Anda di halaman 1dari 24

Makalah

“Teori Pembelajaran Orang Dewasa Dalam


Psikoedukasi, Pelatihan dan Pengembangan”

Tugas Kelas
Psikoedukasi, Pelatihan Dan Pengembangan

Dosen: Winy Nila Wisudawati, M.Psi., Psikolog

Kelompok 5 :
Budi Ingelina (46117120009)
Anastasia Johana (46117120025)
Fransiska (46117120027)
Agnesius Susanto (461171100)
Siti Chadijah (46117120080)
Nasrul Wahab (4611710050)

FAKULTAS PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI


UNIVERSITAS MERCU BUANAJAKARTA
2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………………..…..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………....ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………..1
1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………...…….2
1.3.Tujuan……………………………………………………………………...……..2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................
2.1. Pengertian Andragogi. ………………………………………………...……….
2.2. Tokoh – Tokoh Dalam Teori Pembelajaran Orang Dewasa
2.3. Karakterisitik Pembelajaran Orang Dewasa
2.4. Prinsip – Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa
2.5. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa
2.6. Metode Pembelajaran Orang Dewasa
2.7. Pengaruh Penurunan Faktor Usia Orang Dewasa Dalam Belajar
2.8. Evaluasi Pembelajaran Orang Dewasa
BAB III KESIMPULAN.…………………………………...……………………………………
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………….……..14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembelajaran untuk orang dewasa atau disebut juga sebaga andragogi banyak
ditemukan sekarang ini, hal ini pun dapat terlihat dari banyaknya tokoh – tokoh yang
mengemukakan terkait hal ini. Jenisnya pun bermacam – macam dan salah satunya adalah
pembelajaran yang bersifat psikoedukasi, pelatihan dan pengembangan. Jika diamati
banyak tempat dan layanan yang menyediakan jasa pembelajaran untuk orang dewasa.
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam menyusun sebuah rancangan pembelajaran
untuk orang dewasa, karena tahapan serta metodenya pun mempunyai karakteristik
tersendiri yang tentunya berbeda dengan cara pembelajaran kepada anak – anak atau
yang disebut sebagai pedagogi. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai berbagai
macam teori terkait dengan pembelajaran untuk orang dewasa dan hal lainnya mengenai
pembelajaran andragogi.

1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui berbagai macam teori tentang pembelajaran pada orang dewasa menurut
para tokoh ahli
2. Mengetahui bagaimana dan hal apa saja yang berhubungan dan terkait dengan
pembelajaran orang dewasa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Andragogi

Andragogi berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti aner yaitu orang dewasa
dan agogus artinya memimpin. Menurut Kartini Kartono (1997) Andragogi yaitu ilmu yang
digunakan untuk menuntun atau mendidik manusia yaitu membentuk kepribadian yang
seutuhnya agar dia mampu mandiri ketika berada di lingkungan sosialnya. Andragogi
secara harfiah dapat diartikan sebagai seni dan pengetahuan dalam mengajar orang
dewasa yang merupakan ilmu untuk membentuk manusia, yaitu membentuk kepribadian
seutuhnya agar ia mampu mandiri di tengah lingkungan sosialnya. Proses pembelajaran ini
akan berjalan dengan baik apabila metode dan teknik pembelajaran dapat melibatkan para
peserta.

2.2. Tokoh – Tokoh Dalam Teori Pembelajaran Orang Dewasa

2.2.1. Carl Rogers

Carl Rogers sendiri merupakan seorang ahli ilmu jiwa humanistik yang
menganjurkan perluasan penggunaan teknik psikoterapi dalam bidang pembelajaran.
Menurut pendapatnya, peserta belajar dan fasilitator hendaknya memiliki pemahaman yang
mendalam mengenai diri mereka melalui kelompok yang lebih intensif. Pendekatan ini lebih
dikenal dengan istilah latihan sensitivitas: kelompok, group, workshop intensif, hubungan
masyarakat. Konsep yang dimiliki oleh Carl Rogers adalah “Student - Centered - Learning”
yang inti dari konsep ini adalah yaitu:
1. Kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanyabisa menfasilitasi belajarnya
2. Seseorang akan belajar secarasignifikan hanya pada hal-hal yang dapat
memperkuat/menumbuhkan selfnya
3. Manusia tidak bisa belajar kalau berada di bawah tekanan
4. Pendidikan akan membelajarkan peserta didik secara signifkan bila tidak ada tekanan
terhadap peserta didik, dan adanya perbedaan persepsi serta pendapat

Menurut Rogers, latihan sensitivitas dimaksudkan untuk membantu peserta belajar


berbagai rasa dalam penjajagan sikap dan hubungan interpersonal di antara mereka.
Rogers menanamkan sistem tersebut sebagai pembelajaran yang berpusat pada peserta
belajar. Pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar pada hakekatnya merupakan
versi terakhir dari metode penemuan (discovery method). Rogers mengemukakan adanya
tiga unsur yang penting dalam belajar berpengalaman (experimental learning), yaitu:
1. Peserta belajar hendaknya dihadapkan pada masalah nyata yang ingin ditemukan
pemecahannya.
2. Apabila kesadaran akan masalah telah terbentuk, maka terbentuk pulalah sikap
terhadap masalah tersebut.
3. Adanya sumber belajar, baik berupa manusia maupun berbentuk bahan tertulis atau
tercetak.

Teori belajar berpengalaman dari Carl Rogers, Javis mengemukakan bahwa teori
tersebut mengandung nilai keterlibatan personal, intelektual dan afektif yang tinggi,
didasarkan atas prakarsa sendiri (self Initiated). Peranan fasilitator dalam belajar
berpengalaman ialah sekedar membantu memudahkan peserta belajar menemukan
kebutuhan belajar yang bermakna baginya.

Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap secara
ketat, sebagaimana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan
dapat diukur, kondisi belajar yang diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman
belajar yang dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna bagi guru tetapi tidak berarti bagi
siswa (Roger dalam Snelbecker, 1974). Hal tersebut tidak sejalan dengan teori
humanistik.Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi siswa, diperlukan inisiatif dan
keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Maka siswa akan mengalami belajar eksperensial
(experiential learning) (Asri Budiningsih, 2005: 77).

2.2.2. Robert M. Gagne

Gagne mengemukakan yang terpenting bagi pendidikan orang dewasa terutama


yang berkaitan dengan kondisi belajar.Menurutnya ada delapanhierarki tipe belajar seperti
diuraikan sebagai berikut:

1. Belajar Berisyarat
Belajar berisyarat didapatkan pada tingkatan mana saja dari hierarki sebagai suatu
bentuk Classical Conditioning. Tipe belajar ini dapat terjadi pada anak-anak maupun orang
dewasa dalam bentuk sikap dan prasangka.

2. Belajar Stimulus Respon


Belajar stimulus respon adalah sama dengan Operant Conditioning, yang
responnya berbentuk ganjaran

3. Rangkaian motorik tidak lain dari belajar keterampilan, sedangkan

4. Rangkaian verbal adalah belajar dengan cara menghafal (rote learning)

5. Diskriminasi Berganda
Dalam belajar diskriminasi ganda, memasuki kawasan keterampilan intelektual
berupa kemampuan membedakan antara beberapa jenis gejala yang serupa. Dengan tipe
belajar ini, peserta belajar diharapkan memiliki kemampuan untuk menetapkan mana di
antara tipe tersebut yang tepat untuk sesuatu situasi khusus.

6. Belajar Konsep
Kemampuan berpikir abstrak yang mulai dipelajari pada masa remaja (adolesence).
Belajar konsep merupakan salah satu unsur yang membedakan antara pendidikan orang
dewasa dibandingkan dengan pendidikan anak-anak dilihat dari tingkatan pemikiran
tentang konsep.

7. Belajar Aturan
Merupakan kemampuan merespon terhadap keseluruhan isyarat, merupakan tipe
belajar yang penting dalam pendidikan orang dewasa. Belajar pemecahan masalah
merupakan tingkat tertinggi dalam tipe belajar menurut hierarki Gagne.

8. Pemecahan Masalah
Tipe pemecahan masalah bertujuan untuk menemukan jawaban pada situasi
problematik.

2.2.3. Paulo Freire

Paulo Freire adalah seorang pendidik di negara Brazilia yang gagasannya tentang
pendidikan orang dewasa. Menurut Flaire, pendidikan dapat dirancang untuk percaya pada
kemampuan diri pribadi (self affirmation) yang pada akhirnya menghasilkan kemerdekaan
diri. Ia terkenal dengan gagasannya yang disebut dengan conscientization yang terdapat
tiga prinsip:
1. Tak seorang pun yang dapat mengajar siapapun juga
2. Tak seorang pun yang belajar sendiri
3. Orang-orang harus belajar bersama-sama, bertindak di dalam dan pada dunia mereka.

Gagasan ini memberikan kesempatan kepada orang dewasa untuk melakukan


analisis kritis mengenali lingkungannya, untuk memperdalam persepsi diri mereka dalam
hubungannya dengan lingkungannya dan untuk membina kepercayaan terhadap
kemampuan sendiri dalam hal kreativitas kapabilitasnya untuk melakukan tindakan.
Fasilitator dan peserta belajar hendaknya bersama-sama bertanggung jawab terhadap
berlangsungnya proses pengembangan fasilitator dan peserta belajar.

2.2.4. Jack Mezirow

Mezirow adalah Teacher College Universitas Columbia, beliau mengemukakan:


“Belajar dalam kelompok pada umumnya merupakan alat yang paling efektif untuk
menimbulkan perubahan dalam sikap dan perilaku individu” Mezirow berpendapat bahwa
pendidikan sebagai suatu kekuatan pembebasan individu dari belenggu dominasi budaya
penjajah, namun ia melihat kemerdekaan dari perspektif yang lebih bersifat psikologis, dan
kegiatan belajar sebagai suatu metode yang dapat digunakan untuk mengubah realita
masyarakat.

Keinginan belajar terjadi sebagai akibat dari refleksi pengalaman, dan ia


menyatakan adanya perbedaan tingkatan refleksi, menetapkan perbedaan refleksi dan
menetapkan tujuh tingkatan refleksi yang mungkin terjadi dalam masa kedewasaan, yaitu:

1. Refleksivitas: Kesadaran akan persepsi khusus, arti dan perilaku


2. Refleksivitas Afektif: Kesadaran akan bagaimana individu merasa tentang apa yang
dirasakan, dipikirkan atau dilakukan.
3. Refleksivitas Diskriminasi: Menilai kemanjuran (efficacy) persepsi dan lain sebagainya
4. Refleksivitas Pertimbangan: Membuat dan menjadikan sadar akan nilai pertimbangan
yang dikemukakan.
5. Refleksivitas Konseptual: Menilai kememadaian konsep yang digunakan untuk
pertimbangan.
6. Refleksivitas Psikis: Pengenalan kebiasaan membuat penilaian perasaan mengenai
dasar informasi terbatas.
7. Refleksivitas Teoritis: Kesadaran akan mengapa satu himpunan perspektif lebih atau
kurang memadai untuk menjelaskan pengalaman personal.
2.2.5. Malcolm Knowles

Knowles terkenal dengan teori andragoginya, oleh karena itu dianggap Bapak Teori
Andragogi meskipun bukan dia yang pertama kali menggunakan istilah tersebut.
Andragogi berasal dari akar kata “aner” yang artinya orang (man) untuk membedakannya
dengan “paed” yang artinya anak. Andragogi adalah seni dan ilmu yang digunakan untuk
membantu orang dewasa belajar. Knowles mengembangkan konsep andragogi atas
empat asumsi pokok yang berbeda dengan pedagogi. Keempat asumsi pokok itu adalah
sebagai berikut :

1. Asumsi Pertama
Seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari ketergantungan total
menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Atau secara singkat dapat dikatakan pada anak-
anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada orang dewasa konsep dirinya sudah
mandiri. Karena kemandirian konsep dirinya inilah orang dewasa membutuhkan
penghargaan orang lain sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri sendiri. Apabila
dia menghadapi situasi dimana dia tidak memungkinkan dirinya menjadi self directing
maka akan timbul reaksi tidak senang atau menolak.

