Konsep Kewirausahaan Dan Pandangan Ilmu Sosial
Konsep Kewirausahaan Dan Pandangan Ilmu Sosial
Dosen Pengampu :
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan...................................................................................................16
3.2 Saran.............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kewirausahaan pertama kali muncul pada abad 18 diawali dengan
penemuan penemuan baru seperti mesin uap, dan mesin pemintal. Tujuan
utamanya adalah untuk pertumbuhan dan perluasan organisasi melalui inovasi
dan kreativitas. Secara singkat arti wirusaha (enterpreneur) adalah orang yang
berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan.
Berjiwa berani untuk mengambil resiko aertinya bermental mandiri dan berani
membuka usaha, tanpa merasa takut sekalipun dalam kondisi yang tidak pasti
(Kasmir, 2011).
Enterpreneurship adalah suatu kemampuan untuk mengelola sesuatu yang
ada didalam diri sendiri untuk dimanfaatkan dan ditingkatkan agar lebih
optimal sehingga bisa meningkatkan taraf hidup dimasa mendatang. Dalam
pendidikan kewirausahaan diajarkan dan ditanamkan mengenai sikap dan
perilaku untuk membuka bisnis agar dikemudian hari menjadi seorang
wirausaha yang berbakat dan berhasil.
Kewirausahaan dipandang sebagai fungsi yang mencakup peluang yang
muncul dipasar. Peluang tersebut sebagian besar berhubungan dengan
pengarahan yang produktif. Seorang yang berani untuk berwirausaha harus
berani untuk menghadapi resiko atau peluang yang muncul dan harus kreatif
dan inovatif. Wirausahaan adalah orang yang merubah nilai sumber daya,
tenaga kerja, bahan dan faktor produksi lainnya menjadi lebih besar dari pada
sebelumnya dan juga orang yang berani melakukan perubahan inovasi dan
cara baru.
1.3 Tujuan
1
1. Mengetahui bagaimana mengkaji konsep ilmu kewirausahaan.
2. Mengetahui Apa saja dasar-dasar kewirausahaan dalam perspektif
ilmu sosial dan budaya serta agama.
3. Mengetahui nilai-nilai sosial budaya dan implikasi perkembangan
kewirausahaan.
4. Mengetahui aspek sosial budaya kesehatan dalam perkembangan
kewirausahaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Ilmu Kewirausahaan
2.1. 1 Definisi Kewirausahaan
Dilihat dari segi etimologi, kewirausahaan berasal dari kata wira dan
usaha. Wira berarti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur,
gagah berani, dan berwatak agung. Adapun usaha berarti perbuatan amal,
bekerja, berbuat sesuatu Dengan demikian, wirausaha adalah pejuang atau
pahlawan yang berbuat sesuatu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wirausaha adalah orang yang
pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru,
menyusun operasi untuk mengadakan produk baru, mengatur permodalan
operasinya, serta memasarkannya.
Definisi lainnya dari kewirausahaan, di antaranya sebagai berikuta :
2
a. Kewirausahaan adalah nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan
sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil
(Ahmad Sanusi, 1994).
b. Kewirausahaan adalah nilai yang dibutuhkan untuk memulai sebuah usaha
dan mengembangkan usaha (Soeharto Prawiro, 1997).
c. Kewirausahaan adalah proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (kreatif)
dan berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai.
d. Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru
dan berbeda (Drucker, 1959).
e. Kewirausahaan adalah proses penerapan kreativitas dan keinovasian dalam
memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki
kehidupan usaha (Zimmerer, 1996) .
f. Stoner James (1997) mendefinisikan kewirausahaan sebagai kemampuan
mengambil faktor-faktor produksi lahan kerja, tenaga kerja, dan modal
menggunakannya untuk memproduksi barang atau jasa baru. Wirausahawan
menyadari peluang yang tidak dilihat atau tidak dipedulikan oleh eksekutif
bisnis lain.
g. Wennekers dan Thurik (1999) melengkapi definisi kewirausahaan dengan
menyintesiskan peran fungsional wirausahawan sebagai: “ …kemampuan
dan kemauan nyata seorang individu, yang berasal dari diri mereka, baik tim
di dalam maupun di luar organisasi yang ada untuk menemukan dan
menciptakan peluang ekonomi baru, yang meliputi produk, metode produksi,
skema organisasi, dan kombinasi barang-pasar, serta untuk memperkenalkan
ide-ide mereka di pasar”. Selain menekankan pada penciptaan hal-hal baru
dan risiko, definisi yang dikemukakan oleh Wennekers dan Thurik juga
menekankan pada kemauan dan kemampuan individu. Hal ini sejalan dengan
definisi yang tertuang dalam Inpres No. 4 tahun 1995 yang mendefinisikan
kewirausahaan sebagai semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan seseorang
dalam menangani usaha dan/atau kegiatan yang mengarah pada upaya
mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk baru
dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang
lebih baik atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.
h. Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan seseorang
dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari,
menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan
meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik
dan/atau memperoleh keuntungan yang lebih besar (Hidayati, 2019).
