Anda di halaman 1dari 112

PASIR

1
A. Judul : Pengujian Pasir

B. Jenis Pengujian :

1. Kadar Lumpur dan Tanah Liat

2. Kadar Zat Organik Pasir Alam

3. Kadar Air Pasir Contoh

4. Kadar Air Pasir SSD

5. Pemeriksaan Pasir SSD

6. Berat Jenis Pasir SSD

7. Analisis Ayak Pasir dan Kerikil

8. Bobot Isi Padat Pasir

C. Alat dan Bahan yang digunakan

1. Pengujian Kadar Lumpur dan Tanah Liat Pasir


a. Alat : Gelas ukur 10 cm dan tinggi 20 – 30 cm
Oven
Exikator
Mangkuk (tempat air)
Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram
Kayu pengaduk

b. Bahan : Pasir 100 gram


Air bersih

2
2. Pengujian Kadar Zat Organik Pasir Alam

a. Alat : Botol susu lengkap dengan tutup

Warna pembanding (standar) yang terbuat dari 9 gram FeCl3.6H2O +

1gram CoCl3 yang dicampur dengan air 100 ml dan 1/3 HCl
Cetok
b. Bahan : Pasir contoh
Larutan NaOH (Soda api 3%)

3. Pengujian Kadar Air Pasir Contoh

a. Alat : Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram


Tempat pasir
Oven
Cetok

b. Bahan : Pasir 100 gram

4. Pengujian Kadar Air Pasir SSD

a. Alat : Kerucut terpancung dari tembaga


Alat penumbuk
Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram
Cawan/tempat pasir
Ember
Oven
Cetok

b. Bahan : Pasir 500 gram


Air

3
5. Pemeriksaan Pasir SSD

a. Alat : Ember (Bejana)


Alat penguji pasir SSD (Kerucut terpancung kecil)
Tempat pasir
Cetok

b. Bahan : Pasir
Air

6. Pengujian Berat Jenis Pasir SSD

a. Alat : Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram


Gelas ukur (tabung air)
Cetok
b. Bahan : Pasir 100 gram
Air 150 ml

7. Pengujian Analisis Ayak Pasir dan Kerikil

a. Alat : Timbangan dengan ketelitian 0.1 gram


Ayakan pasir satu seri (0.15; 0.3; 0.6; 1.2; 2.4; 4.8)
Ayakan kerikil satu seri (9.5; 12.5; 19; 25; 30; 37.5; 50; 70)
Sikat halus
Cetok

b. Bahan : Kerikil 800 gram


Air

4
8. Pengujian Bobot Isi Padat Pasir

a. Alat : Mesin ketuk

Literan volume 1 liter

Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram

Cetok

Plat penggaris

Cawan

b. Bahan : Pasir dalam keadaan padat

D. Langkah Kerja

1. Pengujian Kadar lumpur dan tanah liat pada pasir

a. Mengambil pasir sebanyak 100 gram (2 sampel)

b. Mengoven pasir dengan suhu 105°C sampai berat tetap

c. Mengambil pasir dari oven lalu memasukkannya ke dalam exikator untuk


didinginkan

d. Menimbang pasir dengan ketelitian 0.01 gram (A gram)

e. Kemudian menuangkan kedalam gelas ukur, diberi air untuk mencuci dengan
syarat cucian tersebut harus dicuci sampai bersih dan jernih.

f. Memanaskan kembali pasir tersebut ke dalam dengan suhu 105°C

g. Menimbang pasir bersih yang sudah dioven (B gram)

h. Menghitung kadar lumpur dengan cara

A−B
x 100 %
B

5
Keterangan:

A = berat pasir sebelum di oven

B = berat pasir bersih kering oven

i. Melakukan 2 kali pengujian kemudian hasilnya dirata-rata

2. Pengujian Kadar Zat Organik Pasir Alam

a. Memasukkan pasir contoh kedalam botol sebanyak 130 ml.

b. Menambahkan larutan NaOH 3% kedalam botol hingga volume mencapai 200


ml.

c. Menutup rapat botol kemudian dikocok-kocok selama 10 menit

d. Mendiamkan botol selama 24 jam

e. Mengamati perubahan yang terjadi, kemudian membandingkan dengan warna


standar, warna tidak boleh lebih gelap dari warna standar, yaitu warna no. 3

3. Pengujian Kadar Air Pasir Contoh

a. Mengambil pasir sebanyak 100 gram (Andaikan beratnya A gram)

b. Mengoven pasir dengan suhu 105°C hingga berat tetap

c. Menimbang pasir yang telah dioven (Andaikan beratnya B gram)


d. Menghitung kadar air pasir tersebut dengan cara:

A−B
x 100 %
B
Keterangan:

A = berat pasir sebelum dioven

B = berat pasir kering oven

6
e. Melakukan 2 kali pengujian kemudian hasilnya dirata-rata

4. Pengujian Kadar Air Pasir SSD

a. Menimbang pasir sebanyak 500 gram

b. Merendam pasir dalam air selama 24 jam

c. Mengeringkan pasir hingga mencapai keadaan SSD

d. Menimbang pasir SSD sebanyak 100 gram

e. Memanaskan pasir dengan oven pada suhu 105°C hingga berat tetap

f. Menimbang pasir tersebut (andaikan beratnya A gram)

g. Menghitung kadar air pasir SSD dengan cara


100− A
x 100 %
A

h. Melakukan percobaan sebanyak 2 kali, kemudian dirata-rata

5. Pemeriksaan Pasir SSD

a. Mengambil pasir contoh secukupnya

b. Merendam pasir selama 24 jam

c. Membuang air pada pasir rendaman, lalu merentangkan pasir agar airnya
menguap. Kemudian uji keadaan pasir dengan cara:

 Menempatkan kerucut terpancung seperti gambar

7
 Memegang kerucut dengan tangan kiri, kemudian memasukkan pasir
hingga 1/3 nya lalu ditumbuk sebanyak 8 kali.

 Memasukkan pasir kembali hingga penuh kemudian diratakan

 Membersihkan pasir di sekitar kerucut, lalu angkat kerucut arah vertikal


dengan perlahan-lahan

 Pasir akan mencapai keadaan SSD jika seperti gambar berikut

Pasir Basah Pasir kering Pasir SSD

6. Pengujian Berat Jenis Pasir SSD

a. Menyiapkan gelas ukur dan menimbang beratnya

b. Menuangkan air tersebut ke dalam gelas ukur sehingga penuh lalu menimbang
beratnya.

c. Menyiapkan sampel pasir dalam keadaan SSD sebanyak 100 gram

d. Memasukkan pasir kedalam tabung, kemudian ditambahkan air 150 ml lalu


menimbang beratnya.

e. Menghitung berat jenis dengan

m
rumus : Berat jenis =
v

7. Pengujian Analisis Ayak Pasir dan Kerikil

a. Menyusun ayakan pasir dengan kedudukan lubang terkecil berada di bagian


bawah dengan penampung

8
b. Memasukkan pasir ke dalam ayakan, kemudian mengayaknya menggunakan
mesin.

c. Menimbang pasir yang tertinggal pada masing-masing ayakan, lalu dicatat


hasilnya pada tabel.

d. Menghitung berapa persen komulatif yang tertinggal pada setiap ayakan

e. Menghitung angka kehalusan butir dan menggambar grafiknya.

8. Pengujian Bobot Isi Padat Pasir

a. Menimbang literan (misalkan A)

b. Mengambil pasir dalam keadaan kering udara

c. Memasukkan pasir ke dalam literan hingga penuh

d. Permukaan pasir diratakan dengan plat penggaris

e. Menimbang pasir yang berada di dalam literan (misalkan B). Bobot isi padat
pasir adalah (B-A)

f. Melakukan percobaan sebanyak 3 kali dan bobot isi gembur pasir contoh adalah
rata – rata 3 kali pengujian, dinyatakan dalam kg/liter
E. Kajian Teori

Pasir adalah butiran mineral keras yang berbentuk mendekati bulat dengan ukuran
antara 0.075 – 5 mm, kadar bagian yang kecil dengan ukuran ≤ . 63 mm dan tidak
lebih dari 5 (PUBI 1982)

Persyaratan Mutu agregat halus menurut SK SNI S - 04 - 1989 – F

a. Butirannya tajam, kuat, dan keras

b. Bersifat kekal, tidak pecah atau hancur karena pengaruh cuaca

c. Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai berikut:

 Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimal 12%

9
 Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimal 10%

d. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur (bagian yang melewati ayakan
0.60 mm) lebih dari 5%. Apabila lebih dari 5% maka pasir harus dicuci

e. Tidak boleh mengandung zat organik, karena akan mempengaruhi mutu beton.
Bila direndam dalam larutan 3% NaOH, cairan diatas endapan tidak boleh
lebih gelap dari warna larutan pembanding.

f. Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik, sehingga rongganya
sedikit. Mempunyai modulus kehalusan antara 1,5 – 3,8. Apabila diayak
dengan susunan ayakan yang ditentukan, harus masuk salah satu daerah
susunan butir menurut zone 1, 2, 3, atau 4 harus memenuhi syarat sebagai
berikut:

 Sisa diatas ayakan 4,8 mm, maksimal 2% dari berat

 Sisa diatas ayakan 1,2 mm, maksimal 10% dari berat

 Sisa diatas ayakan 0,30 mm, maksimal 15% dari berat

g. Tidak boleh mengandung garam

1. Pengujian Kadar Lumpur dan Tanah Liat Pada Pasir

Pasir adalah batuan berbutir halus yang terdiri atas butiran sebesar 0,15 mm
sampai 4,75 mm, sedangkan lumpur adalah bagian – bagian butiran yang dapat
melewati ayakan 0,063 mm. Kadar lumpur agregat normal yang diijinkan SK SNI
S– 04–1989–F untuk agregat halus (pasir) adalah maksimal 5%. Sehingga,
apabila kadar

lumpur dalam pasir melebihi 5%, maka pasir harus dicuci bersih sebelum
digunakan sebagai campuran beton.

Lumpur yang ada pada pasir dapat mengurangi pengikatan antara semen
dengan pasir karena lumpur membungkus butiran pasir. Sifat dari lumpur
sendiri yaitu mudah menyerap air, jadi jika air, semen, dan pasir (dibungkus
oleh lumpur) dicampur maka adonan akan mengental dan susah membentuk
beton. Dampak lain jika kita tetap menggunakan pasir yang mengandung
10
lumpur untuk membuat adonan adalah menurunnya mutu beton yang ditandai
dengan adanya retakan pada beton. Retakan ini disebabkan karena air yang
berada di adonan beton menguap yang menyebabkan terjadinya penyusutan
pada beton. Penyusutan ini menimbulkan danya pori-pori di beton itu sendiri.
Pori-pori tersebut berimbas pada melemahnya kekuatan beton, beton tak mampu
menahan akibat tegangan susut.

2. Pengujian Kadar Zat Organik Pasir Alam

Zat organik yang terkandung dalam agregat halus umumnya berasal dari
penghancuran zat-zat tumbuhan, hewan, terutama yang berbentuk humus dan
lumpur organik. Zat organik yang merugikan diantaranya gula, minyak dan
lemak. Gula dapat menghambat pengikatan semen dan pengembangan kekuatan
beton, sedangkan minyak dan lemak dapat mengurangi daya ikat semen. Oleh
sebab itu diperlukan pengujian agregat untuk menentukan bisa tidaknya agregat
digunakan dalam campuran pembuatan beton.

Salah satu cara untuk menguji adanya zat organik dalam agregat halus
adalah dengan cara kalori meter. Pada pengukuran kalorimeter, zat organik
dinetralkan dengan larutan NaOH 3% dan warna yang terjadi dibandingkan
dengan warna standar setelah didiamkan selama ±24 jam. Pengujian dilakukan
dengan zat kimia karena lumpur tidak mudah dilepas saat dicuci sehingga perlu
adanya reaksi kimia.

Sesuaikan warna larutan yang terlihat pada botol bayi dengan warna yang
terdapat

pada tabel warna standar:

a. 1-2 untuk kadar lumpur rendah

b. 3 untuk kadar lumpur normal

c. 4-5 untuk kadar lumpur tinggi


(Semakin besar nomor warna semakin tua warnanya)

Menurut metode SNI-03-2461-1991 kandungan Bahan Organik:

a. Warna pembanding 1 & 2 : dapat digunakan tanpa dicuci


11
b. Warna pembanding 3 & 4 : harus dicuci dahulu

c. Warna pembanding 5 : tidak boleh digunakan

Warna larutan dari pasir untuk bahan campuran beton tidak boleh lebih
gelap dari warna standar, yaitu warna no. 3.

3. Pengujian Kadar Air Pasir Contoh

Pada saat terbentuknya agregat ada kemungkinan adanya udara yang


terjebak dalam lapisan agregat atau mungkin agregat tersebut terbentuk karena
dekomposisi mineral pembentuknya akibat perubahan cuaca, maka terbentuklah
lubang atau rongga kecil di dalam butiran agregat (pori). Pori dalam agregat
mempunyai variasi yang cukup besar dan menyebar di seluruh tubuh butiran.
Pori-pori mungkin menjadi reservoir air bebas dalam agregat. Presentase berat
air yang mampu diserap agregat dalam air disebut sebagai serapan air,
sedangakan banyaknya air yang terkandung dalam agregat disebut kadar air.

Kadar air adalah persentase berat air yang dikandung agregat. Keadaan
kandungan air dalam agregat perlu diketahui untuk menghitung jumlah air yang
perlu dipakai dalam adukan beton, juga untuk mengetahui berat satuan agregat.
Untuk mengetahui kadar air pasir dihitung menggunakan rumus:

A−B
x 100 %
B

Keterangan:

A = berat pasir sebelum dioven

B = berat pasir setelah dioven

Berdasarkan PUBI 1982 bahwa kandungan kadar air pasir adalah ≤ 2 .

12
4. Kadar Air Pasir SSD

Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam suatu agregat.
kadar air agregat dapat dibedakan menjdi empat jenis. (1) kadar air kering
tungku yaitu keadaan

yang benar-benar tidak berair (2) kadar air kering udara, yaitu kondisi agregat
yang permukaan nya kering tetapi sedikit mengandung air dalam porinya dan
masih dapat menyerap air. (3) jenuh kering permukaan (SSD) yaitu keadaan
dimana tidak ada air di permukaan agregat, tetapi agregat tersebut masih mampu
menyerap air. pada kondisi ini air dalam agregat tidak akan menambah atau
mengurangi air pada campuran beton. (4) kondisi basah yaitu kondisi dimana
butir-butir agegat banyak mengandung air, sehingga akan menyebabkan
penambahan kadar air campuran beton.

erdasarkan PU I 982 bahwa kandungan kadar air pasir adalah ≤ 2 .

5. Pemeriksaan Pasir SSD

Saturated Surface Dry (SSD) adalah keadaan dimana permukan agregat


kering namun didalamnya masih terdapat air (Pasir dalam keadaan kering
permukaan).

6. Berat Jenis Pasir SSD

Berat jenis digunakan untuk menentukan volume yang diisi oleh agregat.
Berat jenis dari agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis dari beton
sehingga secara langsung menentukan banyaknya campuran agregat dalam
campuran beton. Jadi, berat jenis pasir akan mempengaruhi kekuatan beton itu
sendiri.

Selain itu, pemeriksaan berat jenis dan SSD pasir merupakan hal yang
penting untuk mengetahui pasir tersebut telah memenuhi syarat atau belum
untuk bahan campuran adukan beton. (misal pada Peraturan Umum Untuk
Bahan Bangunan Di

Indonesia (PU I), 982 Pasal Pasir eton “Syarat berat jenis pasir yang baik adalah
2.4-2.9”
13
Berat jenis adalah perbandingan antara berat benda dengan berat air murni
pada volume dan suhu tertentu. Berat jenis pasir dipengaruhi oleh jenis pasir,
susunan mineralnya, dan struktur butirannya. Berat jenis pasir ada 3 macam
yaitu:

a. Berat jenis pasir SSD, yaitu berat jenis pasir dalam keadaan kering
permukaan.
b. Berat jenis semu, yaitu berat jenis pasir dalam keadaan kering

c. Berat jenis bulk, yaitu berat jenis agregat dalam keadaan kering dan
seluruh volume agregat.

