Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI II

“PENETAPAN KADAR ASAM SALISIL DENGAN MENGGUNAKAN


METODE ALKALIMETRI”

OLEH :

KELOMPOK 1

RAHAYU SAMALO (15.01.258)


I GUSTI NGURAH DEDI (15.01.280)
LOVEMY GENEVIEVE BATU (15.01.314)
ANANG MUKRININ (15.01.330)
ARENSI BELO (15.01.351)
DIAN PRATIWI (15.01.353)
ADI WAHYU NOVIANTO (15.01.375)

ASISTEN : YEUSY R. P

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI


MAKASSAR
20
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Analisa volumetri merupakan salah satu metode analisa
kuantitatif, yang sangat penting penggunaannya dalam menentukan
konsentrasi zat yang ada dalam larutan. Keberhasilan analisa volumetri
ini sangat ditentukan oleh adanya indikator yang tepat sehingga mampu
menunjukkan titik akhir titrasi yang tepat. Titik akhir titrasi asam basa
dapat ditentukan dengan indikator asam basa (Underwood, 1983).
Indikator yang digunakan harus memberikan perubahan warna yang
nampak di sekitar pH titik ekivalen titrasi yang dilakukan, sehingga titik
akhirnya masih jatuh pada kisaran perubahan pH indikator tersebut.
(Harjanti, 2008).

Berdasarkan reaksi kimianya, volumetri dapat dikelompokan atas :

1. Reaksi penentralan (asidimetri dan alkalimetri)


Penetapan kadar suatu zat (asam atau basa) berdasarkan prinsip
netralisasi, bila sebagai titran digunakan larutan baku asam, maka
penetapan tersebut dinamakan asidimetri, sebaliknya bila larutan baku
basa sebagai titran, maka penetapan itu disebut alkalimetri.
2. Reaksi pembentukan kompleks
Merupakan reaksi yang menghasilkan suatu kompleks atau ion komplek
yang dapat larut tetapi sedikit terdisosiasi, misalnya reaksi ion perak
dengan ion sianida untuk membentuk kompleks Ag(CN)2 - yang sangat
stabil
3. Reaksi oksidasi reduksi (Redoks)
Reaksi-reaksi kimia yang menyangkut oksidasi-reduksi secara luas
digunakan dalam analisa volumetric
4. Reaksi pengendapan (Underwood, L.A., 1980)

I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1 Maksud Percobaan


Adapun maksud dari percobaan ini adalah mengetahui
dan memahami cara pengukuran kadar asam salisilat pada sampel
bedak salisyl dan bedak Katrina boot menggunakan metode
volumetri.

I.2.2 Tujuan Percobaan


Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk
mengetahui kadar asam salisilat pada sampel bedak menggunakan
metode volumetri (titrasi alkalimetri).
I.3. Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan yang dilakukan yaitu dengan melakukan
pengukuran kadar asam salisilat dalam bedak salisyl dengan
menggunakan tmetode volumetri (titrasi alkalimetri) dengan NaOH
sebagai zat penitrasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum


Asam salisilat (asam ortohidroksibenzoat) merupakan asam yang
bersifat iritan lokal, yang dapat digunakan secara topikal. Terdapat
berbagai turunan yang digunakan sebagai obat luar, yang terbagi atas 2
kelas, ester dari asam salisilat dan ester salisilat dari asam organik. Di
samping itu digunakan pula garam salisilat. Turunannya yang paling
dikenal asalah asam asetilsalisilat (Tjay, 2012).
Sifat-sifat lain yang dimiliki oleh asam salisilat adalah sebagai
berikut:
1. Panas jika dihirup, di telan dan apabila terjadi kontak dengan kulit.
2. Iritasi pada mata
3. Iritasi pada sauran pernafasan
4. Iritasi pada kulit
Asam salisilat bebas hanya memiliki efek antipiretik dan analgetik
yang rendah. Karena timbulnya ransangan pada mukosa lambung
akibat diperlukannya dosis tinggi, maka asam salisilat hanya
dipergunakan dalam bentuk garamnya. Turunannya yang terpenting
adalah asam asetil salisilat yang aktivitas analgetik, antipiretik tetapi
juga antiflogistiknya besar (Sulystianingrum, 2012).
Asam salisilat dapat diperoleh menurut cara Kolbe-Schmitt
dengan hasil hampir kuantitatif melalui reaksi natrium fenolat dan
karbondioksida pada 1250C dan 4-7 bar dan kemudian dihidrlolisis.
Asam asetilsalisilat diperoleh dengan cara asetilasi asam salisilat
dengan katalisis proton (Mursyidi, A. 2008).
Salisilat merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai
analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja
cepat dan efektif sebagai antipiretik. Dengan dosis ini laju metabolisme
juga meningkat. Pada dosis toksik obat ini justru memperlihatkan efek
piretik sehingga terjadi demam dan hiperhidrosis pada keracunan berat
(Gandjar, 2012).
Disamping khasiat analgetis dan antiradangnya (pada dosis
tinggi), obat anti yeri tertua ini (Gerhadt,1853-Hoffman, 1897) pada dosis
amat rendah berkhasiat merintangi penggupalan trombosit. Dewasa ini
asetosal adalah obat yang paling banyak digunakan dengan efek
terbukti pada prevensi trombose arterial. Sejak akhir tahun 1980-an,
asam ini mulai banyak digunakan dengan efek terbukti untuk prevensi
sekunder dari infark otak dan jantung. Resikonya diturunkan dan
jumlahkematian karena infak kedua dikurangi dengan 25% (7,8).
Keuntungan dibandingkan dengan anti koagulansia untuk indikasi ini
adalah banyak, antara lain kerjanya cepat sekali dan dosisnya lebih
mudah diregulasi (Tjay, 2002).
Asam yang gugus hidroksilnya teresterkan seperti asetosal
mudah larut dalam natrium hidroksida encer dan terhidrolisa dalam basa
berlebihan pada pemanasan diatas penangas air, untuk asam yang
gugus karboksilnya teresterkan seperti metil salisilat yang tidak larut
dalam alkali encer dan beberapa senyawa lain yang mudah menguap,
diperlukan cara penetapan kadar yang berbeda (Sudjadi, 2004).

Gambar 1. Rumus Struktur Asam Salisilat


II.2 Uraian Bahan
1. Asam salisilat (FI III, hal 56)
Nama resmi : ACIDUM SALISILICUM
Nama lain : Asam salisilat
RM/BM : C7H6O3/ 138,12
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk


berwarna putih; hampir tidak berbau; rasa agak
manis dan tajam
Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian
etanol (95%) P; mudah larut dalam kloroform P
dan dalam eter P; larut dalam ammonium asetat
P, dinatrium hidrogenfosfat P, kalium sitrat P dan
natrium sitrat P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Sebagai sampel

2. Natrium Hidroksida (FI III,89)


Nama resmi : NATRIUM HYDROXYDIUM
Nama Lain : Natrium hidroksida
RM/BM                      : NaOH/40.00
Rumus struktur :

Pemerian                  : Bentuk batang,massa hablur atau    keping-


keping, rapuh dan mudah meleleh basah,
sangat Alkalis  dan korosif,
Kelarutan                   : Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%)
Penyimpanan : Mengandung tidak kurang dari 97,5% akali
jumlah dihitung sebagai NaOH dan tidak lebih
dari 2,5% NaCO3
Kegunaan : Sebagai penitran

3. Indikator PP (FI III, 675)


Nama Resmi : FENOLFTALEIN
Nama Lain     : Fenolftalein, Indikator PP
RM/BM            : C20H14O4 / 318,33
Pemerian : Serbuk hablur putih atau putih kekuningan
lemah, tidak bberbau, stabil di udara.  
Kelarutan       : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol
Penyimpanan  : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan                : Zat tambahan,indicator

4. Alkohol (FI III, 1979)


Nama resmi : AETHANOLUM
Sinonim : Alkohol, etanol, ethyl alkohol
Rumus molekul : C2H6O
Rumus struktur :

Berat molekul : 46,07


Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap
dan mudah bergerak; bau khas rasa
panas, mudah terbakar dan memberikan
nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform
P dan dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari
cahaya, ditempat sejuk jauh dari nyala api.
Kegunaan : Sebagai pelarut.

