Hukum perdata internasional adalah hukum nasional, terbukti dari adanya perbedaan
dalam luas lingkup (omvang) kaedah-kaedah hukum perdata internasional dalm setiap
negara.
Demikian pula halnya dengan hubungan antara orang kulit putih dan negro. Dan tentu
saja hubungan antara orang amerika serikat dan orang asing juga merupakan hubungan
hukum perdata internasional.
Di indonesia hukum perdata internasional dan hukum antar golongan sangat erat
hubungannya. Dalam buku dari hukum antar golongan ke hukum antar adat telah diuraikan
tentang perkembangan hukum antar golongan atau intergentielrecht semenjak kedatangan
orang belanda di indonesia pada abad ke-17 itu. Padahal dalam bab yang lalu ternyata bahwa
pada abad itulah hukum perdata internasional di negeri belanda baru mulai berkembang
secara nasional. (suharnayati 8-9)
Hukum perdata internasional adalah peraturan hukum perdata nasional yang mengatur
hubungan hukum perdata yang menyangkut ada unsur orang hakim di dalamnya. Di
indonesia hukum perdata internasional di perlakukan bila ada seorang yang bukan warga
negara indonesia yang melakukan suatu peristiwa hukum atau suatu transaksi dengan oramg
indonesia.
Sebagai contoh, misalnya ada seorang yang berkewarganegaraan arab melangsungkan
perkawinan di indonesia dengan seorang yang berkewarganegaraan indonesia, maka timbul
lah peristiwa hukum perdata internasional, yaitu hukum perkawinan negara manakah yang
akam mengatur pelaksanaan perkawinan di maksud.
Kasus tersebut di atas diselesaikan berdasarkan pasal 59 ayat (2) UU no. 1/1974 yang
berbunyi “perkawinan yang di langsungkan di indonesia dilakukan menurut undang-undang
perkawinan ini” (dalam hal ini adalah UU no. 1/1974. Pasal 59 ayat (2) UU no. 1/1974
merupakan kaidah hukum perdata internasional indonesia.
Setiap warga negara memiliki hukum perdata nasional sendiri. Peraturan hukumnya
akan berlaku bagi setiap warganegara dari negara masing-masing. Kalau terjadi peristiwa
hukum perdata yang menyangkut unsur asing didalamnya, maka sifat peraturan hukum itu
berubah menajdi internasional, dan peristiwa hukum tersebut diselesaikan menurut peraturan
hukum perdata yang berlaku di negara itu. Di indonesia pelaksanaan menyelesaikan peristiwa
hukum perdata yang menyangkut unsur asing didalamnya adalah sama dengan negara-negara
lain. Hanya saja azas-asaz sumber hukum yang digunakan mungkin berbeda dengan negara
lainnya. Hal ini terutama disebabkan perbedaan perkembangan dalam sejarah hukum perdata
indonesia. Sejak bangsa indonesia diperlakukan sebagai daerah jajahan belanda dan jepang,
peraturan hukum yang berlaku adalah buatanm belanda. Dan kalau kemudian indonesia
menjadi negara yang mermdeka, bersatu dan berdaulat sampai sekarang masih banyak
peraturan hukum belanda itu yang berlaku. Peraturan hukum yang menjadi sumber hukum
dari hukum perdat internasional di indonesia terdapat di dalamnya algemene bepalingen wan
wetgeving (AB) yang azasnya dicantumkan dalam pasal 16, 17, dan 18. Ketiga pasal ini
merupakan sisa dari ajaran (teori) statuta yang diciptakan oleh bartulus de saxofeerato (1314-
1357).(jamali, 210)
Berdasarkan hal di atas, maka orang asing yang berada di indonesia mengenai
kedudukan hukum dan kewenangannya harus di tinjau menurut hukumnya sendiri. Hal itu
berarti kalau ada orang asing mau melakukan tidakan hukum perdata tertentu di indonesia
maka ia mengetahui lebih dahulu hukum perdata tertentunyang berlaku di indonesia.
d. Hukum pribadi
hukum perdata nasional yang mengatur tentang hak dan kewajiban pribadi sebgai
subjek hukum individu atau badan hukum, kalau menyangkut unsur-unsur asing di dalam
suatu peristiwa hukum, maka sifatnya berubah menjadi hukum perdata internasional.
Untuk menyelesaikan berpedoman kepada pasal 16 AB. Dan kalau peninjauan hukum asing
ternyata berbeda dengan aturan hukum indonesia tentang hal itu, maka digunakan ketentuan
pasal 18 AB. Dan dengan ketentuan pasal ini setiap peristiwa hukum yang timbul dalam
hubungan hukum orang-orang di indonesia dapat dilakukan penyelesaiannya berdasarka
ketentuan-ketentuan hukum yang di atur dalam hukum 1 kitab undang-undang hukum sipil
(KUHS).
Misalnya: seorang ibu warganegara jerman sebagai turis melahirkan anaknya dirumah sakit
di yogyakarta. Bagi ibu atau suaminya ada kewajiban memberikan nama kepada anak yang
dilahirkan. Untuk kelahirannya wajib memiliki “akte kelahiran” yang hanya dapat di buat di
kota kelahirannya. Mencatatatkan kelahiran anak di lakukan dikantor catatan sipil bidang
kelahiran. Berarti dalam peristiwa hukum (kelahiran anak) itu berlaku7 pasal 16 dan 18 AB.
Kalau kewajiban itu tidak dilaksanakan ada akibat hukum yang dikenakan kepada orangtua
anak itu. Kedudukan hukum anaknya tidak boleh mengikuti hukum orangtuanya. Alasannya,
bagi anak itu dapat di kenakan aturan hukum kewarganegaraan indonesia. Anak dipisahkan
kewarganegaraannya dengan kewarganegaraan orangtuanya, karena memenuhi ketentuan
pasal 1.B. atau 1.G. undang-undang kewarganegaraan indonesia nomor 62 tahun 1962,
tentang kewarganegaraan republik indonesia. Isi ketentuannya menyebutkan bahwa “menjadi
warga republik indonesia karena kelahiran bagi orang yang melahir di dalam wilayah
republik indonesia yang pada waktu lahirnya tidak memperoleh kewarganegaraan dari
orangtuanya”. Yang dimaksud tidak memperoleh kewarganegaraan dari orangtuanya dalam
sub ayat ini, yaitu orangtua anak itu mendaftarkan kelahiran anaknya di tempat
melahirkannya sebagaimana dinyatakan asas hukum pasal 18AB.
e. Hukum keluarga
f. Hukum kekayaan
hukum kekayaan yang terdiri dari hukum benda dan hukum perikatan nasional kalau
dalam suatu peristiwa hukum menyangkut unsur-unsur pengaturan penyelesaiannya akan
menjadi dua segi juga. Hal ini terutama berkenaan adanya penghapusan terhadap hukum
benda yang diatur dalam KUHSdan diganti dengan undang-undang pokok agraria No. 5
Tahun 1960, kecuali yang mengatur tentang hipotik. Menurut undang-undang No.5 1960 itu
seorang asing tidak dibenarkan memiliki benda tetap tindakan hukum yang dapat dilakukan
hanya berkenaan dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak guna pakai, dan hak
lainnya diluar hak milik benda tetap. Kalau sampai terjadi peristiwa hukum tertentu dan
mengakibatkan orang asing memiliki benda tetap disalah satu wilayah indonesia, maka
pemilikan itu batal demi hukum. Sedangkan terhadap hak-hak lainnya akan berpedoman pada
pasal 16,18 AB dan tindakan hukumnya dapat dilakukan sesuai peraturan hukum yang
berlaku. Mengenai perikatan hukum yang hendak dilakukan hanya berkenaan dengan objek
hukum benda bergerak saja. Dan dengan berpedomankan kepada pasal 18 AB setiap tindakan
hukum mengenai perikatan yang timbul karena perjanjian atau perikatan berdasarkan kepada
undang-undang tidak ada halangan untuk dilakukan asalakan memenuhi ketentuan-ketentuan
hukum perikatan yang berlaku.
g. Hukum waris
pewarisan yang ketentuan hukumnya di atur dalam buku II dan sebagian buku III
akan mengikat orang-orang asing di indonesia kalau hendak membuat surat wasiat di
indonesia. Pembuatan surat harus dilkakukan dihadapan seorang notaris. Tetapi bagi yang
meninggal dunia tanpa membuat surat wasiat sebelumnya maka penentuan dan hak warisnya
berdasarkan ketentuan pasal 832 dan 833 KUHS. (abdul jamali, 212-214)