Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan uterus abnormal merupakan variasi dari siklus menstruasi


normal, termasuk perubahan keteraturan, frekuensi menstruasi, durasi dari siklus
menstruasi, dan jumlah darah yang dikeluarkan (Rowe., 2013). Berdasarkan
terminologinya perdarahan uterus abnormal terdiri atas gangguan lama dan jumlah
darah haid (menoragia dan hipomenorea), gangguan siklus haid (polimenorea,
oligomenorea, dan amenorea), gangguan perdarahan di luar siklus haid
(menometroraragia), dan gangguan lain yang berhubungan dengan haid
(dismenorea, dan sindroma prahaid) (Hendarto., 2011). Perdarahan uterus
abnormal terjadi pada 5% wanita dengan siklus menstruasi, dimana 80% kasusnya
merupakan menoragia yang paling banyak menyebabkan anemia karena
kekurangan zat besi (Tyas., 2015).

Menurut Depkes (2010) di Indonesia, kejadian menometroragia bisa


menimpa wanita mulai remaja (sudah menstruasi) hingga pre-menopause
(menjelang berakhirnya masa menstruasi). Sekitar 20% bisa dialami oleh wanita
remaja dan wanita muda, sedangkan 40% pada wanita paruh baya (usia lebih 40
tahun). Di Yogyakarta kasus menometroragia sebesar 11,7% dari kelainan
menstruasi yang menimpa wanita. Sekitar 90% perdarahan uterus disfungsional
(perdarahan rahim) terjadi tanpa ovulasi (anovulation) dan 10% terjadi dalam
siklus ovulasi. Penyebabnya antara lain obesitas (terlalu gemuk), pekerjaan berat
dan stress diduga ikut berperan terjadinya menometroragia (menstruasi
berkepanjangan) (Tyas., 2015).

Kelainan haid biasanya terjadi karena ketidak seimbangan hormon-


hormon yang mengatur haid, namun dapat juga disebabkan oleh kondisi medis
lainnya. Banyaknya perdarahan ditentukan oleh lebarnya pembukuh darah,
banyaknya pembuluh darah yang terbuka, dan tekanan intravaskular. Lamanya
pedarahan ditentukan oleh daya penyembuhan luka atau daya regenerasi. Daya
regenerasi berkurang pada infeksi, mioma, polip dan pada karsinoma
(FK-UNPAD., 2011).
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas pasien
Nama : Ny. Lasiyem
Umur : 44 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Karangwuni, Karangmojo, Tasik madu
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
B. Anamnesis
1. Keluhan utama
Keluar darah dari jalan lahir
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RSUD Kabupaten Karanganyar dengan keluhan keluar
darah dari jalan lahir sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan ini didahului
riwayat tidak menstruasi selama 2 bulan sebelum menstruasi terakhir.
Warna darah haid merah kehitaman. Dalam satu hari ganti pembalut
sebanyak 6 kali. Perdarahan terkadang menggumpal dan terkadang hanya
berupa flek-flek. Keluhan lain seperti pusing, mual dan muntah tidak ada.
3. Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat keluhan serupa : diakui (sekitar 3 tahun lalu)
- Riwayat penyakit asma : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat diabetes melitus : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat operasi di abdomen : disangkal
- Riwayat penggunaan obat-obatan : disangkal
- Riwayat memelihara hewan peliharaan : disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga
- Riwayat penyakit asma : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat diabetes melitus : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
5. Riwayat sosial ekonomi
- Penderita merupakan seorang ibu rumah tangga, tinggal bersama
suami. Biaya pengobatan ditanggung keluarga.
- Kesan ekonomi : cukup
6. Riwayat pribadi
- Riwayat merokok : disangkal
- Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
7. Riwayat menstruasi
Menarche kurang lebih pada usia 13 tahun. Lama menstruasi lebih dari 1
bulan, dan siklus tidak teratur.
8. Riwayat KB

Pasien menggunakan KB suntik dan pil.

C. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Baik
2. Kesadaran
Compos mentis
3. Vital sign
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 80 kali / menit
- Suhu : 36,3◦C
- Pernapasan : 20 kali / menit
4. Status internus
- Kepala : normocephal
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek
cahaya (+/+), pupil bulat isokor (2 mm/ 2 mm).
- Telinga : normotia, discharge (-/-), massa (-/-).
- Hidung : simetris, napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-),
darah (-/-), septum ditengah, concha hiperemis (-/-)
- Mulut : Sianosis (-), bibir pucat (-), lidah kotor (-), karies
gigi (-), faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1)
- Leher : Pembesaran kelenjar thyroid (-), pembesaran
kelenjar getah bening (-)
- Thoraks :
o Cor
 Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V linea
midclavicularis sinistra,dan tidak kuat
angkat
 Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
 Auskultasi : BJ I/ II regular, bising (-)
o Pulmo
 Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, simetris,
retraksi (-/-)
 Palpasi : Fremitus kanan = kiri
 Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
 Auskultasi : SDV (+/+), Wheezing (-/-), Rhonkhi (-/-)
- Abdomen : sesuai status obstetrikus
- Ekstremitas :
o Edema : ekstremitas superior (-/-) / inferior (-/-)
o Akral hangat : ekstremitas superior (+/+) / inferior (+/+)
o Reflek fisiologis : ekstremitas superior (+N/+N) / inferior
(+N/+N)
o Reflek patologis : ekstremitas superior (-/-) / inferior (-/-)
5. Status Obstetrikus
- Palpasi : Tidak teraba massa
- VT : Portio mencucu, pembukaan (-), STLD (+)
- Usulan pemeriksaan : Dilakukan pemeriksaan inspekulo untuk
mengetahui keadaan di jalan lahir
6. Status Lokalis
- Nyeri tekan pada daerah suprapubik
- Terdapat cairan keluar dari vagina berwarna kemerahan, dan terdapat
darah pada pembalut sekitar 10 cc.
D. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin
- Hemoglobin : 15,6
- Hematokrit : 45,1
- Leukosit : 23,27
- Trombosit : 266
- Eritrosit : 5,27
2. Pemeriksaan HbsAg : non reaktif
3. Tes kehamilan : (-)
4. Pemeriksaan USG : tidak didapatkan kelainan organik
E. Diagnosis
Menometroragia et causa Perdarahan Uterus Disfungsi
F. Prognosis
Dubia ad bonam
G. Penatalaksanaan
1. Inf RL
2. Antibiotik : Amoxicilin 500 mg/ 8jam atau cefadroxil 2 X 1
3. Asam mefenamat 3 X 1
4. Norelut 1 X 1
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Perdarahan uterus abnormal merupakan variasi dari siklus menstruasi
normal, termasuk perubahan keteraturan, frekuensi menstruasi, durasi dari
siklus menstruasi, dan jumlah darah yang dikeluarkan (Rowe., 2013).
Berdasarkan terminologinya perdarahan uterus abnormal terdiri atas gangguan
lama dan jumlah darah haid (menoragia dan hipomenorea), gangguan siklus
haid (polimenorea, oligomenorea, dan amenorea), gangguan perdarahan di
luar siklus haid (menometroraragia), dan gangguan lain yang berhubungan
dengan haid (dismenorea, dan sindroma prahaid) (Hendarto., 2011).
Menoragia adalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih banyak
dan atau durasi lebih lama dari normal dengan siklus yang normal teratur.
Metroragia adalah perdarahan haid dengan interval tidak teratur, dan jumlah
darah, serta durasi lebih dari normal. Menometroragia sendiri adalah gangguan
perdarahan haid di luar siklus haid dan jumlah perdarahan lebih dari normal
(Hendarto., 2011).
B. Epidemiologi
Perdarahan uterus abnormal merupakan keluhan yang sering
menyebabkan seorang perempuan datang berobat ke dokter atau tempat
pertolongan pertama. Keluahan gangguan menstruasi bervariasi dari ringan
hingga berat, dan tidak jarang menyebabkan rasa frustasi baik bagi penderita
maupun dokter yang merawatnya. Data di beberapa negara industri
menyebutkan bahwa seperempat penduduk perempuan dilaporkan pernah
