Anda di halaman 1dari 23

Sistem Komplemen

Putu Oky Ari Tania, S.Si., M.Si.


Imunologi dan Inflamasi
Bagian Biomedik Penelitian Biomolekuler, FK UWKS

Kompetensi Dasar : Mahasiswa dapat menjelaskan Peran Sistem Komplemen dalam


Imunitas
Materi Pokok : Konsep Komplemen
Indikator : Setelah mengikuti perkuliahan, mahasiswa diharapkan :
1. Mendefinisikan komplemen
2. Menyebutkan macam macam komponen komplemen.
3. Menyebutkan pembagian aktivasi pada komplemen
4. Membandingkan aktivasi komplemen
5. Menyebutkan reseptor komplemen
6. Menyebutkan fungsi biologis komplemen
7. Memahami regulator komplemen
8. Menjelaskan defisiensi komplemen

Setiap individu memiliki suatu sistem pertahanan yang melibatkan banyak


komponen. Sistem pertahanan tersebut dinamakan dengan sistem imun. Secara garis besar,
sistem imun memiliki 3 fungsi utama, yaitu sebagai pertahanan (defense mechanism),
homeostasis dan perondaan (surveillance). Sistem imun sebagai pertahanan menjalankan
fungsinya untuk melindungi tubuh dari serangan bahan asing termasuk mikroba. Sistem
imun berperan sebagai homeostatis dalam kaitannya menjaga keseimbangan tubuh antara
bahan asing dan reaktivitas sel imun yang berlebihan, dalam upaya mencegah terjadinya
penyakit imun. Sistem imun sebagai perondaan terkait fungsi untuk melindungi tubuh dari
bahan asing yang terselubung.
Imunitas dibagi menjadi 2 berdasarkan kecepatan dan kespesifikan reaksinya, yaitu
imunitas innate/ bawaan/ non spesifik dan imunitas adaptif/ acquired/ spesifik, namun
pada kenyataannya terdapat interaksi antara kedua imunitas tersebut. Penyebutan istilah

1
innate tersebut terkadang mengacu pada pertahanan melalui sawar/ barrier fisik, kimiawi
dan mikrobiologikal, namun lebih sering meliputi pertahanan yang melibatkan komponen
sistem imun untuk mengeliminasi bahan asing (Parkin and Cohen, 2001). Pada imunitas
innate ini terbagi 2 pula menjadi imunitas humoral atau terlarut yang melibatkan
komponen sistem imun terlarut seperti komplemen, sitokin dan protein fase akut; dan
selular yang melibatkan sel-sel imun seperti netrofil, monosit, makrofag.

A. Definisi Komplemen

Komplemen merupakan salah satu molekul humoral dari imunitas innate/ non
spesifik, walaupun perannya juga terlibat di imunitas spesifik. Komplemen membentuk
suatu sistem yang disebut sistem komplemen merupakan salah satu sistem enzim yang
diketahui terdapat lebih dari 30 molekul yang terlarut maupun yang terikat sel (Kindt et
al., 2007). Komplemen memnbetuk suatu sistem protein di plasma yang mengatifkan
suatu reaksi proteolitik yang berantai (cascade) pada permukaan mikroba (antigen),
namun tidak terjadi pada permukaan sel host (penyimpangan). Komplemen ini akan
melapisi permukaan mikroba tersebut dengan fragmen yang dikenali dan berikatan
dengan reseptor fagosit (makrofag). Reaksi berantai ini juga meghasilkan/ melepaskan
peptida-peptida (fragmen) kecil yang berperan untuk proses inflamasi (Janeway et al.,
2001)

Saat ini, komplemen merupakan kelompok protein membran maupun plasma yang
memegang peranan pada sistem imun non spesifik maupun spesifik (Atkinson, 2013).
Komponen komplemen sebagian besar diproduksi di hepatosit, walaupun C1q,
properdin dan C7 diproduksi di sel myeloid, dan faktor D diproduksi di sel adiposit
(yang dikenal juga sebagai adipsin) (Sullivan and Grumach, 2014).

Molekul komplemen ini bersifat labil atau terdegradasi terhadap suhu panas (>
56°C) yang dibedakan dari komponen serum lainnya yaitu antibodi yang lebih tahan
panas (Isenman et al., 2013). Komplemen beraksi sebagai sistem perondaan yang cepat

2
dan efisien, sehingga dapat membedakan pengaruh sel host yang sehat dan sel host
yang telah mengalami perubahan serta membedakan bahan asing yang menyusup ke
dalam host (Ricklin et al., 2010).

Komplemen beredar di darah dalam kondisi yang tidak aktif. Ketika dirasa terjadi
ancaman bahan asing oleh sistem imun, komplemen akan aktif dan sistem komplemen
secara keseluruhan akan teraktivasi. Sistem komplemen merupakan serangkaian dan
kumpulan komponen komplemen di dalamnya. Satu persatu komponennya akan
teraktivasi dengan reaksi yang berantai (cascade). Disamping perannya dalam eliminasi
mirkroba, komplemen yang teraktivasi juga berperan pada proses yang beragam seperti
maturasi sinaps, cleareance kompleks imun (ikatan antigen-antibodi), angiogenesis,
mobilisasi sel progenitor atau stem cell hematopoietik (HSCP = Hematopoietik Stem
Cell Progenitor), regenerasi jaringan dan metabolism lipid (Ricklin et al., 2010).

