Asas Asas Hukum Islam
Asas Asas Hukum Islam
Tentang
Disusun Oleh
REZKY : 1916010057
Dosen Pembimbing:
Dr.ANTON AKBAR,M.Ag.
2020
KATA PENGANTAR
Sekian pengantar dari kami, sesungguhnya yang benar datangnya dari Allah dan yang
salah datangnya dari kami sendiri. Mohon maaf jika ada kesalahan yang kami perbuat, terima
kasih atas perhatiannya.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................5
BAB III................................................................................................................................................12
PENUTUP...........................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak bisa melepaskan diri dari aktivitas-aktivitas
yang bernuansa hukum. Selama kita melakukan suatu aktivitas, kita berarti melakukan
tindakan hukum. Permasalahannya adalah, tidak banyak orang yang menyadari bahwa dirinya
telah melakukan aktivitas hukum. Agar kita menyadari dan memahami bahwa kita telah
melakukan aktivitas hukum, maka kita harus memahami apa dan bagaimana sebenarnya
hukum itu.
Setiap Muslim seharusnya (atau bisa dikatakan wajib) memahami hukum dan
permasalahannya, khususnya hukum Islam. Aktivitas seorang Muslim sehari-hari tidak bisa
lepas dari permasalahan hukum Islam, baik ketika dia melakukan ibadah kepada Allah atau
ketika dia melakukan hubungan sosial (muamalah) di tengah-tengah masyarakat.
Permaslahan yang muncul sama seperti di atas, yakni tidak sedikit kaum Muslim yang belum
memahami hukum Islam, bahkan sama sekali tidak memahaminya, sehingga aktivitasnya
banyak yang belum sesuai atau bertentangan dengan ketentuan hukum Islam.
1.2 Rumusan Masalah.
Sehubungan dengan uraian batasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang
akan diajukan sebagai berikut :
2. Apa saja asas asas hukum islam dalam konteks hukum umum, hukum pidana, dan
hukum perdata?
BAB II
Perkataan asas berasal dari bahasa Arab, asasun. Artinya dasar, basis, pondasi. Kalau
dihubungkan dengan sistem berfikir, yang dimaksud dengan asas adalah landasan berfikir
yang sangat mendasar.
Jika kata asas dihubungkan dengan hukum, yang dimaksud dengan asas adalah
kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuan berpikir dan alasan pendapat, terutama,
dalam penegakan dan pelaksanaan hukum. Asas hukum pidana, misalnya, seperti disinggung
di atas adalah tolok ukur dalam pelaksanaan hukum pidana. Asas hukum, pada umumnya,
berfungsi sebagai rujukan untuk mengembalikan segala masalah yang berkenaan dengan
hukum.
Asas hukum Islam berasal dari sumber hukum Islam terurama Alquran dan Al-Hadis
yang dikembangkan oleh akal pikiran orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Asas-
asas hukum Islam banyak, disamping asas-asas yang berlaku umum, masing-masing bidang
dan lapangan mempunyai asas- nya sendiri-sendiri.
Sebagai sumbangan dalam penyusunan asas-asas hukum ukump nasional, Tim itu
hanya mengedepankan:
Asas asas umum hukum Islam yang meliputi semua bldang dan segala lapangan
hukum Islam adalah (1) asas keadilan, 2) asas kepastian hukum, dan (3) asas
kemanfaatan.
Asas-asas dalam lapangan hukum perdata Islam antara lain adalah (1) asas kebolehan
atau mubah, (2) asas kemaslahatan hidup, (3) asas kebebasan dan kesukarelaan, (4) asas
menolak mudarat, mengambil manfaat, (5) asas kebajikan, (6) asas kekeluargaan, (7) asas
adil dan berimbang, (8) asas mendahulukan kewajiban dari hak, (9) asas larangan merugikan
diri sendiri dan orang lain, (10) asas kemampuan berbuat, (11) asas kebebasan berusaha, (12)
asas mendapatkan hak karena usaha dan jasa, (13) asas perlindungan hak, (14) asas hak milik
berfungsi sosial, (15) asas yang beriktikad baik harus dilindungi, (16) asas risiko dibebankan
pada benda atau narta, tidak pada tenaga atau pekerja, (17) asas mengatur. sebagai petunjuk,
dan (18) asas perjanjian tertulis atau ucapkan di depan saksi.
