TEORI POSTKOLONIALISME
Di susun oleh:
Kelompok 3 :
1. Aulia Razaq Arsef 1410752020
2. Felixius Febryan Lase 1410752026
3. Riza Fitra Harfiyandi 1510752002
SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ANDALAS
Kata Pengantar
Puji syukur kepada kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat
guna memenuhi tugas mata kuliah Teori Sastra. Makalah ini masih jauh dari kata
sempurna,oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar bisa bermanfaat di masa yang akan datang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Teori Postkolonialisme
Secara etimologis poskolonial berasal dari kata ‘post’ dan kolonial, sedangkan
kata kolonial itu sendiri berasal dari kata coloni, bahasa Romawi, yang berarti tanah
pertanian atau pemukiman. Jadi, secara etimologis kolonial tidak mengandung arti
penjajahan, penguasaan, pendudukan, dan konotasi ekploitasi lainnya. Konotasi
negatif kolonial timbul sesudah terjadi intraksi yang tidak seimbang antara penduduk
pribumi yang dikuasai dengan penduduk pendatang sebagai penguasa.
Menurut Shelly Walia (2001: 6, Said, 2003: 58-59) proyek postkolialisme pertama
kali dikemukakan oleh Frants fanon dengan bukunya yang berjudul Black Skin, White
Masks and the Wretched of the Earth (1967). Fanon adalah seorang psikiater yang
mengembngkan analisis yang sangat cermat mengenai dampak psikologis dan
sosiologis yang ditimbulkan oleh kolonisasi. Fanon menyimpulkan bahwa melalui
diktomi kolonial, penjajah –terjajah, wacana oriental telah melahirkan alienasi dan
menganalisasi psikologis yang sangat dahsyat.
Sebagai varian postrukturalisme maka konsep-konsep dasar postkolonialisme
sama dengan postrukturalisme, seperti penolakan terhadap narasi besar, oposisi biner,
dan proses sejarah yang terjadi secara monolitik. Salah satu cara yang ditawarkan
adalah membongkar struktur ideology melalui mekanisme arkeologi dan genealogi
(foucalt, 2002 : 104-106, 2002a :270-275). Cara pertama yang dilakukan melalui
penggalian (excavation) terhadap masa lalu,, sedangkan cara yang kedua mencoba
menemukan kontinuitas sekaligus diskontinuitas historis objek.
Menurut Foucault, objek kajian yang dimaksudkan disebut arsip, seperangkat
wajana yang diungkapkan secara actual, baik dengan cara ditulis,disusun, diucapkan,
dan diungkapkan kembali, maupun ditransformasikan.
Sama dengan postrukturalisme, ciri khas postkolonialisme dengan demikian
adalah dekontruksi terhadap subjek tunggal, narasi besar. Dalam analisis terjadi
tumpang tindih dengan postrukturalisme. Meskipun demikian, sesuai dengan
objeknya, ciri khas postkolonialisme adalah berbagai pembicaraan yang berkaitan
dengan kolonialisme, khususnya orientalisme. Oleh karena itulah narasi terbesar
postkolonialisme adalah orientalisme. Teori adalah konsep-konsep diperoleh melalui
seleksi dan akumulasi ilmu pengetahuan sepanjang sejarahnya sehingga mampu
memecahkan masalah yang terjadi pada zamannya.
PENUTUP
Kesimpulan
Edward Said sebagai seorang tokoh utama dalam teori poskolonial
telah berhasil membongkar dimensi ideologis, kepentingan dan kuasa yang terdapat
dalam teori bahasa, social-budaya dan agama (teks budaya) yang dihasilkan oleh
intelektual Barat yang imprealis. Said dalam orientalisme menunjukkan bagaimana
politik dan kebudayaan saling berkerjasama baik secara sengaja maupun tidak, yang
pada akhirnya melahirkan satu system dominasi yang bukan hanya melibatkan
kekuatan militer dan serdadu tetapi juga imajinasi sang penguasa dan yang dikuasai.
Sebagai pengaruh dari Foucault, Edward Said berhasil mengaitkan teori kajian
wacana dengan perjuangan-perjuangan social dalam praktek politik nyata. Ia berhasil
menunjukkan adanya permainan kuasa dan pengetahuan dalam berbagai teori yang
dikemukakan kaum kolonialis atau orientalis. Tokoh lain adalah Gayatri Chakravorty
Spivak, Homi K. Bahba, Jacques Derrida, dan Tzeveten Todorov.
DAFTAR PUSTAKA
Edward W.Said, Peran Intelektual (terj.). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998
Lampung Post, Minggu, 17 Februari 2008
Ratna, Nyoman Kutha Prof. Dr. SU. Postkolonialisme Indonesia Relevansi Sastra.
2008