Anda di halaman 1dari 38

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas ridho dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan Tugas Makalah ini sesuai waktu yang ditentukan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini dikarenakan
keterbatasan ilmu yang penulis miliki untuk membuat tugas akhir ini jauh dari sempurna. Untuk
itu dengan tidak mengurangi rasa hormat, dengan segala kerendahan hati, penulis sangat
mengharapkan saran atau kritik yang sifatnya membangun, dan bermanfaat untuk kesempurnaan
tugas ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
umumnya dan bagi penulis pribadi dapat dijadikan sebagai penambah wawasan ilmu
pengetahuan dan dapat dikembangkan untuk memperlancar dalam melaksanakan tugas.

i
DAFTAR ISI

BAB 1..............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...........................................................................................................................3
A. Latar Belakang......................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................5
C. Tujuan...................................................................................................................................5
BAB 2..............................................................................................................................................5
KAJIAN PUSTAKA.......................................................................................................................5
A. Perusahaan Keluarga............................................................................................................5
B. Kinerja Perusahaan.............................................................................................................11
C. Konsep Good Corporate Governance.................................................................................12
D. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance.....................................................................13
E. Tujuan Penerapan Prinsip Good Corporate Governance....................................................14
F. Pedoman Corporate Governance di Indonesia...................................................................15
BAB 3............................................................................................................................................19
PEMBAHASAN............................................................................................................................19
A. Pengaruh Good Corporate Governance dalam Kinerja Perushaan Keluarga.....................19
B. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Dalam Kinerja Perusahaan
Keluarga......................................................................................................................................22
C. Pengaruh Perusahaan Keluarga terhadap Implementasi Prinsip Good Corporate
Governance.................................................................................................................................31
BAB 4............................................................................................................................................33
PENUTUP.....................................................................................................................................33
A. Simpulan.............................................................................................................................33
B. Saran...................................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................34

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perusahaan keluarga adalah sebuah perusahaan yang dimiliki, dikontrol, dan dijalankan


oleh anggota sebuah atau beberapa keluarga. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa
semua pekerja dalam perusahaan harus merupakan anggota keluarga. Banyak perusahaan
keluarga, terutama perusahaan-perusahaan kecil, memperkerjakan orang lain untuk
menempati posisi rendahan, sementara posisi tinggi (top manager) dipegang oleh orang dari
dalam keluarga pemilik perusahaan.

Partisipasi keluarga dalam perusahaan dapat memperkuat perusahaan tersebut karena


biasanya anggota keluarga sangat loyal dan berdedikasi tinggi terhadap perusahaan milik
keluarganya. Meskipun demikian, seringkali timbul masalah-masalah dalam mengatur
perusahaan keluarga, terutama dalam hal pergantian kepemimpinan. Sering pula muncul
benturan-benturan antara kepentingan keluarga dengan kepentingan perusahaan. Sebagai
contoh, perusahaan akan cenderung mempertahankan seorang anggota keluarga untuk
bekerja meskipun ia kurang kompeten dalam pekerjaannya sehingga akan membahayakan
kelangsungan hidup perusahaan.

Dalam membangun perusahaan keluarga, kinerja perusahaan merupakan hal penting


yang harus dicapai oleh setiap perusahaan dimanapun, karena kinerja perusahaan merupakan
cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumberdaya
perusahaan. Tujuan dari penilaian kinerja adalah memotivasi karyawan dalam mencapai
sasaran organisasi dan memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan di perusahan untuk
melihat hasil dan tindakan yang diinginkan oleh sebuah perusahaan (Rechandy, 2017, hlm.1).
Kinerja perusahaan dapat dicapai dengan baik salah satu caranya adalah dengan
mengikuti prinsip tatakelola perusahaan yang baik atau good corporate
governance selanjutnya disingkat dengan GCG adalah proses untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabiltas perusahaan guna mewujudkan nilai Pemilik Modal/RPB

1
dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders perusahaan
berlandaskan peraturan dan nilai etika. Stakeholders perusahaan antara lain pemilik, kreditor,
pemasok, asosiasi usaha, karyawan, pelanggan, pemerintah dan masyarakat luas (Perumnas,
2017).
Corporate governance merupakan topik yang menarik untuk dipelajari lebih jauh
semenjak terjadinya krisis di Asia tahun 1997 yang diperkirakan akibat lemahnya penerapan
prinsip Good Corporate Governance (GCG). Beberapa kasus yang pernah terjadi di Indonesia
sebagai bentuk lemahnya prinsip GCG adalah kasus yang menimpa “Lippo Bank” dengan
kasus penerbitan 3 versi laporan keuangan yang semuanya berbeda. Versi laporan keuangan
tersebut ditujukan untuk pihak-pihak yang berbeda, yaitu laporan keuangan yang dilaporkan
kepada Bapepam, laporan keuangan yang dipublikasikan kepada media massa, dan laporan
keuangan yang disampaikan kepada akuntan publik. Permasalahan lemahnya prinsip GCG
yang lain adalah pada perusahaan “Kimia Farma”, “Kimia Farma” melakukan markup
laporan keuangan, yaitu menggelembungkan laba sebesar Rp33 milyar. Kasus ini menyeret
KAP yang mengaudit perusahaan “Kimia Farma” ini meskipun KAP auditor Kimia Farma
yang berinisiatif melaporkan adanya overstated tersebut.
Seperti yang disebut diatas adalah pengaruh kurangnya implementasi perinsip-perinsi
GCG di perusahaan, lalu bagaimana dengan implementasi perinsip GCG di perusahaan
keluarga?, atas dasar latar belakang tersebut penulis ingin membuat pembahasan mengenai
pengaruh implementasi perinsi-perinsip GCG terhadap kinerja perusahaan keluarga.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance?
2. Prinsip apa sajakah yang terdapat dalam Good Corporate Governance?
3. Bagaimana pengaruh prinsip-prinsip Good Corporate Governance di dalam perusahaan
keluarga?
C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance
2. Mengetahui prinsip apa sajakah yang terdapat dalam Good Corporate Governance
3. Mengetahui bagaimana pengaruh prinsip-prinsip Good Corporate Governance di dalam
perusahaan keluarga.

2
BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

A. Perusahaan Keluarga

Perusahaan keluarga adalah sebuah perusahaan yang dimiliki, dikontrol, dan


dijalankan oleh anggota sebuah atau beberapa keluarga atau dikelola oleh anggota-anggota
keluarganya. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa semua pekerja dalam perusahaan
harus merupakan anggota keluarga. Banyak perusahaan keluarga, terutama perusahaan-
perusahaan kecil, memperkerjakan orang lain untuk menempati posisi rendahan, sementara
posisi tinggi (top manager) dipegang oleh orang dari dalam keluarga pemilik perusahaan.
Misalnya saja pemilik perusahaan adalah bapaknya, direkturnya anak pertama, dan wakil
direkturnya anak kedua. Banyak perusahaan keluarga yang sukses luar biasa, misalnya saja,
Maspion grup, Ciputra, Nyonya Meneer, Sidomuncul, dan Meco.

Partisipasi keluarga dalam perusahaan dapat memperkuat perusahaan tersebut karena


biasanya anggota keluarga sangat loyal dan berdedikasi tinggi terhadap perusahaan milik
keluarganya. Meskipun demikian, seringkali timbul masalah-masalah dalam mengatur
perusahaan keluarga, terutama dalam hal pergantian kepemimpinan. Sering pula muncul
benturan-benturan antara kepentingan keluarga dengan kepentingan perusahaan. Sebagai
contoh, perusahaan akan cenderung mempertahankan seorang anggota keluarga untuk
bekerja meskipun ia kurang kompeten dalam pekerjaannya sehingga akan membahayakan
kelangsungan hidup perusahaan.

Dalam terminologi bisnis, perusahaan keluarga terbagi menjadi dua macam. Pertama
adalah family owned enterprise (FOE), yaitu perusahaan yang dimiliki oleh keluarga tetapi
dikelola oleh profesional yang berasal dari luar lingkaran keluarga. Keluarga hanya berperan
sebagai pemilik dan tidak melibatkan diri dalam operasi di lapangan. Perusahaan seperti ini
merupakan bentuk lanjutan dari usaha yang semula dikelola oleh keluarga yang
mendirikannya.

Jenis perusahaan keluarga yang kedua adalah family business enterprise (FBE), yaitu
perusahaan yang dimiliki dan dikelola oleh keluarga pendirinya. Perusahaan tipe ini dicirikan

3
oleh dipegangnya posisi-posisi kunci dalam perusahaan oleh anggota keluarga. Jenis
perusahan keluarga inilah yang banyak terdapat di Indonesia.

Batasan lain tentang perusahaan diberikan oleh John L. Ward dan Craig E. Arnoff.
Menurutnya, suatu perusahaan dinamakan perusahaan keluarga apabila terdiri dari dua atau
lebih anggota keluarga yang mengawasi keuangan perusahaan. Sedangkan menurut Robert
G. Donnelley dalam bukunya “The Family Business” suatu organisasi dinamakan perusahaan
keluarga apabila paling sedikit ada keterlibatan dua generasi dalam keluarga itu dan mereka
mempengaruhi kebijakan perusahaan.

