Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PBL

KANKER SERVIKS
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
1. CITRA NURUL SAPUTRI ( 70100118002 )
2. NUR MAGFIRAH BADARUDDIN ( 70100118004)
3. SYARAH SYAM LANGAJI ( 70100118006)
4. AULIA DINDA PUTRI ( 70100118010)
5. MIFTAHUL FATIHAH ( 70100118012 )
6. ALAM MUZDALIFAH ( 70100118014 )
7. ISMUNANDAR HS BANDASO ( 70100118016 )
8. SRI WAHYUNI ( 70100118018 )
9. RABIATUL ADAWIYAH ( 70100118022 )
10. ASRUL RASYID ( 70100118024 )
11. AULIAH ALIAH PERTIWI ( 70100118030 )
12. WINDA UTARI ( 70100118032 )
13. NUR ANNISA JUPLIADI ( 70100118034 )

KELAS C
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Salah satu penyakit non infeksi (degeneratif) adalah kanker. Data WHO tahun 2014
menyatakan bahwa kanker merupakan penyakit yang menjadi penyebab kematian tertinggi dengan
8.2 juta kematian pada tahun 2012. Paru-paru, hati, pencernaan, colorectal, dan payudara
merupakan jenis kanker yang menyebabkan kematian tertinggi setiap tahunnya. Sekitar 30% dari
kematian akibat kanker disebabkan oleh lima perilaku diet berisiko yaitu, indeks massa tubuh
tinggi, konsumsi buah dan sayuran rendah, kurangnya aktivitas fisik, penggunaan tembakau
(merokok), serta penggunaan alkohol (WHO, 2014). WHO memperkirakan akan ada peningkatan
kasus kanker dari 14 juta kasus pada tahun 2012 menjadi 22 juta kasus pada dua dekade berikutnya.
Lebih dari 60% kasus kanker terdapat di Afrika, Asia, serta Amerika Tengah dan Selatan.
Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks merupakan sepertiga bagian
bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri
eksternum.(PANDANGAN PENATALAKSANAAN KANKER SERVIKS.Kementrian kesehatan Republik
Indonesia.Hal.1)
Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah 454.000 kasus1 . Data ini
didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan populasi, registrasi data vital, dan data otopsi verbal
dari 187 negara dari tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden dari kanker serviks meningkat
3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan sekitar 200.000 kematian terkait kanker
serviks, dan 46.000 diantaranya adalah wanita usia 15-49 tahun yang hidup di negara sedang
berkembang.
Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke7 secara global dalam
segi angka kejadian (urutan ke urutan ke6 di negara kurang berkembang) dan urutan ke-8 sebagai
penyebab kematian (menyumbangkan 3,2% mortalitas, sama dengan angka mortalitas akibat
leukemia). Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang, dan urutan ke 10
pada negara maju atau urutan ke 5 secara global. Di Indonesia kanker serviks menduduki urutan
kedua dari 10 kanker terbanyak berdasar data dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens
sebesar 12,7%. Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita penderita
baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk dan setiap tahun terjadi 40 ribu
kasus kanker serviks.
kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup dari penderitanya dan keluarganya serta
juga akan sangat mempengaruhi sektor pembiayaan kesehatan oleh pemerintah. Oleh sebab itu
peningkatan upaya penanganan kanker serviks, terutama dalam bidang pencegahan dan deteksi
dini sangat diperlukan oleh setiap pihak yang terlibat.(kemenkes,2019)
Perkembangan kanker invasif berawal dari terjadinya lesi neoplastik pada lapisan epitel
serviks, dimulai dari neoplasia intraepitel serviks(NIS) 1, NIS 2, NIS 3 atau karsinoma in
situ(KIS).3Selanjutnya setelah menembus membran basalis akan berkembang menjadi
karsinoma mikroinvasif dan invasif.Pemeriksaan sitologi papsmear digunakan sebagai skrining4,
sedangkan pemeriksaan histopatologik sebagai konfirmasi diagnostik. (Kemenkes RI : 2)

Serviks uteri atau serviks merupakan jaringan berbentuk silinder, dengan panjang 2,5 – 3 cm
dan merupakan penghubung vagina dan uterus . Serviks uteri terbentuk dari jaringan ikat,
pembuluh darah, otot polos, dengan konsistensi kenyal. Ada dua bagian utama serviks yaitu bagian
ektoserviks dan bagian endoserviks. Bagian dari serviks yang dapat dilihat dari dalam vagina
selama pemeriksaan ginekologi dikenal sebagai ektoserviks. Endoserviks, atau kanal endoserviks
adalah bagian yang merupakan terusan dari os eksternal yang menghubungkan serviks dan rahim.
Os eksternal adalah pembukaan kanal yang ada diantara endoserviks dan ektoserviks (Huang,
2013).
Serviks dan vagina berasal dari duktus Mulleri yang pada awalnya berada dalam barisan
yang terdiri dari 1 lapis epitel kolumnar. Pada saat usia kehamilan 19 – 20 minggu, epitel kolumnar
pada daerah vagina akan mengalami kolonisasi dan tumbuh ke atas. Hubungan antara epitel
skuamosa pada vagina dan daerah ektoserviks dengan epitel kolumnar pada daerah kanalis
endoserviks disebut hubungan skuamokolumnar original. Posisi sambungan skuamokolumnar
original sangat bervariasi. 66% terletak di daerah ektoserviks, 30% di daerah forniks terutama pada
bayi. Posisi sambungan skuamokolumnar menentukan daerah perluasan metaplasia skuamosa
serviks. Metaplasia skuamosa adalah proses yang penting dalam terjadinya kanker pada serviks
(Putra, 2006)
Permukaan pars vaginalis diselimuti epitel skuamosa, dan pars kanalis serviks uteri dilapisi
oleh epitel kolumnar. Perbatasan antara epitel skuamosa dan kolumnar terdapat di ostium serviks,
sambungan skuamo-kolumnar (SSK) atau zona transformasi yang merupakan tempat predileksi
timbulnya tumor (Huang, 2013)

B.TUJUAN PEMBELAJARAN
Untuk mengetahui etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, anatomi, iagnose regimen terapi
kanker serviks. Cara mendeteksi, monitoring, evaluasi terkait efikasi dan efek samping. Mengetahui
pedoman terapi kanker serviks menggunakan guidline nccn 2020.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KANKER SERVIKS

Pengertian Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks merupakan
sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan berhubungan dengan vagina
melalui ostium uteri eksternum. (kemenkes,2019)
Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah 454.000 kasus1 . Data ini
didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan populasi, registrasi data vital, dan data otopsi verbal
dari 187 negara dari tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden dari kanker serviks meningkat
3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan sekitar 200.000 kematian terkait kanker
serviks, dan 46.000 diantaranya adalah wanita usia 15-49 tahun yang hidup di negara sedang
berkembang.
Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke7 secara global dalam
segi angka kejadian (urutan ke urutan ke6 di negara kurang berkembang) dan urutan ke-8 sebagai
penyebab kematian (menyumbangkan 3,2% mortalitas, sama dengan angka mortalitas akibat
leukemia). Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang, dan urutan ke 10
pada negara maju atau urutan ke 5 secara global. Di Indonesia kanker serviks menduduki urutan
kedua dari 10 kanker terbanyak berdasar data dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens
sebesar 12,7%. Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita penderita
baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk dan setiap tahun terjadi 40 ribu
kasus kanker serviks.
kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup dari penderitanya dan keluarganya serta
juga akan sangat mempengaruhi sektor pembiayaan kesehatan oleh pemerintah. Oleh sebab itu
peningkatan upaya penanganan kanker serviks, terutama dalam bidang pencegahan dan deteksi
dini sangat diperlukan oleh setiap pihak yang terlibat.(kemenkes,2019)
Perkembangan kanker invasif berawal dari terjadinya lesi neoplastik pada lapisan epitel
serviks, dimulai dari neoplasia intraepitel serviks(NIS) 1, NIS 2, NIS 3 atau karsinoma in
situ(KIS).3Selanjutnya setelah menembus membran basalis akan berkembang menjadi
karsinoma mikroinvasif dan invasif.Pemeriksaan sitologi papsmear digunakan sebagai skrining4,
sedangkan pemeriksaan histopatologik sebagai konfirmasi diagnostik. (Kemenkes RI : 2)

