Laporan Kasus Krisis HT
Laporan Kasus Krisis HT
HIPERTENSI URGENSI
Disusun Oleh :
dr Muamar Amirullah
Pembimbing :
dr Antonius
Anton Rumambi DK, M.Kes.
EPIDEMIOLOGI
Duapuluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien hipertensi
krisis. Data di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi dari 6,7%
pada penduduk berusia 20-39 tahun, menjadi 65% pada penduduk berusia di atas 60 tahun.
Data ini dari total penduduk 30% diantaranya menderita hipertensi dan hampir 1%-2% akan
berlanjut menjadi hipertensi krisis disertai kerusakan organ target (1).
Sebagian besar pasien dengan stroke perdarahan mengalami hipertensi krisis. Pada
JNC VII tidak menyertakan hipertensi krisis ke dalam tiga stadium klasifikasi hipertensi,
namun hipertensi krisis dikategorikan dalam pembahasan hipertensi sebagai keadaan khusus
yang memerlukan tatalaksana yang lebih agresif (1).
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII (2)
Kategori TD sistolik (mmHg) TD diastolik (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Pre-hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Stadium 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi Stadium 2 > 160 Atau > 100
DEFINISI
Terdapat perbedaan dari beberapa sumber mengenai definisi peningkatan darah akut. Definisi
yang paling sering dipakai adalah :
1. Hipertensi emergensi (darurat)
Peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg secara mendadak
disertai kerusakan organ target. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin
dalam satu jam dengan memberikan obat-obatan anti-hipertensi intravena.
[1]
2. Hipertensi urgensi (mendesak)
Peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi emergensi namun tanpa disertai kerusakan
organ target. Pada keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan
memberikan obat-obatan anti hipertensi oral.
Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :
1. Hipertensi refrakter
Respon pengobatan yang tidak memuaskan dan tekanan darah > 200/110 mmHg, walaupun
telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.
2. Hipertensi akselerasi
Peningkatan tekanan darah diastolik > 120 mmHg disertai dengan kelainan funduskopi. Bila
tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.
3. Hipertensi maligna
Penderita hipertensi akselerasi dengan tekanan darah diastolik > 120-130 mmHg dan kelainan
funduskopi disertai papil edema, peninggian tekanan intrakranial, kerusakan yang cepat dari
vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapatkan pengobatan.
Hipertensi maligna biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi esensial ataupun
sekunder dan jarang pada penderita yang sebelumnya mempunyai tekanan darah normal.
4. Hipertensi ensefalopati
Kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit kepala yang hebat,
penurunan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversibel bila tekanan darah tersebut
diturunkan.
[2]
FAKTOR PENYEBAB KRISIS HIPERTENSI
Hipertensi esensial
Penyakit Parenkim Ginjal
Pielonefritis Kronik
Glomerulonefritis
Nefritis tubulointerstisial
Penyakit Vaskular pada Ginjal
Stenosis Arteri Renalis
Makroskopis poliarteritis nodusa
Obat-obatan
Penghentian tiba-tiba obat obatan agonis alfa-2 adrenergik yang bekerja sentral seperti
clonidine dan metildopa
Intoksikasi obat simpatomimetik (kokain, dll)
Interaksi dengan obat MAO-Inhibitor (phenilzine, selegiline)
Kehamilan
Eklampsia/pre-eklampsi berat
Endokrin
Feokromositoma
Aldosteronisme primer
Kelebihan hormone glukokortikoid
Tumor yang mensekresikan rennin
Kelainan Sistem Saraf Pusat
Stroke hemoragik
Cedera Kepala
MEKANISME AUTOREGULASI
Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan
darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai
tingkatan perubahan konstriksi/dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan darah turun maka akan
terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu
normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Atrial Pressure (MAP) 60-70
mmHg. Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen
lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang menurun. Bila mekanisme
ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap,
[3]
pingsan dan sinkop. Pada
da penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskular
serebrovask dan usia tua,
batas ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada
pada kurva, sehingga
pengurangan aliran darah dapat terjadi pada tekanan darah yang lebih tinggi (lihat gambar 2)
(1)
.
