Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH 5

MATA KULIAH : MANHAJ TARJIH MUHAMMADIYAH

PROGRAM STUDI DIPLOMA 1 KEMUHAMMADIYAHAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada akhir Januari 2018, Majelis Tarjih dan Tajdid mengadakan sebuah musyawarah
nasional (munas) di Makassar. Forum para cendekiawan-ulama Muhammadiyah itu membahas
beberapa persoalan kebangsaan dan keummatan, dilihat dari perspektif Islam dalam pandangan
Muhammadiyah. Munas Tarjih merupakan forum tertinggi Muhammadiyah dalam bidang
keagamaan. Dalam tradisi Majelis Tarjih, ada empat jenis keputusan yang berbeda tingkatan
level; putusan, fatwa, wacana, dan taujihat.
Tarjih di lingkungan Muhammadiyah telah mengalami perkembangan makna. Memang
pada awalnya dalam organisasi ini tarjih difahami sebagaimana menurut pengertian aslinya
dalam ilmu usul fikih, yaitu “memperbandingkan  ̶ dalam suatu permusyawaratan ̶  pendapat-
pendapat dari ulama untuk kemudian mengambil mana yang dianggap mempunyai dasar dan
alasan yang lebih kuat.” Kemudian pengertian ini mengalami pergeseran karena perkembangan
kegiatan ketarjihan di dalam Muhammadiyah. Tarjih tidak lagi hanya diartikan kegiatan sekedar
kuat-menguatkan suatu dalil atau pilih-memilih di antara pendapat yang sudah ada, melainkan
jauh lebih luas sehingga identik atau paling tidak hampir identik dengan ijtihad itu sendiri

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah manhaj (metodologi) tarjih dalam persyarikatan Muhammadiyah?
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MANHAJ TARJIH


Manhaj tarjih secara harfiah berarti cara melakukan tarjih. Sebagai sebuah istilah,
manhaj tarjih lebih dari sekedar “cara mentarjih.” Istilah tarjih sendiri sebenarnya berasal dari
disiplin ilmu usul fikih. Dalam ilmu usul fikih tarjih berarti melakukan penilaian terhadap suatu
dalil syar’i yang secara zahir tampak bertentangan untuk menentukan mana yang lebih kuat.
Atau juga diartikan sebagai evaluasi terhadap berbagai pendapat fikih yang sudah ada mengenai
suatu masalah untuk menentukan mana yang lebih dekat kepada semangat al-Quran dan as-
Sunnah dan lebih maslahat untuk diterima. Sebagai demikian, tarjih merupakan salah satu
tingkatan ijtihad dan merupakan ijtihad paling rendah. Dalam usul fikih, tingkat-tingkat ijtihad
meliputi ijtihad mutlak (dalam usul dan cabang), ijtihad dalam cabang, ijtihad dalam mazhab,
dan ijtihad tarjih.
Dalam lingkungan Muhammadiyah pengertian tarjih telah mengalami pergeseran makna
dari makna asli dalam disiplin usul fikih. Dalam Muhammadiyah dengan tarjih tidak hanya
diartikan kegiatan sekedar kuat-menguatkan suatu pendapat yang sudah ada, melainkan jauh
lebih luas sehingga identik atau paling tidak hampir identik dengan kata ijtihad itu sendiri.
Dalam lingkungan Muhammadiyah tarjih diartikan sebagai “setiap aktifitas intelektual untuk
merespons realitas sosial dan kemanusiaan dari sudut pandang agama Islam, khususnya dari
sudut pandang norma-norma syariah.” Oleh karena itu bertarjih artinya sama atau hampir sama
dengan melakukan ijtihad mengenai suatu masalah dilihat dari perspektif agama Islam. Jadi
tarjih tidak hanya sekedar menguatkan salah satu pendapat yang ada. Dan jelas bahwa hasil
putusan tarjih itu tidak dilakukan secara serampangan, melainkan berdasarkan kepada asas-asas
dan prinsip tertentu. Kumpulan prinsip-prinsip dan metode-metode yang melandasi kegiatan
tarjih itu dinamakan manhaj tarjih (metodologi tarjih).

B. ISTILAH-ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM MANHAJ TARJIH


a. Agama, yakni agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, ialah apa yang
diturunkan Allah di dalam al-Qur’an dan yang tersebut dalam Sunnah yang shahih
[maksudnya maqbulah, sesuai angka 1 di atas], berupa perintah-perintah dan larangan-
larangan berupa petunjuk untuk kebaikan manusia di Dunia dan Akhirat.
Agama adalah apa yang disyariatkan Allah dengan perantaraan nabi-nabi-Nya,  berupa
perintah-perintah dan larangan-larangan berupa petunjuk untuk kebaikan manusia di
Dunia dan Akhirat.
b. Dunia: Yang dimaksud “urusan dunia” dalam sabda Rasulullah saw, “Kamu lebih
mengerti urusan duniamu” ialah segala perkara yang tidak menjadi tugas diutusnya para
Nabi (yaitu perkara-perkara / pekerjaan-pekerjaan / urusan-urusan) yang diserahkan
sepenuhnya kepada kebijaksanaan manusia).
c. Ibadah ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada allah dengan jalan mentaati segala
perintah-Nya, menjauhi larqangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala yang
diidzinka-Nya. Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus. Ibadah yang umum
ialah segala amalan yang diidzinkan allah. Ibadah yang khusus ialah apa yang telah
ditetapkan Allah perincian-perinciannya, tingkah dan cara-caranya yang tertentu.
d. Sabilullah: Sabilullah ialah jjalan yang menyampaikan kepada keridlaan Allah, berupa
segala amalan yang diidzinkan Allah untuk memuliakan kalimat- (agama)-Nya dan
melaksanakan hukum-hukum-Nya. [Diambil dari HPT, h. 276-277].
e. Ijtihād: Mencurahkan segenap kemampuan berfikir dalam menggali dan merumuskan
ajaran Islam baik bidang hukum, aqidah, filsafat, tasawwuf, maupun disiplin ilmu
lainnya berdasarkan wahyu dengan pendekatan tertentu.
f. Maqāshid asy-Syarī’ah:  Tujuan ditetapkan hukum dalam Islam, adalah untuk
memelihara kemaslahatan manusia, sekaligus untuk menghindari mafsadah, yakni
memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Tujuan tersebut dicapai melalui
penetapan hukum yang pelaksanaannya tergantung pada pemahaman sumber hukum (al-
Qur’an dan as-Sunnah).
g. Ittibā‘: Mengikuti pemikiran ulama dengan mengetahui dalil dan argumentasinya. Ittiba‘
merupakan sikap minimal harus dapat dilakukan oleh warga persyarikatan.
h. Taqlid: Mengikuti pemikiran ulama tanpa mengetahui dalil dan argumentasinya. Taqlid
merupakan sikap yang tidak dibenarkan diikuti bagi warga persyarikatan baik ulamanya
maupun warga secara keseluruhan.
i. Talfīq: Menggabungkan beberapa pendapat dalam satu perbuatan syar‘i. Talfiq terjadi
dalam konteks taqlid dan ittiba‘. Muhammadiyah membenarkan talfiq sepanjang telah
dikaji lewat proses tarjih.
j. Tarjih: Secara teknis tarjih adalah proses analisis untuk menetapkan hukum dengan
menetapkan dalil yang lebih kuat (rājih), lebih tepat analogi dan lebih kuat
mashlahatnya. Sedangkan secara institusional Majelis Tarjih adalah lembaga ijtihad
jama‘i (organisatoris) di lingkungan Muhammadiyah yang anggota terdiri dari orang-
orang yang memiliki kompetensi ushliyyah dan ilmiah dalam bidangnya masing-masing.
k. As-Sunnah al-Maqbūlah: Perkataan, perbuatan dan ketetapan dari Nabi saw, yang
menurut hasil analisis memenuhi kriteria shahih dan hasan.
l. Ta’abbudī: Perbuatan-perbuatan ‘ubdiyyah yang harus dilakukan oleh mukallaf sebagai
wujud penghambaan kepada Allah tanpa boleh ada penambahan atau pengurangan.
Perbuatan ta‘abbudī tidak dibenarkan dianalisis secara rasional.
m. Ta‘aqquli: Perbuatan-perbuatan ‘ubudiyyah mukallaf yang bersifat ta‘aqquli,
berkembang, dan dinamis. Perbuatan ta‘aqquli dapat dianalisis secara rasional.
n. Sumber Hukum: Sumber hukum bagi Muhammadiyah adalah al-Qur’an dan as-Sunnah
al-Maqblah.
o. Qath’iyyul-wurūd: Nash yang memiliki kepastian dalam aspek penerimaannya karena
proses penyampaiannya meyakinkan dan tidak mungkin ada keterputusan atau
kebohongan dari para penyampainya.
p. Qath’iyyud-dalālah: Nash yang memiliki makna pasti karena dikemukakan dalam
bentuk lafazh bermakna tunggal dan tidak dapat ditafsirkan dengan makna lain.
q. Zhanniyyul-wurūd: Nash yang tidak memiliki kepastian dalam aspek penerimaannya,
karena proses penyampaiannya kurang meyakinkan dan karena ada kemungkinan
keterputusan, kedustaan atau kelupaan di antara para penyampainya.
r. Zhanniyyud-dalālah: Nash yang memiliki makna tidak pasti, karena dikemukakan
dalam bentuk lafazh bermakna ganda, dan dapat ditafsirkan dengan makna lain.
s. Tajdid: Pembaharuan yang memiliki dua makna, yakni pemurnian (tajdid salafi) dan
pengembangan (tajdid tathwīrī)
t. Pemikiran: Hasil rumusan dengan cara mencurahkan segenap kemampuan berfikir
terhadap suatu masalah berdasarkan wahyu dengan metode ilmiah, meliputi bidang
teknologi, filsafat, tasawwuf, hukum, dan disiplin ilmu lainnya.

C. UNSUR-UNSUR METODOLOGI TARJIH


Metodologi tarjih memuat unsur-unsur yang meliputi :
1. Wawasan (semangat/perspektif)
2. Sumber ajaran yaitu, al Qur’an dan as Sunnah
3. Pendekatan
4. Prosedur-prosedur teknis (metode).
Wawasan/perspektif pemahaman agama yang menjadi karakteristik pemikiran Islam
dalam Muhammadiyah yang meliputi lima hal, yaitu:
Pertama wawasan paham agama, putusan tarjih mendefinisikan agama (yaitu agama Islam) yang
dibawa oleh nabi Muhammad saw ialah apa yang diturunkan Allah di dalam Qur’an dan yang
tersebut dalam sunnah yang sahih. Berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta
petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat
Kedua wawasan tidak berafiliasi mazhab tertentu, memahami agama dalam perspektif tarjih
dilakukan langsung dari sumber-sumber pokoknya, Al-Qur’an dan Sunnah melalui proses ijtihad
dengan metode ijtihad yang ada. namun ini tidak berarti menafikan berbagai pendapat fuqaha 
yang ada.
Ketiga wawasan toleransi, dalam “Penerangan tentang Hal Tardjih” yang dikeluarkan tahun
1936, dinyatakan “Kepoetoesan tardjih moelai dari meroendingkan sampai kepada tidak ada
sifat perlawanan, jakni menentang ataoe menjatoehkan segala jang tidak dipilih oleh Tardjih
itoe.” Pernyataan ini menggambarkan bahwa Tarjih Muhammadiyah tidak menegasikan
pendapat lain apalagi menyatkan tidak benar.
Keempat wawasan keterbukaan, artinya bahwa segala yang diputuskan oleh Tarjih dapat dikritik
dalam rangka melakukan perbaikan, di mana apabila ditemukan dalil dan argument lebih kuat,
maka Majelis Tarjih akan membahasnya dan mengoreksi dalil dan argument yang dinilai kurang
kuat.
Kelima wawasan tajdid, dalam hal ini mempunyai dua arti, dalam bidang akidah dan ibadah
tajdid bermakna pemurnian dalam arti mengembalikan akidah dan ibadah kepada kemurniannya
sesuai dengan Sunnah Nabi saw. Dalam bidang muamalat duniawiah, tajdid berarti
mendinamisasikan kehidupan masyarakat dengan semangat kreatif dan inovatif sesuai tuntutan
zaman
BAB III
PENUTUP

Manhaj Tarjih Muhammadiyah bersifat toleran dan terbuka. Toleran yang berarti
Muhammadiyah tidak menganggap pendapat yang berbeda dengan putusan tarjih
Muhammadiyah sebagai pendapat yang salah. Terbuka, berarti Muhammadiyah menerima kritik
konstruktif terhadap hasil rumusan pengembangan pemikirannya asal argumentasinya
didasarkan pada dalil yang lebih kuat dan argumentasi yang lebih akurat.
Manhaj (metodologi) Tarjih dalam Muhammadiyah dilaksanakan oleh Majelis Tarjih dan
Tajdid (MTT) yang bertugas melakukan pengkajian, penafsiran dan penerapan ajaran dalam
agama islam.

DAFTAR PUSTAKA
https://tarjih.or.id/manhaj-tarjih-muhammadiyah/
http://journals.ums.ac.id/index.php/tajdida/article/view/7606
https://www.ngopibareng.id/timeline/manhaj-tarjih-muhammadiyah-ternyata-ini-
tumpuannya-2645200
https://lpsi.uad.ac.id/manhaj-tarjih-dan-metode-penetapan-hukum-dalam-tarjih-
muhammadiyah/
http://www.suaramuhammadiyah.id/2016/07/02/tajdid-manhaj-tarjih-dan-produk-hukum-
majelis-tarjih/2/

Anda mungkin juga menyukai