2. Asumsi kedua
Sebagaimana individu tumbuh matang akan mengumpulkan sejumlah besar
pengalaman dimana hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang kaya, dan
pada waktu yang sama memberikan dia dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang baru.
Oleh karena itu, dalam teknologi andragogi terjadi penurunan penggunaan teknik
transmital seperti yang dipakai dalam pendidikan tradisional dan lebih-lebih
mengembangkan teknik pengalaman (experimental-technique).Maka penggunaan teknik
diskusi, kerja laboratori, simulasi, pengalaman lapangan, dan lainnya lebih banyak
dipakai.

3. Asumsi ketiga
Bahwa pendidikan itu secara langsung atau tidak langsung, secara implisit atau
eksplisit, pasti memainkan peranan besar dalam mempersiapkan anak dan orang dewasa
untuk memperjuangkan eksistensinya di tengah masayarakat. Karena itu, sekolah dan
pendidikan menjadi sarana ampuh untuk melakukan proses integrasi maupun disintegrasi
sosial di tengah masyarakat (Kartini Kartono, 1992). Selajan dengan itu, kita berasumsi
bahwa setiap individu menjadi matang, maka kesiapan untuk belajar kurang ditentukan
oleh paksaan akademik dan perkembangan biologisnya, tetapi lebih ditentukan oleh
tuntutan-tuntutan tugas perkembangan untuk melakukan peranan sosialnya. Dengan
perkataan lain, orang dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan tingkatan
perkembangan mereka yang harus menghadapi peranannya apakah sebagai pekerja,
orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain. Kesiapan belajar mereka bukan
semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan hidup dan untuk
melaksanakan tugas peran sosialnya.

4. Asumsi keempat
Bahwa anak-anak sudah dikondisikan untuk memiliki orientasi belajar yang berpusat
pada mata pelajaran (subject centered orientation) karena belajar bagi anak seolah-olah
merupakan keharusan yang dipaksakan dari luar. Sedang orang dewasa
berkecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan masalah
kehidupan (problem centered orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa
seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya.

2.3. Karakterisitik Pembelajaran Orang Dewasa

Karakteristik belajar orang dewasa dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Orang dewasa belajar karena adanya tuntutan tugas, tuntutan perkembangan atau
keinginan peningkatan peran. Berbeda dengan anak-anak yang cenderung menerima
materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, orang dewasa akan belajar manakala
pembelajaran ini dapat memenuhi tuntutan tugas, tuntutan perkembangan, dan
tuntutan akibat peningkatan peran. Karenanya dalam pembelajaran orang dewasa
perlu dijelaskan kaitan antara materi dengan tuntutan tugas, peran, dan tuntutan
perkembangan mereka.
2. Orang dewasa suka mempelajari sesuatu yang praktis, dapat langsung diterapkan, dan
bermanfaat dalam kehidupannya. Orang dewasa kebanyakan telah kaya dengan
pengetahuan-pengetahuan teoritis. Karenanya materi pelatihan orang dewasa
sebaiknya dipilih yang praktis dan dapat diterapkan dalam kehidupannya.
3. Orang dewasa dalam proses belajar ingin diperlakukan sebagai orang dewasa/dihargai
4. Orang dewasa kaya pengalaman dan berwawasan luas, mempelajari sesuatu yang
baru berdasar pengalamannya. Setiap orang dewasa umumnya memiliki pengalaman
yang sangat luas utamanya dalam bidang yang ditekuninya. Sebaiknya cara
mempelajari sesuatu yang baru dimulai dari pengalaman-pengalaman mereka.
5. Orang dewasa belajar dengan cara berbagi pendapat bersama orang lain. Karena
mereka kaya pengalaman, berbagi pendapat merupakan salah satu cara efektif
mereka dalam belajar.
6. Orang dewasa mempertanyakan mengapa harus mempelajari sesuatu sebelum
mereka mempelajari sesuatu. Jika anak-anak cenderung menerima topik
pembelajaran, orang dewasa perlu mengetahui bahwa hal-hal yang mereka pelajari
merupakan hal yang bermanfaat langsung bagi mereka.
7. Orang dewasa belajar dengan memecahkan masalah tidak berorientasi pada bahan
pelajaran Jika hal yang dipelajari dalam pelatihan dapat memecahkan masalah yang
dialami, maka mereka akan belajar dengan baik.
8. Orang dewasa menyukai suasana pembelajaran yang membangkitkan kepercayaan
diri. Hal ini berkaitan dengan keinginan untuk dihargai. Mulailah pembelajaran dengan
hal-hal yang mudah sehingga kepercayaan diri mereka meningkat.
9. Orang dewasa memerlukan waktu yang lebih panjang dalam belajar karena perlu
memvalidasi informasi baru. Orang dewasa tidak sekedar menerima informasi
melainkan memvalidasi informasi berdasarkan pengalaman - pengalaman mereka.
10. Orang dewasa akan melanjutkan proses belajar jika pengalaman belajar yang
dilaluinya memuaskan.

