PENDAHULUAN
Mikroba dapat dijumpai pada berbagai jenis bahan makanan, baik makanan yang berbentuk
padat maupun makanan yang berbentuk cair. Untuk mengetahui jumlah bakteri yang terkandung 1
gram sampel bahan makanan padat atau 1 ml bahan makanan cair yang diperiksa, maka perlu
dilakukan pengenceran sampel tersebut. Hasil pengenceran ini kemudian diinokulasikan pada
medium lempeng dan diinkubasikan. Setelah masa inkubasi, jumlah koloni bakteri dihitung dengan
memperhatikan faktor pengencerannya.
Metode hitungan cawan dibedakan atas dua cara, yakni metode tuang (pour plate), dan
metode permukaan (surface/spread plate). Pada metode tuang, sejumlah sampel (1 ml atau 0,1 ml)
dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan ke cawan petri, kemudian ditambah agar cair steril
yang didinginkan (47°C-50°C) sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan agar sampelnya menyebar. Pada
pemupukan dengan metode permukaan, terlebih dahulu dibuat agar cawan kemudian sebanyak 0,1
ml sampel yang telah diencerkan dipipet pada permukaan agar tersebut. Kemudian diratakan dengan
batang gelas melengkung yang steril (Dwidjoseputro, 2005).
Teknik sebaran dilakukan dengan cara menuangkan media terlebih dahulu kemudian setelah
media memadat baru suspensi sampel dimasukkan pada permukaan agar dan diratakan dengan
spreader glass. Keuntungan dari metode spread plate ini, yaitu sampel yang dibutuhkan hanya
sedikit, cocok untuk segala macam bakteri, dan tidak terpengaruh pada suhu. Sedangkan kerugian
metode spread plate ini, yaitu perlu menggunakan spreader glass dan perlu keahlian khusus dalam
peralatan sampel agar media tidak rusak (Pratiwi, 2008).
Faktor pendukung yang menyebabkan sediaan jamu serbuk memiliki kualitas mikrobiologi
yang baik diantaranya tempat penyimpanan simplisia yang tertutup, lama penyimpanan jamu serbuk
dan adanya komposisi jamu serbuk yang memiliki aktivitas antifungi.Tempat penyimpanan simplisia
dalam wadah tertutup meminimalisir adanya kontak fisik yang terjadi antara simplisia dengan udara
luar sehingga meminimalisir pula kontaminasi spora kapang yang masuk ke dalam wadah
penyimpanan simplisia. Lama waktu penyimpanan simplisia yang tidak terlalu lama yaitu sekitar satu
bulan juga mengurangi resiko adanya kontaminasi dari kapang kontaminan. Selain itu, adanya
komposisi jamu serbuk yang memiliki aktivitas antifungi dikarenakan adanya metabolit sekunder yang
dapat menghambat pertumbuhan kapang kontaminan. Walaupun hasil penelitian menunjukkan
bahwa sediaan jamu serbuk layak dikonsumsi, namun masih terdapat kapang kontaminan dalam
jumlah sedikit yang mengkontaminasi sediaan jamu serbuk pegal linu dan jamu serbuk galian singset.
Hal tersebut dapat terjadi akibat adanya kontaminasi bahan sediaan jamu serbuk diantaranya berupa
simplisia selama proses pembuatan, faktor abiotik untuk pertumbuhan kapang kontaminan, dan
kandungan nutrisi pada jamu serbuk yang dapat dimanfaatkan kapang kontaminan untuk tumbuh dan
berkembang. Adanya kontaminasi oleh kapang pada sediaan jamu serbuk dikarenakan pada jamu
serbuk mengandung bahan nabati yang dapat tercemar oleh kapang kontaminan (Asna, 2018).
Tujuan dari praktikum kali ini, yaitu diharapkan agar praktikan dapat menetapkan cemaran bakteri
yang terdapat dalam sediaan makanan, minuman, kosmetika, obat atau obat tradisional.
1 Pengenceran pertama
Jumlah koloni = 123 koloni
Fp1 = 10
Petri 1 = jumlah koloni x fp1
= 123 x 10
= 1230
2 Pengenceran kedua
Jumlah koloni = 31 koloni
Fp2 = 100
Petri 2 = jumlah koloni x fp2
= 31 x 100
= 3100
3 Pengenceran ketiga
Jumlah koloni = 10 koloni
Fp3 = 1000
4 Pengenceran keempat
Jumlah koloni = 5 koloni
Fp4 = 10000
5 Pengenceraan kelima
Jumlah koloni = 2 koloni
Fp5 = 100000
Analisis Data
Perhitungan
Diketahui : Berat sampel = 0,5 gram
Volume PDF = 5 mL
Ditanyakan : Konsentrasi sampel (serbuk jamu) pada masing-masing tabung reaksi dan
angka lempeng total?
Jawab :
Rumus pengenceran bertingkat pada sampel (serbuk jamu) : V1.M1 = V2.M2
Tabung Stok
0,5 gram
Konsentrasi (M1) =
5 mL
= 0,1g/ml
= 10-1 g/ml
Tabung 1
M1 .V1 = M2 .V2
10-1g/mL × 0,5 mL = M2× 5 ml
M2 = 10-2 g/ml
Tabung 2
M2 .V2 = M3 .V3
-2
10 g/mL × 0,5 mL = M3× 5 ml
M3 = 10-3 g/ml
Tabung 3
M3 .V3 = M4 .V4
10-3g/mL × 0,5 mL = M4× 5 ml
M4 = 10-4 g/ml
Tabung 4
M4 .V4 = M5 .V5
10-4g/mL × 0,5 mL = M5× 5 ml
M5 = 10-5 g/ml
Tabung 5
M5 .V5 = M6 .V6
-5
10 g/mL × 0,5 mL = M6× 5 ml
M6 = 10-6 g/ml
Jumlah koloni
1. Petri 1 = 123 koloni
2. Petri 2 = 31 koloni
3. Petri 3 = 10 koloni
4. Petri 4 = 5 koloni
5. Petri 5 = 2 koloni
Pembahasan
Praktikum dengan judul “Penetapan Angka Lempeng Total” ini bertujuan untuk menetapkan
cemaran bakteri yang terdapat dalam sediaan makanan, minuman, kosmetika, obat atau obat
tradisional. Untuk mengetahui bahwa bahan baku, bahan tambahan, maupun sediaan jadi tidak
mengalami perubahan sifat serta bebas dari kontaminan mikroba, maka diperlukan uji mikrobiologis,
salah satunya adalah pengujian angka lempeng total (ALT). ALT (Angka Lempeng Total) adalah
jumlah mikroba aerob mesofilik yang ditemukan dalam per gram atau per milliliter contoh yang
ditentukan melalui metode standar. ALT dapat digunakan sebagai indikator proses hygiene sanitasi
produk, analisis mikroba lingkungan pada produk jadi, indikator proses pengawasan, dan digunakan
sebagai dasar kecurigaan dapat atau tidak diterimanya suatu produk berdasarkan kualitas
mikrobiologinya (Puspandari, 2015).
Menurut Dwidjoseputro (2005), dalam percobaan tentang perhitungan jumlah mikroba
digunakan metode total plate count (TPC). Metode ini merupakan analisis untuk menguji cemaran
mikroba dengan menggunakan metode pengenceran dan metode cawan tuang. Metode cawan tuang
adalah metode per plate. Metode ini dilakukan dengan mengencerkan sumber isolate yang telah
diketahui beratnya ke dalam larutan garam fisiologis, larutan yang digunakan sekitar 1 ml suspense
ke dalam cawan petri steril, dilanjutkan dengan menuangkan media penyubur media untuk makanan
mikroba.
