Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Filsafat Ilmu yang Dibina oleh Ibu
Ade Trisnawari,S.Pd., M.Pd.
Oleh:
Kelompok 2 / Kelas 3E
1. Dewanti Eka Rizkiani (1803102160)
2. Nurviya Sucianti (1803102173)
3. Retno Handayani (1803102184)
4. Usman Chastrena (1803102187)
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi hidayahnya kepada kita semua
khususnya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan penulisan makalah ini dengan
judul “Pemikiran Filsafat Yunani” dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah ini kami
susun untuk memenuhi tugas pembelajaran mata kuliah filsafat di Universitas PGRI Madiun.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini, disamping itu kami menyadari masih banyak kesalahan dalam
penulisan makalah ini, untuk itu kami mohon kritik dan saran yang membangun. Sehingga
bisa melengkapi dan menjadikan makalah ini bisa lebih baik lagi nantinya.
Akhir dari kami tentunya kami mohon maaf sebesar-besarnya jika terjadi kesalahan
dalam penulisan ini. Mudah-mudahan makalah ini bisa bermanfaat dan menjadi bagi
pembaca.
Penyusun
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................1
1.3 Manfaat Penulisan................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Filsafat Pra-Sokrates dan Tokoh-Tokohnya.........................................................2
2.2 Filsafat Sokrates dan Sofis...................................................................................5
2.3 Karakteristik Filsafat Yunani Pada Masa Pra-Sokrates, Masa Sofis, dan Masa
Sokrates
.............................................................................................................................
10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................11
3.2 Saran.....................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Filsafat Sofisme
Sebenarnya bukan suatu mashab, melainkan suatu aliran, suatu gerakan dalam
bidang intelek, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor pada zaman itu.
Sebutan “sofis” mengalami perkembangan sendiri. Sebelum abad ke-5 istilah aitu
berarti: sarjana, cendikiawan. Umpamanya Pythagoras, ketujuh orang bijak yang
disebutkan pada awal buku ini, Plato, semuanya disebutkan sofis. Pada abad ke-4 para
sarjana atau cendikiawan bukan lagi disebut “sofis” , tetapi”filosofos”, filsuf, sedang
sebutan “sofis” dikenakan kepada para guru yang berkeliling dari kota ke kota untuk
mengajar. Akhirnya sebutan “sofis” menjadi suatu sebutan yang tidak harum lagi,
karena seorang sofis adalah “orang yang menipu lain dengan memakai alasan-alasan
yang tidak sah”. Para guru yang berkeliling itu dituduh sebagai orang-orang yang
minta uang bagi ajaran mereka.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya kaum sofis. Di bawah
pemerintahan Perikles (± 429) Athena berkembang dengan pesat. Hal ini
menyebabkan bahwa filsafat juga menjadi masak (bnd. Anaxagoras). Pada waktu
itulah oara guru mulai berkeliling, juga di Athena. Bahwa mereka berkeliling memang
diperlukan bagi pendidikan bagi waktu itu. Politik maju. Bukankah bahasa adalah alat
politik? Athena menjadi pusat demokrasi. Orang muda makin memerlukan
pendidikan. Sebelum itu pendidikan yang diberikan hanya pendidikan dasar saja.
Sekarang demi kepentingan masyarakat yang lebih maju para sofis memberikan
pendidikan yang lebih tinggi. Mereka juga mengajarkan matematika, astronomi,
terlebih-lebih tata bahasa guna menguasai bahasa yang diperlukan untuk berdebat
dalam percaturan politik.
Selain daripada itu karena perkembangan Athena pergaulan dengan bangsa-
bangsa lain meningkat. Hal ini mengakibatkan diperlukannya pengetahuan tentang
adat-istiadat para bangsa itu. Timbullah tentunya persoalan, manakah yang benar dari
segala adat-istiadat Yunani saja yang benar. Norma apakah yang dipakai untuk
menentukan hal itu? Hal ini semuanya menambah kepopuleran para sofis.
PROTAGORAS (± 480-411) banyak memberi pelajaran di Athena.
Inti sari filsafatnya ialah, bahwa manusia menjadi ukuran bagi segala sesuatu, bagi segala
hal yang ada dan yang tidak ada. Manusialah yang menentukan benar dan tidaknya sesuatu
atau ada dan tidak adanya sesuatu, artinya: apakah sesuatu benar atau tidak, hal itu tergantung
kepada orangnya. Apa yang baik bagi seseorang, mungkin tidak baik bagi orang lain. Hal ini
umpamanya sama dengan angin. Bagi orang sehat angin dirasa segar, akan tetapi bagi orang
sakit angin dirasa dingin, menggigikjan. Benar dan tidaknya sesuatu pendirian, tergantung
kepada orangnya. Suatu pendirian tidak lebih benar dibanding dengan pendirian yang lain,
sekalipun pendirian yang lain itu adalah kebalikannya. Hal itu semua tergantung kepada
yang menerima.
Menurut Protagoras, negara didirikan oleh manusia, bukan karena hukum alam. Semula
para manusia hidup sendiri-sendiri. Oleh karena mereka mendapatkan kesukaran-kesukaran,
di antaranya: gangguan-gangguandari binatang, dan sebagainya, mereka berkumpul dalam
kota-kota. Ternyata bahwa hidup bersama tidaklah mudah. Guna mengatasi kesukaan-
kesukaran yang ditimbulkan oleh hidup bersama itu mereka menciptakan apa yang disebut
keadilan(dike) dan hormat terhadap orang lain (aidos). Semuanya itu memang dikehendaki
demikian oleh manusia sendiri. Itulah sebabnya undang-undang yang satu tidak lebih benar
dibanding dengan undang-undang yang lain. Semuanya itu tergantung kepada yang
menerimanya.
Protagoras meragukan adanya dunia dewa. Itulah salah satu sebabnya ia digugat
sebagai orang munafik dan buku-bukunya yang mengenai agama dibakar.
GORGIAS (± 480-380)
Di Athena ia mendapatkan sukses besar, karena ajarannya dalam bidang rektorika,
yaitu seni meyakinkan. Baginya yang penting ialah meyakinkan orang lain sehingga
menerima pendapatnya dengan memakai seni meyakinkan. Bukan kebenaran yang
didahulukannya, tetapi kemenangan dalam perdabatan. Banyak orang muda dari lapisan atas
yang berada di bawah pimpinannya.
Karyanya yang terkenal ialah “tentang alam atau rentang yang tidak ada” . dari
bukunya itu tampaklah bahwa ia adalah seorang nihilis. Baginya tiada sesuatupun yang ada.
Seandainya ada sesuatu, sesuatu itu tidak dapat dikenal. Seandainya sesuatu itu dapat dikenal,
pengengathuan itu tidak dapat disampaikan kepada orang lain.
Selanjutnya sofisme berrkembang ke jurusan yang ditentukan oleh Gorgias, yaitu
cenderung kepada nihilisme.
Penilaian orang terhadap sofisme berbeda-beda, ada orang yang hanya menilainya
sebagai aliran yang merusak saja, ada juga orang yang dapat melihat segi-seginya yang
menguntungkan.
Bagaimanapun juga harus diakui, bahwa timbulnya kaum sofis itu menampakkan
bahwa di yunani pada waktu itu ada krisis pemikiran. Orang telah jemu terhadap pemikiran-
pemikiran yang bermacam-macam itu, yang mengakibatkan kebenaran diragukan, dasar ilmu
pengetahuan digoncangkan. Oleh karena itu tidak dapat disangkal, bahwa memang ada
pengaruh yang negatif pada kebudayaan Yunani, seperti: merobohkan nilai-nilai tradisional
di bidang agama, merusak moral, dan menyalahgunakan kecakapan berpidato di muka umum.
Akan tetapi harus juga diakui, bahwa masih ada segi-segi yang menguntungkan, yaitu:
menimbulkan revolusi secara intelektual. Sofisme menciptakan gaya baru, yang
mempengaruhi para ahli sejarah, para penilis drama dan yang lebih penting lagi: oleh sofisme
manusia ditempatkan di pusat perhatian.
B. Filsafat Sokrates (469-399 SM)
Tidak ada orang yang tahu presis dimana Sokrates dilahirkan. Yang jelas ialah
bahwa pada tahun 399 ia dijatuhi hukuman mati dengan harus meminum racun. Oleh
karena pada waktu itu ia berumur 70 tahun, maka barngkali ia dilahirkan pada tahun
470 SM. Agaknya ia berasal dari kelurga kaya, yang kemudian menjadi miskin. Yang
terang ialah bahwa ia mendapat pendidikan yang baik.
Seperti halnya dengan para kaum Sofis, Sokrates juga memberi pelajaran
pada rakyat. Sama halnya dengan para kaum Sofis yang mengarahkan perhatian
kepada manusia. Perbedaanya dengan para kaum Sofis terletak disini, bahwa Sokrates
tidak memungut biaya bagi pengajarannya. Kecuali itu maksud dan tujuan ajaran-
ajarannya bukan untuk menyakinkan orang lian supaya mengikuti dia, tetapi untuk
mendorong orang supaya mengetahui dan menyadari sendiri. Sokrates juga
menentang relativisme kaum Sofis, sebab ia yakin bahwa ada kebenaran yang
objektif.
Sokrates tidak meninggalkantulisan apa-apa. Pengethuan kita tentang dirinya
kita terima dari para muridnya. Padahal murid Sokrates ada bnyak sekali, yang
tulisannya juga bermacam-macam tentang dia. Pada umumnya pemberian yang
dipandang sebgai pemberitaan yang lebih dapt dipercaya adalah pemberitahuan Plato
dan Aristoteles.
Pra Sokrates memberikan ajarannya adalah demikian: ia mendatangi
bermacam-macam orang ahli (ahli politik, pejabat, tukang dan lain-lainnya). Kepada
meraka dikemukakan pertanyaan-pertanyaan yang mengenai pekerjaan mereka, hidup
mereka sehari-hari dan lain-lainnya. Jawaban mereka pertama-tama dianalisan dan
disimpulkan dalam suatau hipotesis. Hipotesis ini dikekmukakan lagi kepada merekan
dan dianalisia lagi. Demikian seterusnya hingga mencapai tujuan, yaitu membuka
kedok segala peraturan atau hukum-hukum yang semu, sehingga tampak sifatnya
yang semu, dan mengajak orang melacak atau menelusuri sumber-sumber hukum
yang sejati. Supaya tujuan itu tercapai diperlukan suatu pembentukan pengertian yang
murni.
Oleh karena pendidikan retorika yang telah diberikan para kaum Sofis telah
menjadikan banyak oarang sombong, maka sering dengan cara yang menggeliakn
Sokrates mengajukan pertanyan-pertanyaan yang sengaja untuk membingungkan
orang-orang itu. Karena pertanyaan-pertanyaan atas jawaban itu saling bertentangan,
sehingga penjawab ditertawakn oleh banyak orang. Metode ini oleh Sokrates disebut
metode ironi (eironia). Segi yang positif dari metode ini terletak dalam usahanya
untuk mengupas kebenaran dari kulit “pengetahuan semu” orang-orang itu.
Cara pengajaran Skorate spada umumnya disebut Dialektika, karena dalam
pengajaran itu dialog memegang peran penting. Sebutan dalam arti lain adalah
Maleutika, seni kebidanan karena dengan cara ini Sokrates bertindak sebgaia seorang
bidan yang menolong kelahiran bayi “pengertian yang benar”
Dengan cara bekerja yang demikian ini Sokrates menemukan suatu cara
berfikir suatu cara berfikir yang disebut Induksi, yaitu menyimpulkan pengetahuan
yang sifatnya umum dengan berpangkal dari banyak pengetahuan tentang hal yang
khusus. Umpamanya, banyl orang yang menganggap keahlian (sebagai tukang besi,
tukang sepatu dll) sebagai keutamaannya. Seorang tukang besi berpendapat bahwa ,
keutamaan ialah, jikalau ia membuat alat-alat dari besi yang baik, seorang tuka sepatu
menganggap sebagai keutamaannya, jikalau ia membuat sepatu yang baik, demikian
seterusnya. Untuk meengetahui pakah :keutamaan” pada umumnya, semua sifat
khusus keutamaan-keutamaan itu harus disingkirkan. Tinggalah keutamaan-
keutamaan yang sifatnya umum. Demikianlah induksi ini ditemukan apa yang disebut
definisi umum. Definisi umum ini pada waktu itu belum dikenal. Sokrateslah yang
menemukannya yang ternyata penting sekali artinya bagi ilmu pengetahuan.
Bagi sokrates definisi umum bukan pertama-tama diperlukan bagi keperluan
ilmu pengetahuan, melainkan bagi etika. Yang diperlukan adalah pengertian-pengertin
etis, seperti: keadilan, kebenaran, persahabatan dan lain-lainnya.
Oleh karena Sokrates tidak memberikan suatu sistim dan tidak meninggalkan
tulisan sedikitpun, maka sukar sekali untuk mentukan bagaimana isi ajaran Sokrates
yang sebenarnya. Barangkali ajarannya dapat dirangkumkan sebagai berikut:
Jiwa manusia bukanlah nafasnya semata-mata, tetapi asas hidup manusia
dalam arti yang lebih mendalam. Jiwa itu adalah inti sari manusia, hakikat manusia
sebagai pribadi yang bertanggung jawab. Oleh karena itu jiwa manusia adalah inti sari
manusia, maka manusia wajib mengutamakan kebahagiaan jiwanya (eudaimonia =
memiliki daimon atau jiwa yang baik) lebih dari pada kebahagiaan tubuhnya atau
kebahagiaan yang lahiriah seperti, kesehtan, kekayaan, dll. Manusia harus membuat
jiwanya menjadi jiwa yang sebaik mungkin. Jikalau manusia hanya hidup saja, hal itu
belum ada artinya. Orang harus hidup yang baik. Jadi persoalan yang pokok ialah,
bagaimana orang dapat mencapai kebahagiaan.
