Tugas Kelas
Psikoedukasi, Pelatihan Dan Pengembangan
Kelompok 5 :
Budi Ingelina (46117120009)
Anastasia Johana (46117120025)
Fransiska (46117120027)
Agnesius Susanto (461171100)
Siti Chadijah (46117120080)
Nasrul Wahab (4611710050)
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………………..…..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………....ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………..1
1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………...…….2
1.3.Tujuan……………………………………………………………………...……..2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................
2.1. Pengertian Andragogi. ………………………………………………...……….
2.2. Tokoh – Tokoh Dalam Teori Pembelajaran Orang Dewasa
2.3. Karakterisitik Pembelajaran Orang Dewasa
2.4. Prinsip – Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa
2.5. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa
2.6. Metode Pembelajaran Orang Dewasa
2.7. Pengaruh Penurunan Faktor Usia Orang Dewasa Dalam Belajar
2.8. Evaluasi Pembelajaran Orang Dewasa
BAB III KESIMPULAN.…………………………………...……………………………………
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………….……..14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembelajaran untuk orang dewasa atau disebut juga sebaga andragogi banyak
ditemukan sekarang ini, hal ini pun dapat terlihat dari banyaknya tokoh – tokoh yang
mengemukakan terkait hal ini. Jenisnya pun bermacam – macam dan salah satunya adalah
pembelajaran yang bersifat psikoedukasi, pelatihan dan pengembangan. Jika diamati
banyak tempat dan layanan yang menyediakan jasa pembelajaran untuk orang dewasa.
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam menyusun sebuah rancangan pembelajaran
untuk orang dewasa, karena tahapan serta metodenya pun mempunyai karakteristik
tersendiri yang tentunya berbeda dengan cara pembelajaran kepada anak – anak atau
yang disebut sebagai pedagogi. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai berbagai
macam teori terkait dengan pembelajaran untuk orang dewasa dan hal lainnya mengenai
pembelajaran andragogi.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui berbagai macam teori tentang pembelajaran pada orang dewasa menurut
para tokoh ahli
2. Mengetahui bagaimana dan hal apa saja yang berhubungan dan terkait dengan
pembelajaran orang dewasa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Andragogi berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti aner yaitu orang dewasa
dan agogus artinya memimpin. Menurut Kartini Kartono (1997) Andragogi yaitu ilmu yang
digunakan untuk menuntun atau mendidik manusia yaitu membentuk kepribadian yang
seutuhnya agar dia mampu mandiri ketika berada di lingkungan sosialnya. Andragogi
secara harfiah dapat diartikan sebagai seni dan pengetahuan dalam mengajar orang
dewasa yang merupakan ilmu untuk membentuk manusia, yaitu membentuk kepribadian
seutuhnya agar ia mampu mandiri di tengah lingkungan sosialnya. Proses pembelajaran ini
akan berjalan dengan baik apabila metode dan teknik pembelajaran dapat melibatkan para
peserta.
Carl Rogers sendiri merupakan seorang ahli ilmu jiwa humanistik yang
menganjurkan perluasan penggunaan teknik psikoterapi dalam bidang pembelajaran.
Menurut pendapatnya, peserta belajar dan fasilitator hendaknya memiliki pemahaman yang
mendalam mengenai diri mereka melalui kelompok yang lebih intensif. Pendekatan ini lebih
dikenal dengan istilah latihan sensitivitas: kelompok, group, workshop intensif, hubungan
masyarakat. Konsep yang dimiliki oleh Carl Rogers adalah “Student - Centered - Learning”
yang inti dari konsep ini adalah yaitu:
1. Kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanyabisa menfasilitasi belajarnya
2. Seseorang akan belajar secarasignifikan hanya pada hal-hal yang dapat
memperkuat/menumbuhkan selfnya
3. Manusia tidak bisa belajar kalau berada di bawah tekanan
4. Pendidikan akan membelajarkan peserta didik secara signifkan bila tidak ada tekanan
terhadap peserta didik, dan adanya perbedaan persepsi serta pendapat
Teori belajar berpengalaman dari Carl Rogers, Javis mengemukakan bahwa teori
tersebut mengandung nilai keterlibatan personal, intelektual dan afektif yang tinggi,
didasarkan atas prakarsa sendiri (self Initiated). Peranan fasilitator dalam belajar
berpengalaman ialah sekedar membantu memudahkan peserta belajar menemukan
kebutuhan belajar yang bermakna baginya.
Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap secara
ketat, sebagaimana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan
dapat diukur, kondisi belajar yang diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman
belajar yang dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna bagi guru tetapi tidak berarti bagi
siswa (Roger dalam Snelbecker, 1974). Hal tersebut tidak sejalan dengan teori
humanistik.Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi siswa, diperlukan inisiatif dan
keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Maka siswa akan mengalami belajar eksperensial
(experiential learning) (Asri Budiningsih, 2005: 77).
1. Belajar Berisyarat
Belajar berisyarat didapatkan pada tingkatan mana saja dari hierarki sebagai suatu
bentuk Classical Conditioning. Tipe belajar ini dapat terjadi pada anak-anak maupun orang
dewasa dalam bentuk sikap dan prasangka.
5. Diskriminasi Berganda
Dalam belajar diskriminasi ganda, memasuki kawasan keterampilan intelektual
berupa kemampuan membedakan antara beberapa jenis gejala yang serupa. Dengan tipe
belajar ini, peserta belajar diharapkan memiliki kemampuan untuk menetapkan mana di
antara tipe tersebut yang tepat untuk sesuatu situasi khusus.
6. Belajar Konsep
Kemampuan berpikir abstrak yang mulai dipelajari pada masa remaja (adolesence).
Belajar konsep merupakan salah satu unsur yang membedakan antara pendidikan orang
dewasa dibandingkan dengan pendidikan anak-anak dilihat dari tingkatan pemikiran
tentang konsep.
7. Belajar Aturan
Merupakan kemampuan merespon terhadap keseluruhan isyarat, merupakan tipe
belajar yang penting dalam pendidikan orang dewasa. Belajar pemecahan masalah
merupakan tingkat tertinggi dalam tipe belajar menurut hierarki Gagne.
8. Pemecahan Masalah
Tipe pemecahan masalah bertujuan untuk menemukan jawaban pada situasi
problematik.
Paulo Freire adalah seorang pendidik di negara Brazilia yang gagasannya tentang
pendidikan orang dewasa. Menurut Flaire, pendidikan dapat dirancang untuk percaya pada
kemampuan diri pribadi (self affirmation) yang pada akhirnya menghasilkan kemerdekaan
diri. Ia terkenal dengan gagasannya yang disebut dengan conscientization yang terdapat
tiga prinsip:
1. Tak seorang pun yang dapat mengajar siapapun juga
2. Tak seorang pun yang belajar sendiri
3. Orang-orang harus belajar bersama-sama, bertindak di dalam dan pada dunia mereka.
Knowles terkenal dengan teori andragoginya, oleh karena itu dianggap Bapak Teori
Andragogi meskipun bukan dia yang pertama kali menggunakan istilah tersebut.
Andragogi berasal dari akar kata “aner” yang artinya orang (man) untuk membedakannya
dengan “paed” yang artinya anak. Andragogi adalah seni dan ilmu yang digunakan untuk
membantu orang dewasa belajar. Knowles mengembangkan konsep andragogi atas
empat asumsi pokok yang berbeda dengan pedagogi. Keempat asumsi pokok itu adalah
sebagai berikut :
1. Asumsi Pertama
Seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari ketergantungan total
menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Atau secara singkat dapat dikatakan pada anak-
anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada orang dewasa konsep dirinya sudah
mandiri. Karena kemandirian konsep dirinya inilah orang dewasa membutuhkan
penghargaan orang lain sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri sendiri. Apabila
dia menghadapi situasi dimana dia tidak memungkinkan dirinya menjadi self directing
maka akan timbul reaksi tidak senang atau menolak.
2. Asumsi kedua
Sebagaimana individu tumbuh matang akan mengumpulkan sejumlah besar
pengalaman dimana hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang kaya, dan
pada waktu yang sama memberikan dia dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang baru.
Oleh karena itu, dalam teknologi andragogi terjadi penurunan penggunaan teknik
transmital seperti yang dipakai dalam pendidikan tradisional dan lebih-lebih
mengembangkan teknik pengalaman (experimental-technique).Maka penggunaan teknik
diskusi, kerja laboratori, simulasi, pengalaman lapangan, dan lainnya lebih banyak
dipakai.