Sampel yang digunakan pada percobaan ini dibuat dalam 5 tingkat pengenceran dengan
tujuan untuk memperkecil konsentrasi pengawet yang digunakan oleh sediaan tersebut agar
mempermudah dalam perhitungan mikroba yang tumbuh, jika tidak dilakukan pengenceran maka
sampel menjadi terlalu pekat sehinga dapat terjadi tumpang tindih satu sama lain atau tidak berpisah
dengan baik. Dari hasil percobaan yang dilakukan didapatkan hasil yang berbeda-beda dari tiap-tiap
cawan petri dengan pengenceran yang berbeda namun dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
tingkat pengenceran yang dilakukan maka semakin sedikit mikroba yang tumbuh dalam media. Dapat
kita lihat pada pengenceran pertama didapatkan pehitungan koloni sebanyak 123 koloni, pada
pengenceran kedua didapatkan perhitungan koloni sebanyak 31 koloni, pada pengenceran ketiga
didapatkan hasil perhitungan sebanyak 10 koloni, pada pengenceran keempat didapatkan hasil
perhitungan sebanyak 5 koloni, dan pada pengenceran kelima didapatkan hasil perhitungan
sebanyak 2 jumlah koloni. Angka lempeng total rata-rata sampel diambil pada petri dengan koloni 30-
300. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tivani (2018), cara menganalisis hasil pengujian sesuai dalam
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) 2006, yaitu pilih cawan petri dari satu
pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 30-300 setiap cawan.
Angka lempeng total (ALT) rata-rata didapatkan dari nilai jumlah koloni pada beberapa petri
yang memenuhi ketentuannya dikali dengan faktor pengenceran dan dibagi dengan dua. Petri yang
dapat dihitung angka lempeng totalnya adalah petri 1 (123 koloni) dan 2 (31 koloni) sehingga dapat
diperoleh nilai ALT rata-rata sebesar 21,65 x 102 CFU/mL. Menurut Purlianto (2015), koloni yang
tumbuh tidak selalu berasal dari 1 sel mikroba, karena ada beberapa mikroba tertentu yang
cenderung mengelompok atau berantai. Bila ditumbuhkan pada media dan lingkungan yang sesuai,
kelompok mikroba ini akan menghasilkan 1 koloni. Oleh karena itu, digunakan istilah Colony Forming
Unit (CFU) untuk menghitung jumlah mikroba hidup Adapun aturan yang telah ditetapkan oleh BPOM
mengenai batas cemaran maksimal kapang untuk jamu serbuk yaitu ≤ 10 4CFU/g. Apabila angka
batas cemaran maksimal kapang tersebut terlampaui, maka jamu tidak layak dikonsumsi (Asna,
2018). Sehingga ALT rata-rata yang diperoleh adalah 21,65102 CFU/g yang menunjukkan bahwa
sampel jamu serbuk “Simbatren” layak untuk dikonsumsi karena tidak dapat membahayakan tubuh.
Prinsip perhitungan koloni bakteri adalah semakin tinggi tingkat pengenceran semakin rendah
jumlah koloni bakteri. Dengan kata lain tingkat pengenceran berbanding terbalik dengan jumlah koloni
bakteri. Berdasarkan hasil pengamatan perhitungan koloni bakteri hasil perhitungannya menunjukkan
bahwa semakin tinggi tingkat pengenceran semakin banyak jumlah bakteri. Dan pada perhitungan
koloni bakteri kelompok kami dapat dikatakan berhasil, karena jumlah bakteri berbanding terbalik
dengan tingkat pengenceran.
KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan praktikum, dapat disimpulkan bahwa menetapkan cemaran bakteri yang
terdapat dalam sediaan obat tradisional yaitu dengan menggunakan sampel jamu serbuk “Simbatren”
dan dihitung nilai angka lempeng total (ALT) sehingga diperoleh ALT rata-rata sebesar 21,65 x 102
CFU/mL yang artinya jamu tersebut layak untuk dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Asna, P. M. A., Utami, S.H., dan Agung, W., 2018. Kualitas Mikrobiologi Jamu Serbuk Yang Berada di
Kecamatan Pare Kabupaten Kediri Berdasarkan Angka Lempeng Total Koloni Kapang Serta
Identifikasi Kapang Kontaminan Dominan. Jurnal FMIPA, 1(1), 4.
Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Pratiwi, S.T., 2008. Buku Ajar Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.
Puspandari, N., dan Ani, I., 2015. Deskripsi Hasil Uji Angka Lempeng Total (ALT) Pada Beberapa
Susu Formula Bayi. Jurnal Kefarmasian Indonesia, 5(2), 108-110.
Tivani, I., Wilda, A., dan Purgiyanti, 2018. Uji Angka lempeng Total (ALT) pada Jamu gendong Kunyit
Asem di Beberapa Desa Kecamatan Talang Kabupaten Tegal. Pancasakti Science Education
Journal, 3(1), 44.