Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Guna memenuhi salah satu
tugas pada mata kuliah Pendidikan Inklusi yang bertujuan untuk memberikan
pengetahuan dasar tentang “ DINAMIKA PENDIDIKAN INKLUSI”.
Makalah ini disusun untuk dijadikan sebagai patokan pembelajaran dalam
mengetahui apa itu Dinamika pendidikan inklusi dengan kata lain, makalah ini
dapat mengarahkan dan memberikan manfaat yang nyata bagi kita semua. Kami
juga berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi kita semua.
Dengan selesainya makalah ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak, untuk itu kami ucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, karena berkat mereka
makalah ini dapat selesai dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat
diharapkan demi perbaikan yang semestinya pada makalah ini.
Akhir kata kami ucapkan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua.
Banjarmasin, Oktober 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH..........................................................................2
1.3 TUJUAN...................................................................................................2
1.4 MANFAAT................................................................................................2
BAB II DINAMIKA PENDIDIKAN INKLUSIF...................................................3
2.1 Inklusi Sebagai Sebuah Proses.......................................................................3
2.2 Inklusi Sebagai Identifikasi Dan Penghilang Hambatan................................4
2.3 Inklusi Sebagai Kehadiran, Partisipasi Dan Pencapaian Semua Siswa..........4
2.4 Inklusi Sebagai Pemberian Perhatian Khusus Kepada Kelompok Anak Yang
Rentan Marginalisasi/Diskriminasi......................................................................5
2.5 Inklusi Sebagai Implementasi Sekolah Terdekat Dan Belajar Dengan Teman
Sebaya..................................................................................................................5
2.6 Inklusi Sebagai Upaya Memprofesionalkan Guru.........................................9
2.7 Inklusi Sebagai Mengembalikan Sekolah Umum Sesuai Jalurnya..............10
2.8 Inklusi Sebagai Paradigma Layanan Pendidikan Bukan Label....................11
2.9 Inklusi Sebagai Bagian Dari “Inclusive Society”.........................................12
BAB III PENUTUP...............................................................................................18
3.1 Kesimpulan..............................................................................................18
3.2 Saran........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................19

iii
ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pendidikan inklusi lahir berawal dari meningkatnya kesadaran bahwa


semua warga negara berhak untuk memperoleh layanan pendidikan yang
layak, pendiikan yang adil dan pendidikan yang bermutu dengan tanpa
diskriminasi. Melelui sistem pendidikan inklusif memungkinkan semua anak,
termasuk yang memiliki keterbatasan dan kebutuhan khusus. Cikal bakal
pendidikan inklusif di negeri ini sebenarnya telah ada semenjak negeri ini
mengenal pendidikan. Pendidikan yang dilaksanakan di lembaga-lembaga
keagamaan adalah salah satu contoh penyelenggaraan pendidikan inklusi,
dimana anak tanpa kecuali dapat mengikuti pendidikan di lembaga tersebut.

Melalui pendidikan inklusif, sekolah-sekolah reguler dapat melayani


semua anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Pendidikan
inklusif merupakan sistem pendidikan yang mengikutsertakan peserta didik
berkebutuhan khusus atau anak-anak yang memiliki keterbatasan untuk
bersama-sama belajar di kelas yang sama dengan anak-anak lainnya.

Saat ini kajian tentang pendidikan inklusif telah berkembang pesat


hampir diseluruh belahan dunia. Demikian pula di negara Indonesia. Kajian
pendidikan inklusif di Indonesia belum bisa dikatakan sangat pesat namun
telah berkembang dengan baik secara filosofis, ideologis, maupun teoritis
membuktikan bahwa pengembangan sistem pendidikan inklusif adalah sangat
tepat untuk mengatasi masalah pendidikan di Indonesia. Setidaknya untuk
mengatasi aksesbilitas peserta didik berkebutuhan khusus.

Dalam perkembangannya, pendidikan inklusif tidak hanya berupaya


untuk meningkatkan akses anak berkebutuhan khusus untuk mengikuti
pendidikan, melainkan meningkatkan mutu layanan pendidikan bagi mereka
yang selama ini termarginalkan. Makalah ini diharapkan dapat sedikit
melengkapi terhadap kebutuhan informasi mengenai dinamika pendidikan
inklusif secara konseptual.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana dinamika pendidikan inklusif?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui bagaimana dinamika dalam pendidikan inklusif

1.4 MANFAAT

1. Manfaat Teoritis
Dari makalah ini diharapkan dapat menambah keilmuan mengenai
bagaimana dinamika yang ada dalam pendidikan inklusif

BAB II

DINAMIKA PENDIDIKAN INKLUSIF

2
2.1 Inklusi Sebagai Sebuah Proses

Toward inclusion (menuju paradigmapendidikan inklusif) merupakan


istilah yang umum digunakan jika sebuah sekolah ingin memulai inclusive.
Meng-inklusif-kan sekolah tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Hampir semua sekolahyang tadinya belum inklusif menuju inklusif melalui
beberapa tahap. Sekolah tidak akan langsung inklusif. Hal ini dipandang
“inklusif” sebagai sebuah perubahan. Ada beberapa tahap yang bisa dilakukan
jika sebuah sekolah ingin menjadi inklusif ( sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif) yaitu :

