota Motor Corporation di
Jepang. Taichi Ohno, pencipta sistem JIT ini, mendefinisikan JIT sebagai “suplai item yang
diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah yang diperlukan”. Strategi ini
kemudian banyak diadopsi oleh banyak perusahaan Jepang, terutama setelah terjadinya krisis
minyak dunia pada tahun 1973.

Pemborosan utama di manufacturing adalah adanya sumber daya produksi yang terlalu
banyak, yaitu tenaga kerja yang terlalu banyak, fasilitas yang terlalu banyak, dan persediaan
bahan baku yang terlalu banyak. Apabila unsure-unsur ini terdapat dalam jumlah yang lebih
banyak dari pada yang diperlukan, baik orang, perlengkapan, bahan ataupun produk, mereka
hanya akan menambah biaya dan tidak menambah nilai produk yang dihasilkan. Tenaga kerja
yang banyak mengakibatkan biaya personalia berlebihan, fasilitas yang banyak mengakibatkan
biaya penyusutan berlebihan.

Sasaran dari strategi produksi just in time (JIT) adalah mengurangi biaya dan
meningkatkan arus perputaran modal (Capital Turnover Ratio) dengan jalan menghilangkan
setiap pemborosan (Waste). JIT harus dipandang sebagai suatu yang lebih luas dari pada sekedar
suatu program pengendalian inventori. Just In Time (JIT) Production dapat mengurangi waktu
dan biaya produksi dengan cara sebagai berikut:

1. Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap workstation (stasiun
kerja) atau tahapan pengolahan produk (konsep persediaan nol)
2. Penekanan ditempatkan pada pengurangan lead time produksi. Berkurangnya lead time
memungkinkan perusahaan untuk merespon perubahan permintaan dengan lebih baik,
namun juga mengurangi perubahan dalam pesanan pemasok
3. Secara berkesinambungan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengurangi biaya setup
mesin-mesin pada setiap tahapan pengolahan produk (workstation).
4. Menekankan pada penyederhanaan kegiatan pada jalur produksi sehingga area dimana
aktivitas tidak bernilai tambah dapat dihilangkan.

Prinsip-Prinsip dalam Sistem Produksi JIT

1. Produksi diorganisasikan dalam pola sel manufacturing dimana Sel manufaktur terdiri
dari mesin-mesin yang dikelompokkan dalam kumpulan, biasanya dalam bentuk setengah
lingkaran. Mesin-mesin diatur sehingga mereka dapat digunakan untuk melakukan
berbagai operasi secara berurutan. Tiap sel dipersiapkan untuk menghasilkan produk
atau kumpulan produk tertentu. Produk dipindah dari satu mesin ke yang lainnya dari
awal hingga selesai. Para pekerja ditugaskan pada sel-sel dan dilatih untuk
mengoperasikan semua mesin dalam sel.
2. Tenaga kerja terinterdisipliner (multitugas) melakukan berbagai tugas dari berbagai variasi
operasi, untuk minor operasi serta operasi rutin. Pekerja mampu melakukan pekerjaan
produksi langsung, para pekerja sel dapat melakukan tugas persiapan, memindahkan
barang setengah jadi dari bagian ke bagian lain dalam sel, melakukan perawatan
pencegahan dan perbaikan kecil, melakukan inspeksi kualitas, dan melakukan tugas
pembersihan.
3. Produksi demand-pull basis, sehingga aktivitas pada setiap workstation ditentukan
berdasarkan permintaan dari workstation selanjutnya.
4. Perhatian ditujukan pada pengurangan manufacturing lead time yaitu waktu tunggu sebuah
pesanan siap dimulai pada lini produksi sampai saat menjadi produk jadi. Berkurangnya
lead time akan membuat perusahaan mampu merespon perubahan permintaan lebih baik
lagi, dan juga dapat mengurangi perubahan pesanan supplier.
5. Autonomasi merupakan suatu unit pengendalian cacat secara otomatis yang tidak
memungkinkan unit cacat mengalir ke proses berikutnya.
6. Penekanan juga ada pada penyederhanaan aktivitas pada proses atau jalur produksi,
sehingga area dimana aktivitas yang tidak bernilai tambah terjadi akan terlihat jelas dan
bisa dieliminasi.
7. Supplier dipilih berdasarkan kemampuan untuk mengirimkan materials berkualitas dalam
waktu yang telah diatur. Perusahaan yang menerapkan JIT Produksi secara umum juga
menerapkan JIT Pembelian.
Perubahan Pada Akuntansi Biaya

