Anda di halaman 1dari 50

PROPOSAL

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN TINGKAT DEPRESI

PADA PENDERITA GANGREN DIABETES MELITUS

DI PUSKESMAS SEMPU

TAHUN 2020

OLEH :

Nama : ANGGI WAHYU SUDARSONO


NIM : 2017.02.095

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

BANYUWANGI

2020

I. PernyataanMasalah
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolik yang ditandai

oleh hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa serum) akibat kurangnya hormon

insulin, menurunnya efek insulin atau keduanya (Kowalak, 2016).

Komplikasi yang dapat timbul akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol,

misalnya neuropati, hipertensi, jantung koroner, retinopati, nefropati, dan

gangren. (Perkeni, 2015). Komplikasi tersebut dapat menimbulkan berbagai

masalah baik fisik maupun psikologis, sehingga menyebabkan penderita

merasa putus asa dan tidak dapat menerima keadaannya sehingga akan

mempengaruhi konsep diri penderita(Ernawati, 2014). Konsep diri yang

negatif akan berdampak buruk pada mental penderita yang dapat

menimbulkan depresi. (Stuart and Sundeen, 2015).

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2016

menunjukkan bahwa sekitar 150 juta orang menderita Diabetes Melitus di

seluruh dunia, dan jumlah ini akan meningkat dua kali lipat pada tahun

2025.Prevalensi penderita ulkus diabetik di Indonesia sekitar 15% dari 10 juta

jiwa dengan angka amputasi 30%, angka mortalitas 32%, dan ulkus diabetik

merupakan sebab perawatan rumah sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk

diabetes mellitus. Amputasi dapat dicegah sebesar 50%, dengan pasien

diajarkan merawat kaki dan mempraktikkannya setiap hari (Marison, 2014).

Sedangkan menurut Pengurus Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia)

Subagijo Adi di Jawa Timur jumlah penderita diabetes mellitus 6% atau


1
2.248.605 jiwa dari total jumlah penduduk Jawa Timur sebanyak 37.476.757

jiwa (Persi, 2015) dan yang mengalami Gangren sebanyak 115.424 jiwa.

Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh Sri Ayu Lestari di


Poliklinik Kaki Diabetik Banjarmasin di dapatkan hasil dari 70 responden

terdapat 39 responden (55,7%) mengalami konsep diri negatif dan 31

responden (44,3%) mengalami konsep diri positif.Berdasarkan hasil

penelitian yang di lakukan oleh Muhammad Yulianto di RSUD Dr. Moewardi

Surakarta di dapatkan hasil dari 49 responden yang mengalami Diabetes

Melitus dengan Gangren, yang mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 30

responden (61,2%). Sedangkan untuk depresi ringan nya yaitu sebanyak 19

responden (38,8%). Data dari Dinas Kesehatan banyuwangi (2018)

menyatakan bahwa penderita Diabetes Melitus 10269 jiwa dari total jumlah

penduduk 1.692.324 jiwa. Penderita Diabetes Melitus terbanyak No 1 di

Banyuwangi tahun 2018 adalah Puskesmas Sempu .

Diabetes Mellitus Gangren disebabkan oleh banyak faktor antara

lain diabetik neuropati, pheripherial vaskular disease, trauma, dan infeksi

(Suryadi,2015. Penyakit gangren yang muncul menyebabkan perubahan

bentuk fisik tubuh yang dapat memberikan pandangan positif dan negatif

terhadap diri pada aspek fisik, emosional, intelektual, dan dimensi fungsional,

pandangan positif dan negatif terhadap diri pada penderita diabetes mellitus

gangren dapat mempengaruhi konsep diri. (Delaune & Ladner, 2014).

Penderita Gangren yang memiliki kosep diri positif akan

mengembangan sifat-sifat seperti kepercayaan diri, harga diri, dan

kemampuan untuk melihat dirinya sendiri secara realistis yang kemudian

individu dapat menilai hubungan dengan orang lain secara tepat dan hal ini

akan menimbulkan penyesuaian sosial yang baik. Sebaliknya bila penderita

memiliki konsep diri yang negatif, maka akan menimbulkan perasaan tidak
mampu, rendah diri, merasa ragu dan kurang percaya diri, hal tersebut dapat

menumbuhkan penyesuaian pribadi dan sosial yang buruk sehinggaakan

menimbulkan berbagai masalah baik itu aspek fisik maupun psikologis yang

dapat menyebabkan munculnya depresi (Schmitz,2014). Depresi dapat

berdampak terhadap gangguan pola fikir, gangguan tidur, nafsu makan

terganggu sehingga menurunkansistem kekebalan tubuh, sehingga rentan

terhadap penyakit lain. (Boyd,2014).

Upaya-upaya yang dapat di lakukan untuk menangani konsep diri

pada penderita diabetes mellitus gangren yaitu dengan membentuk persepsi

atau pandangan positif terhadap diri sendiri, menumbuhkan pandangan yang

positif dari masyarakat, dan adanya dukungan keluarga sangat berperan untuk

memberikan motivasi sehingga di harapkan memunculkan konsep diri yang

positif pada penderita selain itu melakukan perawatan diri yang benar dan

tepat dapatmengurangi pandangan diri yang negatif.Maryati dan Suryawati

(2014).

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengambil

judul “Hubungan Konsep Diri Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita

Diabeates MelitusGangren Di Wilayah Kerja Puskesmas Sempu Tahun 2020”

II. PerumusanMasalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang maka dapat di rumuskan

permasalahanya sebagai berikut “ Adakah Hubungan antara Konsep Diri

Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Diabetes Melitus Gangren Di

Wilayah Kerja Puskesmas Sempu Tahun 2020?”

III. PenyusunanTujuan

Berdasarkan Rumusan masalah diatas, maka tujuan yang akam di capai dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Diketahuinya ada hubungan antara konsep diri dengan tingkat

depresi pada penderitadm gangren di wilayah kerja Puskesmas Sempu

Tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

1. Teridentifikasinya konsep diri pada penderita diabetes melitus gangren

di wilayah kerja Puskesmas Sempu tahun 2019.

2. Teridentifikasinya tingkat depresi pada penderita diabetes melitus

gangren di wilayah kerja Puskesmas Sempu tahun 2019.

3. Teranalisinya Hubungan Konsep Diri Dengan Tingkat Depresi Pada

Penderita Diabetes Melitus Gangren Di wilayah kerja Puskesmas

Sempu Tahun 2019.

IV. Tentukanjudul
Hubungan konsep diri dengan tingkat depresi pada penderita diabetes

mellitus gangren di wilayah kerja puskesmas sempu 2020.

V. ManfaatPenelitian

1. Teoritis

Sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu

pengetahuan khusunya di bidang keperawatan. Mendapatkan informasi

mengenai perawatan konsep diri dengan tingkat depresi pada penderita

diabetes mellitus gangren.

2. Praktis

1. Bagi Responden

Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi dan

wawasan kepada penderita diabetes mellitus gangrene yang mengalami

gangguan konsep diri.

2. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat di jadikan acuan dan wawasan

bagi lingkungan tempat penelitian mengenai hubungan konsep diri

dengan tingkat depresi pada penderita diabetes mellitus gangren

diwilayah kerja Puskesmas Sempu tahun 2019.

3. Manfaat Profesi Keperawatan

Sebagai sumbangan ilmiah dan masukan untuk pengembangan ilmu

pengetahuan dan dapat di gunakan sebagai bahan pustaka atau bahan

perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya


Dapat di jadikan sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian

sejenis dan lebih lanjut dalam bidang yang sama.

VI. Susunan Tinjauan Pustaka

1. Diabetes Melitus

Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandani

dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi

insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan

menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan

neuropati (Yuliana, 2009).

Diabetes mellitus adalah suatu gangguan dari pankreas, organ yang

biasanya menghasilkan insulin. Penyakit diabetes timbul karena pankreas

tidak menghasilkan/terlalu sedikit memproduksi insulin atau bila kerja

insulin tidak normal. Insulin adalah hormon yang dihasilkan pankreas,

sebuah organ di samping lambung. Hormon ini meletakkan dirinya pada

reseptor – reseptor yang ada pada dinding sel. Insulin bertugas membuka

reseptor pada dinding sel agar glukosa memasuki sel. Kemudian sel – sel

tersebut mengubah glukosa menjadi energi yang diperlukan tubuh untuk

melakukan akktivitas. Dengan kata lain, insulin membantu menyalurkan

gula ke dalam sel agar diubah menjadi energi. Jika jumlah insulin tidak

cukup, maka terjadi penimbunan gula dalam darah sehingga menyebabkan

diabetes (Saptarini, 2014).

2. Klasifikasi

7
Menurut American Diabetes Association (ADA) (2017) diabetes mellitus

diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Diabetes mellitus tipe 1

Diabetes tipe 1 terjadi karena adanya destruksi atau kerusakan sel beta

pankreas karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau

tidak sama sekali sekresi insulin (defisiensi insulin absolut).

2. Diabetes mellitus tipe 2

Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif atau bertahap yang

menjadi latar belakang terjadinya resistensi insulin.

3. Diabetes mellitus gestasional

Diabetes tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi

glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada

trimester kedua dan ketiga. DM gestaional merupakan klasifikasi yang

tidak jelas nyata sebagai diabetes.

4. Diabetes melitus tipe spesifik lain

DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya sindrom diabetes

monogenik (seperti diabetes neonatal dan diabetes awitan dewasa

muda), penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan yang

dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti penggunaan glukokortikoid,

dalam pengibatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).

3. Etiologi
Penyebab penyakit diabetes mellitus tergantung pada jenis diabetes yang

diderita. Ada 2 jenis diabetes yang umum diderita banyak orang yaitu

diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2. Perbedaannya adalah jika diabetes tipe 1

karena masalah fungsi organ pankreas tidak dapat menghasilkan insulin,

sedangkan diabetes tipe 2 karena masalah jumlah insulin yang kurang bukan

karena pankreas tidak bisa berfungsi dengan baik.

1. Penyebab diabetes tipe 1

Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin.

Berikut adalah penyebab pankreas tidak dapat menghasilkan cukup

insulin pada penderita diabetes tipe 1

1) Faktor keturunan atau genetika

Jika salah satu orang tua atau keduanya menderita diabetes, maka

anak akan berisiko terkena diabtes.

2) Autoimunitas

Yaitu tubuh alergi terhadap salah satu jaringan atau jenis selnya

sendiri (yang ada dalam pankreas). Tubuh kehilangan kemampuan

untuk membentuk insulin karena sistem kekebalan tubuh

menghancurkan sel – sel yang memproduksi insulin.

3) Virus atau zat kimia

Adanya virus atau zat kimia yang menyebabkan kerusakan pada

kelompok – kelompok sel dalam pankreas tempat insulin dibuat.

Semakin banyak kelompok sel yang rusak, semakin besar

kemungkinan seseorang menderita diabetes.


2. Penyebab diabetes tipe 2

Terjadinya diabetes tipe 2 karena insulin yang dihasilkan oleh

pankreas tidak mencukupi untuk mengikat gula yang ada dalam darah

akibat pola makan atau gaya hidup yang tidak sehat. Berikut adalah

beberapa penyebab utama diabtes mellitus tipe 2 :

1) Faktor keturunan, apabila orang tua atau adanya saudara sekandung

yang mengalaminya

2) Kurang berolahraga

3) Kegemukan atau obesitas, serta menumpuknya lemak dalam tubuh.

4) Kurangnya aktivitas yang dapat berakibat lemak dalam tubuh tidak

terpakai sebagai energi

5) Usia yang semakin bertambah sehingga mengakibatkan

berkurangnya aktivitas

6) Gaya hidup yang tidak sehat

7) Pola makan, asupan nutrisi dalam makanan yang tidak terkontrol

dapat menimbulkan kegemukan atau obesitas dan penumpukan

lemak dalam tubuh. Selain itu, makanan yang banyak mengandung

gula seperti teh manis, minuman soda dan makanan instan cepat

saji adalah penyebab utama penyakit diabetes.

8) Adanya virus dan bakteri human coxsackievirus B4 dan rubella

dapat menyebabkan kerusakan sel.

9) Adanya penyakit lain seperti hipertensi, dan kolesterol tinggi.

10) Merokok dan sering stress, selain banyak merugikan kesehatan

lainnya juga menjadi salah satu penyebab diabetes


11) Jarang terkena panas matahari yang merupakan sumber vitamin D

terbaik selain dari makanan. Vitamin D ini membantu proses

metabolisme tubuh termasuk dalam hal glukosa.

Pada umumnya, penyebab diabetes mellitus tipe 2 karena gaya

hidup yang tidak sehat. Hal ini membuat metabolisme dalam tubuh

yang tidak sempurna sehingga membuat insulin dalam tubuh tidak

dapat berfungsi dengan baik. Hormon inulin dapat diserap oleh lemak

yang ada dalam tubuh. Sehingga pola makan dan gaya hidup yang tidak

sehat bisa membuat tubuh kekurangan insulin (Saptarini, 2014).

3. Komplikasi

Komplikasi Diabetes Mellitus digolongkan sebagai akut atau kronik

menurut Tarwoto (2012), yaitu :

1. Komplikasi akut

Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan

jangka pendek dari glukosa darah :

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah

dibawah 60mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial tetap

insulin atau obat hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemi pada

pasien yang sedang menerima pengobatan insulin eksogen atau

hipoglikemik oral antara lain : regimen insulin yang tidak

fisiologis, overdosis insulin atau sulfonilurea, tidak makan, tidak

mengkonsumsi kudapan yang telah direncanakan, gerak badan


tanpa kompensasi makanan, penyakit ginjal stadium akhir,

penyakit hati stadium akhir, konsumsi alkohol (Baradero, 2009).

b. Hiperglikemia Non-Ketonik

Hiperglikemia non-ketonik ditandai dengan hiperglikemia

berat non-ketonik atau ketonik dan asidosis ringan. Pada

keadaan lanjut dapat mengalami koa, koma hiper osmolar

hiperglikemik berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa keto

asidosis disertai dengan menurunnya kesadaran. Sindrom ini

merupakan salah satu dari jenis koma non-ketoasidosis

(Boedisantoso, 2009).

c. Hiperglikemia Ketoasidosis Diabetik

Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan defisiensi insulin

berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus.

Timbulnya KAD merupakan ancaman kematian bagi penderita

diabetes mellitus (Boedisantoso, 2009).

2. Komplikasi kronik

a. Mikronagiopati (kerusakan pada saraf-saraf perifer) pada organ-

organ yang mempunyai pembuluh darah kecil seperti pada :

retinopati dibetika (kerusakan saraf retina di mata) sehingga

mengakibatkan kebutaan, neuropati diabetika (kerusakan saraf-

saraf perifer) mengakibatkan gangguan sensoris pada organ

tubuh, dan nefropati diabetika organ tubuh, dan nefropati

diabetika (kelainan/kerusakan pada ginjal) dapat mengakibatkan

gagal ginjal (Tarwoto, 2012).


b. Makrongiopati meliputi kelainan pada jantung dan pembuluh

darah seperti miokard infark maupun gangguan fungsi jantung

karena arteri sklerosis, penyakit vaskuler perifer, gangguan

sistem pembuluh darah otak atau stroke (Tarwoto, 2012).

c. Gangren diabetika karena adanya neuropati dan terjadi luka

yang tidak sembuh-sembuh.

d. Disfungsi erektil diabetika.

VII. Diabetes Mellitus Gangren

i. Definisi

Ulkus diabetik merupakan salah satu bentuk dari komplikasi

kronik penyakit diabetes militus berupa luka terbuka pada permukaan

kulit yang dapat di sertai adanya kematian jaringan setempat (Frykberb,

2015).

Gangren merupakan luka terbuka pada permukaan kulit akibat

adanya penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai dan neuropati

perifer akibat kadar gula darah yang tinggi sehingga klien tidak

merasakan adanya luka, luka terbuka dapat berkembang menjadi infeksi

di sebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (waspadji,2015).

Ulkus kaki pada klien diabetes militus yang telah berlanjut

menjadi pembusukan memiliki kemungkinan besar untuk di amputasi

(situmorang, 2016).

ii. Klasifikasi
Kriteria diagnosa infeksi pada ulkus kaki diabetik bila terdapat

2 atau lebih tanda-tanda berikut : bengkak, indurasi, eritema sekitar lesi,

nyeri lokal, teraba hangat lokal, adanya pus (Bernard, 2014 ; Lipsky

dkk.,2012). Infeksi dibagi dalam

a. infeksi ringan (superficial, ukuran dan dalam terbatas)

b. sedang (lebih dalam dan luas)

c. berat (disertai tanda-tanda sistemik atau gangguan metabolik).

Termasuk dalam infeksi berat seperti gas gangren, selulitis asenden,

terdapat sindroma kompartemen, infeksi dengan toksisitas sistemik

atau instabilitas metabolik yang mengancam kaki dan jiwa pasien

(Zgonis dkk.,2010).

Klasifikasi Wagner ( dikutip dari Oyibo dkk., 2011).

Grade 0 =Tidak ada ulkus pada penderita kaki risiko tinggi.

Grade 1 = Ulkus superfisial terlokalisir.

Grade 2 = Ulkus lebih dalam, mengenai tendon, ligamen, otot,sendi,

belum mengenai tulang, tanpa selulitis atau abses.

Grade 3 = Ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang sering

komplikasi osteomielitis, abses atau selulitis.

Grade 4 = Gangren jari kaki atau kaki bagian distal. Grade V Gangren

seluruh kaki.

iii. Etiologi
Menurut (Suriadi,2015), penyebab dari luka diabetes antaralain:

1. Diabetik neuropati

Diabetik neuropati merupakan salah satu manifestasi dari diabetes

mellitus yang dapat menyebabkan terjadinya luka diabetes.Kerusakan

serabut motorik dapat menimbulkan kelemahan otot, sensoris dan

autonom. Kerusakan serabut motorik dapat menimbulkan kelemahan

otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, kontraktur

tendon achilles) dan bersama dengan adanya neuropati memudahkan

terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat

rusakanya serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi nyeri

sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki.Kerusakan serabut

autonom yang terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit

kering (anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan edema

kaki.Kerusakan serabut motorik, sensoris dan autonom memudahkan

terjadinya artropati Charcot (Cahyono,2015).

2. Pheripheral vasculardiseases

Pada pheripheral vascular disease ini terjadi karena adanya

arteriosklerosis dan ateoklerosis.Pada arteriosklerosis terjadi

penurunan elastisitas dinding arteri sedangkan pada aterosklerosis

terjadi akumulasi “plaques” pada dinding arteri berupa; kolesterol,

lemak, sel-sel otot halus, monosit, pagosit dan kalsium. Faktor yang

mengkontribusi antara lain perokok, diabetes, hyperlipidemia

danhipertensi.

3. Trauma
Penurunan sensasi nyeri pada kaki dapat menyebabkan tidak

disadarinya trauma akibat pemakaian alas kaki.Trauma yang kecil atau

trauma yang berulang, seperti pemakaian sepatu yang sempit

menyebabkan tekanan yang berkepanjangan dapat menyebabkan

ulserasi pada kaki.

4. Infeksi

Infeksi adalah keluhan yang sering terjadi pada pasien diabetes

mellitus, infeksi biasanya terdiri dari polimikroba.Hiperglikemia

merusak respon immunologi, hal ini menyebabkan leukosit gagal

melawan patogen yang masuk, selain itu iskemia menyebabkan

penurunan suplai darah yang menyebabkan antibiotik juga efektif

sampai pada luka.

iv. Manifestasi Klinis

Proses mikroangiopati menyebabkan sumbatan pembulu darah,

sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5P, yaitu:

1. Pain (Nyeri)

2. Paleness (kepucatan)

3. Paresthesia (Kesemutan)

4. Pulselessness (Denyut nadi hilang)

5. Paralysis (Lumpuh)

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut

pola dari fontaine :

1. Stadium I : asimtomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)

2. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten


3. Stadium III : timbul nyeri saat istirahat

4. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)

(Brunner & Suddart,2013)

v. Konsep Penyembuhan

Proses penyembuhan luka adalah proses restorasi alami luka yang

melibatkan sebuah proses yang kompleks, dinamis dan terintegrasi pada

sebuah jaringan karena adanya kerusakan. Dalam kondisi normal proses

tersebut dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu :

a. Fase Hemostasis dan Fase Inflamasi

Fase hemotasis adalah fase pertama dalam proses penyembuhan

luka, setiap kejadian luka akan melibatkan kerusakan pembuluh darah

yang harus dihentikan. Kadar glukosa darah yang tinggi juga

berpengaruh pada fungsi enzim aldose reduktase yang berperan dalam

konversi jumlah glukosa yang tinggi menjadi sorbitol sehingga

menumpuk pada sel yang menyebabkan tekanan osmotik mendorong

air masuk ke dalam sel dan mengakibatkan sel mengalami kerusakan.

Penebalan membrane kapiler yang disebabkan oleh tingginya kadar

glukosa darah menyebabkan peningkatan viskositas darah dan

berpengaruh pada penebalan membrane kapiler tempat menempelnya

eritrosit, rombosit dan leukosit pada lumen pembuluh darah. Hal-hal

tersebut dapat menjadi penyebab gangguan dari fase inflamasi yang

memperburuk proses penyembuhan luka (Krents, 2000; King, 2001;

Syabariyah, 2015).

b. Fase proliferasi dan Fase Remodelling


Pada proses penyembuhan ulkus kaki diabetik juga mengalami

perubahan dan perbedaan dengan fase proliferasi penyembuhan pada

luka normal, pada luka normal fase proliferasi berakhir dengan

pembentukan jaringan granulasi dan kontraktur yang sudah terjadi,

pembuluh darah yang baru menyediakan titik masuk ke luka pada sel-

sel seperti makrofag dan fibroblast. Pada fase proliferasi ulkus kaki

diabetik mengalami pemanjangan fase yang menyebabkan terjadinya

pembentukan granulasi terlebih dahulu pada dasar luka, granulasi akan

mengisi celah yang kosong dan epitelisasi akan menjadi bagian

terakhir pada fase ini. Hal ini juga disebabkan karena kekurangan

oksigen pada jaringan, oksigen berperan sebagai pemicu aktivitas dari

makrofag. Epitelisasi pada luka ini juga mengalami gangguan migrasi

dari keratinosit yang nantinya akan membentuk lapisan luar pelindung

atau stratum korneum sehingga mengakibatkan kelembaban dari luka

akan berkurang yang membuat proses penyembuhan akan sangat

lambat. Karena terjadi gangguan pada tahap penyembuhan luka maka

luka menjadi kronis yang menyebabkan fase proliferasi akan

memanjang yang berakibat pada fase remodeling berlangsung selama

berbulan-bulan dan dapat berlangsung hingga bertahun-tahun (Sinno

& Prakash, 2013; Suriadi, 2015; Syabariyah, 2015).

vi. Dampak Diabetes Melitus Gangren


Terdapat dampak fisik dan psikologis pada penderita gangren. Perubahan

Fisik menurut (Ribu dan Wahl, 2015)

1. Neuropati Diabetik

Neuropati diabetik adalah komplikasi kronis yang paling sering

ditemukan pada pasien diabetes melitus.Neuropati diabetik adalah

gangguan metabolisme syaraf sebagai akibat dari hiperglikemia kronis.

Angka kejadian neuropati ini meningkat bersamaan dengan lamanya

menderita penyakit diabetes melitus dan bertambahnya usia penderita.

2. Trauma

Penurunan sensasi nyeri pada kaki dapat menyebabkan tidak

disadarinya trauma akibat pemakaian alas kaki.Trauma yang kecil atau

trauma yang berulang, seperti pemakaian sepatu yang sempit

menyebabkan tekanan yang berkepanjangan dapat menyebabkan

ulserasi pada kaki.

3. Infeksi

Infeksi dapat dibagi menjadi tiga yaitu superfisial dan lokal, selulitis

dan osteomyelitis.Infeksi akut pada penderita yang belum mendapatkan

antibiotik biasanya monomikrobial sedangkan pasien dengan ulkus

kronis, gangrene dan osteomyelitis bersifat polimikrobial.Kuman yang

paling sering dijumpai pada infeksi ringan adalah Staphylococcus

Aereusdan streptococcal serta isolation of Methycillin-resstant

Staphyalococcus aereus (MRSA).Jika penderita sudah mendapat

antibiotik sebelumnya atau pada ulkus kronis, biasanya dijumpai juga

bakteri batang gram negatif (Enterobactericeae, enterococcus, dan


pseudomonas aeruginosa).

4. Amputasi

Amputasi pada kaki merupakan pemotongan pada bagian atau sebagian

tungkai bawah penderita misalnya jari dan seterusnya atau sebagian

pedis atau sebagian tungkai bawah. Sebagian besar amputasi pada kaki

diabetik bermula dari ulkus pada kulit. Bila dilakukan deteksi dini dan

pengobatan yang adekuat akan dapat mengurangi kejadian tindakan

amputasi.

Sedangkan perubahan psikologis penderita Diabetes Mellitus gangren

meliputi

1. Cemas

Penderita Diabetes Melitus dengan gangren mengalami banyak

perubahan dalam hidupnya, mulai dari perawatan luka yang terus

menerus sampai terjadinya amputasi. Perubahan hidup yang

mendadak membuat penderita mengalami kecemasan (Shahab,

2006).

2. Stres

Karena sifat ulkus Diabetes Mellitus yang terkenal kronis, sulit

sembuh dan tingginya angka amputasi dapat memicu timbulnya

stressor pada penderita Diabetes Melitus. Hal ini dapat memberikan

beban pada kondisi biologis, misalnya penyakit, infeksi, trauma fisik

dengan kerusakan organ biologis, malnutrisi, dan juga kondisi

psikologis bahkan Stress bisa memiliki konsekuensi secara fisik,

emosional, intelektual, sosial dan spiritual. (Lukaningsih, 2011).


3. Depresi

Diabetes milletus penyakit kronik yang tidak bisa sembuh

sempurna, perlu perawatan seumur hidup. Pada pasien yang telah

didiagnosa menderita Diabetes Melitus, timbul perasaan yang tidak

adekuat lagi, dapat berlebihan, timbul ketakutan, mereka menuntut

untuk dirawat orang lain dengan berlebihan, dan sikap bermusuhan

yang kemungkinan dapat terjadi. Hal ini juga bisa berlanjut

menjadi perasaan depresi pada pasien. (Watkins, 2006).

4. Konsep Diri Negatif

Rasa percaya diri rendah, penilaian yang rendah dan pandangan diri

yang negatif terhadap diri sendri dan respon dari orang lain terhadap

tubuh individu tersebut yang menyebabkan rasa terasingkan dan

tidak di anggap(Kozier, et al, 2010)

vii. Penilaian Gangren

Untuk mencegah amputasi kaki dan penyembuhan ulkus berkepanjangan,

maka perlu mengetahui akar penyebabnya. Untuk mendapatkan data ulkus

secara menyeluruh yang akan bermanfaat didalam perencanan pengobatan,

perlu dilakukan penilaian-penilaian ulkus meliputi : (Van Baal, 2014 ;

Khanolkar dkk.,2015).

1. Penilaian neuropati

Riwayat tentang gejala-gejala neuropati, pemeriksaan sensasi tekanan

dengan Semmes-Weinstein monofilament 10 g, pemeriksaan sensasi

vibrasi dengan garpu tala 128 Hz.

2. Penilaian struktur
Identifikasi kelainan-kelainan struktur atau deformitas seperti

penonjolan tulang di plantar pedis :claw toes, flat toe, hammer toe,

callus, hallux rigidus, charcotfoot.

3. Penilaian vaskuler

Riwayat klaudikasio intermiten, perubahan tropi kulit dan otot,

pemeriksaan pulsasi arteri, ABI, Doppler arteri, dilakukan secara

sistematis. Iskemia berat atau kritis, apabila ditemukan tanda infeksi,

kaki teraba dingin, pucat, tidak ada pulsasi, adanya nekrosis, tekanan

darah ankle < 50 mmHg (Ankle Brachial Index < 0,5), TcPO2 <

30mmHg, tekanan darah jari < 30mmHg.

4. Penilaian ulkus

Pemeriksaan ulkus harus dilakukan secara cermat,teliti dan sistematis.

Inspeksi harus bisa menjawab pertanyaan, apakah ulkusnya superfisial

atau dalam, apakah mengenai tulang, sehingga bisa ditetapkan derajat

ulkus secara akurat.

VIII. Konsep Diri

i. Definisi

Konsep diri merupakan gambaran seseorang mengenai diri

sendiriyang merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis,

emosional aspiratif, dan prestasi yang mereka capai. Konsep diri

jugaberarti gambaran tentang dirinya sendiri dalam bandingannya

denganorang lain.Hurlock (dalam Gufron, 2015: 13).“

konsep diri terbentuk melalui pengalaman individu dalam

berhubungan dengan orang lain bukan faktor yang dibawa sejak lahir”.
Ketika berhubungan dengan orang lain, individu akan memperoleh

tanggapan. Tanggapan tersebut akan digunakan individu sebagai acuan

untuk menilai dan memahami dirinya. (Leonard dan Supardi, 2014:

343).

Konsep diri sebagai suatu penilaian terhadap diri adalah cara

bagaimanaindividu menilai diri sendiri,bagaimana penerimaannya

terhadap dirisendiri sebagaimana yang dirasakan, diyakini, dan

dilakukan, baik ditinjaudari segi fisik, moral, keluarga,

personal.Rahmat (dalam Gufron, 2015: 14).

IX. Jenis-jenis Konsep Diri

Menurut William D. Brooks (dalam Rini, 2014) bahwa dalammenilai

dirinya seseorang ada yang menilai positif dan ada yang

menilainegative.

1. Konsep Diri Positif

“Konsep diri positif lebih berupa penerimaan terhadap diri bukan

berupa kebanggan yang besar tentang dirinya” (Calhoun &

Acocella, 2008: 73). Konsep diri positif mengarah pada

kerendahan hati bukan keangkuhan dan keegoisan. Jadi orang yang

memiliki konsep diri positif adalah orang yang memiliki perasaan

berupa penerimaan tentang pdirinya. Ia dapat menerima berbagai

fakta yang berkaitan dengan dirinya dan menanggapi bahwa fakta-

fakta yang ada pada dirinya bukan merupakan ancaman baginya.

(Jalaluddin Rahmat, 2015: 104) menyampaikan tanda-tanda orang

yang memiliki konsep diri positif, antara lain sebagai berikut.


a. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah.

b. Ia merasa setara dengan orang lain.

c. Ia menerima pujian tanpa rasa malu.

d. Ia menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan,

keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui

masyarakat.

e. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup

mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi

dan berusaha mengubahnya.

2. Konsep Diri Negatif

Menurut (Calhoun & Acocella, 2008: 73), konsep diri negatif

merupakan “perasaan yang negatif tentang dirinya”. Ia merasa

pribadinya tidak cukup baik daripada orang lain. Hal ini terjadi

karena individu menghadapi informasi tentang dirinya yang tidak

dapat diterima dengan baik oleh dirinya. (Calhoun & Acocella,

2008: 73) berpendapat, bahwa “konsep diri negatif dapat

mengakibatkan depresi atau kecemasan dan kekecewaan

emosional”.Menurut Wiliam D. Brooks dan Philip Emmert(dalam

Jalaluddin Rakhmat, 2015: 103), ada lima tanda seseorang yang

mempunyai konsep diri negatif, antara lain sebagai berikut.

a. Menganggap bahwa kritik sebagai alat untuk menjatuhkan harga

dirinya. Orang yang mempunyai konsep diri negatif cenderung

tidak menyukai dialog terbuka.

b. Responsif sekali terhadap pujian.


c. Bersikap hiperkritis terhadap orang lain. Ia tidak sanggup

menyampaikan penghargaan dan mengakui kelebihan orang

lain.

d. Cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa tidak

diperhatikan.

e. Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Misalnya ia tidak mau

bersiang dengan orang lain dalam hal prestasi.

XI. Dampak Konsep Diri

1. Konsep Diri Positif

a. Berfikir positif

Berfikir positif akan menimbulkan keinginan yang positif, dengan

berfikir positif maka kita akan memiliki kekuatan yang luar biasa

dan membuat orang-orang akan suka berada di sekitar kita serta

dengan berfikir positif kita dapat menemukan mana yang baik dan

mana yang buruk dalam hidup (Hariyono, 2010).

b. Kontrol Diri

Kontrol diri memiliki makna sebagai suatu kecakapan individu

dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya serta

kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku

sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam

melakukan sosialisasi (Calhoun dan Acocela, 2008).

c. Percaya Diri
Jika seseorang memiliki rasa percaya diri yang baik, maka ia akan

yakin pada dirinya sendiri dan juga pada orang lain serta memiliki

keinginan untuk mencoba hal-hal positif di berbagai kesempatan

(Asmani, 2011).

2. Konsep Diri Negatif

a. Berfikir Negatif

Konsep diri negatif cenderung membuat seseorang juga berfikir

negatif di karenakan pandangan yang kurang baik yang di rasakan

oleh dirinya sendiri maupun pandangan dari orang lain.

b. Tidak percaya diri (Pesimis)

Rasa tidak percaya diri pada seseorang mebuat mereka

mempermalukan diri sediri dengan buruk, merasa diri tidak berguna

dan tidak berharga. (Kusmanto, 2009).

c. Cemas

Konsep diri yang negatif menyebabkan gangguan pada persaan yang

di tandai dengan perasaan kekhawatiran yang mendalam dan

berkelanjutan, ketakutan yang tidak nyata sebagai tanggapan

terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak mengancam (Calhoun dan

Acocella, 2015)

d. Stress
Persepsi atau pengalaman individu terhadap perubahan yang terjadi

dalam kesehatan fisik, spiritual, emosional, seksual, kekeluargaan

dan sosiokultural, dapat menyebabkan stress(Perry & Potter, 2015)

e. Depresi

Konsep diri yang negatif menyebabkan seseorang merasa tidak

berdaya, rasa bersalah, tertekan, muram, trauma psikis

(Kartono,2010).

XII. Tingkatan Konsep Diri

(Fits Robinson dalam Heidemans, 2009) menggambarkan konsep diri

dalam 3 tingkatan, antara lain:

1. Konsep diri tinggi

Apabila seseorang menilai dirinya dengan sangat baik, memberikan

prestasi yang tinggi dan tidak memiliki perasan yang negatif terhadap

komponen dirinya. Seseorang yang memiliki konsep diri tinggi

mereka akan slalu beranggapan bahwa dirinya telah sesuai dengan

harapan yang diinginkan.

2. Konsep diri cukup

Apabila seseorang memberikan penilaian terhadap dirinya dengan

penilaian yang baik namun dalam beberapa aspek beranggapan bahwa

belum memiliki rasa puas. Seperti beranggapan bahwa penampilan

diri kurang menarik, peran yang tidak sesuai. Terkadang menolak

terhadap kemampuan personal, penurunan produktifitas, mudah

tersinggung.

3. Konsep diri rendah


Apabila seseorang menilai terhadap dirinya sangat kurang / rendah.

Tidak pernah merasa puas terhadap dirinya dan merasa bersalah

dengan apa yang telah ada pada dirinya. Beberapa tanda gejalanya

mudah marah yang berlebihan,

XIII. Aspek-Aspek Konsep Diri

Fitts (dalam Hendriati Agustiani, 2006: 142) melengkapi aspek

konsep diri dengan membagi konsep diri menjadi 2 dimensi, yaitu

sebagai berikut.

1. Dimensi Internal

Dimensi internal adalah penilaian yang dilakukan individu untuk

menilai dirinya berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi internal

dibagi menjadi tiga bentuk, yaitusebagai berikut.

a. Diri identitas (identity self)

Diri identitas berkaitan dengan identitas diri individu itu sendiri,

misalnya gambaran tentang dirinya “siapa saya”. Selain itu berkaitan

dengan label yang diberikan kepada diri oleh individu yang

bersangkutan.

b. Diri pelaku (behavioral self)

Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya

yang berisikan segala kesadaran mengenai apa yang dilakukan oleh

dirinya. Diri yang kuat ditunjukkan dengan kesesuaian antara diri

identitas dengan diri pelakunya sehingga ia dapat menerima baik dari

diri identitas maupun diri pelakunya.


c. Diri penerimaan/ penilaian (judging self)

Diri penerimaan berkaitan dengan kepuasaan seseorang akan dirinya

atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. Jika individu

mempunyai kepuasaan yang tinggi pada dirinya, maka ia memiliki

kesadaran diri yang realistis, dan memfokuskan untuk

mengembangkan dirinya. Sebaliknya, jika seseorang tidak

mempunyai kepuasaan terhadap dirinya, maka ia akan mengalami

ketidakpercayaan diri dan menimbulkan rendahnya harga diri.

2. Dimensi Eksternal

Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungannya

dengan orang lain. Baik itu aktivitas sosial, nilai-nilai yang dianut di

dalam masyarakat, ataupun hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi

eksternal menurut Fitts di bagi menjadi lima bentuk, yaitu sebagai

berikut.

a. Diri fisik (Psysical self)

Diri fisik menyangkut persepsi seseorang tentang keadaannya secara

fisik. Contohnya mengenai kesehatan diri, penampilan dirinya

(cantik, jelek, menarik atau tidak menarik) dan keadaan tubuhnya

(tinggi, pendek, gemuk atau kurus).

b. Diri etik-moral (moral-ethical self)


Diri etik-moral merupakan persepsi seseorang yang didasarkan pada

standar pertimbangan secara moral dan etika. Hal ini berhubungan

dengan Tuhan, kepuasaan seseorang akan agamanya, dan nilai

moral.

c. Diri pribadi (personal self)

Diri personal merupakan persepsi seseorang mengenai keadaan

pribadinya. Dalam hal ini menyangkut sejauh mana individu merasa

sebagai pribadi yang tepat.

d. Diri keluarga (Family self)

Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri dalam

kedudukannya sebagai anggota keluarga. Dalam hal ini, diri keluarga

berkaitan dengan peran yang dijalani sebagai anggota keluarga.

e. Diri Sosial (Sosial self)

Diri sosial merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya

dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya.

XIV. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

(Dalam Agusta, 2015) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan konsep diri. Faktor-faktor tersebut terdiri dari teori

perkembangan, orang yang terpenting atau yang terdekat (significant

other), dan persepsi diri sendiri (self perception).

1. Teori Perkembangan

Konsep diri belum ada waktu lahir, seiring berjalannya waktu

kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai

mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam


melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari

lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan

melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan,

pengelaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada

area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta

aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.

2. Orang yang terpenting atau yang terdekat (significant other)

Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman

dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain

yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri

pandangan orang lain terhadap diri, pengaruh budaya dan sosialisasi.

3. Persepsi diri sendiri (self perception)

Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta

persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu.

Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman

yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan

dasar dari perilaku individu.

Faktor-fator lain yang mempengaruhi konsep diri.

1. Usia

Semakin tua usia seseorang maka akan ankan mengalami

penurunan kondisi fisik dan keterbatasan dukungan sosial

khususnya dari pihak keluarga. Hal ini sangat mempengaruhi

aspek psikologis pada lansia hingga rentan terjadi gangguan

konsep diri (Suardiman, 2007).


2. Jenis Kelamin

Adanya perbedaan biologis antara laki-laki dan wanita

menentukan peran masing-masing jenis kelamin. Perbedaan

tersebut di sebabkan karena wanita lebih memperhatikan

penampilanya dari pada laki-laki peran tersebut menyebabkan

dunia wanita hanya terbatas pada dunia keluarga sehingga wanita

slalu bersikap negatif terhadap dirinya. Wanita juga kurang

percaya diri apabila ia diminta menunjukkan seluruh

kemampuanya. Sementara itu laki-laki dpat mengembangkan diri

secara optimal, karena laki-laki berkecimpung dalam kehidupan

di luar rumah (Pudjijogyanti, 2012).

3. Pendidikan

Pengetahuan merupakan bagian dari suatu kajian yang lebih luas

dan diyakini sebagai pengalaman yang sangat berarti bagi diri

seseorang dalam proses pembentukan konsep dirinya. seseorang

yang telah mengikuti jenjang pendidikan formal selama 9 tahun

dinyatakan telah memiliki tingkat pemahaman yang baik. Tingkat

pendidikan yang memadai mempengaruhi kemampuan seseorang

untuk menerima dan memahami suatu informasi tentang

kesehatan (Maria, 2015).

XV. Upaya Penanggulangan Konsep Diri

1. Pandangan positif
Menumbuhkan rasa percaya diri dan penilaian yang baik pada diri

sendri dapat menimbulkan konsep diri yang positif dan menghindari

konsep diri yang negatif.

2. Interaksi sosial

Penerimaan dan pandangan masyarakat sangat berpengaruh terhadap

konsep diri seseorang, jika pandangan atau penilaian yang di berika

buruk makan akan membentuk konsep diri yang negatif, sebaliknya jika

pandangan dan penilaian yang di berikan baik maka akan membentuk

konsep diri yang positif.

3. Keluarga

Keluarga menjadi peran utama dalam pembentukan konsep diri

seseorang, dengan pemberian semangat dan motivasi yang baik akan

menjadikan seseorang memiliki penilaian yang baik terhadap dirinya

sendiri.

XVI. Pengukuran Konsep Diri

Dalam (Amaliah, 2012) instrumen dalam mengukur konsep diri

menggunakan Cecklist Tennesse Self Concept Scale (TSCS) yang di

kembangkan oleh William H Fist pada tahun 1965, kemudian Tennesse

Self Concept Scale (TSCS) di adaptasi oleh Sri Rahayu Partosuwindo

(Tim Peneliti Universitas Gajah Mada Yogyakarta) pada tahun 1979.

Tennesse Self Concept Scale (TSCS) merupakan konsep diri individu

secara umum berada dalam usia 12 tahun ke atas. Alat ukur Tennesse

Self Concept Scale (TSCS) ini menghasilkan skor total untuk konsep
diri tetapi berupa skor-skor yang menggambarkan dua aspek yaitu

dimensi internal dan eksternal. Dimensi internal terdiri atas 3 bagian

dan eksternal terdiri dari lima bagian.

Tennesse Self Concept Scale (TSCS) di susun berdasarkan

sejumlah deskripsi diri yang di kumpulkan dari balester (1953 dalam

amaliah). Engel (1956 dalam amaliah 2012) dan Tylor (1953 dalam

amaliah 2012). Serta deskripsi diri yang di tulis oleh para pasien dan

non pasien. Setelah di kumpulkan dan di teliti, item-item

diklasifikasikan berdasarkan apa yang di lihat seseorang pada dirinya

ketika ia menuliskan gambaran dirinya. Item-item yang di kumpulkan

ini berjumlah 90 pertanyaan yang terdiri dari pertanyaan positif dan

negatif. (Fits 1965 dalam amaliah, 2012). Menambahkan 10 pertanyaan

untuk mengukur keterbukaan seseorang dalam menjawab pertanyaan

skala konsep diri ini. Dengan demikian dalam Tennesse Self Concept

Scale (TSCS) berjumlah 100 item. Setiap pertanyaan memiliki

kemungkinan jawaban berupa skala angka 1 sampai 5. Angka 1 brarti

pernyataan tersebut sama sekali tidak sesuai dengan keadaan diri

subyek sedangkan 5 brarti pertanyaan tersebut sesuai dalam

menggambarkan diri subyek. Dari 90 item, 45 item favorable dan 45

item lain unfavorable.

XVII. Depresi

i. Definisi Depresi
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai

dengan perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan

menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga berkelanjutan yang

dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari (National Institute of Mental

Health, 2010).

Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang

ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat

terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan,

kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi (World Health

Organization, 2016).

Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang

berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,

termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,

konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya,

serta bunuh diri (Kaplan, 2015).

Dari beberapa definisi di atas dapat di simpulkan bahwa depresi

adalah suatu gangguan perasaan hati dengan ciri sedih, merasasendirian,

rendah diri, putus asa, biasanya disertai tanda-tanda retardasi

psikomotor atau kadang-kadang agitasi, menarik diri dan terdapat

gangguan fisiologis seperti insomnia dan anoreksia (Kaplan, 2015).

ii. Klasifikasi Depresi


Gangguan depresi terdiri dari berbagai jenis, yaitu:

1. Gangguan depresi mayor

Gejala-gejala dari gangguan depresi mayor berupa perubahan dari nafsu

makan dan berat badan, perubahan pola tidur dan aktivitas, kekurangan

energi, perasaan bersalah, dan pikiran untuk bunuh diri yang

berlangsung setidaknya ± 2 minggu (Kaplan, et al, 2010).

Adanya beberapa tingkatan depresi menurut (Kusumanto,2010) di

antaranya:

a. Depresi Ringan,

Sementara, alamiah, adanya rasa pedih perubahan proses pikir

komunikasi sosial dan rasa tidak nyaman.

b. Depresi Sedang

1) Afek : murung, cemas, kesal, marah, menangis

2) Proses fikir : perasaan sempit, berfikir lambat, kurang komunikasi

verbal komunikasi non verbal meningkat.

3) Pola komunikasi : bicara lambat, kurang komunikasi verbal,

komunikasi non verbal meningkat.

4) Partisipasi sosial : menarik diri tidak mau melakukan kegiatan,

mudah tersinggung.

c. Depresi Berat

1) Gangguan afek : pandangan kosong, perasaan hampa, murung,

inisiatif berkurang

2) Gangguan proses pikir


3) Sensasi somatik dan aktifitas motorik : diam dalam waktu lama,

tiba-tiba hiper aktif, kurang merawat diri, tidak mau makan dan

minum, menarik diri, tidak peduli dengan lingkungan.

2. Gangguan Dysthmic

Dysthmia bersifat ringan tetapi kronis (berlangsung lama). Gejala-

gejala dysthmia berlangsung lama dari gangguan depresi mayor yaitu

selama 2 tahun atau lebih. Dysthmia bersifat lebih berat dibandingkan

dengan gangguan depresi mayor, tetapi individu dengan gangguan ini

masi dapat berinteraksi dengan aktivitas sehari-harinya (National

Institute of Mental Health, 2010).

3. Gangguan depresi psikotik

Gangguan depresi berat yang ditandai dengan gejala-gejala, seperti:

halusinasi dan delusi (National Institute of Mental Health, 2010).

4. Gangguan depresi musiman

Gangguan depresi yang muncul pada saat musim dingin dan

menghilang pada musi semi dan musim panas (National Institute of

Mental Health, 2010).

iii. Etiologi Depresi

(Kaplan & Saddock,, 2010) menyatakan bahwa sebabdepresi

dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain: aspek biologi,aspek

genetik, aspek psikologi dan aspek lingkungan sosial.

1. Aspek Biologi

Penyebabnya adalah gangguan neurotransmiter di otak

dangangguan hormonal.Neurotransmiter antara lainnoradrenalin


dopamine dan histamine.Dopamin dan nonepinefrin. Keduanya

berasal dari asam amino tirsin yang terdapat pada sirkulasi darah.

Padaneurondopaminergik, tirosin diubah menjadi dopamine melalui 2

tahap:perubahan tirosin menjadi DOPA oleh tirosin hidroksilase

(TyrOH). DOPA tersebut akan diubah lagi menjadi dopamin

(DA)oleh enzim dopamin beta hidroksilase (DBH-OH).

2. Aspek Genetik

Pola genetik penting dalam perkembangan gangguan mood, akan

tetapi pola pewarisan genetik melalui mekanisme yang

sangatkompleks, didukung dengan penelitian-penelitian sebagai

berikut:Dari penelitian keluarga secara berulang ditemukan

bahwasanak keluarga turunan pertama dari penderita gangguan

bipolar I berkemungkinan 8-18 kali lebih besar dari sanak

keluargaturunan pertama subjek kontrol untuk menderita gangguan

bipoler I dan 2-10 kali lebih mungkin untuk menderita

gangguandepresi berat. Sanak keluarga turunan pertama dari

seorangpenderita berat berkemungkinan 1,5-2,5 kali lebih besar

daripadasanak keluarga turunan pertama subjek kontrol untuk

menderitagangguan bipoler I dan 2-3 kali lebih mungkin menderita

depresi berat.

3. Aspek Psikologi

Sampai saat ini tak ada sifat atau kepribadian tunggal yang secara

unik mempredisposisikan seseorang kepada depresi.Semuamanusia


dapat dan memang menjadi depresi dalam keadaantertentu.Tetapi tipe

kepribadian dependen- oral, obsesifkompulsif, histerikal, mungkin

berada dalam resiko yang lebihbesar untuk mengalami depresi

daripada tipe kepribadian antisosial, paranoid, dan lainnya dengan

menggunakan proyeksi dan mekanisme pertahanan

mengeksternalisasikan yanglainnya.Tidak ada bukti hubungan

gangguan kepribadiantertentu dengan gangguan bipoler I pada

kemudian hari.Tetapigangguan distimik dan gangguan siklotimik

berhubungandengan perkembangan gangguan bipoler I di kemudian

harinya.

4. Aspek Lingkungan sosial.

Berdasarkan penelitian, depresi dapat membaik jika klinisi mengis

pada pasien yang terkena depresi suatu rasapengendalian dan

penguasaan lingkungan.

XVIII. Faktor Yang Mempengaruhi Depresi

1. Faktor Usia

Semakin bertambahnya usia hususnya pada lansia semaki bisa

menerima kondisi penyakitnya hal tersebut disebabkan karena adanya

dukungan keluarga yang baik bagi para lansia, dimana dukungan

keluarga sangat penting bagi lansia seperti dukungan emosional,

dukungan psikologis, dukungan sosial sehinggan penekaan terhadap

stress yang akan berkembang menjadi depresi(Widya A, 2018)

2. Jenis Kelamin
Depresi umumnya lebih sering menyerang pada perempuan. Perempuan

lebih sering terpajan dengan stressor lingkungan dan batas ambangnya

lebih rendah jika dibandingkan laki-laki. Depresi pada perempuan juga

berkaitan dengan ketidak seimbangan hormon sehingga perempuan

berada pada resiko yang lebih besar gangguan depresi dan kecemasan

pada usia lebih awal dari pada laki-laki (Christina W, dkk. 2016)

3. Pekerjaan

Bekerja merupakan bentuk perilaku hidup aktif yang dapat mencegah

terjadinya depresi. Pekerjaan yang dimiliki penderita perlu disesuaikan

dengan kemampuan fisik dan psikisnya.Aktivitas sebagai bentuk upaya

nyata untuk mencegah depresi (Pei dan Hui, 2009).

4. Pendidikan

semakin tinggi pengetahuan seseorang akan semakin luas wawasan

yang dimiliki. Tingkat pengetahuan yang baik mengenai depresi akan

membantu individu dalam menekan gejala depresi yang muncul

(Christina W, dkk. 2016).

5. Lama Menderita

Penderita diabetes mellitus gangren yang baru dan cepat mendatkan

penanganan akan mengurangi terjdinya kecacatan sehingga dapat

menghindari terjadinya depresi (Christina W, dkk. 2016).

i. Tingkatan Depresi

Menurut PPDGJ-III (Ma’rifatul lilik, 2011) tingkatan depresi

ada 3 berdasarkan gejala-gejalanya yaitu :


1. Ringan

a. Kehilangan minat dan kegembiraan.

b. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah

lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan

menurunnya aktivitas.

c. Proses berfikirnya menjadi lambat dan gangguan memori juga

disertai disorentasi ringan.

d. Harga diri rendah dan kehilangan rasa percaya diri.

e. Lamanya gejala tersebut berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu.

2. Sedang

a. Kehilangan minat kegembiraan.

b. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keaadaan mudah

lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saaja) dan

menurunynya aktivitas.

c. Proses berfikirnya menjadi lambat dan gangguan memori juga

disertai disorentasi ringan.

d. Harga diri rendah dan kehilangan rasa percaya diri.

e. Perasaan bersalah dan merasa tidak berguna.

f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.

g. Lamanya gejala tersebut berlangsung minimum sekitar 2 minggu.

h. Mengadaptasi kesulitan untuk meneruskan kegiatan sosial pekerjaan

dan urusan rumah tangga.

3. Berat

a. Mood depresif.
b. Kehilangan minat dan kegembiraan.

c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja saja) dan menurunnya

aktivitas.

d. Proses berpikirnya menjadi lambat dan gangguan memori juga disertai

disorentasi ringan.

e. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.

f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.

g. Perbuatan yang membahayakan diri sendiri atau bunuh diri.

h. Tidur terganggu.

i. Disertai waham.

j. Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu.

XIX. Pencegahan Depresi

1. Pencegahan primer

a. Mendidik klien dan keluarga tentang terapi menggunakan strategi-

strategi interaktif, seperti mengungkapkan kenangan dan tinjauan

hidup yang ditekankan pada peristiwa hidup yang menyenangkan

serta kontribusi dan pencapaian yang positif.

b. Rujuk kekolompok pendukung setempat.

c. Memastikan tingkat ketepatan dan tingkat asuhan yang paling tidak

membatasi klien dengan membuat rujukan kerumah perawatan.

d. Mengkondisikan modifikasi lingkungan misalnya, jalur landas,

pencahayaan yang adekuat guna mempertahankan tingkat

kemandirian.
e. Membantu mereka menghindari depresi dengan mengarahkan

kembali minat-minat mereka.

f. Mendorong aktivitas-aktivitas dan hubungan baru yang penuh

makna.

g. Mendukung jaringan sosial mereka.

2. Pencegahan Sekunder

a. Meninjau ulang tanda dan gejala daari trial depresif dan passtikan

melalui wawancara langsung dengan klien apa gejala-gejala yang

dialami, berapa lama gejala itu sudah berlangsung, dari apakah

gejala-gejala tersebut pernah terjadi sebelumnya. Hal yang sangat

penting untuk diperhatikan adalah lingkungan yang jelas atau

kehilangan.

b. Jika dicurigai depresi, perawat atau tim kesehatan harus melakukan

pengkajian dengan alat pengkajian yang standart dan dapat

dipercaya serta valid.

c. Memberikan rasa aman dan nyaman dengan mendukung dan

mendorong klien untuk mencoba hal-hal baru dengan

menganjurkan interaksi dan keterlibatan yang menambah makna

dan tujuan hidup.

d. Memvalidasi arti klien sebagai manusia dengan cara ia perlukan.

e. Perawat atau tim kesehatan harus mendorong partisipasi klien

depresi dalam perawatan diri dan aktivitas-aktivitas lain serta

meningkatkan konsep dirinya dengan memberikan kesempatan


pada klien untuk melakukan sesuatu (sekallipun kecil) dan

melakukannya dengan benar.

f. Mengkomunikasikan perhatian.

g. Memberikan informasi tentang depresi.

h. Memodifikasi lingkungan fisik dan sosial.

3. Pencegahan Tersier

a. Mendorong ingatan atau tinjauan hidup dan oleh sebab itu

membantu penyelesaian masalh-masalah lama dan meningkatkan

identifikasi dengan pencepaian dimasa lalu.

b. Mengajarkan tentang penatalaksanaan kesehatan dan stres

menstimulasi rasa dan perbaikan respon terhadap lingkungan.

c. Membantu memenuhi kebutuhan akan mencintai dan dicintai

(Mickey Stanley dan Patricia Goutlett, 2010).

XX. Upaya Penanggulangan Depresi

1. Farmakologi

Ada beberapa obat anti depresan yaitu :

a. Lithium

Lithium adalah obat yang digunakan untuk mengobati gangguan

bipolar.

b. MAOIs (Monoamine oxidase inhibitors).

Obat ini menghalangi aktivitas monoamine axidase, enzim yang

Menghancurkan monoamine neurotransmithers morepinephrine,

serotinin dan dopamine.

c. Trisiklik
Obat ini meningkatkan aktivitas neurotransmiter monoamine,

norepinephrine dan serotinin dengan menghambat reuptake kedalam

neuron.Pilihan pengobatan anti depresan trisiklik mencakup

amitriptilin dengan dosis 50-250 mg/hari, imipramin dengan dosis

30-300 mg/hari.

d. SSRI (Selective serotonin reuptake inhibitors)

Obat ini hanya menghambat reuptake serotonin namun tidak

menghalangi neurotransmiter lain. Pengobatan dengan SSRI meliputi

jenis fluoxetin dengan dosis 20-60 mg/hari, sertralin dengan dosis

50-200 mg/hari.

2. Non Farmakologi

Ada beberapa penanggulangan depresi secara non farmakologis antara

lain:

a. Pendekatan CBT (Cognitive Behavior Therapy)

1) Mengurangi kecemasan saat berada dalam keadaan benar-benar

rilek.

2) Menghilangkan pikiran-pikiran negatif dan tidak rasional yang

mengganggu saat dalam keadan bimbang.

3) Mengubah pikiran-pikiran negatif dengan pikiran positif.

b. Menjadi asertif adalah mengurangi stres dan komunikasi yang lebih

baik.

c. Memberikan dukungan sosial.

d. Berolahraga.

e. Mengatur pola makan (Namora Lumongga, 2009).


XXI. Cara Pengukuran Depresi

Tingkat depresi adalah penilaian dari berat ringanya setres yang di

alamai seseorang. Tingkatan setres ini di ukur dengan menggunakan

Dpression Anxiety Stres Scale 42 (DASS 42) oleh Lovibond (1995).

Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42

(DASS 42) terdiri dari 42 item. DASS adalah seperangkat skala

subyektif yang di bentuk untuk mengukur status emosional negatif dan

depresi, kecemasan dan stres. DASS 42 di bentuk tidak hanya untu

mengukur secara konvesional mengenai status emosional, tetapi untuk

proses lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang

berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan biasanya di

gambarkn sebagai stres. DASS dapat di gunakan baik itu oleh

kelompok atau individu untuk tujuan penelitian.

Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, rigan, sedang, berat,

sangat berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress

Scale42 (DASS 42) terdiri dari 42 item, mencakup 3 subvariabel, yaitu

fisik, emosi/psikologi, dan prilaku. Jumlah skor dari pernyataan item

tersebut, memiliki makna 0-29 normal; 30-59 ringan; 60-89 sedang; 90-

119 berat; >120 sangat berat (Lovibond & Lovibond, 1995).


Selain itu, ada juga skala-skala lain yang bisa di gunakan sperti

Perceived Stres Scale (PSS) atau profile Mood States (POMS) alat-alat

ini di gunakan sebagai instrumen untuk mendeteksi stres dan tahap stres

dan bukanya sebagai alat untuk mndiagnosa (Cohen, 1983).

XXII. Hubungan konsep diri dengan tingkat depresi pada penderita

Diabetes Melitus Gangren

Perubahan konsep diri pada penderita Diabetes Mellitus di

akibatkan karena adanya luka yang dialami oleh penderita diabetes pada

area kaki dengan kondisi luka mulai dari luka superficial, nekrosis kulit,

sampai luka dengan ketebalan penuh (full thickness), yang dapat meluas

kejaringan lain seperti tendon, tulang dan persendian, jika ulkus

dibiarkan tanpa penatalaksanaan yang baik akan mengakibatkan infeksi

atau gangrene. (Fernando, et al., 2014; Frykberg, et al., 2006; Rowe,

2015; Yotsu, et al., 2014).Penyakit kronis sering mengganggu peran

yang dapat mengganggu harga diri seseorang, seperti diabetik dan

pembedahan dapat menurunkan perasaan nilai diri, hal tersebut dapat

menganggu kemampuan adaptasi seseorang sehingga kegagalan dalam

beradaptasi sering menyebabkan perubahan konsep diri. (Perry &

Potter, 2015).

Perubahan pada konsep diri penderita dapat menimbulkan pandangan

yang positif dan negatif terhadap diri mereka. Individu yang memiliki

kosep diri positif akan mengembangan sifat-sifat seperti kepercayaan

diri, harga diri, dan kemampuan untuk melihat dirinya sendiri secara

realistis yang kemudian individu dapat menilai hubungan dengan orang


lain secara tepat dan hal ini akan menimbulkan penyesuaian sosial yang

baik. Sebaliknya bila konsep diri negatif, individu akan

mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri, merasa ragu

dan kurang percaya diri, hal tersebut dapat menumbuhkan penyesuaian

pribadi dan sosial yang buruk. (Hurlock, 2008 dalam Elvina,

2011).Perubahan konsep diri tersebut membuat penderita Diabetes

Mellitus manunjukan beberapa reaksi psikologis yang negatif

diantaranya adalah marah, merasa tidak berguna, pemisahan diri dari

pergaulan, cepat tersinggung, ketergantungan, pemberontakan,depresi

akibat kecemasan yang meningkat. (Basuki, 2010). Depresi yang

muncul di sebabkan karena kondisi kesehatan penderita yang tidak

menentu di warnai dengan kesembuhan dan kekambuhan, kemungkinan

juga karena terjadinya kemunduran fisik. (Miller,2010). Depresi yang di

alami penderita Diabetes Mellitus Gangren dapat memberikan dampak

yaitu berupa timbul perasaan tidak adekuat, memunculkan perasaan

yang berlebihan, timbul ketakutan dan menuntut perawatan diri yang

berlebih ( Watkins, 2006).


XXIII. Susunan Kerangka Konsep

Kerangka konseptual adalah konsep yang dipakai sebagai landasan

dalam kegiatan ilmu (Nursalam, 2003).

Dampak Gangren

Penyebab Diabetes Mellitus : 1. Fisik


Komplikasi Diabetes a. Diabetik
1. Faktor keturunan Mellitus : Neuropaati
DM
2. Autoimun b. Trauma
1. Neuropati c. Infeksi
3. Obesitas d. Amputasi
2. Hipertensi
4. Gaya hidup tidak sehat 2. Psikologi
3. Jantung koroner
a. Cemas
4. Retinopati b. Stress
5. Ganren c. Depresi
d. Konsep diri
negatif

Keterangan :
1. Berfikir Negatif
2. Pesimis
= Variabel yang diteliti 3. Cemas
4. Stress
5.
Depresi
= Variabel yang tidak diteliti

Tingkatan Depresi

1. Normal
2. Ringan
3. Sedang
4. Berat
5. Sangat Berat

Kerangka Konseptual : Hubungan konsep diri dengan tingkat depresi pada


penderita Gangren Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Sempu Tahun
2020.
XXIV. Hipotesis

Menurut (Notoadmojo, 2010) hipotesis adalah kesimpulan

sementara penelitian, patokan dengan dugaan atau dalil sementara,

yang kebenenaranya akan di buktikan dalam penelitian tersebut.

Hipotesis pada penelitian ini adalah ada hubungan antara konsep

diri dengan tingkat depresi pada penderita Diabetes Melitus Gangren

di Wilayah Kerja Puskesmas Sempu tahun 2020.

Anda mungkin juga menyukai