Konsep Inti Perusahaan

a. Perusahaan Bukan Individu

Bagaimana Anda sebagai pemilik perusahaan, menetapkan posisi diri sebagai pemilik
dari perusahaan.  Apakah Anda sudah menempatkan diri Anda dalam posisi yang tepat di
dalam perusahaan?  Banyak pemilik perusahaan yang lupa bahwa posisi dirinya dalam
konsep perusahaan adalah sebagai panduan untuk pengambilan keputusan akhir dan penentu
arah kebijakan dari perusahaan.  Bukan perusahaan adalah diri Anda sendiri.  Memandang
bahwa perusahaan adalah citra/imaji dari diri sendiri akan menjadi suatu bentuk tanda-tanda
adanya masalah pada perusahaan Anda. Pertama, sudah pasti bahwa sebagai pemilik ada
fungsi otoriter yang muncul dalam perusahaan yang terkait dengan setiap
kegiatan. Kedua, adanya proses pengambilan keputusan jangka pendek dalam perusahaan
yang dapat mengakibatkan perusahaan tidak berorientasi kepada proses melainkan kepada
tujuan dari perusahaan itu sendiri.

b. Persamaan Posisi

Ada konsep menarik yang umumnya muncul di dalam perusahaan keluarga, adalah
keterlibatan keluarga yang ada dalam organisasi yang memunculkan prinsip ketidakasamaan
dalam posisi di dalam organisasi.  Salah satu masalah yang muncul adalah adanya
kemunculan perlakuan yang berbeda dan kadangkala terlihat untouchable  (tidak tersentuh),
hal inilah yang dapat menyebabkan kesulitan dari individu profesional untuk menunjukkan
performa mereka secara tepat dan optimal. Salah satu pendapat yang menarik yang

4
dikemukkan oleh Warren Buffet, ketika beliau dinyatakan mengenai keputusan
pengambilalihan perusahaannya kepada anak-anaknya.  Beliau secara cepat menyanggah
bahwa proses peurunan itu tidak akan terjadi, seraya ia berkata bahwa ia sudah
mengemukakan bahwa anak-anaknya tidak akan mewarisi usahanya. Apa pun pro dan kontra
mengenai kondisi perusahaan keluarga, ada baiknya perusahaan keluarga itu sendiri mulai
berbenah untuk membantu proses perjalanan untuk menjadi perusahaan yang
profesional. Sehingga mengetahui sebenarnya strategi apa yang paling tepat untuk digunakan
dalam pengembangan perusahaan keluarga.

Mengenal Perusahaan Keluarga

Sebenarnya, manajemen perusahaan keluarga terbatas pada orang–orang dikeluarga


intinya. Misalnya saja anak-anaknya dan cucu-cucunya. Tetapi ada juga pemilik bayangan
yang mengontrol perusahaan ini secara tersembunyi, yaitu istri – istri mereka. Seperti dalam
peribahasa cina yang mengatakan bahwa di belakang seorang pria yang sukses ada seorang
wanita. Demikian juga di balik seorang pria yang gagal juga terdapat seorang wanita.

Para wanita ini tidak memiliki jabatan struktural di organisasi. Wewenang mereka
tidak jelas, namun kekuasaan mereka melebihi nama-nama yang masuk dalam sturuktur
organisasi perusahaan keluarga tersebut. Barangkali dikarenakan jabatan mereka sebagai
“istri bos”, makanya bisa memiliki kekuasaan yang sama. Dalam beberapa hal mereka adalah
salah satu penyebab runtuhnya perusahaan keluarga. sehingga sebisa mungkin jangan pernah
membiarkan mereka ikut campur dalam pengelolahan perusahaan.

Rasanya tepat sekali ungkapan “Generasi pertama menciptakan, generasi kedua


mengembangkan dan generasi ketiga menghancurkan” karena memang itulah yang sering
terjadi. Generasi pertama dimulai dari sebuah toko yang ukurannya 6X15m dengan modal
yang masih pas-pasan dengan tekad yang besar. Untuk makan saja masih susah, apalagi
untuk berkembang. Singkatnya, generasi pertama inilah yang menciptakan toko. Generasi
kedua melanjutkan usaha ini dan mengembangkannya dengan membuat produk sendiri.
Pertimbangannya, menjual produk orang lain memberikan keuntungan yang pas-pasan.
Sementara menjual produk buatan sendiri memberikan keuntungan yang lebih besar. Hasil
yang dicapai generasi kedua ini adalah perluasan tempat usahanya, mereka membeli rumah

5
yang ada di belakangnya. Standar hidupnya meningkat dari pas-pasan menjadi berkecukupan,
mereka melakukan penghematan yang luar biasa demi kemajuan usahanya ini. Hebatnya,
modal usahanya bukan dari hutang bank. Generasi kedua berhasil memantapkan langkah
generasi pertama dan menyiapkannya untuk generasi berikutnya.

Perbedaan utama generasi kedua dengan generasi ketiga adalah gaya hidup mereka.
Generasi kedua yang meneruskan perjuangan generasi pertama hidup dalam keadaan pas-
pasan dan tekad yang kuat untuk merubah nasib mereka. Generasi kedua ini merasakan
pahitnya hidup mereka dan berkomitmen untuk memberikan kehidupan yang lebih baik
untuk anak-anak mereka. Jika mereka hanya makan sehari sekali, anak-anak mereka harus
makan sehari tiga kali. Jika mereka naik sepeda motor, anak-anak mereka harus naik mobil.
Mengapa? Karena hidup serba kekurangan tidak enak, waktu masih menjadi anak mereka
hanya bisa memimipikan enaknya jadi orang kaya. Begitu dewasa mereka masih saja tetap
sengsara. Dan itu adalah hidup yang tidak menyenangkan untuk dijalani! Cukup sampai di
sini saja penderitaan kita pikir generasi kedua, anak-anak kita harus memiliki kehidupan
yang lebih berkualitas.

Begitu, genereasi kedua berhasil mengembangkan usaha generasi pertama dan


memiliki cukup uang untuk diri mereka dan anak-anak mereka. Maka mulailah mereka
meningkatkan taraf hidup anak-anaknya. Si anak tidak boleh melakukan pekerjaan keras,
kebutuhan dan keinginan anak dicukupinya, dan pada intinya si anak dimanja. Saya yakin
bahwa harapan semua orang tua adalah memberikan yang terbaik untuk anak – anak mereka. 
Bapak dan ibu boleh makan lauk pauk sisa kemarin, tetapi anak-anak harus makan masakan
hari ini. Ayah dan ibu boleh tidak sekolah, tetapi buah hati mereka harus sekolah sampai
menjadi sarjana, kalau perlu sampai sekolah ke luar negeri. Papa dan mama harus hidup
hemat supaya anak – anak mereka bisa memiliki modal usaha, menikah, dan memiliki rumah
sendiri. Pendeknya, anak-anak generasi kedua tidak boleh merasakan penderitaan dan
kekurangan. Dan inilah alasan utama mengapa generasi ketiga sering disebut sebagai
generasi yang menghancurkan perusahaan keluarga.

Bahwa generasi kedua adalah generasi yang memiliki tanggungjawab yang luar biasa
besar bagi kesuksesan perusahaan keluarga. Beban pertama mereka adalah melanjutkan

6
perjuangan generasi pertama. Dan beban kedua adalah mendidik generasi berikutnya untuk
melanjutkan perjuangan mereka. Susahnya, kedua tanggungjawab ini harus dikerjakan dalam
waktu bersamaan. Biasanya, generasi kedua hanya berhasil mengerjakan salah satunya, entah
itu mendidik generasi penerusnya atau mengembangkan usahanya. Dan kabar buruknya,
kedua pilihan ini akibatnya tidak menyenangkan. Jika mereka hanya berhasil mendidik
generasi ketiga, maka usaha mereka tidak bisa berkembang dengan baik. Sebaliknya jika
mereka berhasil mengembangkan usahanya saja tanpa berhasil mendidik anak-anak mereka,
maka di masa depan tinggal menunggu hari kedatanganan hancurnya perusahaan keluarga
ini. Apabila generasi kedua berhasil mengemban kedua tanggungjawab ini dengan baik
tentunya maka hasilnya akan sangat luar biasa.