1. Memahami paradigma pendidikan inklusi secara utuh


Berbagai hal yang berkenaan dengan pendidikan inklusif harus
dipahami secara utuh. Pemahaman yang hanya sebagian-sebagian akan
menimbulkan langkah menuju inklusif akan berpotensi mengalami
kendala. Misalnya ada sebagian kalangan mengatakan bahwa sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif di dalamnya harus ada ABK.
Pemahaman tersebut cukup menyesatkan. Padahal pemahaman yang
benar adalah bahwa jika dilingkungan sekolah (radius penerimaan siswa
baru) kebetulan ada ABK maka ABK tersebut memang harus diterima.
Tetapi jika kebetulan tidak ada ABK, bukan berarti sekolah tersebut tidak
inklusif. Inklusif sebenarnya bagaimana mmberikan layanan pendidikan
kepada semua peserta didik dengan ramah (sesuai kebutuhan anak)

2. Menganalisis sekolah untuk menemukan potensi pendidikan inklusif dan


menemukan hal-hal yang belum bernuansa inklusif

Potensi menjadi pondasi atau modalitas sekolah berproses menuju


pendidikan inklusif, hal-hal yang belum bernuansa inklusif menjadi bahan
kajian untuk dirubah secar bertahap menuju pendidikan inklusif.
Implementasi pendidikan inklusif akan lebih ramah jika dimulai dari
potensi yang telah ada. Anda bisa menggunakan analisis SWOT untuk
menemukan potensi, peluang dan hambatan pendidikan inklusif.

3. Membangun komitmen

3
Komitmen adalah sebuah istilah yang mudah diucapkan, akan
tetapi perlu perjuangan untuk melaksanakan. Komitmen untuk memulai,
menjaga, dan mengembangkan agar sekolah tetap inklusif merupakan
keharusan agar pendidikan inklusif menjadi pilihan paradigma untuk
mendidik anak-anak bangsa menjadi lebih baik. Komitmen yang
dimaksud juga termasuk bagaimana mengatasi hambatan atau tantangan
serta bagaimana mencari solusinya bukan menghindar dari masalah.

2.2 Inklusi Sebagai Identifikasi Dan Penghilang Hambatan

Pendidkan inklusif bertujuan agar anak-anak bangsa mendapatkan


haknya di bidang pendidikan yang adil, bermutu, dan tanpa diskriminasi.
Kebanyakan sekolah hanya memprioritaskan bermutu dalam menentukan
keberhasilan sekolah. Kaidah bermutupun masih sifatnya kognitisme untuk
mencapai kurikulum yang telah ditentukan. Kajian bermutu menurut
pandangan pendidikan inklusif mengalami pergeseran makna. Yang dimaksud
bermutu yaitu lembaga pendidikan mampu untuk mengembangkan potensi
yang ada pada diri anak secara optimal dan dapat mengatasi hambatan
belajar anak. Potensi yang perlu dikembangkan dan hambatan yang perlu
diatasi yang ada pada diri anak termasuk ranah kognitif, afektif dan
psikomotor. Bukan hanya ranah kognitif saja.

2.3 Inklusi Sebagai Kehadiran, Partisipasi Dan Pencapaian Semua Siswa

Pendidikan inklusif tidak boleh memandang sebagian dari siswa


tidak penting. Terkadang siswa yang mengalami hambatan dalam belajar
sering terabaikan partisipasinya. Pendidikan inklusif mengisyaratkan guru
mampu membuat semua siswa bisa berpartisipasi dan mempunyai hak untuk
menggapai cita-cita. Guru diharapkan dapat mengarahkan harapan siswa
yanng disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak. Tidak ada yang
sampai tidak mempunyai peran.

4
2.4 Inklusi Sebagai Pemberian Perhatian Khusus Kepada Kelompok Anak Yang
Rentan Marginalisasi/Diskriminasi

Tidak dipungkiri bahwa orang-orang yang rentan terhadap diskriminasi


selama ini masih sulit untuk mendapatkan haknya dibidang pendidikan. Banyak faktor
yang memicu diskriminasi. Terkadang menuruti pandangan kalayak umum. Beberapa
anak yang rentan untuk mendapatkan diskriminasi misalnya:

 Anak dari keluarga miskin  Anak dari orang tua yang mempunyai
 Anak Jalanan (Tuna wisma)
pekerjaan tidak lazim
 Anak yg mempunyai
(pengemis,pekerja sex,pemulung,dll)
kekurangan/kelebihan fisik  Anak yang melakukan pelanggaran
 Anak Berkebutuhan khusus (ABK)
 Anak minoritas hukum (napi anak)
 Pekerjaan Anak  Anak yang sakit/kelaparan
 Anak perempuan (bias gender)  Pelajar hamil
 Anak dari keluarga yang mempunyai  Korban
sikap negatif thd pendidikan kekerasan/perang/bencana/narkoba
 Diskriminasi & stigmatisasi karena
HIV/Aids