(1)
Gambar 1. Patofisiologi hipertensi emergensi .
[4]
Gambar 2. Kurva Autoregulasi Pada Tekanan Darah (1)
[5]
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis krisis hipertensi berhubungan dengan kerusakan organ target yang ada.
Tabel 2. Prevalensi kerusakan target organ
Pada pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial akan dijumpai keluhan
sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa hemiparesis atau
paresis nervus cranialis. Pada hipertensi ensefalopati didapatkan penurunan kesadaran dan
atau defisit neurologi fokal. Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan retinopati
dengan perubahan arteriola, Perdarahan dan eksudasi maupun papiledema. Pada sebagian
pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan seperti; angina,
akut miokardial infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal
ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi (1,5,7).
[6]
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi harus dapat dilakukan
dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat menunjukkan organ mana yang mengalami
gangguan.
Anamnesis
Anamnesis tentang riwayat penyakit hipertensinya, obat-obatan anti hipertensi yang rutin
diminum, kepatuhan minum obat, riwayat pemakaian obat-obatan yang dapat menaikkan
tekanan darah seperti kokain, phencyclidine (PCP), Lysergic Acid Diethylamide (LSD),
amphetamin, atau obat-obat simpatomimetic lainnya. Gejala sistem saraf (nyeri kepala,
perubahan mental, ansietas). Gejala sistem ginjal (BAK berwarna merah, jumlah urin
berkurang). Gejala sistem kardiovaskuler (adanya sesak napas, payah jantung, kongestif dan
oedema paru, nyeri dada). Riwayat penyakit yang menyertai dan penyakit kardiovaskular
atau ginjal (glomerulonefritis, pyelonefritis) penting dievaluasi. Hal yang juga perlu untuk
dievaluasi adalah riwayat kehamilan untuk mencari tanda eklampsia sebagai penyebab krisis
hipertensi(1,2,3).
[7]
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah setelah beristirahat pada posisi
(baring dan berdiri) pada kedua tangan. Begitu pula nadi diperiksa pada keempat ekstremitas,
auskultasi paru untuk mencari edema paru, auskutasi jantung untuk mencari murmur/gallop,
auskultasi arteri renalis untuk mencari bruit dan pemeriksaan neurologis serta funduskopi.
Dilakukan funduskopi untuk melihat : edema retina, perdarahan retina, eksudat pada retina
atau papil edema. Pemeriksaan kardiovaskuler dinilai apakah ada peningkatan tekanan vena
jugularis, bunyi jantung 3, diseksi aorta, defisit nadi. Pemeriksaan neurologi untuk menilai
tanda perubahan neurologis yang segera terjadi atau berkelanjutan. Tanda hipertensi
ensefalopati seperti disorientasi, gangguan kesadaran, defisit neurologis fokal dan kejang
fokal.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara, yaitu :
a. Pemeriksaan segera seperti :
Darah : Rutin, BUN, creatinine, elektrolit
Urine : Urinalisa
EKG : 12 lead : melihat tanda iskemi
Rontgen Thoraks : Rontgen thorax dapat dilakukan untuk menilai ukuran jantung, tanda
edema paru serta penapisan awal terjadinya diseksi aorta akut.
b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung keadaan klinis dan hasil pemeriksaan pertama)
Dugaan kelainan ginjal : IVP, renal angiografi, biopsi renal
Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : CT scan
Bila disangsikan feokromositoma : urine 24 jam untuk khatekolamin, metamefrin,
Venumandelic Acid (VMA)
Echocardiografi dua dimensi : membedakan gangguan fungsi diastolik dari gangguan
fungsi sistolik ketika tanda gagal jantung didapatkan.
Berikut adalah bagan alur pendekatan diagnostik pada pasien hipertensi (1,2,5) :
[8]
Pasien dengan Hipertensi
Tidak Ya
- Pre-hipertensi 1. Neurologi
TDS 120-139 - Tanda Stroke Iskemik/Hemoragik
TDD 80-89 Nyeri kepala
- Hipertensi stadium 1 Muntah
TDS 140-159
Penurunan kesadaran
TDD 90-99
Kelumpuhan anggota gerak/paresis n. cranialis
- Hipertensi stadium 2
Bicara pelo
TDS > 160
Mulut mencong
TDD > 100
- Flapping Tremor
2. Jantung & Paru
- Nyeri dada
Tatalaksana - Perbedaan TD lengan kanan/kiri > 20 mmHg (diseksi aorta)
- Auskultasi : murmur/mitral regurgitasi/gallop
- Peninggian JVP
- Ronkhi basah/sesak napas
3. Ginjal
- Edema perifer
- Oliguria/anuria
- Hematuria/proteinuria
- Peningkatan ureum kreatinin
4. Mata
- Funduskopi Keith-Wagner (KW) III atau IV
Tidak Ya
[9]
PENATALAKSANAAN
1. Hipertensi Urgensi
A. Penatalaksanaan Umum
Manajemen penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi tidak
membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian obat-obatan oral aksi cepat akan memberi
manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal Mean Arterial Pressure (MAP)
dapat diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal standard goal penurunan tekanan
darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg. Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi
parenteral maupun oral bukan tanpa risiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian
loading dose obat oral anti-hipertensi dapat menimbulkan efek akumulasi dan pasien akan
mengalami hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi penggunaan kombinasi obat oral
merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan hipertensi urgensi.
B. Obat-obatan spesifik untuk hipertensi urgensi
Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dengan onset
mulai 15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25 mg sebagai dosis awal kemudian tingkatkan
dosisnya 50-100 mg setelah 90-120 menit kemudian. Efek yang sering terjadi yaitu batuk,
hipotensi, hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal (khusus pada pasien dengan stenosis
pada arteri renal bilateral).
Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering digunakan pada pasien
dengan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang dilakukan pada 53 pasien dengan hipertensi
urgensi secara random terhadap penggunaan nicardipine atau placebo. Nicardipine memiliki
efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan placebo yang mencapai 22% (p=0,002).
Penggunaan dosis oral biasanya 30 mg dan dapat diulang setiap 8 jam hingga tercapai
tekanan darah yang diinginkan. Efek samping yang sering terjadi seperti palpitasi,
berkeringat dan sakit kepala.
Labetalol adalah gabungan antara α1 dan β-adrenergic blocking dan memiliki waktu kerja
mulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian labetalol memiliki dose range yang sangat lebar
sehingga menyulitkan dalam penentuan dosis. Penelitian secara random pada 36 pasien,
setiap grup dibagi menjadi 3 kelompok; diberikan dosis 100 mg, 200 mg dan 300 mg secara
oral dan menghasilkan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik secara signifikan.
Secara umum labetalol dapat diberikan mulai dari dosis 200 mg secara oral dan dapat
diulangi setiap 3-4 jam kemudian. Efek samping yang sering muncul adalah mual dan sakit
kepala.
[10]
Clonidine adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (α2-adrenergicreceptor agonist)
yang memiliki mula kerja antara 15-30 menit dan puncaknya antara 2-4 jam. Dosis awal bisa
diberikan 0,1-0,2 mg kemudian berikan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai tercapainya tekanan
darah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. Efek samping yang sering terjadi
adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.
Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki pucak kerja antara 10-20
menit. Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan oleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi
karena dapat menurunkan tekanan darah yang mendadak dan tidak dapat diprediksikan
sehingga berhubungan dengan kejadian stroke.
2. Hipertensi Emergensi
A. Penatalaksanaan Umum
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung pada kerusakan
organ target. Manajemen tekanan darah dilakukan dengan obat-obatan parenteral secara tepat
dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan darah bisa
dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah masih
belum jelas, tetapi penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan
15% pada 2-3 jam berikutnya. Penurunan tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan
mengakibatkan jantung dan pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi. Untuk menghindari
hal tersebut maka pemberian anti hipertensi yang lebih bisa dikontrol secara intravena lebih
dianjurkan dibanding terapi oral atau sublingual seperti Nifedipine. Tujuan penurunan TD
bukanlah untuk mendapatkan TD normal, tetapi lebih untuk mendapatkan penurunan tekanan
darah yang terkendali. Penurunan tekanan darah diastolik tidak kurang dari 100 mmHg.