Pada banyak praktek, mengajar orang dewasa dilakukan sama saja dengan
mengajar anak. Prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap
dapat diberlakukan bagi kegiatan pendidikan orang dewasa. Hampir semua yang
diketahui mengenai belajar ditarik dari penelitian belajar yang terkait dengan anak. Begitu
juga mengenai mengajar, ditarik dari pengalaman mengajar anak-anak misalnya dalam
kondisi wajib hadir dan semua teori mengenai transaksi guru dan siswa didasarkan pada
suatu definisi pendidikan sebagai proses pemindahan kebudayaan. Namun, orang
dewasa sebagai pribadi yang sudah matang mempunyai kebutuhan dalam hal
menetapkan daerah belajar di sekitar problem hidupnya.

Kalau ditarik dari pengertian pedagogi, maka andragogi secara harfiah dapat
diartikan sebagai seni dan pengetahuan mengajar orang dewasa. Namun, karena orang
dewasa sebagai individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, maka dalam andragogi
yang lebih penting adalah kegiatan belajar dari siswa bukan kegiatan mengajar guru. Oleh
karena itu, dalam memberikan definisi andragogi lebih cenderung diartikan sebagai seni
dan pengetahuan membelajarkan orang dewasa.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan perbedaan antara pedagogi dan


andragogi sebagai berikut pada tabel 1.

Tabel 1

Perbedaan pedagogi dan andragogi

Aspek Pedagogi Andragogi

Konsep tentang diri Bersifat tergantung Memiliki kemampuan


peserta didik mengarahkan diri sendiri

1. Pengalaman sedikit 1. Pengalaman


banyak
2. Pengalaman
sebagai titik awal 2. Pengalaman sebagai sumber
Fungsi pengalaman belajar
untuk membangun
peserta didik
pengalaman

1. Diseragamkan 1. Siap mempelajari


berdasarkan usia sesuatu yang ia
Kesiapan Belajar perlukan
2. Diorganisasi dalam
suatu kurikulum

2.4. Prinsip – prinsip Pembelajaran Orang Dewasa


Pendidikan orang dewasa memiliki prinsip yang membedakannya dengan jenis
pendidikan yang lain. Prinsip pendidikan orang dewasa tersebut, dapat menciptakan
suasana pembelajaran yang efektif dan efisien. Prinsip tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut.

1. Prinsip kemitraan
Prinsip kemitraan menjamin terjalinnya kemitraan di antara fasilitator dan peserta.
Dengan demikian peserta tidak diperlakuan sebagai siswa tetapi sebagai mitra belajar
sehingga hubungan yang mereka bangun bukanlah hubungan yang bersifat memerintah,
tetapi hubungan yang bersifat membantu, yaitu pengajar akan berusaha semaksimal
mungkin untuk membantu proses belajar peserta pelatihan.

2. Prinsip pengalaman nyata


Prinsip pengalaman nyata menjamin berlangsungnya kegiatan pembelajaran
pendidikan orang dewasa terjadi dalam situasi kehidupan yang nyata. Kegiatan
pembelajaran pendidikan orang dewasa tidak berlangsung di kelas atau situasi yang
simulatif, tetapi pada situasi yang sebenarnya.

3. Prinsip kebersamaan
Prinsip kebersamaan menuntut digunakannya kelompok dalam kegiatan
pembelajaran pendidikan orang dewasa untuk menjamin adanya interaksi yang maksimal
di antara peserta dengan difasilitasi fasilitator.

4. Prinsip partisipasi
Prinsip partisipasi adalah untuk mendorong keterlibatan peserta secara maksimal
dalam kegiatan pembelajaran orang dewasa, dengan fasilitas dari peserta. Dalam kegiatan
pembelajaran pendidikan orang dewasa semua peserta harus terlibat atau mengambil
bagian secara aktif dari seluruh proses pembelajaran mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.

5. Prinsip kemandirian
Prinsip ini mendorong peserta untuk memiliki kebebasan dalam mencari tujuan
pembelajaran. Pembelajaran orang dewasa berusaha untuk menghasilkan manusia
independen mampu memainkan peran subjek atau aktor, kebutuhan untuk prinsip
kemandirian.
6. Prinsip kesinambungan
Prinsip yang menjamin adanya kesinambungan dari materi yang dipelajari sekarang
dengan materi yang telah dipelajari di masa yang lalu dan dengan materi yang akan
dipelajari di waktu yang akan datang. Dengan prinsip ini maka akan terwujud konsep
pendidikan seumur hidup dalam pendidikan orang dewasa.

7. Prinsip manfaat
Prinsip manfaat menjamin bahwa apa yang dipelajari dalam pendidikan orang
dewasa adalah sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan oleh peserta. Orang dewasa
akan siap untuk belajar manakala dia menyadari adanya kebutuhan yang harus dipenuhi.
Kesadaran terhadap kebutuhan ini mendorong timbulnya minat untuk belajar, dan karena
rasa tanggung jawabnya sebagai orang dewasa maka timbul kesiapan untuk belajar.

8. Prinsip kesiapan
Prinsip kesiapan menjamin kesiapan mental maupun kesiapan fisik dari peserta
untuk dapat melakukan kegiatan pembelajaran. Orang dewasa tidak akan dapat melakukan
kegiatan pembelajaran manakala dirinya belum siap untuk melakukannya, apakah itu
karena belum siap (fisiknya atau belum siap mentalnya).

