Anda di halaman 1dari 5

Menurut Heddy Shri Ahimsa-Putra (selanjutnya disebut Ahimsa-Putra) paradigma adalah

seperangkat konsep yang berhubungan satu sama lain secara logis membentuk sebuah
kerangka pemikiran yang digunakan untuk memahami, menafsirkan dan menjelaskan kenyataan
dan/atau masalah yang dihadapi.
Definisi di atas kemudian dijabarkan lebih dalam lagi oleh Ahimsa-Putra dengan
membaginya menjadi dua bagaian. Pertama,  frasa,“seperangkat konsep yang berhubungan
satu sama lain secara logis membentuk sebuah kerangka pemikiran” kata seperangkat di sini
menunjukkan bahwa paradigma memiliki sejumlah unsur yang membentuk suatu kesatuan.
Lebih lanjut Ahimsa-Putra menjelaskan bahwa unsur-unsur ini adalah konsep-
konsep.  Sedangkan konsep sendiri ia artikan sebagai istilah atau kata yang diberi makna
tertentu. Oleh karena itu, sebuah paradigma juga merupakan kumpulan makna, kumpulan
pengertian. Kumpulan konsep ini merupakan sebuah kesatuan karena konsep-konsep ini
berhubungan satu sama lain secara logis, yakni secara paradigmatis, sintagmatis, metonimis,
dan metaforis, sehingga dapat dikatakan sebagai “seperangkat konsep”.
Kedua, frasa “.....yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan kenyataan dan atau
masalah yang dihadapi”. Dalam menjelaskan frasa ini Ahimsa-Putra mengatakan bahwa dalam
pikiran manusia, kerangka pemikira ini digunakan untuk tujuan tertentu sehingga kerangka
pemikiran ini memiliki fungsi, yakni untuk memahami kenyataan, mendefinisikan kenyataan,
menentukan kenyataan yang dihadapi, menggolongkannya ke dalam kategori-kategori,
kemudian menghubungkannya dengan definisi kenyataan lainnya sehingga terjalin relasi-relasi
pemikiran tersebut, yang kemudian membentuk suatu gambaran tentang kenyataan yang
dihadapi.
Bagi upaya pengembangan dan pembuatan paradigma baru, pendefinisian konsep para
digma seperti di atas belum cukup. Hal yang penting daripada pendefinisian adalah penentuan
unsur-unsur yang tercakup dalam sebuah paradigma. Definisi di atas belum memberikan
keterangan lebih lanjut tetang isi dari kerangka pemikiran itu sendiri. “seperangkat barulah
sebuah gambaran umum tentang isinya, sedangkan kenyataannyakonsep-konsep ini tidak sama
kedudukan dan fungsinya dalam kerangka pemikiran dan karenanya juga memiliki nama yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, diperlukan penjelasan lebih lanjut tentang komponen-komponen
konseptual yang membentuk kerangka pemikiran atau paradigma tersebut.
II.         UNSUR-UNSUR (KOMPONEN-KOMPONEN) PARADIGMA
Dalam paradigma ada unsur-unsur (komponen-komponen) yang membentuknya, yaitu;

1.         Asumsi-Asumsi Dasar (Basic Assumptions)


Asumsi atau anggapan dasar adalah pandangan-pandangan mengenai suatu hal (bisa
benda, ilmu pengetahuan, tujuan sebuah disiplin, dan sebagainya) yang sudah diterima
kebenarannya. Pandangan ini merupakan titik tolak atau dasar bagi upaya memahami dan
menjawab suatu persoalan karena sudah dianggap benar dan atau diyakini kebenarannya.
Anggapan-anggapan itu bia lahir dari: (a) perenungan-perenungan filosofis dan reflektif; (b)
penelitian-penelitian empiris yang canggih; (c) pengamatan yang seksama. Lebih tega lagi
Ahimsa-Putra menyatakan bahwa asumsi-asumsi dasar merupakan fondasi dari sebuah disiplin
atau bidang keilmuan, atau dasar dari sebuah kerangka pemikiran.

2.         Etos/Nilai-Nilai (Ethos/Value)
Setiap kegiatan ilmiah pasti didasarkan pada sejumlah kriteria atau patokan yang
digunakan untuk menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, bermanfaat
atau tidak. Patokan-patokan inilah yang yang biasa disebut nilai atau etos.
Dalam sebuah paradigma ilmu sosial-budaya, nilai-nilai ini paling tidak mengenai : (a) ilmu
pengetahuan; (b) ilmu sosial budaya; (c) penelitian ilmiah; (d) analisis ilmiah; dan (e) hasil
penelitian.
3.         Model-Model (Models)
Model adalah perumpamaan, analogi, atau kiasan tentang gejala yang dipelajari. Lebih
lanjut, dengan mengutip dari Inkleas, Ahimsa-Putra mengatakan bahwa dianggap sebagai
perumpamaan dari suatu kenyataan, sebuah model bersifat menyederhanakan. Dari keterangan
di atas dapat dilihat pentingnya fungsi model, karena ia dapat menyederhanakan kompleksitas
gejala-gejala sosial budaya, agar keseluruhan gejala terebut dapat dirangkum, dapat diketahui
unsur-unsurnya, serta saling keterkaitannya, atau gejala terbut kemudian dapat dipelajari
dengan cara tertentu.

4.         Masalah-Malah yang Diteliti/Pertanyaan yang Ingin Dijawab


Setiap paradigma memiliki masalah-masalahnya sendiri yang sangat erat kaitannya
dengan asumsi-asumsi dasar dan nilainilai. Oleh karena itu, rumusan masalah dan hipotesis
harus dipikirkan dengan seksama dalam setiap penelitian karena di baliknya terdapat sejumlah
asumsi dan di dalamnya terdapat konsep-konsep terpenting.

5.         Konsep-Konsep Pokok (Main Concepts, Key Words)


Ahimsa-Putra mendefinisikan konsep  secara sederhana sebagai istilah-istilah atau kata-
kata yang diberi makna tertentu sehingga membuatnya dapat digunakan untuk menganalisis,
memahami, menafsirkan, dan menjelaskan peristiwa atau gejala sosial-budaya yang dipelajari.
Sehingga dapat dikatakan bahwa ketika sebuah istilah diberi makna tertentu oleh seorang
ilmuan, maka pada saat itulah istilah tersebut menjadi konsep.

6.         Metode-Metode Penelitian (Methods of Research)


Metode sendiri dapat dimaknai sebagai cara, sedangkan penelitian adalah kegiatan
mengumpulkan data. Sehingga metode penelitian adalah cara-cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data.
Jika diliat dari datanya, metode penelitian ilmu sosial-budaya dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu metode penelitian kuantitatif atau metode pengumpulan data kuantitaif dan metode
penelitian kualitatif atau metode pengumpulan data kualitatif.
Secara sederhana data kuantitatif diartikan sebagai kumpulan simbol- bisa berupa
pernyataan, huruf, atau angka yang menunjukkan suatu jumlah (quantity) atau bearan dari suatu
gejala, seperti jumlah penduduk, jumlah laki-laki dan perempuan dan sebagainya. Sedangkan
data kualitatif adalah data yang tidak berupa angka, dan tidak menunjukkan jumlah atau besaran
(volume) tetapi berupa pernyataan-pernyataan mengenai isi, sifat, ciri, keadaan dari sesuatu
dengan sesuatu yang lain.   
7.         Metode-Metode Analisis (Methods of Analysis)
Metode analisis data pada dasarnya adalah cara-cara untuk memilah-milah,
mengelompokkan data- kuantitatif maupun kualitatif- agar kemudian dapat dilakukan interpretasi
dan ditetapkan relasi-relasi tertentu antara kategori data yang satu dengan data yang lain.   Yang
paling penting berkenaan dengan metode analisis ini adalah tujuan akhirnya yaitu menetapkan
hubungan-hubungan antara suatu variabel/gejala/unsur tertentu dengan variabel/gejala/unsur
lainnya.
Setiap paradigma selalu mempunyai metode analisis tertentu karena metode analisis
itulah yang kemudian akan menentukan corak hasil analisis atau teorinya, sehingga teori yang
muncul dalam sebuah paradigma tidak akan sama dengan teori yang muncul dalam paradigma
lain.

8.         Hasil Analisis (Results of Analysis/Theory)


Setela kita menganalisis berbagai data yang telah kita peroleh dengan menggunakan
metode-metode tertentu, kita akan memperoleh suatu kesimpulan tertentu, suatu pendapat
tertentu mengenai gejala yang dipelajari. Pendapat ini bisa berupa pernyataan-pernyataan yang
menunjukkan relasi anatar suatu variabel dengan variabel yang lain, pernyataan yang
menunjukkan hakikat (the nature) atau ciri dan keadaan dari gejala yang kita teliti. Hasil analisis
inilah yang kemudian biasa disebut teori. Dengan kata lain teori adalah pernyataan yang sudah
terbukti kebenarannya mengenai hakikat sesuatu (gejala yang diteliti) dan/atau mengenai
hubungan antar variabel atau antar gejala yang diteliti.   

9.         Representasi (Etnografi)
Representasi atau penyajian adalah karya ilmiah yang memaparkan kerangka pemikiran
analisis, dan hasil analisis yang telah dilakukan, yang kemudian menghasilkan kesimpulan atau
teori tertentu. Representasi ini bisa berupa skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian, makalah,
artikel, ilmiah (dalam jurnal ilmiah), atau sebuah buku. Oleh karena itu sebuah paradigma belum
akan terlihat sebuah paradigma sebelum ada representasinya.
III.        SKEMA UNSUR-UNSUR PARADIGMA
Di bagian Ini Ahimsa-Putra mencoba membuat skema dari unsur-unsur paradigma yang
telah dipaparkan di atas.
Asumsi dasardapat dikatakan sebagai unsur-unsur paradigma yang paling dasar, paling
tersembunyi, paling implisit, dan biasanya juga paling tidak disadari. Demikian juga halnya
dengan nilai, walaupun nilai-nilai biasanya lebih disadari daripada asumsi dasar. Muncul di atas
keduanya model-model. Model-model ini merupakan unsur paradigma yang sudah lebih jelas
atau lebih konkret dari asumsi dasar, walaupun tingkat keabstrakan dan keimplisitannya sering
kali sama dengan asumsi dasar. Naik ketingkat yang lebih tinggi dari model-model adalah
masalah yang ingin diteliti. Ia merupakan unsur yang harus eksplisit . masalah-masalah
penelitian juga merupakan implikasi dari asumsi dan model yang dianut, walaupun hal ini tidak
selamanya disadari oleh peneliti.
          Konsep-konsep berada di atas masalah-masalah yang diteliti. Konsep-konsep merupakan
unsur paradigma yang konkret, eksplisit, karena dalam setiap penelitian makna konsep-konsep
ini harus dipaparkan dengan jelas. 
Metode penelitian dan metode analisis merupakan unsur paradigma yang merupakan
perwujudan dari   asumsi-asumsi dasar, model, konsep dalam setiap penelitian. Pelaksanaan
atau penerapan metode-metode ini merupakan tahap pelaksanaan penelitian yang dibimbing
oleh unsur-unsur paradigma yang sudah ada sebelumnya. Penelitian yang menggunakan
konsep-konsep tertentu akan memerlukan metode yang berbeda dengan penelitian yang
menggunakan konsep-konsep lain.
Hasil analisis merupakan unsur yang muncul setealh dilakukannya analisis data yang telah
dikumpulkan dengan menggunakan metode-metode tertentu. Hasil penelitian ini juga harus
dinyatakan secara eksplisit, tegas dan jelas.
Representasi merupakan elemen terakhir dari sebuah paradigma. Di sinilah sebuah
paradigma akan dinilai keberhasilannya untuk menjawab persoalan-persoalan tertentu.

IV.       PARADIGMA, PROSEDUR PENELITIAN, DAN PROPOSAL PENELITIAN.


Istilah paradigma kadang dikacaukan dengan istilah prosedur penelitian dan proposal
penelitian. Oleh karena itu di bagian ini Ahimsa –Putra mencoba menjernihkan kerancuan itu,
sehingga nampak bahwa Paradigma itu berbeda atau bukan prosedur penelitian dan proposal
penelitian.  
1.         Paradigma dan Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian atau tahap-tahap dari sebuah penelitian merupakan pola-pola perilaku
atau kegiatan yang berbeda-beda, yang diwujudkan secara berurutan, berdasarkan kerangka
pemikiran kerangka tertentu. Tahap-tahapnya sebagai berikut;
a)         Penelitian Pustaka
b)         Perumusan Masalah
c)         Penulisan Proposal
d)         Pengumpulan Dana
e)         Pengumpulan Data
f)          Analisis Data
g)         Perumusan Hasil Penelitian
h)         Penulisan Laporan Penelitian
Dari paparan di atas, terlihat jelas bahwa skema kerangka pemikiran paradigma atau
paradigma yang dikemukakan di sini tidaklah sama dengan prosedur atau tahap-tahap
penelitian. Dalam paradigma tidak terdapat unsur pengumpulan dana dan penulisan proposal
penelitian, sedangkan dalam prosedur penelitian unsur-unsur ini harus ada. Sebaliknya, dalam
prosedur penelitian tidak terdapat tahap-tahap asumsi dasar dan model karena dua hal ini
bukanlah tahap kegiatan, melainkan unsur-unsur dari sebuah kerangka pemikiran. Dengan
penjelasan ini tidak perlu lagi kiranya terjadi kerancuan pemahaman antara paradigma dengan
prosedur penelitian.