Seseorang yang pernah merasakan penderitaan tentunya akan memiliki kemauan yang
kuat untuk maju. Seseorang yang pernah hidup susah tentunya akan bermimpi menjadi orang
kaya. Sayangnya, sesorang yang kaya tidak akan pernah bermimpi untuk menjadi orang
miskin. Seorang anak yang tidak pernah diajari hidup susah tentunya akan kesulitan jika
setelah dewasa harus mengalaminya. Seorang anak yang tidak pernah salah tentunya akan
menjadi diktator di masa depannya. Saya memiliki keyakinan yang sangat kuat bahwa semua
anak harus diajari hidup sengsara terlebih dulu sebelum diberi kekayaan karena tidak semua
orang tahan untuk menderita. Hanya dari penderitaanlah kita bisa mengenal yang namanya
kepuasan dan kemenangan. Dan juga dari kesengsaraanlah kita bisa belajar mengenal orang
lain, simpati, empati, dan rasa hormat. Generasi kedua yang berhasil menanamkan ini kepada
generasi ketigalah yang bisa lolos dari proses penghancuran perusahaan keluarga.

Sebenarnya proses penghancuran perusahaan keluarga oleh generasi ketiga ini sudah
diketahui oleh semua orang. Namun mengapa tidak cepat diselesaikan adalah karena masalah
harta atau nyawa. Generasi kedua dihadapkan pada pilihan menyelamatkan harta
perusahaannya atau menyelamatkan nyawa anak-anaknya. Jika yang diselamatkan
perusahaannya, maka caranya adalah dengan mendepak anaknya dari struktur organisasi. Ini
sulit dilakukan karena impian semua orang tua adalah membanggakan anaknya kepada orang
lain, lagipula semua yang telah mereka lakukan adalah demi kebahagiaan anak cucunya.
Parahnya, jika anak mereka lebih dari satu, pertengkaran perebutan warisan antara saudara
akan jadi hadiah utama di hari – hari terakhir hidup mereka di dunia ini.

7
Sering kali pilihan yang diambil oleh generasi kedua adalah membiarkan anak–anak mereka
menghancurkan perusahaan keluarga ini. Dasarnya satu, apa yang telah mereka lakukan
selama ini adalah untuk anak – anak merek, yang berharap kalau bisa sampai cucu cicitnya.
Bagaimanapun juga, dan apapun yang telah mereka lakukan, mereka tetaplah anak-anaknya,
darah dagingnya dan tujuan hidupnya. Harapannya adalah dikemudian hari mereka akan
sadar akan kesalahannya dan bertobat. Sayangnya harapan ini bagaikan puncuk merindukan
bulan karena mereka telah dididik untuk menikmati, bukan untuk menciptakan, mereka
dididik untuk meminta bukan untuk berusaha.  Padahal, satu–satunya jalan untuk
menyadarkan mereka adalah membuatnya belajar menderita dan serba kekurangan. Karena
dalam kekurangan mereka akan belajar untuk menghargai, namun permasalahnya jarang
sekali orang tua yang tega melihat tujuan hidup mereka seperti ini. Belajar untuk tega karena
apa yang anak-anak ketahui dari orangtuanya-lah yang akan mereka ajarkan kepada anak-
anaknya. Jika rantai ini tidak diputus, yang kena akibat adalah cucu-cicit dan seterusnya.

Hanya lima persen bisnis keluarga di Indonesia yang mampu bertahan hingga generasi ke
empat (G4) dan memiliki kontribusi terhadap perekonomian nasional, seperti yang
diungkapkan oleh AB Susanto, Chairman The Jakarta Consuting Group (JCG). Hasil survei
JCG menunjukkan tren kelanggengan yang terus menurun pada perusahaan keluarga di
generasi kedua tinggal 61 persen, generasi ketiga 24 persen dan tinggal lima persen saja pada
generasi berikutnya. Beberapa perusahaan keluarga yang bisa bertahan hingga generasi
berikutnya antara lain, Kalla Group, Kalbe Farma, Mustika Ratu, Bosowa Group, Samudera
Indonesia, Sinar Mas, Nyonya Meneer, Danarhadi dan lainnya. Tren kelanggengan yang
terus menurun pada generasi selanjutnya juga terjadi di Amerika Serikat, Australia, dan
negara-negara Asia lainnya.

AB Susanto menjelaskan yang memilki business plan untuk suksesi ke generasi


berikutnya dari perusahaan keluarga sekitar 28.8 persen. “Menjual perusahaan keluarga ke
pemilik lainnya sekitar 19,8 persen, ke pasar terbuka 16,4 persen, dan membawa partner lain
hanya 5,4 persen.”  Masalah suksesi di lingkungan keluarga atau untuk profesional selalu
menjadi penyebab pendeknya umur sebuah perusahaan keluarga. JCG mencatat ada tujuh isu
bisnis keluarga yaitu konflik nilai dan perbedaan gaya hidup, suksesi keluarga atau menunjuk
profesional, manajemen struktur, mengatur kompensasi untuk yang aktif, beda pendapat

8
antara bisnis keluarga atau dikelola bersama, membangun kompetensi, dan distribusi
pendapatan yang adil.

B. Kinerja Perusahaan

Kinerja perusahaan adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama
periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan
operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang dimiliki.
Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh
tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan referensi pada jumlah
standar seperti biayabiaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi,
pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya (Srimindarti, 2004).

C. Konsep Good Corporate Governance

GCG sendiri mempunyai beberapa definisi menurut beberapa ahli. Menurut, Forum
For Corporate Governance in Indonesia (FCGI) GCG adalah seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak
kreditur, pemerintah, karyawan, serta pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya
yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem
yang mengendalikan perusahaan. Tujuan GCG adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi
stakeholders (Hindarmojo, 2002). Menurut, Organization of Economic Cooperation and
Development (OECD) GCG merupakan sekumpulan hubungan antara pihak manajemen
perusahaan, board, pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan
perusahaan. Corporate Governance juga mengisyaratkan adanya struktur perangkat untuk
mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja. Corporate Governance yang baik dapat
memberikan rangsangan bagi board dan manajemen untuk mencapai tujuan yang merupakan
kepentingan perusahaan dan pemegang saham harus memfasilitasi pengawasan yang efektif
sehingga mendorong perusahaan menggunakan sumber daya yang lebih efisien (dalam Surya
& Yustiavandana, 2006).

Dari beberapa definisi di atas peneliti mengambil definisi yang ada di dalam
(Zarkasyi, 2008) Tata kelola perusahaan yang baik (GCG) merupakan struktur yang oleh

9
stakeholder, pemegang saham, komisaris, dan manajer menyusun tujuan perusahaan dan
sarana untuk mencapai tujuan tersebut dan mengawasi kinerja. GCG merupakan suatu sistem
(input, proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai
pihak yang kepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara
pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan.
GCG dimasukkan untuk mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah terjadinya
kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa
kesalahankesalahan yang terjadi dapat diperbaiki segera. Disini GCG merupakan sebuah
struktur yang melibatkan berbagai pihak sehingga menghasilkan sebuah tata kelola perusahan
yang baik sehingga tujuan perusahaan tercapai. Selain itu, GCG merupakan sebuah sistem
proses input maupun output, dengan adanya sistem maka kesalahan yang ada bisa diproses
dan diselesaikan.

D. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance

Dalam penerapannya untuk melaksanakan GCG dalam suatu perusahaan dibutuhkan


prinsip-prinsip sehingga GCG bisa terlaksanakan dengan baik. Menurut (Komite Nasional
Kebijakan Governance) KNKG (Zarkasyi, 2008), prinsipprinsip GCG yaitu :

1. Transparansi (Transparancy)
Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan
dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang diisyaratkan oleh peraturan perundang-
undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang
saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. Disini ada 2 indikator yang dipakai
dalam menilai transparansi perusahaan yaitu informasi dan kebijakan dalam perusahaan.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan
wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan
kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham
dan pemangku kepentingan lainnya. Akuntabilitas merupakan persyaratan yang

10
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. Dalam menilai akuntabilitas
sebuah perusahaan bisa dilihat dari 2 indikator yaitu basis kerja dan audit.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan
tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan Good Corporate
Citizen CSR (Corporate Social Responsibility) dan kepatuhan (compliance) terhadap
peraturan perundangundangan.
4. Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan prinsip GCG, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan
tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Ada 2 indikator untuk menilai independensi
perusahaan yaitu pengaruh internal dan pengaruh eksternal.
5. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)
Dalam melaksanaakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan
kepentingan pemegang saham, pemangku kepentingan lainnya dan semua orang yang
terlibat didalamnya berdasarkan prinsip kesetaraan dan kewajaran. Untuk menilai
kesetaraan dan kewajaran yang terjadi dalam perusahaan ada 2 indikator yang bisa dilihat
yaitu shareholder dan stakeholder.

E. Tujuan Penerapan Prinsip Good Corporate Governance

Dengan menerapkan prinsip-prinsip GCG yang ada diharapkan perusahaan bisa


berjalan secar efektif dan efisien, sehingga kinerjanya menjadi optimal. Berikut adalah tujuan
dari penerapan prinsip GCG

1) Memaksimalkan nilai perusahaan dalam bentuk peningkatan kinerja (high performance)


serta citra perusahaan yang baik (good corporate image).
2) Mendorong pengelolaan perusahaan secara profesional, transparan dan efisien serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ perusahaan.
3) Mendorong organ perusahaan dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan
dilandasi dengan nilai etika/moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan

11
perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggungjawab sosial
perusahaan terhadap stakeholders.
4) Mendorong pengelolaan sumber daya dan risiko perusahaan secara lebih efisien dan
efektif.
5) Mengurangi potensi benturan kepentingan organ perusahaan dan pekerja dalam
menjalankan bisnis perusahaan.
6) Menciptakan lingkungan usaha yang kondusif terhadap pencapaian tujuan perusahaan.