7. Analisis Ayak Pasir dan Kerikil

Menurut SNI - 03 - 2847 – 2002, agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil

disintegrasi 'alami' batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan

mempunyai ukuran butir terbesar 5,0 mm. British Standard (BS) memberikan
syarat

gradasi untuk pasir. Kekasaran pasir dibagi menjadi empat kelompok


menurut

gradasinya, yaitu pasir halus (zone 4), agak halus (zone 3), agak kasar (zone 2) dan

kasar (zone 1) seperti pada Tabel berikut :

Lubang Persentase Tembus Komulatif ( Persen Beerat)


Ayakan (mm)
Zone 1 Zone 2 Zone 3 Zone 4

9.60 100 100 100 100

4.80 90 - 100 90 - 100 90 – 100 95 - 100

2.40 60 - 95 75 - 100 85 – 100 95 – 100

1.20 30 - 70 55 - 90 75 – 100 90 – 100

14
0.60 15 - 34 35 - 59 60 -79 80 – 100

0.30 5 - 20 8 - 30 12 – 40 15 – 50

0.15 0 - 10 0 - 10 0 – 10 0 -15

Untuk mengetahui gradasi agregat dilakukan dengan cara menggunakan


hasil analisis pemeriksaan dengan menggunakan satu set ayakan. Ayakan
dengan ukuran bukaan paling besar diletakkan paling atas dan yang paling halus
diletakkan paling bawah sebelum pan.

Ayakan yang digunakan untuk menguji besar struktur agregat mempunyai


lubang bervariasi sesuai dengan standar yang digunakan. Menurut SK SNI S –
04 – 1989 – F, harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik,
sehingga rongganya sedikit. Mempunyai modulus kehalusan antara 1,5-3,8.
Apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan, harus masuk salah satu
daerah susunan butir menurut zone 1, 2, 3 atau 4 dan harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
a) sisa di atas ayakan 4,8 mm, mak 2 % dari berat

b) sisa di atas ayakan 1,2 mm, mak 10 % dari berat

c) sisa di atas ayakan 0,30 mm, mak 15 % dari berat

8. Bobot Isi Padat Pasir

Bobot isi adalah perbandingan antara berat suatu benda berdasarkan


volume benda tersebut. Bobot isi ada 2 macam yaitu, bobot isi padat dan bobot
isi gembur. Bobot isi agregat pada beton berfungsi untuk melakukan klasifikasi
perhitungan perencanaan campuran beton. Ditinjau dari berat jenisnya agregat
dibedakan menjadi tiga macam.

a. Agregat Ringan

Agregat ini adalah agregat yang memiliki berat jenis kurang dari 2,0, dan
biasanya digunakan untuk beton non struktural.

b. Agregat Normal

15
Agregat normal adalah agregat yang memiliki berat jenis antara 2,5 sampai
2,7. Beton yang dihasilkan memiki berat jenis sekitar 2,3 dengan kuat tekan
antara 15 Mpa sampai 40 Mpa.

c. Agregat Berat

Agregat ini memilik berat jenis lebih dari 2,8. Beton yang dihasilkan juga
memiliki berat jenis tinggi (sampai 5,0), yang efektif sebagai pelindung sinar
radiasi sinar X.

16
F. Penyajian dan Analisis Data

1. Pengujian Kadar Lumpur dan Tanah Liat Pasir

Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka diperoleh data sebagai berikut:

Berat Pasir Kering Oven Berat Pasir Bersih Kering Oven


NO
(A) (B)

1. 100 gram 93.3 gram

2. 100 gram 90.6 gram

Untuk mengetahui kadar lumpur dan tanah liat pasir dihitung menggunakan rumus:
A−B
x 100 %
B

Keterangan:

A = berat pasir kering oven

B = berat pasir bersih kering oven

Perhitungan:
Pasir 1 = = 7.18 %

Pasir 2 = = 10.37 %

Kadar lumpur dan tanah liat rata-rata = 8.775 %

17
2. Pengujian Kadar Zat Organik Pasir Alam

Setelah melakukan pengujian didapatkan hasil bahwa warna air diatas endapan
pasir yang terdapat dalam botol berubah warna menjadi kekuningan (seperti
warna teh). Warna cairan tersebut sesuai dengan warna pembanding no 1. Hal
ini menunjukkan bahwa pasir percobaan sesuai dengan standar (SK SNI S – 04
– 1989 – F) karena tidak melebihi aturan dari warna standar, yakni no.3.

3. Pengujian Kadar Air Pasir Contoh

Berdasarkan pengujian yang dilakukan diperoleh data sebahai berikut:

Berat Pasir Sebelum Dioven Berat Pasir Setelah Dioven


No
(A) (B)

1. 100 gram 87.1 gram

Untuk mengetahui kadar air pasir dihitung menggunakan rumus:

A B
 100 0 0
B

Keterangan:

A = berat pasir sebelum dioven

B = berat pasir setelah dioven

Perhitungan:

100−87 ,1
×100 0 0 =14 ,81 0 0
Pasir 1 87 ,1

18
4. Pengujian Kadar Air Pasir SSD

Hasil data yang diperoleh dari praktikum yang dilakukan adalah:

Berat Pasir SSD Setelah dioven


No Berat Pasir SSD
(A)

1. 100 gram 90,6 gram

2. 100 gram 93,3 gram

Untuk menentukan kadar air pasir SSD dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

100− A
×100 0 0
A

Keterangan:

A = berat pasir setelah dioven

Perhitungan:

100−90,6
×100 0 0 =10 ,37 0 0
Pasir SSD 1 = 90,6

100−93 ,3
×100 0 0 =7,18 0 0
Pasir SSD 2 = 93 ,3
9 0
10 ,37 9
+7 ,18 0 0
=8 ,775 0
Rata-rata kadar air pasir SSD 2

5. Pemeriksaan Pasir SSD

Dari pengujian yang dilakukan didapatkan kondisi pasir SSD, yaitu kondisi
pasir dimana permukaannya kering namun pada bagian masih basah. Terbukti
19
dengan keadaan pasir yang masih setengah utuh saat diangkat cetakan
kerucutnya.

6. Pengujian Berat Jenis Pasir SSD

Dari percobaan yang dilakukan diperoleh data sebagai berikut:

Volume air = 150 ml


Massa pasir = 100 gram
Volume pasir + air = 189 ml
Volume pasir = 189ml - 150ml = 39 ml
m
ρ=
v
100
= =2 ,56
39

20
7. Pengujian Analisis Ayak Pasir Kerikil

Dari hasil pengayakan yang dilakukan didapatkan data sebagai berikut:

Persen
Berat
Lubang Persen Tertinggal
Tertinggal
Ayakan (mm) Tertinggal (%) Komulatif
(gram)
(%)

9,5 0 0% 0%

4,75 3,5 5,17% 5,17%

2,36 4,3 6,35% 11,52%

1,18 3,6 5,32% 16,84%

0,60 1,9 2,8% 19,64%

0,30 51,2 75,61% 95,25%

0,15 1,025 1,51% 96,76%

<0,15 2,195 3,24% 100%

Jumlah 67,72 100% 345,18%

345,18
Modulus kehalusan pasir adalah =3,4518
100

21
8. Pengujian Bobot Isi Padat Pasir

Berdasarkan percobaan yang dilakukan data yang didapatkan adalah sebagai berikut:

Berat literan = 180 gram


3
Volume literan = 1000 cm

Pasir Ke- Berat Pasir Dalam Literan

1 1.488 gram/liter

2 1.473 gram/liter

3 1.481 gram/liter

Rata-rata berat pasir = 1.480,66 gram/liter


Bobot isi pasir = 1,48 kg/liter

G. Pembahasan

1. Pengujian Kadar Lumpur dan Tanah Liat Pasir

Lumpur yang ada pada pasir dapat mengurangi pengikatan antara semen
dengan pasir karena lumpur membungkus butiran pasir. Sifat dari lumpur
sendiri yaitu mudah menyerap air, jadi jika air, semen, dan pasir (dibungkus
oleh lumpur) dicampur maka adonan akan mengental dan susah membentuk
beton.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan diperoleh kadar lumpur dan tanah


liat pada pasir sebesar 8,775 %. Kadar lumpur agregat normal yang diijinkan SK
SNI S–04– 1989–F untuk agregat halus (pasir) adalah maksimal 5%, dengan
demikian pasir uji tersebut belum memenuhi standar dan harus dicuci jika ingin
digunakan untuk campuran beton. Karena jika kita tetap menggunakan pasir
yang mengandung lumpur untuk membuat adonan adalah menurunnya mutu
beton yang ditandai dengan adanya retakan pada beton

2. Pengujian Kadar Zat Organik Pasir Alam

22
Zat organik yang terkandung dalam agregat halus umumnya berasal dari
penghancuran zat-zat tumbuhan, hewan, terutama yang berbentuk humus dan
lumpur organik. Oleh sebab itu diperlukan pengujian agregat untuk menentukan
bisa tidaknya agregat digunakan dalam campuran pembuatan beton.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan, warna cairan diatas endapan pasir


sesuai dengan warna pembanding no 1. Hal ini menunjukkan bahwa kadar zat
organik pasir percobaan sesuai dengan standar (SK SNI S – 04 – 1989 – F)
karena tidak melebihi aturan dari warna standar, yakni no 3. Dengan demikian
pasir dapat digunakan sebagai bahan bangunan.

3. Pengujian Kadar Air Pasir Contoh

Kadar air adalah persentase berat air yang dikandung agregat. Keadaan
kandungan air dalam agregat perlu diketahui untuk menghitung jumlah air yang
perlu dipakai dalam adukan beton, juga untuk mengetahui berat satuan agregat.

Dari hasil pengujian diperoleh rata-rata kadar air pasir contoh sebesar
14,81%. Dengan demikian pasir ini tidak memenuhi standar karena menurut
PUBI 1982 bahwa

kandungan kadar air pasir adalah ≤ 2 .

Kadar air tidak memenuhi syarat diperkirakan tercampur oleh bahan-


bahan padat yang menetap, seperti : lempung, lumpur dan abu. Bahan-bahan ini
apabila terdapat dalam agregat dalam jumlah banyak, maka akan ada
kecenderungan penggunaan air yang banyak dalam campuran beton, sehingga
mutu beton menjadi jelek. Selain itu, bahan-bahan ini juga akan menghalangi
pengikatan antara semen dan agregat.

23
4. Pengujian Kadar Air Pasir SSD

Kadar air pasir SSD adalah keadaan dimana tidak ada air di permukaan
agregat, tetapi agregat tersebut masih mampu menyerap air. pada kondisi ini air
dalam agregat tidak akan menambah atau mengurangi air pada campuran beton.

Dari pengujian yang dilakukan diperoleh rata-rata kadar air pasir SSD
adalah 8,775%. Dengan demikian pasir ini tidak memenuhi standar karena
menurut PUBI 1982 bahwa kandungan kadar air pasir adalah ≤ 2 .

5. Pemeriksaan Pasir SSD

Saturated Surface Dry (SSD) adalah keadaan dimana permukan agregat


kering namun didalamnya masih terdapat air (Pasir dalam keadaan kering
permukaan).

Berdasarkan pengujian yang dilakukan, pasir telah mencapai keadaan


SSD (Surface Saturated Dry) dan layak untuk digunakan.

6. Pengujian Berat Jenis Pasir SSD

Berat jenis digunakan untuk menentukan volume yang diisi oleh agregat.
Berat jenis dari agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis dari beton
sehingga secara langsung menentukan banyaknya campuran agregat dalam
campuran beton. Jadi, berat jenis pasir akan mempengaruhi kekuatan beton itu
sendiri.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan berat jenis pasir SSD adalah 2,46
3
gram/cm . Berdasarkan ASTM C.128-79 syarat Bulk Specific Gravity SSD (berat
jenis pasir SSD) adalah 2,5 – 2,7. Dengan demikian pasir ini belum memenuhi
standar yang ada.

7. Pengujian Analisis Ayak Pasir Kerikil

Ayakan yang digunakan untuk menguji besar struktur agregat mempunyai


lubang bervariasi sesuai dengan standar yang digunakan. Menurut SK SNI S –
24
04 – 1989 – F, harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik,
sehingga rongganya sedikit. Mempunyai modulus kehalusan antara 1,5-3,8.
Apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan, harus masuk salah satu
daerah susunan butir menurut zone 1, 2, 3 atau 4.

Setelah melakukan analisi ayak pasir kerikil diperoleh modulus kahalusan


pasir sebesar 3,161 dengan ketentuan 1.5 – 3.8 ( ASTM C-33 : 2.3 – 3.1 ).
Dengan demikian pasir tersebut termasuk kedalam zone 2.

8. Pengujian Bobot Isi Padat Pasir

Bobot isi adalah perbandingan antara berat suatu benda berdasarkan


volume benda tersebut. Bobot isi agregat pada beton berfungsi untuk melakukan
klasifikasi perhitungan perencanaan campuran beton. Berdasarkan pengujian
3
yang dilakukan diperoleh bobot isi padat pasir adalah 1,48 gram/cm

H. Kesimpulan

1. Kadar Lumpur dan Tanah Liat Pada Pasir

Pasir uji belum memenuhi standar jika ingin digunakan untuk campuran
beton karena kadar lumpur dan tanah liat pasir uji sebesar 8,775 % sedangkan
menurut SII 0052-80, kadar lumpur dan tanah liat maksimal adalah 5%. Dengan
demikian pasir uji tersebut harus dicuci jika ingin digunakan untuk campuran
beton. Karena jika kita tetap menggunakan pasir yang mengandung lumpur
untuk membuat adonan adalah menurunnya mutu beton yang ditandai dengan
adanya retakan pada beton.

2. Kadar Zat Organik Pasir Alam

Kadar zat organik pasir percobaan sesuai dengan standar karena tidak
melebihi aturan dari warna standar (SK SNI S – 04 – 1989 – F), yakni no 3.
Dengan demikian pasir dapat digunakan sebagai bahan bangunan.

3. Kadar Air Pasir Contoh

25
Pasir uji belum memenuhi standar, karena menurut standar ASTM kadar
air maksimal pada pasir adalah 3%. Sedangkan pasir uji memiliki kadar air
14,81%. Jadi pasir uji tidak layak untuk kontruksi bangunan.

4. Kadar Air Pasir SSD

Pasir SSD yang diuji memiliki kadar air 8,775%, menurut PUBI 1982
bahwa kandungan kadar air pasir adalah ≤ 2 . Sehingga pasir tersebut belum
memenuhi standar.

5. Pemeriksaan Pasir SSD

Hasil dari percobaan pasir telah memenuhi syarat SSD dan layak untuk
digunakan.

6. Berat Jenis Pasir SSD

Berat jenis pasir belum memenuhi standar, karena berat jenis pasir SSD
adalah 2,56 gram/ml. Berdasarkan ASTM C.128-79 syarat Bulk Specific
Gravity SSD (berat jenis pasir SSD) adalah 2,5 – 2,7.

7. Analisis Ayak Pasir Kerikil

Setelah melakukan analisi ayak pasir kerikil diperoleh modulus kahalusan


pasir sebesar 3,161 dengan ketentuan 1.5 – 3.8 ( ASTM C-33 : 2.3 – 3.1 ).
Dengan demikian pasir tersebut termasuk kedalam zone 2. Termasuk modulus
halus butiran pasir yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan

8. Bobot Isi Padat Pasir

Pengujian ini bertujuan untuk mengkonversi berat pasir dari kg ke liter.


3.
Berdasarkan pasir yang kita uji, bobot isi padat pasir adalah 1,48 gram/cm

26
I. Saran-saran

1. Sebelum melakukan praktikum sebaiknya mempelajari materinya agar lebih


mengerti.

