Mudharabah Dan Musyarakah
Mudharabah Dan Musyarakah
A. Pendahuluan
Perbankan syariah mengalami perkembangan yang pesat melalui berbagai
produk pembiayaan. Produk dimaksud, diantaranya: murabahan, mudharabah,
musyarakah, ijarah, dan sebagainya. Makalah ini akan menguraikan pembiayaan
mudharabah dan Musyarakah. Makalah dimaksud sebagai bahan diskusi berkenaan
aplikasi dalam dunia aktivitas sosial dalam masyarakat Indonesia. Hal dimaksud,
diuraikan sebagai berikut.
B. Al-Mudharabah
1. Pengertian Mudharabah
Menurut bahasa, kata mudharabah berasal dari adh-dharbu fil ardhi, yaitu
melakukan perjalanan untuk berniaga. Allah swt berfirman: “Dan orang-orang
yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah.” (QS Al-
Muzzammil : 20)1. Mudharabah disebut juga qiradh, berasal dari kata qardh yang
berarti qath (sepotong), karena pemilik modal mengambil sebagian dari hartanya
untuk diperdagangkan dan ia berhak mendapatkan sebagian dari keuntungannya.
Menurut istilah fiqh, kata mudharabah adalah akad perjanjian antara kedua belah
pihak, yang salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain supaya
dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan
ketentuan yang disepakati.2
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak, yaitu
pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada
pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan
kerja sama dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan
keahlian mengelola keuangan dari pengelola.
1
Kata mudharabah pada ayat tersebut merupakan dalil yang bersifat dhanni ad-Dalalah
karena mempunyai makna lebih dari satu, yaitu bisa berarti bertani, berdagang dan sebaginya. Lihat
H. Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta, Amzah, 2010), hal 121
2
Sayyid Sabiq, Fiqhussunah, III (Bairut: Darul Fikri Athob’ah Arrabi’ah,1983), hal 212
2
2. Jenis-Jenis mudharabah
a. Mudharabah Mutlaqah
Mudharabah Mutlaqah, yaitu pemilik modal (shahibul maal)
memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk
mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan
menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan
pengelolaan sesuai dengan praktik kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf).
Misalnya Mudharib membuka warung Tegal dan bisa juga membuka warung
padang atau usaha lainnya
b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah Muqayyadah, yaitu pemilik modal (shahibul maal)
menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana
tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya. Misalnya
Mudharib membuka usaha warung Tegal berdasarkan kemauan pemilik modal
(shahibul maal). Hal itu berarti tidak bisa membuka warung padang
3. Karakteristik Mudharabah
Karakteristik Mudharabah berdasarkan prinsip berbagi hasil dan berbagi
risiko dikemukakan sebagai berikut.
a. Keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya
pada pelaksanaan akad
b. Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana; sedangkan pengelola tidak
memperoleh imbalan atas usaha yang telah dilakukan.
3
sebagian besar ulama fiqh adalah kata dharaba fil ardhi menunjukkan arti
perjalanan atau berjalan di bumi yang di maksud perjalanan untuk tujuan
dagang.9
b. Al Hadits
Sementara dalam hadits di katakan bahwa Nabi dan beberapa sahabat
pun terlibat dalam perseroan mudharabah.10 Hal ini tampak dalam beberapa
hadits yang artinya sebagai berikut :
1) Hadits yang pertama yang artinya: “Diriwayatkan dari ibnu Abbas
bahwa Sayyidina Abbas bin Abdull Mutholib, jika memberikan dana ke
mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya
tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya,
atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang
bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah
syarat-syarat tersebut kepada Rasululloh SAW dan Rosululloh pun
membolehkannya.” ( HR Thabrani).
2) Hadits yang kedua yang artinya: “Dari Shalih bin Shuhaib r.a bahwa
Rosulloh SAW bersabda,” Tiga hal yang di dalamnya terdapat
keberkahan: jual beli secara tangguh, muqoradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan
untuk di jual.”(HR Ibnu Majah No 2280, Kitab At-Tijarah).
c. Literatur Fiqh
Di dalam kitab-kitab fiqh Syafi’iyah (madzhab Syafi’i) tidak
ditemukan istilah mudharabah. Istilah mudharabah ini dipakai oleh madzhab
Hanafi, Hambali, dan Zaydi (syi’ah), sedang dalam madzhab Maliki dan As-
Syafi’i dipakai istilah Qiradh.11 Menurut para ulama fiqh perbedaan itu
9
Muhammad Asad, The Message of the Qur’an, (Gibraltar : Dar al andalus,1984),hal 92
10
Ibn Qudamah, Al Mughni, V (Riyadh : Maktabat al Riyadh al Haditsah,1981), hal 26
11
Makhalul Ilmi SM, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, ( Yogyakarta : UII
Press, 2002) hal 44
6
terletak dalam hal kebiasaan penyebutan dari tiap-tiap daerah Islam. 12 Jadi
tidak di salahkan bahwa waktu pertama didirikan Bank Islam di Indonesia
banyak masyarakat dan ulama yang menentang dan ragu di karenakan
pengetahuan mereka dalam bidang fiqh muamalah kurang menguasai dan di
binggungkan dengan istilah dan dogma fanatik madzhab, yaitu mayoritas
Muslim Indonesia yang mereka ketahui hukum Islam adalah fiqh Syafi’iyyah.