Menurut Sokrates, alat untuk mencapai eudaimonia atau kebahagiaan adalah
kabajikan atau keutamaan (arete). Akan tetapi kebajikan atau keutamaan disisni tidak
diartikan sebagai moral, malainkan secara yang lebih luas daripada itu. Pendirian
Sokrates yang terkenal adalah “keutamaan adalah pengetahuan” keutamaan di
bidang hidup baik tentu menjadikan orang dapat hidup baik. Hidup baik berarti,
mempraktikkan pengetahuannya tentang hidup baik itu. Jadi baik dan jahat dikaitkan
dengan soal pengetahuan, bukan dengan kemauaan manusia. Berdasarkan pandangan
yang demikian ini, maka menurut Sokrates tidak mungkin manusia melakukanhal
yang salah. Kalau orang berbuat salah tandanya ia tidak berpengetahuan.
Oleh karena kebajikan atau keutamaan adalah adalah pengetahuan tentang
yang baik, padahal yang baik adalah satu, maka kebajikan atau keutamaan hanya ada
satu saja.. memiliki kebajikan atau keutamaan satu itu berarti memiliki segala
kebajikan. Misalnya, orang yang berani tentu juga adil dan menaruh belas kasihan,
jikalau tidak demikian itu bukan kebajikan yang sejati. Yang baik untuk Athena tentu
baik juga ntuk Sparta. Memiliki Arete, memiliki kebajikan atau keutamaan, berarti
memiliki kesempurnaan manusia sebagai manusia.
Kekuatan pemikiran Sokrates ini bekerja terus di dalam mashb-mashab
pengikutnya. Mashab-mashab itu bukan untuk mewujudkan kesatuan yang tertutup
seperti yang terjadi pada mashab Pythagoras dan akademi Plato.Mashab-mashab yang
terkenal ialah mashab Kunis dan Antisthenes dan mashab dati Aristippos.
ANTISTHENES
Mengajar setelah kematian Sokrates di gymnasium Kunosargos di Athena
(kunos=anjing). Ia menaruh perhatiannya kepada etika. Menurut dia, manusia harus
melepaskan diri dari segala sesuatu. Tiada satupun yang boleh menjadikan dia bergirang atau
bersusah. Ia harus senantiasa puas terhadap dirinya sendiri. Satu-satunya asas hidup adalah
“bebas secara mutlak terhadap orang banyak dan hukum-hukum mereka”
ARISTIPPOS
Dari Kirene mempunyai pandangan yang justru sebaliknya dengan Antisthenes. Satu-
satunya perbuatan kita adalah kenikmatan (hedone). Sekalipun demikian tugas orang bijak
bukan untuk dikuasai oleh kenikmatan, malinkan untuk menguasainya. Zaman Sokrates
adalah zaman yang penting sekali, sebab pada zaman ini mewujudkan zaman perhubungan.
3.1 Kesimpulan
Zaman Yunani kuno dianggap sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini
orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-idenya atau pendapat. Zaman kuno
meliputi zaman pra-sokrates di Yunani. Tokoh-tokohnya dikenal dengan nama filsuf atau
filsuf alam. Mereka mecari unsur induk (arche) yang dianggap asal dari segala sesuatu.
Menurut Thales arche itu air, Anaximandros berpendapat arche itu “yang tidak terbatas”
arche itu udara. Phythagoras arche itu bilangan, dan Heraklitos arche itu api. Parmendes
mengatakan bahwa segala sesuatu itu tetap tidak bergerak.
Zaman Yunani klasik dimulai dengan munculnya kaum Sofis yaitu suatu gerakan dalam
bidang intelektual yang disebabkan oleh pengaruh kepesatan minat orang terhadap filsafat.
Kemudian munculah orang-orang yang berperan penting dalam perkembangan Yunani Klasik
yaitu Sokrates,Plato dan Aristoteles.
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
memaparkan materi. Jadi, kami menyarankan pembaca untuk membaca buku atau situs yang
sudah tersedia untuk mengetahui lebih jelas.
DAFTAR PUSTAKA