Sistem Komplemen PDF
Sistem Komplemen PDF
1
innate tersebut terkadang mengacu pada pertahanan melalui sawar/ barrier fisik, kimiawi
dan mikrobiologikal, namun lebih sering meliputi pertahanan yang melibatkan komponen
sistem imun untuk mengeliminasi bahan asing (Parkin and Cohen, 2001). Pada imunitas
innate ini terbagi 2 pula menjadi imunitas humoral atau terlarut yang melibatkan
komponen sistem imun terlarut seperti komplemen, sitokin dan protein fase akut; dan
selular yang melibatkan sel-sel imun seperti netrofil, monosit, makrofag.
A. Definisi Komplemen
Komplemen merupakan salah satu molekul humoral dari imunitas innate/ non
spesifik, walaupun perannya juga terlibat di imunitas spesifik. Komplemen membentuk
suatu sistem yang disebut sistem komplemen merupakan salah satu sistem enzim yang
diketahui terdapat lebih dari 30 molekul yang terlarut maupun yang terikat sel (Kindt et
al., 2007). Komplemen memnbetuk suatu sistem protein di plasma yang mengatifkan
suatu reaksi proteolitik yang berantai (cascade) pada permukaan mikroba (antigen),
namun tidak terjadi pada permukaan sel host (penyimpangan). Komplemen ini akan
melapisi permukaan mikroba tersebut dengan fragmen yang dikenali dan berikatan
dengan reseptor fagosit (makrofag). Reaksi berantai ini juga meghasilkan/ melepaskan
peptida-peptida (fragmen) kecil yang berperan untuk proses inflamasi (Janeway et al.,
2001)
Saat ini, komplemen merupakan kelompok protein membran maupun plasma yang
memegang peranan pada sistem imun non spesifik maupun spesifik (Atkinson, 2013).
Komponen komplemen sebagian besar diproduksi di hepatosit, walaupun C1q,
properdin dan C7 diproduksi di sel myeloid, dan faktor D diproduksi di sel adiposit
(yang dikenal juga sebagai adipsin) (Sullivan and Grumach, 2014).
Molekul komplemen ini bersifat labil atau terdegradasi terhadap suhu panas (>
56°C) yang dibedakan dari komponen serum lainnya yaitu antibodi yang lebih tahan
panas (Isenman et al., 2013). Komplemen beraksi sebagai sistem perondaan yang cepat
2
dan efisien, sehingga dapat membedakan pengaruh sel host yang sehat dan sel host
yang telah mengalami perubahan serta membedakan bahan asing yang menyusup ke
dalam host (Ricklin et al., 2010).
Komplemen beredar di darah dalam kondisi yang tidak aktif. Ketika dirasa terjadi
ancaman bahan asing oleh sistem imun, komplemen akan aktif dan sistem komplemen
secara keseluruhan akan teraktivasi. Sistem komplemen merupakan serangkaian dan
kumpulan komponen komplemen di dalamnya. Satu persatu komponennya akan
teraktivasi dengan reaksi yang berantai (cascade). Disamping perannya dalam eliminasi
mirkroba, komplemen yang teraktivasi juga berperan pada proses yang beragam seperti
maturasi sinaps, cleareance kompleks imun (ikatan antigen-antibodi), angiogenesis,
mobilisasi sel progenitor atau stem cell hematopoietik (HSCP = Hematopoietik Stem
Cell Progenitor), regenerasi jaringan dan metabolism lipid (Ricklin et al., 2010).
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa komplemen membentuk suatu sistem.
Sistem komplemen sebagai satu kesatuan memiliki peran masing-masing di dalamnya,
ada yang berperan sebagai efektor, reseptor dan regulator. Seperti layaknya suatu
sistem pemerintahan, didalamnya ada yang berperan sebagai eksekutif, yudikatif dan
legislatif.
3
substrat sehingga menghasilkan produk berupa fragmen peptida kecil (komplemen
dengan fungsi biologis tertentu, lihat sub bab Fungsi Komplemen).
1. Komplemen Efektor
4
komponen komplemen berperan sebagai efektor, baik komplemen
yang berperan sebagai enzim, substrat, maupun produk yang
dihasilkan dari sistem enzimatis tersebut (lihat Gambar 2.)
2. Komplemen Reseptor
5
komplemen yang aktif dan menjalankan fungsinya juga memerlukan
reseptor untuk berikatan dengan sel yang membantu menjalankan
fungsinya, contoh : komplemen C3b yang salah satu fungsinya
sebagai opsonin (membantu fagositosis) memerlukan bantuan sel
fagosit (contoh : makrofag) untuk menjalankan fungsinya.
Komunikasi komplemen C3b dengan makrofag akan terjalin jika
terdapat reseptor CR1 pada permukaan makrofag tersebut.
Keterangan :
6
Reseptor komplemen dengan ligan spesifik, serta fungsinya dapat
dilihat pada Tabel 1.
3. Komplemen Regulator
Peran fungsi komplemen yang berperan sebagai regulator dapat dilihat pada
Tabel 2.
7
Tabel 2. Bagian Sistem Komplemen yang berperan sebagai Regulator.
C. Nomenclature Komplemen
Komplemen diberi simbol dengan huruf “C” yang merupakan singkatan dari
“Complement” (bahasa Inggris dari komplemen). Komponen komplemen dinamakan
dengan urutan nomor, yaitu dari C1- C9, kecuali C4 aktif sebelum C2 (C1 – C4 – C2 – C3
– C5 – C6 – C7 – C8 – C9). Penamaan komplemen juga dengan simbol huruf, contoh :
faktor D (jalur alternatif), atau dengan penamaan trivial, contoh : homologous restriction
factor. Fragmen peptida yang terbetuk dari aktivasi komplemen diberi simbol huruf kecil.
8
Umumnya, fragmen peptida kecil dihasilkan dari pembelahan komplemen yang lebih
besar.
Fragmen kecil tersebut disimbolkan dengan hurruf “a”, sementara fragmen yang
lebih besar diberi symbol “b”, contoh : C3a, C5a, kecuali untuk C2a; C2a adalah fragmen
yang lebih besar. Fragmen yang lebih besar akan berikatan dengan komplemen target yang
berdekatan dengan tempat aktivasi. Sedangkan fragmen yang ebih kecil akan menyebar
dan berfungsi sesuai dengan aktivitas biologiknya, contoh C3a, C4a, dan C5a menginisiasi
respon inflamasi melalui ikatannya dengan reseptor khusus. Fragmen komplemen akan
berikatan dengan satu dan komponen lainnya untuk membentuk kompleks yang memiliki
fungsi sebagai enzim. Kompleks komplemen yang berfungsi sebagai enzim ini diberi
simbol bar (garis atas), contoh : C4b2a, C3bBb (Kindt et al., 2007).
Gambar 4. Struktur C1
D. Aktivasi
Komplemen ada dalam keadaan inaktif, untuk menjadi aktif harus ada yang
mengaktifkan. Aktivasi komplemen melalui 3 jalur, jalur klasik, alternatif dan lektin.
Aktivasi dari ketiga jalur dibedakan berdasarkan aktivatornya. Pada jalur klasik, aktivasi
9
terjadi karena adanya ikatan antara antigen dan antibodi selanjutnya akan berikatan dengan
komplemen C1, dst. Jalur alternatif diaktifkan oleh komponen asing, baik berupa patogen
maupun non patogen. Dan jalur Lektin diaktifkan molekul karbohidrat (manosa) yang ada
dipermukaan antigen tersebut. Reaksi berantai terakhir dari masing-masing ketiga jalur
tersebut akan mengawali terjadinya suatu proses pelisisan membran target atau disebut
dengan Membrane-Attack Complec (MAC) (Kindt et al., 2007).
a. Jalur Klasik
Ikatan antara C1q terhadap Fc dapat membentuk perubahan konformasi pada C1r
yang mengubah C1r menjadi enzim protease serin, C1r, yang selanjutnya mengubah C1s
menjadi enzim aktif yang serupa, C1s. Komponen C4 teraktivasi ketika C1s menghidrolisis
fragmen kecil C4a (berfungsi sebagai anafilatoksin/ mediator inflamasi), dan
meninggalkan fragmen yang lebih besar (C4b). Fragmen C4b berikatan dengan permukaan
target (sel yang mengalami apoptosis, sel pathogen dll) dan mengaktifkan C2 (sebagai
proenzim). C2 berikatan di sisi aktif dari C4b, selanjutnya C2 dipecah oleh C1s, dan
fragmen yang lebih kecil C2b lepas dan menyebar, menyisakan C4b2a atau disebut C3
konvertase. C3 konvertase berfungsi untuk mengaktifkan C3. Hidrolisis C3a oleh C3
10
konvertase membentuk C3b. Satu molekul C3 konvertase mampu menghasilkan 200
molekul C3b dan merupakan sinyal yang dahsyat pada tahapan reaksi berantai ini.