Reaksi yang ditimbulkan dari aktivasi komplemen berjalan berurutan (casacade)


yang pada akhirnya mengaktivkan suatu komplemen terminal/ ujung (C5 – C9) yang
mencetuskan/ trigger proses lisisnya membrane sel target (contoh : mikroba), proses ini
disebut dengan Membrane Attack Complex (MAC).

B. Sistem Komplemen dan Komponennya

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa komplemen membentuk suatu sistem.
Sistem komplemen sebagai satu kesatuan memiliki peran masing-masing di dalamnya,
ada yang berperan sebagai efektor, reseptor dan regulator. Seperti layaknya suatu
sistem pemerintahan, didalamnya ada yang berperan sebagai eksekutif, yudikatif dan
legislatif.

Sistem komplemen merupakan sistem enzimatis, dan menyebabkan aktivasinya


berantai. Dikatakan sebagai sistem enzimatis karena salah satu komponen komplemen
yang aktif akan berperan sebagai enzim, dan memecah komplemen lain sebagai

3
substrat sehingga menghasilkan produk berupa fragmen peptida kecil (komplemen
dengan fungsi biologis tertentu, lihat sub bab Fungsi Komplemen).

Gambar 1. Pemecahan Komplemen menjadi Fragmen kecil dan Besar

Keterangan : Pollen sebagai antigen, dipermukaannya mengandung


Lipopolisakarida (LPS). LPS dapat mecetuskan C3 untuk aktif
dan mendekat. Selanjutnya C3 akan membelah membentuk C3a
(fragmen kecil) sebagai produk dan C3b (fragmen besar)
sebagai substrat untuk C5.

Secara keseluruhan komplemen memiliki 9 komponen besar, yaitu komplemen


(Complement = C) no. 1 – 9, selanjutnya disebut C1-C9, namun karena komplemen
memiliki peran sebagai efektor, reseptor dan regulator dapat terbagi lagi menjadi
sekitar 30 komponen.

1. Komplemen Efektor

Efektor secara umum dapat diartikan sebagai molekul yang


mengatur aktivitas biologikal dan dapat berperan sebagai sinyal dari
suatu reaksi berantai. Komplemen sebagai efektor juga memiliki
peran yang sama, diantaranya sebagai sinyal agar reaksi aktivasi
komplemen dapat berjalan berurutan (cascade). Sebagian besar

4
komponen komplemen berperan sebagai efektor, baik komplemen
yang berperan sebagai enzim, substrat, maupun produk yang
dihasilkan dari sistem enzimatis tersebut (lihat Gambar 2.)

Gambar 2. Komplemen sebagai efektor


Keterangan :

1. Mikroba yang dikenali sebagai Antigen (Ag) akan dberikatan


dengan Antibodi (Ab)
2. Ikatan ini (Ag - Ab) akan merangsang C1 untuk aktif dan
mendekat dan berikatan. Ikatan antara C1 dan (Ag-Ab)
membuat komponen C1 (C1r dan C1s) untuk lepas
3. C1r dan C1s yang lepas sebagai sinyal untuk C4 untuk datang
dan mendekat ke daerah aktivasi komplemen
4. C4 yang datang akan berikatan dengan C1, C1 berperan sebagai
enzim.
5. Ikatan C1 dengan C4 akan mengakibatkan C4 membelah
menjadi C4a (sebagai produk) dan C4b (sebagai substrat).
C4a sebagai produk akan diffuse dan menyebar dan berfungsi
sebagai anafilatoksin, sedangkan C4b sebagai substrat untuk
C2, dst..

2. Komplemen Reseptor

Komunikasi antara sel dan molekul disekelilingnya diperankan oleh


banyak perantara, salah satunya adalah reseptor. Komponen

5
komplemen yang aktif dan menjalankan fungsinya juga memerlukan
reseptor untuk berikatan dengan sel yang membantu menjalankan
fungsinya, contoh : komplemen C3b yang salah satu fungsinya
sebagai opsonin (membantu fagositosis) memerlukan bantuan sel
fagosit (contoh : makrofag) untuk menjalankan fungsinya.
Komunikasi komplemen C3b dengan makrofag akan terjalin jika
terdapat reseptor CR1 pada permukaan makrofag tersebut.

Gambar 3. Komplemen sebagai Reseptor

Keterangan :

1. Antigen (Ag) sebagai benda asing harus dihancurkan melalui proses


fagositosis. Komplemen aktif yang diperankan oleh C3b menempel
dipermukaan Ag. Reseptor spesifik untuk C3b yaitu CR1 yang
terdapat dipermukaan makrofag juga ikut aktif.
2. Aktifnya reseptor CR1 diikuti dengan mendekatkan diri dan
berikatan dengan komplemen C3b, hal ini memudahkan makrofag
sebagai sel fagosit untuk mengenali Ag. C3b sebagai opsonin
memberikan sinyal ke makrofag untuk membantu proses fagositosis.
3. Ikatan antara reseptor (CR1) dan ligannya (C3b) memfasilitasi
makrofag untuk melakukan fagositosis, menyeliputi permukaan Ag
dengan kaki semunya.
4. Proses fagositosis berlangsung, terjadi fusi antara lisosom dan
fagosom yang mengandung Ag, selanjutnya Ag akan dilisiskan dan
dihancurkan.

6
Reseptor komplemen dengan ligan spesifik, serta fungsinya dapat
dilihat pada Tabel 1.

Sumber : Leslie, 2001

3. Komplemen Regulator

Komplemen merupakan suatu sistem yang berantai, yang aktivasinya terjadi


terus menerus selama sistem imun mengenali adanya bahan asing (antigen)
di dalam tubuh host. Akhir dari aktivasi komplemen melalui jalurnya
masing-masing akan mencetuskan terjadinya pelisisan membran pathogen
(lihat sub bab D. Aktivasi). Aktivasi sistem komplemen yang terus
menerus ini perlu di atur oleh komponen komplemen yang berperan sebagai
regulator/ pengatur. Jika suatu individu tidak memiliki atau defisiensi dari
komplemen regulator, maka dapat menimbulkan suatu kondisi patologis,
seperti penyakit autoimun. Sebagai contoh C1 INH sebagai komplemen
yang berperan dalam inhibitor komplemen C1 sehingga menghambat
aktivasi enzimatis dari C1r dan C1s, yang selanjutnya juga akan
menghambat aktivasi C2, dst.

Peran fungsi komplemen yang berperan sebagai regulator dapat dilihat pada
Tabel 2.

7
Tabel 2. Bagian Sistem Komplemen yang berperan sebagai Regulator.

No. Peran dan Fungsi Komplemen


1. Protein Regulator Properdin
(meningkatkan fungsi/
up regulating)
2. Protein Regulator C1 Inhibitor (C1 INH)
(menurunkan fungsi / C4- binding protein (C4-bp)
down regulating Faktor H
Faktor I
S protein (Vitronectin)
Clusterin
Carboxypeptidase N (anaphyatoxin inactivator)
3. Protein Membran CR1 (CD35)
Regulator Membrane cofactor protein (MCP; CD46)
Decay-accelerating factor (DAF, CD55)
CD59 (membrane inhibitor of reative lysis; protectin)
4. Reseptor Membran Complement Receptor (CR1) ; CD35
CR2 (CD21)
CR3 (CD11b/ CD18)
CR4 (CD11c/ CD18)
C3a reseptor
C5a reseptor
C1q reseptor
Complement receptor of the Ig Superfamily (CRIg)
Sumber : Johnston, 2011

C. Nomenclature Komplemen

Komplemen diberi simbol dengan huruf “C” yang merupakan singkatan dari
“Complement” (bahasa Inggris dari komplemen). Komponen komplemen dinamakan
dengan urutan nomor, yaitu dari C1- C9, kecuali C4 aktif sebelum C2 (C1 – C4 – C2 – C3
– C5 – C6 – C7 – C8 – C9). Penamaan komplemen juga dengan simbol huruf, contoh :
faktor D (jalur alternatif), atau dengan penamaan trivial, contoh : homologous restriction
factor. Fragmen peptida yang terbetuk dari aktivasi komplemen diberi simbol huruf kecil.

8
Umumnya, fragmen peptida kecil dihasilkan dari pembelahan komplemen yang lebih
besar.

Fragmen kecil tersebut disimbolkan dengan hurruf “a”, sementara fragmen yang
lebih besar diberi symbol “b”, contoh : C3a, C5a, kecuali untuk C2a; C2a adalah fragmen
yang lebih besar. Fragmen yang lebih besar akan berikatan dengan komplemen target yang
berdekatan dengan tempat aktivasi. Sedangkan fragmen yang ebih kecil akan menyebar
dan berfungsi sesuai dengan aktivitas biologiknya, contoh C3a, C4a, dan C5a menginisiasi
respon inflamasi melalui ikatannya dengan reseptor khusus. Fragmen komplemen akan
berikatan dengan satu dan komponen lainnya untuk membentuk kompleks yang memiliki
fungsi sebagai enzim. Kompleks komplemen yang berfungsi sebagai enzim ini diberi
simbol bar (garis atas), contoh : C4b2a, C3bBb (Kindt et al., 2007).

Komponen C1 pada serum berbentuk kompleks makromolekul, tersusun atas C1q,


2 molekul C1r dan 2 moleku C1s yng terikat bersama membentuk kompleks (C1q,r 2s2)
yang distabilkan oleh ion Ca2+.

Gambar 4. Struktur C1

D. Aktivasi

Komplemen ada dalam keadaan inaktif, untuk menjadi aktif harus ada yang
mengaktifkan. Aktivasi komplemen melalui 3 jalur, jalur klasik, alternatif dan lektin.
Aktivasi dari ketiga jalur dibedakan berdasarkan aktivatornya. Pada jalur klasik, aktivasi

9
terjadi karena adanya ikatan antara antigen dan antibodi selanjutnya akan berikatan dengan
komplemen C1, dst. Jalur alternatif diaktifkan oleh komponen asing, baik berupa patogen
maupun non patogen. Dan jalur Lektin diaktifkan molekul karbohidrat (manosa) yang ada
dipermukaan antigen tersebut. Reaksi berantai terakhir dari masing-masing ketiga jalur
tersebut akan mengawali terjadinya suatu proses pelisisan membran target atau disebut
dengan Membrane-Attack Complec (MAC) (Kindt et al., 2007).

a. Jalur Klasik

Aktivasi komplemen jalur klasik umumnya diawali dnegan pembentukan kompleks


antigen-antibodi soluble/ terlarut, atau ikatan antara antibodi terhadap antigen pada target
tertentu, seperti sel bakteri (Ag). Pembentukan ikatan Ag-Ab menginduksi perubahan
konformasi dari Fc (Fragmen crystallizable) immunoglobulin (biasanya IgM dan IgG)
yang selanjutnya memapar komponen komplemen C1, yaitu C1q (Kindt et al., 2007). Jalur
Klasik berlanjut dengan menempelnya C1 (C1q) dengan bagian Fc dari imunoglobulin
(setelah antibodi berikatan dengan antigen). Beberapa bakteri dari genus Mycoplasma,
RNA virus, dan komponen lipid A dari endotoksin bakteri dapat mengaktifkan C1q dan
memicu full cascade komplemen. Molekul endogen seperti kristal asam urat, deposit
amyloid, DNA, ataupun komponen dari sel yang telah rusak (apoptosis) juga dapat
mengaktifkan C1q. C1q disintesis di retina, dan otak (Johnston, 2011).

Ikatan antara C1q terhadap Fc dapat membentuk perubahan konformasi pada C1r
yang mengubah C1r menjadi enzim protease serin, C1r, yang selanjutnya mengubah C1s
menjadi enzim aktif yang serupa, C1s. Komponen C4 teraktivasi ketika C1s menghidrolisis
fragmen kecil C4a (berfungsi sebagai anafilatoksin/ mediator inflamasi), dan
meninggalkan fragmen yang lebih besar (C4b). Fragmen C4b berikatan dengan permukaan
target (sel yang mengalami apoptosis, sel pathogen dll) dan mengaktifkan C2 (sebagai
proenzim). C2 berikatan di sisi aktif dari C4b, selanjutnya C2 dipecah oleh C1s, dan
fragmen yang lebih kecil C2b lepas dan menyebar, menyisakan C4b2a atau disebut C3
konvertase. C3 konvertase berfungsi untuk mengaktifkan C3. Hidrolisis C3a oleh C3

10
konvertase membentuk C3b. Satu molekul C3 konvertase mampu menghasilkan 200
molekul C3b dan merupakan sinyal yang dahsyat pada tahapan reaksi berantai ini.
Beberapa C3b akan berikatan dengan kompleks C4b2a membentuk C4b2a3b atau C5
konvertase. C3b dari kompleks ini mampu mengikat C5 dan mengubah konformasinya,
sehingga C4b2a dapat memecah C5 menjadi C5a yang lepas dan menyebar (sebagai
anafilatoksin) dan C5b yang berikatan dengan C6-C9 yang berperan dalam Membrane-
Attack Complex (MAC) dan terjadilah lisis sel target (Kindt et al., 2007).

b. Jalur Alternatif

Jalur Alternatif dari sistem komplemen ini merupakan jalur pintas atau shortcut.
Dikatakan jalur Alternatif atau jalur pintas karena menghasilkan C5b produk yang sama
dari yang dihasilkan oleh jalur Klasik. Jalur ini dicetuskan oleh semua bahan-bahan yang
dianggap asing oleh host (contoh : baik bakteri gram positif maupun gram negatif).

Pada jalur Alternatif, C3 merupakan komplemen yang mengandung ikatan thioester


yang tidak stabil dan dapat mengalami hidrolisis spontan menjadi C3a yang lepas dan
menyebar (sebagai anafilatoksin) dan C3b. Komplemen C3b dapat berikatan dengan
antigen permukaan asing, seperti sel bakteri atau partikel virus atau bahkan sel host itu
sendiri. Sebagian besar membran sel mamalia mengandung konsentrasi tinggi sialic acid
yang berperan dalam inaktivasi spontan ikatan C3b pada sel host. Jika terjadi kesalahan
dalam target aktivasi komplemen, dan sel normal host yang menjadi target, tidak akan
terjadi kerusakan yang berkelanjutan.

Beberapa antigen permukaan sel asing (dinding sel bakteri, dinding sel kapang/
yeast, atau selubung/ envelope virus tertentu) mengandung sialic acid dalam konsentrasi
rendah, sehingga C3b yang berikatan dengan permukaan sel tersebut akan tetap aktif dan
meneruskan reaksi berantai dalam waktu yang lama. C3b yang menempel pada permukaan
sel diatas dapat juga berikatan dengan protein serum ain yang disebut faktor B. Ikatan
antara C3b dengan faktor B akan berperan sebagai substrat untuk enzim suatu protein
serum aktif (Faktor D).

11
Faktor D memecah ikatan C3b dan faktor B, melepaskan fragmen kecil faktor Bb.
Faktor Bb berikatan dengan C3b sekelillingnya membentuk kompleks C3bBb yang
memiliki peran sebagai C3 konvertase. Aktivitas C3 konvertase ini menghasilkan
C3bBb3b yang berperan sebagai C5 konvertase. Komplemen non enzimatik C3b
berikatan dengan C5, dan komponen Bb akan menghidrolisis C5 menjadi C5a dan C5b.
Selanjutnya sama seperti jalur Klasik, C5a akan lepas dan menyebar menjadi anafilatoksin,
sedangkan C5b berikatan dengan C6-C9 membentuk kompleks MAC.

c. Jalur Lektin

Jalur Lektin dan jalur Klasik hanya berbeda pada awal, yaitu pada tahap pengenalan
dan aktivasi oleh bahan asingnya (aktivator). Pada jalur Klasik dibutuhkan antibodi untuk
mengaktifkan jalur, sedangkan pada jalur Lektin tanpa keberadaan antibodi pun mampu
teraktivasi. Lektin merupakan suatu protein yang mengenali dan berikatan secara spesifik
dengan karbohirat yaitu manosa. Beberapa istilah lain digunakan untuk jalur Lektin ini
adalah jalur Mannan – Binding Lektin (MBL) (Kindt et al., 2007).

Jalur Mannan – Binding Lektin megikat karbohidrat sederhana manosa dan N-acetyl
gucosamine yang berada di dinding sel pada kebanyakan pathogen, termasuk yeast, bakteri,
virus, dan fungi. Ikatan dengan manosa menyebabkan perubahan bentuk MBL yang
menginduksi aktivasi autokatalitik pada MASPs, enzim ini dapat memecah C4 dan C2
untuk berlanjut ke aktivasi berikutnya seperti pada jalur Klasik (Male et al., 2006).

Jalur Lektin seperti jalur Alternatif, tidak tergantung antibodi untuk aktivasinya,
tetapi mekanismenya lebih mirip dengan jalur Klasik karena setelah tahap aktivasi melalui
aksi C4 dan C2 untuk memproduksi C5 konvertase. Jalur Lektin ini diaktifkan oleh ikatan
manosa dan Lektin (MBL), yaitu yang berasal dari residu manosa di karbohidrat atau
glikoprotein pada permukaan mikroorganisme termasuk genus strain Salmonella, Listeria,
Neisseria, atau juga pada spesies Cryptococcus neoformans dan Candida albicans (Kindt
et al., 2007).

12
Mannan – Binding Lektin adalah protein fase akut yang merupakan produk dari
respon inflamasi yang fungsinya mirip dengan C1q pada sistem komplemen. Setelah MBL
berikatan dengan permukaan sel atau pathogen, molekul yang dinamakan MBL-Associated
Serin Protease (MASP) akan berikatan dengan MBL. Konsekuensi dari asosiasi tersebut
akan membentuk kompleks aktif antara MASP-MBL, kompleks ini akan menyebabkan
aktivasi C4 dan C2. Molekul MBL-Associated Serin Protease (MASP) ini terdiri atas
MASP1 dan MASP2 yang masing-masing memiliki struktur yang mirip dengan C1r dan
C1s yang termasuk pada jalur Klasik. Aktivasi C4 dan C2 selanjutnya identik dengan jalur
Klasik (Kindt et al., 2007).

Gambar 5. Aktivasi Sistem Komplemen Jalur Klasik, Alternatif dan Lektin


(Male et al., 2006).

13
Tabel 3.
No. Peran dan Fungsi Komplemen
1. Jalur Klasik C1q; C1r dan C1s
C4
C2
C3
2. Jalur Alternatif Faktor B
Faktor D
3. Jalur Lektin Mannose- binding Lectin (MBL), ficolin 1, 2, 3
MBL- associated Serine Proteasse (MASPs) 1, 2
4. Membrane Attack C5 – C9
Complex (MAC)

E. Fungsi Komplemen

Aktivitas utama dari sistem komplemen adalah untuk mengubah membran dan
mengikat antigen melalui pengikatan kovalen dari fragmennya yang sedang aktif
(Atkinson, 2013). Komplemen juga memiliki fungsi sentral pada inflamasi menyebabkan
kemotaksis pada fagosit, aktivasi sel mast dan fagosit, opsonisasi dan lisis sel pathogen,
juga sebagai clearance kompleks imun (Male et al., 2006) Setelah aktivasi awal, berbagai
komponen komplemen berinteraksi melalui reaksi berantai yang diatur sedemikian rupa,
untuk menjalankan fungsi utamanya, yaitu :

1. Lisis sel, bakteri atau virus.


2. Opsonisasi, yang mendukung fagositosis antigen tertentu.
3. Berikatan dengan reseptor komplemen spesifik pada sel dari sistem imun,
memicu fungsi sel spesifik, inflamasi, mensekresi molekul immunoregulatory.
4. Clearence kompleks imun, yaitu menyingkirkan kompleks imun dari sirkulasi
dan lalu mengendapkannya pada limpa atau hepar (Kindt et al. et al. 2007).

14
Gambar 6. Aktivitas Biologis Komplemen

F. Defisiensi Komplemen

Komponen komplemen dapat mengalami defisiensi terkait kelainan genetik.


