Anda di halaman 1dari 90

Mengembangkan

HOTS (High Order Thinking Skills)


melalui Matematika

i
ii
Mengembangkan HOTS
(High Order Thinking Skills)
melalui Matematika

Oleh:
Abdur Rahman As’ari
Muhammad Ali
Hasan Basri
Dian Kurniati
Swasti Maharani

Universitas Negeri Malang


Anggota IKAPI No. 059/JTI/89
Anggota APPTI No. 002.103.1.09.2019
Jl. Semarang 5 (Jl. Gombong 1) Malang, Kode Pos 65145
Telp. (0341) 562391, 551312 psw 1453

iii
As’ari, A.R., dkk.
Mengembangkan HOTS (High Order Thinking Skills) melalui Matematika – Oleh:
Dr. Abdur Rahman As’ari, M.Pd, M.A., dkk. – Cet. I – Malang: Penerbit Universitas
Negeri Malang, 2019.

x, 78 hlm; 18,2 x 25,7 cm

ISBN: 978-602-470-143-7

MENGEMBANGKAN HOTS (HIGH ORDER THINKING SKILLS)


MELALUI MATEMATIKA

Dr. Abdur Rahman As’ari, M.Pd, M.A.


Muhammad Ali, S.Pd, M.Pd
Hasan Basri, S.Pd, M.Pd
Dian Kurniati, S.Pd, M.Pd
Swasti Maharani, S.Pd, M.Pd

Perancang Sampul: Muhammad Ali, S.Pd, M.Pd


Penata Letak: Dian Kurniati, S.Pd, M.Pd & Swasti Maharani, S.Pd, M.Pd

• Hak cipta yang dilindungi:

Undang-undang pada : Pengarang


Hak Penerbitan pada : Universitas Negeri Malang
Dicetak oleh : Universitas Negeri Malang

Dilarang mengutip atau memperbanyak dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari
Penerbit.

• Universitas Negeri Malang


Anggota IKAPI No. 059/JTI/89
Anggota APPTI No. 002.103.1.09.2019
Jl. Semarang 5 (Jl. Gombong 1) Malang, Kode Pos 65145
Telp. (0341) 553959, 562391, 551312; psw. 1453

• Cetakan I: 2019

iv
Ilmun yuntafaa u bih
Itulah target yang selalu ingin kuraih dari setiap ilmu yang kumiliki. Pengakuan
pengindeks bukan orientasiku. Saya hanya ingin agar ilmu yang kumilliki
bermanfaat bagi banyak orang, dan dalam konteks ini tentunya bagi guru
matematika. Jayalah Guru Matematika.

v
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan ke hadlirat ALLAH Azza
Wajalla yang telah memberikan taufik, hidayah, dan inayahNYA sehingga
penulis berhasil menuliskan ide pengembangan HOTS melalui Matematika
ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah untuk junjungan kita
nabi besar Muhammad SAW yang telah menyampaikan ajaran tentang
pentingnya memiliki ilmu bermanfaat yang menjadi pemicu terbitnya tulisan
ini.
Buku ini sengaja ditulis dengan sasaran para guru matematika. Penulis
melihat betapa para guru mengalami banyak kebingungan dengan konsep
HOTS dan bagaimana penerapanannya di kelas. Terkadang mereka juga
salah kaprah. Sebagai Pendidik Matematika yang sudah cukup lama nenjadi
guru, baik guru SD, bahkan kelas 1, guru SMP, SMA, dan dengan sendiri di
LPTK, serta sebagai mantan konsultan pendidikan Matematika yang
dipercaya oleh Kemdikbud (1996-2003), USAID (2003 – 2011), dan sesekali
oleh UNICEF, UNESCO, AusAID (pada periode tahun yang sama), penulis
merasa perlu berbagi ilmu yang penulis miliki. Semoga buku ini memang
mencapai maksud tersebut.
Namun demikian, tentu tidak ada gading yang tak retak. Sebagai tulisan edisi
pertama, tentu banyak hal yang masih perlu diperbaiki. Karena itu, kritik,
saran dan komentar membangun sangat diharapkan demi perbaikan
penulisan ide ini di edisi berikutnya.
Akhirnya, semoga buku ini mampu memberikan pencerahan kepada para
guru tentang HOTS dan semoga pula ide yang ada di dalam buku ini mampu
menjadi pemantik inspirasi bagi para guru untuk mengebangkan HOTS
generasi pembangun bangsa. Semoga pula, ilmu yang penulis sharingkan
melalui buku ini diterima oleh ALLAH sebagai ilmu yang bermanfaat (ilmun
yun tafaa u bih) yang mengalir terus pahalanya sampai kiamat.

Malang, Maret 2019

Abdur Rahman As’ari


Muhammad Ali
Hasan Basri
Dian Kurniati
Swasti Maharani

vii
viii
Higher Order Thinking Skills 1

DAFTAR ISI

BAB I. PENGERTIAN HOTS ...................................................... 1

BAB II. PENTINGNYA HOTS .................................................... 6

BAB III. SALAH KAPRAH TENTANG HOTS ........................ 13

BAB IV. BELAJAR MATEMATIKA ........................................ 18

BAB V. PENGEMBANGAN HOTS DALAM PEMBEL-

AJARAN MATEMATIKA ............................................ 34

BAB VI. MENGEMBANGKAN SOAL HOTS DALAM

MATEMATIKA ............................................................. 40

BAB VII. MEMUNCULKAN HOTS PADA PEMBELAJARAN

MATEMATIKA ............................................................. 68

DAFTAR RUJUKAN ................................................................ 77


Higher Order Thinking Skills 1

BAB I
PENGERTIAN HOTS
Akhir-akhir ini, istilah HOTS banyak didengungkan oleh para pakar
pendidikan dan juga oleh para pembina pendidikan di Indonesia. HOTS
ditetapkan sebagai tujuan pendidikan, dan setiap siswa diharapkan memiliki
HOTS.

Akan tetapi, apakah sebenarnya HOTS tersebut?

HOTS adalah suatu istilah yang merupakan singkatan dari Higher Order
Thinking Skills, yang artinya adalah keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Lantas apa saja bentuk kegiatan berpikir yang termasuk dalam kategori
keterampilan berpikir tingkat tinggi tersebut? Berikut disajikan beberapa
definisi.

Definisi berdasarkan Taksonomi Tujuan Pendidikan Bloom

Berbicara tentang HOTS, tentu tidak terlepas dari taksonomi tujuan


pendidikan yang dikenalkan oleh Bloom, Engelhart, Furst, Hill, &
Krathwohl (1956). Di dalam taksonomi tersebut, khususnya dalam ranah
kognitif, Bloom dkk mengelompokkan tujuan pendidikan secara kognitif ke
dalam enam level, yaitu: (a) knowledge, (b) comprehension, (c) application,
(d) analysis, (e) synthesis, dan (f) evaluation. Tampak bahwa yang
dipandang sebagai tujuan pendidikan saat itu berbentuk kata benda, yaitu
produk dari kegiatan kognitif. Saat ini, Anderson & Krathwohl (2001)
mengubah taksonomi tujuan pendidikan tersebut menjadi lebih berbentuk
kata kerja, yaitu: (a) remembering, (b) understanding, (c) applying, (d)
Higher Order Thinking Skills 2

analyzing, (e) evaluating, dan (f) creating, sehingga tujuan pendidikannya


lebih bernuansa kegiatan kognitif, bukan produk dari kegiatan kognitif. Yang
dikategorikan sebagai HOTS adalah kegiatan analyzing (menganalisis),
evaluating (mengevaluasi), dan creating (mencipta). Tiga kegiatan kognitif
lainnya, yaitu remembering (mengingat-ingat), understanding (memahami),
dan applying (menerapkan) dipandang sebagai LOTS yakni Lower Order
Thinking Skills.

Definisi berdasarkan Dimensi Belajar Marzano

Marzano (1992) dalam bukunya yang berjudul “A Different Kind of


Classroom: Teaching with Dimension of Learning” mengemukakan adanya
5 dimensi yang perlu mendapatkan perhatian agar belajar bisa berhasil
maksimal. Lima dimensi tersebut adalah: (a) positive attitudes and
perceptions about learning, (b) acquiring and integrating knowledge, (c)
extending and refining knowledge, (d) Using knowledge meaningfully, dan
(e) productive habits of mind. Marzano sebenarnya tidak menetapkan mana
yang masuk kategori HOTS dan tidak. Akan tetapi, dari framework yang
digunakannya untuk menjelaskan hubungan antar 5 dimensi belajar tersebut,
habits of mind yang terdiri dari: (a) self regulated thinking and learning, (b)
critical thinking and learning, serta (c) creative thinking and learning
ditempatkan sebagai posisi yang tertinggi, maka habits of mind biasa
dipandang sebagai HOTS. Meskipun demikian, di dalam dimensi ke-3 (yaitu
extending and refining the knowledge), terdapat beberapa kegiatan pemikiran
yang sebenarnya juga menunjukkan kegiatan HOTS. Kegiatan-kegiatan itu
antara lain: (a) comparing, (b) classifying, (c) inducing, (d) deducing, (e)
analyzing errors, (f) constructing supports, (g) abstracting, dan (h)
analyzing perspectives.
Higher Order Thinking Skills 3

Definisi berdasarkan Framework Berpikir menurut Krulik, Rudnick, &


Milou

Krulik, Rudnick, & Milou (2003) mengelompokkan kegiatan berpikir


menjadi 4, yaitu: (a) recall, (b) basic, (c) critical, dan (d) creative. Dua
macam kegiatan berpikir terakhir, yaitu critical dan creative dipandang
sebagai kegiatan berpikir tingkat tinggi.

Definisi berdasarkan Framework Asesmen ala Brookhart

Terakhir, seorang tokoh lagi yang membahas tentang HOTS adalah


Brookhart (2010). Dalam bukunya yang berjudul “How to Assess Higher-
Order Thinking Skills in Your Classroom”, Brookhart melihat representasi
keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa itu dari 3 sudut pandang, yaitu: (a)
sudut pandang transfer, (b) sudut pandang berpikir kritis, dan (c) sudut
pandang pemecahan masalah. Berdasarkan pemikiran seperti itu, terkesan
bahwa Brookhart ini mencoba memperhatikan keterampilan berpikir tingkat
tinggi ini dari berbagai macam aspek. Tidak heran karenanya jika di dalam
bukunya, Brookhart menyatakan bahwa HOTS itu terjadi jika siswa
melakukan sedikitnya satu dari hal-hal berikut: (a) menganalisis,
mengevaluasi, dan mengkreasi, (b) menalar secara logis, (c) mengambil
keputusan dan berpikir kritis, (d) memecahkan masalah, dan (f) melakukan
kreativitas dan berpikir kreatif.

Tampak bahwa definisi tentang HOTS ini sangat bervariasi. Namun


demikian, tiga pakar terakhir menetapkan bahwa berpikir kritis, dan berpikir
kreatif selalu masuk dalam kategori HOTS. Ini menarik untuk dipahami.
Mengapa berpikir kritis dan berpikir kreatif dipandang sebagai wujud dari
HOTS?
Higher Order Thinking Skills 4

Menurut Ennis (2011), keterampilan berpikir kritis didefinisikan sebagai


keterampilan melaksanakan pemikiran yang reflektif dan masuk akal yang
difokuskan untuk memutuskan apakah sesuatu itu layak untuk dipercaya atau
tidak, dan apakah suatu pekerjaan layak dilakukan atau tidak. Tampak bahwa
di dalam berpikir kritis, seseorang harus menganalisis dulu informasi yang
diberikan atau dating kepadanya. Kalau dikaitkan dengan Taksonomi Tujuan
Pendidikan oleh Bloom dkk di atas, tampak bahwa kegiatan kognitif yang
dilakukan untuk membuat keputusan tersebut menuntut yang bersangkutan
melakukan kegiatan analisis.

Keterampilan berpikir kreatif adalah keterampilan untuk menggunakan


pemikiran untuk melihat sesuatu atau memecahkan masalah dengan sudut
pandang yang berbeda, yang lain dari biasanya. Keterampilan berpikir kritis
dan kreatif ini ibaratnya dua mata pedang. Keduanya saling melengkapi.
Dengan berpikir kritis, ide baru sangat dimungkinkan muncul, dan dengan
mempertimbangkan sudut pandang lain yang lain dari biasanya, orang akan
menjadi lebih kritis. Satu hal penting dari keterampilan berpikir kreatif ini
adalah penggunaan kegiatan kognitif mencipta. Pemikir kreatif selalu
menciptakan sesuatu yang baru yang berbeda dari biasanya.

Dengan demikian, dari uraian di atas, wajar jika berpikir kritis dan kreatif
dikategorikan juga oleh para pakar sebagai HOTS.

HOTS menurut KEMDIKBUD


Menyikapi ragam definisi berpikir kritis tersebut di atas, Pemerintah
Indonesia dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemdikbud) pada dasarnya mengikuti pendapat Brookhart (lihat Pedoman
Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir tingkat Tinggi,
2018). Namun demikian, pada modul Penyusunan Soal Higher Order
Higher Order Thinking Skills 5

Thinking Skills (HOTS) yang dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan


Sekolah Menengah Atas, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2017), dikemukakan
bahwa siswa melakukan HOTS manakala siswa terdorong menggunakan
kemampuan berpikir yang tidak sekedar mengingat (recall), menyatakan
kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite).
Dikatakan lebih lanjut, bahwa soal HOTS menuntut siswa melakukan
transfer dari konsep yang satu ke konsep yang lain, memproses dan
menerapkan informasi, mengaitkan berbagai macam informasi, dan
menelaah secara kritis.
Higher Order Thinking Skills 6

BAB II
PENTINGNYA HOTS
Pemerintah sangat mendorong pengembangan HOTS ini. Bahkan, meskipun
di sekolah para guru jarang mengembangkan HOTS, beberapa soal yang
menuntut HOTS sudah dimasukkan ke dalam soal Ujian Nasional dan
pemerintah terus bertekad memasukkan soal HOTS ke dalam ujian nasional
(Kompas, 20 April 2018). Informasi lebih lanjut bisa diakses pada laman:
https://edukasi.kompas.com/read/2018/04/20/14334181/dipastikan-un-smp-
akan-gunakan-hots). Pada tahun 2019 pun, pemerintah tetap akan
memasukkan soal HOTS dalam ujian nasional (Detik, 28 Mei 2018) dimana
informasi lengkapnya bisa dibaca pada laman:
https://news.detik.com/berita/d-4042372/kemendikbud-masih-akan-gunakan-
sistem-hots-di-unbk-tahun-2019. Ketika KPAI (Komisi Perlindungan Anak
Indonesia) mengkritik kebijakan terkait HOTS tersebut, pemerintah tetap
bergeming, tidak berubah pendirian. KPAI memang menafsirkan bahwa soal
yang menuntut HOTS adalah soal yang sulit. Bahkan, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan sampai mengirim guru ke Korea Selatan untuk
mempelajari penerapan HOTS di Korea (Kompas, 23 April 2018) dimana
informasinya bisa diakses dalam laman:
https://edukasi.kompas.com/read/2018/04/23/08050091/indonesia-kirim-
guru-ke-korea-untuk-pelajari-hots. Pasti ada alasan di balik kengototan
pemerintah untuk memasukkan soal yang menuntut HOTS dalam ujian
nasional. Pasti ada keunggulan-keunggulan tertentu yang mengakibatkan
pemerintah getol sekali mengerahkan segala daya untuk meningkatkan
HOTS siswa.
Higher Order Thinking Skills 7

Salah satu alasan yang menjadi sebab mengapa pemerintah berusaha


sungguh-sungguh mengembangkan HOTS di Indonesia adalah rendahnya
prestasi siswa dalam PISA. Soal-soal yang dikeluarkan dalam PISA
dikatakannya memerlukan daya berpikir dan analisis yang lebih tinggi
(Kompas, 23 April 2018). Dikatakan HOTS memungkinkan anak memiliki
kompetensi analisis, berpikir kritis, memecahkan masalah, meningkatkan
kreativitas, hingga menghasilkan inovasi. Dalam benak penulis, di samping
kebijakan pemerintah di atas, sebenarnya di dalam Al Qur’an sudah ada
suruhan untuk meningkatkan HOTS. Tantangan ALLAH di dalam Al Qur’an
dalam bentuk kata-kata AFALAA TATAFAKKARUUN (mengapa kalian
tidak memikirkannya) sebenarnya mengisyaratkan agar kita selalu
membiasakan diri berpikir atau menggunakan pikiran yang memang hanya
bisa dilakukan oleh manusia. Tantangan lain seperti AFALAA TA’QILUUN
(mengapa kalian tidak menggunakan akal) bahkan semakin mendorong
manusia untuk berkreasi, sebab akal itu memang diberikan untuk manusia
berkreasi.

Sehubungan dengan itu ada baiknya kita menganalisis beberapa keuntungan


kalau siswa memiliki HOTS.

Keuntungan Siswa Kalau Memiliki Kemampuan Menganalisis,


Mengevaluasi, dan Mengkreasi

Mari kita jabarkan makna dari masing-masing kata.

Menganalisis.

Menganalisis berasal dari kata “to analyze” yang memiliki banyak arti.
Menurut the Free Dictionary, to analyze memiliki arti: (a) to seperate (a
material or abstract entity) into constituent parts or elements, determine the
elements or essential features of, (b) to examine critically, so as to bring out
Higher Order Thinking Skills 8

the essential elements or give the essence of, (c) to examine carefully and in
detail so as to identify causes, key factors, possible results, etc. Menganalisis
artinya adalah memecah (satu benda atau satu entitas abstrak) menjadi
bagian-bagian pembentuknya, menentukan unsur-unsurnya atau bagian
pokoknya. Menganalisis artinya juga mengkaji secara kritis sehingga unsur
esensinya bisa terlihat. Menganalisis juga berarti mengkaji secara cermat dan
mendetail dalam rangka menemukan penyebab, faktor utama, hasil yang
mungkin dan lain-lain.

Dengan demikian, kemampuan menganalisis ini memberikan peluang kepada


pemiliknya untuk memahami sesuatu secara mendalam. Orang yang
memiliki kemampuan analisis ini akan memiliki peluang untuk memahami
sesuatu secara utuh, dan itu mencegah yang bersangkutan dari tipuan orang
lain.

Mengevaluasi

Mengevaluasi berasal dari kata to evaluate yang menurut the Free


Dictionary memiliki arti: (a) to ascertain or set the amount of value of, (b) to
judge or assess the worth of, appriase. Mengevaluasi adalah menentapkan
nilai. Mengevaluasi juga artinya adalah memutuskan nilai atau harga dari
sesuatu.

Siswa yang memiliki kemampuan mengevaluasi memungkinkan yang


bersangkutan menilai bisa memilah dan memilih mana yang layak dipilih.
Kemampuan mengevaluasi ini juga memberikan peluang kepada yang
bersangkutan untuk mengikuti progress atau perkembangan suatu usaha, dan
mengambil keputusan yang tepat. Karena itu, siswa yang memiliki
kemampuan mengevaluasi ini akan sangat diperlukan dalam mengambil
keputusan yang berkaitan dengan hal-hal pokok dalam kelanjutan kehidupan
Higher Order Thinking Skills 9

berbangsa dan bernegara. Mereka bisa mengetahui apakah sesuatu layak


dipertahankan atau tidak.

Mengkreasi

Mengkreasi berasal dari kata “to create” yang menurut the Free Dictionary
mempunyai arti: (a) to cause to exist, bring into being, (b) to give rise to,
produce, (c) to produce through artistic or imaginative effort. Mengkreasi
menyebabkan terbentuknya sesuatu yang baru yang memiliki kualitas lebih
baik. Mengkreasi memungkinkan adanya peningkatan produksi. Mengkreasi
memungkinkan terjadinya kegiatan artistik dan upaya imaginatif.

Siswa yang memiliki kemampuan mengkreasi ini memiliki peluang untuk


menghasilkan gagasan baru yang lebih menarik dan mempesona.
Keberadaan siswa yang memiliki kemampuan mengkreasi ini memungkin
negara bisa menjadi produsen, bukan sekedar konsumen. Keberadaan siswa
yang memiliki kemampuan mengkreasi ini menjadikan dinamika kehidupan
berbangsa dan bernegara berjalan dengan indah dan membawa kepada
kesejahteraan bangsa.

Dari uraian di atas, tampak bahwa kepemilikan kemampuan menganalisis,


mengevaluasi, dan mengkreasi ini secara bersama-sama akan memberkan
kesempatan kepada anak bangsa untuk menjadi kritis terhadap setiap tawaran
produk baru, dan mampu menilainya dengan obyektif, serta memiliki
peluang untuk menghasilkan produk sejenis yang memiliki keunggulan.
Kepemilikan kemampuan menganalisis, menilai, dan mengkreasi ini
memungkinkan anak bangsa menjadi aset pembangunan yang baik. Mereka
akan bisa dihandalkan untuk menjadi generasi produktif yang mampu
menegakkan martabat bangsa Indonesia.
Higher Order Thinking Skills 10

Keuntungan Siswa Kalau Memiliki Kemampuan Bernalar

Menalar adalah tindak atau proses yang dilakukan oleh seseorang untuk
menghasilkan kesimpulan, atau keputusan. Orang yang bernalar memproses
informasi, fakta, dan data yang dimiliki, mengaitkan satu dengan yang lain,
guna menghasilkan kesimpulan. Kesimpulan yang didapat bisa berupa
dampak, tetapi juga bisa berupa faktor. Dengan kemampuan bernalar,
seseorang bisa mengidentifikasi dampak yang ditumbuhkan oleh keputusan
yang diambilnya. Dengan kemampuan bernalar, seseorang juga bisa
mengidentifikasi penyebab terjadinya sesuatu. Karena itu, kemampuan
bernalar ini sangat membantu dalam rangka mengidentifikasi faktor
penyebab terjadinya masalah, dan bisa memperkirakan dampak jangka
panjang dari pengambilan keputusan yang terkait dengan pemecahan
masalah tersebut. Kemampuan bernalar ini merupakan bekal yang baik bagi
para pejabat pengambil kebijakan.

Keuntungan bagi Siswa apabila Memiliki Kemampuan Berpikir Kritis

Ennis (2011) mendefinisikan berpikir kritis sebagai reasonable and reflective


thinking focused on deciding of what to believe or to do. Berpikir kritis
adalah berpikir reflektif yang masuk akal yang difokuskan untuk
memutuskan tentang hal yang perlu dipercaya atau hal yang harus
dikerjakan. Karena itu, orang yang berpikir kritis tidak akan pernah langsung
percaya terhadap segala macam klaim yang disajikan kepadanya. Dia pasti
mengkaji terlebih dahulu klaim tersebut sampai dia merasa yakin apakah
klaim tersebut benar atau salah. Tetapi, dia juga tidak akan menjadi penurut
kalau diperintah. Dia akan selalu mempertimbangkan layak tidaknya
pengerjaan tugas yang diterimanya.
Higher Order Thinking Skills 11

Kemampuan berpikir kritis memungkinkan siswa untuk cermat dan teliti


dalam mengambil keputusan. Kemampuan berpikir kritis mendorong
seseorang untuk memperhatikan semua sudut pandang, memeriksa
kebenaran dari setiap informasi yang ada, melihat pengaruhnya dalam jangka
panjang dan lain sebagianya. Karena itu, kalau siswa Indonesia memiliki
kemampuan berpikir kritis, mereka akan cermat dalam menghadapi segala
macam isu, dan mampu mempertimbangkan segala macam hal yang perlu
diperhatikan sebelum mengambil keputusan. Mereka cenderung akan
menjadi aset bangsa yang tidak mudah terpedaya oleh tipu daya, khususnya
dalam rangka asymetrical war (perang asimetris) yang mengedepankan
kepada penguasaan sumber daya.

Keuntungan bagi Siswa Apabila Memiliki Kemampuan Memecahkan


Masalah

Apabila siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik,


ditambah lagi dengan karakter gigih dalam berusaha, pantang menyerah
dalam menghadapi hambatan, dan selalu ingin tahu, serta memiliki kekayaan
strategi pemecahan masalah yang variatif siswa tersebut akan menjadi asset
bangsa bagi pembangunan nasional. Dia akan menjadi manusia yang dapat
diandalkan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan dalam kehidupan
bangsa di masa yang akan datang. Dia bisa diharapkan untuk menjadi
penjaga eksistensi bangsa dalam kancah persaingan global dengan negara-
negara dunia lainnya.

Keuntungan bagi Siswa Apabila Memiki Kemampuan Berpikir Kreatif

Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif pada dasarnya memiliki


kemampuan untuk membuat pemetaan tentang kondisi saat ini (asumsi yang
digunakan, bidang kajian yang ditekuni, cara atau metode pengkajiannya,
Higher Order Thinking Skills 12

dan hasil kajiannya), mengidentifikasi kelemahan yang masih dimiliki, dan


menghasilkan ide baru yang memberikan harapan baru. Semakin kreatif
orang itu, semakin banyak ide yang dihasilkan, dan semakin variatif. Di
samping itu, orang itu juga semakin luwes atau fleksibel dalam
menghasilkan ide baru.

Karena itu, kepemilikan siswa yang mampu berpikir kreatif adalah penting
bagi bangsa untuk menjadi negara produsen. Siswa tersebut dapat diarahkan
menjadi “think tank” untuk inovasi. Merea bisa dijadikan sebagai pemicu
inovasi.

Dengan demikian, dari uraian di atas, tampak bahwa kepemilikan HOTS


memberikan banyak keuntungan bagi kemajuan bangsa. Penguasaan
pengetahuan saja sekarang ini sudah tidak terlalu bisa diharapkan
manfaatnya. Kemajuan dan kecanggihan teknologi menjadikan praktik
mengumpulkan informasi untuk diingat adalah tidak relevan lagi. Komputer
jauh lebih mampu mengingat informasi daripada manusia. Keterampilan
berhitung pun tidak bisa lagi dikompetisikan dengan komputer. Dengan
teknologi terkini, kecepatan dan akurasi perhitungan oleh komputer jauh
mengungguli keceptatan dan akurasi yang bisa dilakukan manusia. Karena
itu, yang lebih diperlukan dalam pembelajaran saat ini adalah HOTS.
Dengan HOTS, manusia bisa memberdayakan komputer.
Higher Order Thinking Skills 13

BAB III
SALAH KAPRAH TENTANG
HOTS
Saat ini para guru tertarik untuk membuat soal HOTS. Tuntutan dari
pemerintah memang seperti itu. Soal Ujian Nasional dikatakan harus lebih
banyak memuat soal HOTS. Belum lagi ada yang menganggap bahwa soal
HOTS itu dicirikan oleh soal yang sulit.

Tulisan berikut mencoba untuk meluruskan kesalahpahaman tersebut.

HOTS bukan tentang Soal

Seperti dikemukakan sebelumnya, HOTS adalah singkatan dari Higher


Order Thinking Skills. Kalau diterjemahkan, HOTS merupakan keterampilan
berpikir tingkat tinggi. Karena itu, HOTS ini jenisnya adalah keterampilan
berpikir. HOTS bukanlah soal. Dalam konteks pembelajaran, yang
diharapkan memiliki keterampilan berpikir, khususnya HOTS adalah siswa.
Jadi, HOTS ini lebih banyak berupa keterampilan berpikir yang ingin dicapai
melalui pembelajaran.

Matematika adalah Kendaraan untuk Mengembangkan HOTS

HOTS sama sekali bukan tentang penguasaan konten matematika. Kalau pun
mau dihubungkan, konten matematika yang dipelajari siswa sebaiknya
menjadi kendaraan, alat, atau media bagi pengembangan kemampuan
berpikir siswa. Guru matematika memanfaatkan pembelajaran matematika
untuk membantu siswa memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Higher Order Thinking Skills 14

HOTS bersifat Subyektif

Mengingat HOTS ini merupakan keterampilan berpikir, dan berpikir itu


dilakukan oleh individu yang berbeda sesuai dengan konteksnya masing-
masing, HOTS lebih bersifat subyektif. Pada saat yang sama, ketika
menghadapi tantangan yang sama, ada siswa yang menggunakan HOTS
tetapi ada juga yang menggunakan LOTS (Lower Order Thinking Skills), dan
bahkan ada yang sama sekali tidak menggunakan keterampilan berpikir. Ada
siswa yang ketika diberi tantangan dia menganalisisnya dengan seksama,
melakukan pengkajian yang mendalam, dan merumuskan ide untuk
penyelesaiannya, tetapi ada juga yang asal-asalan saja menghadapinya, atau
bahkan mengabaikannya. Kegiatan menganalisis dengan seksama, mengkaji
secara mendalam, dan merumuskan ide penyelesaian itu termasuk beberapa
indikator dari HOTS, sedang yang mengerjakan secara asal-asalan adalah
indikator dia tidak menggunakan HOTS.