5. Aquadest (FI III, 1979)


Nama Resmi : AQUA DESTILATA
Nama Lain : Aquadest
RM/BM : H2O/18,02

Rumus Struktur :
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pelarut.
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan

III.1.1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu
batang pengaduk, buret, corong, Erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur,
labu ukur , timbangan analitik, statif dan klem, pipet volume.

III.1.2. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini
adalah asam salisilat, NaOH, indikator fenolftalein, etanol 70%, etanol
96%, kertas saring, bedak salisil, dan aquadest.

III.2 PROSEDUR KERJA


Timbang seksama bedak asam salisil 5gr , Dilarutkan dengan 15ml
etanol netral , ditambahkan 10ml air , dikocok . Dititrasi dengan larutan baku
NaOH 0,1 M menggunakan indicator fenolftalein .
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan
Tabel 1. Hasil Titrasi Volumetri

Berat Zat Pembacaan skala Buret Volume Titrasi


(g) Titik Awal (ml) Titik Akhir (ml) (ml)

5,0080 0ml 15ml 15ml

5,0085 15ml 28ml 13ml

5,0215 28ml 37ml 9ml


IV.2 Perhitungan
1. Perhitungan Kadar Volumetri
a. Bedak Salisil
VxNxBE
% kadar= x 100 % x FP
Berat sampel
11,1 ml x 0,5 N x 138,12 g /mol
¿ x 100 % x 0,25
0,2010 gram
766,566 mg
¿ x 100 % x 0,25
0,2010 gram
0,7665 gram
¿ x 100 % x 0,25
0,2010 gram
¿ 95 , 34 %
b. Bedak Katrina Boot
VxNxBE
% kadar= x 100 % x FP
Berat sampel
6,75 ml x 0,5 N x 138,12 g /mol
¿ x 100 % x 0,2
0,2158 gram
466,155 mg
¿ x 100 % x 0,2
0,2158 gram
0,4661 gram
¿ x 100 % x 0,2
0,2158 gram
¿43,18 %

2. Perhitungan Kadar Spektrofotometri UV-Vis


y=a+bx
y=−401,1+343,4 x
R=0,650
a. Bedak salisil
y=a+bx
0,346=−401,1+343,4 x
0,346+ 401,1=343,4 x
401,446=343,4 x
401,446
x=
343,4
x=1,1690
antilog 1,1690=14,7581 ppm
X x Volume Sampel x FP
% Kadar = x 100%
BS
14,7581 ppm (mg/L) x 0,1 L x 0,1
% Kadar = x 100%
101,8 mg
% Kadar = 0,144 %

b. Bedak Katrina Boot


y=a+bx
0,354=−401,1+ 343,4 x
0,354+ 401,1=343,4 x
401,454=343,4 x
401,454
x=
343,4
x=1,1690
antilog 1,1690=14,7589 ppm
X x Volume Sampel x FP
% Kadar = x 100%
BS
14,7589 ppm (mg/L) x 0,1 L x 0,1
% Kadar = x 100%
109,0 mg
% Kadar = 0,135 %

IV.3 Reaksi
1. Reaksi volumetri
2. Grafik hasil pengukuran spektrofotometri UV-Vis

