Disusun Oleh :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Edward W.Said adalah tokoh yang “menolak” mendekonstruksi pandangan
oposisi biner. Menurut Said, pandangan kaum kolonialis Barat (khususnya kaum oriental)
yang merendahkan pandangan Timur (masyarakat jajahannya) sebagai konstruksi social-
budaya yang tidak terlepas dari kepentingan dan kekuasaan mereka. Karena itu
pandangan dan teori-teori yang dihasilkannya tidaklah netral dan obyektif sebagaimana
mereka duga.
Edward Said menggunakan pemikiran Foucault dan Teori Kritis sebagai dasar
untuk teori poskolonialnya. Edward Said menggunakan pemikiran tokoh tersebut untuk
membongkar narsisme dan kekerasan epistemologi Barat terhadap Timur dengan
menunjukkan bias, kepentingan, kuasa yang terkandung dalam berbagai teori yang
dikemukakan kaum kolonialis dan orientalis.
Poskolonial ingin menggugat praktek-praktek kolonialisme yang telah melahirkan
kehidupan yang penuh dengan rasisme, hubungan kekuasaan yang tidak seimbang,
budaya subaltern, hibriditas dan kreofisasi bukan dengan propaganda peperangan dan
kekerasan fisik, tetapi didialektikakan melalui kesadaran atau gagasan. Poskolonial
mencoba membongkar mitos-mitos yang “mengerdilkan” daya kritis dari penguasaan
hegemoni melalui gerakan budaya dan kesadaran yang subtil. Hal ini terlihat jelas pada
kajian poskolonial. Teori kritis dan postmodern berjasa besar dalam menumbuhkan
kesadaran di kalangan ilmuwan bahwa dalam praktek-klasifikasi ilmiah, pemahaman dan
penelitian tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kepentingan, kekuasaan dan ideology.
B. Rumusan Masalah
PEMBAHSAN
3
Stephen P. Sheehi, “Edward Said” dalam Encyclopedia of Postcolonial Studies. Johnc.Hawley (Ed). London:
Greenwood Press, 2001.
dikeluarkan dari VC (Victoria College) karena kenakalannya. VC adalah sekolah terakhir
Said sebelum ia pindah ke Amerika Serikat.
B. Wacana dan Kuasa Menurut Edward W. Said
Wacana dan kuasa Edward berkaitan dengan kajian wacana poskolonial. Kajian
poskolonial terfokus pada masalah ketikadilan dalam bidang social budaya dan ilmu
pengetahuan yang diakibatkan oleh kolonialisme, hegemoni, narsisme dan kekerasan
epistemologi Barat yang sudah berkembang sejak awal abad modern. Wacana
poskolonial disebut juga wacana yang berada di luar Orientalisme karena berupaya untuk
mengubah konstruksi realitas kontemporer model berpikir Barat modern. Jika dasar
epistemologi teori colonial menggunakan “paradigma positivisme” , maka dasar
epistemologi teori poskolonial menggunakan teori kritis dan posmodernisme terutama
melalui postrukturalisme.4
“Orientalisme sebagai wacana ilmiah yang didorong oleh motifmotif kekuasaan
(kolonialisme) yang amat buas. Ia tidak lagi sekedar kajian akademis yang netral, tapi
juga dimotifi hasrat politik prasangka” - Edward W.Said. Dari wacana tersebut, dapat
dikaji bahwa orientalisme bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan sejarah yang tidak
seimbang antara dunia Islam Timur Tengah dengan imprealisme Eropa dan Amerika.5
Gagasan Edward Said sangat luas, ia membahas tentang berbagai konteks local budaya,
sehingga sering disebut dengan “traveling theory”.
Dalam buku Orientalisme, Said menunjukkan bagaimana imajinasi Barat tentang
Timur dan bagaimana kuasa serta pengetahuan saling kait-mengait dalam tulisan-tulisan
kaum orientalis. Said menghubungkan teori wacana, hubungan kuasa dan pengetahuan
untuk perjuangan masyarakat dan politik dalam kehidupan sehari-hari. Baik “Timur” atau
“Barat” merupakan hasil konstruksi ide atau gagasan berkaitan dengan sebuah realitas
social-budaya.6
Menurut Edaward Said, orientalisme merupakan gaya Barat untuk mendominasi,
menata kembali dan menguasai Timur.7 Ia mengungkapkan bahwa ide diskursus dari
4
Mujibur Rohman, Edward Said dan Kritik Poskolonial: Upaya Mengembalikan Sosiologi kepada Publik, SKRIPSI
Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2009, hal. 112-113
5
Ibid,. Hlm 215
6
Ibid,. Hlm. 219
7
Edward W. Said, Orientalisme, terj. Asep Hikmat (Bandung: Penerbit Pustaka, 2001), hlm. 3.
Michel Foucault dalam The Archaelogy of Knowledge dan Discipline and Punish sangat
berguna untuk mengidentifikasi orientalisme. Konstruksi kaum orientalis lebih
merupakan konstruksi wacana daripada sebuah dialog antar dua budaya yang sederajat
dengan mengasumsikan bahwa dialog lebih menekankan rasionalitas dan pencapaian
kesepakatan yang menempatkan pihak yang berdialog pada posisi yang sejajar dari pada
posisi hegemonic dan represif.
Sebagaimana Foucault, Edward Said menyatakan bahwa semua ilmu pengetahuan
adalah satu bentuk ekspresi “kehendak untuk berkuasa”. Ini berarti bahwa kita tidak
mungkin berbicara tentang kebenaran yang mutlak atau tentang pengetahuan yang
objektif. Hal ini terlihat dari pandangan Said dalam Eseinya “The World, the Text and
Critic (1983)”, Said melakukan penelitian dan mengungkap keterkaitan teks dengan
konteks atau keduniawian teks. Anggapan tentang obyektivitas teks atau penafsiran
obyektif sebenarnya mengabaikan hubungan antara teks dengan konteks.