Keraguan dan penentangan masyarakat dan ulama atau fuqaha ( ahli
hukum) sebenarnya telah terjadi masa-masa eksperimen awal untuk
perbankan Islam berlangsung di Melayu pada pertengahan tahun 1940 an, di
Pakistan pada akhir 1950 an, melaui Jama’at Islami pada 1969, Egypt’s Mit
Ghamr Saving Bank(1963-1967),dan Nasser social Bank (1997).13 Satu-
satunya institusi Islam yang bertahan pada periode awal ini adalah Nasser
Social Bank(Mesir) dan Tabungan Haji (Malasyia). 14 Hukum Mudharabah
adalah boleh (ja’iz) menurut ijma(konsensus).’15 Ja’iz adalah ukuran
penilaian bagi perbuatan dalam kehidupan kesusilaan (akhlak atau moral)
pribadi. Kalau mengenai benda misalnya makanan di sebut halal (bukan
ja’iz).16 Mudharabah oleh ijma’ dihukumi boleh atau jaiz karena berdasar
pada kaidah Fiqh “ Al Masyaqqoh tajlibu at taisir “ artinya Kesulitan akan
mendorong kemudahan, Lafadz masyaqqah secara bahasa berarti sulit,
berat,dan yang searti dengannya. Dalam bahasa Arab,ketika dikatakan
syaqqa alayhi al-syai’ berarti ada sesuatu yang telah memberatkan seseorang.
Di dalam al Qur’an terdapat lafadz yang berasal dari akar yang sama dengan
masyaqqah, yakni syiqq al-anfus, sebagaimana terdapat dalam surat al-Nahl
12
Muhammad, Op cit., hal 50
13
Mervyn Lewis dan Latifa Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip, Praktik,Prospek, (Jakarta :
PT serambi Ilmu Semesta Cetakan kedua, 2004), hal 15
14
Mervyn Lewis dan Latifa Algaoud, Ibid, hal 17
15
Sayyid Sabiq, Fiqhussunah, III (Bairut : Darul Fikri Athob’ah Arrabi’ah,1983), hal 212
16
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia,Edisi Keenam,(Jakarta:PT raja Grafindo Persada, 2001), hal 132
7
C. Al-Musyarakah
1. Pengertian al-musyarakah
Untuk memberikan pengertian yang berkenaan Pembiayaan Musyarakah,
penulis mengutip beberapa pendapat yang berkenaan dengan musyarakah. Hal
itu, dikemukakan sebagai berikut.
a. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
Akad musyarakah adalah Akad kerja sama di antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi
17
Ibrahim bin Musa al-Gharnathial-Syathibi,al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam, Juz II, (Beirut:
Dar al Ma’rifah,tanpa tahun), hal 119
18
Abdul Haq,Ahmad Mubarak, Agus Ro’uf, Formulasi Nalar Fiqh Telaah Kaidah Fiqh
Konseptual buku kesatu,cetakan kedua,(Surabaya: Khalista,2006) hal 199
19
Op.Cit Kelas III Aliyah 1997 Madrasah Hidayatul , hal 58
20
Himpunan Fatwa Dewan syari’ah,edisi kedua,(Jakarta:2003), hal 14
8
Melalui kontrak musyarakah, dua pihak atau lebih (termasuk Bank dan
hukum (legal entity). Setiap pihak memiliki bagian secara proporsional sesuai
24
Moh. Kadi (bagian pemasaran Bank Muamalat Cabang Palu, Wawancara, 25 April 2013
25
Syirkah al-lnan adalah bentuk dari syirkah amwal, yaitu perserikatan dalam permodalan
untuk melakukan perdagangan dengan bagi hasil (keuntungan dan kerugian dibagi dan ditanggung
bersama).
11
c. Ijma
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mugni26 telah berkata, “kaum
muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global
walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.”
3. Jenis-jenis al-musyarakah
Al-musyarakah ada dua jenis: (a) musyarakah pemilikan; dan (b)
musyarakah akad (kontrak). Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan,
wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua
orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih
berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang
dihasilkan aset tersebut; Lain halnya musyarakah akad yang tercipta dengan cara
kesepakatan, yaitu dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka
memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan
kerugian.
Musyarakah akad terbagi menjadi: al-inan, al-mufawadah, al-amaal, al-
wujuh.
a. Syirkah al-inan
Syirkah al-inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. setiap pihak
memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpatisipasi dalam kerja.
Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang
disepakati di antara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam
dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan
kesepakatan mereka. Mayoritas ulama membolehkan jenis al-musyarakah ini.27
26
Abdullah Ibn Ahmad Ibn Qudamah, mughni wa Syarh Kabir (Beirut: Darul-Fikr, 1979)
vol. V, hlm91
27
Wahbah az-Zuhaili,al-fiqhu al-islami wa Adillatuhu (damaskus Darul-Fikr 1997)cetakan
IV vol V halm 92
13
b. Syirkah Mufawadoh
Syirkah Mufawadah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih.
Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpatisipasi
dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama.
Dengan demikian, syarat utama dari jenis al-musyarakah ini adalah kesamaan
dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan bebang utang dibagi oleh
masing-masingpihak.28
c. Syirkah A’maal
Al-musyarakah ini adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk
menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu.
Misalnya, kerja sama dua orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek atau
kerja sama dua orang penjahit untuk untuk menerima order pembuatan seragam
sebuah kantor. Al-musyarakah abdan atau sanaa’i.29
d. Syirkah Wujuh
Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki
reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara
kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka
berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai
30
yang disediakan oleh tiap mitra jenis al-musyarakah ini tidak memerlukan
modal karena pembelian secara kredit berdasarkan pada jaminan tersebut.
Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut sebagai mustarakah piutang
.
4. Aplikasi dalam Pembiayaan Musyarakah
28
Al-Mabsuth, vol XI, hlm 92 dan sesudahnya Abu Bakar Ibn Mas’ud al-kasani al-Badai
wassana fi Tartib ash-sharai, (Beirut:Darul Kitab al-Arabi) edisi ke 2 vol VI hlm 92
29
Abu Bakar Ibn Mas’ud al-kasani, al-Badai was-Sanai fi Tartib ash-Sharai (Beirut:Darul-
Kitab al-Arabi) edisi ke 2 vol.VI hlm 93
30
Beberapa ulama membahas mudharabah secara tersendiri dan memisahkannya dari bab
“Syirkah”.Lihat al-kamal Ibnul-Humam, Fathul-Qadir (Pakistan:maktanah ar-Rashidiyyah): dan
Muhammad Ibn Ahmad Ibnu Muhammad Rusyd, Bidayatul Mujtihad wsa nihayatul muqtasyid
(Beirut: Darul-Qalam, 1988)
14
5. Manfaat al-musyarakah
Manfaat musyarakah dalam pembiayaan sistim perbankan, di
antaranya sebagai berikut.
a. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat
keuntungan usaha nasabah meningkat
b. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada
nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan
/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative
spread.
c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow / arus
kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang
benar-benar halal, aman, dan mengutungkan. Hal ini karena keuntungan
yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Ibn Ahmad Ibn Qudamah, mughni wa Syarh Kabir (Beirut: Darul-Fikr,
1979) vol. V
16
Abdul Haq, Ahmad Mubarak, Agus Ro’uf, Formulasi Nalar Fiqh Telaah Kaidah
Fiqh Konseptual buku kesatu,cetakan kedua, Surabaya: Khalista, 2006
Abu Bakr Jabir Al Jazaa’iri, Aisaru al- Tafasirli kalami al ‘ali al kabir, Damanhur :
Daru Lina, 1423 H-2002 M
Abu Bakar Ibn Mas’ud al-kasani, al-Badai was-Sanai fi Tartib ash-Sharai
Beirut:Darul-Kitab al-Arabi, edisi ke 2 vol.VI
Antonio, Muhamad Syafi’I, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Cet, 1,
Jakarta : Tazkia Institute, 2000
Departeman Agama Republik Indonesia, Al Qur’anul Karim wa Tarjamah
Ma’aniyah ilal Lughoh Al Indonesiyyah, Al madinah Al Munawwaroh:
Mujamma’ al Malik Fahd, 1418 H
Muhammad Asad, The Message of the Qur’an, Gibraltar : Dar al andalus, 1984
H. Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta, Amzah, 2010), hal 121
Himpunan Fatwa Dewan syari’ah,edisi kedua, Jakarta:2003
Ibn Qudamah, Al Mughni, V, Riyadh : Maktabat al Riyadh al Haditsah,1981
Ibrahim bin Musa al-Gharnathial-Syathibi,al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam, Juz II,
Beirut: Dar al Ma’rifah,tanpa tahun
Jafril Khalil, Prinsip Syariah Dalam Perbankan, Jurnal Hukum, 2002
Makhalul Ilmi SM, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah,
Yogyakarta : UII Press, 2002
Mervyn Lewis dan Latifa Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip, Praktik,Prospek,
Jakarta : PT serambi Ilmu Semesta Cetakan kedua, 2004
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam
di Indonesia, Edisi Keenam, Jakarta:PT raja Grafindo Persada, 2001), hal 132
Sayyid Sabiq, Fiqhussunah, III , Bairut : Darul Fikri Athob’ah Arrabi’ah, 1983
Syekh-al Imam al Jalil Imam al-din Abu al-Fida’ Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu
Katsir, Beirut : Al-Resalah Publishers, 1421 H-2000 M
Wahbah az-Zuhaili, al-fiqhu al-islami wa Adillatuhu, Damaskus Darul-Fikr 1997,
cetakan IV vol V