mengalami menoragia, 21% mengeluh siklus haid memendek, 17%
mengalami perdarahan antar haid, 6% mengalami perdarahan pasca senggama.
Selain menyebabkan gangguan kesehatan, gangguan menstruasi ternyata
berpengaruh pada aktivitas sehari-hari, yaitu dilaporkan 28% merasa
terganggu saat bekerja sehingga berdampak pada bidang ekonomi. Di RSUD
DR. Soetomo Surabaya pada tahun 2007 dan 2008 didapatkan angka kejadian
perdarahan uterus abnormal sebanyak 12,48% dan 8,9% dari seluruh
kunjungan poli kandungan (Hendarto., 2011).
C. Terminologi perdarahan uterus abnormal
1. Gangguan lama dan jumlah darah haid
a. Hipermenorea (menoragia)
Menoragia adalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih
banyak dan atau durasi lebih lama dari normal dengan siklus yang
normal dan teratur. Secara klinis, menoragia didefinisikan dengan
total jumlah darah haid lebih dari 80 ml per siklus dan durasi haid
lebih lama dari 7 hari. Sulit menentukan jumlah darah haid secara
tepat. Oleh karena itu, bisa disebutkan bahwa bila ganti pembalut 2-5
kali per hari menunjukkan jumlah darah haid normal. Menoragia
adalah bila ganti pembalut lebih dari 6 kali per hari. WHO
melaporkan 18 juta perempuan usia 30-55 tahun mengalami haid yang
berlebih dan jumlah tersebut 10% termasuk dalam kategori menoragia
(Hendarto., 2011).
Penyebab menoragia terletak pada kondisi dalam uterus.
Hemostasis di endometrium pada siklus haid berhubungan erat
dengan platelet dan fibrin. Formasi trobin akan membentuk plugs dan
selanjutnya diikuti vasokonstriksi sehingga terjadi hemostasis. Pada
penyakit darah tertentu misalnya penyakit von Willebrands dan
trombositopenia terjadi defisiensi komponen tersebut sehingga
menyebabkan terjadinya menoragia. Gangguan anatomi juga akan
menyebabkan terjadinya menoragia, termasuk diantaranya adalah
mioma uteri, polip dan hyperplasia endometrium. Mioma yang
terletak pada dinding uterus akan menganggu kontraktilitas otot
rahim, permukaan endometrium menjadi lebih luas dan akan
menyebabkan pembesaran pembuluh darah serta beresiko mengalami
nekrosis. Proses patologis ini akan menghambat hemostasis normal
(Hendarto., 2011).
b. Hipomenorea
Hipomenorea adalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih
sedikit dan atau durasi lebih pendek dari normal. Terdapat beberapa
penyebab hipomenorea, yaitu gangguan organic misalnya pada uterus
pasca operasi miomektomi dan gangguan endokrin. Hipomenorea
menunjukkan bahwa tebal endometrium tipis dan perlu evaluasi lebih
lanjut (Hendarto., 2011).
2. Gangguan siklus haid
a. Polimenorea
Polimenorea adalah haid dengan siklus yang lebih pendek dari
normal yaitu kurang dari 24 hari. Seringkali sulit membedakan
polimenoragia dengan metroragia yang merupakan perdarahan antara
dua siklus haid. Penyebab polimenorea bermacam-macam antara lain
gangguan endokrin. Hipomenorea menunjukkan bahwa tebal
endometrium tipis dan perlu evaluasi lebih lanjut (Hendarto., 2011).
b. Oligomenorea
Oligomenorea adalah haid dengan siklus yang lebih panjang dari
normal, yaitu lebih dari 35 hari. Sering terjadi pada sindroma ovarium
polikistik yang disebabkan oleh peningkatan hormon androgen
sehingga terjadi gangguan ovalusi. Pada remaja oligomenorea dapat
terjadi karena imaturitas poros hipotalamus hipofisis ovarium
endometrium. Penyebab lain hipomenorea adalah stres fisik, dan
emosi, penyakit kronis, serta gangguan nutrisi. Oligomenorea
memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk mencari penyebab. Perhatian
perlu diberikan, jika oligomenorea disertai dengan obesitas dan
infertilitas, karena kemungkinan berhubungan dengan sindroma
metabolik (Hendarto., 2011).
c. Amenorea
Amenore adalah suatu kondisi tidak adanya menstruasi atau
penghentian abnormal menstruasi (ASRM., 2008). Banyak kondisi
yang dapat mendasari terjadinya amenore. Masing-masing kondisi ini