3
i. Wirausaha mengarah kepada orang yang melakukan usaha/ kegiatan dengan
segala kemampuan yang dimilikinya, sedangkan kewirausahaan menunjuk
pada sikap mental yang dimiliki seorang wirausaha dalam melaksanakan
usaha/kegiatan.
a. Kewirausahaan yang sering dikenal dengan sebutan entrepreneurship yang
diterjemahkan secara harfiah sebagai perantara, diartikan sebagai sikap dan
perilaku mandiri yang mampu memadukan unsur cipta, rasa, dan karsa, serta
karya atau mampu menggabungkan unsur kreativitas, tantangan, kerja keras,
dan kepuasan untuk mencapai prestasi maksimal.
4
Pada pertengahan 1980-an, Thomas Begley dan David P Boyd, mempelajari
literatur psikologi mengenai kewirausahaan Mereka menemukan lima dimensi
kebutuhan untuk berprestasi, yaitu:
Banyak orang yang berhasil karena memiliki kemampuan berpikir kreatif dan
inovatif. Proses kreatif dan inovatif diawali dengan memunculkan ide-ide dan
pemikiran baru untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Adapun dalam
organisasi perusahaan, proses kreatif dan inovatif dilakukan melalui kegiatan
penelitian dan pengembangan (research and development) untuk meraih pasar.
Ide, pemikiran, dan tindakan kreatif bertujuan menciptakan sesuatu yang baru
dan berbeda, serta menjadi sumber keunggulan untuk dijadikan peluang. Dengan
demikian, kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam menciptakan nilai
tambah di pasar melalui proses pengelolaan sumber daya dengan cara baru dan
berbeda, melalui: (1) pengembangan teknologi baru; (2) penemuan pengetahuan
ilmiah baru; (3) perbaikan produk barang dan jasa yang ada; (4) penemuan cara-
cara baru untuk menghasilkan barang lebih banyak dengan sumber daya yang
lebih efisien.
5
5. Memiliki peluang untuk berperan aktif dalam masyarakat dan
mendapatkan pengakuan atas usahanya.
6. Memiliki peluang untuk melakukan sesuatu yang disukai dan
menumbuhkan rasa senang dalam mengerjakannya
2.1.3 Modal Kewirausahaan
Entrepreneur dalam menjalankan bisnisnya tidak lepas dari modal. Modal
tidak selamanya identik dengan uang ataupun barang (tangible). Sebuah ide
sudah termasuk modal yang luar biasa karena ide merupakan modal utama yang
akan membentuk dan mendukung modal lainnya. Beberapa modal yang
termasuk ke dalam modal tidak berwujud (intangible) antara lain :
a. Modal Intelektual
Modal Intelektual didefinisikan sebagai kombinasi dari sumberdaya-
sumberdaya intangible dan kegiatan-kegiatan yang membolehkan
organisasi mentransformasi sebuah bundelan material, keuangan dan
sumberdaya manusia dalam sebuah kecakapan sistem untuk menciptakan
stakeholder value (Cut Zurnali , 2008).
b. Modal Sosial dan Moral
Modal sosial dan moral yang dapat disebut sebagai suatu integritas
merupakan suatu hal penting yang membentuk sebuah citra terhadap
kepribadian Anda sebagai seorang wirausaha. Pada saat menjalankan
bisnis, ada etika wirausaha yang tidak boleh Anda langgar.
c. Modal Mental
Mental wirausaha harus ditaman sejak dini. Karena modal mental
merupakan kesiapan sejak dini kemudian diwujudkan dalam bentuk
keberanian untuk menghadapi risiko dan tantangan.
6
Peran dan fungsi perawat jika dipahami dan akan dilaksanakan dengan
baik berbanding lurus dengan peningkatan peluang seorang perawat untuk
menjadi seorang pengusaha. tidak akan pernah berpikir bahwa perawat wanita
pengusaha tidak bisa menjalankan peran dan fungsinya sebagai seorang
perawat secara keseluruhan. Lebih dari itu nursepreneur adalah perawat yang
cakap ambil setiap kesempatan dari setiap gerakan hidupnya sebagai perawat.
Berwirausaha adalah sebuah kegiatan yang tidak dibatasi ruang dan waktu;
tempat, umur ,jenis kelamin, dan lain-lain, selama individu yang memiliki
keinginan untuk berwirausaha tersebut memiliki kemampuan untuk lebih
produktif dalam memanfaatkan setiap peluang yang ditemukan. Seseorang
yang ingin menjadi wirausahawan tidak perlu lagi menunggu waktu terlalu
lama atau terhambat oleh isu gender dan alasan apapun selama memiliki
kemampuan, keinginan dan keberanian untuk menjadi seorang wirausahawan.
Kewirausahaan muncul apabila seorang individu berani mengembangkan
usaha dan ide-ide barunya. Proses kewirausahaan meliputi semua fungsi,
aktivitas, dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang dan
penciptaan organisasi usaha. Oleh karena itu, wirausaha adalah orang yang
memperoleh peluang dan menciptakan suatu organisasi untuk mengejar
peluang itu. Fungsinya adalah memperkenalkan barang baru, melaksanakan
metode produk baru, membuka pasar baru, membuka bahan/sumber-sumber
baru dan pelaksanaan organisasi baru.
2.2.1 Kewirausahaan Dalam Perspektif Ilmu Sosial
Terminologi ilmu sosial untuk pertama kalinya, disebarluaskan dan
disosialisasikan oleh ilmuan Prancis bernama August Comte yang hidup
antara tahun 1798-1857 (Doda, 2005:1). Dijelaskan selanjutnya bahwa
kata ini terdiri dari dua kata pembentuknya yaitu socius dan logos. Socius
bermakna kebersamaan, masyarakat atau asosiasi. Sementara itu logos,
berasal dari bahasa Greek, yang artinya adalah ilmu. Kemudian Doda
(2005:1) menyimpulkan bahwa ilmu sosial adalah ilmu tentang
masyarakat.
Sosiologi/ilmu sosial sebagai sebuah bidang ilmu yang memiliki
cakupan kajian yang cukup luas, juga mengkaji ranah kewirausahaan.
Namun demikian, jika ditelaah lebih lanjut, kajian ini memiliki perbedaan
7
dengan kajian psikologi industri dan ekonomi dalam tiga aspek (Luef &
Lounsbury, 2007:2) yaitu:
8
Penelitian kewirausahaan oleh bidang ilmu sosiologi, yaitu bagaimana
kinerja individu atau organisasi sangat tergantung, atau bersifat saling
mempengaruhi dengan lingkungan/konteks sosialnya. Penelitian ini dalam
hal ini, mencoba membongkar bagaimana keterhubungan dan dampak dari
aktivitas kewirausahaan sosial terhadap masyarakatnya. Pandangan bahwa
individu mempengaruhi konteks sosial
2.2.2 Kewirausahaan Dalam Perspektif Agama
Spiritual entrepreneurship dalam jiwa perawat sangatlah penting
sekali, karena seorang entrepreneurship harus memiliki spiritual yang kuat.
Sektor wirausaha, yang sering dikategorikan sebagai profan, tidak mereka
pisahkan dari nilai-nilai spiritual. Antara dunia dan akhirat, antara tempat
ibadah dan pasar, tidak berdiri secara diametral, namun berada dalam
formasi keseimbangan antara kepentingan akhirat, kepentingan dunia,
kepentingan sosial dan ekosistem.
Salah satu contoh perspektif kewirausahaan dalam spritual yaitu
dalam agama islam yaitu keberhasilan seorang entepreneur dalam Islam
bersifat independen. Artinya keunggulannya berpusat pada integritas
pribadinya, bukan dari luar dirinya. Hal ini selain menimbulkan
kehandalan menghadapi tantangan, juga merupakan garansi tidak terjebak
dalam praktek-praktek negatif dan bertentangan dengan peraturan, baik
peraturan negara maupun peraturan agama.