Beberapa C3b akan berikatan dengan kompleks C4b2a membentuk C4b2a3b atau C5
konvertase. C3b dari kompleks ini mampu mengikat C5 dan mengubah konformasinya,
sehingga C4b2a dapat memecah C5 menjadi C5a yang lepas dan menyebar (sebagai
anafilatoksin) dan C5b yang berikatan dengan C6-C9 yang berperan dalam Membrane-
Attack Complex (MAC) dan terjadilah lisis sel target (Kindt et al., 2007).
b. Jalur Alternatif
Jalur Alternatif dari sistem komplemen ini merupakan jalur pintas atau shortcut.
Dikatakan jalur Alternatif atau jalur pintas karena menghasilkan C5b produk yang sama
dari yang dihasilkan oleh jalur Klasik. Jalur ini dicetuskan oleh semua bahan-bahan yang
dianggap asing oleh host (contoh : baik bakteri gram positif maupun gram negatif).
Beberapa antigen permukaan sel asing (dinding sel bakteri, dinding sel kapang/
yeast, atau selubung/ envelope virus tertentu) mengandung sialic acid dalam konsentrasi
rendah, sehingga C3b yang berikatan dengan permukaan sel tersebut akan tetap aktif dan
meneruskan reaksi berantai dalam waktu yang lama. C3b yang menempel pada permukaan
sel diatas dapat juga berikatan dengan protein serum ain yang disebut faktor B. Ikatan
antara C3b dengan faktor B akan berperan sebagai substrat untuk enzim suatu protein
serum aktif (Faktor D).
11
Faktor D memecah ikatan C3b dan faktor B, melepaskan fragmen kecil faktor Bb.
Faktor Bb berikatan dengan C3b sekelillingnya membentuk kompleks C3bBb yang
memiliki peran sebagai C3 konvertase. Aktivitas C3 konvertase ini menghasilkan
C3bBb3b yang berperan sebagai C5 konvertase. Komplemen non enzimatik C3b
berikatan dengan C5, dan komponen Bb akan menghidrolisis C5 menjadi C5a dan C5b.
Selanjutnya sama seperti jalur Klasik, C5a akan lepas dan menyebar menjadi anafilatoksin,
sedangkan C5b berikatan dengan C6-C9 membentuk kompleks MAC.
c. Jalur Lektin
Jalur Lektin dan jalur Klasik hanya berbeda pada awal, yaitu pada tahap pengenalan
dan aktivasi oleh bahan asingnya (aktivator). Pada jalur Klasik dibutuhkan antibodi untuk
mengaktifkan jalur, sedangkan pada jalur Lektin tanpa keberadaan antibodi pun mampu
teraktivasi. Lektin merupakan suatu protein yang mengenali dan berikatan secara spesifik
dengan karbohirat yaitu manosa. Beberapa istilah lain digunakan untuk jalur Lektin ini
adalah jalur Mannan – Binding Lektin (MBL) (Kindt et al., 2007).
Jalur Mannan – Binding Lektin megikat karbohidrat sederhana manosa dan N-acetyl
gucosamine yang berada di dinding sel pada kebanyakan pathogen, termasuk yeast, bakteri,
virus, dan fungi. Ikatan dengan manosa menyebabkan perubahan bentuk MBL yang
menginduksi aktivasi autokatalitik pada MASPs, enzim ini dapat memecah C4 dan C2
untuk berlanjut ke aktivasi berikutnya seperti pada jalur Klasik (Male et al., 2006).
Jalur Lektin seperti jalur Alternatif, tidak tergantung antibodi untuk aktivasinya,
tetapi mekanismenya lebih mirip dengan jalur Klasik karena setelah tahap aktivasi melalui
aksi C4 dan C2 untuk memproduksi C5 konvertase. Jalur Lektin ini diaktifkan oleh ikatan
manosa dan Lektin (MBL), yaitu yang berasal dari residu manosa di karbohidrat atau
glikoprotein pada permukaan mikroorganisme termasuk genus strain Salmonella, Listeria,
Neisseria, atau juga pada spesies Cryptococcus neoformans dan Candida albicans (Kindt
et al., 2007).