F. Pedoman Corporate Governance di Indonesia

a. Metode Penerapan Good Corporate Governance di Indonesia


Pelaksanaan Pedoman Umum Good Corporate Governance oleh perusahaan-
perusahaan di Indonesia baik perusahaan terbuka (Emiten/Perusahaan Publik) maupun
perusahaan tertutup pada dasarnya bersifat comply and explain. Di mana perusahaan
diharapkan menerapkan seluruh aspek Pedoman Good Corporate Governance ini.
Apabila belum seluruh aspek pedoman ini dilaksanakan maka perusahaan harus
mengungkapkan aspek yang belum dilaksanakan tersebut beserta alasannya dalam
laporan tahunan. Namun demikian mengingat Pedoman ini hanya merupakan acuan
sedangkan pelaksanaannya diharapkan diatur lebih lanjut oleh otoritas masing-masing
industri maka penerapan ini bersifat voluntary dan tidak terdapat sanksi hukum apabila
perusahaan tidak menerapkan pedoman ini.
Saat ini, Bapepam-LK sebagai otoritas pasar modal tidak mewajibkan Emiten dan
Perusahaan Publik untuk menerapkan Pedoman ini, namun beberapa substansi yang
terdapat dalam pedoman ini diadopsi oleh Bapepam-LK ke dalam peraturan-peraturan
Bapepam-LK yang sifatnya mandatory seperti kewajiban pembentukan komite audit dan
keberadaan komisaris independen dalam perusahaan. Dengan cara demikian, Bapepam-
LK dapat memberikan sanksi atas ketidakpatuhan terhadap peraturan tersebut. Lebih
lanjut, Bapepam-LK juga mewajibkan Emiten dan Perusahaan Publik untuk
mengungkapkan pelaksanaan tata kelola perusahaan dalam laporan tahunan seperti
frekuensi rapat dewan komisaris dan direksi, frekuensi kehadiran anggota dewan
komisaris dan direksi dalam rapat tersebut, frekuensi rapat dan kehadiran komite audit,

12
pelaksanaan tugas dan pertanggungjawaban dewan komisaris dan direksi serta
remunerasi dewan komisaris dan direksi.
b. Ruang Lingkup Pedoman CG
Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia memuat prinsip dasar
dan pedoman pokok pelaksanaan Good Corporate Governance yang merupakan standar
minimal yang mencakup:
 Peran negara, dunia usaha dan masyarakat dalam menciptakan situasi kondusif untuk
melaksanakan Good Corporate Governance
 Asas-asas Good Corporate Governance yang meliputi transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi dan kewajaran dan kesetaraan
 Etika Bisnis dan Pedoman Perilaku
 Rapat Umum Pemegang Saham
 Komposisi,persyaratan,pengangkatan/pemberhentian, tugas dan fungsi, komite
penunjang dan pertanggungjawaban Dewan Komisaris
 Komposisi,persyaratan,pengangkatan/ pemberhentian, tugas dan fungsi, dan
pertanggungjawaban Direksi
 Hak dan tanggungjawab Pemegang saham
 Pemangku kepentingan yang meliputi karyawan, mitra bisnis dan masyarakat serta
pengguna produk atau jasa perusahaan
 Pernyataan tentang penerapan Pedoman Good Corporate Governance
 Pedoman Praktis Penerapan Good Corporate Governance
c. Komposisi dan persyaratan Komisaris Independen
Berdasarkan Pedoman Good Corporate Governance, komposisi atau jumlah
Komisaris Independen tidak ditentukan dalam jumlah tertentu namun demikian jumlah
atau komposisi komisaris independen harus dapat menjamin agar mekanisme
pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Adapun kriteria yang ditetapkan yaitu salah satu dari Komisaris Independen harus
mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan.
Meskipun Pedoman Good Corporate Governance tidak menentukan jumlah
Komisaris Independen, dalam Peraturan Bapepam-LK, Emiten atau Perusahaan Publik
wajib memiliki sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen sedangkan Bursa

13
Efek Indonesia mewajibkan sekurang-kurangnya 30% dari Dewan Komisaris adalah
Komisaris Independen.
Kriteria Komisaris Independen secara rinci diatur dalam peraturan Bapepam-LK
yaitu :
 Berasal dari luar Emiten atau Perusahaan Publik
 Tidak mempunyai saham Emiten atau Perusahaan Publik baik langsung maupun tidak
langsung
 Tidak mempunyai hubungan Afiliasi dengan Komisaris, Direksi dan Pemegang
saham Utama Emiten atau Perusahaan Publik
 Tidak mempunyai hubungan usaha dengan Emiten atau Perusahaan Publik baik
langsung maupun tidak langsung
d. Komposisi/Jumlah Direksi
Dalam Pedoman Good Corporate Governance tidak dinyatakan secara kuantitatif
jumlah atau komposisi dari direksi, namun demikian jumlah anggota direksi harus
disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas
dalam pengambilan keputusan.
e. Komite yang Dibentuk Komisaris
Dalam melaksanakan tugas pengawasannya, dewan komisaris dapat membentuk
komite yang akan membantu tugas-tugas dewan komisaris. Bagi perusahaan yang
sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang
menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya
digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas
terhadap kelestarian lingkungan, sekurang-kurangnya harus membentuk Komite Audit,
sedangkan komite lain dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Komite yang dibentuk adalah
komite audit, komite nominasi dan remunerasi, komite kebijakan resiko, dan komite
kebijakan CG,
f. Fungsi Internal Audit
Sebagaimana dijelaskan di atas, Pedoman Good Corporate Governance mensyaratkan
perlunya pengendalian internal dalam rangka menjaga kekayaan dan kinerja perusahaan
serta memenuhi peraturan perundang-undangan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat
di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan

14
mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian
lingkungan, harus memiliki satuan kerja pengawasan internal. Satuan kerja atau fungsi
pengawasan internal bertugas membantu Direksi dalam memastikan pencapaian tujuan
dan kelangsungan usaha dengan:
 melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program perusahaan
 memberikan saran dalam upaya memperbaiki efektifitas proses pengendalian
risiko
 melakukan evaluasi kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perusahaan,
pelaksanaan GCG dan perundangundangan
 memfasilitasi kelancaran pelaksanaan audit oleh auditor eksternal
g. Etika Bisnis dan Pedoman Prilaku
Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, pelaksanaan prinsip-prinsip
Good Corporate Governance perlu dilandasi oleh integritas yang tinggi. Oleh karena itu,
diperlukan pedoman perilaku yang dapat menjadi acuan bagi organ perusahaan dan
semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai (values) dan etika bisnis sehingga menjadi
bagian dari budaya perusahaan. Prinsip-prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan
adalah:
 memiliki nilai-nilai perusahaan yang menggambarkan sikap moral perusahaan dalam
pelaksanaan usahanya.
 Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan
harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan
semua karyawan. Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk
budaya perusahaan yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.
 Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih
lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan.
h. Remunerasi Direksi dan Dewan Komisaris
Pedoman Umum Good Corporate Governance tidak mengatur keterbukaan
informasi mengenai remunerasi bagi dewan komisaris dan direksi. Namun bagi Emiten
dan Perusahaan Publik, Bapepam-LK mewajibkan pengungkapan dalam laporan tahunan
mengenai prosedur penetapan dan besarnya remunerasi anggota dewan komisaris dan

15
direksi. Kewajiban ini diatur dalam peraturan Bapepam-LK No.X.K.6 tahun 2006 tentang
Kewajiban Penyampaian laporan tahunan bagi Emiten dan Perusahaan Publik.

BAB 3

PEMBAHASAN

A. Pengaruh Good Corporate Governance dalam Kinerja Perushaan Keluarga

Perusahaan keluarga merupakan salah satu penopang perekonomian dunia. Di Indonesia,


perusahaan keluarga mendominasi kapitalisasi pasar dengan persentase mencapai 62%. Salah
satu ciri khas perusahaan keluarga adalah pengelolaan yang diturunkan dari generasi ke
generasi. Setiap generasi biasanya memiliki tujuan yang berbeda-beda meskipun harus
berpegang teguh pada warisan budaya dari generasi terdahulu.

Semakin lama suatu perusahaan keluarga beroperasi, biasanya semakin minim pula
interaksi antar anggota keluarga yang terlibat dalam pengelolaannya. Selain itu, pengalaman
pengelola pun semakin minim dan kesamaan visi misi kian memudar. Tujuan perusahaan dan
proses pengelolaan yang berubah-ubah justru dapat mengganggu stabilitas perusahaan. Oleh
sebab itu, perusahaan keluarga juga butuh sistem tata kelola perusahaan yang diberlakukan
secara jelas.