9. Prinsip Lokalitas
Prinsip lokalitas menjamin adanya materi yang dipelajari bersifat spesifik local.
Generalisasi dari hasil pembelajaran dalam pendidikan orang dewasa akan sulit dilakukan.
Hasil pendidikan orang dewasa pada umumnya merupakan kemampuan yang spesifik
yang akan dipergunakan untuk memecahkan masalah peserta pada tempat mereka
masing-masing, pada saat sekarang juga. Kemampuan tersebut tidak dapat diberlakukan
secara umum menjadi suatu teori, dalil, atau prinsip yang dapat diterapkan dimana saja,
dan kapan saja. Hasil pembelajaran sakarang mungkin sudah tidak dapat lagi
dipergunakan untuk memecahkan masalah yang sama dua atau tiga tahun mendatang.
Demikian pula hasil pembelajaran tersebut tidak dapat diaplikasikan dimana saja, tetapi
harus diaplikasikan di tempat peserta sendiri karena hasil pembelajaran tersebut diproses
dari pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh peserta.

10. Prinsip keterpaduan


Prinsip keterpaduan menjamin adanya integrasi atau keterpaduan materi pendidikan
orang dewasa. Rencana pembelajaran dalam pendidikan orang dewasa harus meng-cover
materi-materi yang sifatnya terintegrasi menjadi suatu kesatuan materi yang utuh, tidak
partial atau terpisah-pisah.

2.5. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa

Pemilihan strategi pembelajaran ditentukan berdasarkan tujuan yang akan dicapai.


Berdasarkan tujuan yang akan dicapai ada dua strategi belajar, yaitu:

1. Proses penataan pengalaman/penataan kembali


Strategi ini diperuntukkan bagi peserta pelatihan yang sudah memiliki pengetahuan
dan keterampilan tentang apa yang akan dilatihkan. Untuk itu peran fasilitator disini
membantu peserta untuk membuat generalisasi dengan memancing pegalaman yang
sudah dimiliki dan memberi umpan balik. Sedangkan peserta harus berperan banyak
untuk mengungkapkan data mengenai pengalaan dan pendapatnya, menganalisa
pengalamannya, menggali alternatif dan manfaatnya. Hal ini akan terjadi apabila ada
suasana yang bebas dari ancaman, rasa kebutuhan dari peserta untuk menemukan
pendekatan baru dalam mengatasi masalah lamanya.

2. Proses perluasan pengalaman


Strategi ini diperuntukkan bagi peserta pelatihan yang belum memiliki pengetahuan
atau keterampilan tentang apa yang akan dilatihkan. Peran fasilitator disini adalah
memberikan data dan konsep yang baru, sedangkan peran peserta pelatihan adalah
memperoleh data dan konsep baru, mempraktikkannya. Dalam hal ini diperlukan kejelasan
penyajian baru dan memotivasi peserta untuk mengetahui relevansi bahan baru tersebut
dalam kehidupan.

Berdasarkan tujuan di atas diketahui bahwa dalam pembelajaran orang dewasa ada
dua tujuan dalam pembelajaran, yaitu bagi yang sudah mempunyai pengetahuan dan
belum. Tetapi perlu diingat orang dewasa telah memiliki bebrapa karakteristik yang perlu
diperhatikan dalam menetapkan strategi pembelajarannya. Berdasarkan karakteristik
orang dewasa, maka strategi yang efektif untuk pembelajaran orang dewasa. Secara
umum pembelajaran orang dewasa diharapkan menggunakan pembelajaran partisipatif,
yaitu keterlibatan atau peran serta peserta pelatihan dan pengaturan lainnya yang
menyangkut materi pelatihan, waktu penyelenggaraan, dan lain sebagainya. Pada
prinsipnya pada pembelajaran partisipatif fasilitator tidak menggurui dan selalu
berceramah, tetapi selalu melibatkan peserta dalam kegiatan. Strategi yang dimaksud
antara lain sebagai berikut.

1. Pembelajaran yang praktis dan berpusat pada masalah


Salah satu karakteristik orang dewasa adalah orang dewasa belajar dengan
memecahkan masalah tidak berorientasi pada bahan pelajaran. Jika hal yang dipelajari
dalam pelatihan dapat memecahkan masalah yang dialami, maka mereka akan belajar
dengan baik. Untuk itu, strategi yang digunakan dalam pembelajaran adalah sebagai
berikut: Sebelum pembelajaran dimulai, fasilitator harus mengidentifikasi kebutuhan-
kebutuhan dan masalah mereka. Selanjutnya pembelajaran sebaiknya dimulai dengan
mengidentifikasi masalah-masalah otentik yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-
hari. Jika kita perlu memperkenalkan teori atau informasi baru, yakinkan bahwa semuanya
dikaitkan dengan masalah yang dihadapi dan contoh-contoh nyata. Dalam pemecahan
masalah ini metode yang bisa digunakan antara lain tanyajawab, diskusi. Diskusi dalam
rangka memecahkan masalah terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
a. Anggota kelompok sadar akan adanya masalah
b. Anggota secara individu mencari dugaan untuk memecahkan masalah sementara
c. Anggota kelompok mencari fakta atau pengalamannya untuk mendukung dugaannya.
d. Mendiskusikan dengan anggota kelompok atas pemecahan masalah
e. Membuat kesimpulan diskusi dalam memecahkan masalah.

Berkaitan dengan sesuatu yang praktis, dalam pembelajaran orang dewasa


diperlukan praktik lapang. Materi harus dipraktikkan untuk kepentingan praktis yang akan
diterapkan. Rangkaian metode yang cocok digunakan antara lain demonstrasi, simulasi
dan praktik. Misalnya untuk mencapai kompetensi Menggunakan GPS untuk menambah
data di OSM, tidak ada artinya kalau peserta hanya mengetahui dan paham tentang
penggunaan GPS untuk menambahkan data OSM, tetapi perlu didemonstasikan oleh
fasilitator dan disimulasikan oleh sebagai peserta dan dipraktikkan oleh semua peserta.
Yang perlu dipraktikkan dalam kompetensi tersebut antara lain menyalakan GPS dan
melakukan pengaturan GPS saat pertama kali.

2. Orang dewasa menyukai pembelajaran yang mengintegrasikan informasi baru dengan


pengalaman-pengalaman mereka:
Dalam pembelajaran orang dewasa ada dua hal, yaitu proses penataan
pengalaman/penataan kembali dan proses perluasan pengalaman, untuk itu pembelajaran
orang dewasa haruslah membantu mereka mengungkapkan pengalaman-pengalaman
mereka untuk mempelajari hal-hal yang baru. Pembelajaran kelompok kooperatif juga
dapat membantu mereka untuk berbagi pendapat dengan peserta yang lain. Selanjutnya
kita perlu membantu mereka dalam memahami informasi yang baru. Metode yang sesuai
diantaranya dengan tanyajawab dan diskusi. Misalnya dalam mengajarkan materi
“Pengoperasian OSM”, sebaiknya fasilitator tidak memberi ceramah tentang:
a. Cara mengunjungi situs Open Street Map
b. Cara menavigasi Peta
c. Cara menyimpan Gambar dari Peta OSM
d. Cara membuat Akun Open StreetMap
e. Editing Peta OSM

Tetapi fasilitator perlu menggali seberapa jauh pengalaman mereka atau


pengetahuan mereka tentang materi tersebut dengan tanyajawab. Setelah itu bisa
didiskusikan untuk memecahkan masalah kesulitan peserta terhadap materi tersebut,
selanjutnya fasilitator dapat memberikan tambahan materi yang dirasa belum diketahui
oleh peserta dengan selalu menghubungkan dengan pengetahuan dan pengalaman yang
mereka miliki sebelumnya.

3. Orang dewasa menyukai pembelajaran yang meningkatkan harga diri mereka


Agar orang dewasa percaya diri, kita dapat memulai dengan hal-hal yang
sederhana dengan tingkat kegagalan yang kecil. Selanjutnya pembelajaran semakin
meningkat seiring dengan kepercayaan diri mereka. Misalnya, ketika mengajarkan
pengoperasian JOSM, diketahui peserta belum begitu lancar dengan internet, maka dapat
memulai dengan praktek-praktek keterampilan yang ringan misalnya melakukan download
JOSM dengan cara berpasangan, yang sudah bisa mengajarkan kepada yang belum bisa
dan dilanjutkan dengan mengerjakan secara individu. Hal ini dimaksudkan agar tidak
memberikan beban yang berat di awal pelatihan. Begitu selanjutnya untuk belajar langkah
lain dari pengoperasian JOSM. Yang penting disini, peserta tidak boleh dipermalukan
karena kekurangan mereka terhadap pengoperasian internet.

4. Orang dewasa menyukai pembelajaran yang menunjukkan perhatian secara individual


Ketahuilah kebutuhan-kebutuhan mereka, penuhi kebutuhan individual seperti rehat,
makan, minum dan sebagainya. Ajak mereka merencanakan target-target dan bantulah
mencapai target tersebut. Jangan segan pula untuk meminta masukan-masukan dari
mereka baik secara tertulis, dalam sesi-sesi maupun secara informal di luar sesi pelatihan.
Mereka suka jika minat-minat pribadi mereka diperhatikan. Keberhasilan strategi belajar
orang dewasa perlu didukung dengan suasan belajar yang kondusif. Suasana belajar yang
kondusif bagi orang dewasa menurut Suprijanto (2007) adalah :
a. Mendorong peserta didik untuk aktif dan mengembangkan bakat
b. Suasana saling menghormati dan saling menghargai
c. Suasana saling percaya dan terbuka
d. Suasana penemuan diri
e. Suasana tidak mengancam
f. Suasana mengakui kekhasan pribadi
g. Suasana memperbolehkan perbedaan, berbuat salah, dan keraguan
h. Memungkinkan peserta belajar sesuai dengan minat, perhatian, dan sumber daya
lingkungannya
i. Memungkinkan peserta mengakui dan mengkaji kelemahan dan kekuatan pribadi,
kelompok, dan masyarakatnya
j. Memungkinkannya peserta tumbuh sesuai dengan nilai dan norma yang ada di
masyarakat

2.6. Metode Pembelajaran Orang Dewasa

Dalam pembelajaran orang dewasa, banyak metode yang diterapkan.Untuk


memberhasilkan pembelajaran semacam ini, apapun metode yang diterapkan seharusnya
mempertimbangkanfaktor sarana dan prasarana yang tersedia untuk mencapai tujuan
akhir pembelajaran, yakni agar peserta dapat memiliki suatu pengalaman belajar yang
bermutu. Merupakan suatu kekeliruan besar bilamana dalam hal ini, pembimbing secara
kurang wajar menetapkan pemanfaatanmetode hanya karena faktor pertimbangannya
sendiri yakni menggunakan metode yang dianggapnya paling mudah, atau hanya
disebabkan karena keinginannya dikagumi oleh peserta di kelas itu ataupun mungkin ada
kecenderungannya hanya menguasai satu metode tertentu saja. Selajan dengan itu,
menurut Lunandi (1987) proses belajar tersebut, dirinci menjadi seperti terlihat dalam
Gambar 1
Gambar 2 : Proses Belajar

Penetapan pemilihan metode seharusnya guru mempertimbangkan aspek tujuan


yang ingin dicapai, yang dalam hal ini mengacu pada garis besar program pengajaran
yang dibagi dalam dua jenis:

1. Rancangan proses untuk mendorong orang dewasa mampu menata dan mengisi
pengalaman baru dengan mempedomani masa lampau yang pernah dialami, misalnya
dengan latihan keterampilan, melalui tanya jawab, wawancara, konsultasi, latihan
kepekaan, dan lain-lain, sehingga mampu memberi wawasan baru pada masing-masing
individu untuk dapat memanfaatkan apa yang sudah diketahuinya.

