Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Eksodonsia atau pencabutan gigi merupakan prosedur pengangkatan gigi beserta
akarnya dari dalam soket tulang alveolaris menggunakan tang, elevator ataupun
dengan pendekatan transalveolar (pembedahan) yang dilakukan apabila gigi tersebut
sudah tidak dapat dirawat lagi. Pencabutan gigi ideal adalah pencabutan yang tidak
menimbulkan rasa sakit dengan trauma sekecil mungkin terhadap jaringan
penyangganya sehingga luka bekas pencabutan dapat sembuh secara normal dan
tidak menimbulkan komplikasi atau masalah pasca tindakan operatif. Untuk
mengatasi rasa sakit tersebut, diperlukan tindakan anestesi yang tepat (Lande, dkk.,
2015; Fragiskos, 2007).
Anesthesi yang digunakan pada rongga mulut umumnya bersifat lokal. Anesthesi
lokal dapat didefinisikan sebagai tindakan menghilangkan sensasi pada lokasi yang
terlokalisir yang disebabkan oleh adanya penghambatan proses konduksi pada tepi
saraf. Mandibula dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang ketiga (V3). Saraf V3
terdiri dari serabut saraf motoris dan sensoris. Pada cabang bagian anterior terdapat
beberapa syaraf motoris yang berhubungan dengan otot-otot mastikasi seperti
masseter, deep temporal, dan lateral pterygoid. Selain itu, pada bagian anterior juga
terdapat nervus bukalis yang meninervasi kulit dan mukosa bagian dagu serta
bagian bukal gingiva dari prosesus alveolaris mandibula di bagian molar. Pada
bagian posterior didominasi oleh saraf sensoris dan sejumlah kecil saraf motoris.
Pada bagian posterior terdapat syaraf auriculotemporal, syaraf alveolaris inferior,
dan syaraf lingualis. Syaraf lingualis merupakan syaraf sensorik yang
menginervasi bagian 2/3 anterior lidah, termasuk persepsi terhadap sensasi maupun
sensasi terhadap pengecapan. Syaraf alveolaris inferior merupakan cabang terbesar
dari divisi syaraf mandibula. Syaraf ini mempunyai cabang-cabang kecil seperti
nervus mylohyoid, dental branches, serta pada bagian ujungnya adalah nervus
inscisivus dan nervus mentalis (Malamed, 2019).
Teknik anestesi lokal yang sering digunakan untuk rahang bawah adalah
infiltrasi, blok nervus mandibularis, blok nervus mentalis dan blok nervus bukalis.
Infiltrasi yang umum digunakan untuk rahang bawah ialah infiltrasi bukal dan
lingual, dimana teknik ini ditujukan untuk menganestesi pulpa dan nervus bukalis
atau lingualis gigi terlibat. Blok mandibular (Inferior Alveolar Nerve Block)
bertujuan untuk menganestesi gigi pada satu sisi rahang bawah, bagian inferior
ramus mandibula, korpus mandibula, 2/3 anterior lidah, dasar mulut,
mukoperiosteum bukal dan membrane mukosa anterior rongga mulut. Blok
nervus bukalis bertujuan untuk menganestesi saraf bukal yang menginervasi jaringan
lunak dan periosteum bukal hingga gigi molar rahang bawah. Mental nerve block
bertujuan untuk menganestesi syaraf mental dan ujung dari cabang saraf inferior
alveolar mandibular (Malamed, 2019).
Pada pencabutan gigi rahang bawah terdapat dua metode yang digunakan yaitu
metode pencabutan sederhana (simple extraction/close method) dan metode bedah
(Surgical tooth extraction/open method). Metode dipilih berdasarkan keadaan klinis
pasien. Metode pencabutan sederhana dilakukan untuk kasus pencabutan sederhana
dengan tingkat kesukaran minimal yang tidak memerlukan tindakan pembedahan
sedangkan metode bedah diindikasikan untuk gigi dengan morfologi akar yang
menyulitkan proses pencabutan, gigi dengan hipersementosis, gigi impaksi dan
akar gigi yang patah dan tertinggal di dalam saluran akar (Fragiskos, 2007).
Metode pencabutan sederhana memiliki dua tahapan penting yaitu pemisahan
gigi dari jaringan lunak disekitarnya dengan menggunakan instrument bernama
desmotome dan mengelevasi gigi dari soket menggunakan forceps dan elevator.
Sementara itu, metode pencabutan dengan pendekatan pembedahan dilakukan
dengan membuat flap dan biasanya disertai pengurangan tulang sebelum
mengekstraksi gigi (Fragiskos, 2007).
Keberhasilan proses anestesi dan ekstraksi gigi rahang bawah juga bergantung
pada pengetahuan operator tentang pemilihan teknik anestesi maupun metode
pencabutan. Sebagai mahasiswa kedokteran gigi, kita diwajibkan untuk mengetahui
dasar-dasar pemilihan teknik anestesi dan metode pencabutan gigi rahang bawah dan
menguasai teknik-teknik tersebut untuk nantinya dapat memberikan pelayanan
kesehatan gigi dan mulut yang appropriate. Oleh karena itu, kelompok kami tertarik
untuk memilih judul “Anesthesi dan Eksodonsia Gigi Rahang Bawah” sebagai judul
makalah kami.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana anatomi persyarafan rahang bawah?
2. Apa saja teknik anesthesi lokal yang dapat digunakan untuk pencabutan gigi
rahang bawah?
3. Apa saja teknik pencabutan gigi rahang bawah?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui anatomi persyarafan rahang bawah
2. Untuk mengetahui teknik anesthesi lokal yang dapat digunakan untuk
pencabutan gigi rahang bawah
3. Untuk mengetahui dan memahami teknik pencabutan gigi rahang bawah
1.4. Manfaat:
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah:
1. Manfaat bagi penulis yaitu, melatih kemampuan menulis dan menambah ilmu
tentang teknik anesthesi dan metode pencabutan gigi rahang bawah dan
mampu mencari solusi atas permasalahan seputar pemilihan teknik anesthesi
dan metode pencabutan gigi rahang bawah
2. Manfaat bagi mahasiswa kedokteran gigi yaitu, dengan adanya tulisan ini
diharapkan dapat menjadi referensi dan menambah pengetahuan mengenai
teknik anesthesi dan metode pencabutan gigi rahang bawah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persarafan Mandibula


Mandibula dipersarafi oleh cabang-cabang dari nervus trigeminus. Nervus
trigeminus merupakan nervus kelima (V) dari 12 nervus kranial. Nervus ini terdiri
dari satu cabang kecil saraf motoris dan tiga cabang saraf sensoris di sisi kanan
maupun kiri. Fungsi motoris memiliki cabang terpisah dari cabang sersoris yang
berasal dari motor nucleus pada pons dan medula oblongata. Saraf motoris
menginervasi beberapa otot yaitu, masticatory, mylohyoid, anterior digastric muscle,
tensor tympani, tensor veli palatini. Serabut saraf sensoris nervus trigeminus
merupakan prosesus sentralis sel ganglion yang terletak di trigeminal ganglion. Tiga
cabang sensoris nervus trigeminus terdiri dari nervus optalmikus (V1), nervus
maksilaris (V2), dan nervus mandibularis (V3) (Malamed, 2019).

Gambar1. Nervus Trigeminus


Nervus mandibularis merupakan cabang terbesar dari nervus trigeminus yang
berjalan ke bawah, keluar dari tengkorak bersama dengan cabang motoris melalui
foramen ovale. Kedua cabang tersebut kemudian berbaur membentuk satu batang
saraf yang memasuki fossa infratemporal. Berbeda dengan saraf motoris yang bersal
dari sel motorik pada pons dan medula oblongata, saraf mandibula berasal dari sudut
ganglion trigeminal inferior. Area yang diinervasi ole nervus mandibularis yaitu
kulit (regio temporal, telinga, meatus auditori eksternus, pipi, bibir bawah, dan
regio dagu), membran mukosa (pipi, dua pertiga anterior lida, sel mastoid), gigi
rahang bawah beserta jaringan periodontalnya, tulang mandibula, TMJ, dan
kelenjar parotis (Malamed, 2019).
Cabang dari nervus trigeminus dapat dibagi menjadi tiga divisi yaitu cabang dari
undivided nerve, cabang dari divisi anterior, dan cabang dari divisi posterior.
Undivided nerve merupakan cabang dari batang saraf utama yang terbagi dua
menjadi nervus spinosus (cabang meningeal dari saraf mandibula) dan nervus
pterigoid medial yang mengeluarkan cabang-cabang kecil saraf motoris utnuk otot
tensor veli palatini dan tensor tympani. Cabang anterior dari nervus mandibularis
dibentuk oleh nervus bukalis dan cabang-cabang nervus muskularis tambahan.
Sedangkan cabang posterior dari nervus mandibularis dibentuk oleh nervus
aurikulotemporalis, lingualis, dan alveolaris inferior (Malamed, 2019).

Gambar 2. Nervus Mandibularis Tampak Lateral (A) Cabang Posterior Nervus Mandibularis
Tampak Medial (B)
a) Nervus Bukalis
Saraf bukalis berfungsi sebagai saraf aferen (sensoris) untuk kulit pipi,
mukosa bukal, dan jaringan periodontal beserta gingiva dari gigi molar pada satu
kuadran. Nervus bukalis berjalan ke posterior pipi hingga otot maseter. Nervus
bukalis kemudian melalui batas anterior ramus mandibula, distal, dan bukal dan
berjalan di antara dua kepala otot pterigoideus lateral yang kemudian bergabung
dengan batang anterior V3 (Logothetis, 2016).
b) Nervus Aurikulotemporalis
Nervus aurikulotemporalis berjalan bersama dengan arteri dan vena
superficial temporal sebagai saraf aferen untuk telinga luar dan kulit kepala.
Nervus ini tidak berperan signifikan dalam kedokteran gigi (Logothetis, 2016;
Malamed, 2019).
c) Nervus Lingualis
Nervus lingualis terbentuk dari cabang aferen jaringan periodontal dan
gingiva bagian lingual gigi rahang bawah serta korpus lidah. Pertama nervus
lingualis berjalan sepanjang permukaan lateral dari lidah. Nervus ini di posterior
melalui sisi medial sampai lateral duktus kelenjar submandibularis hingga inferior
dari duktus tersebut.
Nervus lingualis bertemu dengan ganglion kelelenjar submandibula yang
berlokasi lebih dalam pada lobus kelenjar submandibularis. Ganglion
submandibularis merupakan bagian dari sistem saraf parasimpatis, menginervasi
kelenjar sublingual dan submandibularis yang berasal dari nervus fasialis. Pada
dasar lidah, nervus lingualis bergerak ke superior di antara otot pterigoideus
medialis dan mandibula, anteromedial teradap nervus alveolaris inferior.
Dikarenakan posisinya yang berdekatan tersebut, maka saraf lingualis juga akan
teranestesi ketika dilakukan anestesi blok nervus alveolaris inferior dengan
menarik sekitar 1 cm jarum anestesi.
Nervus lingualis bergerak ke superior kemudian bergabung dengan cabang
posterior V3. Nervus lingualis berfungsi sebagai saraf aferen untuk sensasi umum
dan sensasi rasa lidah, dasar mulut, jaringan periodontal serta gingiva dari gigi
rahang bawah sampai garis tengah pada satu kuadran (Logothetis, 2016).
Gambar 3. Nervus Mandibularis Tampak Medial
d) Nervus Alveolaris Inferior
Nervus alveolaris inferior merupakan saraf aferen yang terbentuk oleh
gabungan antara nervus mentalis dan nervus incisivus. Nervus alveolaris inferior
berjalan ke posterior melalui canalis mandibularis sepanjang arteri dan vena
alveolaris inferior. Kemudian nervus alveolaris inferior bergabung dengan
cabang-cabang saraf gigi. Cabang-cabang dental dan interradikular yang berasal
dari jaringan periodontal di sekitarnya menjadi bagian dari pleksus dentalis
inferior dalam lengkung mandibula.
Nervus alveolaris inferior keluar kanalis mandibula melalui foramen
mandibula, kemudian bergabung dengan nervus mylohyoid. Foramen mandibula
terletak dua pertiga hingga tiga perempat jarak dari coronoid notch ke perbatasan
posterior ramus mandibula dan selurunya dalam pterygomandibular space
(pterygomandibular triangle). Baik coronoid notch maupun pterygomandibular
space merupakan landmark untuk melakukan blok nervus alveolaris inferior.
Nervus alveolaris inferior kemudian bergerak ke lateral menuju otot
pterigoideus medialis, antara ligamentum sphenomandibular dan ramus
mandibula, di bagian posterior dan sedikit ke lateral nervus lingualis.
Ligamentum sphenomandibular menjadi penghalang selama dilakukan anestesi
blok alveolaris inferior, sehingga sering terjadi kegagalan yang mengakibatkan
hanya nervus lingualis yang teranestesi. Nervus alveolaris inferior kemudian
bergabung dengan cabang V3.
Nervus alveolaris inferior merupakan persarafan aferen untuk jaringan
periodontal serta gingiva gigi anterior , beserta mukosa labial yang dilalui oleh
cabang-cabang nervus insisivus dan nervus mentalis dalam satu kuadran. Nervus
alveolaris inferior dan nervus lingualis dianestesi dengan anestesi blok. Dalam
beberapa kasus dapat terjadi bifid nervus alveolaris inferior unilateral ataupun
bilateral, dimana terdapat dua nervus alveolaris inferior pada satu sisi mandibula
(Logothetis, 2016).
e) Nervus Mentalis
Nervus mentalis terdiri dari cabang eksternal yang berfungsi sebagai saraf
aferen pada dagu, bibir bawah, mukosa labial beserta jaringan periodontal dan
gingiva fasial gigi anterior dan premolar rahang bawah dalam satu kuadran.
Nervus mentalis memasuki foramen mentalis melalui permukaan lateral
mandibula, biasanya berada pada inferior apeks premolar rahang bawah.
Foramen mentalis merupakan landmark ketika melakukan anestesi blok pada
nervus ini. Setelah masuk melalui foramen mentalis, lalu berjalan sepanjang
kanalis mandibula, nervus mentalis kemudian menyatu dengan nervus insisivus
membentuk nervus alveolaris inferior, sebelum nervus alveolaris inferior keluar
melalui foramen mandibula (Logothetis, 2016).
f) Nervus Incisivus
Nervus insisivus adalah saraf aferen yang terdiri dari cabang-cabang dental
gigi anterior dan premolar rahang bawah yang berasal dari pulpa, keluar gigi
melalui foramen apikal, dan bergabung dengan cabang interdental dari jaringan
periodontal sekitarnya menjadi pleksus dentalis inferior di dalam lengkung
mandibula. Nervus insisivus berfungsi sebagai saraf aferen untuk jaringan
periodontal dan gingiva fasial gigi anterior dan premolar dalam satu kuadran
mandibula.
Nervus mentalis bergerak di dalam kanalis mandibula, yang merupakan
kelanjutan anterior dari kanal mandibula yang berjalan secara bilateral antara
foramen mentalis. Nervus insisivus kemudian menyatu dengan nervus mentalis
pada kanalis mandibularis sebelum keluar melalui foramen mandibula. Nervus
mentalis dianestesi dengan blok insisivus (Logothetis, 2016).
g) Nervus Mylohyoid
Terdapat cabang kecil setelah nervus alveolaris inferior keluar dari foramen
mandibula. Cabang tersebut merupakan nervus mylohyoid, saraf ini menembus
ligamentum sphenomandibular dan berjalan inferior dan anterior di sepanjang
myloyoid groove kemudian ke permukaan inferior otot mylohyoid.
Nervus mylohyoid berfungsi sebagai saraf eferen (motoris) untuk otot
mylohyoid dan posterior otot digastrikus. Namun dalam beberapa kasus saraf
myloyoid dapat berfungsi sebagai saraf aferen untuk molar pertama mandibula.
Secara klinis kurang efektif apabila dilakukan blok pada nervus ini. Namun
dengan berbagai pertimbangan dapat pula dilakukan anestesi dengan teknik
injeksi supraperiosteal ataupun injeksi intraligamen gigi yang akan dirawat
(Logothetis, 2016).
2.2. Teknik Anestesi Lokal Rahang Bawah
Anesthesi yang digunakan pada rongga mulut umumnya bersifat lokal. Anesthesi
lokal dapat didefinisikan sebagai tindakan menghilangkan sensasi pada lokasi yang
terlokalisir yang disebabkan oleh adanya penghambatan proses konduksi pada tepi
saraf. Teknik anestesi lokal yang sering digunakan untuk rahang bawah adalah
infiltrasi, blok nervus mandibularis, blok nervus mentalis dan blok nervus bukalis.
Dalam melakukan anastesi apapun didalam rongga mulut pasien, ada baiknya
dimulai dengan melaksanakan persiapan penderita terlebih dahulu dan melakukan
prosedur umum anestesi. Berikut langkah persiapan penderita dan prosedur umum
pada anastesi:

1. Memastikan bahwa penderita sudah makan, atau setidaknya tidak sedang


merasa lapar sebelum tindakan anestesi lokal.
2. Dudukkan penderita pada posisi semi supine, pada posisi demikian penderita
akan merasa lebih nyaman, prosedur anestesi lebih mudah dilakukan, dan
kemungkinan terjadinya vasovagalsyncopedapat dikurangi.
3. Mengambil sebuah disposable syringe, pastikan hal-hal berikut ini :
a) Masih tersimpan pada pembungkus dan tidak terdapat cacat atau robekan,
b) Periksa tanggal kadaluwarsa.
Jarum pada barrel dieratkan terlebih dahulu sebelum membuka
pembungkusnya dengan memutar hub searah jarum jam, kemudian handle
pada syringe didorong sehingga plunge rmenyentuh ujung barrel, baru
kemudian pembungkus syringe dibuka
4. Mengambil sebuah ampul yang berisi cairan anestesi lokal, lalu memeriksa
keterangan pada dinding ampul yang mencantumkan: kandungan, konsentrasi,
dan volume larutan anestesi lokal, kandungan dan konsentrasi bahan
vasokonstriktor, dan tanggal kadaluarsa cairan anestesi lokal tersebut.
5. Sebelum mematahkan leher ampul pastikan bahwa seluruh cairan berada di
bawah leher ampul, apabila ada cairan yang masih berada di atas leher ampul
lakukan ketukan pada dinding ampul dengan jari tangan atau putar ampul
dengan gerakan sentrifugal sampai seluruh cairan berada di bawah leher
ampul.
6. Leher ampul dipatahkan, lalu penutup jarum pada disposable syringe dibuka,
kemudian larutan anestesi lokal di dalam ampul tersebut dihisap dengan jarum
injeksi sampai seluruh cairan anestesi lokal berpindah ke dalam barrel, tanpa
ujung jarum menyentuh dinding ampul.
7. Setelah semua cairan telah terhisap ke dalam barrel, penutup jarum dipasang
kembali dengan hati-hati jangan sampai ujung jarum menyentuh penutupnya,
kemudian diperiksa apakah ada gelembung udara di dalam cairan di dalam
barrel tersebut, apabila terdapat gelembung udara dilakukan ketukan pada
dinding barrel sampai semua gelembung udara keluar dari cairan yang ada
kemudian dorong handle sampai terlihat ada cairan yang keluar dari ujung
jarum.
8. Keringkan daerah yang akan menjadi tempat tusukan jarum dengan kasa steril
lalu ulasi daerah tersebut dengan cairan antiseptik secukupnya.
9. Jarum ditusukkan pada mukosa di daerah yang dituju secara perlahan-lahan,
perlu diperhatikan bahwa bevel pada ujung jarum selalu menghadap ke arah
tulang. Sebelum cairan anestesi lokal diinjeksikan, mutlak dilakukan aspirasi.
Apabila terlihat darah masuk ke dalam barrel, maka tariklah jarum keluar dari
mukosa. Tempat insersi jarum dan kedalaman tusukan jarum pada mukosa
disesuaikan dengan gigi yang akan dianestesi dan teknik anestesi yang
digunakan.
10. Apabila pada aspirasi tidak terlihat terhisapnya darah maka injeksikan cairan
anestesi lokal secara perlahan-lahan untuk mengurangi rasa nyeri yang timbul
selama injeksi dan menghindari terjadinya toksisitas cairan anestesi lokal.
11. Setelah injeksi cairan anestesi lokal selesai tariklah jarum dari daerah kerja
secara perlahan-lahan dan bertahap untuk mencegah timbulnya perdarahan di
tempat tusukan jarum, efek anestesi mulai terasa beberapa detik sampai
beberapa menit setelah injeksi, pada umumnya efek anestesi lokal sudah
tercapai dalam waktu 5 menit.
2.2.1. Teknik Infiltrasi
Teknik anestesi lokal infiltrasi bertujuan untuk menganestesi ujung cabang
saraf terminal dengan daerah yang teranestesi terbatas pada tempat di mana
larutan anestesi lokal diinjeksikan. Pada teknik ini tidak ada pedoman khusus
karena cairan anestesi diinjeksikan langsung pada tempat yang dituju.
Teknik anestesi lokal infiltrasi ini diindikasikan untuk menganestesi
membran mukosa dan jaringan submukosa pada daerah yang akan dilakukan
tindakan, misalnya pada insisi mukosa, gingivektomi, atau eksisi lesi pada
jaringan lunak. Pada kasus pencabutan, teknik ini digunakan untuk
menganestesi gingiva sisi lingual pada pencabutan gigi-gigi anterior rahang
bawah dan untuk menganestesi gingival sisi bukal pada pencabutan gigi-gigi
posterior rahang bawah.
Prosedur pengaplikasian teknik ini ialah:
1. Penderita diminta untuk membuka mulut dengan lebar selama dilakukan
prosedur anestesi lokal ini
2. Muccobuccal fold diulas dengan iodin.
3. Jarum diinsersikan dengan sudut 450 pada muccobuccal fold, bevel jarum
menghadap tulang, dan jarum dimasukkan sampai menyentuh tulang.
4. Injeksikan larutan anastetikum 1 cc dengan perlahan
Reaksi onset anestesi akan menimbulkan gejala subjektif berupa kebas
pada daerah yang dianestesi
2.2.2. Teknik Blok Mandibular
Mandibular anesthesia adalah gabungan teknik inferior alveolar nerve
block dan lingual nerve block dalam satu kesatuan prosedur tindakan. Pada teknik
ini, saraf yang teranestesi adalah nervus alveolaris inferior dan cabang-cabangnya
yaitu rami dentalis, nervus mentalis, nervus incisivus, dan nervus lingualis beserta
cabang-cabangnya. Daerah yang teranestesi meliputi korpus mandibula dan
bagian inferior ramus ascendens pada sisi yang dianestesi, seluruh gigi rahang
bawah pada sisi yang dianestesi termasuk jaringan penyangga dan prosesus
alveolaris pada sisi yang dianestesi, mukoperiosteum dan gingiva sisi bukal atau
labial mulai dari foramen mentalis sampai dengan linea mediana, mukosa bibir
bawah dan kulit dagu pada sisi yang dianestesi, ditambah dengan daerah yang
dilayani oleh nervus lingualis yaitu dua pertiga anterior lidah, mukosa dasar
mulut, dan mukosa gingiva dan alveolaris sisi lingual mulai region retromolar
sampai dengan linea mediana. Pada teknik ini pedoman anatomis yang perlu
diperhatikan demi kesuksesan anestesi adalah linea oblique externa, linea oblique
interna, bagian anterior ramus ascendens, dan coronoid notch.
Teknik ini diindikasi untuk pencabutan gigi-gigi posterior rahang bawah
dan pencabutan gigi rahang bawah yang melibatkan banyak gigi. Walaupun dapat
menganestesi daerah yang luas, teknik ini perlu didukung dengan teknik lain
untuk menganestesi mukosa gingiva sisi bukal gigi yang akan dilakukan
pencabutan.
Prosedur aplikasi teknik anestesi blok mandibular yaitu:
1. Penderita diminta untuk membuka mulut dengan lebar selama dilakukan
prosedur anestesi lokal ini
2. Lakukan perabaan dengan jari telunjuk pada mucobuccal fold gigi-gigi
molar rahang bawah, kemudian tulang ditelusuri sampai teraba linea
oblique externa dan batas anterior ramus ascendens, dari situ ujung jari
telunjuk digeser ke posterior sejauh kira-kira 10 mm untuk mendapatkan
cekungan yang disebut dengan coronoid notch. Untuk tindakan pada sisi
kiri, perabaan di atas menggunakan ibu jari kiri dengn catatan coronoid
notch terletak pada garis horizontal yang sama dengan foramen
mandibularis yang merupakan tempat sasaran prosedur anestesi ini.
3. Jarum diarahkan kontralateral yakni antara premolar pertama dan kedua
rahang bawah kontralateral dengan bevel menghadap ke arah tulang,
kemudian jarum ditusukkan tepat di pertengahan ujung jari telunjuk tadi
sampai ujung jarum menyentuh tulang, jarum ditarik sedikit kemudian
arah syringe diubah sehingga menjadi sejajar dengan gigi-gigi posterior
rahang bawah pada sisi yang sama, kemudian jarum dimasukkan ke arah
posterior sejauh kira-kira 10 mm sambil menyusuri tulang linea oblique
interna, kemudian syringe diubah lagi posisinya dengan arah kontralateral,
langkah terakhir masukkan lagi jarum ke dalam jaringan sampai ujung
jarum terasa menyentuh tulang.
4. Jarum ditarik sedikit, dilakukan aspirasi, kemudian larutan anestesi lokal
diinjeksikan secara perlahan-lahan, selanjutnya dilakukan lingual nerve
block yakni dengan menarik jarum sejauh kira-kira 10 mm kemudian
cairan anestesi diinjeksikan perlahan-lahan sebanyak 0,5 ml untuk
menganestesi nervus lingualis, setelah injeksi selesai jarum ditarik keluar
dari jaringan dengan perlahan-lahan.
Reaksi onset yang ditimbulkan oleh teknik anestesi ini adalah gejala
subyektif berupa rasa kebas pada ujung lidah pada sisi yang dianestesi.
2.2.3. Teknik Blok Nervus Mentalis
Blok nervus mentalis dapat digunakan untuk memberikan efek anestesi pada
saraf mentalis dan ujng dari cabang saraf inferior alveolar mandibular. Nervus
mentalis terletak pada foramen mental yang ada di antara apikal premolar pertama
dan premolar kedua. Daerah yang teranestesi oleh teknik ini adalah mukosa bukan
anterior, mukosa labial, daerah foramen mental sekitar gigi premolar dua, midline
dan kulit dari bibir bawah. Pedoman anatomi pada teknik ini adalah gigi premolar
rahang bawah dan lipata mukosa (Nasution, 2014).
Nervus yang teranestesi adalah nervus mentalis, cabang terminal nervus
alveolaris inferior. Teknik ini diindikasikan untuk menganestesi jaringan lunak
bukal diperlukan untuk prosedur di mandibula anterior ke foramen mental, seperti
biopsi jaringan lunak dan penjahitan di jaringan lunak. Teknik ini memiliki
kontraindikasi berupa infeksi atau peradangan akut di area injeksi.
Prosedur aplikasi teknik anestesi blok nervus mentalis yaitu:
1. Penderita diminta untuk membuka mulut dengan lebar selama dilakukan
prosedur anestesi lokal ini
2. Untuk menemukan foramen mental, tempatkan jari telunjuk di lipatan
mukobukal dan tekan mandibula di area molar pertama. Gerakkan jari secara
perlahan ke depan sampai ke tulang di bawah jari terasa tidak teratur dan
agak cekung. Tulang posterior dan anterior ke mental foramen halus. Namun,
tulang di sekitar foramen lebih kasar untuk disentuh. Foramen mental
biasanya ditemukan di sekitar puncak premolar kedua. Namun demikian
dapat ditemukan di anterior atau posterior.
3. Aplikasikan anestesi topikal (optional), selama minimal 1 menit.
4. Dengan jari telunjuk kiri operator, tarik bibir bawah dan jaringan lateral
bukal lunak, jika memungkinkan gunakan kaca mulut (untuk meminimalkan
risiko cedera pada pasien)
5. Arahkan jarum suntik dengan bevel diarahkan ke tulang.
6. Injeksikan pada membran mukosa di gigi caninus atau premolar pertama,
arahkan jarum suntik pada foramen mental.
7. Injeksikan jarum perlahan- lahan hingga mencapai foramen, ke dalaman
penetrasi adalah 5-6 mm.
8. Lakukan aspirasi.
9. Jika aspirasi negatif, injeksikan secara perlahan -lahan 0,6 ml larutan anestesi
dengan durasi lebih dari 20 detik. Jika jaringan membengkak saat
diinjeksikan anestesi, hentikan injeksi dan lepaskan jarum suntik.
2.2.4. Teknik Blok Nervus Bukalis
Blok nervus bukalis memberikan efek anestesi pada nervus bukalis yang
merupakan cabang dari nervus mandibularis bagian anterior. Daerah yang
teranestesi adalah jaringan lunak dan periosteum bagian bukal sampai gigi molar
mandibular. Anestesi ini sering dilakukan pada perawatan yang melibatkan
daerah gigi molar. Teknik blok nervus bukalis memiliki keuntungan yaitu mudah
dilakukan dan tingkat keberhasilannya tinggi serta memiliki kekurangan yaitu
berpotensi untuk rasa sakit jika jarum menyentuh periosteum selama injeksi.
Pedoman anatomi yang perlu diperhatikan untuk teknik ini adalah molar rahang
bawah dan lipatan mukobukal daerah tersebut (Nasution, 2014).
Teknik ini diindikasikan untuk menganestesi jaringan lunak bukal
diperlukan untuk gigi prosedur operatif di daerah molar mandibula serta
merupakan suatu kontraindikasinya apabila terdapat Infeksi atau peradangan akut
di area injeksi.
Prosedur aplikasi teknik anestesi blok nervus bukalis yaitu:
1. Penderita diminta untuk membuka mulut dengan lebar selama dilakukan
prosedur anestesi lokal ini
2. Aplikasikan antiseptik topikal (optional), selama minimal 1 menit.
3. Dengan jari telunjuk kiri tarik jaringan lunak bukal di daerah injeksi,
jaringan yang kencang memungkinkan penetrasi jarum atraumatik.
4. Untuk mencegah rasa sakit ketika jarum menyentuh mukosa periosteum,
aplikasikan beberapa tetes anestesi lokal.
5. Arahkan jarum suntik ke tempat injeksi dengan bevel menghadap ke bawah
ke arah tulang dan jarum suntik sejajar dengan bidang oklusal.
6. Injeksikan menumbus membran mukosa, distal dan bukal pada molar
terakhir.
7. Masukan jarum perlahan-lahan sampai mucoperiusteum hingga kedalaman
1 atau 2 mm.
8. Lakukan aspirasi.
9. Jika negtaif, injeksikan larutan anestesi secara perlahan 0,3 ml dengan
durasi lebih dari 10 detik.
2.3. Eksodonsia Gigi Rahang Bawah
Eksodonsia merupakan tindakan operatif yang dimaksudkan untuk mengeluarkan
gigi atau bagian gigi dari socketnya. Eksodonsia yang ideal adalah eksodonsia tanpa
rasa sakitpada gigi utuh atau akar gigi dengan trauma minimal pada jaringan
pendukung gigi sehingga luka pasca eksodonsia dapat sembuh dengan sempurna
(Wiyatmi, 2014).
Pada pencabutan gigi rahang bawah terdapat dua metode yang digunakan yaitu
metode pencabutan sederhana (simple extraction/close method) dan metode bedah
(Surgical tooth extraction/open method) (Fragiskos, 2007).
2.3.1. Metode bedah (Surgical tooth extraction)
Pencabutan gigi dengan metode surgical tooth extraction merupakan teknik
eksodonsia dengan melakukan pendekatan pembedahan dan terkadang disertai
dengan pemotongan gigi atau tulang. Prinsip pada teknik ini pembukaan ialah
flap, pengurangan sebagian tulang, pemotongan gigi, pengangkatan gigi,
penghalusan tulang, kuretase, dan penjahitan (Sagung, 2013)
a. Indikasi dan Kontraindikasi Metode bedah (Surgical tooth extraction)
Beberapa indikasi dilakukannya surgical tooth extraction dalam
penatalaksanaan pencabutan gigi adalah sebagai berikut:
1. Gigi dengan anomali bentuk akar
2. Gigi dengan akar hipersemetosis
3. Gigi dengan dilatasi ujung akar.
4. Gigi dengan akar ankilosis
5. Gigi impaksi dan semi impaksi. Pencabutan gigi impaksi dilakukan
menggunakan teknik surgical tooth extraction yang disesuaikan pada
jenis dan lokalisasi gigi yang impaksi atau semi impaksi
6. Anomali gigi fusion atau lebih dikenal dengan kondisi dimana dua gigi
menjadi satu
7. Dilakukan jika ekstraksi dengan teknik simple extraction tidak
memungkinkan dilakukan, seperti dalam kasus-kasus yang tidak biasa
seperti bagian dari proses alveolar bisa fraktur dengan gigi.
8. Sisa akar fraktur yang tersisa di tulang alveolar dan dapat mengakibatkan
lesi osteolitik, serta dapat mengganggu dalam pembuatan gigi tiruan.
9. Gigi posterior maksila yang berdekekatan dengan sinus.
10. Akar dengan lesi periapikal, yang ektraksinya melalui soket gigi tidak
memungkinkan jika ditangani dengan kuretase saja (Fragiskos, 2007).

Beberapa kontraindikasi dilakukannya surgical tooth extraction dalam


penatalaksanaan pencabutan gigi adalah sebagai berikut:
1. Terdapat risiko komplikasi lokal yang serius seperti mencabut ujung akar
yang berdekatan sinus maksila atau cedera saraf alveolar inferior, saraf
mental, atau saraf lingual.
2. Sebagian besar proses alveolar perlu diangkat.
3. Terdapat masalah kesehatan serius. Jika seorang pasien dengan masalah
kesehatan perlu melakukan ekstraksi bedah, maka harus dilakukan
kerjasama dengan dokter yang merawat. Jika status umum pasien telah
membaik; tindakan pencegahan yang diperlukan juga tetap harus diambil
(Fragiskos, 2007).
b. Armamentarium dan Prosedur Metode bedah (Surgical tooth extraction)
Adapun alat dan bahan yang perlu disiapkan, yaitu:
1. Syringe anestesi lokal, needle, dan ampule.
2. Scalpel dan blade
3. Periosteal elevators
4. Tooth elevator
5. Bone chisel
6. Mallet
7. Rongeur forceps
8. Bone file
9. Kuret periapikal
10. Bur tulang
11. Hemostat
Teknik ekstraksi bedah untuk gigi akar tunggal dan gigi akar ganda hampir
sama termasuk langkah-langkah berikut:

1. Sterilisasi instrument
Metode dasar yang digunakan untuk sterilisasi instrument bedah adalah:
dry heat, moist heat (autoclave), bahan kimia, dan sterilisasi dengan ethylene
oxide.

Gambar 4. Sterilisasi menggunakan ethylene oxide (kiri); Armamentarium


bedah pada dental sterilization pouch (kanan).

2. Persiapan pasien
3. Persiapan operator
Persiapan operator mencakup persiapan dalam penggunaan alat
pelindung diri yang meliputi penggunaan masker, cap, appron, handscoon.

Gambar 5. Persiapan
operator

4. Pembuatan flap
Dalam pembuatan flap pada ektraksi gigi dengan teknik surgical tooth
extraction ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:
 Insisi harus dilakukan secara terus menurus bukan dilakukan secara
terputus-putus. Hal ini untuk menghindari proses penyembuhan luka
yang lama pada flap.
 Desain flap dan insisi dilakukan sebaik mungkin untuk menghindari
cidera pada inervasi dan persyarafan disekitar area rongga mulut.
 Insisi harus dimulai kira-kira di ruang belakang bukal dan berakhir di
papilla interdental gingiva.
 Envelope insisi dan semilunar insisi yang digunakan dalam
apikoektomi dan pengangkatan ujung akar, harus setidaknya 0,5cm
dari sulkus gingiva.
 Lebar flap harus memadai, sehingga bidang operasi mudah diakses,
tanpa menciptakan ketegangan dan trauma selama penatalaksanaan.
 Dasar flap harus lebih lebar daripada free margin gingiva hal ini untuk
memastikan inervasi darah yang memadai dan membantu proses
penyembuhan.
 Flap yang didesain harus lebih besar dari defisit tulang sehingga
margin flap ketika dijahit bertumpu pada tulang yang sehat dan tidak
melebihi tulang yang tidak sehat, sehingga mencegah dehiscence dan
robeknya flap.
 Ketika sayatan tidak dibuat di sepanjang sulkus gingiva untuk alasan
estetika khususnya pada orang dengan senyum lebar. Maka bekas luka
yang akan dihasilkan harus dipertimbangkanterutama pada permukaan
labial gigi depan.
 Selama prosedur pembedahan, menarik, menghancurkan atau melipat
tutup flap yang berlebihan harus dihindari karena aliran darah
terganggu dan menunda proses penyembuhan (Fragiskos, 2007).
Dalam melakukan ektraksi gigi dengan tenik open method ada
beberapa flap yang dapat digunakan. Pada umumnya nama flap sesuai
dengan bentuk dari flap itu sendiri seperti trapezoidal, triangular,
envelope, dan semilunar.
 Trapezoidal Flap
Merupakan flap dengan dua releasing incision yaitu pada
mesial dan distal. Dua sudut terletak pada sisi superior dari
releasing incision, dan dua sudut lain pada envelope incision.
Relasing incision vertikal selalu meluas ke papilla interdental dan
tidak pernah ke pusat permukaan labial atau bukal gigi. Hal ini
memberikan integritas gingiva dengan benar karena jika sayatan
dimulai di tengah gigi kontraksi setelah penyembuhan akan
meninggalkan area serviks gigi yang terbuka. Flap trapeziodal
sesuai untuk prosedur bedah yang luas, terutama ketika flap
triangular tidak memberikan akses yang memadai
(Fragiskos,2007).
Gambar 6. Trapeziodal Flap

Keuntungan Trapeziodal
Flap
- Me
mberikan akses yang sangat baik
- Memungkinkan pembedahan untuk dilakukan pada lebih
dari satu atau dua gigi
- Tidak menghasilkan ketegangan pada jaringan
- Memungkinkan reapproximation flap dengan mudah ke
posisi semula dan mempercepat proses penyembuhan.

Kerugian Trapeziodal Flap


- Menghasilkan cacat pada attached gingiva atau mengalami
resesi gingiva (Fragiskos, 2007).
 Triangular Flap
Merupakan flap dengan imcisi horizontal yang dibuat di
sepanjang sulkus gingiva dan incisi vertikal atau miring di anterior
(mesial). Flap triangular umumnya memiliki bentuk menyurupai
huruh ‘L’ (Fragiskos, 2007). Triangular flap biasa digunakan ketika
terdapat kasus membutuhkan akses yang luas kearah apikal
khususnya pada bagian posterior. Flap ini diindikasikan untuk
pengangkatan ujung akar, kista kecil, apikoektomi, dan ektraksi gigi
molar tiga (Urolagin, dkk., 2012).
Gambar 7. Flap Triangular
Keuntungan Triangular Flap:
- Memastikan suplai darah yang memadai dalam proses
penyembuhan luka
- Visualisasi yang memuaskan
- Stabilitas yang sangat baik dan aproksimasi
- Mudah dimofifikasi dengan relasing incise
Kekurangan Triangular Flap:
- Keterbatasan akses ke akar yang cukup panjang,
- Ketegangan terjadi ketika flap dipegang dengan
retractor, dan menyebabkan cacat pada gingiva yang
menempel (Fragiskos, 2007).

 Envelope flap
Envelope flap adalah flap yang diincisi pada sulcus gingiva dan
memanjang sepanjang empat atau lima gigi. Flap ini diindikasikan
pada kasus pembedahan gigi incisivus, premolar, molar,
apicoektomi, dan kista. Menurut Poeenomo tahun 2017
menyebutkan indikasi lainnya dalam penggunaan flap envelope
yaitu pada kasus eksostotis yang akan dilakukan perawatan
alveolektomi, kista globulomaksilaris, kista traumatik (kista
tulang soliter), dan fistula oroantral (Fragiskos,2007).
Gambar 8. envelope flap
Keuntungan envelope flap:
- Menghindari sayatan vertikal dan mudah dikembalikan ke
posisi semula.
Kekurangan envelope flap:
- Refleksi sulit terutama palatal,
- ketegangan cukup besar dengan berisiko mengakibatkan
ujung robek,
- Visualisasi terbatas pada apikoektomi
- Akses terbatas dan memungkinkan cedera pembuluh darah
dan saraf palatal
- Cacat pada attached gingiva (Fragiskos, 2007).
 Semilunar Flap
Flap ini adalah flap yang diincisi dengan bentuk melengkung
yang dimulai tepat di bawah lipatan vestibular dan memiliki jalur
cembung dengan bagian cembung menuju attached gingiva. Titik
terendah incsi harus minimal 0,5 cm dari margin gingiva sehingga
suplai darah tidak terganggu. Flap diindikasikan dalam
apikoektomi dan pengangkatan kista kecil dan ujung akar
(Fragiskos, 2007).
Gambar 9. semilunar flap

Keuntungan semilunar flap:


- Incisi kecil dan refleksi mudah,
- Tidak ada resesi gingiva di sekitar restorasi prostetik
- Tidak ada intervensi pada periodonsium
Kekurangan semilunar flap:
- Kemungkinan sayatan dilakukan tepat di atas lesi
tulang karena kesalahan perhitungan
- Memunculkan jaringan parut terutama di daerah
anterior
- Sulitnya flap dikembalikan karena tidak adanya titik
acuan khusus
- Akses dan visualisasi terbatas (Fragiskos, 2007).

5. Refleksi mukoperiosteum
Refleksi dilakukan untuk memisahkan flap mukoperiosteum dari tulang
di bawahnya. Ketika perlekatan antara tulang dan periosteum kuat atau
terjadi simfisis t, maka gunting atau pisau bedah dapat digunakan (Fragiskos,
2007).
6. Ekstraksi gigi atau akar dengan elevator atau forceps
7. Perawatan luka dan suturing pasca operasi
Suturing pada luka bedah bertujuan memegang lipatan flap dan
merapikan kembali flap pada posisi awam. Selainitu juga bertujuan
melindungi jaringan di bawahnya dari infeksi atau faktor iritasi lainnya, dan
mencegah pendarahan pasca operasi (Fragiskos, 2007).
2.3.2. Metode Pencabutan Sederhana (Simple tooth extraction)
Metode pencabutan sederhana (simple tooth extraction) merupakan
metode pencabutan gigi yang ditujukan untuk kasus pencabutan sederhana
dengan tingkat kesukaran minimal yang tidak memerlukan tindakan
pembedahan. metode ini digunakan bila kelainan periapikal dental granuloma
atau kista radikular ukuranya kecil sehingga biasanya granuloma atau kista
tersebut ikut terambil saat dilakukan pencabutan gigi. Metode ini juga sering
disebut dengan Pencabutan intra-alveolar.
Metode pencabutan sederhana memiliki dua tahapan penting yaitu
pemisahan gigi dari jaringan lunak disekitarnya dengan menggunakan
instrument bernama desmotome dan mengelevasi gigi dari soket
menggunakan forceps dan elevator (Fragiskos, 2007).
a. Indikasi dan Kontraindikasi Metode Pencabutan Sederhana (Simple
tooth extraction)

Indikasi pencabutan gigi sederhana adalah sebagai berikut:


1. Persistensi gigi sulung dan supernumerary teeth atau crowding teeth.
2. Penyakit periodontal yang parah, apabila terdapat poket periodontal
yang meluas ke apeks gigi, atau yang menyebabkan gigi goyang.
3. Kelainan periapikal granuloma atau kista radikular ukuranya kecil
sehingga biasanya granuloma atau kista tersebut ikut terambil saat
dilakukan pencabutan gigi.
4. Gigi malposisi dan supraerupsi
5. Gigi impaksi dan supernumarari
6. Gigi desidui persistensi
7. Gigi karies dengan patologi pulpa dan non-vital
8. Gigi dengan patologi pada bagian apikal
9. Sisa akar dengan kesukaran pencabutan minimal (Yuwono, 2010;
Fonseca, 1988)

Adapun kontraindikasi dari metode ini adalah

1. Kerusakan gigi atau akar gigi yang tidak bisa dilakukan ekstraksi
dengan teknik tertutup
2. Infeksi akut seperti necrotizing ulcerative gingivitis atau herpetic
gingivostomatitis.
3. Gigi pada area yang pernah mengalami radiasi juga tidak boleh
dilakukan pencabutan karena dapat mengakibatkan terjadinya
osteonecrosis.
4. Gigi yang berada pada area tumor ganas, perikoronitis yang parah,
dan abses dentoalveolar akut
5. Pasien yang memiliki riwayat penyakit sistemik tidak terkontrol
seperti penyakit diabetes mellitus dan blood dyscrasias (Yuwono,
2010; Fonseca, 1988)
a. Armamentarium dan Prosedur Metode Pencabutan Sederhana
(Simple tooth extraction)
Adapun alat dan bahan serta prosedur dari metode ini adalah:
1. Insisivus sentral dan lateral
 Posisi kerja
Operator berada di depan/belakang kanan dari pasien. Sedangkan
untuk operator kidal, posisi kerja operator untuk gigi incisivus sentral
dan lateral mandibula adalah di depan/belakang kiri pasien.
 Armamentarium
Alat yang digunakan untuk pencabutan gigi insisivus dengan
metode simple tooth extraction adalah:
1. Forcep (Mandibular universal forceps or no. 151 forceps)
2. straight/curved desmonome
3. Tooth elevator
 Prosedur
1. Anestesi
Sebelum melakukan proses pencabutan pada gigi incisivus,
perlu dilakukan anasthesi. Terdapat dua jenis anastesi yang dapat
digunakan pada gigi geligi rahang bawah, yaitu anastesi blok
mandibula dan anastesi tambahan (mandibular supplemental
injection). Anastesi blok terbagi atas inferior alveolar nerve block,
buccal nerve block, mental nerve block, dan incisive block.
Anastesi tambahan (mandibular supplemental injection) terdiri
atas supraperiosteal injection, intraseptal injection, dan
periodontal ligament injection (Logotheis, 2016). Pada umumnya
proses pencabutan untuk gigi incisivus dan caninus rahang bawah
menggunakan teknik supraperiosteal infiltration injection.
Sebelum menginjeksikan needle lakukan anastesi topikal pada
titik insersi needle. Jarum diinsersikan pada lipatan mukolabial
setinggi apeks akar gigi dengan bevel jarum searah dengan
jaringan keras gigi, aspirasi, lalu larutan anasthesi dideponirkan
sebesar 1,5cc. Anastesi mengenai gigi, tulang alveolar, ligamen
periodontal, gingiva labial. Untuk ekstraksi gigi ditambah injeksi
di lingual 0,5cc menganestesi gingiva lingual.
2. Ektraksi gigi
a. Pemisahan perlekatan jaringan lunak dari gigi yang akan
dicabut
Langkah pertama dalam mencabut gigi menggunakan
teknik closed method adalah memotong atau melonggarkan
perlekatan jaringan lunak yang mengelilingi gigi. Diperlukan
dua instrumen untuk memutuskan perlekatan jaringan lunak:
desmotom lurus dan melengkung. Untuk gigi incisivus sentral
dan lateral mandibula digunakan curved desmotome.
Desmotome dipengang menggunakan teknik ‘pen grasp’ di
tangan yang dominan, sedangkan untuk tangan yang tidak
dominan jari telunjuk dan jari tengah ditempatkan secara bukal
dan lingual untuk melindungi jaringan lunak dari cedera (lidah,
pipi dan langit-langit). Untuk gigi incivus sentral mandibula (31
dan 41) jari telunjuk ditempatkan secara bukal dan jari tengah
secara lingual. Setelah itu desmotome diposisikan di bagian
bawah sulkus gingival. Kemudian dilakukan pemisahan
perlekatan jaringan lunak dari gigi yang dilakukan mulai dari
permukaan distal gigi dan bergerak ke arah permukaan mesial,
pertama secara bukal kemudian lingual.

Gambar 10. pemisahan gigi dan jaringan lunak dengan desmotome

b. Luksasi gigi dengan elevator


Untuk refleksi gingiva di sekitar gigi biasanya dilakukan
instrumen yang disebut elevator chompret baik yang straight
atau curved. Elevator digunakan untuk mendorong atau sedikit
merefleksikan gingiva di sekitar gigi yang utuh, untuk
memungkinkan forsep pencabutan untuk menggenggam gigi di
bawah garis serviks gigi se-apikal mungkin.
c. Adaptasi forcep pada gigi
Forcep ekstraksi dipegang di tangan yang dominan,
sedangkan ibu jari secara bersamaan ditempatkan di antara
pegangan tepat di belakang engsel, sehingga tekanan yang
diberikan pada gigi dikendalikan Tangan yang tidak dominan
juga memainkan peran penting dalam prosedur ekstraksi seperti
untuk memberikan visualisasi yang memadai, menstabilkan
kepala pasien, mengontrol ekspansi tuang alveolar, mendukung
dan menstabilkan mandibula, menangkal kekuatan yang
diterapkan oleh forsep ekstraksi yang dapat menyebabkan
cedera sendi temporomandibular.
Setelah refleksi gingiva, paruh forcep diposisikan di garis
serviks gigi, sejajar dengan sumbu panjangnya, tanpa
menggenggam tulang atau gingiva pada saat bersamaan.
d. Luksasi gigi dengan menggunakan forcep
Insisivus sentral mandibula memiliki akar pipih yang sempit,
yang tidak terlalu kuat. Gigi ini memiliki satu akar dan
melengkung di ujung akar. Tulang alveolar sisi bukal lebih tipis
dari pada sisi lingual. Gerakan ekstraksi umumnya dari arah
labial ke lingual sampai gigi menjadi goyah kemudian ditambah
sedikit gerakan rotasi untuk mengekspansi tulang alveolar.

Gambar 11. luksasi


gigi dengan forceps

e. Gigi dikeluarkan dari soket


Gigi diekstraksi dari soket dengan arah labioincisal.
2. Caninus
 Posisi kerja
Untuk ekstraksi gigi caninus, operator berada di depan/belakang
kanan dari pasien. Sedangkan untuk operator kidal, posisi kerja
operator adalah di depan/belakang kiri pasien.
 Armamentarium
Alat yang digunakan untuk pencabutan gigi caninus dengan metode
simple tooth extraction adalah
- Forcep (Mandibular universal forceps or no. 151 forceps)
- Straight/curved desmotome
- Tooth elevator
 Prosedur
1. Anestesi
Pada umumnya proses pencabutan untuk gigi caninus rahang
bawah dilakukan dengan menggunakan teknik supraperiosteal
infiltration injection. Sebelum menginjeksikan needle lakukan
anastesi topikal pada titik insersi needle. Titik suntikan pada lipatan
mukolabial setiggi apeks akar gigi dengan bevel jarum searah
dengan jaringan keras gigi, aspirasi, lalu larutan anasthesi
dideponirkan sebesar 1,5cc. Anastesi mengenai gigi, tulang alveolar,
ligamen periodontal, gingiva labial. Untuk ekstraksi gigi ditambah
injeksi di lingual 0,5cc mengenai gingiva lingual (Logothetis, 2016).
2. Ekstraksi gigi
a. Pemisahan perlekatan jaringan lunak dari gigi yang akan
dicabut.
Sama dengan gigi incisivus, untuk memisahkan perlekatan
jaringan lunak dari gigi yang dicabut pada caninus mandibula
digunakan curved desmotomes. Desmotome dipengang
menggunakan teknik ‘pen grasp’ di tangan yang dominan,
sedangkan untuk tangan yang tidak dominan jari telunjuk dan jari
tengah ditempatkan secara bukal dan lingual untuk melindungi
jaringan lunak dari cedera (lidah, pipi dan langit-langit). Pada gigi
caninus kiri mandibula (gigi 33) sama dengan gigi incisivus jari
telunjuk ditempatkan secara bukal dan jari tengah secara lingual.
Sedangkan pada gigi caninus kanan mandibula (gigi 43) jari
telunjuk diposisikan secara lingual dan jari tengah secara bukal.
Setelah itu desmotome diposisikan di bagian bawah sulkus
gingival. Kemudian dilakukan pemisahan perlekatan jaringan
lunak dari gigi yang dilakukan mulai dari permukaan distal gigi
dan bergerak ke arah permukaan mesial, pertama secara bukal
kemudian lingual.

Gambar 12. Jari telunjuk ditempatkan di bagian bukal dan jari tengah di
bagian lingual

b. Luksasi gigi dengan elevator


c. Adaptasi forcep pada gigi
Forcep ekstraksi dipegang di tangan yang dominan, sedangkan
ibu jari secara bersamaan ditempatkan di antara pegangan tepat di
belakang engsel, sehingga tekanan yang diberikan pada gigi
dikendalikan Tangan yang tidak dominan juga memainkan peran
penting dalam prosedur ekstraksi seperti untuk memberikan
visualisasi yang memadai, menstabilkan kepala pasien, mengontrol
ekspansi tuang alveolar, mendukung dan menstabilkan mandibula,
menangkal kekuatan yang diterapkan oleh forsep ekstraksi yang
dapat menyebabkan cedera sendi temporomandibular.
Setelah refleksi gingiva, paruh forcep diposisikan di garis
serviks gigi, sejajar dengan sumbu panjangnya, tanpa
menggenggam tulang atau gingiva pada saat bersamaan.
d. Luksasi gigi dengan forcep
Caninus mandibula hanya memiliki satu akar. Sekitar 70%
dari gigi ini memiliki akar lurus, sedangkan 20% menunjukkan
kelengkungan distal. Dibandingkan dengan gigi incisivus, gigi ini
lebih sulit untuk diekstraksi, karena akar yang panjang dan
kelengkungan yang sering terjadi pada ujung akar. Gerakan
ekstraksi sama dengan yang digunakan untuk gigi seri sentral dan
lateral yaitu kearah labial-lingual.
e. Gigi dikeluarkan dari soket
Gerakan ekstraksi akhir untuk semua gigi anterior adalah
labial, melengkung ke luar dan ke bawah.
3. Premolar
 Posisi kerja
Posisi operator pada saat melakukan proses pencabutan gigi
premolar rahang bawah yaitu pada posisi depan kanan pasien
(Fragiskos, 2007).
 Armamentarium
Alat yang digunakan untuk pencabutan gigi premolar dengan metode
simple tooth extraction adalah:
- Forcep (Mandibular universal forceps or no. 151 forceps)
- Straight/curved desmotome
- Tooth elevator
 Prosedur
1. Anestesi
Sebelum melakukan proses pencabutan pada gigi premolar
mandibula, anastesi perlu dilakukan. Terdapat dua jenis anastesi
yang dapat digunakan pada gigi geligi rahang bawah, yaitu
anastesi blok dan anastesi tambahan (mandibular supplemental
injection). Anastesi blok terbagi atas inferior alveolar nerve block,
buccal nerve block, mental nerve block, dan insisive block.
Anastesi tambahan (mandibular supplemental injection) terdiri
atas supraperiosteal injection, intraseptal injection, dan
periodontal ligament injection (Logotheis, 2016).

Tabel 1. anasthesi blok yang bekerja pada premolar

Pada umumnya proses pencabutan premolar pertama dan kedua


menggunakan teknik anastesi inferior alveolar nerve block dan
diikuti dengan supplemental injection berupa supraperiosteal
infiltration injection. Supraperiosteal infiltration injection
dilakukan langsung pada bagian apikal akar gigi yang akan
dicabut. Rata – rata panjang akar premolar pertama adalah 14 mm
dan panjang akar premolar kedua adalah 14,5mm (Logotheis,
2016).
Injeksi infiltrasi dilakukan pada kedalaman mucobuccal fold
gigi premolar. Sebelum menginjeksikan needle lakukan anastesi
topical pada titik insersi needle. Infiltrasi dilakukan dengan
menginjeksikan needle pararel dengan sumbu panjang axis gigi
sedalam panjang akar gigi premolar. Lakukan insersi dengan bevel
jarum searah dengan jaringan keras gigi. Setelah melakukan insersi
dan mencapai kedalaman yang dituju (apical gigi), lakukan
aspirasi. Larutan anastesi dideponirkan pada superior atau inferior
apeks akar sebesar 0,6ml atau sepertiga catridge selama 20 detik
(Logotheis, 2016).
2. Ekstraksi gigi
a. Pemisahan perlekatan jaringan lunak dari gigi yang akan
dicabut
b. Luksasi gigi dengan elevator
c. Adaptasi dan luksasi gigi dengan forcep
Pencabutan premolar dilakukan dengan menggunakan universal
forceps atau no. 151 forceps. Proses pencabutan diawali dengan
stabilisasi daerah pencabutan. Pada proses pencabutan premolar
kiri (regio 3) oleh operator dengan tangan kanan dominan
stabilisasi dilakukan dengan menempatkan empat jari (kecuali ibu
jari) pada posisi submandibular oleh tangan non dominan. Posisi
ibu jari operator diletakkan pada permukaan insisal gigi insisivus
regio 4. Proses pencabutan premolar kanan bawah, stabilisasi
dilakukan dengan posisi keempat jari pada submandibular dan
posisi ibu jari pada permukaan oklusal molar pada regio yang sama
(Fragiskos, 2007).
Gigi premolar mandibula dikelilingi oleh tulang yang padat dan
keras. Proses pencabutan premolar mandibula cenderung mudah
dikarenakan akar yang lurus dan berbentuk konus walaupun pada
beberapa kasus terdapat akar yang berbentuk pipih dan bagian
apikal yang cenderung berukuran besar. Proses pencabutan
dilakukan dengan arah luksasi buccolingual. Gerakan rotasi ringan
juga diterapkan pada proses pencabutan premolar kedua.
d. Ekstraksi gigi dari soket
Gerakan akhir pencabutan dilakukan dengan arah outwards and
downwards (Fragiskos, 2007).
4. Molar Pertama dan Kedua
 Posisi kerja
Posisi operator pada saat melakukan pencabutan yaitu pada posisi
depan kanan pasien (Fragiskos, 2007).
 Armamentarium
Alat yang digunakan untuk pencabutan gigi molar pertama dan
kedua dengan metode simple tooth extraction adalah:
- mandibular molar forceps
- desmotome
- tooth elevator
 Prosedur
1. Anestesi
Sebelum melakukan proses pencabutan pada gigi molar
mandibula, anastesi perlu dilakukan. Pada umumnya proses
pencabutan molar pertama dan kedua menggunakan teknik anastesi
inferior alveolar nerve block dan diikuti dengan supplemental
injection berupa supraperiosteal infiltration injection.
Supraperiosteal infiltration injection dilakukan langsung pada apikal
akar gigi yang akan dicabut (Logotheis, 2016).

Tabel 2. anasthesi blok yang bekerja pada gigi molar pertama dan kedua.

Pada umumnya proses pencabutan molar pertama dan kedua


menggunakan teknik anastesi inferior alveolar nerve block dan
diikuti dengan supplemental injection berupa supraperiosteal
infiltration injection. Supraperiosteal infiltration injection dilakukan
langsung pada bagian akar gigi yang akan dicabut. Rata – rata
panjang akar molar pertama adalah 14 mm dan panjang akar molar
kedua adalah 13 mm (Logotheis, 2016).
Injeksi infiltrasi dilakukan pada kedalaman mucobuccal fold gigi
molar. Sebelum menginjeksikan needle lakukan anastesi topical pada
titik insersi needle. Infiltrasi dilakukan dengan menginjeksikan
needle pararel dengan sumbu panjang axis gigi sedalam panjang akar
gigi molar. Lakukan insersi dengan bevel jarum searah dengan
jaringan keras gigi. Setelah melakukan insersi dan mencapai
kedalaman yang dituju (apikal gigi), lakukan aspirasi. Larutan
anastesi dideponirkan pada superior atau inferior apeks akar sebesar
0,6ml atau sepertiga catridge selam 20 detik (Logotheis, 2016).
2. Ekstraksi gigi
a. Pemisahan perlekatan jaringan lunak dari gigi yang akan dicabut
b. Luksasi gigi dengan elevator
c. Adaptasi dan luksasi gigi dengan forceps
Posisi operator pada saat melakukan pencabutan yaitu pada
posisi depan kanan pasien. Pada proses pencabutan molar kiri
bawah, stabilisasi dibantu oleh empat jari (kecuali ibu jari) pada
area submandibula dan ibu jari diletakkan pada permukaan insisal
gigi insisivus (regio 4). Pada pencabutan molar kanan bawah posisi
keempat jari tetap pada area submandibula sedangkan posisi ibu jari
terletak pada oklusal gigi premolar (regio 4) (Fragiskos, 2007).
Gigi molar pertama mandibula memiliki kedua akar, yaitu mesial
dan distal. Akar mesial berukuran lebih besar dibandingkan akar
distal. Akar mesial gigi molar pertama berbentuk lebih pipih dan
melengkung kearah distal. Akar distal gigi molar pertama memiliki
ukuran yang lebih membulat dan lebih lurus dibandingkan dengan
akar mesial gigi molar pertama (Fragiskos, 2007).
Gigi molar kedua memiliki morfologi yang tidak jauh berbeda
dari molar pertama. Gigi molar kedua dikelilingi oleh struktur
tulang yang padat, akan tetapi gigi molar kedua lebih mudah untuk
dilakukan ekstraksi dibandingkan dengan molar pertama. Hal ini
dikarenakan gigi molar kedua memiliki akar yang lebih kecil dan
konvergen dibandingkan gigi molar pertama (Fragiskos, 2007).
Teknik pencabutan untuk kedua gigi, baik molar pertama dan
molar kedua sama. Forceps diadaptasikan pada permukaan gigi
seapikal mungkin hingga dibawah garis servikal gigi dengan posisi
forcep yang sejajar dengan panjang axis gigi. Luksasi dilakukan
dengan arah bukal-lingual. Pergerakan luksasi dimulai dengan
perlahan – lahan (Fragiskos, 2007).

Gambar 13. posisi tangan kanan dan kiri pada proses pencabutan molar
d. Ekstraksi gigi dari soket
Setelah gigi mengalami sedikit pergerakan maka tekanan luksasi
berangsur – angsur semakin kuat. Pergerakan akhir pencabutan
kearah bukal dan proses pencabutan dilakukan secara berhati – hati
agar tidak menimbulkan kerusakan pada mahkota gigi molar
(Fragiskos, 2007).

Gambar 14. Pergerakan luksasi. a. bukal, b. lingual, c. gerakan akhir pencabutan


ke arah bukal

5. Molar Ketiga
 Posisi kerja
Posisi operator pada saat melakukan pencabutan yaitu pada posisi
depan kanan pasien (Fragiskos, 2007).

 Armamentarium
Alat yang digunakan untuk pencabutan gigi molar pertama dan
kedua dengan metode simple tooth extraction adalah:
- mandibular molar forceps
- desmotome
- tooth elevator
 Prosedur
1. Anestesi
Sebelum melakukan proses pencabutan pada gigi molar
mandibula, anastesi perlu dilakukan. Pada umumnya proses
pencabutan molar ketiga menggunakan teknik anastesi inferior
alveolar nerve block dan diikuti dengan supplemental injection
berupa supraperiosteal infiltration injection. Supraperiosteal
infiltration injection dilakukan langsung pada bagian apikal akar gigi
yang akan dicabut (Logotheis, 2016).

Tabel 3. anasthesi blok yang bekerja pada gigi molar ketiga

Pada umumnya proses pencabutan molar ketiga menggunakan


teknik anastesi inferior alveolar nerve block dan diikuti dengan
supplemental injection berupa supraperiosteal infiltration injection.
Supraperiosteal infiltration injection dilakukan langsung pada
bagian akar gigi yang akan dicabut. Rata – rata panjang akar molar
ketiga adalah 11 mm (Logotheis, 2016).
Injeksi infiltrasi dilakukan pada kedalaman mucobuccal fold gigi
molar. Sebelum menginjeksikan needle lakukan anastesi topical pada
titik insersi needle. Infiltrasi dilakukan dengan menginjeksikan
needle pararel dengan sumbu panjang axis gigi sedalam panjang akar
gigi molar. Lakukan insersi dengan bevel jarum searah dengan
jaringan keras gigi. Setelah melakukan insersi dan mencapai
kedalaman yang dituju (apikal gigi), lakukan aspirasi. Larutan
anastesi dideponirkan pada superior atau inferior apeks akar sebesar
0,6 ml atau sepertiga catridge selam 20 detik (Logotheis, 2016).
2. Ekstraksi gigi
a. Pemisahan perlekatan jaringan lunak dari gigi yang akan dicabut
b. Luksasi gigi dengan elevator
c. Adaptasi dan luksasi gigi menggunakan forcep
Proses pencabutan molar ketiga mandibula dilakukan dengan
menggunakan mandibular third molar forceps. Stabilisasi pada
proses pencabutan dilakukan sama dengan proses pencabutan molar
pertama dan molar kedua. Stabilisasi pada proses pencabutan molar
ketiga dapat dilakukan dengan penempatan ibu jari lebih ke
posterior. Molar ketiga memiliki morfologi akar yang tidak jauh dari
kedua molar sebelumnya. Akar molar ketiga berukuran lebih kecil,
biasanya menyatu berbentuk konus, dan melebar kearah distal
(Fragiskos, 2007).
Dalam melakukan pencabutan pada gigi molar ketiga, gerakan
luksasi kearah bukal-lingual. Tulang alveolar bagian lingual dari gigi
molar ketiga memiliki struktur yang lebih tipis dibandingkan dengan
bagian bukal, maka dari itu besarnya gaya luksasi diaplikasikan lebih
banyak menuju arah lingual. Dalam melakukan pencabutan, tekanan
luksasi harus dilakukan secara berhati – hati. Hal ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya fraktur pada gigi dan pada tulang alveolar
lingual yang tipis. Apabila molar ketiga memiliki akar konvergen
dengan arah lengkungan yang sama maka proses pencabutan
dilakukan dengan hanya menggunakan straight elevator pada kasus
ini elevator diposisikan dari arah mesial (Fragiskos, 2007).
d. Eksraksi gigi dari soket
Pergerakan akhir pencabutan kearah bukal dan proses pencabutan
dilakukan secara berhati – hati agar tidak menimbulkan kerusakan
pada mahkota gigi molar (Fragiskos, 2007).
b. Prosedur Pencabutan Sisa Akar dengan metode pencabutan
sederhana (simple tooth extraction)
1. Anestesi
Sebelum melakukan proses pencabutan pada sisa akar gigi geligi
mandibula, anastesi perlu dilakukan. Anasthesi pada pencabutan sisa akar
dilakukan sesuai dengan posisi sisa akar elemen gigi yang akan dicabut.
Terdapat dua jenis anastesi yang dapat digunakan pada gigi geligi rahang
bawah, yaitu anastesi blok dan anastesi tambahan (mandibular
supplemental injection). Anastesi blok terbagi atas inferior alveolar
nerve block, buccal nerve block, mental nerve block, dan insisive block.
Anastesi tambahan (mandibular supplemental injection) terdiri atas
supraperiosteal injection, intraseptal injection, dan periodontal ligament
injection (Logotheis, 2016).
2. Prosedur
a. Sisa akar tunggal
Pencabutan sisa akar tunggal pada umumnya dilakukan dengan
straight elevator. Blade elevator diposisikan diantara akar dan tulang
alveolar. Permukaan blade elevator yang berbentuk konkaf
memungkinkan permukaan blade beradaptasi dengan baik terhadap
permukaan mesial maupun distal dari akar tunggal gigi yang tersisa.
Tulang alveolar berperan sebagai fulcrum pada saat melakukan
gerakan rotasi straight elevator pada sisa akar gigi. Gerakan rotasi
straight elevator menghasilkan pergerakan dari sisa akar dan akar
akan keluar dari socket. Apabila sisa akar terletak jauh didalam garis
servikal maka pencabutan dapat dilakukan dengan special instrumen,
yaitu endodontic file based root extraction (Fragiskos, 2007).

Gambar 14. a. Penempatan straight elevator pada sisa akar tunggal, b.


pergerakan luksasi sisa akar

Gambar 15. penggunaan special instrumen (endodontic file based root


extraction)

b. Sisa akar ganda


Pencabutan sisa akar ganda dengan root elevator ataupun dengan
straight elevator sulit untuk dilakukan secara langsung. Pencabutan
sisa akar ganda dilakukan dengan pemisahan akar terlebih dahulu.
Apabila sisa akar terletak diatas tulang alveolar, pemisahan akar
dilakukan dengan cara membentuk groove bukolingual dengan fissure
bur terlebih dahuluhingga mencapai tulang intraradicular. Selanjutnya
sisa akar akan diambil dengan menggunakan root elevator ataupun
straight elevator (Fragiskos, 2007).
Selain menggunakan fissure bur, pemisahan akar juga dapat
dilakukan dengan menggunakan straight elevator. Straight elevator
diposisikan pada bifurkasi sisa akar gigi, dengan bagian konkaf pada
akar distal. Gerakan memotong sisa akar dilakukan dengan gerakan
rotasi dan setelah terpisah keluarkan sisa akar distal dari socket.
Pengeluaran akar mesial dilakukan dengan elevator T atau angled
seldin elevator. Penempatan elevator T dilakukan pada socket distal.
Pencanutan akar mesial didahului dengan pemotongan tulang
intraradicular lalu mengadaptasikan blade elevator T pada akar
mesial. Akar mesial dikeluarkan dengan gerakan rotasi yang dilakukan
secara hati – hati menuju permukaan oklusal gigi (Fragiskos, 2007).

Gambar 16. pemisahan akar dengan fissure bur

Gambar 17. pemisahan akar oleh elevator dan penempatan jari operator

Gambar 18. pemisahan akar pada titik bifurkasi gigi


Gambar 19. pengambilan akar distal menggunakan Straight elevator

Gambar 20. pengambilan tulang intraradicular dengan elevator T

Gambar 21. luksasi dan pengambilan akar mesial dengan gerakan rotasi
elevator T

c. Ujung Akar
Pencabutan sisa ujung akar pada uumnya dilakukan dengan
menggunakan doubled angled elevator. Hal ini dikarenakan instrumen
tersebut memmiliki ujung yang tajam dan kecil sehingga dapat
beradaptasi secara baik pada ujung sisa akar dan tulang alveolar.
Langkah pertama yang dilakukan yaitu luksasi. Luksasi dapat
dilakukan dengan menggunakan instrumen yang berujung pipih dan
kecil (Fragiskos, 2007).
Apabila sisa ujung akar sangat kecil dan terletak ddalam pada
socket, pengambilan dilakukan dengan menggunakan narrow angled
elevator. Instrumen ini ditempatkan diantara tulang alveolar dan akar
gigi. Untuk mengeluarkan sisa ujung akar narrow angled elevator
ditempatkan seapikal mungkin secara hati – hati. Setelah itu lakukan
luksasi. apabila sisa ujung akar tidak bergerak sama sekali, narrow
angled elevator ditempatkan pada posisi mesial atau distal dari sisa
ujung akar hingga ujung akar mengalami pergerakan. Apabila hal ini
masih sulit untuk dilakukan terutama pada gigi dengan akar ganda, hal
yang dapat membantu pengeluaran sisa akar adalah dengan memotong
tulang intraradicular. Pemotongan dapat dilakukan dengan bur
ataupun instrumen dengan ujung yang tajam untuk membantu
membentuk ruang sehingga ujung akar gigi dapat dikeluarkan. Apabila
sisa ujung akar terdapat pada maxilla maka prosedur yang dilakukan
tetaplah sama akan tetapi operator diharapkan untuk melakukannya
secara hati – hati agar ujung akar tidak terdorong kearah sinus
(Fragiskos, 2007).
Sisa ujung akar juga dapat dikeluarkan dengan bantuan endodontic
file. Langkah pertama yaitu rekatkan file pada saluran akar pada ujung
akar yang tersisa. Setelah itu lakukan pengeluaran akar dengan
bantuan tangan atau needle holder. Apabila menggunakan needle
holder dianjurkan untuk menempatkan gauze pada permukaan gigi yan
dijadikan tumpuan (Fragiskos, 2007).

Gambar 22. luksasi dan pengambilan sisa ujung akar dengan doubble angled elevator
Gambar 23. pengambilan sisa ujung akar dengan endodontic file root extraction

DAFTAR PUSTAKA
Fonseca. 1988. Oral and Maxillofacial Surgery. Philadelphia: W.B. Saunders.
Fragiskos, F. D. 2007. Oral surgery. Springer Science & Business Media.

Logothetis, D. D. 2016. Local anesthesia for dental hygienist. Elsevier Health


Sciences.

Lande, R., Kepel, B.J., Siagian, K. V. 2015. Gambaran Faktor Risiko dan Komplikasi
Pencabutan Gigi di RSGM PSPDG-FK UNSRAT. Jurnal e-GiGi (eG), Vol.3 (2)
hh: 476-481.

Malamed, S. F. 2019. Handbook of Local Anesthesia, 7e: South Asia Edition-E-Book.


Elsevier India.

Nasution, M. A. 2015. Gambaran Keberhasilan Pati Rasa Pada Anestesi Lokal Blok
Mandibula Metode Fischer Di Klinik Bedah Mulut RSGMP USU.

Poernomo, H. 2017. Tatalaksana Flap Pada Rongga Mulut. Interdental: Jurnal


Kedokteran Gigi, 13(2), 24-27.

Sagung, A.. 2013. Dental Extraction Technique Using Difficulty. Jurnal Kesehatan
Gigi. Vol 1 No. 2:155-119.

Urolagin, S.B., Kale, T.P., Patil, S., 2012, Intraoral Incision, Design of Flaps and
Management of Soft Tissue
Wiyatmi, H. 2014. Exodontia Gigi Permanen Di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Propinsi
DIY.
Yuwono, B. 2010. Penatalaksanaan Pencabutan Gigi Dengan Kondisi Sisa Akar
(Gangren Radik). Stomatognatic (J.K.G Unej) Vol. 7 (2): 89-95

Anda mungkin juga menyukai