2. Mengikuti prosedur pengujian dengan baik.

3. Memaksimalkan penggunaan alat uji yang ada di laboratorium.

4. Lebih teliti dalam melakukan pengambilan data.

J. Daftar Pustaka

ASTM C33-86. Syarat mutu agregat

ASTM C. 1078-87 (Reapproved 1992) Standard Test Method for Determining the
Cement Content of Freshly Mixed Concret

PUBI 1982

SII (Standar Industri Indnesia) 0052-80. Mutu dan Cara Uji Agregat Beton

SK SNI S-04-1989-F. syarat mutu agregat untuk beton

SNI 03 – 1970 -1990. Metode pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat halus

27
KERIKIL

28
A. Judul : Pengujian Kerikil

B. Jenis Pengujian :

1. Kadar Air Pada Kerikil SSD

2. Berat Jenis Kerikil

3. Bobot Isi Kerikil

4. Analisis Ayak Kerikil

5. Daya Aus Gesek Kerikil (Uji Los Angles)

C. Alat dan Bahan yang digunakan

1. Pengujian Kadar Air Pada Kerikil SSD

a. Alat : Ember
Cawan tempat kerikil
Timbangan
Kain lap
Oven

b. Bahan : Kerikil
Air
2. Pengujian Berat Jenis Kerikil
a. Alat : Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram
Gelas ukur (tabung air)
Cetok
b. Bahan : Kerikil
Air

2. Pengujian Berat Isi Kerikil

a. Alat : Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram


Mangkuk porselen
29
Botol selei (Tabung gelas)

b. Bahan : Kerikil 250 gram


Batu Pecah
Air

3 Pengujian Analisis Ayak Kerikil

a. Alat : Ayakan standar


Timbangan
Tempat kerikil

b. Bahan : Kerikil

4. Pengujian Daya Aus Gesek Kerikil (Uji Los Angles)

a. Alat : Bejana Los Angles


Bola baja penggesek diameter 46,8 mm
Ayakan
Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
Oven

b. Bahan : Kerikil

D. Langkah Kerja

1. Pengujian Kadar Air Pada Kerikil SSD

a. Mengambil kerikil sebanyak 500 gram kemudian merendamnya selama 24 jam

b. Mengelap kerikil yang sudah direndam, kemudian menimbang sebanyak 100


gram

c. Mengoven kerikil tersebut dengan suhu ±105°C sampai berat tetap

30
d. Menimbang kerikil tersebut

e. Menghitung kadar air dengan cara

Berat kerikil SSD−Berat kerikil kering


Kadar air = x 100 %
Berat kerikil kering

2. Pengujian Berat Isi Kerikil

a. Menimbang tabung kosong

b. Menimbang tabung penuh air

c. Memasukkan kesikil sebanyak 250 gram kedalam tabung kosong kemudian diisi
dengan air hingga penuh lalu ditimbang

d. kerikil

e. Menghitung bobot isi dengan cara:

Berat air (X) = berat tabung penuh air – berat tabung kosong
Berat air (Y) = berat tabung, kerikil, air – berat botol, kerikil

Berat kerikil
Berat isi kerikil =
X−Y

3. Pengujian Analisis Ayak Kerikil

4. Mengambil kemudian menimbang kerikil kering oven (misalkan A gram)

5. Mengambil satu set ayakan (96; 38; 25; 19; 12,5; 9,6; 4,8) mm

6. Mengayak selama 10 menit

7. Menimbang sisa ayakan pada tiap-tiap ayakan

8. Menjumlahkan semua hasil timbangan

f. Menghitung % tertinggal pada tiap ayakan

31
g. Menghitung MKB

4. Pengujian Daya Aus Gesek Kerikil (Uji Los Angeles)

Menimbang kerikil kering oven

Memasukkan kerikil dan bola baja kedalam bejana kemudian ditutup rapat

Memutar bejana dengan kecepatan putara 30-33 putaran permenit

Mengeluarkan kerikil dari dalam bejana, kemudian mengayak dengan ayakan


1,7 mm.

Menimbang sisa ayakan kemudin dicuci bersih lalu dioven

Menimbang sisa ayakan yang telah dioven

Menghitung menggunakan rumus

A−B
x 100 %
A

Keterangan:

A = selisih berat sebelum diuji


B = sisa ayakan kering oven

E. Kajian Teori

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam
campuran beton atau mortar. Agregat menempati sebanyak kurang lebih 70 % dari
volume beton atau mortar. Oleh karena itu sifat-sifat agregat sangat mempengaruhi sifat-
sifat beton yang dihasilkan.

32
Syarat mutu agregat kasar menurut Syarat Mutu menurut SK SNI S – 04 – 1989 – F
adalah:

a. Butirannya tajam, kuat dan keras

b. Bersifat kekal, tidak pecah atau hancur karena pengaruh cuaca.

c. Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai berikut :
o Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 12 %

o Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %

d. Agregat kasar tidak boleh mengandung Lumpur ( bagian yang dapat melewati
ayakan 0,060 mm) lebih dari 1 %. Apabila lebih dari 1 % maka kerikil harus
dicuci.

e. Tidak boleh mengandung zat organik dan bahan alkali yang dapat merusak beton

f. Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik, sehingga rongganya
sedikit. Mempunyai modulus kehalusan antara 6 – 7,10 dan harus memenuhi
syarat sebagai berikut : a. sisa di atas ayakan 38 mm, harus 0 % dari berat b. sisa
di atas ayakan 4,8 mm, 90 % - 98 % dari berat c. Selisih antara sisa-sisa
komulatif di atas dua ayakan yang berurutan, mak 60 % dan min 10 % dari berat.

g. Tidak boleh mengandung garam.

33
1. Pengujian Kadar Air Pada Kerikil SSD

Kadar air adalah angka perbandingan antara berat air yang terkandung dalam
agregat dengan berat agregat kering yang dinyatakan dalam persentase (%). Adapun
syarat kadar air untuk pengujian kadar air untuk agregat kasar 0,5% - 2,0%.

Rumus yang dipakai untuk kadar air agregat kasar yaitu :


A−B
Kadar air = x 100 %
B

2. Pengujian Berat Jenis Pada Kerikil


Berat jenis digunakan untuk menentukan volume yang diisi oleh agregat.
Berat jenis dari agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis dari beton
sehingga secara langsung menentukan banyaknya campuran agregat dalam
campuran beton. Jadi, berat jenis pasir akan mempengaruhi kekuatan beton itu
sendiri.

3. Pengujian Berat Isi Kerikil

Berat isi agregat adalah perbandingan antara berat dengan volume yang
ditempatinya, kemudian dikonversikan kedalam satuan volume. Hal ini dapat
digunakan untuk mempermudah perhitungan campuran beton bila kita menakar
agregat dengan ukuran volume sehingga untuk mengetahui/mendapatkan berat
agregat dalam campuran beton yang dimana lebih sering digunakan dilapangan
dalam satuan volume dengan cara mengalikan volume dengan berat isinya dan
dimana berat isi yang digunakan yaitu berat isi yang telah diuji di laboraturium
sesuai dengan sampel agregat yang digunakan.

Menentukan berat isi agregat dapat dilakukan dengan keadaan lepas dan
keadaan padat. Rumus berat volume :

Berat air (X) = berat tabung penuh air – berat tabung kosong

Berat air (Y) = berat tabung, kerikil, air – berat botol, kerikil

Berat isi kerikil =

34
Dimana berat isi yang dipersyaratkan untuk agregat kasar yaitu 1,6 – 1,9

kg/ltr.

4. Pengujian Analisis Ayak Kerikil


Agregat harus mempunyai variasi butir (gradasi) yang baik, sehingga rongganya
sedikit. Mempunyai modulus kehalusan antara 6 – 7,10 dan harus memenuhi syarat
sebagai berikut :

i. sisa di atas ayakan 38 mm, harus 0 % dari berat

ii. sisa di atas ayakan 4,8 mm, 90 % - 98 % dari berat

iii. Selisih antara sisa-sisa komulatif di atas dua ayakan yang berurutan, mak 60 %
dan min 10 % dari berat.

Analisa saringan agregat adalah suatu analisis untuk mengetahui distribusi


ukuran agregat baik kasar maupun halus dengan ukuran standar (mm) dan untuk
-
menilai apakah agregat kasar atau batu pecah yang akan digunakan yaitu;

Berat benda uji tertahan (gr) = (berat saringan + benda uji) – berat saringan

Prosentase tertahan (%) = x 100 %

Prosentase komulatif (%) = prosentase komulatif sebelumnya + prosentase tertahan


Prosentase lolos (%) = 100% - porsentase komulatif

Adapun spesifikasi analisa saringan agregat kasar berdasarkan SK – SNI – T –


15 – 1990 – 03 yaitu 5.50 – 5.80 batas spesifikasi gradasi kerikil maksimum 38 mm.

5. Pengujian Daya Aus Gesek Kerikil (Uji Los Angeles)

Mesin Los Angeles adalah alat simulasi keausan dengan bentuk dan ukuran
tertentu terbuat dari pelat baja berputar dengan kecepatan tertentu. Mesin terdiri dari

35
silinder baja tertutup pada kedua sisinya dengan diameter dalam 711 mm (28 inci)
panjang dalam 508 mm (20 inci); silinder bertumpu pada dua poros pendek yang tak
menerus dan berputar pada poros mendatar; silinder berlubang untuk memasukkan
benda uji; penutup lubang terpasang rapat sehingga permukaan dalam silinder tidak
terganggu; di bagian dalam silinder terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 89

mm (3,5 inci). Penggunaan alat ini dan cara melakukan pemeriksaan ketahan agregat
terhadap pengausan diterangkan secara terperinci dalam ASTM C 13 dan AASTHO
96.

Cara menghitung daya aus gesek kerikil adalah sebagai berikut:


Keterngan:

A = Berat benda sebelum diuji

B = Berat berat benda uji tertahan saringan No.12 (1,70 mm)

Pemeriksaan ketahanan aus dilakukan dengan mesin uji aus “ LOS


ANGELES”, menurut SII 0052-80 bagian yang hancur tidak boleh lebih dari 50
%.

F. Penyajian dan Analisis Data

1. Pengujian Kadar Air Pada Kerikil SSD

Setelah melakukan percobaan diperoleh data sebagai berikut:

Kerikil SSD Kerikil SSD Oven


Kadar Air
(gram) (gram)

100−95,1
x 100% = 5,15 %
100 gram 95,1 gram 95,1

100−95,8
x 100% = 4,38 %
100 gram 95,8 gram 95,8
`
5,15+4,38
Kadar air rata-rata = =¿ 4,765%
2

36
2. Pengujian Bobot Isi Kerikil

Berdasarkan pengujian yang dilakukan diperoleh data sebagai berikut:

Berat kerikil + silinder berlubang = 31,74 kg (A1)


Berat kerikil + silinder berlubang = 31,50 kg (A2)
Berat silinder berlubang = 10,68 kg (B)
Berat isi = A - B
= 31,74 kg - 10,68 KG
= 21,06 kg
Berat isi = A - B
=31,50 kg - 10,68 kg
=20,82 kg
Rata-rata =20,94 kg

3. Pengujian Berat Jenis Pada Kerikil

Berdasarkan pengujian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:


Percobaan 1
V air = 150 ml
Massa Kerikil = 100 gram
Vair + kerikil = 192 ml
V kerikil = 192 ml - 150 ml = 42 ml
m
ρ=
v
100
= =2 ,38
42

Percobaan 2
V air = 150 ml
Massa kerikil = 100 gram
V air + kerikil = 194 ml
V kerikil = 194 ml - 150 ml = 44 ml
m
ρ=
v
100
= =2 ,27
44
Rata-rata = 2,325

37
4. Pengujian Analisi Ayak Kerikil

Berdasarkan pengujian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

Lubang Sisa ayakan (gram) Sisa ayakan (%) Sisa ayakan komulatif
ayakan (%)

I II I II I II
76,2 - - 0
50 0 0 0
38,1 0 0 0
30 0 0 0
25 0 0 0
19,0 51,3 4,92 4,92
12,5 195 18,71 23,63
9,52 642 61,58 85,21
4,76 154,2 14,79 100
2,40 - - -
1,20 - - -
0,60 - - -
0,30 - - -
0,15 - - -
jumlah 1042,5 100 213,76

Perhitungan secara analisis

o Mencari berat tertinggal, dilakukan dengan cara menimbang sisa ayakan pada
tiap lubang ayakan

o Mencari persen tertinggal


Berat Tertinggal
Berat Awal
o Mencari persen tertinggal komulatif

761,939
Modulus kehalusan kerikil adalah = 7,61939
100

5. Pengujian Daya Aus Kerikil ( Los Angelos)

Setelah melakukan pengujian didapatkan hasil senagai berikut:

Berat benda sebelum diuji = 5000 gram (A)

Berat berat benda uji tertahan saringan = 2818 gram (B)


= = 43,63 %
38
G. Pembahasan

1. Pengujian Kadar Air Pada Kerikil SSD

Kadar air agregat adalah banyaknya air yang terkandung dalam agregat. Daya
serap air agregat merupakan jumlah air yang terdapat dalam agregat dihitung dari
keadaan kering oven sampai dengan keadaan jenuh dan dinyatakan dalam %. Oleh
karena itu, perlu diuji air resapan kerikil sesuai standar ASTM C 128-88 bertujuan
untuk menentukan kadar air resapan kerikil.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan diperoleh kadar air rata-rata kerikil


adalah 4,765%. Adapun syarat kadar air untuk pengujian kadar air untuk agregat
kasar 0,5% - 2,0%. Dengan demikian karikil tersebut tidak memenuhi standar karena
lebih dari 2% (ASTM).

2. Pengujian Bobot Isi Kerikil

Berat isi adalah perbandingan antara berat benda (agregat) berbanding dengan
volume alat. Pengujian berat isi pada agregat berguna untuk mengkonversi dari satuan
berat ke satuan volume. Dalam merancang campuran beton komposisi bahan
ditentukan dalam satuan berat.

Berat isi pada agregat sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti berat
jenis, gradasi agregat, bentuk agregat, diameter maksimum agregat. Dalam SII No. 52

– 1980, berat isi untuk aggregat beton disyaratkan harus lebih dari 1.2 Kg/liter.
Setelah melakukan pengujian dapat diketahui bahwa rata-rata bobot isi kerikil

3
adalah 20,94 kg/dm . Dengan demikian kerikil tersebut tidak memenuhi standar
karena bobot isinya lebih dari 1,2 kg/liter.

39
3. Pengujian Berat Jenis Pada Kerikil

Berat jenis digunakan untuk menentukan volume yang diisi oleh agregat.
Berat jenis dari agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis dari beton
sehingga secara langsung menentukan banyaknya campuran agregat dalam
campuran beton. Jadi, berat jenis pasir akan mempengaruhi kekuatan beton itu
sendiri.

4. Pengujian Analisis Ayak Kerikil

Menurut SK SNI S – 04 – 1989 – F, kerikil harus mempunyai variasi besar


butir (gradasi) yang baik, sehingga rongganya sedikit. Mempunyai modulus kehalusan
antara 6 – 7,10 dan harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. sisa di atas ayakan 38 mm, harus 0 % dari berat

b. sisa di atas ayakan 4,8 mm, 90 % - 98 % dari berat

c. Selisih antara sisa-sisa komulatif di atas dua ayakan yang berurutan, mak 60 % dan
min 10 % dari berat.

Dari hasil praktikum analisa gradasi agregat kasar, didapatkan hasil bahwa
kerikil yang diuji masuk ke dalam zona I dan memiliki nilai modulus kehalusan
sebesar 7,61939. Dengan demikian kerikil uji belum memenuhi standar dikarenakan
modulus kehalusan butirnya melebihi 7,1.