B. Anatomi Serviks

Serviks uteri atau serviks merupakan jaringan berbentuk silinder, dengan panjang 2,5 – 3 cm dan merupakan
penghubung vagina dan uterus . Serviks uteri terbentuk dari jaringan ikat, pembuluh darah, otot polos, dengan
konsistensi kenyal. Ada dua bagian utama serviks yaitu bagian ektoserviks dan bagian endoserviks. Bagian dari
serviks yang dapat dilihat dari dalam vagina selama pemeriksaan ginekologi dikenal sebagai ektoserviks.
Endoserviks, atau kanal endoserviks adalah bagian yang merupakan terusan dari os eksternal yang
menghubungkan serviks dan rahim. Os eksternal adalah pembukaan kanal yang ada diantara endoserviks dan
ektoserviks (Huang, 2013).
Serviks dan vagina berasal dari duktus Mulleri yang pada awalnya berada dalam barisan yang terdiri dari 1
lapis epitel kolumnar. Pada saat usia kehamilan 19 – 20 minggu, epitel kolumnar pada daerah vagina akan
mengalami kolonisasi dan tumbuh ke atas. Hubungan antara epitel skuamosa pada vagina dan daerah ektoserviks
dengan epitel kolumnar pada daerah kanalis endoserviks disebut hubungan skuamokolumnar original. Posisi
sambungan skuamokolumnar original sangat bervariasi. 66% terletak di daerah ektoserviks, 30% di daerah
forniks terutama pada bayi. Posisi sambungan skuamokolumnar menentukan daerah perluasan metaplasia
skuamosa serviks. Metaplasia skuamosa adalah proses yang penting dalam terjadinya kanker pada serviks (Putra,
2006) Permukaan pars vaginalis diselimuti epitel skuamosa, dan pars kanalis serviks uteri dilapisi oleh epitel
kolumnar. Perbatasan antara epitel skuamosa dan kolumnar terdapat di ostium serviks, sambungan skuamo-
kolumnar (SSK) atau zona transformasi yang merupakan tempat predileksi timbulnya tumor (Huang, 2013).

C . Patofisiologi kanker serviks

Perkembangan kanker invasif berawal dari terjadinya lesi neoplastik pada lapisan epitel serviks,
dimulai dari Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) 1, NIS 2, NIS 3 atau karsinoma in situ (KIS). Selanjutnya
setelah menembus membrana basalis akan berkembang menjadi karsinoma mikroinvasif dan invasif.
Pemeriksaan sitologi papsmear digunakan sebagai skrining, sedangkan pemeriksaan histopatologik
sebagai konfirmasi diagnostik.
1. Klasifikasi Lesi Prakanker hingga Karsinoma Invasif Pemeriksaan sitologi papsmear digunakan
sebagai skrining, sedangkan pemeriksaan histopatologik sebagai konfirmasi diagnostik.
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks)

D. Etiologi

Penyebab kanker serviks diketahui adalah virus HPV (HumanPapilloma Virus) sub tipe onkogenik,
terutama sub tipe 16 dan18. Adapun faktor risiko terjadinya kanker serviks antara lain: aktivitas
seksual pada usia muda, berhubungan seksual dengan multipartner,merokok, mempunyai anak
banyak, sosial ekonomi rendah, pemakaian pil KB (dengan HPV negatif atau positif), penyakit menular
seksual, dan gangguan imunitas. (Kemenkes RI : 1)

E. Manifestasi Klinik

a. Pendarahan pada vagina


Perdarahan biasanya terjadi setelah melakukan hubungan seksual atau di luar masa haid.
Perdarahan lainnya yang dapat menjadi tanda gejala kanker serviks ialah pendarahan setelah
menopause, biasanya jumlah perdarahannya tidak banyak dan seringkali diabaikan karena tidak
disertai dengan gejala sakit pada perut dan pinggang.
b. Keputihan berulang
Keputihan fisiologis terjadi sebelum dan sesduah menstruasi. Keputihan terlihat bening, tidak
gatal, dan tidak berbau. Keputihan dapat menghilang jika mendapatkan penanganan yang tepat.
Namun, keputihan yang disebabkan oleh kanker biasanya tidak menunjukkan kesembuhan
meskipun sudah ditangani dengan baik dan benar. Keputihan patologis yang dirasakan biasanya
berbau, gatal, dan panas karena sudah terjadi infeksi. (Arum.2015)
CARA MENDETEKSI KANKER SERVIKS
Deteksi lesi pra kanker terdiri dari berbagai metode :
1. Papsmear (konvensional atau liquid-base cytology/LBC );
2. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA);
3. Inspeksi Visual Lugoliodin (VILI);
4. Test DNA HPV (genotyping/hybrid capture).
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks)

F. Diagnose Regimen Kanker Serviks

Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinik. Pemeriksaan klinik ini
meliputi inspeksi, kolposkopi, biopsi serviks, sistoskopi, rektoskopi, USG, BNO-IVP, foto toraks
dan bone scan, CT scan atau MRI, serta PET scan. Kecurigaan metastasis ke kandung kemih atau
rektum harus dikonfirmasi dengan biopsi dan histologik. Konisasi dan amputasi serviks dianggap
sebagai pemeriksaan klinik. Khusus pemeriksaan sistoskopi dan rektoskopi dilakukan hanya
pada kasus dengan stadium IB2 atau lebih. Stadium kanker serviks didasarkan atas pemeriksaan
klinik. Oleh karena itu, pemeriksaan harus cermat dan bila diperlukan dapat dilakukan dalam
narkose. Stadium klinik ini tidak berubah bila kemudian ada penemuan baru. Kalau ada keraguan
dalam penentuan maka dipilih stadium yang lebih rendah.
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks)
Klasifikasi dari Ca. Serviks (FIGO, 1978)
1. stadium 0 : Karsinoma intraepithelial. Stadium ini tidak dimasukkan
kedalam statistic terapetik untuk karsinoma invasive.
2. stadium I : karsinoma terbatas pada serviks
3. stadium Ia : karsinoma invasive hanya ditemukan secara mikroskopik
4. stadium Ib : lesi infasif > 5 mm
5. stadium Ib1 : lesi klinis berukuran < 4mm
6. stadium Ib2 : lesi klinis > 4mm
7. stadium II : karsinoma meluas melampaui serviks, tetapi belum
meluas pada dinding panggul, karsinoma melibatkan vagina
tetapi tidak sampai 1/3 bagian bawah
8. stadium IIa : mengenai vagina tetapi tidak jelas mengenai parametrium
9. stadium IIb : jelas sampai ke parametrium, tetapi belum sampai
kedinding panggul
10. stadium III : karsinoma keluar sampai dinding panggul, tumor
mencapai 1/3 bawah vagina
11. stadium IIIa : tidak mencapai dinding panggul tapi 1/3 bawah vagina
Terkena
12. stadium IIIb : perluasan ke dinding panggul atau hidronefrosis atau
ginjal tidak berfungsi.
13. stadium IV : proses keganasan telah keluar dari dinding panggul kecil
dan melibatkan mukosa rectum dan atau vesika urinaria
atau telah bermetastase keluar panggul atau ketempat yang
jauh.
14. stadium IVa : penyebaran sampai organ didekatnya
15. stadium IVb : telah bermetastase jauh. (Yatim, Faisal 2005 halm:46 )
G. Terapi Pengobatan

KANKER SERVIKS STADIUM AWAL


- Wanita dengan penyakit invasif tahap awal biasanya menjalani operasi untuk mengangkat kanker.
SEBUAH
histerektomi biasanya ditawarkan, dan beberapa kelenjar getah bening pelvis juga dapat diangkat.
- Pasien yang dianggap berisiko tinggi terkena kanker dapat diberikan tambahan
kemoradioterapi setelah operasi mereka.
- Pilihan operasi hemat kesuburan mungkin tersedia untuk pasien yang ingin memiliki anak di masa
depan
(mis. trachelectomy dapat dilakukan alih-alih histerektomi untuk menjaga uterus).
KANKER SERVIKS STADIUM LANJUT SECARA LOKAL
- Penyakit lanjut secara lokal biasanya diobati dengan kemoradioterapi berbasis cisplatin.
- Beberapa pasien mungkin ditawarkan kemoterapi neoadjuvant untuk mengecilkan tumor, diikuti
oleh operasi.
Kanker serviks metastatik
- Penyakit metastasis biasanya diobati dengan kombinasi kemoterapi (paclitaxel dan cisplatin)
dengan terapi bertarget yang lebih baru yang disebut bevacizumab.
- Radioterapi paliatif dapat digunakan untuk mengobati gejala tertentu yang timbul dari
metastasis.
KANKER SERVIKS BERULANG
- Perawatan untuk penyakit kambuhan tergantung pada tingkat kekambuhan.
- Jika tumor kembali sebagai kekambuhan di satu tempat di panggul, radioterapi atau panggul
exenteration dapat ditawarkan.
- Tumor berulang pada organ yang jauh dianggap sebagai kanker metastasis dan dapat diobati
dengan kemoterapi dengan atau tanpa terapi yang ditargetkan.
( Cervical Cancer An ESMO Guide For Patients. ESMO Clinical Practice Guidelines. Hal 5)

1.Operasi
Tujuan pembedahan untuk kanker serviks adalah untuk mengangkat semua sel kanker. Ini
mungkin melibatkan konisasi (penghapusan bagian leher rahim yang berbentuk kerucut),
histerektomi (di mana rahim dan serviks diangkat sepenuhnya) atau trachelectomy (yang
meninggalkan rahim). Selama operasi untuk kanker serviks, beberapa kelenjar getah bening masuk
panggul juga bisa diangkat.
2.Kemoradioterapi
Kemoradioterapi adalah kombinasi dari kemoterapi dan radioterapi. Kemoterapi
menghancurkan kanker sel dan radioterapi menggunakan radiasi pengion untuk merusak DNA sel
kanker, menyebabkan mereka mati. Kemoradioterapi untuk kanker serviks terdiri dari radioterapi
eksternal dan / atau radioterapi internal (brachytherapy) pada saat yang sama dengan kursus
kemoterapi.
3.KEMOTERAPI
Kemoterapi dapat digunakan untuk mengobati beberapa pasien dengan kanker serviks
stadium lanjut, dan sebagai paliatif pengobatan pada penyakit metastasis.
4.RADIOTERAPI
Radioterapi digunakan untuk mengobati beberapa pasien dengan kanker serviks stadium
lanjut lokal (sebagai elemen dari kemoradioterapi) dan juga dapat digunakan untuk mengobati
beberapa gejala penyakit metastasis.
5.TERAPI YANG DITARGETKAN
Terapi yang ditargetkan adalah obat-obatan yang menghalangi jalur pensinyalan tertentu
dalam sel kanker yang mendorong mereka untuk tumbuh. Inhibitor faktor pertumbuhan endotel
vaskular (VEGF) bevacizumab menghentikan tumor merangsang pertumbuhan pembuluh darah
di dalam tumor, membuat mereka kekurangan oksigen dan nutrisi yang mereka butuhkan terus
tumbuh.
( Cervical Cancer An ESMO Guide For Patients. ESMO Clinical Practice Guidelines. Hal 18-19)
H. Monitoring dan Evaluasi

a. Ketarolak
Indikasi: 

penanganan jangka pendek untuk nyeri pasca bedah yang sedang (tablet); penanganan jangka pendek untuk
nyeri akut pasca bedah yang sedang hingga berat (injeksi).

Efek Samping: 

perut tidak enak, konstipasi, diare, dispepsia, kembung, gastritis, perdarahan saluran cerna, nyeri saluran
cerna, mual, pankreatitis, tukak lambung, perforasi, stomatitis, muntah, melena, perdarahan anus, esofagitis,
mimpi yang tidak normal, kemampuan penglihatan dan perasa tidak normal, meningitis aseptik, konvulsi,
depresi, mulut kering, eforia, rasa sangat haus, pusing, mengantuk, halusinasi, sakit kepala, gangguan
pendengaran, hiperkinesia, ketidakmampuan berkonsentrasi, insomnia, mialgia, berkeringat, cemas, vertigo,
reaksi psikotik, gagal ginjal akut, hiperkalemia, hiponatremia, naiknya urea darah dan kreatinin, retensi urin,
bradikardi, flushing, hipertensi, purpura, trombositopenia, palpitasi, nyeri dada, asma, dispnea, udem paru.
(PIONAS, BAB 15. ANESTESIA, 2015)

b. Ranitidin
Indikasi :
Tukak lambung, tukak duodenum, refluks esophagitis, dyspepsia episodic kronik, tukak akibat ains,
Tukak karena H.Pilory, Pengurangan asam lambung.

Efek Samping :
Diare dan gangguan saluran cerna lainnya, pengaruh terhadap pemeriksaan fungsi hati, sakit kepala,
pusing, ruam dan rasa letih. (PIONAS, BAB1 ANTITUKAK, 2015)

c. Cefotaxim
Efek Samping: 
diare dan kolitis yang disebabkan oleh antibiotik (keduany a karena penggunaan dosis tinggi), mual dan
muntah, rasa tidak enak pada saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam, pruritus, urtikaria, serum
sickness-like reactions  dengan ruam, demam dan artralgia, anafilaksis, sindroma Stevens-Johnson, nekrolisis
epidermal toksis, gangguan fungsi hati, hepatitis transien dan kolestatik jaundice; eosinofil, gangguan darah
(trombositopenia, leukopenia, agranulositosis, anemia aplastik, anemia hemolitik); nefritis interstisial
reversibel, gangguan tidur, hiperaktivitas, bingung, hipertonia dan pusing, nervous. (PIONAS, BAB5
ANTIBAKTERI 2015)

d. Dexametason
Indikasi: 

supresi inflamasi dan gangguan alergi; Cushing's disease, hiperplasia adrenal kongenital; udema serebral
yang berhubungan dengan kehamilan; batuk yang disertai sesak napas (bagian 3.2); penyakit rematik (bagian
10.1.2); mata (PIONAS, 2015)
Mengobati Mual dan muntah pre dan Pasca Radioterapi ataupun kemoterapi. (British National Formularium,
ed 74)

Efek Samping :
Kortikosteroid dosis tinggi dapat menyebabkan sindrom Cushing dengan gejala-gejala moon
face, striae  dan acne yang dapat pulih (reversibel) bila terapi dihentikan, tetapi cara menghentikan terapi
harus dengan menurunkan dosis secara bertahap (tappering-off) untuk menghindari terjadinya insufisiensi
adrenal akut. efek saluran pencernaan termasuk dyspepsia, tukak lambung (dengan perforasi), abdominal
distention, pankreatitis akut, ulserasi esophageal dan kandidiasis, efek musculoskeletal termasuk miopati
proksimal, osteoporosis, patah tulang dan tulang belang, avascular osteonecrosis, tendon rupture, efek
endokrin termasuk supresi adrenal, haid tidak teratur dan amenore, Cushing's syndrome (pada dosis tinggi,
biasanya kembali bila dihentikan), hirsutism, berat badan bertambah, keseimbangan nitrogen dan kalsium
negatif, peningkatan nafsu makan, memperberat infeksi, efek neuropsikiatrik termasuk
euporia, psychological dependence, depresi insomnia, meningkatkan tekanan intracranial dengan papilodema
pada anak (biasanya setelah dihentikan), psikosis dan aggravation of schizophrenia, aggravation of epilepsy;
efek optalmik termasuk glaukoma, papilloedema, katarak subkapsular posterior, corneal atau scleral
thinningdan eksaserbasi virus mata atau penyakit jamur; efek samping lain termasuk gagal penyembuhan,
atropi kulit, menimbulkan luka memar, striae, telangiectais, jerawat,rupture jantung diikuti infark jantung,
gangguan cairan dan elektrolit, leukositosis, reaksi hipersensitif (termasuk pencegahan), tromboembilisme,
mual, muntah, cekukan.
(PIONAS, BAB 6 SISTEM ENDOKRIN, 2015)

e. VitK
Indikasi :

Vitamin K diperlukan untuk produksi faktor pembeku darah dan berbagai protein yang diperlukan untuk
kalsifikasi tulang yang normal. Karena vitamin K larut dalam lemak, penderita dengan malabsorpsi lemak,
khususnya bila ada obstruksi bilier atau penyakit hati, bisa mengalami defisiensi. Pemberian oral untuk
pencegahan defisiensi vitamin K pada sindrom malabsorpsi, sediaan larut air, menadiol natrium fosfat  harus
digunakan;(PIONAS, BAB GIZI DAN DARAH, 2015)

f. VitC
Indikasi :
Berkhasiat antiviral, dan antibakteri. Kompleks dan yang terpenting adalah pembentukan kolagen, yaitu
protein bahan penunjang utama dalam tulang/tulang rawan dan jaringan ikat. Sebagai terapi dan
pencegahan defisiensi; mengobati selesma, antilipemik, mempercepat pertumbuhan borok dan luka,
kanker, memperbaiki fungsi oto dan peyakit Pfeiffer. (Drs. Tan Hoan Tjay, Ed7, 2018 : 861-862)
g. Asam Tranexamat
Indikasi:  fibrinolisis lokal; menoragia
Efek Samping: mual, muntah, diare (kurangi dosis); pusing pada injeksi intravena cepat. (PIONAS, BAB 2
KARDIOVASKULAR, 2015)
h. Paclitaxel
Indikasi :
Obat ini digunakan khusus pada kanker ovarium dan kanker payudara yang bermetastasis setelah terapi
dengan cisplatin tidak memberikan hasil.

Efek samping :
Gejala Myelosupresi hebat, terutama neutropenia (Reversibel), juga alopecia total, neuropathie, demam,
gejala muntah dn muntah hanya ringan. (Drs. Tan Hoan Tjay, Ed7, 2018 : 232)
BAB III
KESIMPULAN

Pemberian terapi Vit. K DAN vitC pada pengobatan pasien tidak rasional. Kombinasi vitamin C dan E
sebagai antioksidan dari luar akan mengikat radikal bebas yang mempengaruhi sumsum tulang sehingga
dapat menghambat penurunan sistem hemopoetik. Pada penelitian ini, pemberian vitamin C dan E dosis
tinggi belum dapat memberikan arti klinis terhadap sistem hemopoetik (anemi, lekopeni dan trombositopeni)
karena dosis cisplatin yang masih rendah, sehingga efek pengaruh vitamin C dan sebagai antioksidan belum
optimal, namun bisa dipertimbangkan pemberianvitamin C dan E dosis tinggi untuk mencegah penurunan
kadar hemoglobin dan jumlah lekosit akibat cisplatin. (Yusuf Aminullah, Dkk, Vol1 No2, hal 93)

Anda mungkin juga menyukai