2. Proses pembelajaran yang dirancang untuk tujuan meningkatkan transfer pengetahuan


baru, pengalaman baru, keterampilan baru, untuk mendorong masing-masing individu
orang dewasa dapat meraih semaksimal mungkin ilmu pengetahuan yang diinginkannya,
apa yang menjadi kebutuhannya, keterampilan yang diperlukannya, misalnya belajar
menggunakan program komputer yang dibutuhkan di tempat ia bekerja.

Untuk menguraikan lebih lanjut apa yang dimaksud di atas, secara singkat diperinci
bagaimana hubungannya dengan kedua ujung pada kontinum proses belajar, yakni
penataan (atau penataan kembali) pengalaman belajar di ujung yang satu, dan perluasan
pengalaman belajar di ujung yang lain, seperti dapat dilihat dalam Tabel 2
Tabel 2
Penataan Pengalaman Belajar dan Perluasan Pengalaman Belajar

Aspek Apabila tekanannya pada Perluasan Pengalaman


penataan pengalaman Belajar
Persiapan dan orientasi Membuat pelajar enak Mengutamakan masalah
harus: mengungkapkan sukses yang kini tak dapat
dan kegagalannya di masa dipecahkan oleh pelajar,
lalu, mengutamakan makna tetapi dapat dipecahkannya
penilaian pengalaman masa setelah mendapat bahan
lampau untuk dapat baru. Membantu pelajar
mengatasi masalah serupa untuk mengatasi
di kemudian hari ketidakmampuannya
menggumuli bahan baru.
Suasana dan kecepatan merenungkan banyak tanpa menarik dan mengasikkan di
belajar: tergesa-gesa dipengaruhi tentukan sangat oleh sifat
sangat oleh reaksi dan dan isi pelajaran
kemampuan pelajar
Peran yang mengajar lebih menciptakan suasana, mengenal masalah pelajar,
banyak memberi makna pada menjelaskan sasaran
pengalaman belajar, pelajaran, memberikan data
memancing ungkapan dan konsep baru, atau
pengalaman, memperlihatkan tingkah laku
memberiumpan balik, baru
membantu membuat
generalisasi
Peran yang belajar lebih mengungkapkan data Mengolah data dan konsep
banyak mengenai pengalaman dan baru, mempraktekkan bahan
pendapat nya, menganalisa baru, melihat penerapan
pengalamannya, menggali bahan baru pada situasi
alternatif dan manfaat nyata
Sukses bergantung diri suasana bebas dari Kejelasan penyajian baru,
ancaman, rasa kebutuhan penghargaan pelajar
pelajar untuk menemukan terhadap pengajar, relevansi
pendekatan baru dalam bahan baru penilaian
mengatasi masalah lama. pelajar.

Gambaran di atas menunjukkan adanya beberapa program pendidikan orang


dewasa, yang dalam pelaksanaan programnya membutuhkan kombinasi berbagai metode
yang cocok sesuai situasi dan kondisi yang diperlukan sehingga dicapai hasil yang
memuaskan. Kemampuan orang dewasa belajar dapat diperkirakan sebagai berikut: (a) 1%
melalui indera perasa, (b) 11⁄2 % melalui indera peraba, (c) 31⁄2% melalui indera
penciuman, (d) 11% melalui indera pendengar,dan (e) 83% melalui indera penglihat
(Lunandi, 1987).
Sejalan dengan itu, orang dewasa belajar lebih efektif apabila ia dapat
mendengarkan dan berbicara. Lebih baik lagi kalau di samping itu ia dapat melihat pula,
dan makin efektif lagi kalau dapat juga mengerjakan. Komposisi kemampuan tersebut
dapat dilukiskan ke dalam piramida belajar (pyramida of learning) seperti terlihat dalam
Gambar 2.

Gambar 2 : pyramida of learning

Dari gambar di atas tampak bahwa pada ceramah peserta hanya mendengarkan.
Fungsi bicara hanya sedikit terjadi pada waktu tanya jawab. Untuk metode diskusi bicara
dan mendengarkanadalah seimbang. Dalam pendidikan dengan cara demonstrasi, peserta
sekaligus mendengar,melihat dan berbicara. Pada saat latihan praktis peserta dapat
mendengar, berbicara, melihatdan mengerjakan sekaligus, sehingga dapat diperkirakan
akan menjadi paling efektif.

2.7. Pengaruh Penurunan Faktor Fisik Orang Dewasa dalam Belajar

Proses belajar manusia berlangsung hingga ahkir hayat (long life education).
Namun, ada korelasi negatif antara pertambahan usia dengan kemampuan belajar orang
dewasa. Artinya,setiap individu orang dewasa, makin bertambah usianya, akan semakin
sukar baginya belajar (karena semua aspek kemampuan fisiknya semakin menurun).
Misalnya daya ingat, kekuatanfisik, kemampuan menalar, kemampuan berkonsentrasi, dan
lain-lain semuanya memperlihatkan penurunannya sesuai pertambahan usianya pula.

Menurut Lunandi (1987), kemajuan pesat danperkembangan berarti tidak diperoleh


dengan menantikan pengalaman melintasi hidup saja.Kemajuan yang seimbang dengan
perkembangan zaman harus dicari melalui pendidikan.Menurut Verner dan Davidson
dalam Lunandi (1987) ada enam faktor yang secara psikologisdapat menghambat
keikutsertaan orang dewasa dalam suatu program pendidikan, yaitu :

1. Dengan bertambahnya usia, titik dekat penglihatan atau titik terdekat yang dapat
dilihatsecara jelas mulai bergerak makin jauh. Pada usia dua puluh tahun seseorang
dapatmelihat jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari matanya. Sekitar usia empat
puluhtahun titik dekat penglihatan itu sudah menjauh sampai 23 cm.