2.5 Inklusi Sebagai Implementasi Sekolah Terdekat Dan Belajar Dengan Teman
Sebaya

Pendidikan inklusi mengisyaratkan bahwa sekolah bisa


memberikan peluang yang lebih besar bagi masyarakat yang berada disekitar
sekolah dengan radius tertentu. Kajian tentang seberapa dekat masih menjadi
perdebatan yang hangat. Semestinya unit semacam UPT Dinas Pendidikan di
tingkat kecamatan menjadi motor penggerak untuk mengkoordinasikan
beberapa sekolah diwilayahnya untuk menentukan wilayah penerimaan siswa
baru dengan konsep sekolah terdekat.

Sekolah terdekat menjadi implamentasi wajib belajar bagi warga


masyarakat. Masyarakat dalam kondisi apapun (tanpa kecuali) diharuskan
mengenyam pendidikan. Bahkan bagi masyarakat yang mempunyai
kebutuhan khusus (kelainan) harus mendapatkan tempat di sekolah isyarat ini
menjadi salah satu tentang difinisi pendidikan inklusif menurut Sapon-Shevin

5
(1998) yaitu “sistem layanan pendisikan khusus yang mempersyaratkan agar
semua anak berkebutuhan khusus dilayani disekolah-sekolah terdekat dikelas
biasa (sekolah reguler) bersama teman teman seusianya”.

Kajian tentang sekolah terdekat menurut versi pendidikan inklusif


sebenarnya bisa digunakan untuk memantapkan tentang konsep “Bina
Lingkungan”. Selama ini konsep bina lingkungan dijalankan oleh sekolah
untuk melengkapi calon peserta didik yang tidak mendaftar ulang semestinya
peserta didik dari lingkungan terdekat dengan sekolah menjadi prioritas
pertama untuk dapat mengenyam pendidikan. Konsep sekolah dapat
digambarkan dengan ilustrasi sebagai berikut :

Dengan Model Rayonisasi, maka diusahakan semua anak tanpa


kecuali bisa bersekolah disekolah terdekat dengan rumahnya. Jika
kebetulan dalam rayonannya tersebut ada anak yang berpotensi
termarginalkan (contohnya menyandang ABK), maka secara otomatis
menjadi tanggung jawab sekolah terdekat

6
Manfaat sekolah terdekat sangat banyak, diantaranya (1) sekolah akan
menjadi milik masyarakat, artinya hubungan sekolah dengan masyarakat akan
sinergis. (2) jalinan hubungan antara sekolah dengan orang tua siswa untuk saling
komitmen terhadap pola mendidik anak akan lebih mudah dibangun. (3) sekolah
akan lebih mudah menkoordinasi dengan orang tua siswa jika ada siswa yang
mempunyai masalah. (4) mengurangi resiko kecelakaan dalam perjalanan menuju
atau pulang sekolah

Pendidikan inklusif juga mengisyaratkan bahwa peserta didik untuk


mengenyam pendidikan diupayakan belajar dengan teman sebaya seperti yang
telah diungkapkan oleh Savon Sherin diatas. Makna teman sebaya adalah teman
seangkatannya. Sudah barang tentu mengandung makna seusia (rentang usia
belajar). Bukan yang sama usia/umur. Artinya anak –anak diterima disebuah
sekolah dan lulus/selesai juga bersama-sama

Apakah makna ini mengisyaratkan bahwa pendidikan inklusif tidak


membolehkan peserta didik mengalami tinggal kelas? Jawabannya “iya.

Jika kita kaji lebih dalam , fenomena tinggal kelas dalam sebuah sistem
pendidikan banyak yang “mubazir”, mari kita kaji fenomena tinggal kelas.

Fenomena tinggal kelas lebih banyak disebabkan karena siswa tidak tuntas
(tidak memenuhi standar minimal yang telah ditentukan oleh sekolah). Istilah
yang berkembang tidak memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Padahal
sebenarnya manusia tidak bisa di KKM-kan. Mengapa demikian ? manusia adalah
makhluk yang unik dan berbeda antara satu dengan lainnya

Fenomena meniadakan tinggal kelas perlu siupayakan dengan langkah-


langkah sebagai berikut :

1. Mengatasi hambatan belajar siswa sesegera mungkin


Salah satu penyebab siswa tinggal kelas adalah siswa mempunyai
hambatan belajar. Hambatan belajar bisa disebabkan karena faktor umum
dan faktor kebutuhan khusus. Faktor umum contohnya siswa jarang masuk
sekolah, malas, tidak mempunyai buku, metode belajar yang kurang tepat.
Faktor kebutuhan khusus contohnya anak mempunyai hambatan belajar