Integritas wirausahawan muslim tersebut terlihat dalam sifat-sifatnya,
diantaranya taqwa, tawakal, zikir dan bersyukur, motivasinya bersifat
vertikal dan horizontal, niat suci dan ibadah, memandang status dan
profesi sebagai amanah, aktualisasi diri untuk melayani, mengembangkan
jiwa bebas merdeka, azam bangun lebih pagi, selalu berusaha
meningkatkan llmu dan ketrampilan, semangat hijrah, keberanian
memulai, memulai usaha dengan modal sendiri walaupun kecil, sesuai
bakat, jujur, suka menyambung tali silaturahm, memiliki komitmen pada
pemberdayaan dan lain sebagainya (Zahroh, 2014).
2.2.3 Kewirausahaan Dalam Perspektif Budaya
1. Budaya jawa
Etnik jawa memiliki sejarah panjang terkait perdagangan dan
kewirausahaan yang dapat ditelusuri hingga ke zaman kolonial Belanda.
Perkembangan sejarah khususnya politik bangsa ini juga sedikit banyak
9
memengaruhi bagaimana masyarakat Jawa mendapat keistimewaan dari
sejumlah kebijakan ekonomi nasional. Ada pun beberapa studi terkait
Etnis Jawa dalam melakukan kewirausahaan antara lain adanya sikap
pengambilan risiko, pantang menyerah, pemanfaatan peluang, sikap
prestatif, serta keluwesan bergaul (Riyanti & Oktavia, 2004; Vidyatmoko
& Rosadi, 2015).
2. Budaya Minang
Muluk dan Murniati (2007) serta Stark (2013) menyatakan bahwa
panjangnya sejarah konflik internal yang dialami etnis Minang sedikit
banyak juga turut membentuk nilai dan falsafah inti etnis Minang antara
lain:
3. Budaya chinise
Etnis Tionghoa sering dikaitkan dengan kewirausahaan. Christine
(2004) dan Suryadinata (2002) bahkan menyebutkan bahwa walaupun
etnis Tionghoa adalah minoritas di populasi, berkisar antara 3-5%, namun
mereka menguasai lebih dari 50% perekonomian di Indonesia. Ada pun
beberapa studi terkait kewirausahaan etnis Tionghoa menemukan bahwa
10
sejumlah hal yang menonjol pada etnis Tionghoa antara lain kestabilan
emosi, ketelitian, keberanian, serta kejujuran.
Pada aspek nilai dan hal yang dianggap penting dalam berwirausaha, terdapat
sejumlah kekhasan tiap-tiap etnis. Pada etnis Jawa, kekhasannya yakni sifat
kejujuran dan ‘nrimo’, di mana mereka tidak menganggap kewirausahaan sebagai
aktivitas mencari keuntungan semata yang harus dilakukan dengan terlalu
ambisius dan berapi-api. Mereka pasrah pada Tuhan dan meyakini bahwa rezeki
dan segala sesuatunya telah diatur, sehingga mereka cukup melakukan sebaiknya
dan keuntungan akan datang sendirinya. Relasi dengan orang lain dan sesama
dianggap penting, oleh sebab itu mereka amat mengedepankan kejujuran dalam
berwirausaha. Pada etnis Minang, ditemukan nilai kesalehan pada agama (Islam)
dan kecintaan pada kampung halaman. Ajaran agama tidak hanya dijalani sebagai
ritual semata, namun juga bagian dari kehidupan sehari-hari mereka termasuk juga
ketika berwirausaha. Hal tersebut ditunjukkan melalui bersyukur, berserah,
berdoa, serta mengukur kesuksesan menggunakan ajaran agama. Kecintaan pada
kampung halaman terwujud pada keinginan untuk mengembangkan
perekonomian kampung halaman mereka. Terakhir, pada etnis Tionghoa, yang
menonjol adalah nilai kreativitas dan kesabaran. Kreativitas diyakini sebagai
kunci utama memenangkan persaingan dalam dunia usaha, sedang kesabaran
ditunjukkan melalui kesadaran mereka bahwa kesuksesan dalam berwirausaha
adalah proses panjang dan penuh perjuangan.
Dapat disimpulkan dari beberapa tradisi kewirausahaan dari etnis jawa, etnis
minang, etnis tiongha bahwa masing-masing etnis memaknai kewirausahaan
dengan berbeda. Jika pada etnis Jawa kewirausahaan diasosiasikan dengan sifat
atau nilai penting terkait seperti kemandirian dan kerja keras, etnis Minang
memaknai kewirausahaan dengan mengasosiasikannya dengan sejumlah sarana
atau alat seperti berdagang, produk, dan modal, juga dimaknai sebagai
perwujudan dari sifat kewirausahaan yakni kemandirian. Pada etnis Tionghoa,
yang diasosiasikan erat dengan kewirausahaan adalah kerja keras dan strategi dan
manajemen.
