Hadits Ahkam1
Hadits Ahkam1
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pemahaman Hadits
Ahkam
Dosen Pengampu: Dr. Mujiyo, M.Ag
Disusun oleh:
Abdul Kodir Alhamdani NIM. 2190050002
Irfan Samsul Arifin NIM. 2190050011
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dosen Mata Kuliah Ilmu Qawa’id
al-Ahkam yaitu Ibu Dr. Mujiyo, M.Ag. Kepada seluruh sahabat mahasiswa prodi
Hukum Keluarga, yang senantiasa berpartisipasa dalam pengkajian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kesalahan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para pembaca begitu penulis
harapkan demi kesempurnaan makalah ini pada kesempatan lainnya. Dan semoga
makalah ini bermanfaat, khususnya bagi penulis, umumnya bagi semua pembaca
disetiap kalangan baik mahasiswa, pengajar, dan masyarakat secara umum.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam hukum syara’ kita ketahui bersama bahwa sumber rujukan pokok
dalam hukum yaitu Al-Qur’an, Hadits, Ijma’, Qiyas dan lain sebagainya. Pada
makalah ini mencoba menjelaskan tentang hadits yang menjadi dasar hukum, atau
lebih populer dengan sebutan hadits ahkam.
Tidak sedikit orang yang tidak bisa membedakan hadits dan yang bukan
hadits. Maka dari itu untuk menambah wawasan dalam pemahaman tetang hadits
ahkam, setidaknya diperlukan sebuah karya ilmiyah yang khusus menjelaskan apa
itu hadits ahkam, kriteria hadits ahkam, dan ke-hujjaha-an atau otoritas hadits
Ahkam.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan uraian latar belakang masalah di atas, penulis dapat
memaparkan beberapa rumusan masalah yang berkaitan, yaitu sebagai berikut :
1. Apa pengertian Hadits Ahkam?
2. Seperti apa kriteria Hadits Ahkam?
3. Bagaimana otoritas Hadits Ahkam?
C. Tujuan Penelitian
PEMBAHASAN
لك ما أثر عن النّ ّيب صىّل هللا عليه و سمّل من قول أو فعل أو تقرير أو صفة خلقيّة أو خلقيّة
ّ
“Segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW baik berupa sabda,
perbuatan, ketetapan, sifat-sifat, dan hal ihwal Nabi.”
لك ما صدر عن النّ ّيب صىّل هللا عليه و سمّل غري القرآن الكرمي من قول أو فعل أو تقرير ممّا يصلح أن
ّ
رشعي
ّ يكون دليال جلمك
1
Endang Sutari, Ilmu Hadits, (Bandung: Mimbar Pustaka, 2008), hlm. 2.
2
“Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW selain Al-Qur’an al-
Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi yang bersangkut
paut dengan Hukum Syara’.”
Tidak termasuk dalam istilah hadits sesuatu yang tidak bersangkut paut
dengan hukum, seperti urusan pakaian yang merupakan bagian kebudayaan.
لك ما ثبت عن النّ ّيب صىّل هللا عليه و سمّل و مل يكن من ابب الفرض و ال الواجب
ّ
“Segala sesuatu yang ditetapkan Nabi SAW yang tidak bersangkut paut
dengan masalah-masalah fardu atau wajib.”
خطاب هللا املتعلّق بأفعال امللكّفني عىل هجة اإلقتضاء أو التّخيري أو املتعلّق ابأل ّمع من أفعال امللكّفني عىل
هجة الوضع
Yang dimaksud khitab Allah dalam definisi yaitu semua bentuk dalil, bail
Al-Qur’an, As-Sunnah maupun yang lainnya, seperti ijma’ dan qiyas.
Dari berbagai penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan secara garis besar
bahwa hadits ahkam yaitu hadits Nabi yang menerangkan tentang hukum-hukum
Allah SWT bagi hamba-Nya. Atau dalam bahasa lain hadits ahkam berarti :
2
Rachmat Syafei, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 2018), hlm. 295.
3
ّ الصحيحة و احلسنة الّىت ميكن بصحيح النّظر فهيا الوصول إىل حمك
ّ األحاديث النّبويّة
3
معيل
ّ رشعي
“Hadits-hadits Nabi yang shahih dan hasan yang dengannya dapat
menerangkan dengan baik terhadap praktik hukum syara’”.
b. Hadits Ahad
Berdasarkan jumlah rawi tiap-tiap thabaqah, maka hadits ahad dapat dibagi
pada tiga macam, hadits masyhur, ‘aziz, dan gharib.
Berdasarkan kekuatan dan kelemahannya, tiga jenis dari hadits ahad dibagi
menjadi dua, yaitu maqbul dan mardud.
3
Muhammad Sulaiman al-Fara, Ahadits al-Ahkam, (Bairut: Maktabah Islamiyah, t. th), hlm. 2.
4
2. Hadits ditinjau berdasarkan penisbatan matannya, yaitu : hadits marfu’,
mauquf, maqthu’, Qudsi, dan Maudu’.
3. Hadits ditinjau berdasarkan persambungan dan keadaan sanad, dan dari
segi sifat-sifat yang ada pada sanad dan cara periwayatannya.
Hadits ditinjau dari segi keadaan sanad dan cara periwayatannya terdapat
jenis-jenis hadits : mu’an’an, muanna, musalsal, ‘ali, nazil, dan muadabbaj.
Definisi shahih menurut bahasa adalah lawan kata “saqim”, artinya sehat
lawan sakit, haq lawan batil. Menurut istilah Muhadditsin hadits shahih adalah :
“Hadits yang dinukil atau diriwayatkan oleh rawi-rawi yang adil, tidak
begitu kokoh ingatannya, sanadnya bersambung, tidak ada ‘illat dan tidak
janggal.”
Sesuai dengan definisi di atas, maka suatu hadits dinilai shahih apabila :4
5
c. Sanadnya bersambung, matannya marfu’;
d. Tidak ada ‘illat;
e. Tidak Syad (janggal).
Hadits hasan hampir sama dengan hadits shahih. Letak perbedaannya hanya
pada soal ke-dhabith-an rawinya. Hadits shahih rawinya tam dhabith, sedangkan
hadits hasan raawinya qalil dhabith.
Sesuai dengan definisi di atas, maka suatu hadits dinilai hasan apabila :
Definisi hadits dha’if secara bahasa berarti lemah, lawan dari qawi (kuat).
Sedangkan menurut istilah yaitu :
6
sendirinya). Demikian juga hadits hasan dengan persyaratan diatas dinamakan
hasan lidzatihi.
Adapun hadits hasan lighairihi sebenarnya ialah hadits dha’if yang menjadi
hasan karena diperkuat oleh adanya syahid dan atau muttabi’. Hadits dha’if dapat
menjadi hasan lighairihi yang berkualitas maqbul, kecuali hadits dha’if yang
terendah, yakni hadits maudhu’ (hadits yang rawinya dusta), hadits matruk (hadits
yang rawinya tertuduh dusta), dan hadits munkar (hadits yang rawinya fasik dan
banyak salah). Untuk hadits maudhu’, matruk, dan munkar walaupun syahid dan
muttabi’nya banyak tidak akan menjadi hasan lighairihi.
Otoritas hadits ahkam meliputi nilai atau kualitas hadits dan pengamalan
hadits. Karena kualitas hadits ada yang maqbul (diterima) dan ada yang mardud
5
Endang Sutari, Ilmu Hadits, (Bandung: Mimbar Pustaka, 2008), hlm. 143-144.
7
(ditolak). Yang dimaksud dengan maqbul secara bahasa artinya yang diambil atau
yang dibenarkan, maksudnya yang diterima.
Yang dimaksud dengan mardud menurut lughat adalah “yang ditolak, yang
tidak diterima”.
“Sesuatu hadits yang tidak dijuluki oleh suatu keterangan atas berat
adanya dan tidak dijuluki atas berat ketiadaannya, ada dan tidak adanya sama
saja.”
Dengan demikian, hadits maqbul adalah hadits yang dapat diterima atau
pada dasarnya dapat dijadikan pedoman dan panduan pengamalan syari’at, dapat
dijadikan alat istinbath dan bayan terhadap Al-Qur’an, dan dapat di istinbath-i
dengan ushul fiqh. Sedangkan hadits mardud adalah hadits yang ditolak atau tidak
dapat diterima dan dijadikan hujjah (argumentasi) terhadap pengamalan syari’at.
Ditinjau dari segi maqbul dan mardud di atas, hadits ahad terbagi kepada:
hadits hasan, hadits dha’if, dan hadits shahih. Untuk hadits shahih dan hadits
hasan nilainya maqbul, sedangkan hadits dha’if nilainya mardud.
8
Mengenai hukum mengikuti hadits, sepakat seluruh ulama atas wajib turut
pada hadits sebagaimana pada Al-Qur’an dalam aspek penggalian hukum syara’.
Dan menyakini serta mengamalkan kandungan hadits, sebagai sumber syara’
kedua, setelah Al-Qur’an.
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa kita wajib mengikuti hadits, yaitu
sebagai berikut :
فإن تنازعمت يف شئي فردّوه،يأهّي ا اذّل ين آمنوا أطيعوا هللا و أطيعوا ّالرسول و أويل األمر منمك
ذاكل خري و أحسن تأويال،إىل هللا و ّالرسول إن كنمت تؤمنون ابهلل و اليوم اآلخر
9
كيف تقيض إذا: قال،عن معاذ بن جبل أ ّن رسول هللا صىّل هللا عليه و سمّل ملّا بعثه إىل المين
فبسنّة: فإن مل جتد يف كتاب هللا؟ قال: قال، أقيض بكتاب هللا: عرض كل قضاء؟ قال
أجهتد رأيي و ال آلو أى ال أقرص ىف: فإن مل جتد يف سنّة رسول هللا؟ قال: قال،رسول هللا
امحلد هلل اذّل ي: فرضب رسول هللا صىّل هللا عليه و سمّل عىل صدره و قال: قال.اإلجهتاد
.وفّق رسول رسول هللا ملا يريض رسول هللا
3. Pemahaman Akal pikiran. Dapat kita pahami bahwa hukum yang bersifat
global dalam Al-Qur’an tidak bisa dijelaskan tanpa menggunakan hadits,
maka pada posisi ini hadits dibutuhkan untuk menjelaskan Al-Qur’an.
Dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa otoritas hadits ahkam sebagai
sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur’an, kembali pada kualitas atau kriteria
hadits itu sendiri. Dengan kata lain baik hadits mutawatir maupun hadits ahad
selama dikategorikan hadits yang maqbul maka dalam pengamalannya wajib
diamalkan.
Jika diperinci maka hadits-hadits yang mardud yaitu hadits mutawatir, dan
hadits ahad selain hadits dha’if yang maudhu’ matruk, dan munkar. Hadits yang
10
mardud (ditolak) tidak dianjurkan untuk diamalkan dan tidak dapat menjadi
pedoman syari’at.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian hadits ahkam yaitu hadits Nabi yang menerangkan tentang
hukum-hukum Allah SWT bagi hamba-Nya. Atau dalam bahasa lain hadits ahkam
berarti :
11
معيل ّ الصحيحة و احلسنة الّىت ميكن بصحيح النّظر فهيا الوصول إىل حمك
ّ رشعي ّ األحاديث النّبويّة
“Hadits-hadits Nabi yang shahih dan hasan yang dengannya dapat
menerangkan dengan baik terhadap praktik hukum syara’”.
12
DAFTAR PUSTAKA
Soetari, Endang, Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah, Bandung: Mimbar
Pustaka, 2008.
Syafe’i, Rachmat, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: CV Pustaka Setia, 2016.
Sulaiman, al-Fara, Ahadits al-Ahkam wa Asyharu Muallafatiha, Kairo: Maktabah
Islamiyya, t. th.
At-Thahan, Mahmud, Taisir Muasthalah al-Hadits, Bairut: Maktabah Ma’arif,
2010.
13