3. Asumsi ketiga
Bahwa pendidikan itu secara langsung atau tidak langsung, secara implisit atau
eksplisit, pasti memainkan peranan besar dalam mempersiapkan anak dan orang dewasa
untuk memperjuangkan eksistensinya di tengah masayarakat. Karena itu, sekolah dan
pendidikan menjadi sarana ampuh untuk melakukan proses integrasi maupun disintegrasi
sosial di tengah masyarakat (Kartini Kartono, 1992). Selajan dengan itu, kita berasumsi
bahwa setiap individu menjadi matang, maka kesiapan untuk belajar kurang ditentukan
oleh paksaan akademik dan perkembangan biologisnya, tetapi lebih ditentukan oleh
tuntutan-tuntutan tugas perkembangan untuk melakukan peranan sosialnya. Dengan
perkataan lain, orang dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan tingkatan
perkembangan mereka yang harus menghadapi peranannya apakah sebagai pekerja,
orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain. Kesiapan belajar mereka bukan
semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan hidup dan untuk
melaksanakan tugas peran sosialnya.
4. Asumsi keempat
Bahwa anak-anak sudah dikondisikan untuk memiliki orientasi belajar yang berpusat
pada mata pelajaran (subject centered orientation) karena belajar bagi anak seolah-olah
merupakan keharusan yang dipaksakan dari luar. Sedang orang dewasa
berkecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan masalah
kehidupan (problem centered orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa
seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya.
1. Orang dewasa belajar karena adanya tuntutan tugas, tuntutan perkembangan atau
keinginan peningkatan peran. Berbeda dengan anak-anak yang cenderung menerima
materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, orang dewasa akan belajar manakala
pembelajaran ini dapat memenuhi tuntutan tugas, tuntutan perkembangan, dan
tuntutan akibat peningkatan peran. Karenanya dalam pembelajaran orang dewasa
perlu dijelaskan kaitan antara materi dengan tuntutan tugas, peran, dan tuntutan
perkembangan mereka.
2. Orang dewasa suka mempelajari sesuatu yang praktis, dapat langsung diterapkan, dan
bermanfaat dalam kehidupannya. Orang dewasa kebanyakan telah kaya dengan
pengetahuan-pengetahuan teoritis. Karenanya materi pelatihan orang dewasa
sebaiknya dipilih yang praktis dan dapat diterapkan dalam kehidupannya.
3. Orang dewasa dalam proses belajar ingin diperlakukan sebagai orang dewasa/dihargai
4. Orang dewasa kaya pengalaman dan berwawasan luas, mempelajari sesuatu yang
baru berdasar pengalamannya. Setiap orang dewasa umumnya memiliki pengalaman
yang sangat luas utamanya dalam bidang yang ditekuninya. Sebaiknya cara
mempelajari sesuatu yang baru dimulai dari pengalaman-pengalaman mereka.
5. Orang dewasa belajar dengan cara berbagi pendapat bersama orang lain. Karena
mereka kaya pengalaman, berbagi pendapat merupakan salah satu cara efektif
mereka dalam belajar.
6. Orang dewasa mempertanyakan mengapa harus mempelajari sesuatu sebelum
mereka mempelajari sesuatu. Jika anak-anak cenderung menerima topik
pembelajaran, orang dewasa perlu mengetahui bahwa hal-hal yang mereka pelajari
merupakan hal yang bermanfaat langsung bagi mereka.
7. Orang dewasa belajar dengan memecahkan masalah tidak berorientasi pada bahan
pelajaran Jika hal yang dipelajari dalam pelatihan dapat memecahkan masalah yang
dialami, maka mereka akan belajar dengan baik.
8. Orang dewasa menyukai suasana pembelajaran yang membangkitkan kepercayaan
diri. Hal ini berkaitan dengan keinginan untuk dihargai. Mulailah pembelajaran dengan
hal-hal yang mudah sehingga kepercayaan diri mereka meningkat.
9. Orang dewasa memerlukan waktu yang lebih panjang dalam belajar karena perlu
memvalidasi informasi baru. Orang dewasa tidak sekedar menerima informasi
melainkan memvalidasi informasi berdasarkan pengalaman - pengalaman mereka.