Manfaat Sistem Tata Kelola bagi Perusahaan Keluarga

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh setelah menerapkan tata kelola pada perusahaan
keluarga yaitu:

 Koordinasi proses pengambilan keputusan berlangsung lebih mudah.


 Melakukan manajemen kontrol yang lebih sistematis.
 Meminimalkan konflik personal antar anggota keluarga.
 Melindungi aset dan meningkatkan keuntungan perusahaan keluarga.
 Menjaga kelanjutan bisnis keluarga secara lancar.
 Mewujudkan rencana-rencana jangka panjang demi kemajuan perusahaan keluarga.

16
 Menjamin keharmonisan hubungan antar anggota keluarga di masa mendatang.

Unsur-Unsur Pengelolaan Informal dalam Perusahaan Keluarga

Sistem tata kelola perusahaan keluarga dibangun berdasarkan berbagai unsur


informal. Budaya yang dianut secara turun temurun dalam keluarga juga dianggap sebagai
unsur pengelolaan yang sangat penting. Nilai-nilai budaya tersebut kemudian dijadikan
sebagai panduan berbisnis dan dasar evaluasi bagi pencapaian perusahaan keluarga.
Biasanya, budaya keluarga yang diberlakukan di perusahaan mencakup nilai-nilai ekonomi,
agama, politik, lingkungan, etika, dan keadilan. Penanaman nilai-nilai dan visi tersebut harus
dilakukan secara maksimal demi menumbuhkan kepedulian di kalangan anggota keluarga
yang mengelola bisnis.

Salah satu elemen tata kelola perusahaan yang bersifat informal tetapi sangat penting
bagi perusahaan keluarga adalah persepsi keadilan. Jenis keadilan tersebut bisa dijabarkan
dalam tiga bentuk, yaitu keadilan hasil (distributif), keadilan dalam proses pengambilan
keputusan (prosedural), dan keadilan perawatan (interaksional). Jika tata kelola perusahaan
keluarga berhasil menjunjung tinggi keadilan, risiko konflik dan ketidakpuasan anggota
keluarga dapat diminimalkan. Karena setiap individu yang terlibat dalam perusahaan
keluarga tak mudah kecewa karena merasa sudah mendapatkan keadilan.

Oleh sebab itu, setiap perusahaan keluarga harus menjunjung tinggi prinsip keadilan
demi keberlangsungan perusahaan. Penerapan langkah-langkah berikut ini sangat krusial
untuk mewujudkan prinsip keadilan pada perusahaan keluarga:

 Setiap anggota keluarga yang mengelola perusahaan terlibat dalam proses


membingkai masalah.
 Melakukan proses eksplorasi dan menentukan pilihan solusi yang tepat.
 Mengambil keputusan dan memberikan alasan tentang pilihan solusi yang diambil.

17
 Menerapkan solusi yang sudah dipilih.
 Melakukan evaluasi secara berkelanjutan dan terus mempelajari hasilnya.

Penerapan prinsip keadilan pada tata kelola perusahaan keluarga harus didasari oleh
prinsip komunikasi, klarifikasi, eksistensi, perubahan, dan komitmen terhadap keadilan.
Proses pengelolaan perusahaan yang positif dengan prinsip keadilan akan mendukung proses
bisnis secara efektif. Jika tak ada proses yang adil dalam perusahaan keluarga, setiap
anggota keluarga yang terlibat akan bereaksi keras terhadap ketidakadilan yang dirasakan.

Pada umumnya, sistem tata kelola yang diimplementasikan pada perusahaan keluarga
dapat bertahan lama dan turun menurun. Oleh karena itu, penerapannya harus terus
diberlakukan secara disiplin sambil disesuaikan dengan budaya yang dipegang teguh oleh
keluarga. Perusahaan keluarga tak boleh sekadar bergantung pada tingkat kedekatan
emosional antar anggota keluarga. Tetapi juga harus berorientasi pada kemampuan adaptasi
anggota keluarga yang terlibat mengelola perusahaan tersebut. Hal positif ini akan membuat
perusahaan keluarga terbebas dari kesan kolot dan mampu mengungguli persaingan pasar.

Berdasarkan survei yang dilakukan pada 88 perusahaan keluarga di Cina,


kemampuan adaptasi keluarga akan sangat mempengaruhi kepemimpinan generasi kedua.
Perusahaan keluarga yang dibangun berlandaskan prinsip tata kelola perusahaan yang baik
akan mempermudah pengelolaan pada generasi-generasi berikutnya. Anggota keluarga yang
terlibat dalam perusahaan keluarga juga akan memiliki kepuasan kerja dan kepuasan hidup
yang lebih tinggi. Sehingga komitmen terhadap perusahaan keluarga juga meningkat dan
mampu meminimalkan kecenderungan untuk keluar dari pengelolaan bisnis.

Uniknya, penelitian tersebut tidak dapat membuktikan korelasi antara kedekatan


hubungan keluarga dengan kelangsungan perusahaan keluarga. Hal tersebut menunjukkan
bahwa sistem tata kelola perusahaan yang tertata rapi memiliki peranan jauh lebih besar bagi
eksistensi perusahaan keluarga. Sehingga perusahaan keluarga akan bertahan lebih lama di
tengah ketatnya persaingan bisnis.

18
Tantangan dalam mengelola perusahaan keluarga memang tak kalah besar
dibandingkan jenis perusahaan lainnya. Banyak nilai yang saling berhubungan dengan
prinsip bisnis dalam suatu perusahaan keluarga. Tak sekadar bertujuan untuk memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya, upaya untuk mencapai kehamornisan keluarga juga tak kalah
penting. Bila hubungan antar anggota keluarga selalu harmonis, pengelolaan perusahaan
akan berlangsung lebih mudah. Karena komunikasi antar pengelola adalah kunci kesuksesan
dan eksistensi perusahaan keluarga. Keinginan untuk mempertahankan perusahaan secara
turun temurun pun tak lagi terasa mustahil.

B. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Dalam Kinerja Perusahaan


Keluarga

Penerapan semua prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang sudah dijelaskan


pada bab sebelumnya dapat diterapkan secara efektif dan efisien diperlukan adanya
pengawasan dan pengendalian yang memadai dalam pengelolaan sebuah perusahaan.
Pengawasan dan pengendalian ini dapat terlaksana dengan baik apabila dilakukan oleh
orang-orang yang mempunyai independensi dengan kepentingan manajer perusahaan.
Artinya, orang-orang ini tidak mempunyai ikatan kepentingan yang dapat mengakibatkannya
tidak bebas dari tekanan dan intervensi manajerial. Seluruh tindakan dan keputusan yang
dibuatnya harus lepas dari kepentingan manajer, apalagi jika hal itu menyangkut kepentingan
stakeholder.

Salah satu teori corporate governance menjelaskan bahwa perusahaan yang


kepemilikannya dikuasai oleh keluarga cenderung memiliki dampak yang positif dan dapat
mengurangi terjadinya konflik keagenan, namun sebaliknya jika proporsi kepemilikian
keluarga lebih sedikit cenderung menimbulkan konflik keagenan pada perusahaan. Cucuellli
dan Micuci (2006) menjelaskan bahwa kepemilikan saham keluarga memiliki dampak
negatif terhadap kinerja keuangan. Hal ini disebabkan keluarga cenderung mengambil
manfaat pribadi dan apabila terjadi permasalahan ada perusahaan juga keluarga cenderung
memilih untuk menyelamatkan keuangan pribadi sendiri daripada untuk menyelamatkan
kinerja keuangan. Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh Anderson dan Reeb (2004)

19
menjelaskan bahwa kepemilikan keluarga memiliki dampak negatif terhadap kinerja
keuangan karena perlindungan hukum yang diberikan kepada investor dalam struktur
kepemilikan cenderung lemah.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh William, L & Mustamu, R. (2013) yaitu
Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Pada Perusahaan Keluarga di salah
satu perusahaan distributor makanan didapatkan hasil sebagai berikut:
Untuk melaksanakan Good Corporate Governance (GCG) dibutuhkan prinsip-prinsip
sehingga pelaksanaannya bisa berjalan dengan baik. Sesuai dengan KNKG terdapat 5
prinsip-prinsip yang terkandung dalam GCG, yaitu transparency, accountability,
responsibility, independency, dan fairness. Penjabaran dari prinsip-prinsip yang telah
dilakukan di dalam perusahaan seperti di bawah ini.
a. Transparancy

Sesuai dengan teori prinsaip dari KNKG mengenai transparansi, maka perusahaan
harus bisa menyediakan berbagai informasi yang material dan relevan dengan cara yang
mudah diakses dan dipahami oleh berbagai pihak. Perusahaan harus mengambil inisiatif
untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang diisyaratkan oleh peraturan perundang-
undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemangku
kepentingan lainnya. Dalam sisi transparansi ada 2 segi yang disoroti peneliti, yaitu informasi
dan kebijakan.