40
5. Pengujian Daya Aus Gesek Kerikil (Los Angles)

Ketahanan agregat terhadap penghancuran (degradasi) diperiksa melalui percobaan


abrasi Los Angeles Test. Agregat mengalami aus karena cuaca, percampuran, dan gaya pada
penghampuran serta pemadatan. Oleh karena itu, diharapkan agregat harus memiliki daya
tahan yantg cukup terhadap pemecahan (crushed), penurunan mutu (degradasi), dan
penghancuran (desintegrasi). Pemeriksaan ketahanan aus dilakukan dengan mesin uji aus “
LOS ANGELES”, bagian yang hancur tidak boleh lebih dari 50 %.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan daya aus gesek kerikil uji adalah 43,63%.
Dengan demikian kerikil telah memenuhi standar karena daya aus gesek kurang dari 50%.

H. Kesimpulan

1. Kadar Air Kerikil SSD

Kadar air pada pasir adalah 4,765%. Dengan demikian karikil tersebut tidak memenuhi
standar karena lebih dari 2% (ASTM).

2. Bobot Isi Kerikil


Pengujian ini bertujuan untuk mengkonversi berat pasir dari gram ke liter. Berdasarkan
pasir yang kita uji, memiliki rata-rata bobot isi kerikil adalah 20,94kg/liter

3. Berat Jenis Kerikil


Berat jenis Kerikil belum memenuhi standar

41
4. Pengujian Analisa Ayak Kerikil

Menurut SK SNI S 04 – 1989 - F modulus kehalusan butir kerikil antara 6 – 7,10.


Kerikil uji belum memenuhi standar, karena modulus kehalusan butir kerikil uji melebihi
standar yang ditentukan yaitu 7,61939

5. Pengujian Daya Aus Gesek Kerikil (Los Angles)

Berdasarkan pengujian yang dilakukan daya aus gesek kerikil uji adalah 43,63%.
Dengan demikian kerikil telah memenuhi standar karena daya aus gesek kurang dari 50%
(SII 0052-80).

I. Saran-saran

1. Sebelum melakukan praktikum sebaiknya mempelajari materinya agar lebih mengerti.

2. Mengikuti prosedur pengujian dengan baik.

3. Memaksimalkan penggunaan alat uji yang ada di laboratorium.

4. Lebih teliti dalam melakukan pengambilan data.

J. Daftar Pustaka

ASTM C33-86. Syarat mutu agregat

ASTM C 131-01 atau AASHTO T 96-02, Standard Test Method for Resistance to Degradation
of Small-Size Coarse Aggregate by Abrasion and Impact in the Los Angeles Machine

ASTM C 535-96, Standard Test Method For Resistance to Degradation of Large Size Coarse
Aggregate by Abrasion and Impact in the Los Angeles Machine

PUBI 1982 Pasal 11

42
SII (Standar Industri Indnesia) 0052-80. Mutu dan Cara Uji Agregat Beton SK
SNI S-04-1989-F. syarat mutu agregat untuk beton

SNI 03 – 1970 -1990. Metode pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat halus

43
SEMEN

44
A. JUDUL : Pengujian Semen Portland ( PC )
B. JENIS PENGUJIAN :

1. Kehalusan Semen PC

2. Berat Jenis Semen PC

3. Konsistensi Normal Smen PC

4. Penentuan Waktu Pengikatan Semen PC

5. Kuat Tekan Semen PC

C. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

1. Pengujian Kehalusan Semen Portland ( PC2 )

a. Alat : Ayakan Standar 0.09mm dan 1.2 mm

Timbangan

Sikat Halus

Dan alat yang diperlukan lainya

b. Bahan : Semen 100 gram

45
2. Pengujian Berat Jenis Semen Portland ( PC )

a. Alat : Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram


Cawan
Gelas ukur
Corong

a. Bahan : Semen portland 100 gram


Minyak Tanah 100 ml

3. Pengujian Konsistensi Normal Semen Portland ( PC )

a. Alat :Timbangan

Gelas ukur

Mangkok

Batang pelucu

Mesin pengaduk ( Mixer )

Stop watch
Sarung tangan karet

Spatula / Pisau

Cincin vikat

b. Bahan : Semen pc 650 gram

Air bersih

4. Penentuan Waktu Pengikatan Semen Portland ( PC )

46
a. Alat :Timbangan

Cawan

Alat vikat

Mesin pengaduk ( Mixer )

Timbangan dengan ketelitian 0,01 gr

Stop watch

Sarung tangan karet

Spatula / Pisau

Cawan

Cetok

Ember

b. Bahan : Semen Secukupnya

Air Secukupnya

5. Kuat Tekan Semen PC

b. Alat
Cetakan Kubus 50 x 50 x 50 mm

Mesin pengaduk dengan kelengkapanya

Tampe(penumbuk)

Pisau pengaduk

Mesin Penekan

Gelas pengukur kapasitas 250 cc, skala 1 mili


47
Timbangan dengan ketelitian 1 gram

Cawan

Stopwatch
c. Bahan : Semen Portland

Pasir kwarsa

Air bersih

D. LANGKAH KERJA

1. Pengujian Kehalusan Semen Portland ( PC )

a. Timbanglah benda uji seberat 100 gram.

b. Tuangkan dalam susunan ayakan 1,2 mm dan 0,09 mm.

c. Goyangkan susunan ayakan tersebut dengan tangan kira-kira dengan


kecepatan 125 kali per menit.

d. Sesudah 25 kali goyangan putar 90⁰, lakukan goyangan selanjutnya selama


20 menit.

e. Ayak lagi sisa ayakan pada 0,09 mm dengan sikat selama 15 menit,
kumpulkan sisa ayakan di atas ayakan 0,09 mm dengan sikat dan timbanglah
dengan ketelitian 0,01 gram.

f. Hitunglah berapa % sisa diatas ayakan 0,09 mm tadi.

2. Pengujian Berat Jenis Semen PC

a. Masukan minyak tanah yang sudah disaring ke dalam gelas ukur sehingga
100 cc.

48
b. Timbang semen portland 100 gram

c. Masukan sebagian semen portland tadi ke dalam gelas ukur sehingga volume
minyak tanah + semen menjadi 100 cc.

d. Kocok dengan hati-hati hingga semen betul-betul larut dalam minyak tanah.

e. Jika tinggi permukaan larutan kurang dari 110 cc, tambah semen lagi hingga
permukaan larutan persis 110 cc.

f. Timbang sisa semen, andai (a gram).

g. Volume semen yang masuk minyak tanah 10 cc.

h. Berat semen yang masuk minyak tanah (100-a) gram.

i. Tentukan berat jenis semen.

3. Pengujian Konsistensi Normal Semen Portland ( PC )

A. PENCAMPURAN

a. Timbang semen (PC) 650 gram.

b. Ukur air dengan gelas ukur.

c. Letakkan pengaduk dan mangkok kering dalam posisi membaduk pada mesin
PC ngaduk.

d. Masukan semua semen kedalam mangkok.

e. Maskan semen ke dalam air.

f. Tunggu selama 30 detik agar air campuran terserap.

g. Jalankan mesin pengaduk pada kecepatan sedang (285±) putaran per menit
dan campurlah selama 1 menit.

49
B. PENCETAKAN

a. Bentuklah pasta semen tadi menjadi bola dengan kedua tangan (memakai
sarung tangan karet) dan lemparkan 6 kali dari tangan 1 ke tangan lainnya
dengan jarak ± 15 cm.

b. Tekan bola pasta denag satu telapak tangan ke dlam lobang cincin vikat yang
besar.

c. Ambil kelebihan pasta pada lobang cincin yang besar dengan sekali gerakan
tangan.

d. Letakan cincin dengan lobang yang besar ini terletak pada kaca, potonglah
kelebihan pasta pada lobang cincin yang kecil dengan sekali gerakan tepi
pisau aduk pada permukan cincin.

e. Selama pekerjaan pemotongan, dan penghalusan, hindarkan tekanan pada


pasta.

C. PENENTUAN KONSISTENSI

a. Tepatkan tengah-tengah pasta dalam cincin di bawah batang peluncur.

b. Tempelkan ujung batang peluncur pada permukaan pasta.

c. Keraskan sekrup batang peluncur.

d. Tepatkan indikator pada sekala nol..

e. Lepaskan batang peluncur selama 30 detik, lihat pada skala penurunan batang
peluncur tadi.

f. Kerjakan percobaan pasta semen dengan berbagai kadar air konsistensi


normal tercapai.

4. Pengujian Penentuan Waktu Pengikatan Semen Portland ( PC )

A. PENCAMPURAN

50
a. Timbang semen (PC) 650 gram.

b. Ukur air dengan gelas ukur.

c. Letakkan pengaduk dan mangkok kering dalam posisi mengaduk pada mesin
pengaduk.

d. Masukan semua air ke dalam mangkok.

e. Masukan semua semen kedalam air.

f. Tunggu selama 30 detik agar air campuran terserap.

g. Jalankan mesin pada kecepatan rendah(140±) 5 putaran per menit selama 30


detik.

h. Hentikan pengaduk selama 15 detik dan selam itu kumpulkan pasta semen
yang menempel pada dinding mangkok.

i. Jalankan mesin pengaduk pada kecepatan sedang (285±) 10 putaran per


menit. Dan campurlah selama 1 menit.

B. PENCETAKAN

f. Bentuklah pasta semen tadi menjadi bola dengan kedua tangan (memakai
sarung tangan karet) dan lemparkan 6 kali dari tangan 1 ke tangan lainnya
dengan jarak ± 15 cm.

g. Tekan bola pasta denag satu telapak tangan ke dlam lobang cincin vikat yang
besar.

h. Ambil kelebihan pasta pada lobang cincin yang besar dengan sekali gerakan
tangan.

i. Letakan cincin dengan lobang yang besar ini terletak pada kaca, potonglah
kelebihan pasta pada lobang cincin yang kecil dengan sekali gerakan tepi
pisau aduk pada permukan cincin.

51
j. Selama pekerjaan pemotongan, dan penghalusan, hindarkan tekanan pada
pasta.

C. PENENTUAN WAKTU PENGIKATAN

a. Segera mencetak letakkan benda uji dalam ruang lembab dan biarkan selama
30 menit.

b. Adakan pengujian penetrasi dengan jarum Vikat Ø 1mm selama 30 detik


pada setiap 15 menit.

c. Jarak antara setiap titik-titik penetrasi tidak boleh kurang dari 6,4 mm.

d. Jarak titik terdekat dengan dinding dalam cetakan tidak kurang dari 9,5mm

Not: waktu pengikatan awal tercapai bila penetrasi ≤ 25 mm.

5. Pengujian Kuat Semen

a. Mempersiapkan cetakan kubus berukuran 50x50x50 mm yaitu pada


permukaan dan dalam diolesi minyak oil dan celah cetakan dijaga jangan
sampai merembes air.

b. Menyiapkan semen portland lalu diayak.

c. Menyiapkan pasir butiran lalu diayak.

d. Menyiapkan air.

e. Mencampur 3 bahan tersebut dengan perbandingan yang pas.

f. Mengaduk sampai rata.

g. Meletakkan spesi ke dalam cetakan kubus berukuran 50x50x50 mm.

h. Menumbuk spesi agar padat.

i. Diamkan sampai spesi mengeras di dalam cetakan.


52
E. KAJIAN TEORI

Pengertian Semen

Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku : batu kapur/gamping
sebagai bahan utama dan lempung / tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil
akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang
mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Semen adalah suatu jenis bahan
yang memiliki sifat adhesif dan kohesif yang memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen
mineral menjadi satu massa yang padat. Meskipun definisi ini dapat diterapkan untuk
banyak jenis bahan, semen yang dimaksudkan untuk konstruksi beton adalah bahan jadi dan
mengeras dengan adanya air yang dinamakan semen hidraulis. Hidraulis berarti semen
bereaksi dengan air dan membentuk suatu bahan massa. Batu kapur/gamping adalah bahan
alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat
adalah bahan alam yang mengandung senyawa : Silika Oksida (SiO2), Alumunium Oksida
(Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3 ) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan
semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya,
yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai.
Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg
atau 50 kg.

1.2 Jenis-Jenis Semen

Jenis-jenis semen menurut BPS adalah :

 semen abu atau semen portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan,
dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah
dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai

53
perekat untuk memplester. Semen ini berdasarkan prosentase kandungan
penyusunannya terdiri dari 5 (lima) tipe, yaitu tipe I sd. V.

 semen putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan
digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler atau
pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.

 oil well cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan
dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas
pantai.

 mixed & fly ash cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly
ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran
batubara yang mengandung amorphous silika, aluminium oksida, besi oksida dan
oksida lainnya dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai

campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih keras.

 Semen Portland (PC)

Semen Portland adalah semen hidrolis yang terdiri dari campuran homogen antara
semen Portland dan Pozzolan halus, yang diproduksi dengan menggiling klinker semen
Portland dan Pozzolan bersama-sama atau mencampur secara rata bubuk semen Portland
dan Pozzolan atau gabungan antara menggiling dan mencampur, dimana kadar pozzolan 15
s.d 40% massa Semen Portland Pozzolan.

Semen Portland memenuhi persyaratan SNI 15-0302-2004 type IP-U. Kegunaan:

• Bangunan bertingkat (2-3 lantai)

• Konstruksi beton umum

• Konstruksi beton massa seperti pondasi plat penuh dan bendungan/dam

• Konstruksi bangunan di daerah pantai, tanah berair (rawa)


54
• Bangunan di lingkungan garam sulfat yang agresif

• Konstruksi bangunan yang memerlukan kekedapan tinggi seperti bangunan sanitasi,

bangunan perairan, dan penampungan air.

1.5.3 Sifat fisik semen

Sifat fisik dari semen adalah bahan berbutir halus yang lolos ayakan 2 µm dan
mempunyai berat jenis antara 3 sampai 3,15 gr/cm3.

1.5.4 Sifat kimia semen

Semen mengandung C3S dan C2S sebesar 70% sampai dengan 80%. Unsur- unsur
ini merupakan unsur paling dominan dalam memberikan sifat semen. C3S segera mulai
berhidrasi bila semen terkena air secara eksotermis. Berpengaruh besar terhadap pengerasan
semen terutama sebelum mencapai umur 14 hari. Membutuhkan air 24 % dari beratnya. C2S
bereaksi dengan air lebih lambat dan hanya berpengaruh terhadap pengerasan semen setelah
7 hari dan memberikan kekuatan akhir. Unsur ini membuat semen tahan terhadap serangan
kimia dan mengurangi penyusutan karena pengeringan. Membutuhkan air 21% dari
beratnya. C3A berhidrasi secara eksotermis, bereaksi secara cepat dan memberikan kekuatan
sesudah 24 jam. Membutuhkan air 40% dari beratnya. Semen yang mengandung unsur ini
lebih dari 10% kurang tahan terhadap serangan sulfat. C4AF kurang begitu besar
pengaruhnya terhadap pengerasan beton.

2.6 Jenis-Jenis Semen

Dalam pedoman beto 1989 disyaratkan bahwa semen portland untuk pembuatan beton harus
merupakan jenis-jenis yang memenuhi syarat-syarat SII 0013-81”Mutu dan uji semen” yang
klasifikasinya tertera pada tabel dibawah ini.

55
Tabel 1.4 Jenis-jenis Semen Portland

JenisSemen KarateristikUmum
Jenis I Semen portland yang digunakan
untuktujuanumum.
JenisII Semen portland ya n g
p e n g g u n a a n n ya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat dan
panashidrasisedang.
Jenis III Semen portland ya n g
p e n g g u n a a n n ya memerlukan
p e r s ya r a t a n awal ya n g tinggi
setelahpengikatanterjadi.
Jenis IV Semen p o r t l a n d ya n g dalam
p e n g g u n a a n n yam e n u n t u t panas
h i d r a s i ya n g r e n d a h

Jenis V Semen portland ya n g dala


mmenuntut
p e n g g u n a a n n ya
kuat terhadap
k e t a h a n a n ya n g

sulfat.

56
Sumber : Teknologi Beton; Kardiyono Tjokrodimulyoo. 1994

1. Pengujian Kehalusan Semen PC (Portland Cemen)

Kehalusan semen portland adalah merupakan suatu faktor penting yang dapat
mempengaruhi kecepatan reaksi antara partikel semen dengan air. Dengan
semakin halus butiran semen portland, maka reaksi hidrasi semen akan semakin
cepat, karena hidrasi dimulai dari permukaan butir.