Soal untuk HOTS tidak harus sulit

Soal yang dirancang untuk mendorong siswa menggunakan HOTS dalam


upaya menjawab atau menemukan selesaiannya tidak selalu memiliki tingkat
kesulitan yang tinggi. Sepanjang untuk menjawab soal itu, siswa tidak
menggunakan recall, restate atau recite, tetapi harus menganalisis,
mengevaluasi, atau mencipta, maka soal yang demikian itu adalah soal yang
mendorong HOTS. Sebaliknya, seberapapun sulitnya suatu soal, kalau soal
itu sudah pernah dikerjakan sebelumnya, sehingga siswa tinggal mengingat-
ingat, atau menyalin jawaban yang sudah ada, maka soal sulit itu batal
menjadi soal yang mendorong HOTS.
Higher Order Thinking Skills 15

Contoh 1:

Perhatikan pola penjumlahan dan pengurangan bilangan 1 sebagai berikut.

….

Apabila pola penulisan bilangan 1-nya mengikuti pola di atas, yaitu


berselang seling + dan -, dan angka 1 itu tertulis sebanyak 1000 kali,
berapakah hasilnya?

Bilangan-bilangan yang ada dalam soal ini hanya bilangan 1 saja. Bilangan-
bilangan itu harus ditambahkan dan dikurangkan. Tentu tidak sulit untuk
menjawabnya. Akan tetapi, ketika harus menentukan jumlah dan kurang dari
1000 bilangan 1 yang ditulis seperti itu, maka siswa harus menggunakan
penalarannya untuk menganalisis dan menemukan pola. Siswa diharapkan
menemukan pola bahwa kalau banyak bilangan 1-nya genap, maka
jumlahnya adalah 2, dan kalau banyak bilangan 1-nya ganjil, maka
jumlahnya adalah 1. Soal ini menuntut siswa untuk menggunakan HOTS.
(Dengan syarat, soal ini baru pertama kali dihadapi oleh siswa. Apabila
siswa sudah pernah menghadapinya, maka dia mungkin saja tidak
menggunakan HOTS).

Sebaliknya, perhatikan soal sulit sebagai berikut.

Contoh 2

Tiga buah segitiga yang sebangun dengan ukuran yang berbeda disusun
dalam gambar berikut.
Higher Order Thinking Skills 16

Gambar. 3.1.

Sisi-sisi yang bersesuaian berjarak


sama-sama

Tentukan Luas daerah yang diarsir!

Biasanya, siswa akan mencari luas segitga besar dan luas segitiga kecil.
Dengan mengurangkan luas segitiga besar dan luas segitiga kecil, diperoleh
luas daerah yang diarsir.

Akan tetapi, kalau siswa menggunakan cara ini, dia akan kesulitan. Dia tidak
akan mampu menentukan luas segitiga yang besar, dan juga luas segitiga
yang kecil karena alas dan tinggi dari kedua segitiga tersebut tidak diberikan
informasinya. Berjam-jam lamanya sekalipun dia berusaha menjawab
dengan cara itu, dia tidak akan mampu sampai kepada jawaban yang benar.
Siswa mengalami banyak kesulitan dalam menjawab soal ini.

Selanjutnya dia manggunakan sudut pandang lain dengan memandang


daerah yang diarsir tersebut sebagai gabungan dari tiga trapesium seperti di
bawah seperti berikut:
Higher Order Thinking Skills 17

Gambar. 3.2.

Dengan sudut pandang yang baru ini, dia akhirnya mampu menemukan luas
daerah yang diarsir.

Kalau siswa mengerjakan seperti itu, maka dia menggunakan HOTS.

Akan tetapi, sekali ini sudah diterangkan oleh guru, dan siswa tinggal
mengingat-ingat atau menyalin jawaban yang sudah ada sebelumnya (baik di
buku catatannya atau mungkin dari bacaan di internet), dan soal ini
dikeluarkan lagi oleh guru, maka siswa tidak perlu lagi menggunakan HOTS.
Siswa tinggal mengingat-ingat proses penyelesaian jawaban yang pernah
diketahuinya dan menuliskan jawaban sesuai dengan ingatannya. Karena dia
tinggal menggunakan ingatan untuk menjawabnya, maka soal yang sama ini
tidak lagi menuntut HOTS pada diri siswa.
Higher Order Thinking Skills 18

BAB IV
BELAJAR MATEMATIKA
Sebelum berbicara tentang belajar matematika, ada baiknya dibicarakan
terlebih dahulu obyek belajar matematika.

Obyek Belajar Matematika

Apabila orang mengelompokkan macam-macam bentuk obyek yang


dipelajari dalam matematika, maka obyek belajar matematika itu sebenarnya
terdiri dari 4 macam, yaitu: fakta, konsep, prinsip, dan prosedur.

Fakta

Fakta Matematis adalah sesuatu yang diterima sebagai kesepakatan bersama


oleh semua yang belajar dan mengajarkan matematika. Umumnya, fakta
matematis ini berupa symbol-simbol matematis, bukan berupa
postulat/aksioma. Simbol “ ” adalah fakta yang disepakati sebagai lambang
dari elemen atau unsur suatu himpunan. Simbol “ ” adalah fakta yang
disepakati sebagai lambang tak hingga (dalam bilangan), atau sebangun
(dalam geometri). Fakta ini kita terima begitu saja, tanpa harus dipikirkan
secara mendalam.

Konsep

Konsep adalah hasil abtraksi dari sekumpulan unsur. Ia merupakan saripati,


dan biasanya diberi nama tertentu. Konsep merupakan ide abstrak yang biasa
digunakan untuk membedakan apakah sesuatu itu termasuk dalam kategori
konsep itu atau tidak. Konsep memang memungkinkan orang untuk
mengklasifikasi.
Higher Order Thinking Skills 19

Dalam matematika, konsep itu misalnya adalah segitiga, bilangan prima,


grup, vector, limit, dilatasi, permutasi, dan lain sebagainya. Konsep ini
dikembangkan dengen kesepakatan para pakar.

Prinsip

Konsep-konsep matematika itu terkadang memiliki keistimewaan. Salah satu


contoh misalnya adalah tidak ada bilangan genap yang merupakan bilangan
prima kecuali 2. Maka ini menjadi prinsip. Dalam hal ini, orang mengaitkan
antara bilangan prima dengan bilangan genap. Jumlah ukuran sudut dalam
suatu segitiga adalah . Pernyataan ini juga merupakan suatu prinsip,
dimana orang yang membuat pernyataan ini menghubungkan dua konsep
yaitu konsep sudut dalam dan konsep segitiga. Karena itu, yang namanya
prinsip adalah pernyataan yang memuat hubungan antar dua konsep (atau
lebih).

Prosedur

Prosedur adalah rangkaian langkah yang perlu dilakukan untuk keperluan


tertentu. Di dalam matematika, prosedur ini umumnya digunakan untuk
menyelesaikan masalah. Sebagai contoh, misalkan kita memiliki suatu sistem
persamaan linear dua variable,

{ ……………………………..…….(4.1)

maka untuk menentukan selesaian dari sistem persamaan linear tersebut,


siswa bisa diberikan prosedur atau langkah demi langkah yang harus
dilakukan siswa sampai diperoleh solusi dari sistem persamaan linear dua
variabel tersebut. Untuk kasus sistem persamaan linear dua variabel ini,
prosedurnya sangat dikenal, yaitu eliminasi, substitusi, atau grafik. Bahkan
campuran di antara prosedur itu pun diperkenankan.
Higher Order Thinking Skills 20

Ketika siswa diminta untuk menentukan berapa jumlah akar-akar real dari
persamaan kuadrat , prosedur yang diberikan misalnya
adalah: (a) selidiki apakah akar-akarnya memang berupa bilangan real
dengan cara menghitung nilai D-nya (diskriminannya, yaitu
dengan petunjuk bahwa akar-akarnya real jika , (b) hitunglah nilai dari

jumlah akar-akarnya dengan menentukan nilai dari

Perwujudan Obyek Belajar Matematika di Kelas

Obyek belajar matematika tersebut, di dalam kelas dapat ditemukan dari


ucapan atau perkataan guru, buku teks, atau sumber belajar lainnya. Obyek-
obyek tersebut disajikan dengan istilah yang berbeda.

1. Mathematical Facts biasanya dinyatakan secara tertulis atau lisan


sebagai fakta atau kesepakatan yang perlu disepakati bersama.

Contoh:

a. adalah lambang akar pangkat 2

b. adalah lambang segitiga

c. ∑ adalah lambang yang maksudnya adalah

2. Mathematical Concepts biasanya disajikan dengan cara didefinisikan,


dan biasanya juga diimbuhi dengan penjelasan, gambar, dan ilustari
tambahan untuk menjadikannya lebih mudah diterima dan dipahami
dengan baik oleh siswa.

Contoh:

a. Bilangan prima adalah bilangan asli yang memiliki tepat dua


faktor saja, yaitu 1 dan dirinya sendiri.
Higher Order Thinking Skills 21

Penjelasan:

Dari definisi di atas, maka bilangan prima itu hanya dibatasi pada
bilangan asli saja. Dalam definisi ini, Bilangan prima tidak
dibicarakan pada himpunan bilangan bulat, rasional, apalagi real.
Jadi, semesta pembicaraan untuk bilangan prima hanyalah
himpunan bilangan asli. Selanjutnya, istilah faktor di sini juga
hanyalah faktor yang berupa bilangan asli. Dengan begitu,
meskipun 2 dapat dibagi oleh atau bahkan banyak tak

terhingga bilangan-bilangan real, pembagi-pembagi yang berupa


bukan bilangan asli ini tidak diperhatikan. Faktor yang
diperhatikan dari 2 hanyalah 1 dan 2 itu sendiri. Karena itu 2
adalah bilangan prima.

Selanjutnya, 4 bukan bilangan prima, karena faktornya bisa 1, 2,


dan 4. Jadi ada bilangan lain selain 1 dan 4 yang juga merupakan
faktor dari 4.

b. Fungsi dari A ke B adalah aturan yang mengaitkan setiap


anggota dari A ke anggota dari B dengan aturan bahwa jika
( ( maka

Penjelasan

Di dalam definisi ini, ada kata setiap, yakni pada kata-kata


“setiap anggota dari A”. Kata setiap ini memberikan batasan
bahwa tidak boleh ada anggota A yang tidak dikaitkan.

Selanjutnya, dikatakan pula bahwa jika ( ( maka


Ini berarti bahwa jika bayangan dari dua unsur domain
bernilai sama, maka yang dipetakan juga unsur yang sama. Jadi,
Higher Order Thinking Skills 22

tidak ada satu unsur yang nanti bayangannya akan berbeda, atau
di dalam fungsi itu tidak holeh terjadi ada sedikitnya dua unsur
berbeda, misalnya dan , demikian sehingga ( (

Dengan demikian, di dalam praktik pembelajaran, siswa harus belajar


memahami definisi dan juga ilustrasi yang dibuat oleh guru atau
penulis buku dari definisi tersebut.

3. Mathematical Principles biasanya disajikan dengan nama


teorema/dalil/hukum, dan biasanya juga dilengkapi dengan bukti-bukti.
Kalau menggunakan pendekatan induktif, prinsip matematis ini
biasanya disajikan dengan mengajak siswa membuat konjektur atau
dugaan.

Contoh:

a. Sudut luar dari suatu segitiga sama dengan jumlah dua sudut
selain suplemennya.

Bukti:

Terkait dengan ini, guru atau penulis sumber belajar mungkin


akan memberikan ilustrasi, berupa gambar dan kalimat-kalimat
penjelas untuk membuktikan kebenaran dari prinsip yang
dikemukakan.

Gambar. 4.1
Higher Order Thinking Skills 23

Pada gambar 4.1. di atas, bilangan 2 menyatakan salah satu sudut


luar dari segitiga ABC, dan bilangan 1 menyatakan suplemennya.

Kita tahu bahwa jumlah dua sudut yang bersuplemen adalah


, sehingga

Kita tahu pula bahwa jumlah sudut-sudut dalam setiap segitiga


adalah sehingga (

Dari dua hal tersebut, diperoleh kesamaan bahwa


(

Akibatnya (terbukti)

b. Jika suku banyak ( dibagi oleh ( maka sisanya adalah


(

Bukti:

Suku banyak ( dikaitkan dengan ( dapat dinyatakan


sebagai ( ( ( dengan adalah sisa
pembagian ( oleh ( , dan ( ) adalah hasil baginya.

Kalau nilai dari disubstitusikan kepada dalam (


( ( , maka

( ( (

Tanpa harus mengetahui apa nilai dari ( kita bisa


meneruskan proses sehingga diperoleh:

( (

(
Higher Order Thinking Skills 24

Jadi sisa dari pembagian ( oleh ( adalah (

Terbukti.

Dengan demikian, di dalam mempelajari obyek matematika yang


berupa prinsip ini, siswa harus memahami teorema sekaligus buktinya
(kalau memang disediakan).

4. Mathematical Procedures biasanya disajikan dengan nama metode


pemecahan masalah dan di dalamnya memuat langkah demi langkah
yang harus dilakukan siswa agar masalah tersebut bisa terselesaikan
dengan baik.

Contoh:

a. Perbandingan Bilangan.

Prosedur Menentukan mana bilangan yang lebih besar dan mana


yang lebih kecil:

Apabila bilangannya kecil, cukup memakai garis bilangan saja,


dan bilangan yang terletak di sebelah kanan adalah bilangan yang
lebih besar.

Cara lainnya adalah dengan mengurangkan dua bilangan


tersebut. Jika kedua bilangan itu dilambangkan dengan dan
prosedur untuk menentukan mana dari kedua bilangan tersebut
yang lebih besar adalah:

1). Pilih satu bilangan sebagai dan bilangan yang lain


sebagai

2). Hitung
Higher Order Thinking Skills 25

3). Jika tetapkan sebagai bilangan yang lebih


besar, dan bila tetapkan sebagai bilangan yang
lebih besar.

Namun, apabila bilangannya terdiri dari banyak angka, dan sulit


untuk disajikan ke dalam garis bilangan, atau proses
pengurangannya menyulitkan, maka untuk membandingkan
mana dari dua bilangan itu yang lebih besar dan mana yang lebih
kecil, lakukanlah prosedur berikut.

1) Lihat tanda dari kedua bilangan itu (positif atau negatif).

2) Bila dua bilangan itu berbeda tanda (yang satu positif dan
yang satu negatif), pastilah yang positif lebih besar dari
yang negatif (selesai). Akan tetapi, bila sama tandanya,
lanjutkan pemeriksaan Anda ke langkah ke 3).

3) Periksa dulu, apakah kedua bilangan itu sama-sama positif


atau sama negatif. Jika sama-sama positif, lanjutkan ke
langkah 4), jika sama-sama negatif lanjutkan ke langkah 6).

4) Jika-sama-sama positif, lihat banyak angka penyusunnya.


Makin banyak angka penyusunnya, makin besar bilangan
tersebut (selesai). Tapi, jika banyak angka penyusunnya
sama, lanjutkan ke langkah 5)

5) Jika banyak angka penyusunya sama, lihatlah angka yang


paling kiri dari kedua bilangan dan bandingkan. Yang
memuat angka paling kiri lebih besar adalah bilangan yang
lebih besar (selesai). Jika masih sama, lihat angka di
Higher Order Thinking Skills 26

sebelah kanan dari angka paling kiri tersebut, kemudian


bandingkan. Dan seterusnya sampai diperoleh kesimpulan.

6) Jika sama-sama negatif, lihat banyak angka penyusunnya.


Makin banyak angka penyusunnya, makin kecil bilangan
tersebut (selesai). Tapi, jika banyak angka penyusunnya
sama, lihat angka paling kiri. Makin kecil angkanya, makin
besar bilangannya (selesai). Jika masih sama, lihat angka di
sebelah kanan dari angka paling kiri tersebut, kemudian
bandingkan. Demikian seterusnya sampai diperleh
kesimpulan.

b. Menentukan Selesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

1) Metode Substitusi

Misalkan kita punya sistem persamaan linear dua variabel

{ , …(4.2)

Prosedur untuk menentukan selesaian dari sistem persamaan


linear ini adalah sebagai berikut:

a) Nyatakan menjadi

b) Substitusikan ke dalam pada persamaan

sehingga hanya diperoleh persamaan


satu variabel (dalam saja)

c) Selesaikan persamaan yang diperoleh dari b)


diperoleh nilai dari
Higher Order Thinking Skills 27

d) Masukkan nilai dari dari proses c) ke dalam


variabel pada persamaan sehingga
diperoleh nilai .

e) Nyatakan selesaian dari sistem persamaan linear dua


variabel tersebut sebagai (

f) Selesai

2) Metode Eliminasi

a) Lihat koefisien-koefien dari sistem persamaan linear


dua variabel dalam soal

b) Ubahlah persamaan 1 dan 2 dari sistem persamaan


linear dua variabel itu menjadi persamaan 3 dan 4
yang ekivalen dengan persamaan 1 dan 2 tetapi salah
satu dari koefisien atau -nya sama sehingga
diperoleh sistem persamaan linear yang baru seperti

berikut: { ( yaitu koefisien

dari dibuat sama, atau { (

dimana koefisien dari yang dibuat sama.

c) Kurangkan persamaan 3 dan 4 yang koefisien nya


sama, sehingga nanti diperoleh nilai y-nya.
Kurangkan lagi persamaan 3 dan 4 yang koefisien
nya sama, sehingga diperoleh nilai

d) Tuliskan selesaiannya menjadi (

e) Selesai.
Higher Order Thinking Skills 28

Tujuan Belajar Matematika


Setiap orang yang belajar pasti memiliki tujuan. Demikian pula dengan
belajar matematika. Orang memperlajari matematika pasti memiliki tujuan
tertentu dan bisa jadi tujuannya berbeda.

Secara garis besar, saat ini tujuan belajar matematika dapat dikelompokkan
ke dalam tiga golongan, yaitu:

1. Memahami dan menguasai matematika

2. Mengembangkan keterampilan berpikir

3. Mengembangkan kemampuan komunikasi

Belajar untuk Memahami dan Menguasai Matematika

Matematika dikenal sebagai ilmu yang bermanfaat, baik dalam kehidupan


sehari-hari, maupun dalam dunia industri. Dengan matematika, permasalahan
sehari-hari yang pelik, bisa jadi ditemukan model matematikanya dan dengan
itu, masalah tersebut bisa ditemukan pola dan kecenderungan yang mungkin
terjadi, sehingga upaya preventif bisa dilakukan secara lebih baik. Dengan
bantuan ilmu matematika, kerusakan yang parah bisa dicegah terjadinya.

Dalam konteks demikian, matematika yang diperlukan adalah matematika


tingkat tinggi yang tidak semua orang perlu dan dapat menguasainya.
Sebagian orang yang memerlukan matematika tingkat tinggi ini akan
menggunakan matematika untuk melakukan horizontal dan vertical
mathematization. Dari pengamatan terhadap fenomena, mereka mampu
menemukan model matematika yang sesuai, dan setelah model matematika
tersebut terumuskan, mereka mampu menemukan solusinya (baik dengan
atau tanpa bantuan teknologi), dan menerjemahkan hasil yang didapat untuk
penyelesaian masalah kontekstual. Sebagian lain, orang ini akan sangat
Higher Order Thinking Skills 29

menekuni matematika teori dengan seksama, menghasilkan teorema-teorema


baru dan menjadi pakar dalam bidang teori matematis. Karena itu, belajar
matematika untuk memahami matematika harusnya hanya diperuntukkan
bagi mereka yang mau bekerja menjadi ahli matematika, atau setidaknya
bekerja dalam bidang STEM (Science Technology, Engineering, dan
Mathematics). Siswa yang nantinya tidak akan bekerja dalam bidang STEM,
materi matematika yang perlu dipelajarinya tentu tidak perlu terlalu besar
kuantitas dan kualitasnya.

Belajar untuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir

Orang yang bekerja dalam bidang STEM maupun non-STEM senantiasa


dituntut keterampilan berpikir yang baik. Untuk itu, semua matapelajaran,
termasuk matematika, harus mendorong anak untuk mengembangkan
keterampilan berpikirnya. Mereka harus belajar menggunakan penalaran
yang baik, dan berpikir matematis yaitu berpikir mengikuti kaidah
matematika.

Untuk keperluan hidup di abad ke-21, ada lagi dua keterampilan utama yang
diperlukan yaitu keterampilan berpikir kritis dan keterampilan berpikir
kreatif. Mereka tidak perlu mempelajari matematika dalam jumlah yang
banyak. Akan tetapi, mereka perlu belajar matematika tetapi orientasinya
adalah untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
Pelajaran matematika lebih difungsikan sebagai kendaraan untuk melatih
berpikir kritis, dan kreatif.

Belajar untuk Mengembangkan Kemampuan Komunikasi

Kemampuan komunikasi merupakan salah satu alat penting bagi setiap insan
yang hidup di abad ke 21. Kemampuan komunikasi ini memungkinkan
individu mampu menerima dan menyampaikan pesan dengan baik.
Higher Order Thinking Skills 30

Kemampuan komunikasi ini memugkinkan individu berkolaborasi mencapai


tujuan masing-masing.

Sehubungan dengan itu, hal yang peling penting dalam bagi mereka dalam
belajar matematika adalah memahami dan menyusun argumen komunikasi.
Mereka perlu belajar bagaimana memahami teks matematika dengan
mengidentifikasi genusnya, spesiesnya, dan keterangan lain yang diberikan.
Mereka perlu juga menyusun argumen yang valid, dan masuk akal. Mereka
bisa belajar bagaimana berkomunikasi yang efisien tetapi efektif.

Di dalam buku ini, fokus pembahasannya adalah untuk tujuan kedua, yaitu
untuk mengembangkan keterampilan berpikir, yaitu keterampilan berpikir
tingkat tinggi atau HOTS.

Cara Mempelajari Matematika

Mempelajari matematika akan sangat bergantung kepada bagaimana materi


matematika itu disajikan kepada siswa, baik melalui guru, buku teks, atau
sumber belajar lainnya. Sampai sejauh ini, cara penyajian matematika dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok.

Dilihat dari bagaimana urutan objek matematika (konsep, prinsip, prosedur),


contoh, dan latihan yang disediakan untuk menguasainya, penulis
mengklasifikasikan cara penyajian matematika menjadi Induktif vs Deduktif.
Materi matematika disajikan secara deduktif manakala materi disajikan
dengan urutan: (a) obyek matematika (konsep, prinsip, prosedur), (b) contoh
dan ilustrasi penjelas, dan (c) latihan-latihan untuk menambah pemahaman
dan penguasaan materi. Materi matematika disajikan secara deduktif
manakala materi matematika disajikan dengan urutan: (a) contoh dan bukan
contoh, (b) obyek matematika yang dimaksud, (c) latihan. Buku teks banyak
menggunakan pendekatan deduktif.
Higher Order Thinking Skills 31

Dua cara di atas menentukan cara mempelajari matematika nya juga. Cara
mempelajari akan sangat sering dipengaruhi, meskipun tidak selalu, oeh cara
penyajian matematika.

Ditinjau dari bagaimana otak merespons materi matematika yang disajikan,


baik secara deduktif maupun induktif, cara mempelajari matematika juga
bisa diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu (a) aktif mencari tahu
dan (b) pasif menerima pemberitahuan.

Sekalipun materi matematika disajikan secara deduktif, tidak setiap orang


akan menerima begitu saja setiap kata atau kalimat atau pernyataan
matematis yang disajikan. Mereka mungkn akan mempertanyakan
kebenaran, menghubungkan dengan pengalaman dan pengetahuan yang
sudah dimiliki, dan menilai kelogisan yang ada. Bahkan, mereka
mungkinakan mencari informasi dari tempat lain untuk meyakinkan apa
yang sudah dipikirkannya. Mereka aktif mencari tahu. Sebaliknya, ada juga
orang yang menerima saja segala paparan materi tersebut sebagai suatu
kebenaran, mencoba mencamkannya dalam pikiran, dan mengingatnya
selama muhgkin. Ini yang disebut dengan mempelajari matematika secara
pasif.

Dikaitkan dengan keaktifan mempelajari matematika, penulis juga


mengklasifikasi ke dalam dua kelompok, yaitu: (1) aktif merefleksi, dan (2)
aktif mendiskusikan. Siswa yang aktif merefleksi adalah siswa yang selalu
mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri dan berusaha mejawab sendiri
berdasaran ilmu yang dimiliki. Sementara itu, siswa yang aktif
mendiskusikan adalah siswa yang cenderung mencari jawaban dengan
mendiskusikan apa yang dipikirkannya dengan teman atau orang lain.
Higher Order Thinking Skills 32

Kebenaran yang disepakati bersama dipandang sebagai kebenaran yang


utama.

Di samping itu, cara mempelajari matematika juga bisa dikelompokkan ke


dalam dua kegiatan, diantaranya mengamati orang lain, dan mengkreasi
sendiri. Siswa mungkin akan memperhatikan dan mengamati dengan
seksama setiap langkah, gerak, kalimat, tulisan, pilihan kata, dan mungkin
juga gestur gurunya dan berdasarkan itu siswa itu belajar. Dia cenderung
menirukan apa yang sudah dilihat dan dianggapnya bagus. Sementara itu,
ada juga yang mungkin kurang puas dengan langkah, gerak, kalimat, tulisan,
pilihan kata, atau gestur guru, dan memilih menghasilkan sesuatu yang baru
yang beda dengan yang diamatinya.

Dilihat dari penggunaan indera, cara mempelajari matematika bisa dilakukan


dengan membaca, mendengarkan penjelasan orang lain, menonton tayangan
video, atau dengan berbicara secara aktif kepada orang lain.

Selanjutnya, ada juga orang yang mempelajari matematika dengan


menggunakan pendekatan saintifik, yaitu pendekatan belajar yang mengikuti
urutan sebagai berikut: (1) mengamati, (2) menanya, (3) mengumpulkan
(tambahan) data, (4) mengasosiasi, dan (5) mengomunikasikan.

Tampak bahwa ada banyak cara orang mempelajari matematika. Masing-


masing siswa memiliki preferensi yang mungkin berbeda. Ada siswa yang
suka mempelajari matematika secara deduktif, tetapi ada juga yang secara
induktif. Ada siswa yang suka belajar sendiri, tapi ada juga siswa yang suka
belajar berkelompok. Ada siswa yang belajar matematika dengan cara
menghafalkan, tetapi ada juga yang menekankan kepada pemahaman. Ada
yang suka belajar dari menonton orang lain, atapi ada juga yang harus
melakukan sendiri langsung. Ada yang berhasil belajar dengan cukup
Higher Order Thinking Skills 33

diberitahu melalui pendeagaran, tetapi ada juga yang harus melihat dengan
mata kepala langsung. Karena itu, guru yang baik adalah guru yang mampu
menyediakan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

Faktor yang Perlu Diperhatikan


Sehubungan dengan hal-hal di atas, ada beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian dalam membelajarkan matematika. Faktor-faktor itu
antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Tujuan Belajar.
Belajar untuk penguasaan matematika, dan belajar untuk
mengembangkan keterampilan berpikir, serta belajar untuk
mengembangkan kemampuan komunikasi harusnya dilaksanakan
secara berbeda.
2. Kondisi Pembelajaran (siswa, tempat belajar, lingkungan dll).
Kondisi siswa, tempat belajar, lingkungan belajar perlu dipahami
dengan sebaik-baiknya dan pembelajaran hendaknya disesuaikan
dengan kondisi-kondisi tersebut. Dari aspek siswa misalnya, gaya
belajar, gaya kognitif, kepribadian adalah beberapa hal yang sangat
menentukan keberhasilan belajarnya. Demikian pula dengan tempat
belajar di pedesaan, perkotaan, pesisir, pegunungan, di sekitar rel
kereta api, di dekat terminal, dan lain-lain. Lingkungan belajar yang
sepi, dan lingkungan belajar yang ramai juga sangat berbeda. Semua
menuntut guru pandai menyesuaikan diri dalam membelajarkan.
Higher Order Thinking Skills 34

BAB V
PENGEMBANGAN HOTS
DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA
Ada banyak unsur atau obyek matematika yang dapat digunakan sebagai
jembatan untuk mengembangkan HOTS siswa. Guru bisa memanfaatkan
pembelajaran definisi, teorema/ konjektur, prosedur, dan bahkan juga
pengerjaan soal-soal untuk mengembangkan HOTS siswa. Berikut
dijabarkan secara selintas hal-hal yang bisa dilakukan guru dalam
pembelajaran matematika guna mengembangkan HOTS siswa.

Pengembangan HOTS Melalui Definisi

Definisi di dalam pelajaran matematika biasanya dinyatakan dalam kalimat


“.... adalah ... yang memenuhi sifat-sifat .......... Secara matematis, definisi
biasanya dinyatakan dalam bentuk jika dan hanya jika.

Contoh:

Bilangan genap adalah bilangan bulat yang habis dibagi 2.

Definisi tentang bilangan bulat ini sebenarnya harus dipahami sebagai


gabungan dua pernyataan yang berlaku bolak balik. Pernyataan pertama
adalah: “jika adalah bilangan genap, maka atau 2 membagi habis
Pernyataan kedua adalah “jika maka adalah bilangan genap”.

Kemudian dari pada itu, dari definisi di atas, bilangan genap ini adalah
bilangan bulat yang memiliki sifat tertentu. Karena itu, semesta pembicaraan
Higher Order Thinking Skills 35

untuk mengatakan apakah suatu bilangan termasuk kategori bilangan genap


atau bukan adalah bahwa bilangan itu harus merupakan bilangan bulat.
Semesta pembicaraannya dengan demikian adalah himpunan bilangan bulat,
bukan bilangan yang lain. Jadi, definisi itu memberikan batasan, dan setiap
siswa harus memahami batasan itu. Dia harus mampu mengidentifikasi dan
memberikan contoh dan juga bukan contoh dari bilangan genap.

Dalam rangka pengembangan HOTS, ada dua cara kita membelajarkannya.


Kita bisa menggunakan pendekatan deduktif, atau pendekatan induktif.
Pendekatan Deduktif artinya adalah rumusan definisinya disajikan kepada
siswa, dan siswa diminta untuk memahami definisi tersebut sebaik mungkin.
Dengan Pendekatan Induktif, siswa yang justru dituntut untuk merumuskan
definisi dan mereka berangkat dari contoh kasus yang diberikan.

Pendekatan Deduktif

Kalau menggunakan pendekatan deduktif, penggunaan grafik organizer,


khususnya Diagram Frayer tampaknya sangat baik untuk membantu siswa
mengembangkan HOTS mereka. Diagram Frayer yang dimaksud memiliki
bentuk sebagai berikut:

Gambar 5.1
Higher Order Thinking Skills 36

Pada lingkaran atau ellips bagian tengah, tuliskan konsep yang sedang
dibicarakan, misalnya bilangan genap, parabola, gradien, limit, segitiga siku-
siku, dan lain-lain. Kemudian, pada kolom kiri yang ada tulisan definisi,
siswa diminta untuk menuliskan secara sama, definisi yang ada di dalam
buku atau yang dikemukakan oleh guru dan sumber belajar lain. Dari situ,
siswa diminta untuk mengisi dengan hasil pemikiran sendiri 3 kolom yang
lain, yaitu karakteristiknya, contoh-contoh dari konsep itu (sebanyak-
banyaknya), dan juga yang bukan contoh dari konsep tersebut. Kalau kita
menggunakan model Flipped Classroom, menugaskan siswa untuk membaca
dan memahami konsep dan meminta mereka menampilkan pemahaman
mereka dengan membuat diagram Frayer tampaknya akan sangat baik.

Pendekatan Induktif

Kalau kita ingin mengembangkan HOTS dengan pendekatan induktif,


penggunaan pendekatan saintifik (5M) tampaknya merupakan hal yang
sangat dianjurkan. Kita berikan siswa sedikit contoh dan bukan contoh
untuk diamati (M1=Mengamati) sedemikian rupa sehingga siswa intensif
melakukan pengamatan. Biarkan atau dorong mereka untuk menjadi ingin
tahu dan menduga-duga (M2=Menanya). Dorong mereka mencari informasi
tambahan (M3=Mengumpulkan Informasi Tambahan). Suruh mereka
menganalisis informasi yang sudah tersedia lebih lengkap dengan menalar
(M4=Mengasosiasi), dan minta mereka membahas hasil analisis mereka
(M5=Mengomunikasikan) di kelas, baik secara berpasangan, dalam
kelompok kecil, atau klasikal.

Pelaksanaan pembelajaran yang akan mengembangkan HOTS dengan


pendekatan induktif ini akan menjadi lebih menarik jika nama dari konsep
yang akan kita ajarkan kita buat tersamar terlebih dahulu agar siswa tidak
Higher Order Thinking Skills 37

menggunakan recall, restate, dan recite dari semua sumber belajar yang
mungkin mereka temukan. Gunakan istilah baru yang sama sekali belum
mereka kenal, dan setelah pengembangan proses berpikir ini terjadi, pada
akhirnya guru bisa memberitahukan nama konsep yang sebenarnya.
Misalnya, untuk mengajarkan teorema sisa, kita sebut saja teorema Paimin
dengan harapan mereka tidak akan mengingat-ingat pelajaran sebelumnya
tentang teorema sisa yang telah mereka dapatkan dari belajar ke guru privat,
bimbingan belajar, atau pun dari internet dan sumber belajar lain. Biarkan
mereka memanfaatkan kemampuan berpikirnya secara murni tanpa bantuan
hal-hal lain yang mengurangi intensitas berpikirnya. Dengan cara itu mereka
akan belajar memanfaatkan pemikirannya dan tujuan mengembangkan
keterampilan berpikir akan tercapai.

Pengembangan HOTS Melalui Teorema

Teorema bisa saja sudah disediakan oleh sumber belajar, bahkan mungkin
lengkap dengan buktinya, dan bisa saja siswa yang diharapkan untuk
menemukannya (mungkin sekedar membuat konjektur). Apapun bentuk
penyajiannya, guru harus tetap mampu mengembangkan HOTS siswa.

Pendekatan Deduktif

Teorema yang disajikan dengan pendekatan deduktif adalah dengan


menuliskan teorema itu di bagian awal dan diikuti dengan penjelasan dan
buktinya di bagian berikutnya.

Contoh:

Teorema: 6 selalu membagi hasil kali dari 3 bilangan bulat berurutan.


Higher Order Thinking Skills 38

Bukti:

Tiga bilangan bulat berurutan, maka pasti ada bilangan ganjil dan genap di
dalamnya. Hasil kali dari ketiga bilangan tersebut tentu genap, dan oleh
karenanya hasil kali ketiga bilangan itu habis dibagi 2.

Sekarang tinggal menunjukkan bahwa hasil kali ketiga bilangan bulat


beruutan itu juga pasti habis dibagi 3.

Untuk itu, misalkan dan adalah bilangan bulat berurutan

Maka , dan

Sehingga

( (

Pada soal sebelumnya kita sudah membuktikan bahwa untuk setiap


bilangan bulat

Jadi dan

Karena itu,,

Dengan demikian, terbukti bahwa “6 selalu membagi hasil kali dari 3


bilangan bulat berurutan”

Bagaimana cara mengembangkan HOTS siswa ketika teorema disajikan


seperti di atas?

Pertama-tama kita ajak siswa memahami rumusan teorema tersebut, tanpa


bukti, dengan baik. Kita ajak mereka mengidentifikasi mana yang
merupakan premis, dan mana yang merupakan konklusi. Kita ajak mereka
menyebutkan mana yang merupakan syarat cukup dan mana yang
merupakan syarat perlu. Sesudah itu, kita ajak mereka untuk menentukan
Higher Order Thinking Skills 39

kapan teorema ini bisa diterapkan, dan dalam kondisi seperti apa teorema ini
tidak berlaku. Kita ajak mereka bernalar, menganalisis dan kalau perlu
menemukan lemma (atau teorema kecil yang terkait dengan teorema itu).
Kita juga bisa memberikan kasus soal kepada mereka dan tanyakan kepada
mereka apakah teorema itu bisa diterapkan dalam menyelesaikan soal
tersebut. Mungkin juga kita bisa berikan contoh penerapan teorema yang
salah yang menuntut anak untuk menyadari bahwa penerapan teorema tidak
boleh dilakukan secara asal-asalan.

Pengembangan HOTS Melalui Prosedur

Prosedur umumnya diberikan oleh sumber belajar. Akan tetapi, sebenarnya


prosedur pun bisa dikembangkan sendiri oleh siswa.

Manakala suatu prosedur telah diberikan, dalam rangka mengembangkan


HOTS, guru bisa menanyakan aspek detail dari prosedur tersebut.
Pertanyaan-pertanyaan seperti “What if...” dan “What if not...” adalah
pertanyaan-pertanyaan yang menuntut siswa melakukan analisis atau bahkan
kreasi. Pertanyaan-pertanyaan lain seperti pertanyaan melacak (probing
questions) juga dapat dipertimbangkan untuk mengembangkan HOTS siswa.
Cara lain adalah dengan mendorong siswa membangun sendiri prosedur, dan
meminta membandingkan keefektifan, efisiensi dan keunggulan-keunggulan
di antara prsedur yang baku dengan prosedur buatan siswa.
Higher Order Thinking Skills 40

BAB VI
MENGEMBANGKAN SOAL
HOTS DALAM MATEMATIKA
Seperti dikemukakan di awal, Brookhart menggunakan berbagai macam
sudut pandang utnuk mendefinisikan HOTS dan melakukan asesmen HOTS.
Beberapa sudut pandang itu adalah:

1. menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi,


2. menalar secara logis,
3. mengambil keputusan dan berpikir kritis,
4. memecahkan masalah, dan
5. melakukan kreativitas dan berpikir kreatif

Bagi seorang guru, mampu membuat soal yang mengembangkan HOTS


siswa adalah penting. Karena itu, berikut akan diuraikan satu persatu ide
pengembangan soal untuk mengembangkan HOTS yang memuat aspek-
aspek yang dikemukakan oleh Brookhart tersebut.

Soal Matematis Yang Menuntut Siswa Untuk Menganalisis

Kegiatan menganalisis dapat dimaknai sebagai kegiatan memecah informasi


menjadi komponen-komponennya untuk menemukan hubungan yang
mungkin ada. Sehubungan dengan itu, beberapa kegiatan yang mungkin akan
menjadikan siswa melakukan kegiatan analisis antara lain adalah:
1. Comparing (membandingkan)
Comparing adalah kegiatan dimana seseorang harus mengaitkan antara
satu hal dengan hal yang lain. Comparing menuntut seseorang untuk
Higher Order Thinking Skills 41

menganalisis atau memecah-mecah informasi yang ada dari dua hal


yang dibandingkan itu menjadi informasi-informasi yang lebih kecil.
Contoh:
Kita mengetahui bahwa . Pertanyaannya: Jika suatu bilangan,
apakah sama nilai dari dengan
Untuk menjawab pertanyaan ini, seorang siswa harus melakukan
kegiatan analisis. Apabila dalam soal itu bilangan yang dimaksud
hanya diberi nama , maka siswa diarahkan untuk melihat apakah
sama hasilnya untuk nilai-nilai dari . Mungkin siswa akan melakukan
eskplorasi dengan beberapa bilangan, misalnya:

Apakah ?
1 ( ) Ya
(
4 Ya
( (

9 Ya
(
-1 Tidak sama
( ( ((

-4 Tidak sama
( ( ((

2. Organizing (menata)
Organizing artinya adalah menata. Karena itu, kalau ingin siswa harus
menata, salah satu syaratnya adalah harus ada sekumpulan data,
pernyataan, atau informasi terlebih dahulu, yang disajikan secara acak
dan siswa diminta untuk mengurutkannya menjadi suatu rangkaian
yang logis, masuk akal, dan benar.
Higher Order Thinking Skills 42

Contoh:
Perhatikan 4 bilangan berikut, yaitu: 15, 20, 23, dan 25
Buanglah satu bilangan yang tidak cocok untuk dikumpulkan dengan
tiga bilangan yang lain. Untuk menjawab soal ini anak harus menata
tiga bilangan dari empat bilangan tersebut sehingga mereka layak
untuk dikumpulkan menjadi satu himpunan, dan dengan begitu satu
bilangan yang lainnya dapat dibuang seperti yang diminta.
Misalkan kita menata himpunannya menjadi 15, 20, dan 25. Maka {15,
20, 25} memiliki ciri khusus yaitu semua bilangannya kelipatan 5, dan
dengan begitu, maka 23 bisa dibuang. Tetapi kita bisa juga menata
bilangannya menjadi 15, 23, dan 25 dan membuang bilangan 20.
Alasannya adalah 15, 23, dan 25 adalah bilangan-bilangan ganjil, dan
karena 20 adalah bilangan genap maka 20 lah yang laya dibuang.
Kita juga bisa menata bilangan-bilangan itu menjadi 15, 20, 23 dan
membuang bilangan 25. Alasannya adalah semua dari 15, 20, dan 23
itu bukan bilangan kuadrat. Karena 25 adalah biangan kuadrat, maka
yang dibuang adalah 25.

3. Deconstructing (mengurai)
Deconstructing artinya adalah mengurai apa yang sudah dibangun.
Karena itu, jenis soal yang bisa kita berikan untuk mendorong siswa
melakukan deconstructing adalah soal yang mengukur kemampuan
koneksi siswa dimana siswa diminta untuk mengemukakan apa saja
yang diketahuinya tentang sesuatu itu sebanyak mungkin.
Contoh:
Apa yang Anda ketahui tentang akar-akar dari persamaan kuadrat
?
Higher Order Thinking Skills 43

Untuk menjawab soal ini, siswa harus menguraikan informasi yang ada
menjadi beberapa hal, misalnya menjadi:
a. bahwa persamaan kuadrat diperoleh dari
perpotongan dua fungsi yaitu dan
b. bahwa persamaan kuadrat , memiliki sifat-sifat:
dan dalam persamaan itu masih
bersifat relatif, dan tidak tentu
Sehubungan dengan itu, mungkin jawaban siswa akan menjawab
bahwa:
a. akar-akar persamaan kuadrat pada dasarnya sama
saja dengan nilai absis dari perpotongan dua fungsi
dan
b. diskriminan dari persamaan kuadrat adalah
( dan nilainya sangat bergantung kepada
nilai dari k. Akan bernilai positif dan akan memiliki dua akar jika
bernilai 0 dan mempunyai tepat satu akar real jika
dan bernilai negatif serta tidak mempunyai akar real jika

4. Attributing (memberikan atribut)


Attributing atau memberikan atribut adalah kegiatan memberikan nama
kepada suatu objek. Karena itu agar siswa melakukan attributing, salah
satu syaratnya adalah membuat jenis soal yang mendorong siswa
melakukan attributing atau pemberian identitas pada suatu objek.
Contoh:
Banyaknya segitiga pada gambar berikut adalah… (OSK 2003)
Higher Order Thinking Skills 44

Gambar. 6.1.

Untuk menjawab soal ini anak harus memberikan atribut terlebih


dahulu sebelum menghitung banyakya segitiga yang ada pada gambar.
Pemberian atribut dimaksudkan untuk mempermudah siswa dalam
mengidentifikasi segitiga yang ada pada gambar di atas, karena jika
anak tidak memberikan atribut terlebih dahulu sangat dikhawatirkan
ada segitiga yang dihitung lebih dari satu kali.
Perhatikan gambar berikut:

A
J B C
I
H D
F
G E

Gambar. 6.2. salah satu Soal OSK 2003

Dengan memberikan atribut terlebih dahulu maka anak akan lebih


mudah dalam mengidentifikasi segitiga yang muncul dari gambar
tersebut. Misalnya segitiga yang melalui titik A yaitu segitiga AJB,
AEH, dan ADG (ada 3 segitiga), segitiga melalui titik C yaitu segitiga
CBD, CFI dan CGI (ada 3 segitiga), segitiga melalui titik E yaitu
segitiga EFD dan EIB (2 segitiga), segitiga melalui titik G yaitu
segitiga GFH dan yang melalui titik I adalah segitiga IJH. Jadi total ada
sebanyak 10 segitiga yang ada pada gambar tersebut.
Higher Order Thinking Skills 45

5. Outlining (kerangka kerja)


Outlining atau kerangka kerja adalah rancangan ide yang digunakan
dalam menyelesaikan suatu masalah. Karena itu, jenis soal yang bisa
kita berikan untuk mendorong siswa melakukan outlining adalah soal
yang mengukur kemampuan koneksi siswa dimana siswa diminta
untuk mengemukakan ide atau cara mereka dalam menyelesaikan soal
tanpa mencari solusi dari soal yang diberikan.
Contoh
Andi seorang pembudidaya ikan, memiliki 20 kolam. Setiap kolam
hanya bisa diisi ikan lele atau ikan mujair saja. Di setiap kolam paling
banyak diisi dengan 35 ikan lele atau 25 ikan mujair. Jika keuntungan
yang diperoleh dari satu kolam ikan lele adalah Rp 750.000,00, untuk
satu kolam ikan mujair Rp 1.250.000,00. Kemukakan langkah-langkah
apa yang dilakukan untuk mencari keuntungan maksimal dari Andi!
Untuk menjawab soal ini, siswa cukup menyampaikan garis
besar/langkah-langkah dalam menyelesaikan soal. Tanpa harus
mengerjakannya secara detail.
Berikut alternatif jawaban yang bisa digunakan oleh siswa:
Untuk menemukan keuntungan maksimum Andi, Langkah-langkah
yang dilakukan adalah:
1. Membuat model matematika dari soal cerita tersebut, termasuk
fungsi objektifnya.
2. Menggambar daerah himpunan penyelesaian dengan sketsa grafik
3. Menentukan titik-titik sudut untuk mendapatkan nilai maksimum
4. Memasukkan titik-titik tersebut ke fungsi objektif
5. Pilih nilai terbesar
Higher Order Thinking Skills 46

6. Structuring (memecah)
Structuring adalah memecah sesuatu dalam bentuk bagian-bagian kecil
dalam rangka memperoleh kesimpulan terkait sesuatu tersebut. Karena
itu, jenis soal yang bisa kita berikan agar siswa melakukan structuring
adalah soal yang untuk menyelesaikannya menuntut pemecah masalah
membagi masalah dalam beberapa kasus atau bagian.

Contoh:

Tentukan luas daerah yang dibatasi oleh kurva , garis kurva


dan sumbu Y.

Untuk menyelesaikan masalah ini, siswa harus menggambar terlebih


dahulu. Kemudian membagi luas daerah dalam 2 bagian, kemudian
menjumlahkan dua luasan tersebut untuk memperoleh luas daerah yang
dibatasi oleh kurva , garis kurva dan sumbu Y
secara keseluruhan.

7. Integrating (memadukan)
Integrating adalah kegiatan memadukan atau menggabungkan
beberapa prinsip untuk memecahkan masalah. Karena itu, jenis soal
yang bisa kita berikan untuk mendorong siswa melakukan integrating
adalah soal yang dalam penyelesaiannya membutuhkan penggunaan
beberapa prinsip dalam matematika.
Contoh
Tentukan nilai pada kesamaan matriks di bawah ini:

[ ] * +
(
Higher Order Thinking Skills 47

Untuk menjawab soal ini anak harus memadukan atau menggunakan


beberapa prinsip dalam matematika yaitu prinsip transpos pada
matriks, logaritma dan perpangkatan.

Salah satu alternatif penyelesaian yang mungkin siswa lakukan sebagai


berikut:

[ ] * +
(

[ ] * +
(

Karena kedua matriks tersebut sama, maka:

Maka nilai

Soal Matematis Yang Menuntut Siswa Mengevaluasi

Kegiatan mengevaluasi dapat dimaknai sebagai kegiatan dalam rangka


menetapkan nilai baik itu terhadap ide, barang atau metode berdasarkan
standar dan kriteria yang ditetapkan. Oleh karena itu, hasil dari kegiatan
evaluasi ini mungkin akan berupa kata-kata: efisien, efektif, tepat, kurang
tajam dll. Untuk keperluan penilaian ini, seseorang mungkin akan melakukan
beberapa kegiatan, seperti:
Higher Order Thinking Skills 48

1. Checking (memeriksa)
Checking adalah kegiatan memeriksa. Artinya, kepada siswa
disediakan sesuatu, dan siswa diminta memeriksa sesuai dengan
kriteria tertentu.
Contoh:
Periksalah dimana letak kesalahan dari pekerjaan siswa.
a) Misalkan (setiap suku dikalikan
2)
b) Maka:
c) Maka: ( ( (
d) Jadi –
e) Dengan kata lain:
f) Dengan demikian

Contoh lain
a) (diketahui)
b) (masing-masing ruas dikuadratkan)
c) (hukum transitif, )
d) (masing-masing ruas dikurangi 1)
e) ( ( ( (ruas kiri difaktorkan)
f) (bilangan dikalikan dengan 1 akan sama dengan
dirinya sendiri)
g) (masing-masing ruas dikurangi 1)
h) dan sehingga

Untuk memeriksa dimana letak kesalahan dari pekerjaan itu, dia harus
memeriksa satu persatu pernyataan yang dituliskan siswa dan
Higher Order Thinking Skills 49

membandingkannya dengan kriteria kevalidan yang ada dalam


matematika.

2. Critiquing (mengkritisi)
Critiquing adalah kegiatan yang berusaha menemukan titik lemah dari
suatu klaim yang mungkin berlebihan atau kurang tepat. Oleh karena
itu, kalau kita ingin mengembangkan kemampuan analisis siswa
melalui critiquing ini, salah satu syarat yang harus diberikan adalah
memberikan sekumpulan pernyataan berantai yang tidak efisien, atau
kurang tepat.
Contoh:
Ada anak yang mengatakan bahwa banyaknya persegi panjang yang
bisa ditemukan pada grid (kotak-kotak persegi) dengan ukuran 3 x 3
adalah 36 dengan proses perhitungan sebagai berikut:

Gambar. 6.3.
Banyaknya persegi panjang yang berukuran:
3 x 3 adalah 1; 2 x 3 adalah 2; 1 x 3 adalah 3
3 x 2 adalah 2; 2 x 2 adalah 4; 1 x 2 adalah 6
3 x 1 adalah 3; 2 x 1 adalah 6; 1 x 1 adalah 9

Setujukah Anda?
Higher Order Thinking Skills 50

Untuk menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuan, anak itu harus


memeriksa satu per satu kebenaran dari setiap alasan yang diberikan
oleh si Anak. Dia harus mengecek kebenaran dari justifikasi yang
diberikan.

3. Exprimenting (melakukan percobaan)


Exprimenting atau melakukan percobaan adalah kegiatan yang
dilakukan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip. Kegiatan ini
juga dapat digunakan untuk menguji kebenaran atau kevalidan dari
konsep atau prinsip yang telah ada.
Contoh:
Diberikan pernyataan “Banyaknya ruang sampel pada pelemparan 3
koin adalah 8”. Lakukan percobaan dengan melempar 3 koin untuk
menguji pernyataan tersebut!
Aktivitas ini akan menuntut siswa melakukan evaluasi terhadap
pernyataan yang diberikan. Kegiatan exprimenting atau melakukan
percobaan sangat baik, karena melalui proses ini pengetahuan yang
diperolehnya akan lebih bertahan dalam ingatan mereka, dibandingkan
dengan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan metode hafalan
semata.

4. Judging (memutuskan)
Judging atau memutuskan adalah kegiatan menilai dan memutuskan
dalam menggunakan metode yang tepat atau memutuskan manakah
hasil yang tepat dari suatu permasalahan atau soal.
Higher Order Thinking Skills 51

Contoh:
Tentukan penyelesaian dari sistem persamaan linear dua variabel di
bawah ini:

Soal ini menuntut siswa untuk berpikir lebih keras dalam mengambil
keputusan untuk menggunakan metode yang akan digunakan. Karena
penggunaan metode subtitusi maupun eliminasi tidak akan dapat
membantu mereka dalam menemukan penyelesaiannya. Siswa yang
memiliki HOTS akan mengambil keputusan yang tepat yaitu dengan
menggunakan metode grafik untuk menunjukkan pemyelesaian dari
sistem persamaan tersebut.

5. Testing (menguji)
Testing atau menguji adalah kegiatan mengetahui apakah solusi yang
kita peroleh sudah benar atau sesuai dengan kondisi yang diberikan
dalam soal atau belum.
Contoh:
Tentukan solusi bilangan bulat dari sistem persamaan berikut,
kemudian lakukan pengujian atau testing dari solusi yang Anda
peroleh:
……………..1)
………...2)
….........3)
………………….........4)
Untuk menentukan solusi dari persamaan tersebut siswa dapat
menggunakan metode subtitusi, namun menemukan solusi dengan
Higher Order Thinking Skills 52

menggunakan metode ini tentunya tidak mudah melihat bentuk


persamaan yang diberikan pada soal. Alternatif yang lain adalah
dengan mencoba atau menerka solusi, akan lebih mudah mencari
kemungkinan jawaban dari persamaan ke-4 yaitu (1,2,3,5),
(1,1,3,10), (-1,-2,3,5) dll. Dengan menguji calon jawaban ke setiap
persamaan, akan ditemukan solusi dari sistem persamaan tersebut.

6. Detecting (mendeteksi)
Detecting atau mendeteksi adalah kegiatan melacak. Artinya, kepada
siswa disediakan sesuatu, dan siswa diminta untuk melacak sesuai
dengan yang diminta pada soal.
Contoh:
Manakah dari fungsi dibawah ini yang mempunyai asimtot datar dan
tegak? Gambarlah untuk memperjelas jawaban Anda
a.

b.
c.
d.
Untuk menemukan jawaban dari soal yang diberikan, maka siswa
harus melacak satu persatu fungsi yang diberikan serta memeriksa
apakah fungsi tersebut memiliki asimtot datar dan asimtot tegak secara
bersamaan.

7. Monitoring (memantau)
Monitoring atau memantau adalah mengamati suatu kegiatan dari awal
sampai akhir dan melakukan koreksi jika ada yang tidak sesuai dengan
Higher Order Thinking Skills 53

kriteria atau ketetapan yang telah disepakati. Diberikan soal dan


jawaban siswa sebagai berikut:
Contoh:
Tentukan semua nilai yang memenuhi persamaan berikut:

( (

( (

___ +++
+++

-1
Jadi nilai 9
yang memenuhi adalah { }
Amatilah hasil pekerjaan siswa tersebut dari awal sampai akhir.
Kemudian berikan tanggapan kalian terhadap jawaban siswa tersebut!

Soal Matematis Yang Menuntut Siswa Mengkreasi

Mengkreasi dapat dimaknai sebagai kegiatan mengumpulkan semua ide atau


unsur untuk mengembangkan ide baru atau terlibat dalam pemikiran kreatif.
Untuk bisa melakukan hal ini, seseorang mungkin akan melakukan:

1. Designing (merancang)
Designing adalah kegiatan yang menuntut siswa membuat rancangan
dengan kriteria tertentu. Rancangan yang dibuatnya harus mengikuti
kaidah yang telah ditetapkan.
Higher Order Thinking Skills 54

Contoh:
Gambarlah bangun datar yang bilangan luas dan kelilingnya sama
besar.
Anak mungkin akan membuat desain gambar persegi yang sisi-sisinya
memiliki panjang 4 cm. Dengan ukuran itu, maka luasnya adalah
dan kelilingnya adalah Tampak bahwa bilangan pada
luas dan kelilingnya sama.

Gambar. 6.4.
Apalagi kalau mereka masih harus mencari bentuk yang lain. HOTS
mereka akan semakin terkembangkan.

2. Constructing (membangun)
Constructing artinya adalah membangun. Dia harus menghasilkan
suatu “bangunan” yang wujudnya tidak harus berupa bangunan fisik.
Membangun algoritma atau produr yang harus dilakukan untuk
menjalankan sesuatu yang menjamin kebenaran dari hasil kerja juga
bisa dikategorikan sebagai kegiatan constructing.
Contoh:
Kalau Anda diberi fungsi yang grafik fungsi ini memotong sumbu
x di titik a, dan anda diminta untuk menghitung luas daerah yang
terbentuk oleh fungsi dan sumbu mulai dari sampai dengan
Higher Order Thinking Skills 55

tuliskan langah-langkah yang harus dilakukan agar diperoleh


perhitungan luas yang benar.
Untuk menjawab soal ini, siswa harus memahami konsep integral dan
konsep luas yang dibentuk oleh fungsi dan sumbu dari batas-batas
tertentu. Dia harus mengetahui bahwa luasnya bisa dihitung langsung
menggunakan ∫ ( kalau pada selang [0,4] tersebut ( tidak
pernah bernilai negatif. Bahwa luasanya akan dibagi menjadi

∫ ( ∫ ( kalau grafiknya bagaimana, dan alternatif-


alternatif lainnya.
Kemampuan siswa menyusun langkah-langkah proses penentuan luas
dengan menggunakan integral ini merupakan kegiatan mengkreasi.

3. Planning (merencanakan)
Planning atau merencanakan adalah kegiatan yang menuntut siswa
membuat rencana, ide atau strategi sebanyak-banyaknya dalam
menyelesaikan suatu permasalahan.
Contoh:
Tentukanlah himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan berikut:

Untuk menyelesaikan soal tersebut, anak mungkin siswa memiliki


beberapa ide. Misalnya (1) dengan mengkuadratkan kedua ruas; (2)
dengan menggunakan konsep dari harga mutlak itu sendiri; (3)
melakukan coba-coba dengan mensubtitusikan nilai pada
peridaksamaan tersebut. Namun anak yang memiliki HOTS tentunya
sudah melakukan analisis dalam memilih dan memutuskan strategi
atau ide apa yang akan mereka gunakan nantinya.
Higher Order Thinking Skills 56

4. Producing (menghasilkan)
Producing atau menghasilkan adalah kegiatan yang menuntut siswa
menghasilkan sebuah produk. Pada bagian ini, siswa diberikan
deskripsi dari suatu hasil dan harus menciptakan produk sesuai dengan
deskripsi yang diberikan.
Contoh:
Buatlah sebuah matriks bukan identitas dengan ukuran dengan
syarat determinan matrik tersebut sama dengan determinan dari invers
matriks tersebut

5. Inventing (menemukan)
Inventing adalah kegiatan yang menuntut siswa menemukan sesuatu
dalam hal ini dapat berupa konsep, prinsip, maupun prosedur dalam
matematika. Konsep, prinsip, maupun prosedur yang ditemukan oleh
siswa tidak harus merupakan sesuatu yang benar-benar baru.
Contoh :
Siswa diminta untuk melakukan kegiatan sebagai berikut:
Kumpulkanlah beberapa benda yang bentuk penampangnya merupakan
model dari lingkaran, ukur keliling lingkaran dengan menggunakan
benang kemudian isilah tabel di bawah ini:
Nama Keliling Diameter
No
Benda (K) (d)
1
2
3
4
5
Higher Order Thinking Skills 57

Kegiatan di atas akan menuntun siswa untuk menemukan prinsip


bahwa

6. Devising (mengembangkan alat)


Devising atau mengembangkan alat adalah kegiatan yang menuntut
siswa menemukan alat dalam hal ini metode yang cocok dalam
menyelesaikan suatu masalah. Artinya, kepada siswa diberikan soal
yang untuk menyelesaikannya tidak bisa secara langsung
menggunakan rumus atau menjalankan prosedur.
Contoh :
Sebuah fungsi didefinisikan pada bilangan bulat. Fungsi tersebut
ternyata memenuhi persamaan berikut, ( ( (
( ( . Diketahui bahwa ( . Berapakah nilai dari
( (OMVN, 2011)

Untuk menjawab soal ini, siswa tidak bisa menggunakan rumus atau
menjalankan prosedur yang biasa mereka lakukan. Siswa harus
menemukan polanya terlebih dahulu, untuk kemudian melakukan
generalisasi dan kemudian memperoleh nilai dari ( .

7. Making (membuat sesuatu)


Making adalah kegiatan membuat sesuatu, misalnya membuat soal.
Kegiatan ini menuntut siswa untuk membuat sesuatu sesuai dengan
kondisi yang diberikan. Bandingkan dua instruksi guru di bawah ini:
Contoh 1 Buatlah dua persamaan linear dua variabel yang memiliki
satu penyelesaian.
Higher Order Thinking Skills 58

Contoh 2 Buatlah tiga persamaan linear dua variabel yang memiliki


satu penyelesaian.
Jika diperhatikan lebih jauh, maka sangat terlihat instruksi manakah
yang akan menuntut siswa memiliki HOTS. Contoh 2 lebih menuntut
siswa untuk melakukan analisis dan evaluasi terlebih dahulu, karena
untuk membuat tiga persamaan linear yang memiliki satu penyelesaian
tidaklah mudah.

Soal Matematis Yang Menuntut Siswa Menalar Secara Logis

Kegiatan menalar adalah kegiatan yang menghubungkan antara pernyataan


yang satu dengan yang lain. Dengan menalar seseorang akan mencoba
menemukan dampak dari kebenaran suatu pernyataan, atau alasan mengapa
pernyataan itu dapat diterima oleh akal. Karena itu, seseorang yang
malakukan penalaran mungkin akan melakukan hal-hal berikut:

1. Inferencing (menyimpulkan)
Inferencing adalah kegiatan yang menuntut siswa membuat kesimpulan
dari informasi yang diberikan. Penguasaan logika akan sangat
menentukan kekuatan inferensinya. Kalau siswa tahu bahwa:
( ( ( (( dan beberapa
bentuk lain adalah suatu tautologi (suatu pernyataan yang selalu
bernilai benar), mereka bisa melakukan inferensi dengan tepat dari
setiap informasi yang diberikan berbasis inferensi tersebut.
Contoh:
Diketahui
Maka bisa disimpulkan bahwa
Ini adalah inferensi yang benar karena ( adalah tautologi.
Higher Order Thinking Skills 59

Ingat ekivalen dengan atau

Contoh:
Paimin mengatakan bahwa jumlah dua bilangan prima adalah 111 dan
salah satunya adalah bilangan genap.
Maka bisa disimpulkan bahwa: Paimin melakukan kesalahan
Inferensi bahwa Paimin melakukan kesalahan adalah inferensi yang
baik.
Bilangan prima yang genap hanya ada satu, yaitu bilangan 2. Karena
itu, bilangan lain yang kalau dijumlahkan sama dengan 111 adalah 99.
Sementara itu, 99 bukan bilangan prima.

2. Exploring (menggali)
Exploring adalah kegiaan menggali (informasi atau barang) yang tidak
memberikan kepastian tentang apa yang bakal didapatkan. Dengan
demikian, exploring ini mungkin saja akan menghasilkan temuan yang
berbeda.
Contoh:
Perhatikan barisan segitiga Pascal berikut
1
1 1
1 2 1
1 3 3 1
1 4 6 4 1
1 5 10 10 5 1
1 6 15 20 15 6 1
1 7 21 35 35 21 7 1
Higher Order Thinking Skills 60

Coba temukan keteraturan yang mungkin dari barisan bilagan di atas

3. Generalizaing (menggeneralisasi)
Generalizing adalah kegiatan dimana anak diminta untuk menemukan
pola dan membuat kesimpulan secara umum.
Contoh:
OR adalah titik Asal
Seseorang bisa bergerak dari OR posisi lainnya dengan sarat hanya
boleh bergerak ke arah kanan dan ke arah atas. Tidak diperkenakan
bergerak ke arah kiri atau ke bawah.
Karena itu, ada sebanyak 2 cara untuk bergerak dari OR ke (A,1), yaitu
ke kanan menuju A dan dilanjutkan ke atas sejajar 1, atau ke atas
menuju 1 dan kekanan sejajar A. Sementara itu ada sebanyak 3 cara
bergerak dari OR ke posisi (B,1) yaitu: kekanan ke arah B dan naik
satu sejajar 1, kekanan ke arah A, kemudian naik ke atas sejajar 1, dan
kekanan lagi sejajar, dan alternatif terakhir adalah ke atas ke arah 1 dan
kekanan sejajar B.
Pertanyaannya, adakah rumus umum yang bisa kita gunakan untuk
menentukan berapa banyaknya pergerakan dari OR ke setiap titik pada
grid di bawah?
Higher Order Thinking Skills 61

Gambar 6.5.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, siswa harus mencoba beberapa
kasus terlebih dahulu. Mungkin dari situ dia melihat kemiripannya
dengan barisan segitiga Pascal, dan kalau dia mampu menggunakan
konsep kombinasi/permutasi dia akan mampu menemukan polanya.

Soal Matematis Yang Menuntut Siswa Mengambil Keputusan dan


Berpikir Kritis

Kegiatan membuat keputusan atau berpikir kritis adalah kegiatan berpikir


logis dan reflektif yang difokuskan untuk menentukan apakah sesuatu yang
disajikan itu dapat dipercaya atau tidak dan apakah sesuatu yang
diperintahkan untuk dikerjakan itu pantas dikerjakan atau tidak. Karena itu,
di dalam berpikir kritis, seseorang harus:

1. Truth seeking atau selalu mencari kebenaran dengan menganalisis


segalanya
2. Open minded atau bersikap terbuka dengan mempertimbangkan
berbagai faktor
Higher Order Thinking Skills 62

3. Analiticity atau memikirkan dampak jauh ke depan

Karena itu, mengembangkan HOTS dengan berpikir kritis ini bisa kita
lakukan dengan membiasakan siswa memeriksa segala informasi yang
diberikan sebelum mengerjakan. Mereka kita cegah dari kebiasaan langsung
bekerja.

Untuk itu ada baiknya, kita memberikan soal yang kelihatannya benar tetapi
sebenarnya salah sehingga mereka kalau hanya mengerjakan soal terseut
secara prosedural, mereka akan mengalami konflik kognitif.

Contoh:

Diketahui suatu segitiga siku-siku ABC siku=siku di B, dengan ukuran sisi


tegaknya adalah AB = 3 dan BC= 4. Jika sudut A adalah 6 , dan BD adalah
garis tinggi segitiga siku-siku itu dari titik B, serta panjang CD adalah 1 cm ,
tentukan panjang segitiga BCD

Jawab:

Gambar 6.6.

Kalau anak hanya sekedar menggunakan prosedur biasa, dengan mudah dia
bisa menentukan bahwa:
Panjang AC adalah 5 (hukum pythagoras);
Higher Order Thinking Skills 63

Panjang CD dengan sendirinya adalah 4 cm


Panjang BD adalah cm
Sehingga keliling segitiga BCD adalah 8 + cm
Akan tetapi, jika dia juga bisa menghasilkan data sebagai berikut
Panjang BD adalah cm
Panjang CD = cm (segitiga BCD juga siku-siku, sehingga
berlaku hukum pythagoras)

Jadi kelilingnya adalah 8 + 2 cm

Tampak diperoleh hasil yang tidak sama dan ini terjadi kalau premisnya ada
yang tidak beres. Dari itu, kita yakinkan siswa untuk selalu memeriksa
kebenaran dari setiap informasi soal.

Contoh:

Tentukan himpunan selesaian dari

Anak yang tidak berpikir kritis selalu menganggap bahwa semesta


pembicaraannya adalah himpunan semua bilangan real. Karena itu, jawaban
dia akan senantiasa -1 atau 1, karena logikanya adalah sebagai berikut.

( (

atau
Higher Order Thinking Skills 64

Tidak ada yang salah pada anak ini. Hanya saja, dia tidak berpikir kritis dan
mungkin dalam kehidupan nyata dia akan menjadi pecundang yang naif
dalam berpikir. Dia tidak pernah mempertimbangkan adanya jawaban lain
kalau semestanya diubah.

Bukankah persamaan itu tidak akan memiliki jawaban kalau


bilangan prima. Bukankah persamaan akan memiliki tepat satu
selesaian saja apabila bilangan asli.

Bahkan persamaan akan memiliki 4 macam selesaian, yaitu 1, 3, 5, 7


apabila semestanya adalah himpunan bilangan bulat modulo 8.
Jadi penting untuk menyadarkan anak tentang perlunya berpikir kritis.

Soal Matematis Yang Menuntut Siswa Memecahkan Masalah

Masalah Matematis terdiri dari dua kata, yaitu masalah dan matematis.
Masalah menjadikan seseorang terhalang atau terhambat dalam mencapai
tujuannya. Kendatipun begitu, halangan dan hambatan itu tidak menjadikan
yang bersangkutan berhenti dari upaya mencapai tujuannya. Bahkan orang
tersebut berusaha keras untuk mencapai tujuan meskipun jalan untuk
mencapai itu tidak tersedia dengan mudah.

Kalau dihubungkan dengan matematis, maka masalah matematis adalah soal


matematika yang tidak bisa dengan segera dapat ditemukan selesaiannya
namun orang yang berhadapan dengan soal itu tertarik dan tertantang untuk
terus menemukan selesaiannya. Dengan demikian, masalah matematis akan
berbentuk soal matematika dengan syarat tertentu. Syarat-syaratnya adalah:
(a) soal tersebut tidak dapat diselesaikan dengan mudah, (b) orang yang
Higher Order Thinking Skills 65

berusaha memecahkannya merasa tertarik dan tertantang untuk


memecahkannya.

Dengan dasar pengertian di atas, pemecahan masalah matematis adalah


kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka menemukan selesaian
dari masalah matematis yang dihadapinya. Pemecahan masalah matematis
adalah kegiatan, bukan kata benda.

Pemecahan masalah memang banyak digunakan untuk mengukur atau


mengembangkan HOTS. Guru pada umumnya dituntut untuk membuat soal
matematis yang mengembangkan HOTS< dan itu sering dikatakan sebagai
soal HOTS. Karena itu di dalam bagian ini penulis mencoba untuk
menggunakan definisi HOTS yang disajikan di depan, terutama definisi dari
Brookhart untuk pengembangan masalah matematisnya.

Soal Matematis Yang Menuntut Siswa Melakukan Kreativitas dan


Berpikir Kreatif

Berpikir kreatif adalah berpikir dalam rangka mengupayakan sesuatu dari


sudut pandang yang baik, baik baru dari aspek wujudnya, cara pembuatan
atau penggunaanya, atau dari aspek lain yang tidak pernah dipikirkan oleh
orang lain. Karena itu, orang yang berpikir kreatif cenderung melakuan per
uatan-perbuatan antara lain: Mapping atau memetakan, Identifying assuption
atau identifikasi asumsi yang digunakan, Out of the boxing atau memikirkan
sesuatu yang di luar kebiasaan, Exploring other points of view atau
menentukan sudut pandang lain.
Higher Order Thinking Skills 66

Contoh:

Diketahui tiga buah segitiga sebangun yang disusun sebagai berikut.

Gambar 6.7.

Jarak segitiga DEF ke dua segitiga yang lain sama yaitu 1 cm dan panjang
DF 5 cm, DE 6 cm, dan EF 7 cm. Berapakah luas daerah di dalam segitga
ABC tapi di luar egitiga GHI?

Soal ini kalau dikerjakan mengikuti perintah dalam pertanyaan, tidak akan
pernah ketemu jawabannya. Tapi, kalau soal itu diubah menjadi gabungan 3
trapesium, maka jawabannya akan dapat ditemukan dengan mudah.

Gambar 6.8.
Higher Order Thinking Skills 67

Contoh:
Ubahlah segi empat berikut menjadi segitiga dengan luas yang sama

Gambar 6.9.

Soal yang tidak ada bilangannya sama sekali ini tentu akan membuat siswa
mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Akan tetapi, kalau dia
kreatif, dengan menggunakan prinsip kesejajaran dia akan menjawab dengan
mudah

Gambar 6.10.
Higher Order Thinking Skills 68

BAB VII
MEMUNCULKAN HOTS
PADA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA
Penulis melakukan observasi terhadap pembelajaran matematika. Observasi
dilakukan dengan dua cara pertama observasi secara langsung dengan datang
ke sekolah, kedua observasi dilakukan dengan cara melihat rekaman video
pembelajaran. Hasil observasi yang telah dilakukan oleh penulis selanjutnya
akan dinamakan sebagai rekaman pembelajaran sedangkan skenario
pembelajaran merupakan skenario yang dibuat dengan sengaja oleh penulis
dalam rangka memunculkan HOTS siswa melalui pembelajaran. Pada bagian
ini akan dipaparkan terkait rekaman pembelajaran dan skenario pembelajaran
dalam menyampaikan fakta, konsep, prinsip dan prosedur pada matematika.

Penyampaian Fakta Pada Pembelajaran

Rekaman pembelajaran 1

Guru : (Menuliskan data yang ada pada buku modul


dalam bentuk tabel)
Guru : (Kemudian guru menuliskan kembali data
tersebut pada kurung siku, dalam bentuk baris
dan kolom)
Higher Order Thinking Skills 69

Guru : “Angka atau bilangan-bilangan ini dikurung


dengan kurung siku, begitulah cara penulisan
matriks, bisa dimengerti?”
Siswa : “Iya Bapak”.

Skenario pembelajaran 1

Guru : “Amatilah bagaimana matriks dituliskan!”


Guru : “Bolehkah, penulisan matriks tidak
menggunakan kurung siku tapi kurung
biasa?”
Siswa : (Siswa aktif memberikan opininya (Respon yang
diharapkan muncul dari siswa)).
Guru : “Jika matriks tidak diberi kurung boleh
tidak?”
Siswa : (Siswa memberikan jawabannya (Respon yang
diharapkan muncul dari siswa))
Guru : “Apa manfaatnya jika matriks diberi kurung
siku atau kurung biasa?”
Siswa : (Siswa memberikan jawabannya (Respon yang
diharapkan muncul dari siswa))

Perhatikan rekaman pembelajaran 1 dan skenario pembelajaran 1 di atas,


kalimat-kalimat pada skenario pembelajaran 1 yang dicetak tebal adalah
tambahan dalam rangka membuat anak berpikir tingkat tinggi. Pertanyaan-
pertanyaan yang di cetak tebal pada skenario pembelajaran 1, tentunya akan
membuat siswa untuk berpikir lebih keras lagi, karena pertanyaan tersebut
sifatnya sangat mendalam dan merupakan pertanyaan yang jarang ditanyakan
Higher Order Thinking Skills 70

oleh guru namun tanpa disadari akan dapat memunculkan HOTS dari siswa.
Semakin guru memberikan pertanyaan-pertanyaan seperti pada contoh di
atas, akan semakin sering siswa siswa berpikir tingkat tinggi.

Penyampaian Konsep Pada Pembelajaran

Rekaman pembelajaran 2

Guru : “Matriks * + adalah matriks dengan

ordo karena memiliki 2 baris dan 4


kolom”
Guru : “Coba sekarang tentukan ordo dari matriks

* + dan [ ]!”

Siswa : “ dan Pak”

Skenario pembelajaran 2

Guru : (Menyediakan sekumpulan matriks (misal


sebanyak 50 matriks dengan ordo yang
bervariasi))
Guru : (Selanjutnya guru memberi tahu siswa terkait
ordo dari masing-masing matriks (tanpa
memberi tahu terlebih dahulu tentang pengertian
ordo))”
Guru : “Apa itu ordo?”
Siswa : (diharapkan siswa melakukan identifikasi,
analisis dan mengelompokkan sebelum akhirnya
menyimpulkan pengertian terkait ordo)
Higher Order Thinking Skills 71

Guru : “ Silahkan berikan jawaban kalian tentang


ordo berdasarkan analisis yang kalian
lakukan!”

Perhatikan rekaman pembelajaran 2, pada pembelajaran tersebut guru


langsung memberikan pemberitahuan terkait ordo. Hal ini tentunya akan
membuat anak tidak berpikir, maka sebaiknya sebelum pemberitahuan
diberikan dahului dengan kegiatan awal. Kegiatan awal tersebut dapat anda
lihat pada skenario pembelajaran 2, bagian yang dicetak tebal tersebut
merupakan upaya yang dilakukan oleh guru dalam rangka membiasakan
siswa untuk berpikir. Pada skenario pembelajaran 2 siswa dipaksa untuk
melibatkan diri dalam hal melakukan identifikasi, analisis,
mengelompokkan dan pada akhirnya membuat kesimpulan. Kegiatan seperi
inilah yang akan mendorong siswa dalam memunculkan HOTS mereka.

Penyampaian Prinsip Pada Pembelajaran

Rekaman Pembelajaran 3

Guru : “Pada operasi bentuk akar, ada juga


penjumlahan, pengurangan, pembagian dan
perkalian”
Guru : “Selanjutnya Ibu berikan sifat-sifatnya yaitu”.
(
(
Guru : “Pasti kalian bingung kalau melihat sifat-
sifatnya, maksudnya bagaimana?”.
Guru : “Ibu akan berikan contohnya”
Higher Order Thinking Skills 72

Guru : (Menuliskan contoh seperti di bawah ini)


(

11 (

Skenario pembelajaran 3

Guru : “Pada operasi bentuk akar, ada juga


penjumlahan, pengurangan, pembagian dan
perkalian”
Guru : “Sebelum memulai pembahasan terkait
operasi penjumlahan dan pengurangan
bentuk akar, ada beberapa pertanyaan
untuk kalian”.
Guru : “Apakah .

Siswa : “Iya Bu” (Respon yang diharapkan


muncul dari siswa)
Guru : “Jika adalah suatu bilangan, apakah

?”
Siswa : (Melakukan analisis sebelum memberikan
kesimpulan (Respon yang diharapkan
muncul dari siswa))
Guru : (Membantu siswa menemukan kesimpulan

terkait pertanyaan ).
Guru : “Selanjutnya Ibu berikan sifat-sifatnya yaitu”.
(
Higher Order Thinking Skills 73

(
Guru : “Pasti kalian bingung kalau melihat sifat-
sifatnya, maksudnya bagaimana?”.
Guru : “Ibu akan berikan contohnya”
Guru : (Menuliskan contoh seperti di bawah ini)
(

11 (

Perhatikan skenario pembelajaran 3, kalimat-kalimat yang ditebali tersebut


dimunculkan oleh penulis untuk membiasakan siswa berpikir, karena dengan
memunculkan pertanyaan-pertanyaan tersebut akan mendorong siswa dalam
memunculkan HOTS mereka.

Seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya pada Sub Bab


Mengembangkan Soal Hots dalam Matematika, telah dipaparkan bagaimana
seorang siswa harus melakukan kegiatan analisis untuk mengetahui apakah

. Kalau dalam soal itu bilangan yang dimaksud hanya diberi nama ,
maka siswa diarahkan untuk melihat apakah sama hasilnya untuk nilai-nilai
dari . Pengetahuan dalam memperoleh nilai akar ini tentunya sangat penting
untuk diberikan sebelum siswa melangkah pada operasi penjumlahan dan
pengurangan pada bentuk akar.

Jika diamati lebih jauh, ada kecenderungan yang kurang baik dilakukan oleh
guru pada rekaman pembelajaran 3. Berdasarkan 3 pernyataan terakhir,
terlihat guru mengganggap siswa tidak mampu dalam memahami apa yang
guru tersebut tulis. Hal seperti itu tentunya akan membuat siswa minder,
Higher Order Thinking Skills 74

semakin pasif dan tidak berkembang, seorang guru harusnya selalu


berprasangka positif dan memberikan motivasi kepada siswanya agar siswa
berusaha dan mampu melakukan hal tersebut sebaik mungkin.

Penyampaian Prosedur Pada Pembelajaran

Rekaman pembelajaran 4

Guru : “Bagaimana cara membandingkan dua buah


bilangan positif?”
Guru : “Dengan mengamati angka penyusunnya”
Guru : “Untuk membandingkan dua buah bilangan
yang sama-sama positif”
Guru : “makanya caranya sebagai berikut:”
 Semakin banyak angka penyususnnya
maka semakin besar nilainya
 Jika angka penyusunnya sama,
bandingkan angka kedua atau berikutnya
Guru : “Agar tidak bingung, saya akan memberikan
contoh soal”
Ex : tentukan mana yang lebih besar
a. 45687 dengan 9218
b. 8216 dengan 8417

Skenario pembelajaran 4

Guru : “Apakah kalian pernah belajar membandingkan


dua buah bilangan pada saat di Sekolah Dasar?”
Siswa : “Iya Pak” (Respon yang diharapkan muncul dari
Higher Order Thinking Skills 75

siswa)
Guru : “Bagaimana cara membandingkan dua buah
bilangan positif dengan banyak angka
penyusun yang sama?”
Siswa : (Siswa memberikan respon terhadap pertanyaan
guru)
Guru : “Bagaimana cara membandingkan dua buah
bilangan positif dengan banyak angka
penyusun yang tidak sama?”
Guru : (Siswa memberikan respon terhadap pertanyaan
guru)

Skenario pembelajaran 5

Guru : “Tentunya kalian sudah pernah belajar


membandingkan dua buah bilangan?”

Siswa : “Ya pak” (Respon yang diharapkan muncul dari


siswa)
Guru : “Menurut kalian manakah yang lebih baik
dalam membandingkan dua buah bilangan?
Menggunakan garis bilangan; mengurangkan
kedua bilangan itu, atau dengan melihat
angka-angka penyusunnya saja?”
Siswa : Memberikan jawaban yang bervariasi (Respon
yang diharapkan muncul dari siswa)
Guru : “Bagaimana jika bilangan-bilangan yang
diberikan memiliki digit yang banyak?”
Higher Order Thinking Skills 76

(Menanyakan kepada siswa yang memilih


metode garis bilangan)

Perhatikan rekaman pembelajaran 4 dan skenario pembelajaran 4 dan 5. Pada


rekaman pembelajaran 4 terlihat guru memberikan secara langsung prosedur
dalam membandingkan dua buah bilangan positif. Kemudian guru
memberikan contoh bagaimana menjalankan prosedur tersebut, dengan
berasumsi siswa kesulitan dalam menjalankan prosedur yang telah dia buat.
Kegiatan seperti ini tentunya hanya membuat siswa memahami dan
menjalankan prosedur, kegiatan pembelajaran tersebut hanya akan membuat
siswa berpikir tingkat rendah.

Berbeda dengan skenario pada bagian sebelumnya yang hanya terdiri dari
satu skenario saja, pada bagian ini penulis mencoba memberikan dua
alternatif skenario pembelajaran yang dapat dilakukan,. Hal ini penulis
lakukan agar pembaca memahami bahwa masih banyak skenario-skenario
yang dapat guru kembangkan dalam rangka mengembangkan HOTS siswa.
Pada skenario pembelajaran 4 siswa diminta untuk membuat prosedur
bagaimana cara membandingkan dua bilangan positif jika memiliki jumlah
angka penyusun yang sama maupun tidak sama. Sedangkan pada skenario
pembelajaran 5, siswa diminta untuk melakukan analisis manakah
cara/metode yang lebih baik dalam membandingkan dua buah bilangan.
Higher Order Thinking Skills 77

DAFTAR RUJUKAN

Anderson, L. W., dan Krathwohl, D. R. (2001). A Taxonomy for Learning,


Teaching, and Assesing, A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational
Objectives. New York: Addison Wesley Lonman Inc.

Bloom, B.S. (Ed.), Engelhart, M.D., Furst, E.J., Hill, W.H., & Krathwohl,
D.R. 1956. Taxonomy of educational objectives: The classification of
educational goals. Handbook 1: Cognitive domain. New York: David
McKay

Brookhart, S. M. (2010). How to Assess Higher-Order Thinking Skills in


Your Classroom. United States of America : ASCD Member Book.

Budi, K. 2018. Indonesia Kirim Guru ke Korea untuk Pelajari HOTS.


Kompas. 23 April 2018.

Ennis, R.H. 2011. The nature of critical thinking: an outline of critical


thinking dispositions and abilities. Several times revision of a
presentation at the Six International Conference on Thinking at MIT,
Cambridge, MA, July 1994.

Harususilo, Y. E. 2017. Dipastikan, UN SMP Akan Gunakan HOTS!.


Kompas. 20 April 2018.

Kemdikbud. (2018). Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada


Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal Guru
dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kemdikbud. (2017). Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills


(HOTS). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Krulik, S., Rudnick, J., & Milou, E. (2003). Teaching Mathematics in Middle
Schools, A Practical Guide. Boston: Pearson Education, Inc.
Higher Order Thinking Skills 78

Marzano, R. J. (1992). A Different Kind of Classroom: Teaching with


Dimensions of Learning. Alexandria, VA: ASCD.

Olimpiade Sains Kabupaten. 2003.


(https://drive.google.com/file/d/0B9DuDI5MSotWamRzQy13RHVDZ1k
/view diakses pada tanggal 4 April 2019)

Olimpiade Matematika Vektor Nasional. 2011.


https://asimtot.files.wordpress.com/2011/11/soal-penyisihan-olimpiade-
matematika-vektor-nasional-2011-tk-smp.pdf diakses pada tanggal 4
April 2019)

Putri, Z. A. 2018. Kemendikbud Masih akan Gunakan Sistem HOTS di UNBK


Tahun 2019. DetikNews. 28 Mei 2018.

Anda mungkin juga menyukai