A. Asas keadilan
Asas keadilan merupakan asas yang penting dalam hukum islam. Demikian
pentingnya, sehingga ia dapat disebur bagai asas semua asas bukum Islam Di dalam Alquran
karena pentingnya kedudukan dan fungsi kata itu, keadilan disebut lebih dari 1000 kalı,
terbanyak setelah Allah dan ilmu pengetahuan.
Asas kepastian hukum, antara lain disebut secara umum dalam kalimtat terakhir Surat
Bani Israil, ayat15 yang terjemahannya “dan tidaklah kami menjatukan hukuman, kecuali
setelah kami mengutus seorang rasul untuk menjelaskan (aturan dan ancaman) hukuman itu”
Dari ayat tersebut disimpulkan asas kepastian hukum yang menyatakan bahwa tidak
ada satu perbuatan pun dapat dihukum kecuali atas kekuatan dan ketentuan hukum atau
peraturan perundang-undangan yangada dan berlaku untukperbuatan itu.
C.Asas Kemanfaatan
Asas kemanfatan adalah asas yang mengiringi asas keadilan dan kepastian hukum
tersebut diatas. Dalam melaksanakan asas keadilan dan kepastian hukum seharusnya
dipertimbangkan asas kemanfaatannya, baik bagi bersangkutan sendiri maupun bagi
kepentingan masyarakat.
Ilmu pengetahuan tentang hukum pidana dapat dikenal beberapa asas yang sangat
penting untuk diketahui, karena dengan asas-asas yang ada itu dapat membuat suatu
hubungan dan susunan agar hukum pidana yang berlaku dapat di pergunakan secara
sistematis, kritis dan harmonis. Pada hakekatnya dengan mengenal, menghubungkan, dan
menyusun asas didalam hukum pidana pasif itu, berarti menjalankan hukum secara
sistematis, kritis dan harmonis sesuai dengan dinamika garis-garis yang ditetapkan dalam
politik hukum pidana.
A.Asas Legalitas
Yangdimaksud dengan asas legalitas adalah asas yang menyatakan bahwa tidak ada
pelanggaran dan tidak ada hukuman sebelum adaundang-undang yang mengaturnya. Asas ini
didasarkan pada alquran surat Al-Isra’ ayat 15. Asas Lealitas ini telah ada dalam hukum
islam sejak Alquran diturunkan.
Adalah seseorang yang dituduh melakukan kejahatan harus dianggap tidka bersalah
sebelum hakim dan bukti-bukti yang meyakinkan menyatakan dengan tegas kesalahan orang
itu.
Hukum perdata adalah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang
lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat
maupun keluarga.
Asas kemaslahatan hidup adalah asas yang mengandung makna bahwa hubungan
perdata apapun juga dpat dilakukan asal hubungan itu mendatangkan kebaikan,berguna serta
berfaedah bagi kehidupan pribadi dan masyarakat.
Asas ini mengandung bahwa setiap hubungan perdata harus dilakukan bebas dan
sukarela.
Asas ini mengandung makna bahwa harus dihindari segala bentuk hubungan perdata
yangmendatangkan kerugian(mudarat) dan mengembangkan(hubungan perdata) yang
bermanfaat bagi sendiri dan masyarakat
5. Asas kebajikan (kebaikan)
Adalah asas hubungan perdata yang disandarkan pada horma menghormati, kasih
mengasihi serta tolong menolong dalam mencapai tujuan bersama. Asas ini menunjukan
hubungan perdata antara para pihak menganggap diri masing-masing sebagai satu keluarga.
Asas adil mengandung makna bahwa hubungan perdata tidak boleh mengandung
unsur-unsur penipuan,penindasan, pengambilan kesempatan pada waktu pihak lain sedang
kesempitan.
Dalam sistem ajaran islam, orang orang baru memperoleh haknya, misal memperoleh
imbalan (pahala)nsetelah ia menunaikan kewajibannya lebih dahuu. Asas ini merupakan
kondisi humum yang mendoring terhindarnyaingjar janji.
Merusak harta tidak merugikan diri sendiri, tapi merugikan orang lain, tidak
dibenarkan dalam hukumisla. Ini berarti bahwa mehancurkan ataumemusnahkan barang,
untuk mencapai kemantapan harga,tidak dibenarkan dalam hukum islam.
Asas ini mengandung arti bahwa setiaporang mempunyai kesempatan yang sama
untuk berusaha tanpa batasan,kecuali yang telah ditentukan batasannya dalam hukum islam.
Asas ini mengandung makna bahwa seseorang akan mendapatkan hak misalnya,
berdasarkan usaha dan jasa, baik yang dilakukannya sendiri maupun usaha yang
dilakukannya bersama orang lain.