Kecepatan reaksi antara semen dengan air sangat dipengaruhi oleh kehalusan
butiran semennya. Makin halus butiran semen, maka makin cepat semen tersebut
bereaksi. Menurut PUBI 1982 pasal 1 semen portland syarat fisika kehalusan
semen minimal 10% dari berat.

Dengan alat Bline yang didapat adalah luas permukaan spesifik butirannya.
Makin halus butiran semen, maka luas permukaan butirannya lebih besar,
sehingga butiran tersebut makin cepat bereaksi dengan air, dan mengikat agregat
lebih luas, Semen dinyatakan halus apabila dari hasil uji dengan alat Bline luas
permukaan tiap satuan berat semen min 280 m²/kg menurut PUBI 1982 pasal 1
semen portland, Sedangkan kehalusan semen menurut SNI 15-2045-1994
menggunakan alat Bline.. Semen dinyatakan halus apabila dari hasil uji dengan
2
alat Bline memberikan nilai luas permukaan spesifiknya lebih dari 280 m /kg.

Kehalusan pada semen dipengaruhi oleh proses penggilingan klinker di


pabrik dan kondisi semen itu sendiri, semen yang sudah mengeras karena
terhidrasi oleh air akan memberikan luas spesifik yang rendah, karena butiran
semen tersebut sudah saling mengikat, sehingga tidak berupa butiran yang halus
lagi.

2. Pengujian Menentukan Berat Jenis Semen

Berat jenis pada semen menurut SII 0013 – 18 berkisar antara 3,0 – 3,2
sedangkan dipasaran berkisar 3,2. Nilai ini dapat berubah tergantung kondisi
57
semennya. Jika semen tersebut pada waktu pembuatan dicampur dengan bahan
lain, seperti abu batu yang warnanya menyerupai semen atau semen tersebut
sudah ada yang mengeras maka berat jenisnya akan lebih rendah. Untuk menguji
berat jenis pada semen digunakan tabung Le Chatelier.

3. Pengujian Konsistensi Normal PC

Semen sebagai perekat hidrolis memerlukan air untuk proses hidrasi.


Banyaknya air untuk proses hidrasi sangat tergantung dari komposisi senyawa
dalam semen dan kehalusan semen. Jika air untuk proses hidrasi tersebut kurang,
maka tidak semua butiran semen akan terhidrasi, demikian pula jika air terlalu
banyak, maka kekuatan pasta semen akan menurun. untuk itulah perlu dicari
berapa kebutuhan air yang optimum sehingga proses hidrasi dapat berjalan
sempurna dan kekuatan semen dapat mencapai maksimum. Untuk mengetahui
berapa banyaknya air yang diperlukan, dilakukan pengujian konsistensi. Menurut
standar SII atau ASTM untuk uji konsistensi dilakukan dengan menggunakan alat
Vicat. Cara pengujiannya dengan mencoba – coba persentase air, sehingga
tercapai konsistensi. Konsistensi tercapai apabila jarum vicat dengan diameter 10

mm masuk ke dalam pasta semen dalam waktu 30 detik sedalam (10±1 mm).
Umumnya persentase air untuk mencapai konsistensi berkisar antara 26% – 29%.
Nilai ini tergantung dari kehalusan semen, komposisi senyawa dalam semen,
suhu udara dan kelembaban disekitarnya.

4. Pengujian Penentuan Waktu Pengikatan Awal PC

Semen setelah bercampur dengan air akan mengalami pengikatan, dan setelah
mengikat lalu mengeras. Lamanya pengikatan sangat tergantung dari komposisi
senyawa dalam semen dan suhu udara sekitarnya. Waktu pengikatan pada pasta
semen ada 2 (dua) macam, yaitu waktu ikat awal (setting time) dan waktu ikat
akhir (final setting). Waktu ikat awal adalah waktu yang dibutuhkan sejak semen
bercampur dengan air dari kondisi plastis menjadi tidak plastis, sedangkan waktu

ikat akhir adalah waktu yang dibutuhkan sejak semen bercampur dengan air dari
kondisi plastis menjadi “keras”. Yang dimaksud dengan keras pada waktu ikat
58
akhir adalah hanya bentuknya saja yang sudah kaku, tetapi pasta semen tersebut
belum boleh dibebani, baik oleh berat sendiri maupun beban dari luar. Waktu ikat
awal menurut standar SII minimum 45 menit, sedangkan waktu ikat akhir
maksimum 360 menit. Waktu ikat awal tercapai apabila masuknya jarum vicat ke
dalam sampel dalam waktu 30 detik sedalam ≤25 mm. Waktu ikat akhir tercapai
apabila pada saat jarum vicat diletakkan diatas sampel selama 30 detik, pada
permukaan sampel tidak berbekas atau tidak tercetak. Catat berapa jam waktu
ikat akhir tercapai.

Dalam pengujian waktu ikat pada semen kadang – kadang dalam waktu
kurang dari 10 menit, semen sudah mencapai waktu ikat awal, yang ditandai
dengan masuknya jarum vicat kurang dari 25 mm. Waktu ikat awal tersebut
bukanlah waktu ikat awal yang sebenarnya, tetapi waktu ikat awal palsu (false
setting). Ini terjadi karena gips alam yang terdapat dalam semen berubah menjadi
gips hemihidrat karena panas, baik panas pada waktu dicampur dengan klinker
maupun panas pada saat penyimpanan, akibatnya gips alam yang asalnya stabil
menjadi tidak stabil sehingga cepat bereaksi dengan air.

5. Pengujian Kuat Tekan PC

Pasta semen sebagai bahan perekat pada beton harus memiliki kekuatan yang
memenuhi syarat, karena untuk beton struktural, apabila kuat tekan semennya
tidak memenuhi standard, maka mutu betonnya juga tidak akan memenuhi syarat.
Kekuatan pada semen timbul karena reaksi anatara C3S dan C2S dengan air
membentuk Calsium Silikat Hidrat (C3S2H3) atau dalam semen disebut
Tobermorin, seperti terlihat pada reaksi dibawah ini :

2C3S + 6H »»» C3S2H3 + 3CH

2C2S + 4H »»» C3S2H3 + CH

Sifat dari Tobermorin adalah keras dan tidak mudah larut dalam air, sifat
inilah yang diharapkan dalam bahan perekat untuk beton. Untuk menguji kuat
tekan pada semen, dibuat sampel berbentuk kubus dengan sisi 50 mm. Pasir

59
standard harus menggunakan pasir Ottawa atau pasir silika yang kekerasannya
sama dengan pasir Ottawa, selain pasirnya harus standar juga gradasinya harus

memenuhi syarat. Ketiga bahan tersebut diaduk, lalu dicetak membentuk kubus.
Pengadukan dan pencetakan mengikuti standar SNI 15-0302-2004. Pada umur
tertentu dilakukan pengujian. Untuk semen jenis I pada umur 3 (tiga) hari harus
2
memiliki kuat tekan lebih dari 125 kg/cm , pada umur 7 (tujuh) hari harus lebih
2
dari 200 kg/cm , dan umur 28 hari harus lebih dari 250 kg/cm².

F. PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

1. Pengujian Kehalusan Semen Portland ( PC )

a. Timbangan awal semen 100 gram.

b. Sisa ayakan 1,2mm sebanyak 0,7 gram.

c. Sisa ayakan 0,09mm sebanyak 0 gram.

d. Hasil ayakan 0,09mm sebanyak 95 gram.

A
Kehalusan (F) = x 100 %
B

Keterangan : F = Kehalusan semen portland

A = Berat benda uji yang tertahan diatas masing-masing saringan 1,2mm


dan 0,09mm

B = Berat semen uji semula.


60
0,7
F= x 100 %
100

Jadi, Kehalussan semen adalah 0,7 %


2. Pengujian Berat Jenis Semen PC

a. Berat semen yang masuk ke dalam minyak tanah 22,6 gram

b. Volume semen yang masuk 10 cc = 10 cm³

Berat jenis semen= M

V
Keterangan : V = Volume semen
M = Berat semen
33 gram
= =3,3 g/cm3
Berat jenis semen 10 cm3

Jadi, Berat Jenis Semen tersebut adalah 3,3 gram/cm3

3. Pengujian Konsistensi Normal Semen Portland ( PC )

Sampel 1: 650gr PC dengan kadar air 33% menembus kedalaman 25 mm, maka dari itu
melebihi konsistensi normal.

Sampel 2: 650gr PC dengan kadar air 32% menembus kedalaman 17,5 mm, maka dari itu
melebihi konsistensi normal.

Sampel 3: 650gr PC dengan kadar air 31% menembus kedalaman 9,9 mm, maka dari itu di
terpenuhi konsistensi normal.

Sampel 4: 650gr PC dengan kadar air 30% menembus kedalaman 7,3 mm, maka dari itu
konsistensi menuju ke batas normal.

61
62
4. Pemeriksaan Pengikatan Awal Semen Portland ( PC )

Data Pengujian Waktu Pengikatan Semen Portland

Waktu (menit) Penetrasi Benda Uji


(mm)
1. 15 Menyentuh Dasar

2. 30 38,5

3. 45 27

4. 60 24

5. 75 18,5

6. 90 8,5

5. Pengujian Kuat Tekan semen

2
Kekuatan tekan beton (Bm) = (kg/cm )

P = beban maksimum

A = luas penampang bidang tekan

1. Berat = 262 gram


Dimensi (pxlxt) = (5,1 x 4,9 x 5,0) cm
Beban maksimal = 8,742 KN = 874,2 Kg
Bm = 874,2 Kg = 34,982 kg/cm²

(5,1 x 4,9)cm

2. Berat = 256 gram


Dimensi (pxlxt) = (4,9 x 4,9x 5,0) cm

63
Beban maksimal = 6,03 KN = 603 Kg
Bm = 603 Kg =25,115 kg/cm²

(4,9 x 4,9)cm

3. Berat = 257 gram


Dimensi (pxlxt) = (5,0 x 5,0 x 4,9) cm
Beban maksimal = 2,078 KN = 207,8 Kg
Bm = 207,8 Kg = 8,312 kg/cm²

(5,0 x 5,0)cm
Kuat tekan rata rata dari tiga sample pengujian adalah 22.803 kg/cm²

G. PEMBAHASAN

1. Pengujian Kehalusan Semen Portland ( PC )

Berdasarkan hasil pengujian kehalusan semen yang tertahan saringan no.1.2

mm dan No.0.09 adalah 1.7% dari data tersebut memenuhi syarat PUBI 1982 sisa
ayakan di atas 0,09 mm maksimal adalah 10 % . maka semen tersebut dapat
digunakan.

Kehalusan semen portland adalah merupakan suatu faktor penting yang dapat
mempengaruhi kecepatan reaksi antara partikel semen dengan air. Dengan semakin
halus butiran semen portland, maka reaksi hidrasi semen akan semakin cepat, karena
hidrasi dimulai dari permukaan butir.

2. Pengujian Berat Jenis Semen Portland ( PC )

Dari data hasil praktikum telah diperoleh berat jenis rata-rata sebesar 3,3
gr/cm³. Dapat disimpulkan bahwa semen belum memenuhi standar yang telah

64
ditentukan. Standar yang ditentukan menurut SII 0013 – 18 berkisar antara 3,0 – 3,2.
Sehingga semen tersebut kurang baik jika digunakan sebagai bahan bangunan.

3. Pengujian Konsistensi Normal Semen Portland ( PC )

Konsistensi normal semen portland adalah suatu kondisi standart yang


menunjukan kebasahan pasta. Konsistensi dinyatakan dengan banyaknya air yang
dibutuhkan suatu pasta semen dalam kondisi plastis . Berdasarkan hasil pengujian
konsistensi noramal semen tersebut konsistensi normal yang di dapat pada saat

penurunan 9,9 mm adalah dengan menggunakan air sebanyak 31% maka telah
memenuhi syarat yang telah ditentukan dengan jarum vicat dengan diameter 10 mm
masuk ke dalam pasta semen dalam waktu 30 detik sedalam (10±1 mm).

4. Pengujian Pengikatan Awal Semen Portland ( PC )

Pengujian Semen Portland yang telah dilakukan mencapai waktu ikatan awal
pertama 15 menit dengan masuknya jarum vicat ke dalam sampel 39 mm dan waktu
awal ikat ketujuh 105 menit dengan masuknya jarum vicat ke dalam sampel 23 mm.
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa jarum vikat berdiameter 1 mm
menembus ≤ 25 mm membutuhkan waktu 100 menit.

Menurut standar SII pengikatan awal semen portland minimum 45 menit,


sedangkan waktu ikat akhir maksimum 360 menit. Waktu ikat awal tercapai apabila
masuknya jarum vicat ke dalam sampel dalam waktu 30 detik sedalam ≤25 mm.
Maka dapat disimpulkan bahwa semen tersebut telah memenuhi syarat yang telah
ditentukan sehingga semen dapat digunakan sebagai bahan bangunan.

5. Pengujian Kuat Tekan Semen Portland ( PC )

Kekuatan tekan mortal adalah beban tiap satuan luas permukaan yang
menyebabkan mortar hancur. Kekuatan tekan mortar ini diperoleh dari benda uji

65
berbentuk kubus dengan ukuran 50 x 50 x 50 mm, yang terbuat dengan menggunakan
contoh semen dan mencampurnya dengan pasir silica seragam dan air dalam
perbandingan – perbandingan tertentu.

Dari hasil pengujian kuat tekan semen, Kuat tekan pada umur 28 hari
mendapatkan rata-rata 22,803 kg/cm², dari data tersebut dapat disimpulkan kuat tekan
tersebut tidak memenuhi standar SNI 15-0302-2004 yang telah ditentukan pada umur
28 hari memiliki kuat tekan minimum 250 kg/cm².

H. Kesimpulan

Pengujian Kehalusan Semen Portland ( PC )

Berdasarkan pengujian semen dapat disimpulkan bahwa kehalusan semen


yang tertahan saringan no.1.2 mm dan No.0.09 adalah 1.7% dari data tersebut
kehalusan semen telah memenuhi syarat ditentukan sehingga semen tersebut dapat
digunakan sebagai bahan bangunan.

1. Pengujian Berat Jenis Semen Portland ( PC)

Berdasarkan praktikum semen telah diperoleh berat jenis rata-rata sebesar 3,3
gr/cm³. Dapat disimpulkan bahwa semen belum memenuhi standar yang telah
ditentukan. Standar yang ditentukan menurut SII 0013 – 18 berkisar antara 3,0 – 3,2
sedangkan dipasaran berkisar 3,2. Sehingga semen tersebut tidak dapat digunakan
sebagai bahan bangunan.

Berat jenis semen yang diuji kurang dari standar, hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu:

1. Telah mengalami pelepasan panas

66
2. Semen terlalu lama disimpan

3. Bahwa ukuran semen telah mengalami perubahan berat jenis semen diuji
dengan cara yang sama.

4. Pengujian hanya dilakukan satu kali.

2. Pengujian Konsistensi Normal Semen Portland ( PC)

Berdasarkan hasil pengujian konsistensi normal semen dapat di simpulkan


bahwa dengan menggunakan kadar air 31% maka akan mendapatakan batang
meluncur sedalam 9,9 mm dan telah memenuhi syarat yang ditentukan. Sehingga
semen dapat digunakan sebagai bahan bangunan.

3. Pengujian Pengikatan Awal Semen Portland ( PC )

Berdasarkan pengujian pengikatan awal semen didapatkan hasil penetrasi


sedalam 25 mm dengan waktu yang dibutuhkan 100 menit. Dan semen tersebut
telah memenuhi standar yang telah ditentukan, sehingga semen dapat digunakan
sebagai bahan bangunan.