Defisiensi homozigot pada komponen jalur klasik seperti C1q, C1r, C1s, C2 dan C4
menunjukkan gejala yang ditandai dengan peningkatan penyakit yang berhubungan dengan
kompleks imun seperti Sistemik Lupus Eritematosus, glumerolunefritis, dan vaskulitis.
Defisiensi tersebut menegaskan pentingnya reaksi pada awal sistem komplemen yaitu pada
pembentukan C3b, dan peran penting C3b pada solubilisasi dan clearance kompleks imun.
Lebih lanjut, pada penyakit kompleks imun, individu dengan defisiensi komplemen
tersebut lebih rentan mengalami infeksi pyogenik (bakteri yang menghasilkan pus) yang
berulang, seperti Streptococci dan Staphylococci (Kindt, 2012).

15
Defisiensi Komponen secara Genetik

Defisiensi bawaaan/ congenital dari komponen jalur Klasik dan jalur Lektin juga
faktor D dan Properdin dari jalur Alternatif dapat dilihat pada Tabel 4. Semua komponen
dari jalur Klasik dan Alternatif kecuali defisiensi Properdin diturunkan secara Autosomal
recessive co-dominant. Masing-masing orangtua akan membawa satu gen yang mengkode
sintesis dari setengah level/ konsentrasi komponen pada serum darah keturunannya.
Sedangkan defisiensi Properdin diturunkan secara x-Linked.

Sebagian besar pasien dengan defisiensi C1q primer umumnya mengalami Lupus
Eritematosus Sistemik (SLE). Beberapa anak-anak yang mengalami defisiensi C1q
mungkin untuk mengalami infeksi serius termasuk septicemia dan meningitis. Individu
dengan defisiensi C1r, C1s, kombinasi C1r/C1s, C4, C2, atau C3 juga memiliki insidensi
yang tinggi untuk mengalami sindroma autoimun, terutama SLE atau sindrom yang
menyerupai SLE dengan level antibodi untuk antinuclear tidak mengalami kenaikan.

C4 dikode oleh 2 gen, yang disebut gen C4A dan C4B. defisiens C4 menunjukkan
ketidakadaan baik porduk gen C4A maupun C4B. Defisiensi homozigot/ komplit dari C4A
hanya muncul sekitar 1% dari populasi yang juga merupakan predisposisi untuk terjadinya
SLE. Pasien dengan defisiensi pada C4B kemungkinan mengalami predisposisi terhadap
infeksi. Beberapa pasien dengan defisiensi C5, C6, C7 atau C8 mengalami SLE, tetapi
infeksi menigococcal yang berulang/ recurrent lebih sering menjadi masalah utama.
Individu dengan defisiensi C2 memiliki predisposisi untuk penyakit septicemic
seumur hidupnya yang umumnya disebabkan karena pneumococci. Sebagian besar
memiliki masalah dengan peningkatan kerentanan terhadap infeksi, kiranya dikarenakan
fungsi proteksi di jalur Alternatif. Gen-gen untuk C2, faktor B dan C4 terletak berdekatan
satu dengan ain pada kromosom no.6, dan penurunan sebagian dari konsentrasi faktor B
dapat terjadi bersamaan dengan defisiensi C2.
Komponen C3 dapat diaktifkan oleh C142 atau oleh jalur Alternatif. Tapi
keberadaan C3, opsonisasi bakteri menjadi tidak efisien, dan fragmen kemotasis dari C5

16
(C5a) tidak dibentuk. Beberapa organisme atau mikroba harus diopsonisasi dengan baik
sehingga dapat dieliminasi. Defisiensi C3 secara genetik berhubungan dengan infeksi
pyogenik (menghasilkan pus/ nanah) karena pneumococci dan meningococci yang
beruang.
Lebih dari 50% indvidu yang dilaporkan memiliki defisiensi C5, C6, C7, atau C8
secara genetik, rentan terhadap infeksi meningococcal meningitis atau ekstragenital
gonococcal. Komponen C9 yang merupakan komplemen terminal yang juga berperan
sebagai bakterisida. Untuk dapat dieliminasi, Neisseria harus dibunuh dengan bakterisida,
sehingga pasien dengan defisiensi C9 menunjukkan kerentanan terhadap infeksi Neisseria.
Beberapa individu yang diidentifikasi mengalami defisiensi untuk faktor D pada
jalur Alternatif, mengalami infeksi berulang genus Neisseria. Mutasi pada struktur gen
yang mengkode MBL atau polimorfisme pada bagian promoter gen menghasilkan variasi
antar individu terhadap konsentrasi MBL di sikulasi. Lebih dari 90% individu dengan
defisiensi MBL tidak meunjukkan predisposisi untuk infeksi tertentu, tetapi konsentrasi
MBL yang sangat rendah menunjukkan predisposisi untuk infeksi saluran respirasi
berulang pada masa anak-anak sampai terjadi infeksi pyogenic dan fungal yang serius.
Defisiensi MASP-2 dilaporkan terjadi pada individu dengan gejala mirip SLE dan infeksi
pneumococcal pneumonia berulang. Defisiensi ficolin-3 berasosiasi dengan pneumonia,
cerebral abcesses dan bronchiectasis berulang semenjak masa anak-anak awal (Johnston,
2011; chapter 128).
Defisiensi kongenital dari protein komplemen regulator, cth. C1 inhibitor (C1Inh)
juga berasosiasi dengan kondisi patologis. C1Inh berfungsi untuk mengatur aktivasi pada
jalur Klasik dengan cara mencegah aktivasi berlebihan dari C4 dan C2. Defisiensi pada
komponen ini diturunkan secara autosomal dominan dengan frekuensi 1 : 1000. Kondisi ini
meningkatkan risiko individu mengalami angiodema herediter, yang menunjukkan
manifestasi klinis edema jaringan lokal yang sering terjadi setelah trauma, tapi juga karena
penyebab yang kurang jelas. Edema juga dapat terjadi di jaringan subkutan atau didalam
perut dan menyebabkan sakit pada bagian abdominal, atau pada saluran respirasi atas yang
mengakibatkan sesak napas (Kindt, 2007).

17
Gambar 7. Defisiensi Komplemen dan Kondisi Patologisnya (Male et al., 2006).

Defisiensi komplemen yang terjadi pada jalur aktivasi Klasik, Alternatif maupun
Lektin dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Defisiensi Komplemen pada Jalur Klasik, Alternatif, dan Lektin


(Johnston, 2011)

18
Latihan Soal

1. Salah satu konsekuensi yang terjadi akibat ikatan Antigen dan IgG adalah aktivasi
komplemen. Komplemen jalur manakah yang akan teraktivasi akibat ikatan Ag-Ab?
A. JalurKlasik
B. JalurAlternatif
C. JalurLektin
D. JalurProperdin
E. Jalur MBL

2. Komplemen merupakan suatu sistem yang melibatkan banyak komponen didalamnya.


Komponen komplemen yang berfungsi sebagai efektor sehingga komplemen yang lain
aktif berperan sebagai …
A. Reseptor
B. Regulator
C. Inhibitor
D. Enzim
E. Substrat

3. Pada sistem komplemen terjadi reaksi enzimatik yaitu substrat dipecah menjadi bagian
yang lebih kecil. Apakah arti komplemen berikut C2b?
A. Fragmen besar komplemen no.2 yang inaktif
B. Fragmen besar komplemen no.2 yang aktif
C. Fragmen kecil komplemen no. 2 yang aktif
D. Fragmen kecil komplemen no. 2 yang inaktif
E. Fragmen besar komplemen no.2 sebagai substrat yang aktif

4. Sistem komplemen tersusun atas beberapa komponen. Kondisi patologis dimana terjadi
autodestruksi/ autoimun merupakan defisiensi dari komponen….
A. Komponen aktivator komplemen
B. Komponen regulator komplemen
C. Komponen reseptor komplemen
D. Komponen Protein komplemen
E. Komponen komplemen

5. Defisiensi komponen komplemen dapat beakibat suatu kondisi autoimun atau resisten
terhadap pathogen. Berikut ini yang terjadi akibat defisiensi inhibitor C1 adalah …
A. Sistemik Lupus Erimatosus
B. Hemolisis RBC intermittent
C. Hemoglobulinuria
D. Angiodem herediter
E. Dermatitis atopik

19
6. Komplemen no. 2 dengan fragmen lebih besar yang tidak aktif dapat disimbolkan dengan
A. iC2b
B. iC2a
C. C2b
D. C2b
E. C2

7. Dibawah ini manakah yang benar mengenai komplemen jalur alternatif?


A. Aktivator jalur alternatif adalah karbohidrat pada sel tumbuhan
B. Aktivasi dimulai dari C1 yang berikatan dengan Ab
C. Komponen aktivator jalur alternatif adalah manosa pada bakteri
D. Urutan pada jalur alternatif identik dengan jalur klasik
E. Pada Jalur alternatif melibatkan 9 komponen komplemen utama

8. Komplemen yang aktif akan berakhir dengan Membrane Attack Complex (MAC).
Komponen komplemen yang paling berperan dalam MAC adalah …
A. C1 dan C4
B. C1, C2, C3 dan C4
C. C3 sampai C9
D. C5, C6, C7
E. C5 sampai C9

9. Aktivator jalur aktivasi komplemen yang ditimbulkan oleh pengikatan dengan sejenis
karbohidrat pada dinding bakteri disebut jalur.….
A. Jalur Klasik
B. Jalur alternatif
C. Jalur Lektin
D. Jalur Konvensional
E. Jalur MAC

10. Manakah dari pernyataan berikut ini yang benar….


A. Komplemen sudah merupakan komponen aktif dari awal
B. Komplemen merupakan komponen dari sistem imun spesifik
C. Salah satu akibat dari aktivasi komplemen adalah membrane Attack complex
D. Aktivasi komplemen jalur Klasik diawali dari C3
E. Aktivasi komplemen merupakan reaksi tunggal

11. Berikut ini adalah dampak yang ditimbulkan dari respon inflamasi pada aktivasi
komplemen adalah ......
A. Suplai darah ke tempat terjadinya infeksi meningkat
B. Terjadi bloking Antibodi dan sel fagosit ke daerah terinfeksi
C. kapiler darah susah dilalui
D. Membran kapiler kontraksi
E. sel-sel endotel merapat

20
12. Pada sistem komplemen terdapat mekanisme tubuh yang terjadi sehingga reaksi aktivasi
tidak terjadi terus menerus. Komponen komplemen pada mekanisme tersebut disebut
sebagai….Regulator komplemen
A. Aktivator komplemen
B. Inhibitor Komplemen
C. Supresor komplemen
D. Reseptor komplemen

13. Antibodi IgA pada seseorang dapat mengaktifkan komplemen jalur …


A. Leptin
B. Spesifik
C. Klasik
D. MBL
E. Alternatif

14. Berikut ini adalah karakteristik dari komplemen, yaitu ..


A. Heat stabil
B. Reaksinya irreversible
C. Komplemen sebagai substrat diaktifkan terlebih dahulu
D. Berada di plasma darah dalam bentuk inaktif
E. Merupakan komponen selular

15. Manakah dari pernyataan berikut ini yang benar….


A. Komplemen sudah merupakan komponen aktif dari awal
B. Komplemen merupakan komponen dari sistem imun spesifik
C. Aktivasi komplemen membantu proses fagositosis
D. Aktivasi komplemen jalur Klasik dapat melibatkan substansi non patogen
E. Aktivasi komplemen merupakan reaksi tunggal

16. Reseptor CR1 memiliki fungsi antara lain, yaitu …


A. Mengikat kompleks imun sehingga terjadi lisis sel
B. Mengikat komplemen C1-C3 sebagai respon inflamasi
C. Mengikat komplemen terminal sebagai respon inflamasi
D. Mengikat komplemen C3a, C4a terhadap antigen
E. Mengikat komplemen C3b,C4b memudahkan fagositosis

17. Penamaan komplemen berikut dimana komplemen 2 dengan fragmen lebih kecil yang
teraktivasi berperan sebagai substrat adalah ….
A. C2b
B. C2b
C. C2a
D. iC2a
E. C2

21
18. Simbol untuk komplemen substrat dengan fragmen berukuran besar, dan aktif setelah C3
adalah ….
A. C2a
B. C4a
C. C4b
D. C5a
E. C5b

19. Simbol untuk komplemen yang inaktif sesudah C1 adalah …


A. C2
B. iC2
C. C4
D. iC4
E. C3
20. Komplemen memiliki beberapa fungsi, dibawah ini fungsi komplemen yang terjadi jika
aktivasinya menyebabkan degranulasi sel mast adalah …
A. Fungsi lisis sel
B. Fungsi clearance kompleks imun
C. Fungsi opsonisasi
D. Fungsi fagositosis
E. Fungsi respon inflamasi

21. Seorang pasien yang datang dengan kondisi rentan terhadap bakteri Streptococcus
pneumoniae yang infeksinya memerlukan opsonisasi. Dari ilustrasi diatas, dapat diduga
bahwa pasien tersebut mengalami defisiensi komplemen …
A. Komplemen C1-C3
B. Komplemen C3a-C5a
C. Komplemen terminal
D. Komplemen inhibitor
E. Komplemen regulator

22. Defisiensi komplemen berakibat pada suatu kondisi patologis. Terjadinya kondisi
kerentanan terhadap infeksi berulang oleh Neisseria terjadi akibat defisiensi ….
A. Properdin
B. C1q
C. Inhibitor C1
D. DAF
E. C terminal
23. Aktivasi komplemen bertujuan untuk fagositosis bakteri. Komplemen yang fungsi sebagai
sinyal agar terjadi komunikasi antar makrofag dengan sel bakteri sehingga memudahkan
fagositosis adalah ….
A. Enzim
B. substrat
C. Reseptor
D. Inhibitor
E. Aktivator

22
Daftar Pustaka

Atkinson JP. 2013. Complement System. Kelley's Textbook of Rheumatology , 9th Edition.
Chapter 23.

Isenman DE, R. Mandle, and MC. Caroll. 2013. Complement and Immunoglobulin
Biology. Immunologic Basis of Hematology. Chapter 22.

Janeway CA., P. Travers, M. Walport, and ML. Shlomchik. 2001.


Immunobiology, 5th edition, The Immune System in Health and Disease, New York :
Garland Science.

Johnston RB., 2011. Complement System, Nelson Textbook of Pediatrics , 19th Edition.
Chapter 4

Johnston RB., 2011. Disorder and Complement System, Nelson Textbook of Pediatrics ,
19th Edition. Chapter 128

Kindt, TJ., RA. Goldby, BA. Osbrne ang J. Kuby. 2007. Immunology.

Leslie RGQ., 2001. Complement Receptors. Encyclopedia of Life Science. Nature


Publishing Group.

Male D., J. Bronstoff, DB. Roth, and I. Roitt. 2006. Immunology. 7th Ed.

Sullivan and Grumach, 2014, Middleton's Allergy; Principles and Practice , 8th ed.

Ricklin D., G. Hajishengallis, K. Yang, and JD. Lambris. 2010. Complement – A Key
System for Immune Surveillance and Homeostatsis. Nat Immunol, 11(9) : 785-797

23

Anda mungkin juga menyukai