berkaitan dengan berbagai gejala klinis, sehingga penting bagi kita
untuk mempertimbangkan diagnosis banding untuk mengantisipasi
keadaan patologis yang jarang dan kegawatan. Amenore primer
merupakan kegagalan untuk mencapai menarche. Evaluasi harus
dilakukan jika tidak ada perkembangan pubertas pada usia 13 tahun,
atau jika menarche tidak terjadi lima tahun setelah perkembangan
payudara awal, atau jika pasien berusia 15 tahun keatas. Amenore
sekunder ditandai sebagai berhentinya menstruasi teratur sebelumnya
selama 3 bulan atau menstruasi sebelumnya tidak teratur selama 6
months. Siklus menstruasi normal biasanya terjadi setiap 21 sampai
35 days (Klein dan Poth., 2013).
Amenore primer sering, terjadi. Amenore primer dapat terjadi
karena penyimpangan kromosom yang menyebabkan insufisiensi
primer ovarium (misalnya, sindrom Turner) atau kelainan anatomi
(misalnya, Müllerian agenesis). Sebagian besar kasus patologis
amenore sekunder berkaitan dengan sindrom ovarium polikistik
(PCOS), amenore hipotalamus, hiperprolaktinemia, atau insufisisensi
ovarium primer (Klein dan Poth., 2013).
3. Gangguan perdarahan diluar siklus haid
Menometroragia adalah gangguan perdarahan haid di luar siklus haid
dan jumlah perdarahan lebih dari normal (Hendarto., 2011).
4. Gangguan lain yang berhubungan dengan haid
a. Dismenorea adalah nyeri saat terjadi mestruasi
b. Sindroma prahaid
D. Terminologi lain untuk perdarahan uterus abnormal
(Sweet et al., 2012)
E. Etiologi
Penyebab gangguan haid sangat banyak, dan secara sistematis dibagi seperti
dibawah ini :
1. Lesi permukaan pada traktus genitalis
a. Mioma uteri
b. Polip endometrium
c. Hiperplasia endometrium
d. Adenokarsinoma endometrium, sarkoma
e. Infeksi pada serviks, endometrium, dan uterus
f. Kanker serviks, polip
g. Trauma (Hendarto., 2011).
2. Lesi dalam
a. Adenomiosis difus, mioma uteri, hipertrofi miometrium
b. Endomtriosis
c. Malfor,asi arteri vena pada uterus (Hendarto., 2011).
3. Penyakit medis sistemik
a. Gangguan hemostasis: penyakit willebrand, gangguan faktor II, V, VII,
VIII, IX, XIII, trombositopenia, gangguan platelets
b. Penyakit tiroid, hepar, gagal ginjal, disfungsi kelenjaradrenal, SLE
c. Gangguan hipotalamus hipofisis : adenoma, prolaktinoma, stres,
olahraga berlebih (Hendarto., 2011).
4. Perdarahan uterus disfungsi
Merupakan gangguan haid tanpa ditemukan keadaan patologi pada
panggul dan penyakit sistemik (Hendarto., 2011).
5. Selain ketiga faktor tersebut bila perdarahan uterus abnormal terjadi pada
perempuan usia reproduksi harus dipikirkan gangguan kehamilan sebagai
penyebab. Abortus, kehamilan ektopik, solusio plasenta perlu dipikirka
karena juga memberikan keluhan perdarahan. Penyebab iatrogenik seperti
kontrasepsi dalam rahim, obat antikoagulansia, antipsikotik, dan preparat
hormon bisa juga menyebabkan perdarahan sehingga harus dipikirkan pula
saat evaluasi perdarahan uterus abnormal (Hendarto., 2011).
Klasifikasi lain penyebab perdarahan uterus abnormal, yaitu klasifikasi
PALM-COEIN (Rowe., 2013):
Penyebab struktural Non struktural
 Polyps - Coagulopathy
 Adenomyosis - Ovulatory disfunction
 Leiomyomas - Endometrial
 Submucosal - Iatrogenic
 Lain-lain - Not yet specified
 Malignancy and hyperplasia
F. Patofisiologi
Perdarahan uterus abnormal tanpa ditemukan keadaan patologi pada
panggul dan penyakit sistemik disebut perdarahan uterus disfungsi.
Patofisiologi dariperdarahan uterus disfungsi dibagi menjadi 2 yaitu pada saat
ovulasi (ovulatory) dan tidak pada saat ovulasi (anovulatory). Kurang lebih
sekitar 90% kasus perdarahan uterus disfungsi terjadi saat anouvlatory, dan
10% nya terjadi saat siklus ovulasi (Estephan et al., 2015).
Perdarahan uterus disfungsi saat anovulatory ditandai dengan siklus
menstruasi yang irregular, pendek, dan terdapat periode amenorea.
Patofisiologi dapat dilihat pada skema dibawah ini (Estephan et al., 2015):