4. Pengujian Kuat Tekan Semen Portland ( PC )

Setelah beton berukuran 50 mm x 50 mm x 50 mm didiamkan selama 28 hari


didalam air dilakukan sebuah pengujian, dalam pengujian tersebut mendapatkan
kuat tekan beton rata rata kuat tekan sebesar 22,803 kg/cm², dapat disimpulkan kuat
tekan tersebut kurang memenuhi standar SNI 15-0302-2004 yang telah ditentukan

67
pada umur 28 hari memiliki kuat tekan minimum 250 kg/cm². Sehingga semen tidak
baik jika digunakan sebagai bahan bangunan.

I. Saran-saran

 Sebelum melakukan pengujian sebaiknya mempelajari materi- materi yang akan


diujikan sehingga dalam proses pengujian dapat berjalan dengan lancar.

 Mengikuti peraturan yang ada sehingga kesalahan dalam pengujian dapat ditekan
sekecil mungkin.

 Memaksimalkan penggunaan alat uji yang ada di laboratorium.

 Teliti dalam mengambil data sehingga tidak mengulangi praktikum.

J. Daftar Pustaka

PUBI 1982 pasal 1(Semen Portland).

SNI 15-0302-2004. Semen portland pozolan

SII 0013 – 18

SNI 15-2045-1994

SII 0013-81”Mutu dan uji semen”

68
BATU BATA

69
A. Judul : Pengujian Batu Bata

B. Jenis Pengujian :

1. Pengujian Visual Batu Bata

2. Pengujian Kadar Garam Batu Bata

3. Pengujian Pemeriksaan Kadar Air Pada Batu Bata

4. Pengujian Pemeriksaan Bobot Isi/Penyerapan Air Pada Batu Bata

5. Pengujian Kuat Desak Batu Bata

C. Alat dan Bahan yang digunakan

1. Pengujian Visual Batu Bata

a. Alat : Meteran

Siku rangka

Kapur tulis

b. Bahan : 3 (tiga) Batu Bata

2. Pengujian Kadar Garam Batu Bata a.


Alat : Sikat

b. Bahan : Batu Bata


Aquades

70
3. Pengujian Pemeriksaan Kadar Air Pada Batu Bata

a. Alat : Timbangan

b. Bahan : Batu Bata 3 buah

4. Pengujian Pemeriksaan Bobot Isi/Penyerapan Air Pada Batu Bata

a. Alat : Timbangan dengan ketelitian 1 gram

Oven

Exsikator
Bak air (Bejana)

b. Bahan : Batu Bata 10 buah

5. Pengujian Kuat Desak Batu Bata

a. Alat : Timbangan

b. Bahan : Batu bata dari tanah liat Pasir

Semen portland Air

71
D. Langkah Kerja

1. Pengujian Visual Batu Bata

a. Membersihkan 10 batu bata dengan sikat baja hingga bersih dari bekas sekam
terbakar dan kotoran lainnya

b. Mengukur panjang, lebar, dan tebal batu bata, tiap bidang masing – masing 2x
pengukuran.

c. Menimbang satu persatu batu bata tersebut.

d. Mengamati sudut, warna, dan permukaan tiap batu bata.

e. Membuat laporan sementara dan laporan resmi dari penguji

2. Pengujian Kadar Garam Batu Bata

a. Mengambil dan membersihkan permukaan batu bata dengan sikat

b. Menempatkan batu bata pada waskom secara vertikal

3
c. Menuangkan aquades sebanyak 250 cm kedalam waskom

d. Membiarkan sampai 2-3 hari

e. Memeriksa permukaan batu bata

f. Menghitung berapa % bintik – bintik putih yang ada terhadap luas permukaan
g. Batu bata cukup baik bila bintik – bintik putih kurang dari 50 % luasnya di banding
luas permukaan

3. Pengujian Pemeriksaan Kadar Air Pada Batu Bata

72
a. Menimbang benda uji dengan ketelitian 1 gram, misal = A

b. Memanaskan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 120 derajad celcius

c. Menimbang lagi beratnya misalnya = B

4. Pengujian Pemeriksaan Bobot Isi/ Penyerapan Air Pada Batu Bata

a. Membersihkan batu bata

b. Mengoven batu bata pada suhu 120°C selama 2 jam

c. Menimbang beratnya sesudah didinginkan, misalnya = A

d. Merendam batu bata dalam bejana selama 24 jam

e. Mengelap permukaan batu bata kemudian menimbangnya, misal beratnya = B

f. Menimbang batu bata dalam air misal beratnya = C

5. Pengujian Kuat Desak Batu Bata

a. Memotong batu bata menjadi 2 bagian

b. Merendam batu bata tersebut kedalam air selama 24 jam

c. Mengayak pasir dengan ayakan standar 0,60 mm – 0,30 mm

d. Mengayak semen dengan ayakan 0,09 mm dan menimbannya sebanyak 300 gram

73
e. Membuat pasta semen dengan perbandingan berat semen : pasir = 1 : 3 dengan f.a.s =
0,8 – 0,9

f. Menyusun bata yang sudah dipotong dan direndam tadi dalam cetakan, dengan
penyekat 6 mm dipasang seperti pada gambar 1 cetakan untuk 3 benda uji

g. Mengambil satu penyekat, lalu isikan pasta semen pada ruangan tempat tadi hingga
pesat

h. Mengulangi langkah ke 7, hingga semua penyekat terambil dan tempatnya terisi pasta
semen

i. Mendiamkan benda uji tersebut dalam ruangan lembab selama + 24 jam

j. Membuka cetakan dengan hati-hati dan rendam dalam air bersih selama – 24 jam

k. Mengangkat benda uji tersebut dan membersihkan air yang menempel dengan lap

l. Ujilah kuat desaknya

2
P = beban F =Luas permukaan batu bata

E. Kajian Teori

1. Pengujian Visual Batu Bata

Batu bata adalah material yang terbuat dari tanah liat yang dicetak sampai berbentuk
persegi panjang. Pengujian ukuran berdasarkan panjang, lebar, tebal dan berat Ukuran
bata merah yang sesuai dengan standar ada 2 (dua) macam.

a. Bata merah : panjang 240 mm, lebar 115 mm, tebal 52 mm

74
b. Bata merah : panjang 230 mm, lebar 110 mm, tebal 50 mm.
Penyimpangan maksimum yang diperbolehkan sebesar:

Panjang maksimum 3%

Lebar maksimum 4%

Tebal maksimum 5%

Tetapi antara bata ukuran terbesar dan terkecil selisih maksimum yang diperbolehkan
ialah untuk panjang 10 mm, lebar 5 mm, tebal 4 mm. Jumlah penyimpangan tiap mutu
bata sebesar :

1) Bata merah tingkat I : tidak ada yang menyimpang.

2) Bata merah tingkat II : satu buah dari sepuluh benda uji.

3) Bata merah tingkat III : dua buah dari sepuluh benda uji.

i. Uji warna dan penampang bata

Untuk pengujian warna dan retak-retak dengan mengambil warna dan permukaan bata
serta keretakan yang terdapat pada penampang potongan bata. Warna dinyatakan dengan
merah tua, merah muda, kekuning-kuningan, kemerah-merahan, keabu-abuan, dans
sebagainya. Warna pada belahan merata atau tidak, mengandung butir-butir kasar atau
tidak, serta rongga-rongga di dalamnya.

ii. Uji bentuk

Untuk pengujian tampak luar dinyatakan dengan bidang-bidangnya rata atau

tidak rata, menunjukkan retak-retak atau tidak, rusuk-rusuknya siku dan tajam atau tidak,
rapuh atau tidak. Untuk mengetahui hal tersebut di atas, digunakan alat penyiku yang
pada akhirnya disimpulkan bentuk yang tidak sempurna ada berapa

75
% dari jumlah yang diperiksa.

2. Pengujian kadar garam batu bata

Pelapukan akibat garam-garam yang larut akan mengakibatkan ikatan yang tidak baik
antara bata dan adukan, juga daya tahan yang rendah bagi tembok bata, sehingga akan
membahayakan bagi kontruksi tembok penahan beban. Disamping itu pelapukan akan
mengakibatkan ikatan yang buruk antara plesteran dan tembok dibelakangnya.

Telah diketahui bahwa ikatan tarik antara adukan dan bata adalah rendah, maka untuk
mencegah terjadinya kehancuran, pelapukan akibat adanya garam-garam yang larut
dalam bata harus dibatasi hanya sampai 50% (menurut PUBI pasal 27 bata merah pejal)
untuk setiap permukaan dari bata yaitu berupa suatu lapisan tipis berwarna putih. Karena
garam putih bersifat rapuh, sehingga mengakibatkan batu bata terkikis akibat adanya
garam-garam teersebut dan tampak jelas pada permukaan bata yang tidak diplester.

Tidak membahayakan:
Bila kurang dari 50% permukaan batu bata tertutup oleh lapisan tipis berwarna putih,
karena pengkristalan garam-garam dapat larut.

Ada kemungkinan membahayakan:

Apabila 50% atau lebih permukaan batu bata tertutup oleh lapian putih yang agak tebal
karena pengkristalan garam-garam yang dapat larut, tetapi bagian-bagian dari permukaan
batu bata tidak menjadi bubuk atau lepes.

Membahayakan:

Bila lebih dari 50% permukaan batu bata tertutup oleh lapisan putih yang tebal karena
pengkristalan garam-garam dan permukaan batu bata menjadi bubuk atau lepes.

3. Pengujian Pemeriksaan Kadar Air Pada Batu Bata


76
Pengujian ini dilakukan dengan cara bata diambil acak dalam keadaan kering mutlak
kemudian ditimbang lalu dipanaskan menggunakan oven bersuhu 120º C selama 1 hari.
Maka persentase kadar air dalam bata yaitu berat bata dikurangi berat bata setelah dioven
dan dibagi berat bata yang sudah dioven dikali 100%. Bata merah atau batu bata diangap
baik menurut SNI jika penyerapan airnya kurang dari 5%

4. Pengujian bobot isi atau penyerapan air pada batu bata

Penyerapan (absorbtion) adalah kemampuan maksimum batu bata untuk menyimpan


atau menyerap air atau lebih dikenal dengan batu bata yang jenuh air. Standar penyerapan
(absorbtion) batu bata yang disyaratkan oleh ASTM C 67-03 adalah masing-masing
maksimum 13 % dan 17 %. Persamaan yang digunakan dalam menghitung penyerapan
(absorbtion) batu bata adalah :

Gambar : Grafik rata-rata daya serap batu bata setelah pembakaran.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai daya serap air mengalami penurunan pada
setiap kadar dan hari pembakarannya. Nilai daya serap air yang dihasilkan pada setiap
sampel lebih kecil dari 20% yang berarti telah memenuhi ketentuan SNI No. 0553-1989.

77
Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar kadar ISS 2500 batu bata maka semakin
kecil nilai daya serap air yang dihasilkan. Selain itu, semakin lama waktu pembakaran
batu bata maka semakin kecil nilai daya serap airnya.

5. Pengujian kuat desak batu bata

Kuat Tekan pasangan batu bata adalah kemampuan maksimum dari pekerjaan
pasangan batu bata dengan mortar. Standar prosedur percobaan kuat tekan pasangan
batu bata yang disyaratkan oleh ASTM C 1314-03, adalah sebagai berikut :

2
kg/cm

Dalam pengujian kuat tekan ini ASTM C 1314 memberikan faktor koreksi sesuai
dengan dimensi benda uji yang terlihat pada Tabel 4.1 :

Tabel 2.2. Faktor Koreksi Kuat Tekan Batu Bata


hp/tp 1,3 1,5 2,0 2,5 3,0 4,0 5,0

Faktor Koreksi 0,75 0,86 1 1,04 1,07 1,15 1,22

Kualitas batu bata merah dapat dibagi atas tiga tingkatan dalam hal kuat tekan dan
penyimpangan ukuran menurut SNI-10, 1987:6, yaitu :

a. Batu bata merah mutu tingkat I dengan kuat tekan rata-rata lebih besar dari
100 kg/cm2 dan ukurannya tidak ada yang menyimpang.

78
b. Batu bata merah mutu tingkat II dengan kuat tekan rata-rata antara 100 kg/cm2
sampai 80 kg/cm2 dan ukurannya yang menyimpang satu buah dari sepuluh benda
percobaan.

c. Batu bata merah mutu tingkat III dengan kuat tekan rata-rata antara 80 kg/cm2
sampai 60 kg/cm2 dan ukurannya menyimpang dua buah dari sepuluh benda
percobaan.

F. Penyajian dan Analisis data

1. Pengujian Visual Batu Bata

Berdasarkan pengujian yang dilakukan diperoleh data sebagai berikut:


Batu P L T (cm) Berat Warna Suara Sudut Permukaan Kesimpulan
bata (gram)
(cm) (cm)

1.1 22.56 10,335 4,12


Kurang
1653,7 Gelap Tidak siku Melengkung Kurang Baik
nyaring
1.2 22,56 10,39 4,13

2.1 22,59 10,38 3,91


Kurang
1670,2 Gelap Tidak siku Melengkung Kurang Baik
nyaring
2.2 22,66 10,295 3,89

3.1 22,225 10,225 3,94


1580,5 Terang Nyaring Siku Melengkung Cukup Baik
3.2 22,21 10,36 4,07

2. Pengujian Kadar Garam Batu Bata

Berdasarkann pengamatan hasil pengujian 3 buah batu bata yang telah


dilakukan diperoleh hasil bahwa permukaan rata-rata batu bata terdapat bintik putih
dengan presentase kurang dari 50%, yang menandakan bahwa batau bata tersebut
baik untuk digunakan.

79
3. Pengujian Pemeriksaan Kadar Air Pada Batu Bata

Setelah melakukan pengujian diperoleh data sebagai berikut:

Batu A (gram) B (gram) Sisa (A-B) Kadar air


bata

1 199 174,4 24,6 (24,6:174,4) x 100% = 14,12%

2 222 196,5 25,5 (25,5:196,5) x 100 % = 12,98%

3 245 218,9 26,1 (26,1:218,9) x 100% = 11,92%

14,12% +12,98 %+11,92 %


Rata rata = 13,01%
3

4. Pengujian Pemeriksaan Bobot Isi/Penyerapan Air Pada Batu Bata Setelah


melakukan pengujian diperoleh hasil sebagai berikut

No A (kg) B (kg) C (kg) Bobot isi Penyerapan air


kg/dm3 (%)

1 0,24 0,30 0,15 1,6 25%

2 0,18 0,22 0,11 1,64 22%

3 0,25 0,30 0,15 1,67 20%

80
1,6+1,64+1,67
Rata rata bobot isi = = 1,64
3
25 %+22 %+ 20 %
Rata rata penyerapan air = = 22,33%
3

5. Pengujian Kuat Desak Batu Bata

No P (cm) L (cm) T (cm) Massa (kg) Kuat desak (KN)

1 11,07 10,335 11,32 2,74 78

2 10,86 10,36 22,17 2,658 86

78+86
Rata rata kuat desak = = 82
2

G. Pembahasan
A. Pembahasan

1. Pengujian visual batu bata

Berdasarkan data tersebut menganai panjang, lebar, dan tinggi batu-bata


termasuk kategori baik karena penyimpangan yang didapatkan relatif kecil.

Hasil pengujiaan warna batu bata, diperoleh 2 buah batu-bata yang memiliki
warna Merah tua, 1 Merah muda dari 3 contoh bata yang diuji. Jadi dapat
disimpulkan bahwa batu bata didominasi dengan warna Merah tua dimana hal itu
menandakan batu bata telah matang dengan sempurna. Sehingga baik digunakan
sebagai bahan material bangunan.

81
Hasil pengujian suara batu bata, diperoleh batu-bata bersuara nyaring ada 2
buah dan tidak bersuara nyaring ada 1 buah. Maka bata tersebut kurang baik untuk
digunakan.

Hasil pengujian kesikuan batu bata, diperoleh batu-bata siku ada 1 buah dan
bata tidak siku ada 2 buah. Karena bata yang tidak siku ada setengah dari seluruh
bata maka bata tersebut kurang baik jika digunakan untuk pasangan batu bata.

Pengujian kadar garam batu bata

Hasil pengamatan pengujian batu bata yang telah dilakukan bahwa dari 3 buah
batu bata yang telah diuji menghasilkan kadar garam di bawah 50% .
Berdasarakan PUBI 1982 pasal 27 Bata merah pejal mengatakan bahwa
presentase kadar garam tidak boleh lebih dari 50%. Dari data tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa batu bata tersebut sudah memenuhi syarat yang telah
ditentukan sehingga baik digunakan untuk bahan bangunan.

3. Pengujian pemeriksaan kadar air pada batu bata

Berdasarkan hasil pengujian pada 3 buah batu bata, rata-rata kadar air batu
bata tersebut yang telah diuji mendapatkan persentase 13,01 %. Hal tersebut tidak
sesuai dengan SNI karena lebih dari 5%, maka batu bata tersebut kurang baik
digunakan untuk membangun sebuah bangunan.

4. Pengujian bobot isi atau penyerapan air pada batu bata

82
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, rata-rata bobot isi pada batu bata
adalah 1,64 Kg/dm³. Sedangkan penyerapan air pada batu bata adalah 22, 33%.
Hal ini tidak sesuai dengan SNI No. 0553-1989 karena penyerapan air lebih dari
20%. Penyerapan air yang terlalu banyak akan mengakibatkan dinding basah
sehingga dapat menimbulkan seperti jamur pada dinding yang telah di aci. Maka
dapat disimpulkan bata tersebut tidak baik untuk digunakan sebagai bahan
bangunan.

5. Pengujian kuat desak batu bata

Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan batu bata, diperoleh kuat tekan rata-
2
rata 82 kg/cm Sehingga dapat disimpulkan bahwa benda uji tersebut belum
memenuhi syarat sebagai bahan bangunan karena tidak sesuai dengan ketentuan
mutu SNI-10, 1987 batu bata kelas III yaitu 60-80 kg/cm.

H. Kesimpulan

1. Pengujian visual batu bata

Berdasarkan hasil pengujian visual batu-bata dari pengukuran, warna, suara,


sudut, berat, dan permukaan, dapat disimpulkan bahwa batu-bata yang telah diuji
tersebut memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam hal pengukuran panjang,
lebar, tinggi, warna dan suara batu bata, tetapi pada pengujian sudut, dan
permukaan kurang memenuhi syarat yang telah ditentukan sebagai bahan
bangunan.

Dari hasil data-data pengukuran tersebut dapat disimpulkan keseluruhanya


bahwa batu- bata ini dapat digunakan untuk bahan bangunan karena presentase
kecocokan dengan syarat syarat yang telah ditentukan banyak yang memenuhi.

83
2. Pengujian kadar garam batu bata

Berdasarkan hasil pengamatan kadar garam batu-bata tersebut yang


didapatkan di bawah dari syarat yang telah ditentukan yakni dibawah 50% oleh
karena itu batu bata tersebut tidak membahayakan terhadap kekuatan kontruksi
dan dapat digunakan sebagai bahan bangunan.

3. Pengujian pemeriksaan kadar air pada batu bata

Berdasarkan pengujian pada batu bata, rata-rata kadar air batu bata yang telah

diujikan adalah 13,01 %. .Dapat disimpulkan bahwa pengujian yang telah


dilakukan tersebut tidak sesuai dengan syarat yang telah ditentukan karena
melebihi kelebihan 5%. Sehingga batu bata tersebut tidak dapat digunakan sebagai
bahan bangunan.

4. Pengujian bobot isi atau penyerapan air pada batu bata

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, rata-rata bobot isi pada batu bata
adalah 1,64 Kg/dm³.. Sedangkan penyerapan air pada batu bata adalah 22,33%.
Dapat disimpulkan bahwa batu bata yang diuji tidak sesuai dengan SNI No. 0553-

1989 karena penyerapan air lebih dari 20%. Maka dapat disimpulkan bahwa batu-
bata tersebut tidak dapat digunakan sebagai bahan bangunan.

5. Pengujian kuat desak/tekan batu bata

Berdasarkan pengujian kuat desak batu bata, maka dapat disimpulkan bahwa
batu bata yang diuji belum memenuhi syarat, karena rata-rata yang diperoleh
2
hanya 82 kg/cm . Sedangkan menurut SNI bata jenis III harus memiliki kuat
desak antara 60-80 Kg/cm². Sehingga batu-bata tersebut tidak dapat digunakan
sebagai bahan bangunan.

84
I. Saran

 Sebaiknya dari pihak jurusan sudah menentukan batu-bata yang akan di


ujikan karena dari hasil pengujian kami terdapat 2 jenis bata yang digunakan
untuk pengujian bahan, sehingga tidak dapat ditarik kesimpulan
keseluruhanya karena terdapat perbedaan bahan yang diujikan.

 Dari jurusan memberikan referensi yang pasti mengenai syarat yang


digunakan untuk pengujian bahan.

J. Daftar Pustaka

PUBI 1982 Batu Bata pejal

SII (Standar Industri Indnesia ) -0021-78 Mutu dan cara uji batu bata merah pejal.
SNI No. 0553-1989

SNI-10, 1987:6
ASTM C 1314-
03 ASTM C 67-
03

85
GENTING

86
A. Judul : Pengujian Genting

B. Jenis Pengujian :

1. Pemeriksaan Genting

2. Pemeriksaan Peresapan Air Pada Genting

3. Pemeriksaan Kadar Air Pada Genting

4. Pemeriksaan Bobot Isi Pada Genting


5. Pengujian Kuat Lentur Genting
6. Pengujian Lebar Berguna Genting

C. Alat dan Bahan :

1. Pengujian Pemeriksaan Genting

a. Alat : Meteran / penggaris


Timbangan
Alat pemukul
Siku rangka
Sikat baja

b. Bahan : 3 buah genting

2. Pengujian Pemeriksaan Peresapan Air Pada Genting

a. Alat : Bejana yang panjang 20 cm, lebar 12,5 cm, tinggi 10 cm

Perekat rapat air (lilin + damar)


Kompor untuk memanaskan lilin + damar

87
b. Bahan : Genting dari tanah liat
Air
Lilin

3. Pengujian Pemeriksaan Kadar Air Pada Genting.

a. Alat : Timbangan
Exsikator
Oven
Bejana
b. Bahan : 3 (tiga) buah genting

4. Pengujian Pemeriksaan Bobot Isi/Penyerapan Air Pada Genting

a. Alat : Timbangan dengan ketelitian 1 gram


Oven
Exsikator
Bak air

b. Bahan : 3 buah genting

5. Pengujian Pemeriksaan Kuat Lentur Genting


a. Alat : Timbangan
Jangka Sorong
b. Bahan : Genting

6. Pengujian Lebar Berguna Genting


a. Alat : Meteran
Usuk
Reng
b. Bahan : Genting

88
D. Langkah Kerja

1. Pengujian Pemeriksaan
Genting Pemeriksaan
pandangan luar dan berat

 Pandangan luar:

a. Permukaan genting rata tidak lekak lekuk

b. Retak retak atau tidak

c. Sudut siku atau tidak

d. Bunyi nyaring atau tidak, bila dipukul

e. Ukur panjang, lebar, tebal tiap buah genting dan kaitnya

f. Susunlah genting di-atas atap (contoh model), rapi dan berukuran sama

 Berat

Dari 10 genting tersebut lalu ditimbang dan hasil beratnya masing-masing


dijumlahkan dan dibagi rata-rata, maka itulah hasilnya

 Dari pemeriksaan A dan B dimasukkan dalam tabel

 Membuat hasil kesimpulan pengujian kemudian dibandingkan dengan standart


Industri (SNI)

2. Pengujian Pemeriksaan Peresapan Air Pada Genting

a. Merekatkan bejana dengan permukaan genting dengan lilin dan damar agar kedap
air

89
b. Mengisi bejana denngan air setinggi 5 cm, kemudian dibiarkan selama 2 jam

c. Setelah 2 jam, periksa apakah ada tetesan/rembesan air, kemudian mencatat


hasilnya
3. Pengujian Pemeriksaan Kadar Air pada Genting

a. Menimbang benda uji, misal = A

b. Mengoven dengan suhu 120 derajad celcius

c. Menimbang lagi beratnya, misal B

d. Menghitung kadar air

4. Pengujian Pemeriksaan Bobot Isi/Penyerapan Air Pada Genting

a. Membersihkan genting dari kotoran

b. Mengoven pada suhu 120°C selama 2 jam

c. Menimbang genting sesudah didinginkan, misalnya = A

d. Merendam genting selama 24 jam

e. Genting kemudian diseka dari air (di-lap) dan ditimbang misal beratnya = B

f. Genting tersebut ditimbang dalam air misal beratnya = C

5. Pengujian Lentur Genting


a. Genteng dibasahi

b. 1 Pc : 3 Ps diaduk dengan air dan sesudah jadi perekat digunakan untuk dicetak
pada genteng

90
c. Cetak perekat pada genteng sesuai dengan cetakan dengan jarak tumpuan 18 cm

d. Biarkan selama 24 Jam

e. Tekan pada mesin tekan

f. Ukur tebal penampang patah dengan jangka sorong

6. Pengujian Lebar Berguna Genting


a. Siapkan Genteng

b. Susun Genteng pada reng dan usuk yang telah disiapkan

c. Lalu ukur panjang dan lebarnya

E. Kajian Teori Pengertian Genting

1. Pengujian Pemeriksaan Genting


Genting merupakan salah satu bahan dasar dalam membuat atap rumah atau
bangunan yang terbuat dari tanah liat dengan atau tanpa dicampur bahan lain dan
dibakar dengan suhu tinggi.

Pengujian pemeriksaan genting meliputi pemeriksaan ukuran, visual, dan


berat.

Genting keramik diklasifikasikan berdasarkan ukurannya seperti pada tabel berikut


ini:

2
Jenis Panjang Minimum Jumlah/m maks. buah

Kecil 275 24

Sedang 300 21

Besar 400 14

91
Ketetapan ukuran genting keramik untuk semua mutu harus memenuhi ukuran
seperti pada tabel berikut ini:

Jenis Genting
Nama Ukuran
Kecil Sedang Besar

Panjang berguna (jarak reng minimal) 200 mm 250 mm 300 mm

Lebar Berguna (minimal) 200 mm 200 mm 200 mm

Jarak penutup memanjang (minimal) 40 mm 40 mm 60 mm

Jarak penutup melintang (minimal) 40 mm 40 mm 40 mm

Kaitan minimum
Panjang 30 mm 30 mm 30 mm
Lebar 10 mm 10 mm 10 mm
Tinggi 10 mm 10 mm 10 mm

Penyimpangan bentuk genteng rata-rata maksimum adalah 3%

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 0099 : 2007, sifat tampak genting
harus memiliki permukaan atas yang mulus , tidak terdapat retak, atau cacat lain
yang mempengaruhi sifat pemakaiannya.

2. Pengujian Pemeriksaan Peresapan Air Pada Genting

Pada pemeriksaan peresapan air pada genteng tidak boleh ada tetesan air dari
permukaan bawah genteng selama 2 jam.

3. Pengujian Pemeriksaan Kadar Air pada Genting

Genting keramik harus mempunyai penyerapan air maksimum menurut tabel berikut
ini:

92
Tingkat Mutu Penyerapan air maksimum (%)

I 12

II 15

III 20

4. Pengujian Pemeriksaan Bobot Isi/Penyerapan Air Pada Genting

Pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005 tentang prosedur
pengujian , dimana bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air yang
terserap oleh sampel yang direndam dengan perendaman selama 24 jam. Massa
awal sebelum direndam diukur dan massa sesudah perendaman.

Penyerapan air maksimal pada genting adalah 10 % .

5. Pengujian Kuat Lentur Genting

Berikut adalah table pembagian tingkat mutu pada genting.

Tingkat Mutu Beban lentur rata-rata dari Beban lentur min.


6 buah genteng yang diuji Masing-masing genteng
yang diuji
I 170 140
II 110 90
III 80 65

6. Pengujian Lebar Berguna Genting

93
F. Penyajian dan Analisis data

1. Pengujian Pemeriksaan Genting

No Kait P (cm) L (cm) T (cm) Berat (gram)

1 3,59x1,42 30,21 22,185 1,265 1582,5

2 3,675x1,51 30,29 22,13 1,28 1597

3 3,76x1,58 30,05 21,9 1,23 1510

Rata-Rata Ukuran Genting =

30,21+ 30,29+ 30,05


Panjang = = 30,18 cm
3

22,185+22,13+21,9
Lebar = = 22,07 cm
3

1,265+ 1,28+1,23
Tinggi = = 1,26
3
cm

1582,5+ 1597+1510
Berat = = 1563,17 gram
3

2. Pemeriksaan Peresapan Air Pada Genting

No Tinggi air setelah percobaan (cm) Kondisi

1 4,25 Tidak bocor

2 3,8 Bocor

3. Pengujian Kadar Air Pada Genting


A (gram) B (gram) Sisa (A-B) Kadar air

1 130 129,5 0,5 (0,5:129,5)x100%=0,37%

2 138 133,1 4,9 (4,9:133,1)x100%=3,68%

3 200 191,2 8,8 (8,8:191,2)x100%=4,6%

Rata rata = 2,88%

94
4. Pengujian Pemeriksaan Bobot Isi Pada Genting
No A (kg) B (kg) C (kg) Bobot isi Penyerapan air (%)

1 0,080 0,095 0,047 1,67 18,75

2 0,081 0,097 0,048 1,65 19,75

3 0,098 0,110 0,058 1,88 12,24

Rata rata bobot isi = 1,73

Rata rata penyeratapan air 16,91%

5. Pengujian Kuat Lentur Genting


Percobaan pertama
Berat = 1562 gram
Panjang =30,45 cm
Lebar = 22,36 cm
Tinggi = 1,15 cm
Kuat lentuh genting = 0,947 kN

Pengujian kedua
Berat = 1599 gram
Panjang = 30,01 cm
Lebar = 22,95 cm
Tinggi = 1,155 cm
Kuat lebar genting = 1,062 kN

6. Pengujian Lebar Berguna Genting

Panjang genting 1 = 238,5 cm

2 = 238,5 cm
3 = 238,7 cm

Lebar genting 1 = 186,5 cm


2 = 186,5 cm
3 = 187,5 cm

95
Luas = 238,5 cm x 186,5 cm = 44480 cm2 -> 4,4 m2 membutuhkan 100 genting
Dalam 1 m2 berarti membutuhkan genting 23 genting
G. Pembahasan

1. Pengujian Pemeriksaan Genting

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 0099 : 2007, setiap genting boleh
menyimpang akan tetapi besar penyimpangan tidak boleh lebih dari 6 mm dari
semua ukuran.

2. Pengujian Pemeriksaan Peresapan Air Pada Genting

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 0099 : 2007, pada pemeriksaan


peresapan air pada genting tidak boleh ada tetesan air dari permukaan bawah
genteng selama 2 jam. Berdasarkan hasil pengujian selama 2 jam percobaan
pertama tidak ada air yang menetes. Dengan demikian kualitas genting tersebut
telah memenuhi standar yang ada. Pengujian kedua selama 2 jam ada air yang
menetes, dengan demikian kualitas genting tersebut tidak memenuhi standar yang
ada.

3. Pengujian Pemeriksaan Kadar Air pada Genting

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 0099 : 2007, kadar air maksimal umtuk
genting berukuran sedang adalah 15 %. Berdasarkan pengujian yang dilakukan
kadar air pada genting uji adalah 2,88%. Dengan demikian genting ini telah
memenuhi standar karena kadar airnya kurang dari 15%.

4. Pengujian Pemeriksaan Bobot Isi/Penyerapan Air Pada Genting

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, rata-rata bobot isi pada genting adalah
1,73.

Sedangkan penyerapan air pada genting adalah 16,91%. Hal ini tidak sesuai dengan

ASTM C-20-00-2005 karena penyerapan airnya lebih dari 10%.

96
H. Kesimpulan

1. Pengujian Pemeriksaan Genting

Berdasarkan pengujian visual yang dilakukan, genting – genting dari pengukuran


warna, suara,permukaan, berat, dapat disimpulkan bahwa genting – genting yang
telah diuji tersebut memenuhi syarat yang telah ditentukan sebagai bahan
bangunan. Dari data – data pengukuran tersebut dapat disimpulkan keseluruhannya
bahwa genting ini dapat digunakan untuk bahan bangunan karena presentase
kecocokan dengan syarat – syarat yang telah ditentukan banyak yang memenuhi.

2. Pengujian Pemeriksaan Peresapan Air Pada Genting

Genting- genting dianggap rapat air, apabila dalam waktu 2 jam dari bagian bawah
genteng tidak ada air yang menetes. Hasil pengujian yang dilakukan, dapat
disimpulan bahwa genteng yang diuji termasuk genteng yang bagus untuk di
gunakan sebagai penutup atap

3. Pengujian Pemeriksaan Kadar Air pada Genting

Berdasarkan pengujian yang dilakukan kadar air pada genting uji adalah 2,88%.
Dengan demikian genting ini telah memenuhi standar karena kadar airnya kurang
dari 15%.

4. Pengujian Pemeriksaan Bobot Isi/Penyerapan Air Pada Genting

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, rata-rata bobot isi pada genting
adalah 1,73. Sedangkan penyerapan air pada genting adalah 16,91%. Hal ini tidak
sesuai dengan ASTM C-20-00-2005 karena penyerapan airnya lebih dari 10%.

I. Saran

Untuk melakukan pengujian-pengujian genting ini kami menyarankan pembaca untuk:

97
1. Membaca dan memahami teori praktikum terlebih dahulu agar lebih mengerti
dan paham terhadap apa yang akan dilakukan dalam praktikum

2. Melakukan praktikum dengan teliti dan benar sehingga data yang didapatkan
valid dan mengurangi pengulangan pengujian

3. Membuat laporan sementara dan mencatat hasil praktikum dengan rapi


berikut dengan tanggal praktikum agar data dapat disusun dengan baik.

J. Daftar Pustaka

1. SNI 0099 : 2007, tentang syarat mutu genteng

2. SNI 03-2095-1991. Genteng keramik

3. SNI 003-2095-1998. Genteng keramik

4. PUBI 1982 pasal 28 (Genting Keramik)

98
KAYU

99
A. Judul : Pengujian Kayu

B. Jenis Pengujian :

1. Pengujian Kuat Tarik Kayu

2. Pengujian Kuat Lentur Kayu

C. Alat dan Bahan yang digunakan


1. Pengujian Kuat Tarik Kayu

a. Alat : Mesin Uji Tarik


Rol Meteran
Kalliper

b. Bahan : Kayu

2. Pengujian Kuat Lentuk Kayu

a. Alat : Mesin Uji Lentur


Rol Meteran
Kalliper

b. Bahan : Kayu

D. Langkah Kerja

1. Pengujian Kuat Tarik Kayu

a. Siapkan benda uji dengan ketentuan ukuran 46 cm.


b. Sediakan alat uji tarik, alat ukur (rol meteran dan kaliper), lembaran data
pengujian.
c. Letakan benda uji pada mesin tarik dan dijepit pada kedua ujungnya dengan
kedudukan vertikal.
d. Jalankan mesin uji, kemudian beri beban secara tetap sampai beban maksimum,
dengan kecepatan beban 20 Mpa/menit untuk uji tarik sejajar dan 0,1 Mpa/menit

100
untuk uji tarik tegak lurus serat.
e. Hitung besarnya kuat tarik dari benda uji tersebut.

2 Pengujian Kuat Lentuk Kayu

a. Siapkan benda uji dengan ketentuan ukuran 50×50×760 mm.


b. Sebelum dipasang pada alat uji, ukur lebar dan tinggi benda uji.
c. Atur jarak tumpuan sebesar 710 mm, pasang benda uji pada mesin penguji.
d. Letakan bantalan penekan diatas benda uji dengan meletakannya di tengah
bentang kayu.
e. Jalankan mesin uji dengan kecepatan 2,5 mm per menit.
f. Catat besarnya beban maksimum ketika benda uji mengalami patah.
g. Hitung kuat lentur dari benda uji yang sudah diuji.

F. Kajian Teori

1. Pengujian Kuat Tarik Kayu

Kayu mempunyai tiga arah sumbu utama (material ortotropik), yang mana pada arah
sumbu terkuat kekakuan dan kekuatannya sangat besar, lebih besar daripada material lain
apabila ditinjau berdasarkan rasio kekuatan terhadap berat jenis material. Sedangkan
kelemahannya adalah pada dua arah sumbu lainnya, kayu relatif lemah dan lunak, hal ini
dapat mengakibatkan adanya retak dan menyebabkan terjadinya kegagalan (failure)
struktur.
Kekuatan tarik adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang berusaha
menarik kayu. Terdapat dua macam keteguhan tarik, yaitu : Keteguhan tarik sejajar arah
serat dan Keteguhan tarik tegak lurus arah serat. Kekuatan tarik terbesar pada kayu ialah
keteguhan tarik sejajar arah serat. Kekuatan tarik tegak lurus arah serat lebih kecil
daripada kekuatan tarik sejajar arah serat.
Berdasarkan Peraturan Konstuksi Indonesia (PKKI-NI-5) tahun 1961, kayu di
Indonesia diklasifikasikan kedalam beberapa kelas sebagai berikut:
Kelas kuat Berat jenis kering udara Kuat lentur (Kg/cm2) Kuat tarik
(Kg/cm2)
I ≥ 0,9 ≥ 1100 ≥ 650
II 0,9 – 0,60 1100 – 725 650 – 425

101
III 0,60 – 0,40 725 – 500 425 – 300
IV 0,4 – 0,30 500 – 360 300 – 215
V ≤ 0,30 ≤ 360 ≤ 215

2. Pengujian Kuat Lentuk Kayu

Pada umumnya dalam perencanaan struktur kayu hanya cukup membandingkan


sifat-sifat sejajar serat kayu dengan tegak lurus serat kayu. Kekuatan kayu tergantung
pada gaya lentur, tekan tarik, geser dan lain-lain. Kekuatan kayu akan seimbang
dengan banyaknya serat kayu yang terlindungi. Serat kayu tegantung pada bentuk
susunan serat kayu dan zat lignin serta serat itu merupakan pipa atau sel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat lentur kayu adalah :
1. Jenis kayu, yaitu: macam-macam bentuk kayu berdasarkan arah serat dan kuat
tekannya.
2. Kadar air kayu, yaitu: banyaknya air yang terkandung dalam sepotong kayu.
3. Kecepatan pembebanan, yaitu: kecepatan pada saat pemberian beban dalam
pengujian.
4. Lama pembebanan.
Lama pembebanan sangat berpengaruh karena waktu pembebanan itu akan
terjadi retak-retak yang apabila diteruskan akan pecah.

Klasifikasi kekuatan lentur kayu menurut PPKI tahun 1961


Kelas kuat Berat jenis Kuat lentur Kuat tarik
kering udara (Kg/cm2) (Kg/cm2)
I ≥ 0,9 ≥ 1100 ≥ 650
II 0,9 – 0,60 1100 – 725 650 – 425
III 0,60 – 0,40 725 – 500 425 – 300
IV 0,4 – 0,30 500 – 360 300 – 215
V ≤ 0,30 ≤ 360 ≤ 215

102
G. Penyajian dan Analisis data

1. Pengujian Kuat Tarik Kayu

A = 92,4 mm2
Lo = 26 mm
b = 0,84 cm
h = 1,1 cm
Beban maks = 10,83 kN
= 1083,4 kg/cm2
Rm = 117 Mpa
Kuat tarik :
Ρ
( MPa)
ft = b.h
= 1132,1Mpa

2. Pengujian Kuat Lentuk Kayu

L = 50,4 cm
b = 4,7 cm
h = 4,6 cm
A = 83,25 mm2
Lo = 50 mm
Beban maks = 3,47 Kn
= 347,5 kg/cm2
Kuat lentur :
3 PL
2
( MPa)
fb = 2 . b . h
= 264,16 Mpa

103
H. Pembahasan

1. Pengujian Kuat Tarik Kayu

Berdasarkan uji tarik yang sudah dilakukan terhadap kayu, dihasilkan beban
maksimum kayu saat dilakukan uji tarik sebesar 1083,4 kg/cm2 pada detik ke 16,56. Dan
kuat tarik yang dihasilkan sebesar 1132,1 Mpa.
Berdasarkan Peraturan Konstuksi Indonesia (PKKI-NI-5) tahun 1961, kayu di
Indonesia diklasifikasikan kedalam beberapa kelas yaitu I , II , III , IV dan V. Kayu yang
di uji pada kuat tariknya termasuk kedalam kelas I karena kuat tariknya berada ≥ 650 .

2. Pengujian Kuat Lentuk Kayu

Berdasarkan pengujian kuat lentur kayu yang sudah dilakukan, dihasilkan beban
maksimum sebesar 347,5 kg/cm2. Beban maksimum terjadi pada detik ke 15,407. Kuat
lentur yang sudah di hitung pada kayu yang di uji sebesar 264,16 Mpa.
Berdasarkan Peraturan Konstuksi Indonesia (PKKI-NI-5) tahun 1961, kayu di
Indonesia diklasifikasikan kedalam beberapa kelas yaitu I , II , III , IV dan V. Kayu yang
di uji pada kekuatan lentur tersebut termasuk kedalam kelas IV karena berada di antara
300 – 215.

I. Kesimpulan

1. Pengujian Kuat Tarik Kayu

Dari hasil yang sudah diuji kuat tariknya, dapat disimpulkan kayu tersebut termasuk
kedalam kelas I klasifikasi kayu di Indonesia karena menghasilkan kuat tarik sebesar
1132,1 Mpa.

2. Pengujian Kuat Lentuk Kayu

Dari hasil yang sudah diuji kuat lenturnya, dapat disimpulkan kayu tersebut
termasuk kedalam kelas III klasifikasi kayu di Indonesia karena menghasilkan kuat lentur
sebesar 264,16 MPa.

104
J. Saran
Sebaiknya pengujian tarik kayu dan lentur kayu dilakukan sebanyak dua kayu atau lebih
dengan jenis kayu yang berbeda agar bisa dibandingkan klasifikasi kelasnya dan kuat tarik
dan lenturnya.

K. Daftar Pustaka
Kistiani, Frida.2006. Tinjauan Kuat Tarik dan Kuat Tarik kayu Berdasarkan PKKi 1961,
SNI M.27-1991-03 dan SNI M. 25-1991-03. Jurnal.Vol 14.
Anonimus. 1973. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia NI-5 PKKI 1961.
Dumanauw,JF.2001. Mengenal Kayu, Yogyakarta.
SNI 03-3959-1995

105
BAJA

106
A. Judul : Pengujian Baja

B. Jenis Pengujian :

1. Pengujian Kuat Tarik Baja

C. Alat dan Bahan yang digunakan

1. Pengujian Kuat Tarik Baja


a. Alat : Mesin Uji Tarik
Rol Meteran
Kalliper
Alat Pemotong Baja

b. Bahan : Baja

D. Langkah Kerja

1. Pengujian Kuat Tarik Baja

1. Siapkan benda uji dengan panjang 25 cm.


2. Sebelum dipasang, ukur dahulu diameter dari benda ujinya.
3. Pasang benda uji dengan cara menjepit bagian h dari benda uji pada alat penjepit
mesin tarik, sumbu alat penjepit harus berimpit dengan sumbu benda uji.
4. Tarik benda uji dengan penambahan beban sebesar 10 Mpa/detik sampai benda uji
putus.
5. Hitunglah parameter pengujiannya.

E. Kajian Teori

1. Pengujian Kuat Tarik Baja

Uji tarik adalah uji yang dilakukan pada suatu materisl dengan cara menerapkan
beban tarik pada material tersebut. Dengan pemberian beban tarik tersebut dapat
mengevaluasi kelakuan material, sehingga akan diperoleh sifat-sifat mekanik dari

107
material tersebut, antara lain kekuatan luluh, kekuatan tarik, keuletan, reduksi
penampang, modulus resilience dan ketangguhan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengujian tarik adalah sebagai berikut:
1. Temperatur
Semakin tinggi temperatur, maka ketangguhan dan keuletan material akan
meningkat. Sebaliknya, modulus elastisitas, tegangan luluh, ultimate tensile
strength dan nilai koefisien pengerasan regangan akan menurun.
2. Tekanan hidrostatis
Tekanan hidrostatis meningkatkan regangan saat spesimen patah dan
meningkatkan keuletan suatu material.
3. Efek radiasi
Efek radiasi meningkatkan tegangan luluh dan kekuatan tarik serta kekerasan
dari suatu material. Namun efek radiasi ini menurunkan keuletan dan
ketangguhan suatu material.
Sifat-sifat mekanik yang diperoleh dari pengujian tarik adalah sebagai berikut:
1. Ketangguhan (toughness), yaitu energi yang diserap oleh material hingga
material tersebut patah. Dalam percobaan ini, ketangguhan merupakan
daerah dibawah kurva tegangan sebenarnya terhadap regangan sebenarnya.
Ketangguhan juga dapat diartikan sebagai energi per unit volume.
2. Modulus elastisitas (E) adalah ukuran kekuatan (rigidity) suatu bahan.
Semakin besar modulus elastisitas suatu material maka kekakuan suatu
material akan semakin tinggi, akibatnya kemampuan material untuk
dibentuk akan semakin rendah dan sebaliknya.
3. Keuletan ( Ductility) adalah kemampuan suatu material untuk deformasi
plastis.

F. Penyajian dan Analisis data


1. Pengujian Kuat Tarik Baja
p = 25,1 cm
d = 0,78 cm
A = 47,78 mm2
Lo = 137,55 mm
Beban maks = 22,03 kN

108
= 2203,6 kg/cm2
Rm = 460 Mpa
FeL = 15,63 kN
= 1564
Fp0.2 = 16,01
ReL = 325 Mpa
Rp0.2 = 335 Mpa
Tegangan tarik putus (fs)
P maks
fs = A
= 461,07Mpa
Tegangan tarik leleh (fy)
Py
fy = A
= 198,40 MPa

l u +l 0
x 100 %
Regangan = l0

= 49,12%

G. Pembahasan
1. Pengujian Kuat Tarik Baja
Berdasarkan pengujian yang sudah dilakukan terhadap uji tarik baja, dihasilkan
kuat tarik tegangan sebesar 461,07 Mpa. Kuat tegangan tarik lelehnya sebesar 198,40
Mpa dan regangannya sebesar 49,12%. Beban maksimumnya sebesar 2203,6 kg/cm2
pada saat 255,159 detik.Sesuai dengan ketetapan yang sudah ditentukan. Baja yag di
uji termasuk kedalam kelas baja tulangan BjTP 24.

H. Kesimpulan
1. Pengujian Kuat Tarik Baja
Dari hasil yang sudah didapatkan dari pengujian kuat lentur baja, baja tersebut
termasuk dalam kelas BjTP 24 karena menghasilkan kuat tarik sebesar 461,07 Mpa,
kuat tarik leleh 198,40 dan regangan 49,12%

109
I. Saran
a. Sebelum melakukan praktikum sebaiknya mempelajari materinya agar lebih
mengerti.

b. Mengikuti prosedur pengujian dengan baik.

c. Memaksimalkan penggunaan alat uji yang ada di laboratorium.

d. Lebih teliti dalam melakukan pengambilan data.

J. Daftar Pustaka
SNI-07-2529-1991
Davis,H.E., et.al, “The Testing and Inspection of Engneering Materials”, McGraw-Hill
Book Co

110
Lampiran – Lampiran
Pemeriksaan Pasir SSD Pengujian Berat Jenis Pasir

Pemeriksaan Zat Organic Pada Pasir Uji Tekan Semen

111
Proses Pengadukan Pengujian Pengikatan PC Pengujian Daya Tarik & Lentur Kayu

Pengujian Daya Tarik Baja

112

Anda mungkin juga menyukai