10. Orang dewasa akan melanjutkan proses belajar jika pengalaman belajar yang
dilaluinya memuaskan.
Pada banyak praktek, mengajar orang dewasa dilakukan sama saja dengan
mengajar anak. Prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap
dapat diberlakukan bagi kegiatan pendidikan orang dewasa. Hampir semua yang
diketahui mengenai belajar ditarik dari penelitian belajar yang terkait dengan anak. Begitu
juga mengenai mengajar, ditarik dari pengalaman mengajar anak-anak misalnya dalam
kondisi wajib hadir dan semua teori mengenai transaksi guru dan siswa didasarkan pada
suatu definisi pendidikan sebagai proses pemindahan kebudayaan. Namun, orang
dewasa sebagai pribadi yang sudah matang mempunyai kebutuhan dalam hal
menetapkan daerah belajar di sekitar problem hidupnya.
Kalau ditarik dari pengertian pedagogi, maka andragogi secara harfiah dapat
diartikan sebagai seni dan pengetahuan mengajar orang dewasa. Namun, karena orang
dewasa sebagai individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, maka dalam andragogi
yang lebih penting adalah kegiatan belajar dari siswa bukan kegiatan mengajar guru. Oleh
karena itu, dalam memberikan definisi andragogi lebih cenderung diartikan sebagai seni
dan pengetahuan membelajarkan orang dewasa.
Tabel 1
1. Prinsip kemitraan
Prinsip kemitraan menjamin terjalinnya kemitraan di antara fasilitator dan peserta.
Dengan demikian peserta tidak diperlakuan sebagai siswa tetapi sebagai mitra belajar
sehingga hubungan yang mereka bangun bukanlah hubungan yang bersifat memerintah,
tetapi hubungan yang bersifat membantu, yaitu pengajar akan berusaha semaksimal
mungkin untuk membantu proses belajar peserta pelatihan.
3. Prinsip kebersamaan
Prinsip kebersamaan menuntut digunakannya kelompok dalam kegiatan
pembelajaran pendidikan orang dewasa untuk menjamin adanya interaksi yang maksimal
di antara peserta dengan difasilitasi fasilitator.
4. Prinsip partisipasi
Prinsip partisipasi adalah untuk mendorong keterlibatan peserta secara maksimal
dalam kegiatan pembelajaran orang dewasa, dengan fasilitas dari peserta. Dalam kegiatan
pembelajaran pendidikan orang dewasa semua peserta harus terlibat atau mengambil
bagian secara aktif dari seluruh proses pembelajaran mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.
5. Prinsip kemandirian
Prinsip ini mendorong peserta untuk memiliki kebebasan dalam mencari tujuan
pembelajaran. Pembelajaran orang dewasa berusaha untuk menghasilkan manusia
independen mampu memainkan peran subjek atau aktor, kebutuhan untuk prinsip
kemandirian.
6. Prinsip kesinambungan
Prinsip yang menjamin adanya kesinambungan dari materi yang dipelajari sekarang
dengan materi yang telah dipelajari di masa yang lalu dan dengan materi yang akan
dipelajari di waktu yang akan datang. Dengan prinsip ini maka akan terwujud konsep
pendidikan seumur hidup dalam pendidikan orang dewasa.
7. Prinsip manfaat
Prinsip manfaat menjamin bahwa apa yang dipelajari dalam pendidikan orang
dewasa adalah sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan oleh peserta. Orang dewasa
akan siap untuk belajar manakala dia menyadari adanya kebutuhan yang harus dipenuhi.
Kesadaran terhadap kebutuhan ini mendorong timbulnya minat untuk belajar, dan karena
rasa tanggung jawabnya sebagai orang dewasa maka timbul kesiapan untuk belajar.
8. Prinsip kesiapan
Prinsip kesiapan menjamin kesiapan mental maupun kesiapan fisik dari peserta
untuk dapat melakukan kegiatan pembelajaran. Orang dewasa tidak akan dapat melakukan
kegiatan pembelajaran manakala dirinya belum siap untuk melakukannya, apakah itu
karena belum siap (fisiknya atau belum siap mentalnya).
9. Prinsip Lokalitas
Prinsip lokalitas menjamin adanya materi yang dipelajari bersifat spesifik local.