Korpus luteum tidak terbentuk

Kegagalan siklus untuk mensekresi


progesterone

Produksi estradiol meningkat

Stimulasi pertumbuhan
endometrium yang berlebihan

Endometrium tumbuh menebal,


dan kaya akan pembuluh darah

Terjadi nekrosis dan perdarahan


irregular
Perdarahan uterus disfungsi saat siklus ovulasi biasanya bermanifestasi
sebagai menorragia, dan merupakan penyebab yang jarang pada peradarahan
uterus disfungsi. Patofisiologi dapat dilihat pada skema dibawah ini
(Estephan et al., 2015):

Tidak terbentuk progesterone

Perubahan dalam produksi


prostaglandin dengan lebih banyak
PGE2 dan PG12 (vasodilatasi dan
antiplatelet)

Dan berkurangnya PGF2


(untuk vasokonstriksi)

Peningkatan aktivitas
fibrinolisis

Perdarahan

G. Penatalaksanaan
Penanganan pertama
Penanganan pertama ditemukan pada kondisi hemodinamik. Bila
keadaan hemodinamik tidak stabil segera masuk rumah sakit untuk perawatan
perbaikan keadaan umum. Bila keadaan hemodinamik stabil, segera dilakukan
penangannan untuk menghentikan perdarahan (Hendarto., 2011).
Perdarahan Akut dan Banyak
Perdarahan akut dan banyak sering terjadi pada 3 kondisi yaitu pada
remaja dengan gangguan koagulopati, dewasa dengan mioma uteri, dan pada
pemakaian obat antikoagulansia. Ditangani dengan 2 cara, yaitu dilatasi kuret
dan medikamentosa. Secara lengkap kedua cara tersebut dijelaskan seperti
dibawah ini (Hendarto., 2011) :
 Dilatasi dan kuretase
Tidak mutlak dilakukan, hanya bila ada kecurigaan keganasan dan
kegagalan dengan terapi medikamentosa. Perdarahan uterus abnormal
dengan risiko keganasan yaitu bila usia > 35 tahun, obesitas, dan siklus
anovulasi kronis (Hendarto., 2011).
 Penanganan medikamentosa
Terdapat beberapa macam obat hormon yang dapat dipakai untuk
terapi perdarahan uterus abnormal.
Pilihan obat seperti dibawah ini (Hendarto., 2011):
- Kombinasi estrogen dan progestin
Perdarahan akut dan banyak biasanya akan membaik bila
diobati dengan kombinasi estrogen dan progesteron dalam bentuk
pil kontrasepsi. Dosis dimulai dengan 2 x 1 tablet selama 5-7 hari
dan setelah terjadi perdarahan lucut dilanjutkan 1x1 tablet selama
3-6 siklus. Dapat pula diberikan dengan dosis tapering 4x1 tablet
selama 4 hari, diturunkan dosis menjadi 3x1 tablet selama 3 hari,
2x1 tablet selama 2 hari, 1 x 1 tablet selama 3 minggu kemudian
berhenti tanpa obat selama 1 minggu, dilanjutkan pil kombinasi 1
x 1 tablet selama 3 siklus (Hendarto., 2011).
Pemakaian pil kontrasepsi kombinasi akan mengurangi
jumlah darah haid sampai 60% dan patofisiologi terjadinya
kondisi anovulasi akan terkoreksi sehingga perdarahan akut dan
banyak akan disembuhkan (Hendarto., 2011).
- Estrogen
Terapi estrogen dapat diberikan dalam 2 bentuk, intra vena atau
oral, tetapi sediaan intra vena sulit didapatkan di Indonesia.
Pemberian estrogen oral dosis tinggi cukup efektif untuk
mengatasi perdarahan uterus abnormal, yaitu estrogen konjugasi
dengan dosis 1,25 mg atau 17β estradiol 2 mg setiap 6 jam
selama 24 jam. Setelah perdarahan berhenti dilanjutkan dengan
pemberian pil kontrasepsi kombinasi. Rasa mual bisa terjadi pada
pemberian terapi estrogen (Hendarto., 2011).
- Progestin .
Progestin diberikan selama 14 hari kemudian berhenti tanpa
obat selama 14 hari, diulang selama 3 bulan. Biasanya progestin
diberikan bila ada kontraindikasi terhadap estrogen. Saat ini
tersedia beberapa sediaan progestin oral yang bisa digunakan
yaitu Medroksi progesteron asetat (MPA) dengan dosis 2 x 10
mg, Noretisteron asetat dosis 2 x 5 mg, Dihidrogesteron dosis 2 x
10 mg, dan Nomegetrol asetat dosis 2 x 5 mg. Dalam pemilihan
jenis progestin harus diperhatikan dosis yang kuat untuk
menghentikan perdarahan uterus abnormal. Progestin merupakan
anti estrogen yang akan menstimulasi aktivitas enzim 17β
hidroksisteroid dehidrogenase dan sulfotransferase sehingga
mengonversi estradiol mejadi estron. Progestin akan mencegah
endometrium hiperplasia (Hendarto., 2011).
Perdarahan ireguler
Perdarahan ireguler dapat dalam bentuk ,metroragia, menometroragia,
oligomenorea, perdarahan memanjang yang sudah terjadi dalam hitungan
minggu atau bulan dan berbagai bentuk pola perdarahan lainnya. Bentuk pola
perdarahan ini digabungkan karena mempunyai penanganan yang relatif sama.
Perdarahan ireguler melibatkan banyak macam pola perdarahan dan tentunya
mempunyai berbagai macam penyebab. Metroragia, menometroragia,
oligomenorea, perdarahan memanjang dan lain sebagainya merupakan bentuk
pola pedarahan yang bisa terjadi. Sebelum memulai dengan terapi hormon
sebaiknya penyebab sistemik dievaluasi lebih dulu, seperti dibawah ini
(Hendarto., 2011) :
 Periksa TSH : evaluasi penyakit hipotiroid, dan hipertiroid sebaiknya
dilakukan sejak awal
 Periksa prolaktin : bila ada oligomenorea atu hipomenorea
 Lakukan PAP smear: bila didapatkan perdarahan pasca senggama
 Bila curiga atau terdapat risiko keganasan endometrium : lakukan
biopsis endometrium dan pertimbangkan untuk melakukan USG
transvagina. Bila terdapat keterbatasan untuk melakukan evaluasi
seperti tersebut diatas dapat segera melakukan pengobatan seperti
dibawah ini, yaitu :
- Kombinasi estrogen dan progestin
Berikan pil kontrasepsi kombinasi dosis 1 x 1 tablet sehari,
diberikan secra sikluk selama 3 bulan
- Progestin
Bila terdapat kontraindikasi pemakaian pil kontrasepsi
kombinasi, dapat diberikan progestin misalnya : MPA 10 mg 1 x
1 tablet per hari. Pengobatan dilakukan selama 14 hari dan
dihentikan selama 14 hari. Pengobatan progestin diulang selama
3 bulan.
Bila pengobatan dengan medikamentosa gagal sebaiknya
dipertimbangkan untuk dirujuk ke tempat pengobatan dengan fasilitas yang
lebih lengkap. Pemeriksaan USG transvagina atau infus salin sonohisterografi
dilakukan untuk mendeteksi mioma uteri dan polip endometrium. Kegagalan
terapi medikamentosa bisa menjadi pertimbangan untuk melakukan tindakan
bedah, misalnya ablasi endometrium, reseksi histereskopi, dan histerektomi
(Hendarto., 2011).
Menoragia
Menoragia adalah perdarahan lebih dari 80 ml atau ganti pembalut
lebihdari 6 kali per hari dengan siklus yang normal teratur. Perhitungan
jumlah darah sering kali tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang keluar.
Menoragia dapat ditangani tanpa biopsi endometrium. Karena siklusnya yang
masih teratur jarang merupakan tanda kondisi keganasan. Walaupun demikian,
bila perdarahan lebih dai 7 hari atau terapi dengan obat gagal, pemeriksaan
lanjut menggunakan USG transvagina dan biopsi endometrium singkat
dianjurkan. Pemeriksaan faal pembekuan darah sebaiknya dilakukan
(Hendarto., 2011).
Pengobatan medikamentosa untuk menoragia dapat dilakukan seperti di
bawah ini :
 Kombinasi estrogen progestin
Tata cara pengobatan seperti pada pengobatan perdarahan ireguler
 Progestin
Diberiakan bila terdapat kontarindikasi pemakaian estrogen. Tata cara
pengobatan sesuai dengan pengobatan perdarahan ireguler.
 NSAID (Obta anti inflamasi nonsteroid)
 Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) berisi Levonogestrel
 AKDR Levonogestrel terbukti efektif dan efisien dibandingkan
operasi histerektomi pada kauss menoragia.
Penanganan dengan medikamentosa nonhormonal
Penanganan medikamentosa diberikan bilatidak ditemukan keadaan
patologi pada panggul. Tujuan medikamentosa tersebut adalah mengurangi
jumlah darah yang keluar, menurunkan resiko anemia, dan meningkatkan
kulaitas hidup. Medikamentosa nonhormon yang dapat digunakan untuk
perdarahan uterus abnormal adalah sebagai berikut (Hendarto., 2011).
Obat Antiinflamasi Nonsteroid (NSAID)
Asam mefenamat diberikan dengan dosis 250-500 mg 2-4 kali sehari.
Ibuprofen diberikan dosis 600-1200 mg per hari. NSAID dapat memperbaiki
hemostasis endometrium dan mampu menurunkan jumlah darah haid sebesar
20-50%. Efek samping secara umum adalah dapat menimbulkan keluhan
gastrointestinal dan merupakan kontraindikasi pada perempuan dengan ulkus
peptikum (Hendarto., 2011).
Antifibrinolisis
Endometrium memiliki sistem fibrinolitik. Pada perempuan dengan
keluhan menoragia ditemukan kadar aktivator plasminogen pada endometrium
yang lebih tinggi dari normal. Penghambat aktivator plasminogen atau obat
antifibrinolisis dapat digunakan untuk pengobatan meoragia
(Hendarto., 2011).
Asam traneksamat bekerja menghambat plasminogen secara reversibel dan
bila diberikan saat haid mampu menurunkan jumlah perdarahan 40-50%. Efek
samping asam traneksamat adalah keluhan gastrointestinal dan tromboemboli
yang ternyata kejadiaannya tidak berbeda bermakna dibandingkan kejadian
pada populasi normal (Hendarto., 2011).
Penanganan dengan terapi bedah
Faktor utama yang mempengaruhi pilihan penanganan perdarahan uterus
abnormal adalah apakah penderita telah menggunakan pengobatan
medikamentosa pilihan pertama dengan sedikit kesembuhan atau tidak ada
perbaikan keluhan sama sekali. Jika keadaan ini terjadi, penderita akan
menolak untuk kembali pengobatan medikamentosa, sehingga terapi bedah
menjadi pilihan (Hendarto., 2011).
Histerektomi merupakan prosedur bedah utama yang dilakukan pada
kegagalan terapi medikamentosa. Angka keberhasilan terhadap perdarahan
mencapai 100%. Walaupun demikian komplikasi tetap bisa terjadi berupa
perdarahan, infeksi, dan masalah penyembuhan luka operasi. Saat ini telah
dikembangkan prosedur bedah invasif minimal dengan cara ablasi untuk
mengurangi ketebalan endometrium. Cara ini diduga lebih mudah dilakukan,
dan sedikit kompliaksi. Namun tentunya masih perlu bukti dengan dilakukan
evaluasi lebih lanjut. Beberapa prosedur bedah yang saat ini digunakan pada
penanganan perdarahan uterus abnormal adalah ablasi endometrium, reseksi
transerviks, histeroskopi operatif, miomektomi, histerektomi, dan oklusi taau
emboli arteri uterina (Hendarto., 2011).
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini didapatkan diagnosis kerja yaitu menometroragia.


Diagnosis tersebut didapatlan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan keluhan keluar darah dari
jalan lahir sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan ini didahului riwayat tidak menstruasi
selama 2 bulan sebelum menstruasi terakhir. Warna darah haid merah kehitaman.
Dalam satu hari ganti pembalut sebanyak 6 kali. Perdarahan terkadang
menggumpal dan terkadang hanya berupa flek-flek. Keluhan lain seperti pusing,
mual dan muntah tidak ada.

Setelah dilakukan anamnesis, dilakukan pemeriksaan fisik. Pada


pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal. Pemeriksaan fisik
kepala, mata, telinga, hidung, leher, dan thoraks juga dalam batas normal. Pada
pemeriksaan status obstetri didapatkan tidak teraba massa pada abdomen, dan
didapatkan nyeri suprapubik, serta keluarnya darah melalui vagina. Pada
pemeriksaan ginekologi dengan vaginal touché didapatkan portio mencucu, tidak
terdapat pembukaan serviks, STLD (+).

Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan penunjang berupa


pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan HbsAg, tes kehamilan, dan pemeriksaan
USG. Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis. Hal ini kemungkinan
terjadi akibat proses infeksi. Pada pemeriksaan HbsAg ditemukan non reaktif,
berarti tidak terjadi proses penyakit hepatitis B. Pada pemeriksaan tes kehamilan
ditemukan bahwa pasien sedang tidak hamil. Kemudian, pada pemeriksaan USG
tidak ditemukan adannya kelainan struktural.

Diagnosis pada kasus ini adalah menometroragia, karena pasien


mengalami gangguan perdarahan haid di luar siklus haid dan jumlah perdarahan
lebih dari normal. Pada pemeriksaan penunjang USGjuga tidak didapatkan adanya
kelainan struktural. Pada kasus ini perdarahan uterus abnormal kemungkinan
disebakan oleh gangguan hormonal.

Tata laksana pada kasus ini diberikan infus RL untuk keseimbnagan


cairan dalam tubuh, antibiotik, yaitu amoxicilin 500 mg/ 8jam atau cefadroxil 2 X
1 karena setelah dilakukan pemeriksan laboratorium didapatkan leukositosis, asam
mefenamat 3 X 1, dan norelut 1 X 1
BAB V
KESIMPULAN

Perdarahan uterus abnormal merupakan variasi dari siklus menstruasi


normal, termasuk perubahan keteraturan, frekuensi menstruasi, durasi dari siklus
menstruasi, dan jumlah darah yang dikeluarkan (Rowe., 2013). Berdasarkan
terminologinya perdarahan uterus abnormal terdiri atas gangguan lama dan jumlah
darah haid (menoragia dan hipomenorea), gangguan siklus haid (polimenorea,
oligomenorea, dan amenorea), gangguan perdarahan di luar siklus haid
(menometroraragia), dan gangguan lain yang berhubungan dengan haid
(dismenorea, dan sindroma prahaid) (Hendarto., 2011).
Menoragia adalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih banyak dan
atau durasi lebih lama dari normal dengan siklus yang normal teratur. Metroragia
adalah perdarahan haid dengan interval tidak teratur, dan jumlah darah, serta
durasi lebih dari normal. Menometroragia sendiri adalah gangguan perdarahan
haid di luar siklus haid dan jumlah perdarahan lebih dari normal (Hendarto.,
2011).
DAFTAR PUSTAKA

Depkes., 2010. Penyebab Menstruasi Berkepanjangan, Jakarta : Departemen


Kesehatan RI
Estephan, Amir et al., 2015. Disfunctional Uterine Bleeding in Emergency
Medicine. Available from http://emedicine.medscape.com/article/795587-
overview.
FK-UNPAD., 2011. Kelainan haid dalam Ginekologi, Bagian Obstetri dan
Ginekologi FK-UNPAD, Bandung. Elstar Offset
Hendarto, Hendy., 2011. Gangguan Haid atau Perdarahan Uterus Abnormal
dalam: Ilmu Kandungan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Klein, AD, dan Poth, A.M., 2013 Amenorrhea: An Approach to Diagnosis and
Management. American Family Physician. 87(11): 1-8
Rowe, T., Senikas, V., Pothier, M., Fairbanks, J., Sams, D., 2013. Abnormal
Uterine Bleeding.Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada. 35(5): 1-32
Sweet, GM., Dalton, S.T., Weiss, M.P., Madsen, P.K., 2012. Evaluation and
Management of Abnormal Uterine Bleeding in Premenopausal Women.
American Family Physician. 1(1): 35-43
The practice committee of American Society for Reproductive Medicine., 2008.
Current Evaluation of Amenorrhea. ASRM. 90(3): 219-25
Tyas, T.D., 2015. Perbedaan Tingkat Kecemasan pada Pasien Menometroraghia
yang Diberikan KIE Dan Tidak Diberikan KIE di Rs Dr. Soetarto Yogyakarta,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai