Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

EJAAN BAHASA INDONESIA

Standar kompetensi bab ini adalah kompetensi afektif, kognitif, serta psikomotorik
pemakaiaan ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan dengan baik dan benar. Standar
kompetensi ini didukung oleh kompetensi dasar (1) pengertian dan pembinaan ejaan bahasa
Indonesia, (2) pemakaian huruf, (3) penulisan huruf, (4) penulisan kata dengan baik dan
benar. Indikator pemilikan kompetensi dasar (1) merumuskan pengertian dan pembinaan
ejaan bahasa Indonesia, (2) mencontohkan pemakaian huruf, (3) mencontohkan penulisan
huruf, (4) mencontohkan penulisan kata.

Dalam bab ini dibahas (1) pengertian dan pembinaan ejaan bahasa Indonesia, (2)
pemakaian huruf, (3) penulisan huruf, (4) penulisan kata.

1. Pengertian dan Pembinaan Ejaan Bahasa Indonesia


Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan lambang-lambang
bunyi bahasa dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan,
penggabungannya) dalam state bahasa. Secara teknis yang dimaksud dengan ejaan ialah
penulisan huruf, penulisan kata, dan penulisan tanda baca.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dinyatakan sebagai berikut:


Ejaan : cara atau aturan menuliskan kata-kata dengan huruf.
Misalnya. –kata “huruf” dahulu adalah “hoeroef”.
(Poerwadarminta, 1976 : 266)

Dalam Ensiklopedia Indonesia Jilid 2 dijelaskan:


Ejaan : cara menulis kata-kata menurut disiplin ilmu bahasa.
(Shadily [ed], 1980 : 888)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan sebagai berikut:


Ejaan : kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb)
dibentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda-tanda baca.
(Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990 : 219)

1|Page
Ejaan suatu bahasa tidak hanya berkisar pada persoalan bagaimana melambangkan
bunyi-bunyi ujaran serta bagaimana menempatkan tanda baca dan sebagainya, melainkan juga
meliputi hal-hal seperti bagaimana memisahkan suatu kata, bagaimana menggabungkan kata,
baik antara kata dengan imbuhan maupun antara kata dengan kata depan. Pemisahan suku
kata perlu kita perhatikan, terutama dalam hal pemisahan huruf-huruf dari suatu kata yang
terletak pada akhir suatu garis yang kebetulan tidak dapat tertulis seluruhnya. Misalnya kita
memisahkan kata kantor menjadi kan-tor.

Ejaan ada dua macam, yakni ejaan fonetis dan ejaan fonemis. Ejaan fonetis ialah ejaan
yang berusaha menyatakan setiap bunyi bahasa dengan huruf, setelah mengukur dan
mencatatnya dengan alat pengukur bunyi bahasa (diagram). Dengan demikian akan terdapat
banyak lambang atau huruf yang dipergunakan untuk menyatakan bunyi-bunyi bahasa itu.
Ejaan fonemis ialah ejaan yang berusaha menyatakan setiap fonem dengan satu lambang atau
satu huruf, sehingga jumlah lambang yang diperlukan tidak terlalu banyak jika dibandingkan
dengan jumlah lambang dalam ejaan fonetis.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional lahir pada awal dua puluhan dan sebagai
bahasa resmi negara lahir sesudah proklamasi kemerdekaan tahun 1945. Dengan demikian,
bahasa Indonesia masih sangat muda usianya. Meskipun demikian, bahasa Indonesia sudah
mampu dipergunakan sebagai bahasa pengantar kebudayaan, bahkan sebagai bahasa
pengantar ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Hal ini bisa terjadi disebabkan oleh
pertumbuhannya yang cukup pesat. Kepesatan pertumbuhan itu disebabkan oleh kemampuan
bahasa Indonesia menyerap unsur-unsur bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari
bahasa asing.

Penerimaan unsur serapan di atas memerlukan pengaturan. Pengaturan ini diperlukan


untuk menyesuaikan unsur serapan dengan kodrat bahasa Indonesia. Dengan cara inilah
pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia itu akan menjadi baik adanya.

Tentang pengaturan yang merupakan usaha pembinaan bahasa Indonesia, dapat dilihat
antara lain pada aspek ejaannya. Dengan usia yang relatif masih muda, bahasa Indonesia
sudah tiga kali mengalami sistem ejaan. Sistem ejaan yang dimaksudkan adalah:

a) Ejaan Ch. A. Van Ophuysen


Ejaan ini mulai berlaku sejak tahun 1901 sampai tahun 1947. Ejaan ini merupakan
warisan dari ejaan bahasa Melayu yang menjadi dasar dan asal bahasa Indonesia.