Selain gagasan Foucault dan metode dekonstruksi dari Derrida serta teori kritis
Habermas, buku Frantz Fanon The Wrecthed of the Earth (1961) juga dijadikan sumber
utama inspirasi Said. Dari sini terlihat bahwa studi poskolonialnya mengambil inspirasi
dari warisan metodologi yang selama ini diidentikkan dengan posmodernisme dan pos-
strukturalisme. Dan sebab inilah studi tentang orientalisme masih kontroversial dengan
melihatnya Timur sebagai wacana (diskursus) yang dibicarakan, yang dikaji,
didiskusikan dan diimajinasi.
Said membagi empat jenis relasi kekuasaan yang hidup dalam wacana orientalisme.
Pertama, kekuasaan politis (pembentuakan kolonialisme dan imperialisme); Kedua,
kekuasaan intelektual (mendidik timur melalui sains, linguistic, dan pengeatahuan lain);
Ketiga, kekuasaan kultural (kolonialisasi selera, teks, dan nilainilai, misalnya timur
memiliki estetika colonial, yang secara muda bisa ditemukan di india, mesir dan Negara-
negara bekas colonial lain); dan Keempat, kekusaan moral (apa yang baik dilakukan dan
tidak dilakukan oleh timur).
Edward W.Said adalah tokoh yang “menolak” mendekonstruksi pandangan oposisi
biner. Menurut Said, pandangan kaum kolonialis Barat (khususnya kaum oriental) yang
merendahkan pandangan Timur (masyarakat jajahannya) sebagai konstruksi social-
budaya yang tidak terlepas dari kepentingan dan kekuasaan mereka. Karena itu
pandangan dan teori-teori yang dihasilkannya tidaklah netral dan obyektif sebagaimana
mereka duga. Edward Said menggunakan pemikiran Foucault dan Teori Kritis sebagai
dasar untuk teori poskolonialnya. Edward Said menggunakan pemikiran tokoh tersebut
untuk membongkar narsisme dan kekerasan epistemology Barat terhadap Timur dengan
menunjukkan bisa, kepentingan, kuasa yang terkandung dalam berbagai teori yang
dikemukakan kaum kolonialis dan orientalis.8
BAB III
PENUTUP
8
Ibid, hlm. 209-210 dan buku Ahmad Baso, Islam Pasca Kolonial: Perselingkuhan Agama, Kolonialisme dan
Liberalisme, (Bandung: Mizan, 2005), hlm.59
Kesimpulan
Edward Wadie Said lahir di Yerussalem, tepatnya di daerah Talbiyah (sebuah kawasan
terpencil di Palestina Barat) pada 1 November 1935 dari Ibu yang bernama Hilda (Seorang
Palestina kelahiran Nazareth) dan Ayah yang bernama Wadie Said (Seorang Amerika Serikat
kelahiran Yerussalem). Wacana dan kuasa Edward berkaitan dengan kajian wacana poskolonial.
Kajian poskolonial terfokus pada masalah ketikadilan dalam bidang social budaya dan ilmu
pengetahuan yang diakibatkan oleh kolonialisme, hegemoni, narsisme dan kekerasan
epistemologi Barat yang sudah berkembang sejak awal abad modern. Wacana poskolonial
disebut juga wacana yang berada di luar Orientalisme karena berupaya untuk mengubah
konstruksi realitas kontemporer model berpikir Barat modern. Jika dasar epistemologi teori
colonial menggunakan “paradigma positivisme” , maka dasar epistemologi teori poskolonial
menggunakan teori kritis dan posmodernisme terutama melalui postrukturalisme. “Orientalisme
sebagai wacana ilmiah yang didorong oleh motifmotif kekuasaan (kolonialisme) yang amat
buas. Ia tidak lagi sekedar kajian akademis yang netral, tapi juga dimotifi hasrat politik
prasangka” - Edward W.Said. Dari wacana tersebut, dapat dikaji bahwa orientalisme bertujuan
untuk mengeksplorasi hubungan sejarah yang tidak seimbang antara dunia Islam Timur Tengah
dengan imprealisme Eropa dan Amerika. Poskolonial ingin menggugat praktek-praktek
kolonialisme yang telah melahirkan kehidupan yang penuh dengan rasisme, hubungan kekuasaan
yang tidak seimbang, budaya subaltern, hibriditas dan kreofisasi bukan dengan propaganda
peperangan dan kekerasan fisik, tetapi didialektikakan melalui kesadaran atau gagasan.
Poskolonial mencoba membongkar mitos-mitos yang “mengerdilkan” daya kritis dari
penguasaan hegemoni melalui gerakan budaya dan kesadaran yang subtil.
DAFTAR PUSTAKA
Said, Edward W. 2002. Out of Place, terj. Sabrina Jasmine, Terasing: Sebuah Memoar.
Yogyakarta: Penerbit Jendela
Said, Edward (15 June 1999). "Defamation, Revisionist Style. Counter Punch”.
Stephen P. Sheehi. 2001. “Edward Said” dalam Encyclopedia of Postcolonial Studies.
Johnc.Hawley (Ed). London: Greenwood Press
Baso, Ahmad. 2005. Islam Pasca Kolonial: Perselingkuhan Agama, Kolonialisme dan
Liberalisme. Bandung: Mizan
Said, Edward W. 2001. Orientalisme, terj. Asep Hikmat. Bandung: Penerbit Pustaka
Rohman, Mujibur. 2009. Edward Said dan Kritik Poskolonial: Upaya Mengembalikan
Sosiologi kepada Publik, SKRIPSI Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,