Penerapan produksi JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan
manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:

 Meningkatkan ketelusuran langsung pada beberapa biaya : Penelususran langsung


pada item-item biaya dapat ditingkatkan dengan dua cara, yaitu :
a. Perubahan pada dasar aktivitas operasi
Pemanufakturan JIT dapat mengurangi kelompok biaya tidak langsung dan
mengubah sebagian besar dari biaya tersebut menjadi biaya langsung. Contoh,
pekerja produksi pada pabrik JIT melakukan pemeliharaan dan set up pada pabrik.
Sebelumnya aktivitas seperti ini dilakukan oleh pekerja lain yang dikategorikan
sebagai Tenaga Kerja Tidak langsung.
b. Perubahan dalam ketelusuran langsung terhadap biaya
JIT membuat ketelusuran langsung terhadap biaya dapat ditingkatkan. Dengan
Cost effective untuk menulusuri biaya pada jalur produksi yang spesifik
 Mengeliminasi atau mengurangi kelompok biaya (cost pools) untuk aktivitas tidak
langsung
Perubahan ini terkait pada meningkatkan ketelusuran biaya dan bisa dicapai dengan
beberapa cara :
 Mengubah aktivitas produksi dasar
 Mengeliminasi aktivitas yang tidak bernilai tambah

Target utama pada eliminasi di JIT adalah :

1. Tempat penyimpanan untuk persediaan barang dalam proses


2. Tempat penyimpanan untuk limbah, unit dikerjakan ulang dan lainnya
3. Fasilitas yang menangani bahan untuk transportasi dari jalur produksi ke tempat
penyimpanan. Mesin atau workstation dihubungkan sehingga barang dapat
dipindahkan oleh pekerja atau conveyor belts yang pendek. Penekanan juga
dilakukan pada design yang mengurangi kebutuhan akan kontainer yang besar.
 Pengurangan Penekanan pada Tenaga Kerja Individual dan Varian Biaya
Overhead
Pabrik yang mengimplementasikan JIT mengurangi penekanan pada penggunaan tenaga
kerja dan varian OH. Berbeda dengan pendekatan tradisional, akuntan internal khusus
berupaya membuat standar tenaga kerja dan overhead serta melaporkan varian dari
standar tersebut. Pada pabrik JIT, penekananya pada analisis varian di level pabrik
dengan fokus pada tren mengenai apa yang mungkin terjadi pada proses daripada fokus
pada besar absolut varian individual.
 Mengurangi tingkat rincian informasi tercatat pada work ticket
Aspek Kunci pada JIT adalah penyederhanaan semua aktivitas yang akan berpengaruh
pada informasi Work Ticket. Ada beberapa cara penyederhanaaan work ticket pada
produksi JIT.
1. Proses produksi yang diganti sehingga lebih sedikit material per produk jadi
Dalam proses analisi aktivitas akan berpengaruh pada proses produksi seperti
adanya desain ulang terhadap produk sehingga lebih sedikit bagian yang
digunakan.
2. Hanya bahan baku langsung yang dicatat pada work ticket, semua biaya lain
dibebankan pada periode tersebut.
3. Tingkat informasi rinci yang tercatat mengenai biaya tenaga kerja berkurang yaitu
dengan mempertahankan tenaga kerja langsung pada kategori biaya langsung tapi
mengurangi klasifikasi individual tenaga kerja yng akan mempermudah
pencatatan informasinya.
4. Sistem Job Costing diganti menjadi proses costing atau backflush prooduct
costing
Kebanyakan pabrik melakukan perubahan pada setiap costing dasar dengan
produksi JIT melalui pendekatan, yaitu:
a. Mengganti Job Costing menjadi proses costing
JIT mengadopsi jalur produksi pada basis konstan karena itulah proses costing
dipilih. Selain itu, proses costing dapat menekankan pada kualitas produk
sehingga JIT berperan besar dalam mengeliminasi barang rusak atau cacat.
b. Mengganti Job tau proses costing ke backflush costing

Perubahan Akuntansi Biaya pada produksi JIT


a. Informasi Biaya lebih akurat
Jalur produksi yang lebih efektif pada sel manufacturing menigkatkan ketelusuran
langsung pada beberapa biaya.
b. Adanya kontrol yang lebih baik dari timbulnya biaya
Penekanan pada tenaga kerja individual dan varian OH dapat dikurangi, dimana pada JIT
penekanannya terletak pada total kinerja pabrik sehingga dapat meminimalkan keputusan
operasi disfungsional.
c. Mengurangi Sistem Biaya
1. Pengurangan pada tingkat informasi rinci tercatat pada work tiket
2. Pengurangan pada tingkat informasi rinci tercatat mengenai biaya tenaga kerja.