2. Dengan bertambahnya usia, titik jauh penglihatan atau titik terjauh yang dapat
dilihatsecara jelas mulai berkurang, yakni makin pendek. Kedua faktor ini perlu
diperhatikan dalam pengadaan dan pengunaan bahan dan alat pendidikan.

3. Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan dalam
suatu situasi belajar. Kalau seseorang pada usia 20 tahun memerlukan 100 Watt
cahaya,maka pada usia 40 tahun diperlukan 145 Watt, dan pada usia 70 tahun seterang
300 Watt baru cukup untuk dapat melihat dengan jelas.

4. Makin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah daripada
spektrum. Hal ini disebabkan oleh menguningnya kornea atau lensa mata, sehingga
cahaya yang masuk agak terasing.Akibatnya ialah kurang dapat dibedakannya warna-
warna lembut.Untuk jelasnya perlu digunakan warna-warna cerah yang kontras utuk alat-
alat peraga.

5. Pendengaran atau kemampuan menerima suara mengurang dengan bertambahnya


usia. Pada umumnya seseorang mengalami kemunduran dalam kemampuannya
membedakan nada secara tajam pada tiap dasawarsa dalam hidupnya.Pria cenderung
lebih cepat mundur dalam hal ini daripada wanita.Hanya 11 persen dari orang
berusiapendengaran.Sampai 51 persen dari orang yang berusia 70 tahun ditemukan
mengalami kurang pendengaran.
6. Pembedaan bunyi atau kemampuan untuk membedakan bunyi makin mengurang
dengan bertambahnya usia. Dengan demikian, bicara orang yang terlalu cepat makin
sukar ditangkapnya dan bunyi sampingan dan suara di latar belakangnya bagai menyatu
dengan bicara orang lain. Makin sukar pula membedakan bunyi konsonan seperti t, g, b,
c,dan d.

2.8. Evaluasi Pembelajaran Orang Dewasa

Evaluasi atau penilaian adalah suatu kegiatan untuk menetapkan seberapa jauh
program pembelajaran dapat diimplementasikan sesuai harapan. Dengan demikian
penilaian atau evaluasi difokuskan pada kegiatan untuk menentukan seberapa jauh
keberhasilan program (mikro: fasilitator, makro: lembaga). Menurut Fajar, A., (2002),
penilaian dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memperoleh berbagai informasi
secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar,
pertumbuhan serta perkembangan sikap dan perilaku yang dicapai peserta.

Pengertian di atas menunjukkan bahwa evaluasi dilakukan selama program


pelatihan, tidak dilakukan di akhir pelatihan saja. Evaluasi merupakan suatu proses untuk
menggambarkan perubahan dari diri peserta setelah pelatihan. Proses memberi arti
bahwa evaluasi dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan, dengan cara
tertentu sehingga mendapat hasil sesuai yang diharapkan. Di sana juga digambarkan
bahwa dalam penilaian dilakukan dengan mengumpulkan kenyataan secara sistematis.
Hal ini memperlihatkan bahwa di dalam evaluasi diperlukan pengambilan data atau disebut
pengukuran.

Teknik, metode atau alat evaluasi adalah segala macam cara atau prosedur yang
ditempuh untuk memperoleh keterangan-keterangan atau data-data yang dipergunakan
sebagai bahan untuk mengadakan penilaian. Dengan demikian teknik ini sangat
mempengaruhi hasil yang akan diperoleh. Pada dasarnya teknik atau metode penilaian
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teknik atau metode tes dan teknik atau metode non
tes. Pada aspek kognitif dapat digunakan soal-soal tes, (baik lisan ataupun tertulis).
Diharapkan aspek ini dapat meningkatkan aspek afektif peserta pelatihan. Aspek afektif
dapat dilakukan melalui observasi dan kuesioner, dan aspek psikomotorik dapat dinilai
melalui kegiatan dan hasil yang dicapai.

Teori evaluasi di atas sebenarnya sama antara pedagogi dan andragogi, hanya saja
cara mengevaluasinya yang berbeda. Dalam pendidikan orang dewasa metode
evaluasinya harus mencerminkan kebebasan, artinya evaluasinya harus datang dari yang
belajar dan bukan dipaksakan dari luar. Pengertian di atas menunjukkan bahwa orang
dewasa harus dapat menilai dirinya sendiri. Sehingga istilah “ujian” atau tes bagi orang
dewasa lebih tepat digunakan istilah uji diri. Contoh metode evaluasi yang cocok untuk
orang dewasa adalah sebagai berikut.

1. Umpan balik: Setiap peserta diberi kesempatan untuk mengemukakan pikiran dan
perasaan mengenai pelajaran yang baru berlangsung.
2. Refleksi: Peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan refleksinya. Refleksi
bersifat subjektif yang khas pribadi, sehingga tidak perlu ditanggapi oleh fasilitator.
3. Diskusi kelompok: Peserta diberi kesempatan untuk mendiskusikan hasil evaluasi
masing-masing dan menuangkannya dalam sebuah laporan.
4. Questionnaire: Penilaian dengan disiapkan formulir pertanyaan yang telah disiapkan
dan diisi oleh peserta pelatihan.
5. Tim pengelola: Diantara peserta dibentuk sebuah tim yang terdiri dari moderator,
pencatat, dan evaluator. Tim ini bertugas untuk membuat laporan singkat padat dan
menyusun evaluasi dari acara seharian.

Cara di atas dapat dibantu degan penilaian unjuk kerja / performance. Penilaian
unjuk kerja mengamati kegiatan peserta dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok
digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta melakukan
tugas tertentu seperti: praktek dan simulasi. Penilaian unjuk kerja perlu
mempertimbangkan hal-hal berikut:

1. Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta untuk menunjukkan


kinerja dari suatu kompetensi.
2. Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam kinerja tersebut.
3. Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
4. Upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak, sehingga semua dapat
diamati.
5. Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan pengamatan.

BAB III
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai