Anda di halaman 1dari 24

PERAN OLAHRAGA SEBAGAI PEMBANGUN KARAKTER BANGSA

Dibuat sebagai salah satu tugas mata kuliah sosiologi olahraga yang dibimbing
oleh Bapak.Dr. Frans Nurseto, M.Psi dan Bapak. Ardian Cahyadi, M.Pd

Disusun Oleh :

Jihan Fadillah Ulhaq (1863051003)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN


REKREASI
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelasaikan Makalah ini
dengan sebaik mungkin. Shalawat serta salam senantiasa tercurah
limpahkan kepada nabi besar Muhammad saw, beserta keluarganya,
sahabatnya, dan penganutnya yang senantiasa taat pada ajarannya. Aamiin
yarrobal alamiin.

Makalah ini dibuat sebagai tugas kuliah mata kuliah Sosiologi Olahraga di
Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Universitas
Lampung angkatan 2018. Harus diakui bahwa terselesaikannya makalah
ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu,
terutama kepada :

1. Allah Swt.
2. Kepada orang tua yang telah memberikan dukungan moril dan
materi
3. Bapak. Dr. Frans Nurseto, M.Psi dan Bapak. Ardian Cahyadi, M.Pd
selaku dosen pengampu Mata Kuliah.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi perbaikan pembuatan makalah dikemudian hari. Penulis
juga berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
khusus nya untuk Mahasiswa Penjaskesrek.

Bandarlampung, 17 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah...................................................

1.2 Rumusan masalah............................................................

1.3 Tujuan..............................................................................

II. LANDASAN TEORITIS

2.1 Pengertian olahraga..........................................................

2.1 Pengertian karakter..........................................................

III. PEMBAHASAN

3.1 Hakikat Pendidikan Karakter………………………….

3.2 Hakikat Pendidikan Jasmani…………………………..

3.3 Pembelajaran Karakter Dalam Pendidikan Jasmani…...

3.4 Membentuk karakter lewat olahraga................................

3.5 Faktor penentu karakter manusia.....................................

IV. KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan......................................................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................................
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. (Sisdiknas; 2003). Pendidikan jasmani dan olahraga memiliki
peran penting dan andil besar dalam mewujudkan tercapainya tujuan
pendidikan nasional yang menunjang pendidikan karakter bangsa.
Pendidikan jasmani disajikan di sekolah yang memiliki tujuan; kognitif,
psikomotor, dan afektif.

Dalam pendidikan jasmani, aktivitas fisik merupakan salah satu ciri


khusus yang harus ada sebagai penanda pendidikan jasmani. Dalam
pendidikan jasmani, kalau anak tidak bergerak berarti belum melakukan
pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani sebagai salah satu mata
pelajaran yang disajikan di sekolah, menggunakan aktivitas fisik dengan
persentase yang lebih banyak digunakan sebagai media pembelajaran,
maka proporsi psikomotor lebih banyak proporsinya dalam pembelajaran
pendidikan jasmani dibanding dengan kawasan kognitif dan afektif.
Aktivitas fisik (jasmani) akan berhasil apabila dilakukan berdasarkan
prinsip yang benar memiliki isi, strategi yang digunakan tepat, dan
dilakukan evaluasi secara tepat. Pembentukan karakter berada pada tahap
asosiasi; peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan fisik
sebanyak mungkin melalui permainan dan olahraga, sehingga
karakternya akan terbentuk.
Karakter tidak datang dengan sendirinya, tetapi diajarkan dalam program
pendidikan jasmani dan olahraga. Pengajaran alasan-moral dan nilai-nilai
olahraga itu melibatkan penggunaan strategi tertentu yang sistematis.
Dalam aktivitas olahraga syarat dengan nilai-nilai karakter seperti
kejujuran, sportivitas, disiplin, dan kepemimpinan. Karakter merupakan
sebuah konsep dari moral, yang tersusun dari sejumlah karakteristik yang
dapat dibentuk melalui aktivitas olahraga, antara lain: rasa terharu
(compassion), keadilan (fairness), sikap sportif (sport-personship),
integritas (integrity) (Weinberg & Gould, 2003:527). Semua nilai- nilai
tersebut ditanamkan melalui ketaatan atau kepatuhan seseorang dalam
berkompetisi sesuai dengan peraturan permainan yang berlaku pada
cabang olahraga yang digelutinya. Di dalam peraturan permainan
melekat semangat keadilan dan tuntutan kejujuran para pelaku olahraga
saat menjalankan pertandingan.

Bahkan ada ungkapan yang sudah menjadi keyakinan sejarah dari waktu
ke waktu: Sport build character (Maksum, 2005; 2002). Kofi Anan,
mantan Sekjen PBB pernah mengatakan: Sport teaches life skill-sport
remains the best school of life (United Nation, 2003). United Nations
melalui Task force on Sport for Development and Peace menyatakan
bahwa olahraga merupakan instrumen yang efektif untuk mendidik kaum
muda, terutama dalam hal nilai-nilai.

Olahraga merupakan media pendidikan yang seharusnya dan selayaknya


menjadi pilar keselarasan serta keseimbangan hidup sehat dan harmonis.
Olahraga merupakan pilar penting karena jiwa fairplay, sportivitas, team
work, dan nasionalisme dapat dibangun melalui olahraga. Melalui aktivitas
olahraga kita banyak mendapatkan hal-hal yang positif. Olahraga bukan
sekedar kegiatan yang berorientasi kepada faktor fisik belaka, olahraga
juga dapat melatih sikap dan mental kita.
Pembentukan karakter bangsa dapat dilakukan salah satunya melalui
olahraga. Dengan olahraga kita bisa kembangkan karakter bangsa,
sportivitas sekaligus merekatkan persatuan bangsa. Atas dasar tersebut,
semua komponen bangsa harus memberikan andil dalam memajukan
olahraga nasional. Secara normatif dan sebagaimana telah hampir dapat
diterima oleh umumnya kita sekalian, pembentukan karakter bangsa
merupakan hal yang amat penting bagi generasi muda dan bahkan
menentukan nasib bangsa dimasa yang akan datang.

2.1 Rumusan Masalah


1.2.1. Apa Hakikat Pendidikan Karakter?
1.2.2. Apa Hakikat Pendidikan Jasmani?
1.2.3. Bagaimana Pembelajaran Karakter Dalam Pendidikan Jasmani?
1.2.4. Apakah Olahraga Dapat Membentuk Karakter Seseorang ?
1.2.5. Bagaimana Cara Membentuk Karakter Melalui Olahraga ?

3.1 Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui hakikat pendidikan karakter.
1.3.2. Untuk mengetahui hakikat pendidikan jasmani.
1.3.3. Untuk mengetahui bagaimana pembelajaran karakter
dalam pendidikan jasmani.
1.3.4. Untuk mengetahui apakah olahrag dapat membentuk karakter
seseorang.
1.3.5. Untuk mengatahui bagaimana cara membentuk karakter melalui
Olahraga.
II. LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Olahraga

Olahraga adalah investasi masa depan. Melalui olahraga manusia akan


menjadi makhluk yang sehat dan bugar sehingga mental dan karakter
dapat terbangun.  Seiring dengan  pepatah dalam dunia olahraga yang
mengatakan ''Men  Sanna  in  corpore sanno" yang artinya “di dalam
tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat” memiliki makna yang sangat
dalam, bahwa kesehatan tubuh memiliki pengaruh yang sangat kuat
terhadap pembangunan jiwa. Dalam situasi seperti ini, olahraga
seharusnya dan sudah selayaknya menjadi pilar keselarasaan,
keseimbangan hidup sehat dan harmonis. Seperti halnya pernyataan yang
dikemukanan oleh Cholik Mutohir : Olahraga adalah proses sistematik
yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong
mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah
seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat berupa permainan,
petandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia yang
memiliki Ideologi yang seutuhnya dan berkualitas berdasarkan Dasar
Negara atau Pancasila.

Atas dasar itulah mengapa banyak orang yang menggemari olahraga,


terlebih sekarang olahraga bukan hanya untuk kesehatan saja tetapi banyak
manfaat-manfaat lain yang bisa kita dapatkan diantaranya adalah dengan
berolahraga kita dapat melepaskan kepenatan dan merefleksikan
ketegangan otot-otot selama bekerja, selaian itu aktifitas berolahraga bagi
sebagian orang menjadi kebanggan tersendiri. Misalnya para atlet dapat
memperoleh prestasi, membanggakan negara atau daerahnya.
2.2 Pengertian Karakter

Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang


membedakan seseorang dari yang lain. Adapun tipe-tipe karakter manusia.
pengertian karakter sebagai penggambaran tingkah laku dengan
menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun
implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian kerena pengertian
kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian
(personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditujukan
kelingkungan sosial, keduanya relatif permanen serta menuntun,
mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu. Wyne
mengungkapkan bahwa kata karakter berasal dari bahasa Yunani
“karasso” yang berarti “to mark” yaitu menandai atau mengukir, yang
memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk
tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku
tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter
jelek, sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong dikatakan
sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya
dengan personality (kepribadian) seseorang.

W.B. Saunders, (1977: 126) memiliki pendapat sendiri dalam


mendefinisikan kata karakter. Beliau memaparkan definisinya tentang
karakter sebagai berikut: "karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang
ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut yang dapat diamati pada
individu". Di sini, beliau ingin menjelaskan bahwa ada perbedaan karakter
individu dengan individu lainnya. Menurut Saunders perbedaan karakter
tersebut dapat dilihat atau diamati karena memang karakter itu ada
kaitannya dengan perilaku hidup setiap hari yang ditampilkan oleh setiap
individu.

Pembangunan karakter adalah usaha paling penting yang pernah diberikan


kepada manusia. Pembangunan karakter adalah tujuan luar biasa dari
sistem pendidikan yang benar. Pembinaan watak merupakan tugas utama
pendidikan, menyusun harga diri yang kukuh-kuat, pandai, terampil, jujur,
tahu kemampuan dan batas kemampuannya, mempunyai kehormatan diri.
Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 3 mengamanatkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
III.PEMBAHASAN

3.1 Hakikat Pendidikan Karakter

Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas dinyatakan sebagai “bawaan,


hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,
temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian,
berperilaku, bertabiat, dan berwatak. Menurut Musfiroh (UNY, 2008),
karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku
(behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Rutland M.
(2003) mengemukakan; karakter berasal dari bahasa latin yang berarti
“dipahat”. Sebuah kehidupan ibarat batu granit yang dipahat, sehingga
memahatnya tidak boleh sembarangan, melainkan harus dilakukan secara
baik. Karakter merupakan gabungan dari kebajikan dan nilai-nilai yang
dipahat dalam kehidupan manusia. Sembilan karakter yang dapat
mengantarkan kesuksesan seseorang menurut Rutland M. (2003) adalah
sebai berikut: (1) keberanian, (2) kesetiaan, (3) kerajinan, (4) kerendahan
hati, (5) kehematan, (6) kejujuran, (7) kelemah-lembutan, (8)
penghormatan, dan (9) berterima kasih.

Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan


budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan
baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu
dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Kemdiknas, 2010).
Nilai-nilai karakter yang tercantun dalam kurikulum antara lain meliputi
nilai: kerjasama, sportivitas, kejujuran, semangat, percaya diri, disiplin,
kerja keras, keberanian, estetika, pantang menyerah, tanggung jawab,
mengikuti aturan kebersihan dan keselamatan. Karakter dikembangkan
melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan
(habit).
Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki
pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan
pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan
kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan
diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik
(components of good character) yaitu moral knowing (pengetahuan
tentang moral), moral feeling atau perasaan (penguatan emosi) tentang
moral, dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar
peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem
pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati,
dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan (moral).

Pendidikan karakter merupakan usaha untuk mendidik anak- anak agar


dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi
yang positif terhadap lingkungannya. (Megawangi, 2004). Definisi lain
dikemukakan Gafar (2010) yang menyatakan bahwa pendidikan karakter
merupakan sebuah proses tranformasi nilai-nilai kehidupan untuk
ditumbuh kembangkan dalam kepribadian seseorang, sehingga menjadi
satu dalam perilaku sehari-hari orang tersebut. Berdasarkan pendapat di
depan, dapat disimpulkan ciri khusus pendidikan karakter ditandai oleh:
(1) adanya transfer nilia-nilai yang dianut masyarakat, (2)
ditumbuhkembangan dalam kepribadian setiap orang, dan (3)
dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Tiga hal tersebut merupakan
satu kesatuan yang utuh, tidak hanya kemampuan kognitif saja, tetapi
harus juga dipraktikkan dalam kehidupan sehari- hari. Karakter sesseorang
akan tampak dalam bentuk perilaku sehari- hari. Hal tersebut selaras
dengan pendapat Ki Hajar Dewantoro yang menyatakan “…….
pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi
pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak.
Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan
kesempurnaan hidup anak-anak kita..” (Ki Hajar Dewantoro). Namun
kondisi riil perencanaan pendidikan (kurikulum) belum memberikan
proporsi yang berimbang pada empat pilar tersebut. Olah piker memiliki
proporsi paling banyak dalam kurikulum. Hampir 36 jam, kurikulum kita
dipenuhi dengan materi olah pikir, sedangkan olah hati, olahraga dan olah
rasa/karsa sisanya (4 jam).

Bertolak dari kondisi tersebut terasa wajar apabila lomba science tingkat
dunia dimenangkan oleh putra-putra Indonesia, namun dibidang karya
ilmiah, publikasi penelitian, karya inovatif, wakil- wakil kita seringkali
kalah bersaing. Pembentukan karakter dalam diri individu menurut
Kemendiknas (2010), merupakan fungsi dari seluruh potensi individu
manusia (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi
sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung
sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks tersebut adalah: (1)
Olah Hati (Spiritual and emotional development), (2) Olah Pikir
(intellectual development), (3) Olah Raga dan Kinestetik (Physical and
kinestetic development), dan (4) Olah Rasa dan Karsa (Affective and
Creativity development).

Pendidikan karakter adalah proses pengembangan nilai untuk mewujudkan


manusia berkarakter baik. Berkarakter artinya berkepribadian, berperilaku,
bersifat, bertabiat, dan berwatak yang diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari. Manusia berkarakter baik dinyatakan dengan hidup berperilaku benar
dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, alam lingkungan,
dan dengan diri sendiri. Lickona (1991) menyatakan bahwa karakter
adalah nilai-nilai yang bersifat operasional atau nilai yang terwujud dalam
perbuatan. Oleh karena itu, pendidikan karakter identik dengan pendidikan
nilai. Penyelenggaraan pendidikan karakter harus berpijak kepada nilai-
nilai yang bersumber dari agama, filsafat, ideologi, sosio-kultural dan
psikologi, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih
banyak (yang bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan
lingkungan Pendidikan.

3.2 Hakikat Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang


memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik
dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional.
Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh,
mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang
terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pada kenyataannya, pendidikan
jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik perhatiannya
adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, penjas berkaitan
dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya:
hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya.
Fokusnya pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah
pertumbuhan dan perkembangan aspek lain dari manusia itulah yang
menjadikannya unik.

Pendidikan jasmani memanfaatkan alat fisik untuk mengembangan


keutuhan manusia. Dalam kaitan ini diartikan bahwa melalui fisik, aspek
mental dan emosional pun turut terkembangkan, bahkan dengan
penekanan yang cukup dalam. Berbeda dengan bidang lain, misalnya
pendidikan moral, yang penekanannya benar-benar pada perkembangan
moral, tetapi aspek fisik tidak turut terkembangkan, baik langsung maupun
secara tidak langsung. Istilah pendidikan jasmani pada bidang yang lebih
luas dan lebih abstrak, sebagai satu proses pembentukan kualitas pikiran
dan juga tubuh. Pendidikan jasmani menyebabkan perbaikan dalam
‘pikiran dan tubuh’ yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian
seseorang. Pendekatan holistik tubuh- jiwa ini termasuk pula penekanan
pada ketiga domain kependidikan: psikomotor, kognitif, dan afektif.

Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau


permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan,
permainan, atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk
mendidik. Mendidik apa? Paling tidak fokusnya pada keterampilan anak.
Hal ini dapat berupa keterampilan fisik dan motorik, keterampilan berpikir
dan keterampilan memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan
emosional dan sosial. Pendidikan olahraga adalah pendidikan yang
membina anak agar menguasai cabang-cabang olahraga tertentu. Kepada
murid diperkenalkan berbagai cabang olahraga agar mereka menguasai
keterampilan berolahraga. Yang ditekankan di sini adalah ‘hasil‘ dari
pembelajaran itu, sehingga metode pengajaran serta bagaimana anak
menjalani pembelajarannya didikte oleh tujuan yang ingin dicapai.

3.3 Pembelajaran Karakter Dalam Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani dan olahraga adalah laboratorium bagi pengalaman


manusia, oleh sebab itu guru pendidikan jasmani harus mengarah pada
kesempatan untuk membentuk karakter anak. Karakter anak didik yang
dimaksud tentunya tidak lepas dari karakter bangsa Indonesia serta
kepribadian utuh anak, selain harus dilakukan oleh setiap orangtua dalam
keluarga, juga dapat diupayakan melainkan pendidikan nilai di sekolah.
Menurut Johansyah Lubis (2007) pendidikan nilai di sekolah yang bisa
diangkat yaitu:

1. Seluruh suasana dan iklim di sekolah sendiri sebagai lingkungan


sosial terdekat yang setiap hari dihadapi, selain di keluarga dan
masyarakat luas.
2. Tindakan nyata dan penghayatan hidup dari para pendidik atau
sikap keteladanan mereka dalam menghayati nilai-nilai yang
mereka ajarkan akan dapat secara instingtif mengimbas dan efektif
berpengaruh pada peserta didik.
3. Semua pendidik di sekolah, terutama para guru pendidikan jasmani
perlu jeli melihat peluang-peluang yang ada, baik secara kurikuler
maupun non/ekstra kurikuler, untuk menyadarkan pentingnya sikap
dan perilaku positif dalam hidup bersama dengan orang lain, baik
dalam keluarga, sekolah, maupun dalam masyarakat.
4. Secara kurikuler pendidikan nilai yang membentuk sikap dan
perilaku positif juga bisa diberikan sebagai mata pelajaran
tersendiri,
5. Melalui pembinaan rohani siswa, melalui kegiatan pramuka,
olahraga, organisasi, pelayanan sosial, karya wisata, lomba,
kelompok studi, dan teater. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut para
pembina melihat peluang dan kemampuannya menjalin komunikasi
antar pribadi yang cukup mendalam dengan peserta didik
(Johansyah Lubis, 2007).

Pernyataan Bung Karno (9 April 1961) bahwa “Dedication of life”


para olahragawan dan pembina olahraga, agar dapat melaksanakan
Amanat Penderitaan Rakyat sesuai kerangka segi-segi cita-cita bangsa
kita yang termasuk dalam “Nation and Character Building”
Indonesia. Selaras dengan pernyataan Soekarno terkait dengan Nation
and Character Building, Ellen G. White menyatakan bahwa
Pembangunan karakter adalah usaha paling penting yang pernah
diberikan kepada manusia. Pembangunan karakter adalah tujuan luar
biasa dari sistem pendidikan yang benar.

Pendidikan jasmani dan olahraga memiliki peran besar dalam upaya


pengembangan karakter, karena kegiatan pembelajaran pendidikan
jasmani melibatkan; kognitif, afektif dan psikomotor. Kegiatan
olahraga setiap komponen yang terlibat memiliki fungsi dan peran
masing-masing. Ada pemain atau atlet, pelatih, masit, dan penonton.
Masing-masing memiliki peran yang berbeda, dan tidak ada yang
tumpang tindih, misalnya menjadi pemain sekaligus wasit, atau wasit
sekaligus penonton. Karena kejelasan peran tersebut, maka secara
ethics, olahraga dapat digunakan sebaga alat dalam membangun
karakter bangsa. Pemain, pelatih, masit, dan penonton ketika berada di
lapangan mematuhi peraturan yang berlaku, kesadaran mematuhi
aturan tersebut menumbuhkan sikap disiplin, sportif dan bertanggung
jawab.

Seseorang yang melakukan aktivitas tersebut secara berulang- ulang,


maka akan menumbuhkan kesadaran taat pada aturan yang berlaku,
dan akhirnya memunculkan kebiasaan untuk hidup disiplin, sportif
dan bertanggung jawab terhadap apa yang dia lakukan. Karakter akan
kelihatan dari dimensi afektif dan tidak dapat diwakili oleh dimensi
afektif. Karakter seseorang akan kelihatan dari kehidupan sehari-hari.
Sikap jujur, disiplin, sportif, kerja sama dan bertanggung jawab
dibangun melalui perilaku, “bukan teoritik”, sehingga intervensi yang
dapat dilakukan adalah merancang kegiatan berupa aktivitas tertentu
yang berbentuk pelaksanaan kegiatan, misalnya berbentuk festival,
loma atau pertandingan. Karakter bukan berbentuk teoritik, melainkan
penerapan dari pengetahuan “baik” yang sudah dimiliki dalam bentuk
kegiatan praktis di lapangan. Pengambangan karakter dapat dilakukan
melalui aktivitas tertentu, misalnya: simulasi permainan, bermain, dan
aktivitas lain yang dilakukan secara praktis.

3.4 Membentuk Karakter Melalui Olahraga


Dalam kehidupan sehari-hari olahraga sering sebagai media hiburan,
pengisi waktu luang, senam, rekreasi, kegiatan sosialisasi, dan
meningkatkan derajat kesehatan. Secara fisik olahraga memang terbukti
dapat mengurangi risiko terserang penyakit, meningkatkan kebugaran,
memperkuat tulang, mengatur berat badan, dan mengembangkan
keterampilan. Sayangnya, nilai-nilai yang lebih penting dalam konteks
pendidikan dan psikologi, yaitu pembentukan karakter dan kepribadian,
masih kurang disadari oleh semua orang.
Kepribadian, karakter, dan pendidikan olahraga,adalah hal yang sangat
penting dalam proses pendidikan. Sebagaimana pentingnya membaca,
menulis, dan berhitung. Dalam sejarah sudah sejak lama pendidikan
jasmani dan olahraga dijadikan sebagai sarana yang efektif untuk
pembentukan watak, karakter, dan kepribadian. Bahkan pembentukan sifat
kepemimpinan seseorang dapat dicapai melalui media (Pendidikan
Jasmani dan Olahraga) ini.

Dalam kehidupan masyarakat, orang tua mengharapkan generasi baru


memahami norma salah-benar, kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat,
memiliki sikap sportif, disiplin, serta taat peraturan. Hidup bersama
melalui olahraga bagi anak-anak dapat memberi pelajaran bahwa
permainan dengan tata aturan tertentu dapat menguntungkan semua pihak
dan mencegah konflik . Anak-anak juga dapat belajar bersosialisasi
melalui permainan-permainan, yang sayangnya fasilitas seperti ini nyaris
luput dari perhatian publik. Padahal melalui aktivitas seperti ini, mereka
yang memiliki minat sejenis dapat berbagi pengalaman dalam kelompok
yang dapat ditransformasikan melalui komunikasi dan interaksi.

Peran olahraga makin penting dan strategis dalam pengembangan kualitas


SDM yang sehat, mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki sifat
kompetitif yang tinggi. Selain itu juga penting dalam pengembangan
identitas, nasionalisme, dan kemandirian bangsa. Olahraga yang dikelola
dengan cara yang betul akan mampu mengangkat martabat bangsa dalam
percaturan internasional.

Sejarah telah mencatat bahwa olahraga dapat menjadi media pendidikan


atau menjadi ikon bisnis dan industri yang prospektif. Itu sudah terbukti
misal pada piala dunia yang lagi ramai dibicarakan sekarang ini,banyak
merk-merk ternama tertempel di bola,baju,sepatu dan lain-lain. Olahraga
secara potensial dan aktual dapat menjadi rujukan yang efektif bagi
pembentukan watak kepribadian dan karakter masyarakat.

Sekarang ini rata-rata kompetisi lebih mencerminkan jiwa sportivitas,


kejujuran, persahabatan, rasa hormat, dan tanggung jawab dengan segala
dimensinya. Olahraga dengan segala aspek dan dimensinya, lebih-lebih
yang mengandung unsur pertandingan dan kompetisi, harus disertai
dengan sikap dan perilaku berdasarkan kesadaran moral. Kepatutan
tindakan itu bersumber dari hati nurani yang disebut dengan istilah fair
play.

Dalam kode fair play terkandung makna bahwa setiap penyelenggaraan


olahraga harus dijiwai oleh semangat kejujuran dan tunduk pada tata
aturan, baik yang tersurat maupun tersirat. Setiap pertandingan harus
menjunjung tinggi sportivitas, menghormati keputusan wasit/juri, serta
menghargai lawan, baik saat bertanding maupun di luar arena
pertandingan.

Kemenangan dalam suatu pertandingan, meski penting, tetapi ada yang


lebih penting lagi, yaitu menampilkan keterampilan terbaik dengan
semangat persahabatan. Lawan bertanding sejatinya adalah juga kawan
bermain. Tidaklah diragukan bahwa pendidikan olahraga adalah wahana
yang sangat ampuh bagi perkembangan karakter dan kepribadian anak
bangsa apabila dikembangkan secara sistematis. Olahraga mengandung
dimensi nilai dan perilaku positif yang terbukti faktanya. Pertama, sikap
sportif, kejujuran, menghargai teman dan saling mendukung, membantu
dan penuh semangat kompetitif. Kedua, sikap kerja sama team, saling
percaya, berbagi, saling ketergantungan, dan kecakapan membuat
keputusan bertindak. Ketiga, sikap dan watak yang senantiasa optimistis,
antusias, partisipasif, gembira, dan humoris. Keempat, pengembangan
individu yang kreatif, penuh inisiatif, kepemimpinan, kerja keras,
kepercayaan diri, dan kepuasan diri.
Keunggulan pendidikan olahraga dalam pembentukan karakter terletak
pada perlengkepan nilai-nilai ke dalam perilaku. Itu suatu ciri yang tidak
mudah dilakukan pada pendidikan  yang lain dalam kurikulum dan
pembelajaran yang cenderung ke arah teori, abstrak, dan lain sebagainya.
Mari kita budayakan pendidikan karakter melalui aktivitas olahraga di
kalangan siswa khususnya dan semua orang pada umumnya secara
sistematis.

a. Faktor Penentu Karakter Manusia


Faktor penentu karakter manusia antara lain sebagai berikut:
1) Cattef. Sepertiga karakter dipengaruhi oleh faktor genetik dan
dua pertiga dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
2) E. Fromm: karakter manusia bisa mengalami perubahan

Dengan demikian karakter manusia dapat dibentuk melalui kondisi


lingkungan yang mendukung dan salah satu lingkungan yang memenuhi
syarat pembentukan karakter manusia yang baik adalah lingkungan
olahraga karena didalam lingkungan olahraga manusia diajarkan berbagai
nilai-nilai kejiwaan.

3.5 Olahraga Dan Pembentukan Karakter


Dalam dunia olahraga untuk mencapai prestasi secara maksimal  perlu
dikembangkan  budaya sinergis berbagai unsur yang berkarakter, antara
lain sinergis dari  lembaga pendidikan (perguruan tinggi), lembaga
pemerintahan, stakeholder dan unsur lainnya. Pencapaian prestasi
merupakan salah satu  perwujudan  dari  pilar olahraga  prestasi. Tiga pilar
olahraga sebagai  penyangga  pencapaian prestasi, kebugaran dan
pendidikan anak bangsa yang berkarakter terdiri dari pengembangan
olahraga prestasi, olahraga rekreasi dan olahraga pendidikan. Filosofis
ilmu padi merupakan salah satu perwujudan pembentukan karakter
olahraga dimana semakin tinggi prestasi yang diraih namun tetap
menunduk dan tidak sombong dan tetap santun.

Sebagai fenomena sosial dan kultural, olahraga tidak bisa melepaskan diri
dari ikatan moral kemodernan, yang kompleks. Penerimaan eksistensinya
secara sosiologis dijamin oleh kemampuannya menyesuaikan diri dengan
pasar, atau sebaliknya, pasar yang akan menjadikannya sebagai sasaran
ekstensifikasinya. Langkah strategis untuk pengembangan dan penanaman
moral serta pembentukan karakter melalui olahraga adalah dengan
menjadikan prestasi. Hal ini seiring dengan perkembangan dunia yang
semakin kompleks dan syarat akulturasi. Dengan demikian olahraga
sangat berpeluang besar di era sekarang dan masa depan.

Untuk membentuk karakter peserta didik dapat ditempuh dengan tiga


tahap: (1) mengidentifikasi prinsip-prinsip karakter yang akan
ditransferkan, (2) mengajarkan prinsip-prinsip karakter, dan (3)
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempraktikkan
karakter.  Pada tahap mengajarkan prinsip-prinsip karakter meliputi enam
strategi pendekatan yang dipakai, yaitu: (1) menciptakan suasana moral
tim yang kondusif, (2) model perilaku moral, (3) menyusun regulasi untuk
perilaku yang baik, (4) menerangkan dan mendiskusikan perilaku moral,
(5) menggunakan dan mengajarkan pengambilan keputusan yang etis, dan
(6) memotivasi pemain untuk mengembangkan karakter yang baik.

Sampai saat ini olahraga telah digunakan untuk pembentukan karakter,


namun implementasi untuk  hal tersebut  masih kurang optimal dalam 
pelaksanaannya. Sehingga pengerjaannya pun menjadi kurang
professional. Apabila hal tersebut dikerjakan dengan profesional maka
karakter pelaku olahraga Indonesia   akan  muncul  sehingga dapat
membentuk karakter dan kepribadian masyarakat yang kuat. Selain itu,
olahraga sebagai ikon sebuah negara dapat menjadi sarana untuk
sosialisasi dan promosi serta meningkatkan harga diri sebuah negara.
Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat pencapaian olahraga warga
negaranya maka akan semakin tinggi pula prestasi Negara tersebut di mata
Negara-negara lain.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka jelaslah bahwa terdapat simbiosis


antara olahraga dan pembentukan karakter. Dengan olahraga, maka akan
terbentuk manusia yang sehat dan berkarakter kuat serta memiliki jiwa-
jiwa fairplay, sportivitas, bertanggung jawab, team work dan menjunjung
tinggi nilai nasionalisme. Dan hal-hal tersebut akan saling
berkesinambungan untuk membentuk suatu Negara yang kuat dengan
masyarakat sehat dan berkarakter kuat pula.
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Olahraga merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai


alat pembentukan karakter manusia. Olahraga dengan slogan sport for all,
merupakan langkah awal yang strategis menuju pembentukan karakter.
Pembentukan karakter selain dilandasi oleh budaya nasional juga diwarnai
oleh budaya dan ciri khusus cabang olahraga yang dilakukan. Oleh karena
itu untuk mengangkat citra Indonesia di mata dunia maka salah satu cara
adalah membangun kebesaran Indonesia kembali, bangunlah olahraganya.

Dengan berolahraga, banyak karakter positif yang dapat terbentuk pada


perilaku olahraga tersebut. Melalui olahraga, seseorang akan memiliki
tanggungjawab, rasa hormat dan memiliki kepedulian dengan sesama.
Nilai-nilai ketekunan, kejujuran dan keberanian juga dapat diperoleh dari
aktivitas olahraga dan tentu masih banyak lainnya. Selain itu merupakan
langkah awal untuk memosisikan kembali olahraga dalam pembentukan
karakter.
DAFTAR PUSTAKA

Agus Mahendra, M.A. (2003). Falsafah Pendidikan Jasmani. Departemen


Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah
Direktorat Pendidikan Luar Biasa. Bagian Proyek Pendidikan Kesehatan
Jasmani Pendidikan Luar Biasa.

Agus Sarengat. 2010. Pembentukan karakter lewat olahraga.


http://agustsarengat.blogspot.com. Di unduh tanggal 17 Maret 2020.

Akhmad Sobarna. 2010. Benarkah olahraga membangun


karakter.http://sobarnasblog.blogspot.com. Di unduh tanggal 17 Maret 2020.

Johansyah Lubis. (2007). Etika dan Masalah-masalah dalam Pendidikan


Jasmani dan Olahraga. Jakarta : UNJ.
Maksum, Ali (2009) “Kualitas pribadi atlet : Kunci keberhasilan meraih prestasi
tinggi”. http://www.tandfonline.com
Mutohir, Cholik (1992). Definisi Penjas Dan Olahraga. http://berachunk-
amarank.blogspot.co.id. Di unduh 17 Maret 2020.

Rusli Lutan (ed). (2001). Olahraga dan Etika Fair Play. Direktorat
Pemberdayaan IPTEK Olahraga, Dirjen OR, Depdiknas. Jakarta: CV.Berdua
Satutujuan.
Saunder, W.B (1977)” Definisi karakter” . http://www.kompasiana.com. Di
unduh tanggal 17 Maret 2020.
United Nation. (2003). Sport for Develop-ment and Peace: Towards Achieving
the Millenium Development Goals. Report from the United Nations Inter-Agency
Task Force on Sport for Development and Peace.

Anda mungkin juga menyukai