12
Mannan – Binding Lektin adalah protein fase akut yang merupakan produk dari
respon inflamasi yang fungsinya mirip dengan C1q pada sistem komplemen. Setelah MBL
berikatan dengan permukaan sel atau pathogen, molekul yang dinamakan MBL-Associated
Serin Protease (MASP) akan berikatan dengan MBL. Konsekuensi dari asosiasi tersebut
akan membentuk kompleks aktif antara MASP-MBL, kompleks ini akan menyebabkan
aktivasi C4 dan C2. Molekul MBL-Associated Serin Protease (MASP) ini terdiri atas
MASP1 dan MASP2 yang masing-masing memiliki struktur yang mirip dengan C1r dan
C1s yang termasuk pada jalur Klasik. Aktivasi C4 dan C2 selanjutnya identik dengan jalur
Klasik (Kindt et al., 2007).
13
Tabel 3.
No. Peran dan Fungsi Komplemen
1. Jalur Klasik C1q; C1r dan C1s
C4
C2
C3
2. Jalur Alternatif Faktor B
Faktor D
3. Jalur Lektin Mannose- binding Lectin (MBL), ficolin 1, 2, 3
MBL- associated Serine Proteasse (MASPs) 1, 2
4. Membrane Attack C5 – C9
Complex (MAC)
E. Fungsi Komplemen
Aktivitas utama dari sistem komplemen adalah untuk mengubah membran dan
mengikat antigen melalui pengikatan kovalen dari fragmennya yang sedang aktif
(Atkinson, 2013). Komplemen juga memiliki fungsi sentral pada inflamasi menyebabkan
kemotaksis pada fagosit, aktivasi sel mast dan fagosit, opsonisasi dan lisis sel pathogen,
juga sebagai clearance kompleks imun (Male et al., 2006) Setelah aktivasi awal, berbagai
komponen komplemen berinteraksi melalui reaksi berantai yang diatur sedemikian rupa,
untuk menjalankan fungsi utamanya, yaitu :
14
Gambar 6. Aktivitas Biologis Komplemen
F. Defisiensi Komplemen
15
Defisiensi Komponen secara Genetik
Defisiensi bawaaan/ congenital dari komponen jalur Klasik dan jalur Lektin juga
faktor D dan Properdin dari jalur Alternatif dapat dilihat pada Tabel 4. Semua komponen
dari jalur Klasik dan Alternatif kecuali defisiensi Properdin diturunkan secara Autosomal
recessive co-dominant. Masing-masing orangtua akan membawa satu gen yang mengkode
sintesis dari setengah level/ konsentrasi komponen pada serum darah keturunannya.
Sedangkan defisiensi Properdin diturunkan secara x-Linked.
Sebagian besar pasien dengan defisiensi C1q primer umumnya mengalami Lupus
Eritematosus Sistemik (SLE). Beberapa anak-anak yang mengalami defisiensi C1q
mungkin untuk mengalami infeksi serius termasuk septicemia dan meningitis. Individu
dengan defisiensi C1r, C1s, kombinasi C1r/C1s, C4, C2, atau C3 juga memiliki insidensi
yang tinggi untuk mengalami sindroma autoimun, terutama SLE atau sindrom yang
menyerupai SLE dengan level antibodi untuk antinuclear tidak mengalami kenaikan.
C4 dikode oleh 2 gen, yang disebut gen C4A dan C4B. defisiens C4 menunjukkan
ketidakadaan baik porduk gen C4A maupun C4B. Defisiensi homozigot/ komplit dari C4A
hanya muncul sekitar 1% dari populasi yang juga merupakan predisposisi untuk terjadinya
SLE. Pasien dengan defisiensi pada C4B kemungkinan mengalami predisposisi terhadap
infeksi. Beberapa pasien dengan defisiensi C5, C6, C7 atau C8 mengalami SLE, tetapi
infeksi menigococcal yang berulang/ recurrent lebih sering menjadi masalah utama.
Individu dengan defisiensi C2 memiliki predisposisi untuk penyakit septicemic
seumur hidupnya yang umumnya disebabkan karena pneumococci. Sebagian besar
memiliki masalah dengan peningkatan kerentanan terhadap infeksi, kiranya dikarenakan
fungsi proteksi di jalur Alternatif. Gen-gen untuk C2, faktor B dan C4 terletak berdekatan
satu dengan ain pada kromosom no.6, dan penurunan sebagian dari konsentrasi faktor B
dapat terjadi bersamaan dengan defisiensi C2.
Komponen C3 dapat diaktifkan oleh C142 atau oleh jalur Alternatif. Tapi
keberadaan C3, opsonisasi bakteri menjadi tidak efisien, dan fragmen kemotasis dari C5
16
(C5a) tidak dibentuk. Beberapa organisme atau mikroba harus diopsonisasi dengan baik
sehingga dapat dieliminasi. Defisiensi C3 secara genetik berhubungan dengan infeksi
pyogenik (menghasilkan pus/ nanah) karena pneumococci dan meningococci yang
beruang.
Lebih dari 50% indvidu yang dilaporkan memiliki defisiensi C5, C6, C7, atau C8
secara genetik, rentan terhadap infeksi meningococcal meningitis atau ekstragenital
gonococcal. Komponen C9 yang merupakan komplemen terminal yang juga berperan
sebagai bakterisida. Untuk dapat dieliminasi, Neisseria harus dibunuh dengan bakterisida,
sehingga pasien dengan defisiensi C9 menunjukkan kerentanan terhadap infeksi Neisseria.
Beberapa individu yang diidentifikasi mengalami defisiensi untuk faktor D pada
jalur Alternatif, mengalami infeksi berulang genus Neisseria. Mutasi pada struktur gen
yang mengkode MBL atau polimorfisme pada bagian promoter gen menghasilkan variasi
antar individu terhadap konsentrasi MBL di sikulasi. Lebih dari 90% individu dengan
defisiensi MBL tidak meunjukkan predisposisi untuk infeksi tertentu, tetapi konsentrasi
MBL yang sangat rendah menunjukkan predisposisi untuk infeksi saluran respirasi
berulang pada masa anak-anak sampai terjadi infeksi pyogenic dan fungal yang serius.
Defisiensi MASP-2 dilaporkan terjadi pada individu dengan gejala mirip SLE dan infeksi
pneumococcal pneumonia berulang. Defisiensi ficolin-3 berasosiasi dengan pneumonia,
cerebral abcesses dan bronchiectasis berulang semenjak masa anak-anak awal (Johnston,
2011; chapter 128).
Defisiensi kongenital dari protein komplemen regulator, cth. C1 inhibitor (C1Inh)
juga berasosiasi dengan kondisi patologis. C1Inh berfungsi untuk mengatur aktivasi pada
jalur Klasik dengan cara mencegah aktivasi berlebihan dari C4 dan C2. Defisiensi pada
komponen ini diturunkan secara autosomal dominan dengan frekuensi 1 : 1000. Kondisi ini
meningkatkan risiko individu mengalami angiodema herediter, yang menunjukkan
manifestasi klinis edema jaringan lokal yang sering terjadi setelah trauma, tapi juga karena
penyebab yang kurang jelas. Edema juga dapat terjadi di jaringan subkutan atau didalam
perut dan menyebabkan sakit pada bagian abdominal, atau pada saluran respirasi atas yang
mengakibatkan sesak napas (Kindt, 2007).
17
Gambar 7. Defisiensi Komplemen dan Kondisi Patologisnya (Male et al., 2006).
Defisiensi komplemen yang terjadi pada jalur aktivasi Klasik, Alternatif maupun
Lektin dapat dilihat pada Tabel 4.
18
Latihan Soal
1. Salah satu konsekuensi yang terjadi akibat ikatan Antigen dan IgG adalah aktivasi
komplemen. Komplemen jalur manakah yang akan teraktivasi akibat ikatan Ag-Ab?
A. JalurKlasik
B. JalurAlternatif
C. JalurLektin
D. JalurProperdin
E. Jalur MBL
3. Pada sistem komplemen terjadi reaksi enzimatik yaitu substrat dipecah menjadi bagian
yang lebih kecil. Apakah arti komplemen berikut C2b?
A. Fragmen besar komplemen no.2 yang inaktif
B. Fragmen besar komplemen no.2 yang aktif
C. Fragmen kecil komplemen no. 2 yang aktif
D. Fragmen kecil komplemen no. 2 yang inaktif
E. Fragmen besar komplemen no.2 sebagai substrat yang aktif
4. Sistem komplemen tersusun atas beberapa komponen. Kondisi patologis dimana terjadi
autodestruksi/ autoimun merupakan defisiensi dari komponen….
A. Komponen aktivator komplemen
B. Komponen regulator komplemen
C. Komponen reseptor komplemen
D. Komponen Protein komplemen
E. Komponen komplemen
5. Defisiensi komponen komplemen dapat beakibat suatu kondisi autoimun atau resisten
terhadap pathogen. Berikut ini yang terjadi akibat defisiensi inhibitor C1 adalah …
A. Sistemik Lupus Erimatosus
B. Hemolisis RBC intermittent
C. Hemoglobulinuria
D. Angiodem herediter
E. Dermatitis atopik
19
6. Komplemen no. 2 dengan fragmen lebih besar yang tidak aktif dapat disimbolkan dengan
A. iC2b
B. iC2a
C. C2b
D. C2b
E. C2
8. Komplemen yang aktif akan berakhir dengan Membrane Attack Complex (MAC).
Komponen komplemen yang paling berperan dalam MAC adalah …
A. C1 dan C4
B. C1, C2, C3 dan C4
C. C3 sampai C9
D. C5, C6, C7
E. C5 sampai C9
9. Aktivator jalur aktivasi komplemen yang ditimbulkan oleh pengikatan dengan sejenis
karbohidrat pada dinding bakteri disebut jalur.….
A. Jalur Klasik
B. Jalur alternatif
C. Jalur Lektin
D. Jalur Konvensional
E. Jalur MAC
11. Berikut ini adalah dampak yang ditimbulkan dari respon inflamasi pada aktivasi
komplemen adalah ......
A. Suplai darah ke tempat terjadinya infeksi meningkat
B. Terjadi bloking Antibodi dan sel fagosit ke daerah terinfeksi
C. kapiler darah susah dilalui
D. Membran kapiler kontraksi
E. sel-sel endotel merapat
20
12. Pada sistem komplemen terdapat mekanisme tubuh yang terjadi sehingga reaksi aktivasi
tidak terjadi terus menerus. Komponen komplemen pada mekanisme tersebut disebut
sebagai….Regulator komplemen
A. Aktivator komplemen
B. Inhibitor Komplemen
C. Supresor komplemen
D. Reseptor komplemen
17. Penamaan komplemen berikut dimana komplemen 2 dengan fragmen lebih kecil yang
teraktivasi berperan sebagai substrat adalah ….
A. C2b
B. C2b
C. C2a
D. iC2a
E. C2
21
18. Simbol untuk komplemen substrat dengan fragmen berukuran besar, dan aktif setelah C3
adalah ….
A. C2a
B. C4a
C. C4b
D. C5a
E. C5b
21. Seorang pasien yang datang dengan kondisi rentan terhadap bakteri Streptococcus
pneumoniae yang infeksinya memerlukan opsonisasi. Dari ilustrasi diatas, dapat diduga
bahwa pasien tersebut mengalami defisiensi komplemen …
A. Komplemen C1-C3
B. Komplemen C3a-C5a
C. Komplemen terminal
D. Komplemen inhibitor
E. Komplemen regulator
22. Defisiensi komplemen berakibat pada suatu kondisi patologis. Terjadinya kondisi
kerentanan terhadap infeksi berulang oleh Neisseria terjadi akibat defisiensi ….
A. Properdin
B. C1q
C. Inhibitor C1
D. DAF
E. C terminal
23. Aktivasi komplemen bertujuan untuk fagositosis bakteri. Komplemen yang fungsi sebagai
sinyal agar terjadi komunikasi antar makrofag dengan sel bakteri sehingga memudahkan
fagositosis adalah ….
A. Enzim
B. substrat
C. Reseptor
D. Inhibitor
E. Aktivator
22
Daftar Pustaka
Atkinson JP. 2013. Complement System. Kelley's Textbook of Rheumatology , 9th Edition.
Chapter 23.
Isenman DE, R. Mandle, and MC. Caroll. 2013. Complement and Immunoglobulin
Biology. Immunologic Basis of Hematology. Chapter 22.
Johnston RB., 2011. Complement System, Nelson Textbook of Pediatrics , 19th Edition.
Chapter 4
Johnston RB., 2011. Disorder and Complement System, Nelson Textbook of Pediatrics ,
19th Edition. Chapter 128
Kindt, TJ., RA. Goldby, BA. Osbrne ang J. Kuby. 2007. Immunology.
Male D., J. Bronstoff, DB. Roth, and I. Roitt. 2006. Immunology. 7th Ed.
Sullivan and Grumach, 2014, Middleton's Allergy; Principles and Practice , 8th ed.
Ricklin D., G. Hajishengallis, K. Yang, and JD. Lambris. 2010. Complement – A Key
System for Immune Surveillance and Homeostatsis. Nat Immunol, 11(9) : 785-797
23