Anda di halaman 1dari 5

MATERI

HUKUM PIDANA
PERTEMUAN 9
Dosen: Dadang Sumarna, SH.,MH

Assallamuallaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera


Untuk Kita Semua, Salam Kebajikan.

Semoga Kita Semua Diberikan Kemudahan Dan Kesehatan Dalam


Menjalankan Aktifitas Sehari-Hari

Silahkan Saudara/I Baca Materi Dibawah,selanjutnya


Saudara/I Diskusikan Aturan Komentar sebagai Berikut:

1) Sebutkan Referesi Buku yang saudara Baca serta


menyebutkan halaman
2) Mahasiswa/I wajib memberikan pendapat/komentar
minimal 5 komentar dalam setiap pertemuan sebagai
syarat absensi kehadiran
3) Dilarang melakukan Copy Paste.

ASAS NASIONAL PASIF

Mengutip pendapat D. Simons dalam buku karya P.A.F.

Lamintang, sesuai dengan ketentuan tersebut di

atas yang mengandung adanya asas nasionalitas

pasif atau asas perlindungan, berlakunya peraturan

perundang-undangan pidana suatu negara itu tergantung

pada tempat pelaku telah melakukan tindak

pidananya, melainkan pada kepentingan hukum yang

telah menjadi sasaran tindak pidana tersebut.

Dengan demikian, negara yang kepentingan hukumnya

menjadi sasaran tindak pidana itu berwenang menghukum

pelaku tindak pidana tersebut. Artinya, ada upaya

melindungi kepentingan nasional terhadap siapapun

juga dan di manapun juga sebagai konsekuensi atas

dianutnya asas nasionalitas pasif atau asas


perlindungan dalam peraturan perundang-undangan

pidana di Indonesia. Dasar pemikiran adanya asas

nasionalitas pasif atau asas perlindungan adalah

setiap negara yang berdaulat itu wajib

melindungi kepentingan hukumnya atau kepentingan

nasionalnya, juga apabila kepentingan

hukumnya atau kepentingan nasionalnya dilanggar di

luar wilayah atau di luar negeri, dan meskipun

pelanggarnya itu adalah orang asing.

Di dalam hal ini juga, negara telah dipercayakan

rakyatnya untuk melindungi berbagai kepentingan

hukum mereka, sehingga negara memperluas

berlakunya aturan pidana untuk dapat mengemban

kepercayaan rakyatnya. Mengingat asas ini

menitikberatkan kepada perlindungan kepentingan nasional

yang dibahayakan oleh tindak pidana yang dilakukan

di luar negeri, untuk itulah mengapa selain disebut

“asas nasional pasif”, asas ini juga lazim disebut “asas

perlindungan”.

Sesuai ketentuan di dalam perundang-undangan pidana

yang mengandung adanya asas nasionalitas pasif

atau asas perlindungan, kepentingan-kepentingan

nasional yang dipandang perlu untuk mendapatkan

perlindungan adalah sebagai berikut:


1) Terjaminnya keamanan negara dan terjaminnya

keselamatan serta martabat kepala negara dan

wakilnya;

2) Terjaminnya kepercayaan terhadap mata uang,

meterai-meterai, dan merek-merek yang telah

dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia;

3) Terjaminnya kepercayaan terhadap surat-surat atau

sertifikat-sertifikat utang yang telah

dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia; dan

4) Terjaminnya alat-alat pelayaran Indonesia terhadap

kemungkinan dibawa ke dalam kekuasaan bajak laut.

Keberlakuan asas nasionalitas pasif atau asas

perlindungan diperluas dengan adanya ketentuan Pasal

7 KUHP yang mengatur, “Ketentuan pidana dalam perundang-

undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang

di luar Indonesia melakukan salah satu tindak pidana

sebagaimana dimaksudkan dalam bab XXVIII Buku Kedua.”

Menurut Sofjan Sastrawidjaja, ketentuan tersebut

menyasar, antara lain, pegawai kedutaan Republik

Indonesia, pegawai polisi Republik Indonesia dalam

rangka tugas interpol atau tugas lainnya,

pegawai imigrasi, pegawai postel, pegawai televisi,

dan pegawai-pegawai lainnya yang ditugasi ke dan di

luar negeri. Pegawai-pegawai ini pada umumnya


terdiri dari warga negara Indonesia dan banyak pula

orang asing.

Beberapa literatur menyebutkan kata “pejabat” dengan

frasa “pegawai negeri Indonesia”. Menurut Wirjono

Prodjodikoro, alasan perluasan yang dimaksudkan

kira-kira adalah bahwa hubungan negara Indonesia dengan

seorang asing yang menjadi pegawai negeri Indonesia

adalah mirip dengan hubungan negara Indonesia dengan

warga negara Indonesia.

P.A.F. Lamintang menjelaskan, frasa “pegawai negeri

Indonesia” sebagaimana dirumuskan di dalam Pasal 7 KUHP

harus ditafsirkan sebagai setiap orang yang bekerja

pada pemerintah Indonesia, sehingga ia dapat

merupakan seorang warga negara Indonesia atau

seorang warga negara dari suatu negara asing,

asalkan ia memenuhi persyaratan untuk disebut

sebagai pegawai negeri Indonesia.

Keberlakuan asas nasionalitas pasif atau asas

perlindungan diperluas dengan adanya ketentuan Pasal

8 KUHP yang mengatur, “Ketentuan pidana dalam

perundang-undangan Indonesia berlaku bagi

nahkoda dan penumpang perahu Indonesia, yang

di luar Indonesia, sekalipun di luar perahu,

melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana

dimaksudkan dalam Bab XXIX Buku Kedua, dan Bab IX

Buku Ketiga; begitu pula yang tersebut dalam peraturan


mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia, maupun

dalam Ordonansi Perkapalan.” Merujuk pada pendapat

Sofjan Sastrawidjaja, ketentuan Pasal 8 KUHP

dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pelayaran

Indonesia.

Berlakunya ketentuan Pasal 8 KUHP tersebut

tergantung pada keadaan si pelaku, yaitu sebagai

nahkoda atau sebagai penumpang alat pelayaran

Indonesia yang bersangkutan. P.A.F. Lamintang

berpendapat, kepentingan hukum yang ingin

dilindungi oleh berlakunya Pasal 8 KUHP adalah

terjaminnya keadaan bahwa nahkoda atau penumpang-

penumpang sebuah alat pelayaran Indonesia itu tidak

melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran pelayaran

di luar negeri. Di dalamhal ini, titik tekan

berlakunya ketentuan Pasal 8 KUHP tersebut adalah

pada frasa “di luar perahu”, untuk membedakannya

dengan berlakunya ketentuan Pasal 3 KUHP yang menggunakan

frasa “di dalam kendaraan air”.

Anda mungkin juga menyukai