Generalisasi dari hasil pembelajaran dalam pendidikan orang dewasa akan sulit dilakukan.
Hasil pendidikan orang dewasa pada umumnya merupakan kemampuan yang spesifik
yang akan dipergunakan untuk memecahkan masalah peserta pada tempat mereka
masing-masing, pada saat sekarang juga. Kemampuan tersebut tidak dapat diberlakukan
secara umum menjadi suatu teori, dalil, atau prinsip yang dapat diterapkan dimana saja,
dan kapan saja. Hasil pembelajaran sakarang mungkin sudah tidak dapat lagi
dipergunakan untuk memecahkan masalah yang sama dua atau tiga tahun mendatang.
Demikian pula hasil pembelajaran tersebut tidak dapat diaplikasikan dimana saja, tetapi
harus diaplikasikan di tempat peserta sendiri karena hasil pembelajaran tersebut diproses
dari pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh peserta.
Berdasarkan tujuan di atas diketahui bahwa dalam pembelajaran orang dewasa ada
dua tujuan dalam pembelajaran, yaitu bagi yang sudah mempunyai pengetahuan dan
belum. Tetapi perlu diingat orang dewasa telah memiliki bebrapa karakteristik yang perlu
diperhatikan dalam menetapkan strategi pembelajarannya. Berdasarkan karakteristik
orang dewasa, maka strategi yang efektif untuk pembelajaran orang dewasa. Secara
umum pembelajaran orang dewasa diharapkan menggunakan pembelajaran partisipatif,
yaitu keterlibatan atau peran serta peserta pelatihan dan pengaturan lainnya yang
menyangkut materi pelatihan, waktu penyelenggaraan, dan lain sebagainya. Pada
prinsipnya pada pembelajaran partisipatif fasilitator tidak menggurui dan selalu
berceramah, tetapi selalu melibatkan peserta dalam kegiatan. Strategi yang dimaksud
antara lain sebagai berikut.
1. Rancangan proses untuk mendorong orang dewasa mampu menata dan mengisi
pengalaman baru dengan mempedomani masa lampau yang pernah dialami, misalnya
dengan latihan keterampilan, melalui tanya jawab, wawancara, konsultasi, latihan
kepekaan, dan lain-lain, sehingga mampu memberi wawasan baru pada masing-masing
individu untuk dapat memanfaatkan apa yang sudah diketahuinya.
Untuk menguraikan lebih lanjut apa yang dimaksud di atas, secara singkat diperinci
bagaimana hubungannya dengan kedua ujung pada kontinum proses belajar, yakni
penataan (atau penataan kembali) pengalaman belajar di ujung yang satu, dan perluasan
pengalaman belajar di ujung yang lain, seperti dapat dilihat dalam Tabel 2
Tabel 2
Penataan Pengalaman Belajar dan Perluasan Pengalaman Belajar
Dari gambar di atas tampak bahwa pada ceramah peserta hanya mendengarkan.
Fungsi bicara hanya sedikit terjadi pada waktu tanya jawab. Untuk metode diskusi bicara
dan mendengarkanadalah seimbang. Dalam pendidikan dengan cara demonstrasi, peserta
sekaligus mendengar,melihat dan berbicara. Pada saat latihan praktis peserta dapat
mendengar, berbicara, melihatdan mengerjakan sekaligus, sehingga dapat diperkirakan
akan menjadi paling efektif.
Proses belajar manusia berlangsung hingga ahkir hayat (long life education).
Namun, ada korelasi negatif antara pertambahan usia dengan kemampuan belajar orang
dewasa. Artinya,setiap individu orang dewasa, makin bertambah usianya, akan semakin
sukar baginya belajar (karena semua aspek kemampuan fisiknya semakin menurun).
Misalnya daya ingat, kekuatanfisik, kemampuan menalar, kemampuan berkonsentrasi, dan
lain-lain semuanya memperlihatkan penurunannya sesuai pertambahan usianya pula.
1. Dengan bertambahnya usia, titik dekat penglihatan atau titik terdekat yang dapat
dilihatsecara jelas mulai bergerak makin jauh. Pada usia dua puluh tahun seseorang
dapatmelihat jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari matanya. Sekitar usia empat
puluhtahun titik dekat penglihatan itu sudah menjauh sampai 23 cm.
2. Dengan bertambahnya usia, titik jauh penglihatan atau titik terjauh yang dapat
dilihatsecara jelas mulai berkurang, yakni makin pendek. Kedua faktor ini perlu
diperhatikan dalam pengadaan dan pengunaan bahan dan alat pendidikan.
3. Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan dalam
suatu situasi belajar. Kalau seseorang pada usia 20 tahun memerlukan 100 Watt
cahaya,maka pada usia 40 tahun diperlukan 145 Watt, dan pada usia 70 tahun seterang
300 Watt baru cukup untuk dapat melihat dengan jelas.
4. Makin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah daripada
spektrum. Hal ini disebabkan oleh menguningnya kornea atau lensa mata, sehingga
cahaya yang masuk agak terasing.Akibatnya ialah kurang dapat dibedakannya warna-
warna lembut.Untuk jelasnya perlu digunakan warna-warna cerah yang kontras utuk alat-
alat peraga.
Evaluasi atau penilaian adalah suatu kegiatan untuk menetapkan seberapa jauh
program pembelajaran dapat diimplementasikan sesuai harapan. Dengan demikian
penilaian atau evaluasi difokuskan pada kegiatan untuk menentukan seberapa jauh
keberhasilan program (mikro: fasilitator, makro: lembaga). Menurut Fajar, A., (2002),
penilaian dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memperoleh berbagai informasi
secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar,
pertumbuhan serta perkembangan sikap dan perilaku yang dicapai peserta.
Teknik, metode atau alat evaluasi adalah segala macam cara atau prosedur yang
ditempuh untuk memperoleh keterangan-keterangan atau data-data yang dipergunakan
sebagai bahan untuk mengadakan penilaian. Dengan demikian teknik ini sangat
mempengaruhi hasil yang akan diperoleh. Pada dasarnya teknik atau metode penilaian
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teknik atau metode tes dan teknik atau metode non
tes. Pada aspek kognitif dapat digunakan soal-soal tes, (baik lisan ataupun tertulis).
Diharapkan aspek ini dapat meningkatkan aspek afektif peserta pelatihan. Aspek afektif
dapat dilakukan melalui observasi dan kuesioner, dan aspek psikomotorik dapat dinilai
melalui kegiatan dan hasil yang dicapai.
Teori evaluasi di atas sebenarnya sama antara pedagogi dan andragogi, hanya saja
cara mengevaluasinya yang berbeda. Dalam pendidikan orang dewasa metode
evaluasinya harus mencerminkan kebebasan, artinya evaluasinya harus datang dari yang
belajar dan bukan dipaksakan dari luar. Pengertian di atas menunjukkan bahwa orang
dewasa harus dapat menilai dirinya sendiri. Sehingga istilah “ujian” atau tes bagi orang
dewasa lebih tepat digunakan istilah uji diri. Contoh metode evaluasi yang cocok untuk
orang dewasa adalah sebagai berikut.
1. Umpan balik: Setiap peserta diberi kesempatan untuk mengemukakan pikiran dan
perasaan mengenai pelajaran yang baru berlangsung.
2. Refleksi: Peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan refleksinya. Refleksi
bersifat subjektif yang khas pribadi, sehingga tidak perlu ditanggapi oleh fasilitator.
3. Diskusi kelompok: Peserta diberi kesempatan untuk mendiskusikan hasil evaluasi
masing-masing dan menuangkannya dalam sebuah laporan.
4. Questionnaire: Penilaian dengan disiapkan formulir pertanyaan yang telah disiapkan
dan diisi oleh peserta pelatihan.
5. Tim pengelola: Diantara peserta dibentuk sebuah tim yang terdiri dari moderator,
pencatat, dan evaluator. Tim ini bertugas untuk membuat laporan singkat padat dan
menyusun evaluasi dari acara seharian.
Cara di atas dapat dibantu degan penilaian unjuk kerja / performance. Penilaian
unjuk kerja mengamati kegiatan peserta dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok
digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta melakukan
tugas tertentu seperti: praktek dan simulasi. Penilaian unjuk kerja perlu
mempertimbangkan hal-hal berikut:
BAB III
KESIMPULAN