 Informasi
Informasi yang beredar dalam perusahaan sebagian besar didapatkan dari atasan,
namun tidak menutup kemungkinan ada informasi yang berasal dari bawahan. Jadi sangat
fleksibel dalam alurnya dan juga informasi yang didapat akan langsung di share ke bagian
divisi masingmasing. Disini perusahaan tidak ingin memperpanjang birokrasi, sehingga
informasi yang didapat langsung di share. Misalnya, informasi mengenai harga dan product
knowledge langsung diberikan divisi marketing / sales, informasi mengenai pencatatan utang
maupun piutang langsung diberikan pada divisi accounting, informasi mengenai keluar
masuknya barang langsung diberikan pada divisi office, dan lain sebagainya.
Informasi yang ada juga tidak serta merta disalurkan pada bawahan, ada beberap
informasi tertentu yang perlu diolah lagi. Hal ini dilakukan agar setiap karyawan mengerti

20
informasi tersebut, dan memudahkan karyawan untuk memahami informasi yang ada. Sesuai
dengan prinsip transparancy, dimana perusahaan harus menyediakan informasi yang mudah
dipahami dan diakses oleh pemangku kepentingan. Contohnya, ada informasi mengenai trade
promo barang yang ditunjukkan pada karyawan marketing / sales, ada dua trade promo yaitu
potong harga dan bonus barang. Kalau potong harga maka informasi tersebut langsung
diberikan pada bawahan, sementara kalau yang diberikan supplier berupa bonus barang, maka
harus dikalkulasikan dahulu disesuaikan dengan harganya, baru diberikan pada para bawahan.
Untuk menyampaikan informasi yang ada perusahaan tersebut menyediakan berbagai macam
media. Media-media yang digunakan yaitu yaitu melalui papan informasi, email, BBM, SMS,
maupun telepon. Berbagai macam media ini digunakan karena informasi tersebut harus cepat
disampaikan ke kantor-kantor perwakilan yang berada di daerah cukup jauh.
 Kebijakan
Dalam kebijakan yang dibuat oleh perusahaan, semua kebijakan tersebut ditentukan
oleh atasan, komisaris dan direktur dimana komisaris dan direktur membuat kebijakan yang
didasarkan pada kepentingan setiap karyawan dalam perusahaan. Kebijakan yang dibuat
antara lain kebijakan mengenai peraturan perusahaan, standar operasional perusahaan dari
masing-masing divisi, kebijakan personalia, kebijakan mengenai kenaikan jabatan, dan lain-
lain. Kebijakan-kebijakan yang ada tersebut dibuat berdasarkan proses yang menunjang
perusahaan. Apabila tidak menunjang maka langsung dihapuskan.
Perusahaan telah berusaha menyampaikan dan menginformasikan setiap kebijakan
yang ada dengan baik. Disini setiap kebijakan ditulis dan ditempel pada dinding perusahaan.
Selain itu, kebijakan-kebijakan dibagikan secara langsung pada divisinya masing-masing.
Salah satu contohnya seperti kebijakan mengenai peraturan dalam perusahaan, setiap
karyawan harus mendapat 1 lembar copy dari peraturan tersebut dan harus ditandatangani
oleh admin dan harus di arsip dengan benar, dengan begitu maka setiap karyawan akan
mengerti dan mengetahui peraturan perusahaan.
Dari kedua sisi tersebut, baik informasi maupun kebijakan sudah terlihat bahwa
perusahaan sudah melaksanakan prinsip transparency. Disini perusahaan sudah menyediakan
informasi secara akurat dan jelas, disini informasi yang didapat dari perusahaan dilihat dahulu
jenis informasinya, ada yang perlu diolah lagi atau tidak, dengan melakukan hal tersebut
setiap pemangku kepentingan bisa mendapatkan informasi yang akurat dan jelas. Kebijakan

21
pada perusahaan pun sudah tertulis dan dikomunikasikan kepada semua pemangku
kepentingan. Tujuannya agar setiap pihak mengetahui kebijakan tersebut sehingga setiap
pemangku kepentingan bisa bekerja dengan maksimal dan benar, tanpa ada yang ditutup-
tutupi.
b. Accountability

Akuntabilitas dalam prinsip yang dikemukakan oleh KNKG adalah prinsip dimana
perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan
perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya. Ada 2 segi yang disoroti peneliti, yaitu dari sisi basis kerja dan audit.

 Basis Kerja

Dari sisi basis kerja. Peneliti melihat bagaimana struktur perusahaan yang ada dan
sistem dalam perusahaan tersebut. Dilihat dari strukturnya, perusahaan ini sudah membuat
struktur organisasi yang cukup baik. Dimana komisaris merupakan bagian paling tinggi,
selanjutnya direktur yang membawahi 4 divisi dibawahnya, yaitu divisi Marketing,
Accounting, Financing, dan IT.

Namun, dalam penerapannya terjadi penumpukan posisi dimana posisi marketing


manager diisi oleh komisarisnya sendiri. Jelas hal ini dapat membuat perusahaan tidak
maksimal, karena terjadi perangkapan jabatan. Dengan adanya penumpukan ini maka tugas
komisaris sebagai pengawas akan menjadi tidak maksimal. Selain itu, sesuai dengan UU
perseroan terbatas seharusnya posisi komisaris harus sejajar dengan direktur, bukan di
bawahnya. Sehingga tugas mengawasi dan melaksanakan operasional menjadi sejajar dan
jelas.

Dilihat secara fungsionalnya, pembagian tugas dan wewenang dalam perusahaan


sudah jelas. Hal ini terlihat bagaiman setiap karyawan mengerti apa yang harus dikerjakan dan
kepada siapa mereka harus lapor. Hal ini tentu didukung dengan adanya SOP dalam
perusahaan tersebut. Misalnya, bagian sales tentu saja fungsinya memasarkan barang dan
melakukan riset penjualan. Selain itu, mereka juga harus melapor pada area operasional

22
manager sebagai atasan mereka. Mereka tidak boleh langsung by-pass melapor pada
marketing manager karena menyalahi aturan dan membuat sistem menjadi kacau.

Sementara itu, dari sisi sistem kerja bisa dilihat bahwa tiap divisi mempunyai SOP-
nya (Standar Operasional Perusahaan) masing-masing sehingga tahu apa yang menjadi tugas
dan tanggung jawab dari divisi-divisi tersebut. Dalam hal pengambilan keputusan dilihat
bahwa tiap divisi mempunyai wewenangnya sendiri sesuai ketentuan yang ada dalam SOP.
Jika permasalahan yang terjadi tidak ada dalam SOP dan permasalahan tersebut berat, maka
pengambilan keputusan langsung dari owner.

 Audit

Ada 2 sistem audit yang dilihat, yaitu internal dan eksternal. Disini perusahaan
menggunakan 2 audit ini. Dilihat dari sisi internal, perusahaan ini melakukan audit pada stock
dengan melakukan stock opname setahun sekali, dan juga melakukan audit pada bagian
keuangan melihat utang maupun piutangnya.

Sementara itu, dilihat dari sisi eksternal perusahaan sudah menggunakan jasa akuntan
public terdaftar dalam melakukan audit. Dimana perusahaan sudah mengirim laporan
keuangan pada akuntan publik tersebut. Apabila ada kejanggalan dalam laporan tersebut maka
akuntan publik langsung turun ke lapangan.

Dari kedua sisi tersebut, baik basis kerja maupun audit terlihat perusahaan sudah
melaksanakan sebagian dari prinsip tersebut. Yang sudah dilaksanakan adalah terlihat
bagaimana di dalam perusahaan sudah mempunyai SOP sehingga jelas tugas dan tanggung
jawabnya. Dan dalam mengambil keputusan perusahaan sudah menyesuaikan sesuai dengan
SOP tersebut. Selain itu, audit yang dilakukan dalam perusahaan sudah dilakukan dengan
baik, baik audit secara internal maupun eksternal. Dari hal ini terlihat bahwa prinsip
akuntabilitasnya sudah dijalankan dimana perusahaan berusaha mempertanggungjawabkan
kinerjanya secara transparan dan wajar. Yang belum dilaksanakan adalah adanya perangkapan
jabatan yang dilakukan komisaris. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip akuntabilitas dimana
setiap organ perusahaan harus mempunyai rincian tugas yang jelas dan tanggung jawab yang
jelas agar setiap organ perusahaan bisa berjalan sendiri-sendiri secara maksimal

23
c. Responsibility

Dalam penerapan prinsip responsibilitas menurut KNKG perusahaan harus mematuhi


peraturan perundangundangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan
lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan
mendapat pengakuan Good Corporate Citizen. Ada 2 segi yang bisa dilihat yaitu Corporate
Social Responsibility (CSR) dan kepatuhan (compliance) terhadap peraturan
perundangundangan

 CSR

Ada 3 sisi yang bisa dilihat, yaitu lingkungan, masyarakat, dan karyawan. Dari sisi
lingkungan, karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan distribusi barang jadi
makanan dan hygiene, maka perusahaan ini tidak menghasilkan limbah. Hal tersebut
membuat perusahaan tidak perlu mempunyai tugas khusus dalam melakukan CSR pada
lingkungan. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip responsibilitas. Selain itu, sesuai dengan Perda
Jatim Nomor 4 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dimana perusahaan
harus bisa melestarikan fungsi lingkungan hidup di wilayah sekitarnya, maka perusahaan
harus memperhatikan isu lingkungan. Namun, perusahaan masih belum melaksanakan
sehingga tidak sesuai dengan UU tersebut.

Lalu, dari sisi masyarakat perusahaan sudah melakukan CSR. Hal yang dilakukan
adalah dengan memberikan barang-barang sisa yang belum expired tapi masih aging (kurang
lebih 3 bulan sebelum expired) untuk diberikan pada panti jompo atau panti asuhan.

Dari sisi karyawan. Kesejahteraan dan tanggung jawab yang diberikan perusahaan
pada karyawan selain gaji atau upah, diberikan juga dalam bentuk jamsostek (Jaminan Sosial
Tenaga Kerja) dan berbagai tunjangan yang ada. hal ini sudah diatur dalam kartu gaji
karyawan. Setiap karyawan mendapat kartu gaji sehingga tahu tunjangan apa saja yang
diberikan padanya. Tunjangan-tunjangan yang diterima karyawan, antara lain tunjangan beras
dimana setiap bulannya karyawan mendapatkan beras 10-25 kg, selanjutnya handphone yang
diberikan pada karyawan operasional, transport yang biasanya diberikan untuk menunjang
sales, kesehatan, dan juga incentive. Dari hal ini bisa terlihat bahwa perusahaan berusaha

24
untuk mensejahterakan karyawannya. Agar karyawan dalam perusahaan tersebut betah dan
bisa kerja dengan maksimal. Selain itu, dengan adanya kartu gaji ini memudahkan manajer
keuangan untuk melihat dan mengontrol upah dan tunjangan yang harus diberikan pada
karyawannya. Namun, ada beberapa fasilitas yang diberikan pada karyawan kurang memadai,
seperti WC yang kurang bersih, lalu juga tempat ibadah bagi karyawan umat muslim.

 Kepatuhan Pada Undang-Undang

Dari segi kepatuhan (compliance) terhadap peraturan perundang-undangan.


Perusahaan sudah taat membayar pajak. Dilihat bagaimana perusahaan tersebut berusaha
untuk terbuka terhadap pajak. Perusahan menggunakan akuntan pajak atau konsultan pajak
dalam perhitungan dan pembayaran pajaknya. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi pembuatan
2 buku maupun ada hal yang ingin ditutupi.

Selain itu, perusahaan juga sudah menerapkan UU mengenai tenaga kerja, UMK, UU
persaingan, dan UU perlindungan konsumen. Disini UU perlindungan konsumen tidak terlalu
signifikan karena bukan perusahaan produksi, tetapi sebagai distributor. Namun, jika keluhan
dari konsumen maka perusahaan akan berusaha menyambungkan dengan pihak supplier atau
produsen. Dan juga perusahaan tidak akan menjual barang-barang yang telah expired pada
konsumen, walaupun masih ada sisa stock barang yang belum terjual. Selain itu, salah satu
contoh undang-undang yang telah dipenuhi perusahaan adalah mengenai tenaga kerja, dalam
UU no 13 tahun 2003, dalam peraturan tersebut perusahaan sudah memenuhi bahwa jam kerja
perusahaan 8 jam sehari, cuti yang diberikan 12 hari dalam setahun, terdapat jam istirahat
selama 1 jam, dan upah yang diberikan sesuai dengan upah minimum kabupaten/kota.

Dari kedua sisi tersebut, baik CSR maupun kepatuan pada UU, terlihat perusahaan
sudah melaksanakan sebagian dari prinsip tersebut. Yang sudah dilaksanakan adalah
perusahaan sudah melaksanakan CSR pada masyarakat, perusahaan sudah berusaha
bertanggung jawab pada masyarakat. Selain itu, perusahaan berusaha mentaati semua UU
tersebut agar tidak terjadi kesulitan apabila dilanggar. Hal ini terlihat perusahaan sudah
melaksanakan prinsip responsibilitas terhadap peraturan dan perundang-undangan yang ada
dengan baik. Yang belum dilaksanakan, adalah perusahaan belum melaksanakan CSR pada

25
lingkungan. Dari karyawan masih ada beberapa yang perlu diperhatikan lebih lagi. Dari sisi
ini, prinsip responsibilitas belum dilaksanakan dalam perusahaan tersebut.

d. Independency

Prinsip independensi yang dikemukakan oleh KNKG adalah prinsip dimana


perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan
tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Jadi, yang dimaksud
adalah tidak adanya pengaruh dari orang lain atau orang dalam perusahaan yang didasarkan
pada keinginan pribadi untuk mempengaruhi manajemen perusahaan. Ada 2 segi yang
disoroti peneliti yaitu pengaruh internal dan eksternal.

 Pengaruh Internal

Ada 2 hal yang bisa mempengaruhi internal perusahaan yaitu pemegang saham dan
keluarga. Dari sisi pemegang saham. Kebanyakan keputusan diambil oleh pemegang saham
mayoritas, namun apabila ada keputusan penting berkaitan dengan perusahaan akan dilakukan
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). RUPS ini bertujuan agar keputusan yang diambil
tersebut bersifat objektif. Dari sisi keluarga. Keluarga yang berperan dalam perusahaan tugas
dan kewajibannya jelas, tidak ada 2 kepala dalam 1 divisi. Dan anggota keluarga banyak
menduduki posisi keuangan. Hal ini dikarenakan pemilik lebih percaya anggota keluarga
sendiri daripada profesional atau orang lain. Dalam pengambilan keputusan pun keluarga
tidak berhak ikut campur, karena banyak faktor yang harus ditimbang bukan semata-mata
pendapat keluarga saja.

 Pengaruh Eksternal

Banyak hal dari pihak eksternal yang dapat mempengaruhi perusahaan, seperti
regulasi pemerintah, LSM atau pun serikat buruh, dan juga jasa konsultan. Dilihat dari
regulasi pemerintah pasti ada yang mempengaruhi perusahaan seperti regulasi pajak maupun
mengenai upah minimum. Contohnya seperti upah minimum kota Surabaya akan berbeda
dengan kota Palangkaraya, sehingga karyawan yang ada di kantor pusat maupun di daerah
perwakilan akan mendapat upah sesuai daerahnya masing-masing. Sementara, dari LSM atau
pun serikat buruh tidak terlalu ada pengaruhnya. Dan terakhir dari jasa konsultan dimana

26
perusahaan menggunakan jasa konsultan pajak, namun dalam pengambilan keputusan
konsultan tersebut tidak berwenang.

Dari kedua sisi tersebut, baik pengaruh internal dan eksternal terlihat perusahaan
sudah melaksanakan prinsip independensi dengan baik. Dimana perusahaan tidak ada salah
satu organ yang salin mendominasi.

Dari sisi pemegang saham, terlihat perusahaan berusaha mengadakan RUPS sehingga
setiap pemegang saham bisa mengambil keputusan secara objektif. Keluarga juga tidak
berhak mengintervensi pihak-pihak lain, dan hanya fokus tugas dan tanggung jawabnya. Dari
sisi eksternal maka perusahaan pasti mau tidak mau pasti terpengaruh dengan regulasi
pemerintah, namun dari segi eksternal lainnya tidak ada yang mempengaruhi perusahaan
sehingga tidak terlalu ada intervensi dari pihak luar. Hal ini mengindikasikan prinsip
independensi sudah berjalan dengan baik.

e. Fairness

Sesuai dengan teori dari KNKG mengenai prinsip kesetaraan dan kewajaran maka
dalam melaksanaakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan
pemegang saham, pemangku kepentingan lainnya dan semua orang yang terlibat didalamnya
berdasarkan prinsip kesetaraan dan kewajaran. Ada 2 hal yang disorot peneliti, yaitu
shareholder dan stakeholder.

 Shareholder

Pembagian hak atas pemegang saham tergantung dari porsi kepemilikan saham. Porsi
dari kepemilikan ini sudah ada sejak pendirian perusahaan, sehingga pembagian dividen
berdasarkan hak tersebut. Jikalau ada RUPS maka semua pemegang saham diharapkan untuk
hadir. Apabila tidak bisa hadir maka harus diwakili dengan diberikan surat kuasa. Hal ini
dikarenakan agar semua pemegang saham mendapat informasi secara transparan. Selain itu,
setiap pemegang saham akan mendapatkan laporan mengenai keadaan perusahaan, baik itu
pemegang saham mayoritas maupun minoritas. Laporan yang diberikan setiap 3 bulan sekali.
Dan pemegang saham berhak memberikan umpan balik bagi perusahaan.

27
 Stakeholder

Ada 3 bagian yang bisa dilihat yaitu perekrutan, reward, dan punishment. Karyawan
yang direkrut dalam perusahaan harus lebih dahulu lulus dalam tes tertulis, hal itu merupakan
kunci masuk ke perusahaan. Dengan lulus tes tersebut maka karyawan perusahaan
mempunyai keahlian yang merata.

Kriteria utama yang dilihat dalam perekrutan adalah umur, pendidikan, dan
keahliannya. Dari hal ini bisa terlihat bahwa perusahaan tidak membedakan satu karyawan
dengan karyawan lain. Hal ini sesuai dengan prinsip kesetaraan bahwa perusahaan harus
menerima karyawan dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa melihat suku,
agama, dan ras.

Sementara, sistem reward yang diberikan perusahaan ada berbagai macam, ada yang
berupa insentif, ada juga reward dari pemasukan perusahaan, ada juga reward dari supplier.
Pemberian reward ini sesuai dengan kinerja yang dilakukan oleh karyawan. Dengan begitu
maka setiap karyawan bisa adil mendapatkan reward sesuai dengan prestasi kerjanya. Reward
berupa insentif ini merupakan kunci agar karyawan bisa termotivasi untuk bekerja, semakin
besar kontribusinya maka reward yang diberikan semakin besar.

Sistem punishment dari perusahaan ada bermacammacam seperti SP (Surat


Peringatan), bisa juga pemotongan insentif, mutasi, dan bisa juga dipecat. Dengan adanya
punishment ini diharapkan para karyawan tidak berbuat pelanggaran yang merugikan
perusahaan.

Dari kedua sisi tersebut, baik shareholder dan stakeholder, sudah terlihat perusahaan
sudah melaksanakan prinsip fairness dengan baik. Terlihat bagaimana setiap pemegang saham
diperlakukan secara adil sesuai dengan haknya, dan setiap pemegang saham berhak
mendapatkan informasi secara transparan, hal ini sesuai dengan prinsip kesetaraan.Perusahaan
berusaha untuk merekrut karyawan yang benar-benar memiliki keahlian tanpa memandang
suku, agama, maupun rasnya. Dan juga jika mereka berprestasi pasti akan mendapatkan
reward, jika berbuat seenaknya akan mendapatkan punishment. Jadi, ada keseimbangan antara
prestasi dan pelanggaran yang dilakukan karyawan.

28
C. Pengaruh Perusahaan Keluarga terhadap Implementasi Prinsip Good Corporate
Governance
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Muawanah, 2014 diketahui bahwa penelitian
menemukan perbedaan praktik Corporate Governance pada perusahaan keluarga dengan
kepemilikan non keluarga. Penemuan berikutnya adalah tipe perusahaan (perusahaan
keluarga dan nonkeluarga) berpengaruh signifikan terhadap praktik corporate governance.
Kepemilikan keluarga terbukti berpengaruh terhadap variasi Praktik corporate governance.
Variabel kepemilikan keluarga yang memiliki pengaruh signifikan adalah struktur
kepemilikan, keterlibatan dalam pengawasan serta komitmen dan nilai keluarga. Namun
keterlibatan dalam pengawasan serta komitmen dan nilai keluarga ini tereliminasi seiring
dengan kehadiran variabel regulasi dan supervisi. Sementara itu hubungan keluarga dan
keterlibatan dalam manajemen tidak memiliki pengaruh signifikan.
Hasil in-dept interview mengonfirmasi serta melengkapi hasil survei, memberikan
gambaran yang lebih mendalam tentang proses dan value atas keterlibatan pemilik dalam
praktik corporate governance. Keterlibatan merupakan upaya pemilik untuk
menginternalisasi tujuan utama dan nilai-nilai keyakinannya dalam perusahaan, yang dalam
kasus ini berwujud dalam frasa waspada, yang bermakna selalu mengingat tujuan pendirian
bank dan tetap berusaha untuk bisa selamat sampai tujuan (mampu bertahan dalam
persaingan industri perbankan).

29
BAB 4

PENUTUP

A. Simpulan

Perusahaan keluarga adalah sebuah perusahaan yang dimiliki, dikontrol, dan


dijalankan oleh anggota sebuah atau beberapa keluarga atau dikelola oleh anggota-anggota
keluarganya. Kinerja perusahaan keluarga dapat ditingkatkan dengan mengikuti prinsip Good
Corporate Governance, terdapat lima prinsip GCG yaitu transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi, dan kesetaraan dan kewajaran

Penerapan semua prinsip-prinsip Good Corporate Governance dapat diterapkan


secara efektif dan efisien diperlukan adanya pengawasan dan pengendalian yang memadai
dalam pengelolaan sebuah perusahaan.

Perusahaan keluarga pun sudah banyak yang menggunakan prinsip Good Corporate
Governance dan sudah menjalankannya dengan baik namun praktik Corporate Governance
pada perusahaan keluarga dengan praktik Corporate Governance pada perusahaan non
keluarga.

B. Saran

Penulis memberi saran agar pembaca dapat melakukan penelitian literatur lanjutan mengenai

 Kekurangan dan kelebihan penerapan prinsip good corporate governance dalam


perusahaan keluarga
 Bagaimana agar perusahaan keluarga dapat menjalankan prinsip good corporate
governance dengan lebih baik lagi

30
31
DAFTAR PUSTAKA

Junaeja, P. (tt). Corporate Goverance.


https://www.managementstudyguide.com/corporate-governance.htm
Muawanah, (2014). Corporate Governance dan Kepemilikan Keluarga. Jurnal Akuntansi
Multiparadigma: 5(2)170-344
Rechandy, A. (2017). Thesis Pengaruh Corporate Governance dan Strategi Perusahaan
Terhadap Kinerja Perusahaan Keluarga di Indonesia. Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi.
Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/5392/Pengaruh%20CG%20dan%20Strategi
%20Terhadap%20Kinerja%20Perusahaan%20Keluarga%20di%20Indonesia%20%28Adhitya
%20Rechandy%20Christian%2015911026%29.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Saeful, Y. (2012) Mengenal Perusahaan Keluarga dan Strategi Pengemangannya.
https://yusufsaefulberlian.wordpress.com/2012/04/04/mengenal-perusahaan-keluarga-strategi-
pengembangannya/
Tenri, A., Nasrum, M. (2019). Naskah Buku Lengkap Corporate Goverance.
https://www.scribd.com/document/408122817/NASKAH-BUKU-LENGKAP-CORPORATE-
GOVERNANCE-1-pdf
William, L & Mustamu, R. (2013). Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate
Governance Pada Perusahaan Keluarga : Studi Deskriptif Pada Distributor Makanan. Agora:
1(1)1-1
https://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_keluarga
https://www.perumnas.co.id/good-corporate-governance/
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/762f2b1403170f651305e7c71a60e522.pdf
http://repository.uin-suska.ac.id/4777/3/BAB%20II..pdf
https://crmsindonesia.org/publications/perusahaan-keluarga-juga-butuh-tata-kelola-
perusahaan/

32
Penelitian ini menemukan
perbe-
daan praktik corporate
governance pada
bank dengan kepemilikan
keluarga (family
capitalism) dengan
kepemilikan nonke-
luarga. Penemuan berikutnya
adalah
tipe perusahaan (perusahaan
keluarga
dan nonkeluarga)
berpengaruh signikan
terhadap praktik corporate
governance.
Kepemilikan keluarga terbukti
berpen-
33
garuh terhadap variasi Praktik
corporate
governance. Variabel
kepemilikan keluarga
yang memiliki pengaruh
signikan adalah
struktur kepemilikan,
keterlibatan dalam
pengawasan serta komitmen
dan nilai kelu-
arga. Namun keterlibatan
dalam penga-
wasan serta komitmen dan
nilai keluarga
ini tereliminasi seiring dengan
kehadiran
variabel regulasi dan
supervisi. Sementara
34
itu hubungan keluarga dan
keterlibatan
dalam manajemen tidak
memiliki pengaruh
signikan.
Hasil in-dept interview
mengonrmasi
serta melengkapi hasil survei,
memberikan
gambaran yang lebih
mendalam tentang
proses dan value atas
keterlibatan pemilik
dalam praktik corporate
governance.
Keterlibatan merupakan upaya
pemilik

35
untuk menginternalisasi
tujuan utama dan
nilai-nilai keyakinannya dalam
perusahaan,
yang dalam kasus ini berwujud
dalam frasa
eling lan waspada, yang
bermakna selalu
mengingat tujuan pendirian
bank dan tetap
berusaha untuk bisa selamat
sampai tujuan
(mampu bertahan dalam
persaingan industri
perbankan).
Implikasi dari hasil penelitian
ini adalah
penting bagi regulasi un
36

Anda mungkin juga menyukai