2|Page
b) Ejaan Suwandi atau Ejaan Republik
Ejaan ini mulai berlaku sejak tahun 1947 sampai dengan tahun 1972.

c) Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan


Ejaan ini mulai berlaku dalam tahun 1972 sampai sekarang. Penamaan Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan, biasa disingkat menjadi Ejaan yang Disempurnakan atau
EYD.

Perbedaan ketiga jenis ejaan yang pernah dan sedang berlaku dalam aspek
penghurufan dapat dilihat sebagaimana tertera di bawah ini.

Adapun motif lahirnya Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ialah sebagai
berikut:
a. Menyesuaikan ejaan bahasa Indonesia dengan perkembangan bahasa Indonesia.
b. Membina ketertiban dalam penulisan huruf dan tanda baca.
c. Memulai usaha pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh.
d. Mendorong pengembangan bahasa Indonesia.

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan merupakan penyempurnaan dari semua


hasil usaha dalam bidang ejaan yang telah mendahuluinya.

3|Page
2. Pemakaian Huruf
2.1 Pengantar
Pemakaian huruf dalam bab ini sebagai berikut:
a. Abjad
b. Vokal
c. Diftong
d. Konsonan
e. Persukuan
f. Nama Diri

2.2 Abjad
Jenis huruf dan nama yang digunakan dalam sistem EYD ialah sebagai berikut:

EYD menggunakan 26 huruf dan setiap huruf melambangkan fonem tertentu.


Ke 26 huruf ini dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu:
a. Huruf yang melambangkan fonem vokal, dan
b. Huruf yang melambangkan fonem konsonan.

2.3 Vokal
Di dalam bahasa Indonesia terdapat lima buah huruf vokal, yaitu a, e, i, o, u.

4|Page
2.4 Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf
b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.

2.5 Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, oi.

5|Page
2.6 Persukuan
Di bawah ini dicantumkan pola persukuan kata dalam bahasa Indonesia seperti
yang tercantum dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan sebagai berikut. Setiap suku kata dalam bahasa Indonesia ditandai
oleh sebuah vokal. Vokal ini dapat didahului atau diikuti oleh konsonan.
(a) Bahasa Indonesia mengenal empat macam pola umum suku kata.
1) V : a-nak, i-bu, ba-u
2) VK : ar-ti, ma-in, om-bak
3) KV : ra-kit, ka-in
4) KVK : pin-tu, kan-tor, lan-tai

(b) Di samping itu bahasa Indonesia mengenal pola suku kata berikut:
1) KKV : pra-ja, sas-tra, in-fra
2) KKVK : blok, trak-tor, prak-tis
3) VKK : eks, ons
4) KVKK : teks, kon-teks
5) KKVKK : kom-pleks
6) KKKV : stra-te-gi, in-stru-men
7) KKKVK : struk-tur, in-struk-tur

Keterangan: V = Vokal ; K = Konsonan

(c) Pemisahan suku kata pada kata dasar adalah sebagai berikut:
1) Kalau di tengah kata ada dua vokal yang berurutan, pemisahan tersebut
dilakukan di antara kedua vokal itu.
Contoh: ma-af, bu-ah, ri-ang

2) Kalau di tengah kata ada konsonan di antara dua vokal, pemisahan tersebut
dilakukan sebelum konsonan itu.
Contoh: a-nak, a-pa, a-gar

Oleh karena ng, sy, ny, dan kh melambangkan satu konsonan, pemisahan
suku kata terdapat sebelum atau sesudah huruf itu.
Contoh: sa-ngat, nyo-nya, i-sya-rat

6|Page
3) Kalau di tengah kata ada dua konsonan yang berurutan, pemisahan terdapat di
antara kedua konsonan itu.
Contoh: man-di, tem-pat, lam-bat, ker-tas

4) Kalau di tengah kata ada tiga konsonan atau lebih, pemisahan tersebut di
antara konsonan yang pertama, (termasuk ng) dengan konsonan kedua.
Contoh: in-stru-men, bang-krut, ul-tra

(d) Imbuhan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk dan partikel yang
biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dalam persukuan kata
dipisahkan sebagai satu kesatuan.
Contoh: ma-ka-nan, me-ne-mu-i, be-la-jar, per-gi-lah, dan wa-lau-pun

2.7 Nama Diri


Penulisan nama-nama sungai, gunung, jalan, kota, dan sebagainya disesuaikan
dengan Ejaan Yang Disempurnakan.
Misalnya:
Kali Brantas Gunung Sibayak
Danau Singkarak Sungai Citarum
Jalan Diponegoro Jakarta

Nama orang, badan hukum, dan nama diri lain yang sudah lazim disesuaikan
dengan Ejaan Yang Disempurnakan kecuali bila ada pertimbangan khusus.
Misalnya:
Universitas Negeri Medan
Institut Teknologi Bandung
S. Soebardi
Djoko Kentjono

7|Page
3. Penulisan Huruf
Dalam bagian ini khusus pembicaraan mengenai penulisan huruf yang akan diurutkan
sebagai berikut.

a. Huruf Kapital atau Huruf Besar


a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada kata awal kalimat.
Contoh: Saya membaca buku
Dia sedang menulis surat
Apa maksudnya ?
Lekas pergi !

b) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.


Contoh: Adik bertanya, “Kenapa kita pulang?”
“Kemarin engkau terlambat”, katanya.

c) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan
dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Contoh: Yang Mahakuasa
Quran
Injil
Islam
Tuhan merahmati hamba-Nya

d) Huruf kapital dipakai sebagai huruf nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang.
Contoh: Sultan Hasanuddin, Haji Agus Salim, Nabi Sulaiman

Tetapi perhatikan tulisan di bawah ini:


Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Tahun ini kami pergi naik haji.

e) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang.
Contoh: Presiden Soekarno
Wakil Presiden Adam Malik
Profesor Soebroto

8|Page
Bandingkanlah:
Ia akan dilantik menjadi profesor.
Saya akan menemui Profesor Soebroto.

f) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama orang.


Contoh: Amir Hamzah
Wage Rudolf Supratman

g) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Contoh: bangsa Indonesia
suku Batak
bahasa Jepang

Bandingkanlah:
Sifatnya kebelanda-belandaan.
Mengindonesiakan kata-kata asing.

h) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari raya, dan
peristiwa sejarah.
Contoh: tahun Masehi
bulan Agustus
hari Minggu
hari Lebaran
Proklamasi Kemerdekaan

Tetapi perhatikan penulisan berikut ini:


Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya
Kami akan berlebaran di Bukit Tinggi.

i) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam geografi.
Contoh: Asia Tenggara
Gunung Sinabung
Danau Toba

Tetapi perhatikan penulisan berikut:


Mereka mengarungi teluk yang luas.
Di sana terdapat sebuaah selat.

9|Page
j) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama badan resmi, lembaga
pemerintahan dan ketatanegaraan serta nama dokumen resmi.
Contoh: Majelis Permusyawaratan Rakyat
Departemen Luar Negeri
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

k) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama semua kata di dalam nama buku,
majalah, surat kabar, kecuali kata partikel, seperti di, ke, dari, untuk, dan, yang untuk,
yang tidak terletak pada posisi awal.
Contoh: Dari Ave Maria ke Jalan Lainke Roma
Sinar Harapan
Waspada

l) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam singkatan nama gelar, pangkat,
dan sapaan.
Contoh: a) di depan nama
Dr. Doktor
Drs. Doktorandus
Prof. Profesor
Ny. Nyonya

b) di belakang nama
M.A. Master of Arts
S.H. Sarjana Hukum
B.A. Bachelor of Arts

m) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekembatan
seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai sebagai kata ganti
sapaan.
Contoh: Apakah Ibu jadi ke Medan besok?
Surat Paman sudah lama saya terima.
Mengapa Anda belum mandi?

Tetapi perhatikan penulisan berikut:


Mengapa kakak dan adikmu belum datang?
Semua orang harus menghormati ibu dan bapaknya.

10 | P a g e
Agar kita mendapat gambaran yang lebih jelas mengenai pemakaian huruf kapital atau
huruf besar dalam bahasa Indonesia, marilah kita perhatikan gambar berikut ini.

Gambar 1. Pemakaian Huruf Kapital atau Huruf Besar

b. Huruf Miring
a) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat
kabar yang dikutip dalam karangan.
Contoh: Majalah Bahasa dan Kesustraan.
Buku Negarakertagama.
Surat kabar Surya Karya.

b) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata atau kelompok kata.
Contoh: Huruf pertama kata ajeg adalah a
Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.

c) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau
ungkapan asing, kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Contoh: Weltarschauung diterjemahkan menjadi “pandangan hidup”
Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Istilah up-grading sudah diganti dengan “penataran”.

11 | P a g e
Catatan: Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring
diberi garis dibawahnya.

Sebagai rangkuman huruf miring yang telah dibicarakan tadi, perhatikan gambar
berikut ini.

Gambar 2. Pemakaian Huruf Miring

4. Penulisan Kata
Dalam bagian ini kita mengkhususkan pembicaraan mengenai penulisan kata. Hal-hal
yang akan dibicarakan diurutkan sebagai berikut.
a) Kata Dasar
b) Kata Turunan
c) Kata Ulang
d) Gabungan Kata
e) Kata Ganti ku, kau, mu dan nya
f) Kata Depan di, ke dan dari
g) Kata Sandang si dan sang
h) Partikel –lah,-kah,-tah, pun dan per
i) Singkatan dan Akronim
j) Angka dan Lambang Bilangan

12 | P a g e
a) Kata Dasar
Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Contoh: pagar, rumah, tanah, sedang.

b) Kata Turunan
(a) Imbuhan (awalan, akhiran, sisipan) ditulis serangkai dengan kata dasar.
Contoh: berduri, diangkat, penetapan, mempermainkan, bergerigi.

(b) Awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikutinya atau
mendahuluinya bila bentuk dasarnya gabungan kata.
Contoh: bertanggung jawab, serah terimakan, membabi buta.
(c) Jika bentuk dasar berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran
maka kata-kata itu ditulis serangkai.
Contoh: penyalahgunaan, memberitahukan, diserahterimakan,
mempertanggungjawabkan.

(d) Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, maka gabungan
itu ditulis serangkai.
Contoh: pancasila, nonaktif, antarkota, inkonvensional, amoral, subpokok,
multilateral, transmigrasi, infrastruktur, swadaya, tunanetra, kolonialisme.

c) Kata Ulang
Kata ulang ditulis lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Contoh: lari-lari, sayur-mayur, berlari-lari, dibesar-besarkan, tumbuh-tumbuhan,
gerak-gerik, buah-buahan, lauk-pauk, tarik-menarik, berdua-duaan,
tunggang-langgang, berkali-kali.

d) Gabungan Kata
(a) Gabungan kata yang biasa disebut kata majemuk termasuk istilah khusus, unsur-
unsurnya ditulis terpisah.
Contoh: duta besar, orang tua, kambing hitam, jalan raya, papan tulis, simpang empat,
tata bahasa, lalu lintas, uji coba, rumah sakit umum.

(b) Gabungan kata yang mungkin menimbulkan salah baca, dapat diberi tanda hubung
untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.
Contoh: alat pandang – dengar, ibu – bapa, anak pegawai – texas,
buku sejarah – lama.

13 | P a g e
(c) Gabungan kata yang sudah dianggap satu kata ditulis serangkai.
Contoh: alhamdulillah, akhirulkalam, daripada, bumiputra, matahari, bilamana,
bismillah, hulubalang, bagaimana, halalbihalal.

e) Kata Ganti ku, kau, mu dan nya


Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku, mu dan nya
ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh: Apa yang kumiliki boleh kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di lemari.

f) Kata Depan di, ke dan dari


Kata depan di, ke dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam
gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
Contoh: Ali pergi ke sekolah.
Mereka ada di rumah.
Mereka baru datang dari Jakarta.

Catatan: Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai.


Contoh: Ali lebih tua daripada Badu
Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting
Bawa kemari gambar itu
Kemarikan buku itu.

g) Kata Sandang si dan sang


Kata sandang si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh: Harimau itu marah sekali kepada sang kancil.
Buku itu dikirim kembali kepada si pengirim.

h) Partikel –lah,-kah,-tah, pun dan per


(a) Partikel –lah,-kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh: Bacalah buku itu!
Perhatikanlah nasihat orang tua.
Apakah yang kau pikirkan sekarang ini?
Kapankah kita pergi ke Danau Toba?
Siapakah gerangan dia?
Apalah dayaku sekarang ini?

14 | P a g e
(b) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Contoh: Apa pun alasanmu, kau tetap salah.
Siapa pun tidak ada yang menolongnya.

Kata-kata yang sudah dianggap padu ditulis serangkai: adapun, andaipun, ataupun,
bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun,
sungguhpun, walaupun.
Contoh: Adapun hasilnya tidak mengecewakan.
Walaupun ia miskin, ia selalu gembira.

(c) Partikel per yang berarti mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah dari bagian kalimat
yang mendahului atau mengikutinya.
Contoh: Mereka masuk satu per satu.
Harganya Rp. 2000,00 per helai
Gaji naik per 1 April.

i) Singkatan atau Akronim


(a) Singakatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri dari satu huruf atau lebih.
1) Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan
tanda titik.
Contoh: A.S. Kramawijaya
Muh. Yamin
Suman Hs.
M.B.A Master of Business Administration
M.Sc. Master of Science
S.E Sarjana Ekonomi
Sdr. Saudara
Kol. Kolonel

2) Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau


organisasi serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata, ditulis
dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Contoh: DPR Dewan Perwakilan Rakyat
GBHN Garis-garis Besar Haluan Negara
SMTP Sekolah Menengah Tingkat Pertama
KTP Kartu Tanda Penduduk

15 | P a g e
3) Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
Contoh: dll. dan lain-lain
dst. dan seterusnya
hlm. halaman
sda. sama dengan di atas
yth. yang terhormat

Tetapi: a.n. atas nama


d.a. dengan alamat
u.b. untuk beliau
u.p. untuk perhatian

4) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan meta uang
tidak diikuti tanda titik.
Contoh: Cu kuprum
TNT trinitrotoleur
Cm sentimeter
kVA kilovolt-ampere
l liter
kg kilogram
Rp 5000,00 lima ribu rupiah

(b) Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata,
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata, yang diperlukan sebagai kata.
1) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital.
Contoh: ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
LAN Lembaga Administrasi Negara
PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
IKIP Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
SIM Surat Izin Mengemudi

2) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan
suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.

16 | P a g e
Contoh: Akabri Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Kowani Kongres Wanita Indonesia
Sespa Sekolah Staf dan Pimpinan Administrasi

Akronim yang bukan nama diri yang merupakan gabungan huruf, suku kata
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata, seluruhnya ditulis dengan
huruf kecil
Contoh: pemilu pemilihan umum
radar radio detecting and ranking
rapim rapat pimpinan
rudal peluru kendali
tilang bukti pelanggaraan

j) Angka dan Lambang Bilangan


1) Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan
lazim digunakan angka Arab dan angka Romawi.
Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X

2) Angka digunakan untuk menyatakan hal sebagai berikut:


(a) Ukuran panjang, berat, dan isi.
(b) Satuan waktu, dan
(c) Nilai uang
Contoh: (a) 19 meter, 15 kilogram, 10 liter, 30 persen
(b) 1 jam 35 menit, pukul 13.00
(c) Rp 2000,00, Y 100, 1.000 rupiah,10 persen, 27 orang

3) Angka lazim dipakai untuk menandai nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada
alamat.
Contoh: Jalan Pintu Air I No. 15.
Hotel Garuda, Kamar 137

4) Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Contoh: Bab X, Pasal 5, halaman 125, Surah Yasin : 9.

17 | P a g e
5) Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut:
(a) Bilangan utuh
Contoh: dua belas 12
dua puluh dua 22
dua ratus dua puluh 220

(b) Bilangan pecahan


Contoh: setengah, tiga seperempat sepersepuluh, satu persen,
satu dua persepuluh

6) Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Contoh: Paku Buwono X
Pada awal abad XX
Dalam kehidupan pada abad ke-20 ini.
Lihat bab II
Pasal 5 dalam bab ke-2 buku itu.

7) Penulisan lambang bilangan yang mendapatkan akhiran –an mengikuti cara berikut:
Contoh: Tahun 20-an atau dua puluhan
Tahun 80-an atau delapan puluhan

8) Penulisan lambang yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, ditulis dengan
huruf, kecuali jika beberapa lambang dipakai secara berurutan seperti dalam perincian
dan pemaparan.
Contoh: Kami sudah memiliki lembu sebanyak dua puluh ekor.
Diantara 50 anggota yang hadir, 40 orang memberikan suara setuju,
9 orang tidak setuju, dan 1 orang blangko.

9) Bilangan awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu lambang susunan kalimat
diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata,
tidak terdapat lagi pada awal kalimat.
Contoh: Tiga puluh orang luka dalam kecelakaan.
Bukan : 30 orang luka dalam kecelakaan.

Ali memelihara 250 ayam ras.


Bukan : 250 ayam ras dipelihara Ali.

18 | P a g e
10) Angka yang menunjukkan bilangan bulat yang besar dapat dieja untuk sebagian agar
lebih mudah dibaca.
Contoh: Usaha yang direncanakan memerlukan biaya sebanyak 450 juta rupiah.

11) Kecuali dalam dokumen resmi seperti akta atau kuitansi, bilangan tidak perlu ditulis
angka dan huruf sekaligus dalam teks.
Contoh: Sekolah itu mempunyai dua ratus orang murid.
Bukan : Sekolah itu mempunyai 200 (dua ratus) orang murid.

12) Kalau bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Contoh: Pos wesel berisi Rp 5.500,00 (lima ribu lima ratus rupiah)

19 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai