Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan Karuni-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Kerangka Dasar Akuntansi Syariah” ini. Shalawat dan
salam tak lupa kami haturkan kepada Rasulullah SAW, sahabat-sahabatnya, keluarga serta
seluruh ummatnya. Aamiin

Makalah ini menjelaskan tentang “Kerangka Dasar Akuntansi Syariah” yang disusun
untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Akuntansi Syariah. Dalam penyusunan
makalah ini, kami mendapat berbagai tantangan dan hambatan. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, terutama kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah Akuntansi Syariah
yang selalu memberikan arahan dan masukannya, semoga mendapat balasan yang setimpal
dari Allah Swt.

Kami menyadari makalah ini jauh dari kata kesempurnaan, baik dari segi materi
maupun penyusunannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun kami
harapkan dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

DAFTAR ISI

1
KATA PENGANTAR................................................................................................................1

DAFTAR ISI...............................................................................................................................2

PENDAHULUAN......................................................................................................................3

1. KERANGKA DASAR PENYUSUNAN PELAPORAN KEUANGAN SYARIAH.............4

1.1 Tujuan Kerangka Dasar...................................................................................................5


1.2 Pemakai Dan Kebutuhan Informasi................................................................................5
1.3 Paradigma Transaksi Syariah..........................................................................................7
1.4 Asas Transaksi Syariah...................................................................................................7

2. KARAKTERISTIK TRANSAKSI SYARIAH......................................................................9

3. TUJUAN LAPORAN KEUANGAN....................................................................................10

3.1 Asumsi Dasar................................................................................................................11


3.2 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan..................................................................12
3.3 Kinerja...........................................................................................................................13
3.4 Pengukuran Unsur Laporan Keuangan.........................................................................14
3.5 Eksistensi Lembaga Keuangan Dan Akuntansi Syariah...............................................14

4. LAPORAN KEUANGAN (ED PSAK 101 REVISI 2014)..................................................16

5. KONSEP DASAR AKUNTANSI MENURUT AAOIFI DAN PEMIKIR ISLAM............16

5.1 Pemakai Dan Kebutuhan Informasi..............................................................................17


5.2 Paradigma, Asas Dan Karakteristik Transaksi Syariah.................................................17
5.3 Bentuk Laporan Keuangan............................................................................................17
RANGKUMAN........................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................21

2
PENDAHULUAN

Perumusan tujuan akuntansi syarat dengan kepentingan-kepentingan yang ada. Untuk


itu, perumusan tujuan akuntansi tergantung pada penyelesaian konflik kepentingan yang
terdapat di pasar informasi antara perusahaan, pengguna dan profesi akuntansi. Perusahaan
(firm) membentuk kelompok utama yang terlibat dalam proses akuntansi. Aktivitas-aktivitas
operasional, keuangan, dan luar biasa (nonoperasional) yang mereka lakukan menjadi
justifikasi dari pembuatan laporan keuangan. Keberadaan dan perilaku mereka menimbulkan
hasil keuangan yang sebagian dapat diukur oleh proses akuntansi. Perusahaan-perusahaan
juga adalah penyedia informasi akuntansi.

Pengguna (user) membentuk kelompok kedua. Pembuatan informasi akuntansi


dipengaruhi oleh kepentingan dan kebutuhan pengguna. Meskipun tidak mungkin untuk
mengumpulkan suatu daftar lengkap para pengguna, namun dapat dipastikan daftar tersebut
akan mencantumkan para pemegang saham, analis keuangan, kreditor dan badan-badan
pemerintah. Profesi akuntansi (accounting profession) membentuk kelompok ketiga yang
dapat mempengaruhi informasi yang akan dimasukkan ke dalam laporan keuangan. Para
akuntan terutama akan bertindak sebagai “auditor” yang bertang-gungjawab untuk
memverifikasi bahwa laporan keuangan telah mematuhi prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
Melihat benturan konflik ini, ada tiga pendekatan yang dapat dijadikan dalam
perumusan akuntansi. Pendekatan pertama melihat kumpulan informasi yang siap
diungkapkan oleh perusahaan dan mencoba untuk menemukan cara terbaik untuk mengukur
dan memverifikasinya. Pendekatan kedua, melihat informasi yang dapat diukur dan
diverifikasi oleh profesi dan mencoba untuk mengakomodasi para pengguna dan perusahaan
melalui berbagai pilihan-pilihan akuntansi. Pendekatan ketiga memandang kumpulan
informasi yang dianggap relevan oleh para pengguna sebagai sesuatu hal yang penting serta
mendorong profesi dan perusahaan untuk membuat dan memverifikasi informasi tersebut.

3
1. KERANGKA DASAR PENYUSUNAN PELAPORAN KEUANGAN
SYARIAH
Proses akuntansi yang dimulai dari identifikasi kejadian dan transaksi hingga penyajian
dalam laporan keuangan, memerlukan sebuah kerangka dasar penyusunan dan penyajian
laporan keuangan. Kerangka dasar atau kerangka konseptual akuntansi adalah suatu sistem
yang melekat dengan tujuan-tujuan serta sifat dasar yang mengarah pada standar yang
konsisten dan terdiri atas sifat, fungsi dan batasan dari akuntansi keuangan dan laporan
keuangan. Kerangka konseptual diperlukan agar dihasilkan standar dan aturan yang koheren,
yang disusun atas dasar yang sama sehingga menambah pengertian dan kepercayaan para
pengguna laporan keuangan, serta dapat dibandingkan di antara perusahaan yang berbeda
atau periode yang berbeda. Selain itu, kerangka konseptual juga dapat digunakan untuk
mencari solusi atas berbagai masalah praktis yang muncul sesuai dengan berkembangnya
kompleksitas bisnis dan lingkungan.
Kerangka dasar ini membahas laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose
financial statements, yang selanjutnya hanya disebut “laporan keuangan”), termasuk laporan
keuangan konsolidasi. Laporan keuangan disusun dan disajikan sekurang-kurangnya setahun
sekali untuk memenuhi kebutuhan sejumlah besar pemakai. Beberapa di antara pemakai ini
memerlukan dan berhak untuk memperoleh informasi tambahan di samping yang tercakup
dalam laporan keuangan. Namun demikian, banyak pemakai sangat tergantung pada laporan
keuangan sebagai sumber utama informasi keuangan dan karena itu laporan keuangan
tersebut seharusnya disusun dan disajikan dengan mempertimbangkan kebutuhan mereka.
Laporan keuangan dengan tujuan khusus seperti prospektus, dan perhitungan yang dilakukan
untuk tujuan perpajakan tidak termasuk dalam kerangka dasar ini.
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan
keuangan yang lengkap meliputi laporan keuangan atas kegiatan komersial dan atau sosial.
Laporan keuangan kegiatan komersial meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan
posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti, misalnya, sebagai laporan
arus kas, atau laporan perubahan ekuitas), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan
yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Laporan keuangan atas kegiatan
sosial meliputi laporan sumber dan penggunaan dana zakat, dan laporan sumber dan
penggunaan dana kebajikan. Di samping itu juga termasuk, skedul dan informasi tambahan
yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya, informasi keuangan segmen industri dan
geografis.

4
1.1 Tujuan Kerangka Dasar
Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian
laporan keuangan bagi para penggunanya. Kerangka ini berlaku untuk semua jenis transaksi
syariah yang dilaporkan oleh entitas syariah maupun konvensional baik sektor publik maupun
swasta. Entitas syariah pelapor adalah entitas syariah yang laporan keuangannya digunakan
oleh pemakai yang mengandalkan laporan keuangan tersebut sebagai sumber utama informasi
keuangan entitas syariah. Entitas konvensional yang melakukan transaksi syariah tidak perlu
menyiapkan laporan keuangan syariah secara lengkap melainkan hanya melaporkan transaksi
syariah sesuai dengan ketentuan standar akuntansi syariah dalam laporan keuangan
konvensional. Tujuan kerangka dasar ini digunakan sebagai acuan bagi:
1. Penyusunan standar akuntansi keuangan syariah, dalam melaksanakan tugasnya.
2. Penyusunan laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syariah yang
belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah.
3. Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum.
4. Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah.
1.2 Pemakai dan Kebutuhan Informasi
Berdasarkan IAI (2007 paragraf 9) pemakai laporan keuangan meliputi:
1. Investor sekarang dan potensial. Hal ini karena mereka harus memutuskan apakah akan
membeli, menahan, atau menjual investasi atau penerimaan deviden.
2. Pemilik dana qardh. Pemilik dana qardh tertarik dengan informasi keuangan yang
memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah dana qardh dapat dibayar pada saat jatuh
tempo.
3. Pemilik dana syirkah temporer. Pemilik dana syirkah temporer yang berkepentingan akan
informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan investasi
dengan tingkat keuntungan yang bersaing dan aman.
4. Pemilik dana titipan. Pemilik dana titipan tertarik dengan informasi keuangan yang
memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah dana titipan dapat diambil setiap saat.
5. Pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah dan wakaf. Pembayar dan penerima zakat,
infak, sedekah dan wakaf, serta mereka yang berkepentingan akan informasi mengenai
sumber dan penyaluran dana tersebut.
6. Pengawas syariah. Pengawas syariah yang berkepentingan dengan informasi tentang
kepatuhan pengelola entitas syariah akan prinsip syariah.

5
7. Karyawan. Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada
informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas entitas syariah. Mereka juga tertarik dengan
informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan entitas syariah dalam
memberikan balas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan kerja.
8. Pemasok dan mitra usaha lainnya. Pemasok dan mitra usaha lainnya tertarik dengan
informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terhutang
akan dibayar pada saat jatuh tempo. Mitra usaha berkepentingan pada entitas syariah dalam
tenggang waktu yang lebih pendek daripada pemberi pinjaman qardh kecuali kalau sebagai
pelanggan utama mereka tergantung pada kelangsungan hidup entitas syariah.
9. Pelanggan. Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan
hidup entitas syariah, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang
dengan, atau tergantung pada, entitas syariah. 10. Pemerintah. Pemerintah dan berbagai
lembaga yang berada di bawah kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi sumber daya
dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas entitas syariah. Mereka juga membutuhkan
informasi untuk mengatur aktivitas entitas syariah, menetapkan kebijakan pajak dan sebagai
dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.
11. Masyarakat. Entitas syariah mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara.
Misalnya, entitas syariah dapat memberikan kontribusi berarti pada perekonomian nasional,
termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan kepada penanam modal
domestik. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi
kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran entitas syariah serta
rangkaian aktivitasnya.
 KERANGKA KONSEPTUAL MENURUT IFRS

Penguna dan
Kebutuhan Informasi

Keputusan informasi
yang berguna dalam
laporan keuangan
1.3 Paradigma Transaksi Syariah
Dasar
Akuntansi
Transaksi syariah didasarkan pada paradigma dasar bahwa alam semesta diciptakan
oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh
umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (al-falah).
Paradigma dasar ini menekankan setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas dan

6
nilai illahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter baik dan
buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha. Paradigma ini akan membentuk integritas yang
membantu terbentuknya karakter tata kelola yang baik (good governance) dan disiplin pasar
(market discipline) yang baik. Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur
aktivitas umat manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan
interaksi vertikal dengan Tuhan maupun interaksi horizontal dengan sesama makhluk. Prinsip
syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat secara
hukum bagi semua pelaku dan stakeholder entitas yang melakukan transaksi syariah. Akhlak
merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesama makhluk
agar hubungan tersebut menjadi saling menguntungkan, sinergis dan harmonis.

1.4 Asas Transaksi Syariah

Transaksi syariah berazaskan pada prinsip:

1. Persaudaraan (ukhuwah). Transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam


memperoleh manfaat (sharing economics) sehingga seseorang tidak boleh mendapat
keuntungan di atas kerugian orang lain. prinsip ini didasarkan atas prinsip saling mengenal
(ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin (takaful),
saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf).