2.         Paradigma dan Proposal Penelitian


Kerangka paraidigma di atas juga sering dikacaukan dengan proposal penelitian. Untuk
melihat perbedaan keduaanya mari kita lihat format dari proposal penelitiannya itu sendiri
sehingga akan terlihat jelas perbedaannya.
Unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah proposal penelitian meliputi;
a)         Latar belakang
b)         Rumusan Masalah
c)         Tujuan Penelitian
d)         Manfaat Penelitian
e)         Tinjauan Pustaka
f)          Kerangka Teori
g)         Metode Penelitian
h)         Metode Analisis
Dari paparan di atas, terlihat jelas bahwa kerangka paradigma yang ditawarkan tidak sama
dengan format sebuah proposal. Dalam pradigma tidak terdapat tinjauan pustaka, tujuan
penelitian dan manfaat penelitia, sedangkan dalam proposal penelitian tiga unsur tersebut
biasanya- kadang-kadang harus- ada. Sebaliknya, dalam proposal penelitian tidak terdapat
unsur hasil analisis dan representasi. Perbedaan-perbedaan  yang lain juga masih ada, tetapi
contoh perbedaan ini sudah cuku kiranya untuk menunjukkan bahwa kerangka paradigma di
atas bukanlah kerangka proposal penelitian.

V.        KELEBIHAN DAN KELEMAHAN


Di Bagian ini penulis mencoba menghadirkan dua sisi, yaitu kelebihan dan kelemahan dari
artikel Ahimsa-Putra dengan judul ,”Paradigma dan Unsur-Unsurnya” ini. Kelebihan dan
kelemahan ini merupakan hasil dari pemahaman penulis setelah membaca dan mengkaji artikel
tersebut.

1.         Kelebihan
Ada beberapa point yang menjadi kelebihan di dalam artikel ,”Paradigma dan Unsur-
Unsurnya”, diantaranya;
a)         Secara keseluruhan bahasa yang digunakan dalam penulisan artikelnya ini, cukup sederhana,
lugas dan tegas. Sehingga memudahkan bagi pembaca untuk memahami isi tulisannya.
b)         Tulisan Ahimsa-Putra ini sistematis dan rapi. Ia menulis dengan runut dalam setiap bagian.
Pertama ia menerangkan apa itu Paradigma. Setelah diketahui definisinya, kemudian ia
memaparkan bagian-bagian yang membangun/ada dalam paradigma itu sendiri, yang disebut
unsur-unsurnya, dan seterusnya.
c)         Kelebihan yang lain adalah Ahimsa-Putra dalam setiap menjelaskan isi dari artikelnya ini
menghadirkan sebuah perumpamaan agar pembaca mudah memahaminya. Contonya ketika ia
membahas kata “seperangkat” dalam pengertian paradigma yang ia definisikan
sebagai “seperangkat konsep yang berhubungan  satu sama lain secara logis membentuk
sebuah kerangka pemikiran” ia mengumpamakannya dengan seperangkat gamelan dan
seperangkat pakaian

2.         Kelemahan
Menurut penulis, ada beberapa kelemahan yang terdapat dalam artikel “Paradigma dan
Unsur-Unsurnya” kary Ahimsa-Putra ini, diantaranya;
a)         Dalam mendefinisikan paradigma sendiri, Ahimsa-Putra tidak menghadirkan definisi dari tokoh
lain terlebih dahulu, ia hanya sekilas menyebut istilah paradigma itu dari Kuhn tanpa
menyebutkan apa itu definisi paradigma menurut kuhn. Kenapa penulis mengatakan hal ini
sebagai sebuah kelemahan? Karena dengan menyebutkan terlebih dahulu definisi paradigma
dari beberapa tokoh, pembaca akan mengetahui posisi Ahimsa-Putra, apakah ia mendukung
definisi dari tokoh A dan menolak definisi dari tokoh B, atau sebaliknya, atau ia
mengkompromikan definisi dari kedua tokoh A dan B, atau bahkan ia mengajukan definisi yang
murni dari dirinya yang berbeda dari definisi tokoh A dan B.
b)         Sekalipun penulis menyebut bahwa bahasa dalam tulisan “Paradigma dan Unsur-Unsurnya”
dalam setiap menjelaskan isi dari artikelnya ini menghadirkan sebuah perumpamaan agar
pembaca mudah memahaminya, namun masih kurang memadai jumlahnya, sehingga penulis
menyebutkan ini juga sebagai kelemahan, karena penulis beranggapan bahwa materi paradigma
ini adalah sesuatu yang abstrak, sehingga untuk memudahkan pemahaman pembaca
dibutuhkan contoh atau ilustrasi yang sifatnya konkret dengan mengambil perumpamaan dengan
sesuatu yang lebih konkret, sehingga memudahkan pembaca untuk lebih memahami isinya lebih
dalam lagi.

Anda mungkin juga menyukai