Tekanan sistolik tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg
selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu (misal : disecting aortiic
aneurisma). Penurunan TD tidak lebih dari 20 % dari MAP ataupun TD yang didapat.
Kemudian dilakukan observasi terhadap pasien, jika penurunan tekanan darah awal dapat
diterima oleh pasien dimana keadaan klinisnya stabil, maka 24 jam kemudian tekanan darah
dapat diturunkan secara bertahap menuju angka normal.
[12]
Tabel 5. Obat-obatan yang digunakan untuk hipertensi emergensi
[13]
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. NS
Umur : 57 tahun
Agama : Islam
II. Anamnesis
Keluhan Utama :
Pasien datang ke UGD dengan keluhan keluar darah dari hidung sejak 1 jam SMRS,
keluhan dirasakan tiba-tiba saat pasien sedang duduk nonton TV. Darah yang keluar
berwarna merah segar. Darah keluar dari kedua hidung dan saat pasien meludah kadang-
kadang juga terdapat darah. Pasien merasa pusing. Pasien tidak merasakan pusing berputar.
Keluhan nyeri kepala, mual, muntah disangkal. Keluhan hidung berdarah tanpa penurunan
kesadaran.
Pasien menyangkal keluhan nyeri kepala disertai pandangan kabur, penglihatan ganda,
nyeri dan gatal pada mata. Tidak terdapat adanya kelemahan anggota gerak, tidak terdapat
rasa kesemutan, tidak terdapat lidah pelo, Buang air kecil dan buang air besar lancar tanpa
keluhan. Pasien tidak ada riwayat trauma pada hidung. riwayat benda asing di hidung
disangkal.
[14]
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien sebelumnya mengalami pilek dan sering kambuh. Pasien mengaku mempunyai
riwayat darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu dan tidak rutin kontrol. Riwayat penyakit
serupa disangkal. Riwayat trauma disangkal, riwayat batuk lama disangkal. Pasien
menyangkal riwayat penyakit jantung, penyakit kencing manis, dan penyakit asma.
Pasien mengaku tidak mengkonsumsi obat obatan dalam jangka waktu lama dan dekat
Pasien mengaku terdapat anggota keluarga yang mengalami penyakit seperti pasien.Ibu
[15]
Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi, nyeri tekan (-)
Rhinoskopi anterior : Rhinorrhea (+)/(+), perdarahan aktif (-)/(-), massa (-)/(-), polip
(-)/(-)
Mulut : Mulut simetris, tidak ada deviasi, Tonsil T1/T1, sianosis (-), deviasi
lidah (-)
Leher
Trakea berada di tengah, tidak deviasi dan intak, Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
dan kelenjar getah bening, JVP tidak meningkat.
Thoraks
Pulmo
Inspeksi : Bentuk dada kanan kiri simetris, pergerakan nafas kanan sama
dengan kiri , tidak ada penonjolan masa.