2. Keadilan (‘adalah) berarti menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan
sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya. Implementasi
keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang adanya unsur:

a. Riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun fadhl).
Setiap tambahan pada jumlah piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi pinjam-meminjam
uang serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya, seperti murabahah tangguh; dan
setiap tambahan yang dipersyaratkan dalam transaksi pertukaran antar barang-barang ribawi
termasuk pertukaran uang (money exchange) yang sejenis secara tunai maupun tangguh dan
yang tidak sejenis secara tidak tunai.

b. Kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan).
Menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan sesuatu tidak sesuai ukuran,
kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang bukan haknya dan memperlakukan sesuatu
tidak sesuai posisinya. Kezaliman dapat menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat secara

7
keseluruhan, bukan hanya sebagian; atau membawa kemudharatan bagi salah satu pihak atau
pihak-pihak yang melakukan transaksi.

c. Maysir adalah setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak berkaitan dengan
produktivitas serta bersifat perjudian (gambling).

d. Gharar adalah setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak karena
mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya
kepastian pelaksanaan akad. Bentuk-bentuk gharar antara lain:

a) Tidak adanya kepastian penjual untuk menyerahkan obyek akad pada waktu terjadi akad,
baik obyek akad itu sudah ada maupun belum ada;

b) Menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual;

c) Tidak adanya kepastian kriteria kualitas dan kuantitas barang/jasa;

d) Tidak adanya kepastian jumlah harga yang harus dibayar dan alat pembayaran;

e) Tidak adanya ketegasan jenis dan obyek akad;

f) Kondisi obyek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam
transaksi;

g) Adanya unsur eksploitasi salah satu pihak karena informasi yang kurang atau dimanipulasi
dan ketidaktahuan atau ketidakpahaman yang ditransaksikan.

h) Haram adalah segala unsur yang dilarang secara tegas dalam Al-Quran dan As Sunah.

3. Kemaslahatan (mashlahah) merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang


berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
Kemaslahatan yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan syariah (halal) serta
bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang
tidak menimbulkan kemudha ratan. Transaksi syariah yang dianggap bermaslahat harus
memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan ketetapan syariah (maqasid
syariah) yaitu berupa pemeliharaan terhadap: keimanan dan ketakwaan (dien), akal (‘aql),
keturunan (nasl), jiwa dan keselamatan (nafs), dan harta benda (mal).

4. Keseimbangan (tawazun) yaitu keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat
dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek

8
pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi syariah tidak hanya menekankan pada maksimalisasi
keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik (shareholder). Sehingga manfaat
yang didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang saham, akan tetapi pada semua
pihak yang dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi.

5. Universalisme (syumuliyah) esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua
pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan,
sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).

2. KARAKTERISTIK TRANSAKSI SYARIAH

Implementasi transaksi yang sesuai dengan


paradigma dan asas transaksi syariah harus memenuhi karakteristik dan persyaratan sebagai
berikut:

1. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha;

2. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib);

3. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai
komoditas;

4. Tidak mengandung unsur riba;

5. Tidak mengandung unsur kezaliman;

6. Tidak mengandung unsur maysir;

7. Tidak mengandung unsur gharar;

8. Tidak mengandung unsur haram;

9. Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan
yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan usaha
tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk);

10. Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk
keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak diperkenankan

9
menggunakan standar ganda harga untuk satu akad serta tidak menggunakan dua transaksi
bersamaan yang berkaitan (ta’alluq) dalam satu akad;

11. Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui rekayasa
penawaran (ihtikar); dan

12. Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah). Berdasarkan IAI (2007
Paragraf 28-29) transaksi syariah dapat berupa aktivitas bisnis yang bersifat komersial
maupun aktivitas sosial yang bersifat non komersial. Transaksi syariah komersial dilakukan
antara lain berupa: investasi untuk mendapatkan bagi hasil, jual beli barang untuk
mendapatkan laba, dan atau pemberian layanan jasa untuk mendapatkan imbalan. Sedangkan
transaksi syariah nonkomersial dilakukan antara lain berupa: pemberian dana pinjaman atau
talangan (qardh)penghimpunan dan penyaluran dana sosial (seperti zakat, infak, sedekah,
wakaf dan hibah).

3. TUJUAN LAPORAN KEUANGAN

Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi


keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi
sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Di samping itu, tujuan
lainnya adalah:
1. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan
usaha;
2. Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi aset,
kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, bila ada, dan
bagaimana perolehan dan penggunaannya;
3. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah
terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan
yang layak; dan
4. Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal dan
pemilik dana syirkah temporer; dan informasi mengenai pemenuhan kewajiban (obligation)
fungsi sosial entitas syariah, termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, dan
wakaf.

10
Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen
(stewardship), atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan
kepadanya. Pemakai yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban
manajemen berbuat demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi; keputusan ini
mungkin mencakup, misalnya, keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka
dalam entitas syariah atau keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen
(IAI, 2007 Paragraf 31-32).)
3.1 Asumsi Dasar
1. Dasar Akrual
Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Bahwa
pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau
setara kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan
dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun
atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu
yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas di
masa depan serta sumber daya yang merepresentasikan kas yang akan diterima di masa
depan. Oleh karena itu, laporan keuangan menyediakan jenis informasi transaksi masa lalu
dan peristiwa lainnya yang paling berguna bagi pemakai dalam pengambilan keputusan
ekonomi. Penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha menggunakan dasar
kas. Dalam hal prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil
yang dimaksud adalah keuntungan bruto (gross profit).
2. Kelangsungan Usaha
Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas
syariah dan akan melanjutkan usahanya di masa depan. Karena itu, entitas syariah
diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material
skala usahanya. Jika maksud atau keinginan tersebut timbul, laporan keuangan mungkin
harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang digunakan harus diungkapkan.

3.2 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan


Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan
keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karateristik kualitatif pokok yaitu (IAI,
2007 Paragraf 44-62):

11
1. Dapat Dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah
kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai
diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis,
akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun
demikian, informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak
dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk
dapat dipahami oleh pemakai tertentu.
2. Relevan
Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam
proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat
mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi
peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan, atau mengoreksi, hasil evaluasi
mereka di masa lalu. Peran informasi dalam peramalan (predictive) dan penegasan (confirma
tory) berkaitan satu sama lain. Misalnya, informasi struktur dan besarnya asetaset yang
dimiliki bermanfaat bagi pemakai ketika mereka berusaha meramalkan kemampuan entitas
syariah dalam memanfaatkan peluang dan bereaksi terhadap situasi yang merugikan.
Informasi yang sama juga berperan dalam memberikan penegasan (confirmatory role)
terhadap prediksi yang lalu, misalnya, tentang bagaimana struktur keuangan entitas syariah
diharapkan tersusun atau tentang hasil dari operasi yang direncanakan.
Informasi posisi keuangan dan kinerja di masa lalu seringkali digunakan sebagai dasar
untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja masa depan dan hal-hal lain yang langsung
menarik perhatian pemakai, seperti pembayarandividen dan upah, pergerakan harga sekuritas
dan kemampuan entitas syariah untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo. Untuk
memiliki nilai prediktif, informasi tidak perlu harus dalam bentuk ramalan eksplisit. Namun
demikian, kemampuan laporan keuangan untuk membuat prediksi dapat ditingkatkan dengan
menampilkan informasi tentang transaksi dan peristiwa masa lalu. Misalnya, nilai prediktif
laporan laba rugi dapat ditingkatkan kalau pos-pos penghasilan atau beban yang tidak biasa,
abnormal dan jarang terjadi diungkap kan secara terpisah.

3. Keandalan
Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas
andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan
pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang

12
seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. Informasi mungkin
relevan tetapi jika hakekat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan
informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Misalnya, jika keabsahan dan jumlah
tuntutan atas kerugian dalam suatu tindakan hukum masih dipersengketakan, mungkin tidak
tepat bagi entitas syariah untuk mengakui jumlah seluruh tuntutan tersebut dalam neraca,
meskipun mungkin tepat untuk mengungkapkan jumlah serta keadaan dari tuntutan tersebut.
4. Dapat Dibandingkan
Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan entitas syariah antar
periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai
juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar entitas syariah untuk
mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh
karena itu, pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain
yang serupa harus dilakukan secara konsisten untuk entitas syariah tersebut, antar periode
entitas syariah yang sama, untuk entitas syariah yang berbeda, maupun dengan entitas lain.
3.3 Kinerja
Penghasilan bersih (laba) seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja atau sebagai
dasar bagi ukuran yang lain seperti imbalan investasi (return on invest ment) atau penghasilan
per saham (earnings pershare). Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran
penghasilan bersih (laba) adalah penghasilan dan beban.
Unsur penghasilan dan beban didefinisikan sebagai berikut:
1. Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi
dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.
2. Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi
dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang
mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam
modal, termasuk didalamnya beban dan pelaksanaan aktivitas entitas syariah maupun
kerugian yang timbul.
3. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer adalah bagian bagi hasil pemilik
dana atas keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas syariah dalam suatu
periode laporan keuangan. Hak pihak ketiga atas bagi hasil tidak bisa dikelompokkan sebagai
beban (ketika untung) atau pendapatan (ketika rugi). Namun, hak pihak ketiga atas bagi hasil
merupakan alokasi keuntungan dan kerugian kepada pemilik dana atas investasi yang
dilakukan bersama dengan entitas syariah.

13
a) Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial, meliputi laporan
sumber dan penggunaan dana zakat serta laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
b) Komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab
khusus entitas tersebut.

3.4 Pengukuran Unsur Laporan Keuangan


Sejumlah dasar pengukuran yang berbeda digunakan dalam derajat dan kombinasi yang
berbeda dalam laporan keuangan. Berbagai dasar pengukuran tersebut adalah sebagai berikut
(IAI, 2007 Paragraf 127):
1. Biaya historis
Aset dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau sebesar nilai wajar
dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut pada saat
perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari kewajiban
(obligation), atau dalam keadaan tertentu (misalnya, pajak penghasilan), dalam jumlah kas
(atau setara kas) yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam
pelaksanaan usaha yang normal.
2. Biaya kini (current cost)
Aset dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang seharusnya dibayar bila aset yang sama
atau setara aset diperoleh sekarang. Kewajiban dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas)
yang tidak didiskontokan (undiscounted) yang mungkin akan diperlukan untuk
menyelesaikan kewajiban (obligation) sekarang.
3. Nilai realisasi/penyelesaian (realisable/settlement value)
Aset dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan
menjual aset dalam pelepasan normal (orderly disposal). Kewajiban dinyatakan sebesar nilai
penyelesaian yaitu jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan yang diharapkan
akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.
3.5 Eksistensi Lembaga Keuangan dan Akuntansi Syari’ah
Salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi oleh kalangan perbankan syariah
saat ini adalah standarisasi sistem akuntansi dan audit, yang bertujuan untuk menciptakan
transparansi keuangan sekaligus memperbaiki kualitas pelayanan keuangan kepada
masyarakat. Kita mengetahui bahwa diantara kunci kesuksesan suatu bank syariah sangat
ditentukan oleh tingkat kepercayaan publik terhadap kekuatan finansial bank yang
bersangkutan, dan kepercayaan terhadap kesesuaian operasional bank dengan sistem syariah