11
(1) kesesuaian dengan kepribadian
(3) kebebasan.
12
bisnis rumah sakit dijalankan sehingga pada akhirnya rumah sakit dapat
memperoleh kepercayaan dari masyarakat.
Weber (2001) dalam buku berjudul Business Ethics in Health Care:
Beyond Compliance berpendapat bahwa dalam menjalankan etika, lembaga
pelayanan kesehatan harus memperhatikan tiga hal yaitu:
a. sebagai pemberi pelayanan kesehatan;
b. sebagai pemberi pekerjaan; dan
c. sebagai warga negara. Weber menyatakan bahwa tiga hal tersebut
merupakan ciri–ciri organisasi pelayanan kesehatan yang membedakannya
dengan perusahaan biasa. Dasar etika bisnis pelayanan kesehatan adalah
komitmen memberikan pelayanan terbaik dan menjaga hak-hak pasien
(Trisnantoro, 2009).
Berdasarkan buku Weber (2001) juga terdapat sebagian etika bisnis
pelayanan kesehatan yang berhubungan langsung dengan prinsip-prinsip
ekonomi yaitu biaya dan mutu pelayanan, insentif untuk pegawai, kompensasi
yang wajar, dan eksternalitas (Trisnantoro, 2005). Pelayanan keperawatan juga
merupakan bagian pelayanan kesehatan sehingga isu etika kesehatan juga
menjadi isu etika keperawatan. Ciri-ciri tersebut dapat dipergunakan sebagai
pedoman bagi nursepreneur dalam menyusun strategi membangun atau
mengembangkan bisnisnya
13
Dalam program pengembangan kewirausahaan dan transisi sudut pandang
mahasiswa Keperawatan di Universitas Airlangga memiliki tujuan untuk
menjembatani kesenjangan yang ada dengan cara:
a. mewadahi minat mahasiswa untuk menjembatani keterbatasan daya
jangkau terhadap masyarakat,
b. memberikan ide segar tentang alternatif tekno produk sebagai media
promosi kesehatan,
c. mewacanakanpotensi kemandirian finansial, dan
d. Untuk merintis dan mendirikan usaha yang mencakup bidang usaha
sesuai ide dan minat dari peserta.
Program Pembinaan Kewirausahaan Mahasiswa Keperawatan (PPK) ini
diselenggarakan sejak medio Mei tahun 2018. Sebelum dilakukan rekrutment
tenant, dilakukan persiapan berupa rapat internal dengan tim. Rapat
dilaksanakan guna mematangkan konsep pelaksanaan kegiatan PPK,
diantaranya membahas tentang pola pendidikan dan pelatihan dan bentuk
monitoring dan evaluasi. Sebanyak 32 mahasiswa mendaftarkan diri dan
kemudian dialokasikan menjadi calon tenant dan calon wirausaha baru yang
mendapatkan pembinaan. Hingga saat ini, sebanyak 5 kelompok tenant telah
mampu melaporkan perkembangan usaha yang positif dan telah mengikuti
pameran kewirausahaan. Dua puluhmahasiswa menyampaikan keinginannya
untuk mendapatkan pembinaan lanjutan.
Program pengembangan kewirausahaan (PPK) mampu memfasilitasi
transisi paradigma mahasiswa keperawatan untuk tidak menggantungkan diri
pada lapangan kerja yang ada. Program PPK sangat diperlukan untuk
menunjang dan sebagai kelanjutan dari kegiatan kewirausahaan, misalnya:
PKM-Kewirausahaan, PKM Gagasan Teknologi, kuliah kewirausahaan.
Pengembangan usaha dari para peserta selanjutnya dapat mengacu pada bisnis
plan yang telah dibuat dan dengan bimbingan dari para coach yang telah
sukses melakukan usaha sesuai bidangnya.
BAB III
14
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
15
Saragih, R. (2017). Membangun Usaha Kreatif, Inovatif Dan Bermanfaat Melalui
Penerapan Kewirausahaan Sosial. Jurnal Kewirausahaan, 3(2), 26-34.
Sussanto, okky. Nurachman, Nani. 2018. Makna Kewirausahaan Pada Etnis Jawa,
Minang, Dan Tiongha: Sebuah Studi Representasi Sosial. Jurnal
Psikologi Ulayat. Vol 5 (1)
16