7
dikarenakan termasuk ABK. Layanan individual dan modifikasi
kurikulumsangat memungkinkan untuk mengatasi hambatan belajar yang
disebabkan karena peserta didik termasuk ABK
2. Setiap guru harus memahami kondisi dan karakteristik setiap peserta didik.
Memahami kondisi peserta didik merupakan keharusan sebagai seorang
guru. Bisa jadi anak-anak yang mengalami tinggal kelas karena peserta
didik tidak kemungkinan dapat mengikuti kurikulum yang ada. Contohnya
anak tunagrahita. Jika seperti itu anak harus dibuatkan kurikulum
tersendiri. Dalam dunia pendidikan khusus, pembuatan kurikulium
tersendiri tersebut dikenal dengan PPI (Program Pengajaran
Individual)/IEP (Individual Eucation Program). Guru dituntut untuk
mempunyai sikap “memaklumi” jika ada kondisi siswa yang memang
berbeda dan memerlukan penanganan khusus, termasuk khusus dalam
menentukan kriteria keberhasilan peserta didik.
3. Modifikasi kurikulum
Strategi modifikasi kurikulum cukup ampuh sebagai upaya meniadakan
fenomena tinggal kelas.
4. Tenaga pengajar harus memaksimalkan semua potensi yang dimiliki
Dedikasi diri sepenuhnya untuk profesi menjadi pendidik. Pendidik yang
baik adalah pendidikan yang “all out” dalam mendidik anak-anak bangsa
ini. Banyak istilah untuk menggambarkan menjadi pendidik yang
profesional , seperti disiplin (baik disiplin waktu maupun disiplin kinerja),
mendidik dengan hati, tidak putus asa, kreatif, inovatif, dll.

2.6 Inklusi Sebagai Upaya Memprofesionalkan Guru

Perlu diakui bahwa profesi guru (terutama diindonesia) saat ini masih
banyak yang perlu diperbaiki. Faktor yang paling menentukan adalah SDM.
Semua permasalahan bersumber pada SDM tenaga pendidik. Saat ini
pemerintah telah menentukan batas minimal strata 1 (S1) dari berbagai
lulusan perguruan tinggi yang mencetak tenaga guru. Hal ini merupakan salah
satu persyaratan untuk memperkuat profesional guru, selain itu guru juga
dituntut untuk terus mengembangkan kompetensinjya seiring dengan
berjalannya menjalankan tugasnya mendidik anak-anak bangsa ini. Salah satu
pengembanganyang perlu dipertimbangkan oleh tenaga kependidikan adalah
menambah pengetahuan tentang paradigma pendidikan inklusi.

8
Dampak dari munculnya paradigma pendidikan inklusif ternyata
menambah poin untuk memprofesionalkan guru. Guru yang inklusif sangat
relefan dengan salah satu tuntutan yang ada pada persyaratan guru yang
profesional, terutama dalam kompetensi menangani peserta didik yang
beragam . paradigma pendidikan inklusif mengisyaratkan guru untuk bisa
menangani berbagai kondisi siswa, misalnya seorang guru mampu untuk
menangani siswa yang mempunyai kecerdasan luar biasa maupun siswa yang
mempunyai yang bekercedasan kurang, siswa dengan berbagai kondisi fisik,
psikis, latar belakang budaya yang berbeda-beda, dan kondisi-kondisi lainnya.
Berhasil menangani siswa yang biasa itu hal yang biasa, namun berhasil
menangani siswa yang luar biasa tentu juga luar biasa. Kaji lebih dalam
berbagai kompenen/ elemen paradigma pendidikan inklusif hubungannya
dengan profesionalisme guru.

2.7 Inklusi Sebagai Mengembalikan Sekolah Umum Sesuai Jalurnya

Kebanyakan orang berpandangan bahwa sekolah umum/reguler


diperuntukan bagi anak-anak normal ( anak yang tidak memiliki
kelainan/kebutuhan khusus ). Seperti sekolah umum /reguler milik mereka
yang normal. Padahal jika di kaji dari makna bahasa indonesia, “Sekolah
umum/regurer”seharusnya milik semua orang. Umum/reguler berarti untuk
umum. Berpijak dari kesalahan memaknai ”umum/regurer” tersebut maka
segal kegiatan/upaya hanya mengarah pada kepentingan anak-anak normal
saja. Segala hal seperti kurikulum, sarana dan prasarana, penyediaan maupun
peningkatan SDM tenaga pendidik, proses pembelajaran, evaluasi dan
sebagainya tidak mengarah pada pembelan kepada masyarakat secara umum
(tanpa kecuali). Mereka yang kebetulan tidak termasuk dalam kategori
“normal” tersebut merasa tersisihkan untuk mendapatkan layanan pendidikan
disekolah umum/reguler.

9
Lembaga pendidikan dan perangkat lembaga yang menaunginya
jarang memikirkan mencukupi SDM yang bertujuan untuk melayani semua
masyarakat tanpa kecuali. Sekolah umum/reguler biasanya berorentasi
pemenuhan guru umum. Jarang terpikirkan memenuhu guru atau tenaga
lainya yang bisa melayani siswa-siswa yang mempunyai kebutuhan khusus
dan sejenisnya. Seharusnya pemenuhan SDM selain guru umum, perlu
dipenuhi. Saat ini biasanya hanya gurubimbingan konseling (BK) yang sudah
menjadi program pemerintah, itupun mulai sekolah menegah pertama, jenjang
sekolah dasar masih dirangkap oleh guru kelas.

Pemenuhan sarana dan prasarana yang akses untuk semua orang tentu
merupakan keharusan yang segera dipenuhi. Sebenarnya peraturan
perundang-undangan mengenai fasilitas umum ( termasuk lembaga
pendidikan) yang akses sudah adad, baik berupa undang-undang atau
peraturan Menteri Pkekerjaan Umum. Simak misalnya UU No. 28 tahun 2002
pasal 27 ayat 2 tentang ketentuan aksesibilitas pembangunana gedung.

Memaknai sekolah umum/reguler bisa dianalogkan dengan fenomena


fasilitas umumlainya, seperti Puskesmas, jalan umum, kantor pos dan
sebagainya. Fasilitas-fasilitas tersebut tentunya bisa diakses oleh semua orang
tanpa kecuali. Pendidikan inklusif berharap sekolah umum justru menjadi
alat untuk memerangitidak diskriminasi sesuai dengan peruntukanya yaitu
untuk masyarakat yang ingin belajar tanpa kecuali,termasuk mereka yang
secara kebetulan memilikikebutuhan khusus.

Analogi lainya tentang pendidikan inklusif bisa belajar dari profesi di


bidang kesehatan. Salah satu lembaga yang menanganikesehatan masyarakat
yaitu rumah sakit umum. Walaupun dimaknai sebagai rumah sakit umum,
namun tidak hanya dokter umum saja yang bekerja di sana. Dokter-dokter
spesialis dan tenag-tenaga lainya yang diperlukan tetap direkrut untuk
menangani mereka ynag mempunyai penyakit spesifik. Analogi ini memang
tidak sama persis, namun setidaknya semangat untuk memenuhi segala
fasilitas dan SDM disekolah umumtetap menjadi hal paking penting untuk

10
mewujudkan SEKOLAH UNTUK SEMUA atau dalam istilah di PBB
merujuk EDUCATION FOR ALL.

2.8 Inklusi Sebagai Paradigma Layanan Pendidikan Bukan Label

Pendidikan inklusif bukanlah sebuah label sekolah, namun merupakan


fenomena paradigma layanan bagi anak-anak bangsa yang menginginkan
pendidikan adil, bermutu, dan tanpa diskriminasi. Sekolah yang telah
menjalankan paradigma pendidikan inklusif sebaiknya tidak mencantumkan
sebuah label “inklusif”. Jika ada label, dikhawatirkan justru bisa menjadi
layanan pendidikan yang “ekslusif” yang bisa membuat bebarapa anak bangsa
ini tidak bisa mengenyam pendidikan. Jikapun akan tercantum sebuah
layanan, sebaiknya dicantumkan di visi maupun misi sekolah saja, bukan di
papan nama sekolah.

Masyarakat
Masyarakat

Dihargainya
Dihargainya perbedaan:
perbedaan: suku,
suku, agama,
agama, jenis
jenis kelamin,
kelamin, usia,
usia, kecacatan,
kecacatan, bahasa
bahasa

Tidak
Tidak ada
ada diskriminasi
diskriminasi
2.9 Inklusi Sebagai Bagian Dari “Inclusive Society”
Semua
Semua berpartisipasi
berpartisipasi

Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif sebenarnya bagian dari


masyarakat yang inklusif (inclusive society). Savon sevin (2008)
menggambarkan masyarakat yang inklusif dengan pola sebagai berikut:

11
Sistem
Sistem Pendukung
Pendukung

Pusat
Pusat sumber,
sumber, dari
dari imbas
imbas pusat
pusat sumber
sumber

Pendidkan
Pendidkan usia
usia dini
dini dan
dan pendidkan
pendidkan non-formal
non-formal

Keluarga,
Keluarga, LSM,
LSM, posyandu,
posyandu, puskesmas
puskesmas

Sekolah
Sekolah Inklusif
Inklusif

Pengajaran
Pengajaran fleksibel,
fleksibel, dan
dan
berpusat
berpusat pada
pada anak
anak

Semua
Semua siswa
siswa dihargai
dihargai

Menghargai
Menghargai keragaman
keragaman

Guru
Guru reguler
reguler dan
dan guru
guru
pembimbing
pembimbing khusus
khusus bekerja
bekerja
dalam
dalam tim
tim

Lingkungan
Lingkungan sekolah
sekolah aman,
aman,
nyaman dan sehat
nyaman dan sehat

Gambaran masyarakat yang inklusif merupakan masyarakat yang

berbhineka, yaitu masyarakat yang heterogen dan saling melengkapi. Sekolah


sebagai tempat untuk menyiapkan agar para siswa nantinya akan mempunyai
kesiapan untuk menempuh kehidupan di masyarakat yang heterogen. Sebenarnya
makna ini sudah tidak asing lagi untuk membentuk masyarakat gotong royong.
Bukan masyarakat yang menuju egoisme.

Penyelengaraan sistem pendidikan inklusi merupakan salah satu syarat


yang harus terpenuhi untuk membangun tatanan masyarakat inklusif (inclusive
society). Sebuah tatanan masyarakat yang saling menghormati dan menjunjung
tinggi nilai – nilai keberagaman sebagai bagian dari realitas kehidupan.
Pemerintah melalui PP.No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
pasal 41(1) telah mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi dengan
menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan
inklusif harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi
menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus.

12
Undang – undang tentang pendidikan inklusi dan bahkan uji coba pelaksanaan
pendidikan inklusinya pun konon telah dilakukan. Namun yang menjadi
pertanyaan sekarang adalah sejauh mana keseriusan pemerintah untuk mendorong
terlaksananya sistem pendidikan inklusi bagi kelompok difabel.

Beberapa kasus muncul misalnya minimnya sarana penunjang sistem


pendidikan inklusi, terbatasnya pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh
para guru sekolah inklusi menunjukkan betapa sistem pendidikan inklusi belum
benar – benar dipersiapkan dengan baik. Apalagi sistem kurikulum pendidikan
umum yang ada sekarang memang belum mengakomodasi keberadaan anak –
anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel). Sehingga sepertinya
program pendidikan inklusi hanya terkesan program eksperimental.

Kondisi ini jelas menambah beban tugas yang harus diemban para guru
yang berhadapan langsung dengan persoalan teknis di lapangan. Di satu sisi para
guru harus berjuang keras memenuhi tuntutan hati nuraninya untuk mencerdaskan
seluruh siswanya, sementara di sisi lain para guru tidak memiliki ketrampilan
yang cukup untuk menyampaikan materi pelajaran kepada siswa yang difabel.
Alih – alih situasi kelas yang seperti ini bukannya menciptakan sistem belajar
yang inklusi, justeru menciptakan kondisi eksklusifisme bagi siswa difabel dalam
lingkungan kelas reguler. Jelas ini menjadi dilema tersendiri bagi para guru yang
di dalam kelasnya ada siswa difabel.

Jika pemerintah memang serius dalam melaksanakan program pendidikan


inklusi, maka yang harus dilakukan adalah dengan menjalankan tahapan – tahapan
pelaksanaan pendidikan inklusi secara konsisten mulai dari sosialisasi hingga
evaluasi pelaksanaannya. Namun yang lebih penting dan secara langsung dapat
dilakukan oleh para guru untuk mewujudkan pendidikan inklusi adalah dengan
menciptakan suasana belajar yang saling mempertumbuhkan (cooperative
learning). Cooperative Learning akan mengajarkan para siswa untuk dapat saling
memahami (mutual understanding) kekurangan masing – masing temannya dan
peduli (care) terhadap kelemahan yang dimiliki teman sekelasnya. Dengan
demikian maka sistem belajar ini akan menggeser sistem belajar persaingan

13
(competitive learning) yang selama ini diterapkan di dunia pendidikan kita. Dalam
waktu yang bersamaan competitive learning dapat menjadi solusi efektif bagi
persoalan yang dihadapi oleh para guru dalam menjalankan pendidikan inklusi.
Pada akhirnya suasana belajar cooperative ini diharapkan bukan hanya
menciptakan kecerdasan otak secara individual, namun juga mengasah kecerdasan
dan kepekaan sosial para siswa.

Masyarakat inklusi adalah masyarakat yang terbuka bagi semua tanpa


terkecuali, yang universal tanpa mengenal perbedaan suku, agama, ras dan
ideologi.

Oleh karena itu, dalam masyarakat inklusi kita bertemu dan melakukan
interaksi sosial dengan pribadi-pribadi individu yang memiliki keunikan dan
perbedaan. Keunikan dan perbedaan dapat dilihat dari etnik, agama dan
kepercayaan, warna kulit, postur tubuh, status sosial-ekonomi, latar belakang
pendidikan, profesi dan jabatan, budaya seperti bahasa, tradisi, adat istiadat,
karakteristik dan masih banyak lagi perbedaan yang ditemukan.

Dalam masyarakat inklusi, yang terbuka bagi semua, kita tidak hanya
bertemu dan melakukan hubungan sosial dengan mereka yang memiliki keunikan
dan perbedaan pada umumnya. Kita tidak dapat menghindari pertemuan dengan
pribadi-pribadi individu yang memiliki ciri-ciri khusus dengan perbedaan yang
sangat menonjol. Mereka memiliki perbedaan dalam kemampuan berpikir, cara
melihat, mendengar, bicara, berjalan, dan ada yang berbeda kemampuan dalam
cara membaca, menulis dan berhitung, serta ada juga yang berbeda dalam
mengekspresikan emosi, melakukan interaksi sosial dan memusatkan
perhatiannya. Individu berciri-ciri khusus dengan perbedaan yang sangat
menonjol tersebut ialah orang-orang yang memiliki disabilitas, memiliki
gangguan tertentu, dan mempunyai kebutuhan khusus. Mereka ada di sekitar
kita, dan dalam masyarakat inklusi, kita dengan peran masing-masing
mengikutsertakan mereka dalam setiap kegiatan.