14
Islam. Kepercayaan ini terutama kepercayaan yang diberikan oleh para depositor dan
investor, dimana keduanya termasuk stakeholder utama sistem perbankan di dunia ini.
(Muhammad, 2005: hal. 72)
Salah satu sumber utama untuk meraih kepercayaan publik adalah tingkat kualitas
informasi yang diberikan kepada publik, dimana bank syariah harus mampu meyakinkan
publik bahwa ia memiliki kemampuan dan kapasitas di dalam mencapai tujuan-tujuan
finansial maupun tujuan-tujuan yang sesuai dengan syariat Islam. Karena itu, membangun
sebuah sistem akuntansi dan audit yang bersifat standar merupakan sebuah keniscayaan dan
telah menjadi kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Tanpa itu, mustahil bank syariah dapat
meningkatkan daya saingnya dengan kalangan perbankan konvensional. Bahkan jika kita
melihat pada Al-Quran, maka kebutuhan pencatatan transaksi dalam sebuah sistem akuntansi
yang tertata merupakan suatu hal yang sangat penting.
Kalau kita cermati surah Al-Baqarah ayat 282, Allah memerintahkan untuk
melakukan penulisan secara benar atas segala transaksi yang pernah terjadi selama
melakukan muamalah. Dari hasil penulisan tersebut dapat digunakan sebgai informasi untuk
menentukan apa yang diperbuat oleh seeorang. Jikalau kita kaitkan ayat tersebut dengan
konteks perbankan kontemporer, maka memiliki sistem akuntansi yang sistematis, transparan,
dan bertanggungjawab, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam (Akhyar
A., 2005: hal. 50).
Namun yang perlu kita perhatikan, terutama pada tataran operasional, sistem
akuntansi pada perbankan syariah memiliki karakter tersendiri yang berbeda dengan sistem
akuntansi perbankan konvensional, meski pada aspek-aspek tertentu, keduanya memiliki
persamaan-persamaan. Diantara perbedaan yang sangat prinsipil adalah larangan riba/bunga
dalam praktek perbankan syariah dan diferensiasi produk perbankan syariah yang lebih
variatif dan beragam bila dibandingkan dengan sistem perbankan konvensional. Sehingga
konsep dan struktur dasar investasi dan keuangan pada sistem perbankan syariah haruslah
menjadi konsideran utama didalam membangun sistem akuntansi yang kredibel. Dengan
demikian, lahirnya sistem ekonomi Islam secara langsung akan mempengaruhi bentuk sistem
akuntansi yang akan diterapkan dalam suatu masyarakat.

4. LAPORAN KEUANGAN (ED PSAK 101 REVISI 2014)


Akuntansi syariah di atur dalam PSAK 101 yang memuat mengenai pengakuan,
pengukuran, pengungkapan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial
statements) untuk entitas syariah yang selanjurnya disebut “laporan keuangan”, agar dapar

15
dibandingkan dengan laporan keuangan entitas syariah periode sebelumnya maupun dengan
laporan keuangan entitas syariah lain.
Komponen laporan keuangan entitas syariah terdiri atas:
1. Laporan posisi keuangan pada akhir periode;
2. Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain selama periode;
3. Laporan perubahan ekuitas selama periode;
4. Laporan arus kas selama periode;
5. Laporan sumber dan penyaluran dana zakat selama periode;
6. Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan selama periode;
7. Catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi
penjelasan lain; dan
8. Informasi komparatif mengenai periode sebelumnya. Informasi ini bersifat naratif dan
deskriptif dari laporan keuangan periode sebelumnya diungkapkan kembali jika relevan untuk
pemahaman laporan keuangan periode berjalan. Entitas syariah menyajikan minimal 2
sebagai informasi komparatif.
9. Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas
syariah menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian
kembali pos laporan keuangan, atau ketika entitas syariah mereklasifikasi pos dalam laporan
keuangannya.

5. KONSEP DASAR AKUNTANSI MENURUT AAOIFI DAN PEMIKIR


ISLAM
Tujuan Akuntansi Keuangan dan Laporan Keuangan Manfaat dengan ditentukannya
tujuan akuntansi keuangan untuk lembaga keuangan syariah menurut AAOIFI yaitu sebagai
berikut:
1. Dapat digunakan sebagai panduan bagi dewan standar untuk menghasilkan standar yang
konsisten.
2. Tujuan akan membantu bank dan lembaga keuangan syariah untuk memilih berbagai
alternatif metode akuntansi pada saat standar akuntansi belum mengatur.
3. Tujuan akan membantu untuk memandu manajamen dalam membuat pertimbangan pada
saat akan menyusun laporan keuangan.
4. Penetapan tujuan yang mendukung penyusunan standar akuntansi yang konsisten.

16
5. Tujuan jika diungkapkan dengan baik, akan meningkatkan kepercayaan pengguna serta
meningkatkan pemahaman informasi akuntansi sehingga akhirnya akan meningkatkan
kepercayaan atas lembaga keuangan syariah.
5.1 Pemakai dan Kebutuhan Informasi
Pemakai laporan keuangan menurut AAOIFI antara lain sebagai berikut:
a. Pemegang saham
b. Pemegang investasi
c. Pemilik dana (bagi deposan bank)
d. Pemilik dana tabungan
e. Pihak yang melakukan transaksi bisnis
f. Pengelola zakat
g. Pihak yang mengatur
5.2 Paradigma, Asas, dan Karakteristik Transaksi Syariah
Paradigma, Asas, dan Karakteristik Transaksi Syariah tidak dapat dipisahkan dari
ekonomi Islam, karena ekonomi Islam merupakan pelaksanaan syariah Islam dalam
konteksmuamalah. Hal ini menunjukkan bahwa transaksi syariah seharusnya didasarkan atas
prinsip dasar ekonomi Islam dalam rangka mencapai tujuan syariah (maqashidus Shariah)
(Andi Nurhasanah: 2012). Prinsip dasar dalam ekonomi Islam menurut Ibnu Al-A’rabi adalah
sebagai berikut:
1. Tidak boleh adanya bunga dan perdagangan tersebut adalah halal.
2. Tidak boleh dilakukan secara tidak adil.
3. Tidak boleh memasukkan hal-hal yang belum pasti atau keadaan yang tidak jelas.
4. Harus mempertimbangkan Al Maqasid dan Al Masalih. Di mana Al-Maqasid adalah tujuan
harus selalu disesuaikan dengan tuntunan Islam, sedangkan Al- Masalih adalah
kesejahteraan/ perbaikan di muka bumi.
5.3 Bentuk Laporan Keuangan
Laporan keuangan (perbankan syariah) yang diminta oleh AAOIFI antara lain sebagai
berikut:
1. Laporan Perubahan Posisi Keuangan
2. Laporan Laba Rugi
3. Laporan Perubahan Ekuitas atau Laporan Perubahan Saldo Laba
4. Laporan Arus Kas
5. Laporan Perubahan Investasi yang Dibatasi dan Ekuivalennya
6. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat serta Dana Sumbangan

17
7. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qard Hasan

RANGKUMAN
Kerangka dasar atau kerangka konseptual akuntansi adalah suatu sistem yang melekat
dengan tujuan-tujuan serta sifat dasar yang mengarah pada standar yang konsisten dan terdiri

18
atas sifat, fungsi dan batasan dari akuntansi keuangan dan laporan keuangan. Kerangka
konseptual diperlukan agar dihasilkan standar dan aturan yang koheren, yang disusun atas
dasar yang sama sehingga menambah pengertian dan kepercayaan para pengguna laporan
keuangan, serta dapat dibandingkan di antara perusahaan yang berbeda atau periode yang
berbeda. Selain itu, kerangka konseptual juga dapat digunakan untuk mencari solusi atas
berbagai masalah praktis yang muncul sesuai dengan berkembangnya kompleksitas bisnis
dan lingkungan.
Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian
laporan keuangan bagi para penggunanya. Kerangka ini berlaku untuk semua jenis transaksi
syariah yang dilaporkan oleh entitas syariah maupun konvensional baik sektor publik maupun
swasta. Tujuan kerangka dasar ini digunakan sebagai acuan bagi:
1. Penyusunan standar akuntansi keuangan syariah, dalam melaksanakan tugasnya.
2. Penyusunan laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syariah yang
belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah.
3. Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum.
4. Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah.
Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia
yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan
Tuhan maupun interaksi horizontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang berlaku
umum dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua
pelaku dan stakeholder entitas yang melakukan transaksi syariah. Akhlak merupakan norma
dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesama makhluk agar hubungan
tersebut menjadi saling menguntungkan, sinergis dan harmonis.
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi
sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Di samping itu, tujuan lainnya adalah:
1. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan
usaha;
2. Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi aset,
kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, bila ada, dan
bagaimana perolehan dan penggunaannya;

19
3. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah
terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan
yang layak.

DAFTAR PUSTAKA

20
Khaddafi, Muammar. Saparuddin S Dkk. 2016. Akuntasi Syariah. Medan: Penerbit
Madenatera.

21

Anda mungkin juga menyukai