4. ASAS UNIVERSALITAS
Asas universalitas ialah suatu asas yang memberlakukan KUHP terhadap
perbuatan pidana yang terjadi di luar wilayah Indonesia yang bertujuan untuk
merugikan kepentingan internasional. Peristiwa pidana yang terjadi dapat berada di
daerah yang tidak termasuk kedaulatan negara mana pun. Jadi yang diutamakan oleh asas
tersebut adalah keselamatan internasional.
Contoh: pembajakan kapal di lautan bebas, pemalsuan mata uang negara tertentu bukan
negara Indonesia. Jadi di sini mengenai perbuatan-perbuatan jahat yang dilakukan dalam
daerah yang tidak termasuk kedaulatan sesuatu negara mana pun, seperti: di lautan
terbuka, atau di daerah kutub.
Yang dilindungi dilindungi di sini ialah kepentingan dunia. Jenis kejahatan yang
diancam pidana menurut asas ini sangat berbahaya bukan saja dilihat dari kepentingan
Indonesia tetapi juga kepentingan dunia. Secara universal (menyeluruh di seantero dunia)
jenis kejahatan ini dipandang perlu dicegah dan diberantas. Demikianlah, sehingga orang
Jerman menamakan asas ini weltrechtsprinzip (asas hukum dunia). Di sini kekuasaan
kehakiman menjadi mutlak karena yuridiksi pengadilan tidak tergantung lagi pada
tempat terjadinya delik atau nasionalitas atau domisili terdakwa.
Hal ini diatur dalam KUHP pasal 4 ayat 4. Asas ini didasarkan atas pertimbangan,
seolah-olah di seluruh dunia telah ada satu ketertiban hukum.
Jika pemalsuan mata uang atau uangkertas, pembajakan kapal, laut ataupesawat
terbang adalah mengenaikepemilikan Indonesia, maka asas yang berlaku diterapkan
adalah asas melindungikepentingan nasional (asas nasional pasif).Jika pemalsuan mata
uang atau uang kertas, pembajakan kapal laut atau pesawat terbang adalah mengenai
kepemilikan Negara asing, maka asas yang berlaku adalah asas melindungi kepentingan
internasional (asas universal).
Hak imunitas yang dimiliki oleh Anggota DPR hanya digunakan ketika seorang
anggota menyampaikan statement atau pendapat berkaitan pelaksanaan kinerja mereka.
Para anggota DPR ini akan dilindungi oleh hak Imunitas. Namun, hak khusus ini tidak
berlaku apabila ada anggota DPR yang melanggar kode etik, seperti membuka perkara
yang seharusnya tertutup dan dibuka ke publik karena hal tersebut adalah salah satu
contoh kasus pelanggaran kode etik yang secara otomatis menganulir hak imunitas yang
mereka miliki.
CONTOH:
ASAS TERITORIAL
Samuel Iwuchukwu Okoye dan Hansen Anthony Nwaolisa adalah dua Warga Negara Asing
berkebangsaan Nigeria yang dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan di Indonesia karena
terbukti telah melakukan penyelundupan heroin di Indonesia. Samuel Iwuchukwu Okoye
terbukti melakukan penyelundupan 3,8 kg heroin yang disembunyikan di dalam tasnya saat
masuk ke Indonesia pada tanggal 9 Januari 2001. Majelis Hakim Pengadilan Tangerang
memvonis hukuman mati pada 5 Juli 2001. Vonis itu diperkuat oleh putusan pengadilan
tinggi dan Mahkamah Agung. Sedangkan Hansen Anthony Nwaolisa terbukti
menyelundupkan 3,2 kg heroin pada tanggal 29 Januari 2001. Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Tangerang kemudian memvonis mati pada 13 Agustus 2001 dan Vonis itu diperkuat
oleh putusan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Pada akhirnya dua terpidana mati
tersebut telah dieksekusi mati.
Kenapa Indonesia berhak mengadili kedua Warga Negara Asing tersebut?
Berdasarkan asas teritorialitas yang terdapat didalam KUHP Pasal 2, yang berbunyi: “Aturan
pidana dalam perundang-undangan, berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan
pidana di dalam Indonesia” Berdasarkan ketentuan tersebut, maka Hukum Pidana Indonesia
berlaku bagi siapa saja, baik itu Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing yang
melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia.
Hukum Pidana Indonesia dapatlah diterapkan bagi pelaku tindak pidana narkoba yang
dilakukan kedua Warga Negara Nigeria tersebut. Hal tersebut dibenarkan karena penerapan
asas territorialitas di Indonesia. Hansen Anthony Nwaolisa dan Samuel Iwuchukwu Okoye
telah melakukan tindak pidana dengan locus delicti -nya ialah wilayah Indonesia. Sesuai
dengan asas territorialitas, maka bagi siapa saja baik WNI maupun WNA yang melakukan
tindak pidana di wilayah Indonesia dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia baginya.
Menurut Tito, wanita berusia 40 tahun ini akan diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
dengan hukum nasional, karena dalam proses hukum diberlakukan asas nasionalitas aktif atau
personalitas, walau korbannya berada di Singapura.
"Kita berlakukan asas personalitas. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, bahwa
warga Indonesia di mana pun dia berada melakukan pidana di luar Indonesia harus berlaku
hukum Indonesia. Maka kita tidak serahkan [tersangka] kepada Singapura, tapi ditangani
Mabes Polri dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata Tito di Mabes Polri, Senin 3 Juli
2017.
Kasus itu akan ditangani tim dari Bareskrim Polri. Penyidik akan menghadirkan saksi-saksi
dari Singapura. Selain itu, saat Khasanah diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pihaknya
juga akan menghadirkan saksi dari luar negeri.
"Kemudian saksi-saksinya yang akan kita hadirkan di Pengadilan. Seperti mungkin dulu
kasus Oki, peristiwanya di Amerika, saksi-saksinya dari sana tetap kita punya prinsip bahwa
asas personality harus ditangani Indonesia," ujarnya.