Konsentrasi (ppm)
1200

1000

800
Konsentrasi (ppm)
f(x) = 343.47 x − 401.15 Linear (Konsentrasi (ppm))
600 R² = 0.65

400

200

0
1.5 2 2.5 3 3.5

IV.4 Pembahasan
Titrasi adalah suatu proses atau prosedur dalam analisis
volumetrik dimana suatu titran atau larutan standar (yang telah
diketahui konsentrasinya) diteteskan melalui buret ke larutan yang
dapat bereaksi yang dengannya (belum diketahui konsentrasinya)
hingga tercapai titik ekuivalen atau titik akhir . Zat yang akan ditentukan
kadarnya disebut titran dan zat yang sudah diketahui kadarnya
tersebut disebut titer. Salah satu cara dalam penentuan kadar larutan
asam basa adalah dengan melalui proses titrasi alkalimetri.
Pada percobaan ini digunakan sampel bedak salisil dan bedak
katrina boot dengan menggunakan larutan baku NaOH 0,5N. Larutan
baku NaOH digunakan sebagai larutan standar dalam penentuan
kadar asam, karena NaOH mempunyai basa kuat.
Sedangkan, indikator yang digunakan pada percobaan ini yaitu
indikator fenolftalein. Alasan penggunaan indikator fenolftalein karena
perubahan warnanya yang jelas yaitu pada titrasi alkalimetri warnanya
dari tidak berwarna menjadi merah muda, adapun trayek pH untuk
indikator fenolftalain yaitu 8,3-10,0.
Pada percobaan ini, terlebih dahulu bedak salisil dan bedak
katrina boot dilarutkan dengan etanol sebanyak 80 ml karena pada
kedua bedak tersebut mengandung asam salisilat yang mudah larut
dalam etanol, setelah itu larutan disaring kemudian filtrat dimasukkan
dalam labu ukur 100 ml dan dicukupkan volumenya menggunakan
etanol.
Pada percobaan ini diperoleh volume titrasi bedak salisil 11,1
ml sehinga kadar yang diperoleh sebesar 95,34% dan volume titrasi
bedak katrina boot 6,75 ml sehingga kadar yang diperoleh sebesar
43,18%. Dalam Farmakope Indonesia Edisi III dinyatakan bahwa
kadar asam salisilat tidak kurang dari 99,5%. Pada bedak salisil dan
bedak katrina boot tidak sesuai yang tertera di Farmakope Indonesia
Edisi III karena kadar yang diperoleh tidak mencapai 99,5%..
Adapun metode yang dapat digunakan dalam penetepan kadar
yaitu metode spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometri UV-Visibel
merupakan metode spektrofotometri yang didasarkan pada adanya
serapan sinar pada daerah ultraviolet (UV) dan sinar tampak (Visibel)
dari suatu senyawa. Senyawa dapat dianalisis dengan metode ini jika
memiliki kemampuan menyerap pada daerah UV atau daerah tampak.
Senyawa yang dapat menyerap intensitas pada daerah UV disebut
dengan kromofor, sedangkan untuk melakukan analisis senyawa
dalam daerah sinar tampak, senyawa harus memiliki warna.
Pemilihan spektrofotometer UV-Vis karena merupakan analisis
instrumen yang tidak rumit, penggunaannya luas, sensitivitas dan
selektivitasnya tinggi, memiliki tingkat ketelitian yang baik, pengukuran
mudah dengan kinerja yang cepat dan dapat menganalisa larutan
dengan konsentrasi yang sangat kecil.
Selain itu,  senyawa asam salisilat yang akan dianalisis memiliki
kromofor pada strukturnya berupa ikatan rangkap terkonjugasi dan
juga merupakan senyawa aromatik karena memiliki gugus aromatik
sehingga memenuhi syarat senyawa yang dapat dianalisis
menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Selain itu, untuk penetapan
kadar asam salisilat dapat dilakukan pada panjang gelombang 530
nm. Oleh karena itu pemilihan spektrofotometri UV-Vis sangat
membantu dimana panjang gelombangnya 200-800 nm.
Pada metode ini larutan sampel dilarutkan terlebih dahulu
dengan etanol karena dalam bedak salisil dan bedak katrina boot
mengandung asam salisilat yang mudah larut dalam etanol.
Sedangkan larutan baku asam salisilat dilarutkan juga dengan etanol
hingga diperoleh konsentrasi 1000 ppm dan dibuat seri konsetransi
200 ppm, 400 ppm, 600 ppm, 800 ppm, dan 1000 ppm.
Sebelum pengukuran serapan larutan baku dan larutan sampel
ditambahkan FeCl3. Penambahan FeCl3 berfungsi sebagai reagen
pembentuk warna yang memberikan hasil spesifik dengan asam
salisilat yaitu terbentuknya larutan berwarna ungu. Hal ini disebabkan
karena atom O yang ada pada gugus OH dalam asam salisilat akan
menyerang atom Fe dengan melepaskan atom H dan membentuk
ikatan O-FeCl3 yang berwarna ungu.
Penentuan kadar asam salisilat dalam bedak asam salisil dan
bedak katrina boot dilakukan dengan metode regresi linear. Hasil
percobaan ini diperoleh hasil regresi bedak salisil 14,7581 ppm dan
bedak katrina boot 14,7589 ppm. Selain itu diperoleh nilai R= 0,650
yang menunjukkan nilai absorbansinya tidak linear karena nilai R=1
menunjukkan hasil yang linear, sedangkan hasil yang diperoleh tidak
mencapai angka 1.
Hal ini dikarenakan warna dari sampel yang terlalu pekat
sehingga nilai absorbansi sampel kurang baik yakni <1. Adapun
beberapa faktor sehingga nilai absorbansi tidak linear adalah adanya
serapan oleh pelarut, serapan oleh kuvet, ataupun kesalahan
fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah
atau sangat tinggi. Hal ini dapat dicegah dengan penggunaan blanko
dan pengaturan konsentrasi sesuai dengan kisaran sensitivitas dari
alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).
Berdasarkan hasil penentuan kadar asam salisilat baik dengan
metode titrasi alkalimetri maupun spektrofotometri uv-vis tidak
menunjukkan hasil yang baik yakni terdapat nilai yang signifikan
antara hasil yang diperoleh titrasi alkalimetri (kadar asam salisilat pada
sampel bedak salisil diperoleh 95,34% dan kadar asam salisilat pada
sampel bedak katrina boot diperoleh 43,18%), sedangkan pada
metode spektrofotometri uv-vis diperoleh kadar asam salisilat pada
sampel bedak salisil diperoleh 0,144% dan kadar asam salisilat pada
sampel bedak katrina boot diperoleh 0,135%.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh kadar
asam salisilat dalam bedak salisil sebesar 95,34% dan dalam bedak
katrina boot sebesar 43,18% sehingga dapat disimpulkan bahwa
penetapan kadar asam salisilat dalam bedak salisil dan bedak katrina
boot secara volumetri dengan metode alkalimetri tidak memenuhi
syarat sesuai yang tertera di Farmakope Indonesia Edisi III yaitu kadar
asam salisilat tidak kurang dari 99,5%. Selain itu, hasil yang diperoleh
pada metode spektrofotometri UV-Vis menunjukkan bahwa kadar
bedak salisil 14,7581 ppm (0,144%) dan bedak katrina boot 14,7589
ppm (0,135%) serta nilai R=0,650 yang tidak linear kerena tidak
mencapai R=1.