Asas ini mengandung arti bahwa semua hak yang diperoleh seseorang dengan jalan
halal dan sah, harus dilindungi. Bila hak itu dilanggar oleh satu pihak dalam hubungan
perdata,pihak yang dirugikan berhak menuntut pengembalian hak itu atau menuntut kerugian
pada pihak yang merugikan.
Agamaislam mengajarkan bahawa harta yang telah dapat dikumpulkan oleh seseorang
dalam jumlah tertentu, wajib dalam waktu tertentu dikeluar zakatnya untuk kepentingan
delapan golongan masyarakat (diantaranya fakir miskin)
Asas ini berkaitan erat dengan asas lain yangmenyatakan bahwa orang yang
melakukan perbuatan tertentu bertanggung jawab atas perbuatannya. Namun, jika adapihak
yang melakukan hubungan perdata tidak melakukan cacat yang tersembunyi dan mempunyai
itikad baik dalam hubungan perdata, kepentingannya harus dilindungi dan berhak untuk
menuntut sesuatu jika ia dirugikan karena iktikad baiknya.
Asas ini mengandung penialaian yang tingi terhadap kerja dan pekerja, berlaku
terutama pada perusahaan yang merupakan persekutuan antara pemilik modal dan tenaga
kerja. Jika perushaan merugi, maka menurut asas ini, kerugian hanya dibebankan kepada
pemilik modal saja, tidak kepada pekerjanya.
Sesuai dengan sifat hukum keperdataan pada umumnya, dalam hukum Islam berlaku
asas yang menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan hukum perdata, kecuali yang bersifat ijbari
karena ketentuannya telah qath'i, hanyalah bersifat mengatur dan memberi petunjuk saja
kepada orang-orang yang akan memanfaatkannya dalam mengadakan hubungan perdata.
Asas ini mengandung makna bahwa hubungan perdata selayaknya dituangkan dalam
perjanjian tertulis di hadapan saksi-saksi (QS Al-Baqarah (2):282). Namun, dalam keadaan
tertentu, perjanjian itu dapat saja dilakukan secara lisan di hadapan saksi-saksi yang
memenuhi syarat baik mengenai jumlahnya maupun mengenai kualitas orangnya.
Dalam ikatan perkawinan sebagai salah-satu bentuk perjanjian (suci) antara seorang
pria degan seorang wanita, yang mempunyai segi-segi perdata, berlaku beberapa asas, di
antaranya
(1) 'kesukarelaan' merupakan asas terpenting perkawinan Islam. Kesukarelaan itu tidak hanya
harus terdapat antara kedua calon suami-istri, tetapi juga antara kedua orang rua kedua belah
pihak. Kesukarelaan orang tua yang menjadi wali seorang wanita, merupakan sendi asasi
perkawinan Islam. Dalam berbagai hadis nabi, asas ini dinyatakan dengan tegas.
(2) persetujuan kedua belah pihak merupakan kon- sekuensi logis asas pertama tadi. Ini
berarti bahwa tidak boleh ada paksaan dalam melangsungkan perkawinan. Persetujuan
seorang gadis untuk dinikahkan dengan seorang pemuda, misalnya, harus diminta lebih
dahulu oleh wali atau orang tuanya. Menurut Sunnah nabi, persetujuan itu dapat disim-
pulkan dari diamnya gadis tersebut. Dari berbagai Sunnah nabi dapat diketahui bahwa
perkawinan yang dilangsungkan tanpa persetujuan kedua belah pihak, dapat dibatalkan oleh
pengadilan.
(3) kebebasan memilih pasangan, juga disebutkan dalam Sunnah nabi. Diceritakan oleh Ibnu
Abbas bahwa pada suatu ketika seorang gadis bernama Jariyah menghadap Rasulullah dan
menyatakan bahwa ia telah dikawinkan oleh ayahnya dengan seseorang yang tidak
disukainya. Setelah mendengar pengaduan itu, nabi menegaskan bahwa ia (Jariyah) dapat
memilih untuk meneruskan perkawinan dengan orang yang tidak disukainya itu atau meminta
supaya perkawinan- nya dibatalkan untuk dapat memilih pasangan dan kawin dengan orang
yang disukainya.
Asas (4)kemitraan suami-istri dengan tugas dan fungsi yang berbeda karena perbedaan kodrat
(sifat asal, pembawaan) disebut dalam Alquran surat Al-Nisa' ayat 34 dan sur Al-Baqarah
ayat 187. Kemitraan ini menyebabkan kedudukan suami-istri dalam beberapa hal sama,
dalam hal lain berbeda suami menjadi kepala keluarga, istri men jadi kepala dan penanggung
jawab pengaturan rumah tangga.