Palpasi : fremitus taktil kanan sama dengan kiri
Perkusi :sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : ves +/+, ronki -/-, Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pulsasi, tidak ada vibrasi
Perkusi Batas jantung :
o Batas atas : ICS II garis parasternalis kiri
o Batas kanan : ICS V garis sternalis kanan
o Batas kiri : ICS V garis axillaris anterior kiri
Auskultasi : S1 dan S2 murni regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : Perut cembung, tidak tampak adanya kelainan
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Suara timpani pada lapang abdomen, shifting dullness (-), undulasi (-)
Palpasi :Nyeri tekan abdomen (-), hepar/lien tidak teraba, ballotement ginjal (-)
[16]
Genitalia
Tidak dinilai
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2”, arteri perifer teraba normal, edema ekstremitas -/-
Status Neurologis
Saraf Cranial :
N. II (Optikus)
Refleks cahaya langsung : +/+ (pupil bulat, isokor)
Tajam penglihatan : sulit dinilai
Lapang penglihatan : baik dalam batas normal
Melihat warna : baik dalam batas normal
Fundus okuli : Tidak dilakukan
N. III (Occulomotor)
Pupil
Ukuran : 3mm
Bentuk : bulat
Isokor/anisokor : Isokor
Reflex cahaya tidak langsung : +/+
N. IV (Troklearis)
Pergerakan bola mata (Ke Bawah Dalam) : +/+
N. V (Trigeminus)
Membuka mulut : asimetris
Menguyah : baik dalam batas normal
Menggigit : baik dalam batas normal
Refleks kornea : baik dalam batas normal
Sensabilitas wajah : baik dalam batas normal
N. VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata (ke lateral) : baik dalam batas normal
[17]
N VII (Facialis)
Mengerutkan dahi : simetris kanan-kiri
Menutup mata : simetris kanan-kiri
Memperlihatkan gigi : simetris kanan-kiri
N IX (glosofaringeus)
Perasaan lidah (1/3 bagian lidah belakang) : baik dalam batas normal
N X (vagus)
N. XI (Asesorius)
Menengok (M. Sternocleidomastoideus): baik, dapat menengok kanan dan kiri
Mengangkat bahu (M. Trapezius) : baik
N XII (Hipoglossus)
Pergerakan lidah : baik, dapat menggerakan lidah ke segala arah
Lidah deviasi : tidak terdapat deviasi
Motorik: Baik
Pergerakan: (+)/(+)
[18]
Kekuatan: 5 / 5
Tonus: Normal
Refleks patologis :
Babinski : (-)/(-)
Chaddock : (-)/(-)
Gondon : (-)/(-)
Oppenheim : (-)/(-)
Schiffer : (-)/(-)
Laboratorium (03/01/2016)
Hematokrit 44 37-43%
Ureum 18 10-50
[19]
Rontgen Thoraks
EKG
Irama sinus
S V2 + R V6 > 35 mm
V. Resume :
Pasien datang dengan keluhan epistaksis. Pasien juga mengeluh pusing. Pasien
Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD 220/130, pulsasi 100 x/menit, rhinorrhea (+/(+),
perdarahan aktif (-)/(-). JVP tidak meningkat. Pemeriksaan fisik paru dan jantung dalam batas
normal. Tidak didapatkan defisit neurologis maupun gangguan nervus kranialis. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis. Rontgen thoraks dan EKG tidak ada
kelainan.
[21]
VI. Daftar Masalah
Hipertensi urgensi
Epistaksis
VII. Pembahasan
1. Hipertensi Urgensi
Atas dasar : Didapatkan krisis hipertensi yang digolongkan pada hipertensi
Urgensi, karena didapatkan peningkatan tekanan darah tanpa disertai
kecurigaan kerusakan organ.
Assesment :
Berdasarkan krisis hipertensi digolongkan pada hipertensi urgensi.
Planing
Konsul Bagian Neurologi
Treatment
Non farmakologis
o Di rawat di ruangan
o Istirahat baring
o Diet rendah garam
o Tujuan pengobatan hipertensi emergensi adalah menurunkan
tekanan darah secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan
dengan keadaan klinis penderita
Farmakologis
o Infus RL 10 tpm
o Amlodipine 10 mg 1 – 0 – 0
o Candesartan 8 mg 0 – 1 – 0
o Bisoprolol 5 mg ½ - 0 - 0
o Menurunkan MAP tidak lebih dari 25% dalam 1-12 jam,
setelah tidak ada tanda hipoferfusi organ penurunan dapat di
lanjutkan hingga 24-72 jam sampai mendekati normal
2. Epistaksis
Atas dasar : Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung. Pada umumnya
terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian
posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari
[22]
arteri ethmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari
arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. Epistaksis dapat
ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau kelainan sistemik,
kelainan sistemik yang sering menimbulkan epistaksis adalah penyakit
kardiovaskuler seperti hipertensi. Pada kasus ini, pasien mengalami hipertensi
urgensi yang mengakibatkan terjadinya epistaksis anterior.
Assesment :
Epistaksis anterior ec hipertensi urgensi
Planing
Konsul Bagian THT
Treatment
Non farmakologis : Istirahat baring
Farmakologis
Pasang tampon hidung (tampon anterior), ini dilakukan untuk menekan
dan menutup Pleksus Kiesselbach atau arteri ethmoidalis anterior agar
perdarahan dapat berhenti. Selain itu dapat juga dengan cara menekan
pangkal hidung untuk menghentikan perdarahan tersebut.
Pemberian antibiotik ceftriaxone bertujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi karena tampon dipasang selama 2x24 jam. Injeksi asam
traneksamat bertujuan untuk menghentikan perdarahan. Pemberian
ketorolac sebagai analgetik.
[23]
VIII. Diagnosa
IX. Follow up
Tgl Pemeriksaan
P : 80x/menit
R : 20x/menit
S : 36,5C
Pusing (-), pandangan kabur (-), mual (-), muntah (-), kesemutan di
Kesadaran : CM
Kepala : Normocephal
Tho :VBS +/+ Rk -/- wh -/-, BJ 1 dan 2 sama murni regular. Murmur -,
gallop -
Terapi
Infus RL 10 tpm
Tampon hidung
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr i.v
[24]
Inj. Ketorolac 1 Amp i.v
Inj. Asam tranexamat 1 Amp i.v
Amlodipine
Candesartan
Bisoprolol
05-01-2016 T : 150/110mmHg
P : 81x/menit
R : 20x/menit
S : 36,4C
Kesadaran : CM
Keluhan (-)
Kepala : Normocephal
Tho : VBS +/+ Rk -/- wh -/-, BJ 1 dan 2 sama murni regular. Murmur -,
gallop -
Terapi lanjut
26-05-2015 T : 140/90mmHg
P : 80x/menit
R : 20x/menit
[25]
S : 36,6 C
Nyeri kepala (+), pandangan kabur (-), diplopia (-), mual muntah (+) 2x
Kepala : Normocephal
Tho : VBS +/+ Rk -/- wh -/-, BJ 1 dan 2 sama murni regular. Murmur -,
gallop -
Hasil CT Scan:
Terapi lanjut
X. Prognosis :
[26]
PEMBAHASAN
Penatalaksanaan pada pasien ini berupa pasang tampon hidung (tampon anterior), ini
dilakukan untuk menekan dan menutup Pleksus Kiesselbach atau arteri ethmoidalis anterior
agar perdarahan dapat berhenti. Selain itu dapat juga dengan cara menekan pangkal hidung
untuk menghentikan perdarahan tersebut. Pemberian antibiotik ceftriaxone injeksi bertujuan
untuk mencegah terjadinya infeksi karena tampon dipasang selama 2x24 jam. Injeksi asam
traneksamat bertujuan untuk menghentikan perdarahan. Pemberian ketorolac digunakan
untuk menghilangkan rasa sakit.
Pemberian anti hipertensi pada pasien didasarkan pada diagnosis kerja hipertensi urgensi
karena pasien tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan organ target. Pemberian obat
antihipertensi secara oral merupakan pilihan yang dapat diberikan pada pasien dengan
hipertensi urgensi. Pemilihan obat berdasarkan mekanisme kerja dan ketersediaan obat.
Amlodipine dipilih sebagai alternatif nicardipine yang merupakan pilihan pertama pada
pasien hipertensi urgensi yang berasal dari golongan calcium-channel blocker. Candesartan
dari golongan Angiotensin Receptor Blocker diberikan sebagai kombinasi dengan golongan
Calcium channel blocker agar penurunan tekanan darah dapat berlangsung lebih cepat.
Kombinasi obat ketiga adalah golongan antagonis adrenoseptor, yang dipakai adalah
bisoprolol karena bekerja pada reseptor beta-1 yang dimetabolisme terutama di hepar dan
memiliki waktu paruh yang panjang sehingga bisa dimanfaatkan efeknya untuk menurunkan
tekanan darah dalam waktu yang lebih lama.
[27]
DAFTAR PUSTAKA
[28]