14
Jadi, masyarakat inklusi adalah masyarakat yang terbuka dan
universal serta ramah bagi semua, yang setiap anggotanya saling mengakui
keberadaan, menghargai dan mengikutsertakan perbedaan.

Setiap warga masyarakat inklusi, baik yang memiliki perbedaan pada


umumnya maupun yang memiliki perbedaan khusus yang sangat menonjol, punya
tanggung jawab lewat perannya masing-masing dalam mengupayakan
kemudahan, agar setiap warga masyarakat secara inklusif dapat memenuhi
kebutuhannya, melaksanakan kewajibannya dan mendapatkan haknya terhadap
semua bidang kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

Membangun masyarkat inklusif

Masyarakat yang inklusif dapat diartikan sebagai sebuah masyarakat yang


mampu menerima berbagai bentuk keberagaman dan keberbedaan serta
mengakomodasinya ke dalam berbagai tatanan maupun infrastruktur yang ada di
masyarakat. Adapun yang dimaksud dengan berbagai bentuk perbedaan dan
keberagaman diantaranya adalah keberagaman budaya, bahasa, gender, ras, suku
bangsa, strata ekonomi, serta termasuk juga didalamya adalah keberbedaan
kemampuan fisik / mental yang selanjutnya kita sebut juga dengan disabilitas.

Pada intinya kita berada dalam lingkungan yang inklusif dan harus
mempunyai “sikap” yang inklusif, karena lingkungan inklusif adalah lingkungan
sosial masyarakat yang terbuka, ramah, meniadakan hambatan dan menyenangkan
karena setiap warga masyarakat tanpa terkecuali saling menghargai dan
merangkul setiap perbedaan. Bahwa dalam suatu masyarakat inklusif yang terdiri
dari beberapa perbedaan; seperti agama, ras, suku dan budaya. Bagaimana kita
menerima dan menghargai perbedaan itu, sehingga kita mampu disebut
masyarakat inklusif.

Salah satu kelompok masyarakat yang terpresentasikan dalam sebuah


masyarakat inklusif adalah masyarakat disabilitas, penyandang disabilitas sebagai
masyarakat inklusif mempunyai perbedaan dari segi fisik dan kemampuan berfikir
karena ada kekurangan atau tidak sempurna, bagaimana kita menyikapi terhadap

15
perbedaan tersebut. Karena secara empiris di lapangan masih ada hak-hak yang
belum terakomodir secara baik dan juga perlindungan sosial yang belum optimal
dan maksimal yang mereka terima.

Dengan gambaran diatas tercermin bahwa inklusif sebetulnya sangat erat


kaitannya dengan masyarakat. Mengingat pada dasarnya manusia adalah makhluk
sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Untuk itu
seperti apa pemahaman yang benar terhadap masyarakat inklusif ?. Masyarakat
inklusif adalah kita semua dalam wilayah tertentu yang saling bertanggung jawab
untuk mengupayakan dan menyediakan kemudahan berupa bantuan layanan dan
sarana agar masing-masing diantara kita dapat terpenuhi keperluannya,
melaksanakan kewajiban dan mendapatkn haknya. Secara umum dapat
diupayakan ketersediaan layanan dan sarana bagi semua warga masyarakat, tetapi
dengan catatan tidaklah bisa sama untuk semua orang walaupun mereka tinggal
dalam satu lingkungan masyarakat. Hal itu karena setiap individu dalam
masyarakat unik dan berbeda.

Dengan demikian maka setiap orang dalam masyarakat memerlukan cara


berbeda berupa layanan dan sarana khusus yang sesuai dan tepat dengan keunikan
dan keperluan khususnya. Bagaimana menunjukkan suatu keadilan dan pelayanan
berkesinambungan untuk memberikan perlindungan dan hak bagi penyandang
disabilitas dalam ranah kebijakan secara explisit sudah diakomodir dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Dalam
Undang-Undang tersebut telah mengakomodir semua keperluan Penyandang
Disabilitas mulai dari pelayanan, pemenuhan dan hak penyandang disabilitas, hak
penyandang disabilitas tidak hanya pendidikan, pekerjaan, aksesibilitas dan
kesejahteraan sosial, tetapi seluruh hak yang menyangkut hajat hidup manusia
secara universal.

Dalam Undang-Undang tersebut mengakomodir juga hak penyandang


disabilitas perempuan terkait dengan hak-hak kewanitaan mereka (Kesehatan
Reproduksi menerima atau menolak penggunaan alat Kontrasepsi) termasuk hak
untuk anak penyandang disabilitas.Terkait dengan disabilitas masyarakat inklusif

16
diharapkan tidak saja mampu melihat kekurangan, tetapi juga melihat potensi dan
kekuatan yang dimiliki oleh penyandang disabilitas. Mewujudkan masyarakat
inklusif dalah sebuah upaya yang sangat baik dalam memberdayakan dan
mensejahterakan penyandang disabilitas dalam kehidupan sehari-hari, penyandang
disabilitas telah mengalami kesulitan baik dari segi penyediaan infrastruktur
maupun sikap masyarakat.

Jangkauan pengaturan dalam Undang-Undang ini meliputi Pemenuhan


Kesamaan Kesempatan terhadap Penyandang Disabilitas dalam segala aspek
penyelenggaraan negara dan masyarakat. Penghormatan, Perlindungan, dan
Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, termasuk penyediaan Aksesibilitas dan
Akomodasi yang layak. Pengaturan pelaksanaan dan Pemenuhan hak Penyandang
Disabilitas bertujuan untuk mewujudkan taraf kehidupan Penyandang Disabilitas
yang lebih berkualitas, adil, sejahtera lahir dan batin, serta bermartabat. Selain
itu, Pelaksanaan dan Pemenuhan hak juga ditujukan untuk melindungi
Penyandang Disabilitas dari penelantaran dan eksploitasi, pelecehan dan segala
tindakan diskriminatif, serta pelanggaran hak asasi manusia.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Inklusi Sebagai Sebuah Proses yaitu Memahami paradigma


pendidikan inklusi secara utuh, Menganalisis sekolah untuk
menemukan potensi pendidikan inklusif dan menemukan hal-hal yang
belum bernuansa inklusif, Membangun komitmen.
 Inklusi Sebagai Identifikasi Dan Penghilang Hambatan, Pendidkan
inklusif bertujuan agar anak-anak bangsa mendapatkan haknya di
bidang pendidikan yang adil, bermutu, dan tanpa diskriminasi. Potensi
yang perlu dikembangkan dan hambatan yang perlu diatasi yang ada

17
pada diri anak termasuk ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Bukan
hanya ranah kognitif saja.

 Inklusi Sebagai Kehadiran, Partisipasi Dan Pencapaian Semua Siswa,


Pendidikan inklusif mengisyaratkan guru mampu membuat semua
siswa bisa berpartisipasi dan mempunyai hak untuk menggapai cita-
cita.

 Inklusi Sebagai Pemberian Perhatian Khusus Kepada Kelompok Anak


Yang Rentan Marginalisasi/Diskriminasi
 Inklusi Sebagai Implementasi Sekolah Terdekat Dan Belajar Dengan
Teman Sebaya yaitu Mengatasi hambatan belajar siswa sesegera
mungkin, Setiap guru harus memahami kondisi dan karakteristik
setiap peserta didik, Modifikasi kurikulum dan Tenaga pengajar harus
memaksimalkan semua potensi yang dimiliki.
 Inklusi Sebagai Upaya Memprofesionalkan Guru, Saat ini pemerintah
telah menentukan batas minimal strata 1 (S1) dari berbagai lulusan
perguruan tinggi yang mencetak tenaga guru.

 Inklusi Sebagai Mengembalikan Sekolah Umum Sesuai Jalurnya

 Inklusi Sebagai Paradigma Layanan Pendidikan Bukan Label


Pendidikan inklusif bukanlah sebuah label sekolah, namun merupakan
fenomena paradigma layanan bagi anak-anak bangsa yang
menginginkan pendidikan adil, bermutu, dan tanpa diskriminasi.
 Inklusi Sebagai Bagian Dari “Inclusive Society” yaitu Penyelengaraan
sistem pendidikan inklusi merupakan salah satu syarat yang harus
terpenuhi untuk membangun tatanan masyarakat inklusif (inclusive
society). Sebuah tatanan masyarakat yang saling menghormati dan
menjunjung tinggi nilai – nilai keberagaman sebagai bagian dari
realitas kehidupan

3.2 Saran

18
Kami menyadari masih banyak kesalahan dalam pembuatan
Makalah ini kemudian kami mohon maaf jika ada kesalahan dan ketidak
benaran dari pembahasan kami serta penulisan kami yang kurang dapat di
mengetri, oleh sebab itu untuk memperbaiki dalam pembuatan. Makalah
ini selanjutnya kami meminta kritik dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

Imam Yuwono dan Utomo, 2016, Pendidikan Inklusif, Banjarmasin : Pustaka


Banua.

Garnida, Dadang, 2015, Pengantar Pendidikan Inklusif, Bandung : PT Refika


Aditama.

https://dika96.wordpress.com/2010/11/29/pendidikan-inklusi/

https://www.kartunet.com/apa-dan-siapa-masyarakat-inklusif-1068/

http://dinsos.riau.go.id/web/index.php?
option=com_content&view=article&id=379:membangun-masyarakat-
inklusif-adil-dan-berkesinambungan-bagi-penyandang-disabilitas-untuk-
indonesia-yang-lebih-baik-oleh-dodi-ahmad-
kurtubi&catid=17&Itemid=117

19

Anda mungkin juga menyukai