V.2 Saran
Sebaiknya praktikan lebih berhati-hati dan teliti saat praktikum
berlangsung. Selain itu, kebersihan alat yang digunakan lebih
diperhatikan agar hasil yang diperoleh lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2010. Penetapan Kadar Asam
Benzoat dan Asam Salisilat Dalam Sediaan Salep. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
DepKes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta
DepKes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta
Fatah AM. 1995. Pemanfaatan Spektrofotometri Derivatif untuk penetapan
kadar Dekstrometorfan Hidrobromida dalam Tablet obat Batuk lrtaiatih
Farmasi Indonesia. Yogyakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Gajah
Mada
Gandjar, Ibnu Gholib; Rohman, Abdul. 2012. Analisis Obat Secara
Spektrofotometri dan Kromatografi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Hartono W.1994. Penetapan Kadar Natrium Nitrat dan Natrium Nitrit secara
Simultan dengan Metode Spektrofotometri Derivatif dan Aplikasinya
pada Makanan dan Lingkungan. Yogyakarta : Fakultas Farmasi,
Universitas Gadjah Mada.
Jutti L, Mutakim & Anis Y.2001. Penggunaan Spektrofotometri Derivatif pada
panjang Gelombang Zero Crossing untuk Penetapan Kadar
Riboftavin.Laporan penelitian Fakultas Matematika dan IImu
Pengetahuan Alam. Bandung : Univeisitas padjajaran
Mursyidi, A. 2008. Analisis Volumetri dan Gravimetri. UGM Press.
Yogyakarta.
Sulistyaningrum, S. Katon dkk. 2012. Penggunaan Asam Salisilat dalam
Dermatologi. J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 7, Juli 2014.
Tan, H.T. & Rahardja, Kirana. 2002. Obat-Obat Penting; Khasiat,
Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. PT. Elex Media Komputindo.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai