Anda di halaman 1dari 7

KEMATANGAN EMOSI DAN PSIKOSOMATIS PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR

Dewi Pratiwi
Siti Noor Fatmah Lailatushifah
Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi


dengan psikosomatis pada mahasiswa tingkat akhir. Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kematangan emosi dengan
psikosomatis pada mahasiswa tingkat akhir. Subjek penelitian ini berjumlah 50 orang
mahasiswa tingkat akhir (sudah menempuh skripsi). Data penelitian diambil dengan
menggunakan Skala Kematangan Emosi dan Skala Psikosomatis. Analisis data
menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson.
Hasil analisis korelasi menunjukan rxy sebesar -0,535 (p<0,01). Berarti ada
hubungan negatif yang signifikan antara kematangan emosi dan psikosomatis pada
mahasiswa tingkat akhir. Semakin tinggi kematangan emosi maka psikosomatis pada
mahasiswa tingkat akhir akan semakin rendah. Sebaliknya semakin rendah
kematangan emosi pada mahasiswa tingkat akhir maka psikosomatis akan semakin
tinggi.

Kata kunci : kematangan emosi, psikosomatis, mahasiswa tingkat akhir

Pendahuluan teman sebaya yang telah lulus kuliah dan


Secara umum mahasiswa tingkat akhir mendapat pekerjaan.
adalah mahasiswa yang hampir menyelesaikan Permasalahan yang cukup berat tersebut
semua mata kuliahnya dan sedang mengambil dapat membawa kondisi psikologis yang
tugas akhir (skripsi). Mahasiswa tingkat akhir tertekan dan tidak nyaman. Tekanan-tekanan
dituntut untuk memiliki rasa optimis, tersebut dapat menyebabkan psikosomatis. Hal
semangat hidup yang tinggi, mencapai prestasi ini sesuai dengan pendapat Achmad (1998)
optimal dan berperan aktif dalam bahwa, permasalahan-permasalahan yang
menyelesaikan masalah, baik masalah menekan dapat menyebabkan gangguan fisik
akademis maupun non akademis (Yesamine, seperti, tukak lambung, gangguan pencernaan,
2000). Mahasiswa dalam memenuhi tuntutan sakit kepala dan sebagainya.
tersebut tidak selalu berhasil karena ada Kartono & Gulo (1987) menerangkan
berbagai masalah yang harus dihadapi. bahwa, psikosomatis adalah gangguan fisik
Masalah yang dihadapi oleh mahasiswa akibat dari kegiatan fisiologis yang berlebihan
tingkat akhir antara lain seperti terlihat dalam dalam mereaksi gejala emosi. Gangguan yang
penelitian Yesamine (2000) dan Huda (2003) menyerang fisik adalah pusing, tubuh lemas,
bahwa, mahasiswa menghadapi masalah- dan keluar keringat dingin.
masalah yang spesifik dan cenderung lebih Dari permasalahan-permasalahan yang
berat jika dibandingkan mahasiswa baru atau begitu kompleks, kemampuan mahasiswa
tingkat awal. Masalah-masalah tersebut adalah tingkat akhir dalam menyelesaikan
pengulangan mata kuliah, tugas penulisan permasalahan tersebut berbeda-beda satu
skripsi, perencanaan masa depan, tuntutan dengan yang lainnya. Walgito (2002)
keluarga sebagai pendukung dana untuk menjelaskan bahwa kemampuan
mempercepat kuliah serta semakin banyaknya menyelesaikan masalah secara objektif
dipengaruhi oleh kematangan emosinya.
Chaplin (1995) berpendapat bahwa Mekanisme terjadinya psikosomatis oleh
kematangan emosi adalah kemampuan untuk Maramis (2004) dijelaskan bahwa, ketika ada
berpikir secara realistik, dapat menerima suatu stimulus emosi datang pada diri individu
kenyataan yang ada pada dirinya, mampu kemudian akan ditangkap oleh panca indera,
menyalurkan energinya dengan baik dan dapat stimulus tersebut diteruskan ke sistem limbik
mengontrol ekspresi emosinya dengan tepat. yang merupakan pusat emosi. Dari sistem
Dalam hal ini mahasiswa tingkat akhir yang limbik, emosi disadari dan kemudian diambil
memiliki kematangan emosi yang tinggi keputusan-keputusan untuk mengambil
cenderung mampu mengontrol ekspresi tindakan-tindakan, yang kemudian
emosinya dengan tepat, dengan demikian diekspresikan, lalu muncul perintah-perintah
emosi-emosi yang dialami dapat tersalurkan dari sistem limbik yang disalurkan melalui
dan tidak sampai berdampak pada kondisi thalamus dan hipotalamus ke organ-organ
fisik secara nyata (psikosomatis). Sebaliknya yang kemudian diekspresikan dalam berbagai
mahasiswa tingkat akhir yang memiliki bentuk perangai emosi, seperti muka yang
kematangan emosi rendah akan cenderung cerah atau cemberut, muka merah atau pucat,
mengalami kesulitan dalam mengontrol dan menangis atau tertawa. Jika dirasa
ekspresi emosinya dengan tepat, misalnya stimulus tersebut berbahaya bagi individu,
dengan memendam kemarahan atau maka akan menimbulkan reaksi psikis yang
kekecewaan. Emosi-emosi yang tidak dapat berujud ketegangan emosi yang diikuti oleh
tersalurkan dengan tepat akan menghasilkan aktifitas organ tubuh secara hiperaktif,
konflik-konflik batin yang kronis. Apabila hal misalnya detak jantung yang bertambah cepat,
tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang ketegangan otot atau meningkatnya tekanan
lama maka secara fisiologis organ tubuh darah. Apabila gangguan tersebut berlangsung
dalam keadaan hiperaktif dan lama-kelamaan terus-menerus maka dapat menyebabkan
dapat menyebabkan kerusakan struktur organ kerusakan pada jaringan tubuh, sehingga
tubuh yang bersifat irreversible (tidak dapat terjadilah psikosomatis (Muchlas dalam Aji,
kembali seperti semula) yang pada akhirnya 2001).
muncullah psikosomatis. Adapun jenis-jenis psikosomatis
Istilah psikosomatis berasal dari bahasa menurut Maramis (2004) dan McQuade &
Yunani yaitu psyche yang berarti jiwa dan Aickman (1991) adalah :
soma atau badan (Atkinson,1999). Dijelaskan 1. Psikosomatis yang menyerang kulit
oleh Kartono dan Gulo (1987) bahwa, Gangguan psikosomatis yang sering
psikosomatis adalah gangguan fisik yang menyerang kulit adalah alergi.
disebabkan oleh tekanan-tekanan emosional 2. Psikosomatis yang menyerang otot dan
dan psikologis atau gangguan fisik yang tulang
terjadi sebagai akibat dari kegiatan psikologis Gangguan psikosomatis yang sering
yang berlebihan dalam mereaksi gejala emosi. menyerang otot dan tulang adalah rematik,
Selanjutnya Hakim (2004) menjelaskan nyeri otot dan nyeri sendi
bahwa, keluhan-keluhan psikosomatis dapat 3. Psikosomatis pada saluran pernafasan
berupa, jantung berdebar-debar, sakit maag, Gangguan psikosomatis yang sering
sakit kepala (pusing, migren), sesak nafas dan menyerang saluran pernafasan yaitu,
lesu. sindroma hiperventilasi dan asma.
Dari bahasan ini dapat disimpulkan 4. Psikosomatis yang menyerang jantung dan
bahwa, psikosomatis diartikan sebagai pembuluh darah
gangguan fisik yang disebabkan oleh keadaan Gangguan psikosomatis yang sering
emosi yang berlebihan dan kronis dalam menyerang jantung dan pembuluh darah
merespon tekanan-tekanan yang ada, seperti adalah, darah tinggi, sakit kepala vaskuler,
jantung berdebar-debar, sakit maag, sakit sakit kepala vasosvastik dan migren.
kepala (pusing, migren), sesak nafas dan lesu. 5. Psikosomatis pada saluran pencernaan
Gangguan psikosomatis yang sering orang yang tidak mampu mengendalikan
menyerang saluran pencernaan adalah emosinya.
sindroma asam lambung dan muntah- Walgito (2002) menjelaskan bahwa,
muntah. kemampuan untuk menyelesaikan masalah
secara obyektif pada seseorang dipengaruhi
6. Psikosomatis pada alat kemih dan kelamin oleh kematangan emosi yang dimiliki.
Gangguan psikosomatis yang sering Kematangan emosi adalah kemampuan untuk
menyerang alat kemih dan kelamin adalah berpikir secara realistik, dapat menerima
nyeri di panggul, frigiditas, impotensi, kenyataan yang ada pada dirinya dan pada
ejakulasi dini, dan mengompol. akhirnya mampu menyalurkan energinya
7. Psikosomatis pada sistem endokrin dengan baik dan dapat mengontrol ekspresi
Gangguan psikosomatis yang sering emosinya dengan tepat (Chaplin, 1995).
menyerang sistem endokrin adalah, Kemampuan-kemampuan seperti inilah yang
hipertiroid dan sindroma menopause. diduga bisa membantu mahasiswa tingkat
Psikosomatis yang sering dialami oleh akhir dalam meminimalkan efek negatif dari
mahasiswa tingkat akhir adalah sakit kepala konflik-konflik kejiwaan yang kronis yang
(migren), sakit perut (maag), badan terasa bisa menimbulkan gangguan psikosomatis.
lemah, jantung berdebar-debar dan keluar Mahasiswa yang kurang matangem emosinya
keringat dingin. Penelitian yang dilakukan cenderung mengalami kesulitan dalam
Syafi’i (2001) diperoleh hasil bahwa, 54,9% mengontrol dan mengekspresikan emosinya,
mahasiswa yang sedang menyusun skripsi seperti memendam emosi. Emosi yang tidak
mengalami perubahan pada fisiknya seperti dapat tersalurkan tersebut dapat menghasilkan
pusing, tubuh lemas dan keluar keringat konflik-konflik emosional yang kronis.
dingin. Apabila keadaan ini berlangsung terus-
Atkinson (1999) berpendapat bahwa menerus dalam jangka waktu yang lama akan
faktor utama yang menyebabkan terjadinya mengakibatkan organ tubuh selalu dalam
psikosomatis adalah stres. Faktor lain yang keadaan aktif dan menjadi hiperaktif. Organ-
menyebabkan psikosomatis adalah pola organ tubuh tersebut akan mengalami
perilaku individu dan kondisi rentan individu kerusakan yang bersifat irreversible yang pada
terhadap tekanan fisik dan psikis (McQuade & akhirnya dapat menyebabkan psikosomatis.
Aickman, 1991). Selain itu faktor terakhir Hipotesis yang diajukan dalam penelitian
yang menyebabkan psikosomatis adalah emosi ini adalah ada hubungan negatif antara
(Hakim, 2004). kematangan emosi dengan psikosomatis pada
Saparinah (1982) berpendapat bahwa, mahasiswa tingkat akhir. Semakin tinggi
individu yang matang emosinya tidak mudah tingkat kematangan emosi pada mahasiswa
terganggu oleh rangsang-rangsang yang tingkat akhir maka semakin rendah
bersifat emosional (emosi negatif) baik dari psikosomatis yang dialami. Sebaliknya
dalam maupun dari luar dirinya. Dengan semakin rendah tingkat kematangan emosi
demikian individu yang kurang matang pada mahasiswa tingkat akhir maka semakin
emosinya akan mudah terganggu oleh tinggi psikosomatis yang dialami.
rangsang-rangsang yang bersifat emosional
(emosi negatif). Keadaan emosi tersebut jika Metode
dibiarkan berlangsung terus-menerus dapat Subjek penelitian yang digunakan adalah
menyebabkan kerusakan struktur organ yang mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi
irreversible (tidak dapat kembali seperti Universitas Wangsa Manggala yang sedang
semula), sehingga terjadi psikosomatis menyusun skripsi. Subjek yang terlibat dalam
(Meliala dalam Aji, 2001). Hal ini sejalan penelitian ini sebanyak 50 mahasiswa tingkat
pendapat Hakim (2004) bahwa, ciri-ciri orang akhir yang terdiri dari 18 mahasiswa dan 32
yang mudah terkena psikosomatis adalah mahasiswi.
Alat pengumpul data dalam penelitian tanggung jawab yang baik (Walgito, 2002).
ini adalah Skala Kematangan Emosi Tingkat kematangan emosi yang cenderung
berdasarkan lima aspek dari Walgito (2002) tinggi akan meminimalkan efek negative dari
yaitu dapat menerima diri sendiri dan orang konflik kejiwaan yang kronis yang dapat
lain apa adanya, tidak impulsif, dapat menimbulkan gangguan psikosomatis, yaitu
mengontrol emosi dan mengekspresikan emosi gangguan fisik yang disebabkan oleh tekanan-
secara baik, sabar penuh pengertian dan cukup tekanan psikologis atau gangguan fisik yang
memiliki toleransi yang baik, serta terjadi akibat dari kegiatan fisiologis yang
mempunyai tanggung jawab, dapat berdiri berlebihan dalam mereaksi gejala emosi
sendiri dan tidak mudah frustrasi. Skala (Kartono dan Gulo, 1987). Mahasiswa tingkat
Kematangan Emosi terdiri dari 37 aitem akhir yang telah matang emosinya dapat
dengan koefisien validitas bergerak dari 0,305 berpikir secara objektif. Dengan demikian
sampai 0,664. Reliabilitas Skala Kematangan kemungkinan terjadinya konflik dengan orang
Emosi sebesar 0,919. Skala Psikosomatis lain dapat dikurangi, sehingga tingkat stress
disusun berdasarkan tujuh jenis psikosomatis dapat diturunkan dan psikosomatis dapat
yaitu gangguan kulit, gangguan pada otot dan berkurang (Walgito, 2002). Selain itu
tulang, gangguan saluran pernafasan, mahasiswa juga mampu memberikan
gangguan pada jantung dan pembuluh darah, tanggapan atau respon secara tepat terhadap
gangguan saluran pencernaan, gangguan pada masalah yang dihadapi sehingga
alat kemih dan kelamin, serta gangguan pada permasalahan dapat terselesaikan sebelum
sistem endokrin. Skala Psikosomatis terdiri timbul konflik kejiwaan yang dapat
dari 38 aitem, dengan koefisien validitas menimbulkan stres tingggi disertai keluhan
antara 0,381 sampai 0,645. Reliabilitas Skala fisik yang mengarah pada psikosomatis seperti
Psikosomatis sebesar 0,936. gangguan kulit, gangguan saluran pencernaan,
Data penelitian ini akan dianalisis gangguan pada saluran pernafasan, gangguan
dengan menggunakan korelasi Product pada jantung dan pembuluh darah, gangguan
Moment dari Person. pada alat kelamin dan kemih, serta gangguan
pada system endokrin.
Hasil dan Pembahasan Walgito (2002) juga menjelaskan bahwa
Hasil analisis data menunjukkan bahwa individu yang memiliki kematangan emosi
ada hubungan negatif antara kematangan akan mampu mengekspresikan emosinya
emosi dengan psikosomatis. Berarti bahwa dengan tepat, tidak meledakkan begitu saja
semakin tinggi tingkat kematangan emosi pada namun menunggu saat dan tempat yang tepat
mahasiswa tingkat akhir maka psikosomatis untuk mengungkapkannya dengan cara-cara
yang dialami cenderung semakin rendah. yang lebih diterima , sehingga emosinya dapat
Sebaliknya Semakin rendah tingkat tersalurkan dan tidak berpengaruh terhadap
kematangan emosi pada mahasiswa tingkat kondisi fisik secara nyata (psikosomatis).
akhir, maka psikosomatis yang dialami Selanjutnya Walgito (2002) menyatakan
cenderung semakin tinggi. Berarti hipotesis bahwa kematangan emosi juga ditandai
yang diajukan dalam penelitian ini diterima. dengan sifat yang tidak mudah frustrasi. Hal
Diterimanya hipotesis dalam penelitian ini dapat menumbuhkan harapan dan motivasi
ini, menunjukkan bahwa kematangan emosi yang tinggi (Goleman, 1999). Hal ini menurut
merupakan salah satu faktor yang turut Goleman akan menyebabkan kondisi yang
menentukan psikosomatis yang dialami oleh tidak mudah cemas, stres, dan depresi.
mahasiswa tingkat akhir. Mahasiswa yang Selanjutnya jika beban stres rendah, maka
memiliki kematangan emosi yang baik, akan kecenderungan psikosomatis akan semakin
mampu menerima keadaan baik diri sendiri rendah.
maupun orang lain, tidak impulsif, dapat Berbeda dengan mahasiswa tingkat akhir
mengontrol dan mengekspresikan emosi yang memiliki tingkat kematangan emosi yang
secara baik, bersikap sabar serta memiliki rendah, mereka cenderung mengalami
kesulitan dalam menyalurkan emosi yang pada Dari hasil analisis data menunjukkan
dirinya. Hal ini dapat berakibat pada bahwa ada hubungan negatif antara
munculnya konflik emosional yang kronis. kematangan emosi dengan psikosomatis
Apabila hal tersebut berlangsung dalam jangka dengan koefisien korelasi sebesar rxy = -0,535
waktu lama maka secara fisiologis organ (p< 0,01), koefisien determinasi sebesar R 2 =
dalam tubuh berada dalam keadaan hiperaktif 0,286 atau setara dengan 28,6%. Artinya
dan lama kelamaan dapat merusak struktur bahwa, variabel kematangan emosi memberi
organ tubuh yang bersifat irreversible (tidak sumbangan sebesar 28,6% terhadap penurunan
dapat kembali seperti semula), sehingga psikosomatis pada mahasiswa tingkat akhir,.
muncul psikosomatis (Maramis, 2004). Ketika dengan demikian masih ada 71,4% faktor-
mahasiswa tingkat akhir mengalami konflik faktor lain di luar variabel kematangan emosi
emosional baik menyangkut masalah yang tidak dilibatkan dalam penelitian ini.
akademik maupun non-akademik maka emosi Faktor-faktor lain yang diduga berpengaruh
yang timbul akan ditangkap oleh panca indera terhadap psikosomatis adalah stres, pola
kemudian diteruskan ke sistem limbic yang perilaku, dan keadaan fisik individu.
merupakan pusat dari emosi. Dari system Berdasarkan hasil penelitian dan
limbic emosi akan disadari dan selanjutnya pembahasan yang telah dilakukan maka dapat
akan diambil keputusan-keputusan untuk disimpulkan bahwa ada hubungan negatif
mengambil tindakan yang kemudian antara kematangan emosi dengan
diekspresikan melalui berbagai bentuk psikosomatis. Hasil penelitian ini
perangai emosi, seperti muka yang cerah atau menunjukkan bahwa, semakin tinggi
cemberut, muka merah atau pucat dan kematangan emosi mahasiswa tingkat akhir
menangis. Mekanisme faali ini pada mulanya maka psikosomatis yang dialami semakin
bersifat normal, tapi jika stimulus yang rendah.
diterima terlalu berat maka dalam jangka Kelemahan dalam penelitian ini adalah
waktu lama akan berubah menjadi abnormal dalam penentuan subjek tidak disertai
dan mengakibatkan kerusakan struktur organ dokumen/surat keterangan dari dokter tentang
yang permanen (Maramis, 2004). Hal tersebut riwayat penyakit/gangguan yang dialami,
senada dengan pendapat Sarafino (Smet, sehingga sulit dikontrol apakah subjek benar-
1994) menerangkan bahwa stress dapat benar mengalami psikosomatis atau tidak.
menimbulkan perubahan-perubahan dalam
system fisik yang dapat mempengaruhi Kesimpulan dan Saran
kesehatan. Ditambahkan juga oleh Anoraga Berdasarkan hasil analisis data, hipotesis
dan Widiati (1993) bahwa stress yang yang menyatakan ada hubungan negatif antara
melampaui ambang ketahanan individu akan kematangan emosi dengan psikosomatis pada
menimbulkan keluhan fisik seperti sakit di mahasiswa tingkat akhir diterima. Semakin
lambung, tenggorokan, dan kepala. tinggi tingkat kematangan emosi pada
Dengan demikian dapat dimengerti mahasiswa tingkat akhir maka psikosomatis
bahwa, kematangan emosi sangat diperlukan yang dialami cenderung semakin rendah.
oleh mahasiswa tingkat akhir untuk mengatasi Sebaliknya semakin rendah kematangan emosi
permasalahan yang dihadapi agar tidak pada mahasiswa tingkat akhir, maka
berdampak pada psikosomatis. psikosomatis yang dialami cenderung semakin
Hasil kategorisasi skor Skala tinggi.
Kematangan Emosi menunjukkan bahwa Saran yang dapat disampaikan adalah:
sebagian besar subjek (74%) memiliki 1. Bagi subjek penelitian
kematangan emosi yang tinggi. Sementara Subjek penelitian memiliki kematangan
berdasarkan kategorisasi skor Skala emosi pada tingkat sedang, sehingga harus
Psikomatis menunjukkan bahwa sebagian ditingkatkan agar psikosomatisnya dapat
besar subjek (70%) memiliki tingkat diturunkan.
psikosomatis yang sedang. 2. Bagi mahasiswa tingkat akhir
Bagi mahasiswa tingkat akhir diharapkan Chaplin, C. P. 1995. Kamus Lengkap
memiliki tingkat kematangan emosi yang Psikologi (Terjemahan Kartini
baik agar psikosomatis tidak terjadi. Kartono). Jakarta : Raja Grafindo
3. Bagi peneliti selanjutnya Persada.
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat
mengkaji faktor-faktor lain di luar Goleman, D. 1999. Emotional Intelligence.
kematangan emosi yang dapat Alih Bahasa: Widodo, AT. Jakarta:
mempengaruhi psikosomatis pada Gramedia Pustaka Utama
mahasiswa tingkat akhir agar memperoleh Hakim, T. 2004. Mengatasi Gangguan Mental
gambaran yang lebih lengkap, misalnya Dan Fisik. Jakarta : Puspa Swara.
stres, pola perilaku dan keadaan fisik Hasanat, N. U. 2000. Pengembangan Modul
individu. Selain itu untuk lebih memperluas Untuk Meningkatkan Emosi Positif
generalisasi hasil penelitian, disarankan Pasien di Rumah Sakit. Laporan
menggunakan sampel yang lebih luas dan Penelitian. Yogyakarta : Fakultas
variatif tidak hanya terbatas pada kelompok Psikologi Universitas Gadjah Mada
mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Huda, N. 2003. Hubungan Antara
Wangsa Manggala akan tetapi juga Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan
kelompok mahasiswa dari fakultas lain. Menghadapi Masa Depan Pada
Bagi peneliti selanjutnya yang ingin Mahasiswa Tingkat Akhir. Skripsi
melanjutkan penelitian dengan tema yang (tidak diterbitkan). Yogyakarta :
sama, dalam mengambil subjek penelitian Fakultas Psikologi Universitas Gadjah
disarankan untuk menggunakan surat Mada.
rekomendasi dari dokter yang menyatakan Hurlock, E. 1996. Psikologi Perkembangan :
bahwa subjek benar-benar pernah mengalami Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
psikosomatis seperti sakit migren, sakit maag Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
atau penyakit-penyakit psikosomatis yang lain. Kartono, K. & Gulo, D. 1987. Kamus
Psikologi. Bandung : Pioner Jaya.
Daftar Pustaka Maramis, W. E. 2004. Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga
Achmad, S. 1998. Hubungan Antara Perilaku University Press.
Asertif, Stres Dan Self Estem Dengan McQuade, W.& Aickman, A. 1991. Stress.
Depresi Pada Mahasiswa Baru Alih Bahasa Stella. Jakarta : Erlangga.
Akademi Kesejahteraan Sosial “AKK” Saparinah, S., Markam dan Sumarmo, S.
Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). 1982. Psikologi Olah Raga. Jakarta :
Yogyakarta : Fakultas Psikologi Departemen Pendidikan dan
Universitas Gadjah Mada. Kebudayaan Pusat Pembinaan
Aji, S. S. B. 2001. Stress Minor Dan Kesegaran Jasmani dan Rekreasi.
Gangguan Psikosomatis Pada Ibu Syafi’i, M. 2001. Hubungan antara
Rumah Tangga Tidak Bekerja. Skripsi Kecemasan Menghadapi Masalah
(tidak diterbitkan). Yogyakarta : dengan Prokrastinasi Akademik pada
Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Mahasiswa yang Sedang Mengerjakan
Manggala. Skripsi. Skripsi (tidak diterbitkan).
Anoraga, P. & Widiyanti, N. 1993. Psikologi Yogyakarta : Fakultas Psikologi
Dalam Perusahaan. Jakarta: Rineka Universitas Gadjah Mada.
Cipta Walgito, B. 2002. Bimbingan dan Konseling
Atkinson, L. R., Atkinson, C. R., Hilgard, R. Perkawinan. Yogyakarta : Yayasan
E. 1999. Pengantar Psikologi. Penerbit Fakultas Psikologi Universitas
(Terjemahan Nurjanah Taufiq). Jilid 2. Gadjah Mada.
Edisi ke 8. Jakarta : Erlangga. Yesamine, O. 2000. Hubungan Antara
Kecenderungan Problem Focused
Coping Dengan Depresi Pada Fakultas Psikologi Universitas Gadjah
Mahasiswa Tingkat Akhir. Skripsi Mada.
(tidak diterbitkan). Yogyakarta :

Anda mungkin juga menyukai