Manajemen Biaya Pada Lingkungan Just In Time

1. Perencanaan Biaya ( Cost Planning)


Sebelum produksi dilakukan, pada perusahaan yang menerapkan JIT juga melakukan
perencanaan biaya yang mana pada beberapa kasus ditemukan perencanaan biaya
dilakukan sebelum jalur produksi dibuat. Perancang produk dan insinyur pabrik terlibat
penting dalam tahap ini dalam merancang produk dan jalur produki dengan campuran
biaya, kualitas, serta fleksibilitas yang mencerminkan strategi manajemen. Pada tahap
ini, sangat ditekankan pada eliminasi aktivitas yangtidak bernilai tambah pada produk.
2. Pengurangan Biaya
Pengurangan biaya dilakuan pada saat pra-produksi dan tahap produksi. Pengurangan ini
dapat berupa :Lead time (waktu tunggu) pemanufakturan, Persediaan bahan, barang
dalam proses, dan produk selesai, Waktu perpindahan, Tenaga kerja langsung dan tidak
langsung, Ruangan pabrik, dll.
3. Kontrol Biaya
Kontrol Biaya dilakukan pada saat produksi dimulai. Sumber informasi untuk aktivitas
kontrol biaya yaitu :
a. Pengamatan pribadi oleh pekerja jalur produksi
b. Pengukuran kinerja keuangan (seperti Inventory turnover ratio, varian berdasarkan
biaya standar untuk bahan baku, tenaga kerja dan OH).
c. Pengukuran kinerja nonkeuangan (Leadtime, waktu set-up dll

Perubahan Pada Pengukuran Kinerja Keuangan dan Non keuangan dalam sistem produksi JIT
a. Pengukuran keuangan (Financial) seperti rasio perputaran persediaan ( COGS :rata-rata
persediaan) yang diekspektsi meningkat
b. Pengukuran non keuangan terkait persediaan, kualitas, dan waktu, seperti :
- Jumlah hari Material on Hand, diekspektasi menurun
- Unit yang diproduksi dalam jam, diekspektasi meningkat
- Persentase unit barang rusak atau cacat/total unit yang diproduksi
diekspektasi menurun
- Manufacturing Cycle time atau Waktu siklus manufaktur (produksi)
diekspektasi menurun
- Total waktu set up diekspektasi menurun

SIMPLICATION (PENYEDERHANAAN) JIT

Penyederhanaan merupakan eliminasi dari hal-hal yang tidak perlu. Penyederhanaan


dapat berupa penyederhanaan produk, proses, maupun prosedur yang akan menghasilkan suatu
pengurangan dalam jumlah tertentu. Usaha penyederhanaan ini merujuk pada upaya pencapaian
hasil yang sama dengan cara yang lebih sederhana, lebih mendasar atau dengan menggunakan
lebih sedikit input. Selain itu, Simplification juga berarti membuang fitur-fitur yang tidak akan
memberikan nilai tambah bagi produk.

Ada variasi yang cukup besar dalam perubahan yang dibuat untuk kelompok biaya yang
digunakan, pemilihan basis alokasi, sistem biaya adopsi (pekerjaan, operasi, proses, atau
blackflush), dan jenis pengukuran kinerja yang digunakan dalam JIT. Aktivitas yang menambah
nilai dapat lebih ditingkatkan, dan aktivitas yang menambah nilai itu tidak bisa dihilangkan.
Namun demikian, metode JIT telah membuktikan bahwa perubahan yang berarti dalam operasi
yang mendasari kemungkinan untuk membenarkan perubahan yang sesuai dalam sistem
akuntansi. Semua biaya manufacturing pada periode akuntansi mengalir dengan cepat menjadi
cost of goods sold. Adanya perubahan yang cepat dari direct material menjadi finished goods
yang segera dijual sangat menyederhanakan sistem biaya.

BACKFLUSH COSTING

Backflush costing merupakan pendekatan yang dipersingkat atas akuntansi dari biaya
manufaktur. Backflush costing dapat diterapkan ke sistem just in time dimana diperlukan
kecepatan begitu tinggi sehingga akuntansi tradisional tidak lagi praktis. Sering sekali terjadi
ketika akuntansi tradisional akan mencatat kejadian bahan baku, tetapi pada saat yang hampir
bersamaan, produk yang sedang dicatat bahan bakunya tersebut sudah terjual di pasar sehingga
menimbulkan masalah dalam pencatatannya. Oleh karena itu, muncullah pendekatan akuntansi
terbaru berupa penyingkatan aliran biaya perusahaan manufaktur dan sangat tepat digunakan
bersamaan dengan Just In Time (JIT).

Sebuah sistem backflush costing berfokus kepada output dari sebuah organisasi dan
kemudian bekerja ke bagian belakang ketika menerapkan biaya untuk unit yang terjual dan
persediaan. Jangka waktu backflush bisa meningkat karena titik pemicu untuk entri perhitungan
biaya produk dapat ditunda sampai akhir penjualan, sampai akhirnya biaya menguat melalui
sistem akuntansi. Sebaliknya, sistem biaya produk yang umum melacak biaya melalui barang
dalam proses (WIP) sebagai akun yang difokuskan, dimulai dengan pengenalan bahan baku ke
dalam produksi.

Tujuan dari backflush costing adalah mengurangi jumlah kejadian yang diukur dan
dicatat dalam sistem akuntansi serta menunda pencatatan beberapa jurnal entry hingga akhir
masa produksi atau akhir siklus penjualan, sehingga biaya untuk penerapannya lebih rendah
dibandingka dua sistem costing lainnya (job order dan process costing). Perbedaan backflush
costing dengan job order costing dan process costing adalah kurangnya penelusuran terinci atas
biaya work in process (WIP), akun persediaan tidak lagi disesuaikan selama periode akuntansi,
tetapi saldonya dikoreksi menggunakan ayat jurnal pada akhir periode.

Metode Harga Pokok Backflush


Metode harga pokok backflush diterapkan di perusahaan yang telah menerapkan konsep
Just In Time (JIT) untuk persediaannya. Sasaran persediaan JIT adalah maminimalkan
persediaan bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi, bahkan jika memungkinkan
persediaannya nol (Zero Inventory). Hal ini dilakukan dengan cara system tarik (Pull Systems).
Untuk me-nol-kan persediaan barang jadi dan persediaan bahan baku, perusahaan hanya
menghasilkan produk sebanyak yang dipesan pelanggan dan membeli bahan baku sebanyak yang
dibutuhkan untuk produksi. Jika pelanggan memesan 1.000 unit, perusahaan hanya memproduksi
1.000 unit, tidak lebih dan tidak kurang. Jikauntuk menghasilkan satu unit produk diperlukan 3
kg bahan baku, perusahaan hanya membeli bahan baku sebanyak 3.000 kg, tidak lebih dan tidak
kurang. Dengan kata lain, pembelian bahan baku hanya sebanyak kebutuhan produksi dan
produk yang diproduksi hanya sebanyak yang dipesan pelanggan. Agar semuanya dapat berjalan
lancer, kualitas proses produksi, kualitas bahan baku, dan kualitas pekerja harus bagus. Dengan
system tarik, perusahaan akan memungkinkan memiliki persediaan nol untuk persediaan bahan
baku dan persediaan barang jadi. Selanjutnya untuk menolkan persediaan barang dalam proses
dilakukan dengan pengurangan waktu proses. Semakin pendek waktu proses, semakin kecil
persediaan barang dalam proses yang dimiliki perusahaan. Jika waktu proses hanya dalam
hitungan jam, pada akhir periode akuntansi, perusahaan akan memiliki persediaan barang dalam
proses yang kecil atau tidak signifikan sehingga bias dianggap nol.
Penerapan konsep Just In Time (JIT) membawa pengaruh dalam proses produksi yang
menjadi lebih cepat sehingga lama waktu proses mulai dari bahan baku diproses sampai dengan
produk selesai berkurang menjadi beberapa bulan, minggu, atau bahkan hitungan jam. Dengan
pendeknya waktu proses, penggunaan metode harga pokok pesanan dan metode harga pokok
proses menjadi tidak memadai lagi.

Blackflush costing atau blackfushing adalah metode pengumpulan biaya produksi dengan
menghilangkan sebagian ayat jurnal yang terkait dengan tahap-tahap mulai dari pembelian bahan
baku sampai dengan penjualan barang jadi. Sebagaimana dijelaskan metode ini lebih sederhana
dibandingkan metode pengumpulan biaya produksi tradisional karena pencatatanya tidak
mengikuti setiap proses produksi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar. Urutan Metode Pencatatan biaya tradisional

Tahap A Tahap B Tahap C Tahap D

(Titik Pemicu A) (Titik Pemicu B) (Titik Pemicu C) (Titik Pemicu D)

Pembelian BB dan Pemakaian/pembebanan Dihasilkannya Penjualan


terjadinya Biaya BB/biaya konversi untuk barang jadi Barang Jadi
Konversi menjadi BDP

Pers BB Rp xx Persediaan BDP Rp xx Persediaan BJ Rp xx Kas Rp xx


Kas/utang usaha Rp xx Persediaan BB Rp xx Persediaan BDP Rp xx Penjualan Rp xx
Biaya Konversi Rp xx

Biaya Konversi Rp xx HP Penjualan Rp xx


Berbagai akun Pers BJ Rp xx
di kredit Rp Rp. xx

Sistem perhitungan harga pokok tradisional memiliki empat titik pemicu (trigger point)
pencatatan, yaitu Tahap A,B,C, dan D. Titik pemicu adalah suatu tahap dalam siklus pencatatan
mulai dari pembelian bahan baku dan terjadinya biaya konversi (Tahap A) sampai dengan
penjualan barang jadi (Tahap D). Dalam Gambar 11.3, ayat jurnal dibuat untuk setiap tahap
mulai dari tahap A sampai dengan tahap D.

Penggunaan perhitungan harga pokok blackflush, satu atau beberapa ayat jurnal
dihilangkan tergantug tingkat penerapan konsep JIT. Perhitungan harga pokok blackflush
menyederhanakan system perhitungan biaya tanpa menghilankan banyak informasi. Perhitungan
harga pokok blackflush mirip dengan system fisik dalam system pencatatan persediaan. Dalam
system fisik, tidak ada ayat jural yang dibuat pada saat pemakaian bahan baku langsung dan saat
selesainya barang jadi. Selain itu, buku pembantu persediaan (Inventory Subsidiary Ledger) juga
tidak dibuat. Pencatatan persediaan dengan system fisik lebih sederhana dari pada system
perpetual.

Contoh Kasus Akuntansi Perhitungan Harga Pokok Backflush

PT Jakarta Solarlight menghasilkan lampu tenaga surya untuk penerangan jalan umum.
Berikut informasi yang diperoleh dari PT Jakarta Solarlight untuk bulan April 2016 :
1. Perusahaan tidak memiliki persediaan bahan baku lansung per 1 Mei 2016
2. Perusahaan tidak memiliki persediaan barang dalam proses per 1 Mei 2016 dan 31 Mei
2016
3. Perusahaan hanya memiki satu kategori biaya produksi lansung, yaitu biaya bahan baku
lansung, dan satu kategori baiay prosuksi tidak lansung, yaitu biaya konversi.Semua
biaya tenaga kerja pabrik merupakan biaya tidak lansung produk dan dimasukkan
kedalam kelompok biaya konversi
4. Perusahaan menggunakan metode perhitungan harga pokokproduk standar.Harga pokok
standar Solarlight Rp23.000 per unit yang terdiri atas biaya bahan baku lansung standar
Rp8.000 per unit (kualitas standar 2 kg dan harga standar Rp4.000 per kg), dan biaya
konversi standar Rp15.000 per unit (1,5 jam kerja standar dengan tariff upah Rp10.000
per jam)
5. Perusahaan memproduksi bola lampu solarlight sebanyak 2.000 unit dan telah terjual
1.500 unit dengan harga Rp30.000 per unit
6. Pembelian bahan baku secara kredit sebanyak 4.500 kg dengan harga per kg sebesar
Rp4.000
7. Biaya konversi yang terjadi selama bulan Mei 2016 sebesar Rp35.000.000.Selisih biaya
konversi ditutup kea kun Harga Pokok Penjualan

Pertanyaan:

a. Buatlah jurnal dengan alternative 1 jika digunakan tiga titik pemicu pencatatan, yaitu
pada saat pembelian bahan baku lansung dan terjadinya biaya konversi (Tahap A), pada
saat dihasilkanya barang jadi (Tahap C), dan pada saat penjualan barang jadi (Tahap D).
Kemudian buat pula arus biaya produksinya.
b. Buatlah ayat jurnal dengan alternative 2 jika digunakan dua titik pemicu pencatatan, yaitu
pada saat pembelian bahan baku lansung dan terjadinya biaya konversi (Tahap A) pada
saat penjualan barang jadi (Tahap D). Kemudian buat pula arus biaya produksinya.
c. Buatlah ayat jurnal dengan alternative 3 jika digunakan dua titik pemicu pencatatn, yaitu
pada saat dihasilkanya barang jadi (Tahap C) dan pada saat penjualan barang jadi (Tahap
D). Kemudian buat pula arus biaya produksinya.
d. Buatlah ayat jurnal dengan alternative 4 jika digunakan satu titik pemicu pencatatan,
yaitu pada saat penjualan barang jadi (Tahap D). Kemudian buat pula arus biaya
produksinya.

Jawab :

a. Jika tiga titik pemicu pencatatan yang digunakan (alternative 1), perusahaan tidak perlu
membuat jurnal untuk mencatat pemakaian bahan baku langsung dan pembebanan biaya
konversi ke produk (Tahap B). Persediaan bahan baku langsung digabung dengan
persediaan bahan baku dan barang dalam proses (material and in process inventory)

Tahap A : Mencatat pembelian bahan baku lansung dan terjadinya biaya konversi
1. Mencatat Pembelian Persediaan BB dan BDP Rp18.000.000
BBL Utang usaha Rp18.000.000
(4.500 kg x Rp4.000)

Dalam transaksi ini tidak ada selisih harga BB karena harga beli sesungguhnya sama dengan
harga standar
2. Mencatat terjadinya Biaya konversi Rp35.000.000
biaya konversi Berbagai akun dikredit Rp35.000.000
Tahap C : Mencatat barang jadi
3. Mencatat barang Persediaan barang jadi Rp46.000.000
jadi Persediaan BB dan BDP Rp16.000.000
Biaya konversi Rp30.000.000
Persediaan BB dan BDP =
2000 unit x Rp8.000
Biaya konversi = 2.000 unit
x Rp 15.000
Tahap D : Mencatat penjualan barang jadi, menutup biaya konversi dan menutup selisih
biaya konversi
4. Mencatat penjualan Kas Rp45.000.000
barang Penjualan Rp45.000.000
HPP Rp34.500.000
Rp34.500.000
Persediaan barang jadi
Penjualan = 1.500 unit x
Rp30.000
Persediaan barang jadi =
1.500 unit x Rp23.000
5. Menutup biaya Selisih biaya konversi Rp5.000.000
konversi Biaya konversi Rp5.000.000
B.K sesungguhnya
(Rp35.000.000)
B.K dibebankan Rp30.000.000 Rugi
(Rp 5.000.000)
Selisih biaya konversi
6. Menutup selisih HPP Rp5.000.000
biaya konversi ke Selisih biaya konversi Rp5.000.000
HPP

Berikut Arus Biaya Produksinya

b. Alternatif 2, yaitu menggunakan dua titik pemicu pencatatan. Pertama, pada saat
pembelian bahan baku langsung dan terjadinya biaya konversi (Tahap A).Kedua, pada
saat penjualan barang jadi (Tahap D). Dalam alternative ini, perusahaan tidak perlu
membuat ayat jurnal untuk mencatat pemakaian bahan baku langsung dan pembebanan
biaya konversi ke produk (Tahap B) dan dihasilkanya barang jadi (Tahap C). Hal ini
dimungkinkan di perusahaan yang memiliki persediaan barang dalam proses dan
persediaan barang jadi yang sangat kecil. Dalam alternative ini, perusahaan hanya
menggunakan nama akun persediaan, baik untuk bahan baku langsung, barang dalam
proses, maupun barang jadi. Hal ini berbeda dengan alternative 1 yang menggunakan
nama akun “ Persediaan bahan baku dan barang dalam proses”. Dalam alternative ini.
Persediaan di debit pada pembelian bahan baku langsung dan dikredit pada saat penjualan
barang jadi.
Jika alternative 2 ini digunakan, ayat jurnalnya adalah sebagai berikut.
Tahap A : Mencatat pembelian bahan baku langsung dan terjadinya biaya konversi
1. Mencatat Pembelian Persediaan Rp18.000.000
BBL Utang usaha Rp18.000.000
(4.500 kg x Rp4.000)
2. Mencatat terjadinya Biaya konversi Rp35.000.000
biaya konversi Berbagai akun dikredit Rp35.000.000
Tahap D : Mencatat penjualan barang jadi, menutup biaya konversi dan menutup selisih
biaya konversi
3. Mencatat penjualan Kas Rp45.000.000
barang Penjualan Rp45.000.000
HPP
Rp34.500.000
Persediaan
Rp12.000.000
Biaya konversi Rp22.500.000
Penjualan =1.500 unit x
Rp30.000
Persediaan = 1.500 unit x
Rp8.000
Biaya konversi = 1.500 unit
x Rp15.000
4. Menutup biaya Selisih biaya konversi Rp12.500.000
konversi Biaya konversi Rp12.500.000
B.K sesungguhnya
(Rp35.000.000)
B.K dibebankan Rp22.500.000 Rugi
(Rp12.500.000)
Selisih biaya konversi
5. Menutup selisih HPP Rp12.500.000
biaya konversi ke Selisih biaya konversi Rp12.500.000
HPP

Berikut Arus Biaya Produksinya

Alternatif 2 ini memungkinkan biaya konversi tidak dijadikan persediaan karena tidak
ada ayat jurnal yang dibuat pada saat dihasilkan barang jadi (Tahap C). Alternatif 2 ini
juga tidak membebankan biaya konversi ke persediaan Barang Jadi Akhir sebesar
Rp.7.500.000 (500 unit x Rp15.000), yaitu produk yang dihasilkan sebanyak 2.000 unit
dan terjual sebanyak 1.500 unit. Akibatnya, selisih biaya konversi meningkat dari
Rp5.000.000 (Alternatif 1) menjadi Rp12.500.000 (Rp5.000.000 + Rp7.500.000).
Saldo persediaan akhir sebesar Rp6.000.000 terdiri atas Persediaan Bahan Baku
Langsung sebesar Rp2.000.000 dengan pembelian sebesar Rp18.000.000 dan pemakaian
sebesar Rp18.000.000 dan pemakaian sebesar Rp.16.000.000 (2.000 unit x Rp8.000) dan
persediaan barang jadi akhir sebesar Rp4.000.000 (500 unit x Rp8.000).
Alterniatif 2 ini memiliki dua keunggulan berikut.
1. Alternatif 2 ini mampu mendorong manajer untuk menghilangkan persediaan karena
biaya konversi diperlakukan sebagai biaya periode (period cost) dan bukan menjadi
bagian dari harga pokok produk (product cost). Biaya periode adalah biaya yang
dibebankan pada periode berjalan dan disajikan dalam laporan laba rugi sebagai
beban (expenses).
2. Manajer menjadi lebih fokus terhadap penjualan. Sesuai dengan prinsip JIT, yang
menghasilkan pendapatan bagi perusahaan adalah penjualan, bukan produksi.
Berproduksi secara terus-menerus tanpa diimbangi oleh penjualan, akan
mengakibatkanpenumpukkan barang di gudang yang dapat merugikan perusahaan.
c. Alternatif 3 juga menggunakan dua titik pemicu pencatatan. Bedanya adalah pencatatan
dibuat untuk barang jadi ( Tahap C) dan penjualan barang jadi (Tahap D). Perusahaan
tidak membuat ayat jurnal untuk mencatat pembelian bahan baku langsung (Tahap A).
Namun perusahaan masih tetap mencatat pembebanan biaya konversi ke produk (Tahap
B). Tidak adanya pencatatan pembelian bahan baku langsung dan barang dalam proses
dikarenakan perusahaan memiliki persediaan bahan baku langsung dan persediaan barang
dalam proses yang sangat kecil. Untuk kasus ini, pencatatan ditunda sampai dengan
dihasilkannya barang jadi, Persediaan barang jadi didebit dan dikredit utang usaha (Jika
bahan baku langsung dibeli secara kredit) atau kas (Jika bahan baku langsung dibeli
secara tunai) dan biaya konversi.
Berikut ini ayat jurnal yang digunakan jika alternative 3 yang diterapkan.
Tahap A : Mencatat pembelian bahan baku langsung dan terjadinya biaya konversi
1. Mencatat Biaya konversi Rp35.000.000
terjadinya biaya Berbagai akun dikredit Rp35.000.000
konversi
Tahap C : Mencatat barang jadi
2. Mencatat barang Persediaan barang jadi Rp46.000.000
jadi Utang Usaha Rp16.000.000
Biaya konversi Rp30.000.000
Utang usaha = 2000 unit x
Rp8.000
Biaya konversi = 2.000 unit
x Rp 15.000
Tahap D : Mencatat penjualan barang jadi, menutup biaya konversi dan menutup selisih
biaya konversi
3. Mencatat Kas Rp45.000.000
penjualan barang Penjualan Rp45.000.000
jadi HPP
Rp34.500.000 Rp34.500.000
Persediaan barang jadi
Penjualan = 1.500 unit x
Rp30.000
Persediaan barang jadi =
1.500 unit x Rp23.000
4. Menutup biaya Selisih biaya konversi Rp5.000.000
konversi Biaya konversi Rp5.000.000
B.K sesungguhnya
(Rp35.000.000)
B.K dibebankan Rp30.000.000 Rugi
(Rp 5.000.000)
Selisih biaya konversi
5. Menutup selisih HPP Rp5.000.000
biaya konversi ke Selisih biaya konversi Rp5.000.000
HPP

Berikut arus biaya produksinya

Berdasarkan arus biaya produksi tersebut, perusahaan memiliki saldo persediaan barang
jadi akhir sebesarRp11.500.000 (500 unit x Rp23000). Dalam alternative 3, komponen
harga pokok produk terdiri atas biaya bahan baku langsung (Rp8.000 per unit) dan biaya
konversi (Rp15.000 per unit). Harga pokok produk ini sama dengan Alternatif 1

d. Alternatif 4 hanya menggunakan satu titik pemicu pencatatan, yaitu pada saat penjualan
barang jadi (Tahap D).Alternatif 4 ini cocok digunakan untuk system JIT produksi yang
memiliki persediaan bahan baku langsung, persediaan barang dalam proses, dan
persediaan barang jadi yang kecil dan tidak signifikan. Hal ini dikarenakan metode
perhitungan harga pokok backflush tidak memiliki akun persediaan.
Berdasarkan system JIT produksi yang ideal, lama waktu produksi
(manufacturing lead time) sangat pendek dan jumlah unit yang dijual sama dengan
jumlah unit produksi sehingga perusahaan memiliki persediaan yang sangat kecil bahkan
nol untuk persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi. Selain itu,
perusahaan juga memiliki persediaan nol untuk persediaan bahan baku langsung. Karena
perusahaan memiliki persediaan nol, perusahaan tidak perlu lagi memiliki akun
persediaan, baik persediaan bahan baku langsung, barang dalam proses, maupun
persediaan barang jadi. Namun, ayat jurnal masih diperlukan untuk mencatat terjadinya
biaya konversi. Jika alternative 4 ini digunakan, ayat jurnalnya sebagai berikut.
Tahap A : Mencatat pembelian bahan baku lansung dan terjadinya biaya konversi
1. Mencatat terjadinya Biaya konversi Rp35.000.000
biaya konversi Berbagai akun dikredit Rp35.000.000
Tahap D : Mencatat penjualan barang jadi,menutup biaya konversi dan menutup selisih biaya
konversi
2. Mencatat penjualan Kas Rp60.000.000
barang jadi Penjualan Rp60.000.000
HPP
Rp46.000.000
Rp16.000.000
Utang Usaha
Rp30.000.000
Biaya Konversi
Penjualan = 2.000 unit x
Rp30.000
Utang usaha = 2.000 unit x
Rp8.000
Biaya konversi = 2.000 unit
x Rp15.000
3. Menutup biaya Selisih biaya konversi Rp5.000.000
konversi Biaya konversi Rp5.000.000
B.K sesungguhnya
(Rp35.000.000)
B.K dibebankan Rp30.000.000 Rugi
Selisih biaya konversi (Rp 5.000.000)
4. Menutup selisih HPP Rp5.000.000
biaya konversi ke Selisih biaya konversi Rp5.000.000
HPP

Berikut arus biaya produksinya


REFERENSI

Don R. Hansen, and Maryanne M. Mowen & Liming Guan. 2009. Cost Management Accounting
and Control Sixth Edition. South Western Cengage Learning

Horngren, Charles T, Srikant M. Datar and Madav V. Rajan. 2015. Cost Accounting A
Managerial Emphasis Fifteenth Edition. Pearson Education

Anda mungkin juga menyukai