Asas (6) monogami terbuka, disimpulkan dari Alquran surat Al-Nisa' ayat 3 dan ayat 129. Di
dalam ayat 3 dinyatakan bahwa seorang pria Muslim dibolehkan atau boleh beristri lebih dari
seorang, asal memenuhi beberapa syarat tertentu. antaranya adalah syarat mampu berlaku adil
terhadap semua wanita yang menjadi istrinya. Dalam ayat 129 surat yang sama allah
menjelaskan bahwa manusia tidak mungkin berlaku adil terhadap istri istrinya walaupun ia
ingin berbuat demikian.oleh karena itu ketidak mungkinan berlaku adil terhadap istr-isrti itu
maka allah menegaskan bahwa seorang laki-laki lebih baik kawin dengan seorang wanita
saja.
Asas hukum kewarisan Islam yang dapat disalurkan dari Alquran dan Al-Hadis,
seperti , di antaranya adalah (1) ijbari, (2) bilateral, (3) individual, (4) keadilan berimbang,
dan (5) akibat kematian.
Asas (1) ijbari yang terdapat dalam hukum kewarisan Islam mengandung arti bahwa
peralihan harta seorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan
sendirinya menurut ketetapan Allah tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli
waris.
Asas (2) adalah asas 'bilateral,' berarti bahwa seseorang menerima hak kewarisan dari kedua
belah pihak yaitu da pihak kerabat keturunan laki-laki dan dari pihak kerabu keturunan
perempuan. Asas ini dapat dilihat dalam surat Al- Nisa' (4) ayat 7, 11, 12 dan 176. Di dalam
ayat 7 surat tersebur ditegaskan bahwa seorang laki-laki berhak mendapat waris dari ayahnya
dan juga dari ibunya. Demikian juga halnya dengan perempuan. Ia berhak mendapat warisan
dalan kewarisan bilateral. Secara terinci asas itu disebutkan jaa dalam ayat-ayat lain di atas.
Asas (3) adalah asas 'individual.' Asas ini menyatat bahwa harta warisan dapat
dibagi-bagi pada masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara perorangan. Dalam
pelaksanaannya seluruh harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang kemudian
dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak menerimanya menurut kadar bagian masing
masing. Dalam hal ini setiap ahli waris berhak atas bagian yang didapatnya tanpa terikat
kepada ahli waris yang lain, karena bagian masing-masing sudah ditentukan.
Asas (4) adalah asas 'keadilan yang berimbang.' Asas ini mengandung arti bahwa
harus senantiasa terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara hak yang diperoleh
seseorang, dengan kewajiban yang harus ditunaikannya. Laki- laki dan perempuan misalnya,
mendapat hak yang sebanding dengan kewajiban yang dipikulnya masing-masing (kelak)
dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Dalam sistem kewarisan Islam, harta peninggalan
yang diterima oleh ahli waris dari pewaris pada hakikatnya adalah pelanjutan tanggung jawab
pewaris terhadap keluarganya. Oleh karena itu, perbedaan bagian yang diterima oleh masing-
masing ahli waris berimbang dengan perbedaan tanggung jawab masing-masing terhadap
keluarga.
Asas (5) adalah asas yang menyatakan bahwa kewarisan ada kalau ada yang
meninggal dunia. Ini berarti bahwa kewaris semata-mata sebagai 'akibat kematian' seseorang.
Menurut ketentuan Hukum kewarisan Islam, peralihan harta seseorang kepada orang lain
yang disebut dengan nama kewarisan, terjadi setelah orang yang mempunyai harta meninggal
dunia. Ini berarti bahwa harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain,selama orang
yang mempunyai harta masih hidup.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asas hukum itu adalah dasar-dasar umum yang terkandung dalam peraturan hukum,
dasar-dasar umum tersebut merupakan sesuatu yang mengandung nilai-nilai etis.sedangkan
sistem hukum adalah kesatuan utuh dari tatanan-tatanan yang terdiri dari bagian-bagian atau
unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan berkaitan secara erat. Untuk
mencapai suatu tujuan kesatuan tersebut perlu kerja sama antara bagian-bagian atau unsur-
unsur tersebut menurut rencana dan pola tertentu.
3.2 Penutup
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan
penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi
penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. C.S.T. Kansil, pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia,jakarta, 1976