Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hidrosefalus berasal dari bahasa Yunani yaitu : "hydro" yang berarti air dan
"cephalus" yang berarti kepala. Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang
disebabkan oleh produksi yang tidak seimbang dan penyerapan dari cairan
cerebrospinal (CSS) di dalam sistem Ventricular. Kelainan ini terjadi karena
gangguan sirkulasi likuor di dalam system ventrikel atau oleh produksi likuor
yang berlebihan. Ketika produksi CSS lebih besar dari penyerapan, cairan
cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem Ventricular (nining,2009).
Insidensi kongenital hidrosefalus pada United States adalah 3 per 1.000
kelahiran hidup; insiden hidrosefalus yang didapat tidak diketahui secara pasti
persis karena berbagai gangguan yang dapat menyebabkan kondisi tersebut.
sekitar 100,000 shunts digunakan setiap tahunnya di beberapa Negara, namun
sedikit informasi yang tersedia untuk Negara lainnya.Insiden hidrosefalus
berdasarkan usia menyajikan kurva bimodal. Satu puncak terjadi pada masa bayi
dan terkait dengan berbagai bentuk cacat bawaan. Puncak lain yang terjadi di
masa dewasa, sebagian besar dihasilkan dari NPH. Hidrosefalus Dewasa dijumpai
sekitar 40% dari total kasus hidrosefalus. berdasarkan usia tidak dijumpai
perbedaan insidensi hidrosefalus.
Jika hidrosefalus tidak ditatalaksana dan ditangani dengan baik, kematian
dapat terjadi akibat sekunder tonsilar herniasi akibat kompresi sel otak dan
menyebabkan respiratory arrest. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan yang
cukup mengenai hidrosefalus dan bagaimana penanganannya. Makalah ini disusun
agar kita sebagai calon perawat dapat menerapkan pengetahuan kita terkait
kelainan ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa
masalah, antara lain :
a. Apa yang dimaksud hidrosefalus ?

1
b. Bagaimana insidensi dan penyebaran hidrosefalus saat ini ?
c. Apa-apa saja klasifikasi dari kelainan hidrosefalus ?
d. Apakah penyebab dari kelainan ini ?
e. Bagaimana proses terjadinya hidrosefalus dalam tubuh ?
f. Komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada kelainan hidrosefalus ?
g. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa
hidrosefalus ?
h. Bagaimana penatalaksanaan medis yang tepat bagi penderita hidrosefalus ?
i. Bagaimanakah asuhan keperawatan yang tepat bagi pasien dengan kelainan
ini ?

C. Tujuan Penulisan
a. Memahami pengertian hidrosefalus
b. Mengetahui bagaimana insidensi dan penyebaran kelainan hidrosefalus saat
ini
c. Mengetahui pengelompokkan hidrosefalus berdasarkan berbagai faktor
d. Mengetahui penyebab terjadinya kelainan ini
e. Memahami bagaimana proses terjadinya kelainan ini di dalam tubuh
f. Mengetahui komplikasi apa saja yang mungkin terjadi pada penderita
hidrosefalus
g. Mengetahui pemeriksaan penunjang apa saja yang dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosa hidrosefalus
h. Memahami penatalaksanaan medis yang tepat bagi penderita kelainan ini
i. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan yang tepat bagi pasien dengan
gangguan hidrosefalus

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hidrocepalus
Hidrosefalus berasal dari bahasa Yunani yaitu : "hydro" yang berarti air dan
"cephalus" yang berarti kepala. Sehingga kondisi ini sering dikenal dengan
"kepala air" adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam
otak (cairan serebro spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut
bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya,
khususnya pusat-pusat saraf yang vital.                                             
Hidrosefalus adalah kelebihan akumulasi cairan serebrospinal didalam
ventrikel serebral, ruang arachnoid, atau ruang subdural (cindy smith, 2010).
Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan
intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya CSS (Ngastiyah,2011).                                                         
Hidrocepalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel
cerebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural (Suriadi,2010).Pelebaran
ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan
serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau
kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi
besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al,
2009:328).                                                                           
Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi yang
tidak seimbang dan penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSS) di dalam sistem
Ventricular. Ketika produksi CSS lebih besar dari penyerapan, cairan
cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem Ventricular (nining,2009).
Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang
berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan
intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat
aliran cairan serebrospinalis (Darto Suharso,2009)

3
B. Anatomi dan Fisiologi Kepala
1. Anatomi kepala
a. Tengkorak
Terbagi atas :
1) Tengkorak Otak
Tengkorak otak menyelubingi otak dan alat pendengar. Tengkorak otak
terdiri dari :
a) Kubah tengkorak
Kubah tengkorak yang berbentuk cembung menyelubungi rongga tengkorak
dari atas dan dari sisi. Kubah tengkorak terdiri atas beberapa tulang ceper yang
dihubungkan oleh sutura tengkorak. Dari depan ke belakang terdapat berturut-
turut sebuah tulang dahi, sepasang tulang ubun-ubun dan sebuah tulang belakang
kepala. Pada dinding sisi kubah tengkorak terdapat sepasang tulang pelipis.
Tulang dahi, tulang belakang kepala turut pula membentuk dasar tengkorak.
b) Dasar Tengkorak
Bagian dasar tengkorak dapat dibedakan 3 bagian, yaitu lekuk tengkorak
depan, lekuk tengkorak tengah dan lekuk tengkorak belakang. Bagian tengah
dasar lekuk tengkorak depan dibentuk oleh tulang lapisan yang mempunyai
banyak lubang halus untuk memberi jalan kepada serabut-serabut saraf penghidu,
oleh karena itu bagian tulang lapisan tersebut dinamakan lempeng ayakan yang
merupakan atap bagi rongga hidung.
Lekuk tengkorak tengah terdiri dari atas bagian tengah dan dua bagian sisi,
bagian tengah adalah pelana turki. Dasar lekuk tengkorak belakang letaknya lebih
rendah daripada dasar lekuk tengkorak depan. Lekuk tengkorak belakang letaknya
lebih rendah lagi daripada lekuk tengkorak tengah.
2) Tengkorak Wajah
Tengkorak wajah letaknya di depan dan di bawah tengkorak otak. Lubang-
lubang lekuk mata dibatasi oleh lubang dahi, tulang pipi dan tulang rahang atas.
Dinding belakang lekuk mata juga dibentuk oleh tulang baji (sayap besar dan
kecil). Dinding dalamnya dibentuk oleh tulang langitan, tulang lapisan dan tulang
air mata. Selain oleh toreh lekuk mata atas dan oleh lubang untuk saraf penglihat
maka dinding lekuk mata itu tembus oleh toreh lekuk mata bawah yang terletak

4
antara tulang baji, tulang pipi dan tulang rawan atas. Toreh itu mangarah ke lekuk
wajah pelipis. Tulang air mata mempunyai sebuah lekuk yang jeluk, yaitu lekuk
kelenjar air mata yang disambung ke arah bawah oleh tetesan air mata yang
bermuara di dalam rongga hidung .

b. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan sebagai scalp, yaitu :
1. Kulit
2. Jaringan penyambung (connective tissue)
3. Galae aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan langsung dengan
tengkorak.
4. Perikranium.
Kulit kepala banyak memiliki pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan
akibat laserasi kulit kepala akan mengakibatkan banyak kehilangan darah,
(American College of Surgeons 2009)
c. Tulang Tengkorak
        Tulang tengkorak terdiri dari kalvakrium dan basis kranii. Rongga tengkorak
dasar adalah tempat lobus frontalis, fosa medis adalah tempat lobus temporalis
dan fosa posterior adalah ruang bagi batang otak bawah dan serebelum,
(American College of Surgeons 2009)
d. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak yang terdiri dari 3
lapisan, yaitu dura meter, arakhnoid dan pia meter. Dura meter adalah selaput
keras terdiri atas jaringan  ikat fibrosa yang melekat erat dan tabula interna atau
bagian dalam kranium. Di bawah dura meter terdapat lapisan kedua yang tipis dan
tembus pandang di sebut selaput arakhnoid. Lapisan ketiga adalah pia mater yang
melekat pada permukaan kortek serebri, (American College of Surgeons 2009).
e. Sistem Saraf Pusat (SSP)
Yang disebut sistem saraf pusat di sini adalah otak dan medula spinalis yang
tertutup di dalam tulang dan terbungkus dalam selapu-selaput (meningen)
pelindung, serta rongga yang berisi cairan.

5
1. Otak dan pembagiannya
Otak secara garis besar dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu : serebrum,
batang otak, dan serebelum.
A. Serebrum
Setiap hemisfer dibagi atas empat lobus yaitu : lobus frontalis, parietal,
oksipital, temporalis. Fungsi dari setiap lobus berbeda-beda. Berikut penjelasan
dari masing-masing fungsi lobus :
1. Lobus Frontalis, bagian depan bekerja untuk proses belajar, merancang,
psikologi, lobus frontalis bagian belakang untuk proses motorik termasuk
bahasa
2. Lobus parietal, bekerja  khusus untuk sensorik somatik (misal sensibilitas
kulit) dan peran asosiasinya, beberapa areanya penting bagi proses kognitif
dan intelektual.
3. Lobus Oksipital, merupakan area pengoperasian penglihatan.
4. Lobus temporalis, merupakan pusat pendengaran dan asosiasinya, beberapa
pusat bicara, pusat memori. Bagian anterior dan basal lobus temporalis
penting untuk indra penghidu.

B. Batang Otak
Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblongata. Masing-
masing struktur mempunyai tanggung jawab yang unik dan fungsi ketiganya
sebagai unit untuk menjalankan saluran impuls yang disampaikan ke serebri dan
lajur spinal.
1. Otak Tengah, merupakan bagian pendek dari batang otak yang letaknya di
atas pons. Bagian ini terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang terdiri
dari bagian bagian kolikuli superior dan kolikuli inferior dan bagian anterior
yaitu pedunkulus serebri. kolikuli superior berperan dalam refleks
penglihatan dan koordinasi gerakan penglihatan, sedangkan kolikuli inferior
berperan dalam reflek pendengaran, misalnya menggerakkan kepala ke arah
datangnya suara. Pedunkulus serebri terdiri dari berkas serabut-serabut
motorik yang berjalan turundari serebelum.

6
2. Pons, terletak diantara otak tengah dan medula oblongata. Pons berupa
jembatan serabut-serabut yang menghubungkan kedua hemisfer serebelum,
serta menghubungkan mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata
bawah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikoserebelaris yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.bagian
bawah pons berperan dalam pengaturan saraf kranial trigeminus, abdusen dan
fasialis.
3. Medula Oblongata, terletak diantara pons dan medula spinalis. Pada medula
ini merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung. Vasokonstriktor,
pernapasan,bersin,batuk,menelan, pengeluaran air liur dan muntah.

C. Serebelum
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
durameter yang menyerupai atap tenda, yaitu tentorium yang menisahkan dari
bagian posterior serebrum. Serebelum terdiri dari bagian tengah, vermis dan dura
hemisfer lateral. Serebelum dihubungkan dengan batang otak oleh tiga berkas
serabut yang dinamakan pedunkulus. Pendukulus serebeli superior berhubungan
dengan mesensefalon ; pendukulus serebeli media menghubungkan kedua
hemisfer otak ; sedangkan pendukulus serebeli inferior berisi serabut-serabut
traktus spinosere belaris dorsalis dan berhubungan dengan medula oblongata.
Semua aktivitas serebelum berada di bawah kesadaran. Fungsi utama serebelum
adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperluas gerakan otot,
serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan dan sikap tubuh.

D. Medula Spinalis
Medula spinalis terletak di dalam kanalis neural dari kolumna vertebra,
berjalan ke bawah dan memenuhi kanalis neural sampai setinggi vertebra lumbalis
kedua. Sepasang saraf spinalis berada diantara pembatas vertebra sepanjang
kolumna vertebra. Di bawah ujung tempat medula spinalis berakhir. Di dalam
ujung tempat medula spinalis terletak interneuron, serabut sensori, asenden,
serabut motorik desenden dan badan sel saraf dan dendrit somatik sekunder

7
(volunter) dan motor neurons otonom utama. Area sentral medula spinalis
merupakan massa abu-abu yang mengandung badan sel saraf dan neuron
internunsial.
f. Sistem Saraf Tepi (SST)
Menurut Price & Wilson, (2009) susunan saraf tepi terdiri dari saraf kranial
bervariasi, yaitu sensori motorik dan gabungan dari kedua saraf. Saraf motorik
dipersarafi oleh beberapa percabangan saraf kranial, 12 pasang saraf kranial
adalah :
Nervus I (Olfaktorius)        :    Sifatnya sensorik mensarafi hidung
membawa rangsangan aroma (bau-
bauan) dari aroma rongga hidung ke
otak.
Nervus II (Optikus)             :   Sifatnya sensorik, mensarafi bola mata
membawa rangsangan penglihatan ke
otak
Nervus III (Okulomotorius)   :   Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot
orbital (otot penggerak bola
mata)             / sebagai pembuka bola
mata.
Nervus IV (Trochlear)        :   Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot
orbital, sebagai pemutar bola mata
Nervus V  (Trigeminus)     :   Sifatnya majemuk (sensorik- motorik) bertanggung
jawab untuk pengunyah.
Nervus VI  (Abdusen)         :   Sifatnya motorik, sebagai pemutar bola
mata ke arah luar
Nervus VII (Fasial)            :   Sifatnya majemuk (sensorik- motorik),
sebagai mimik wajah dan
menghantarkan rasa pengecap, asam,
asin dan manis.
Nervus VIII (Vestibulokokhlearis)  :   Sifatnya sensorik, saraf kranial ini
mempunyai dua bagian sensoris yaitu

8
auditori dan vestibular yang berperan
sebagai penterjemah.
Nervus IX (Glosofharyngeal)   :   Berperan dalam menelan dan respons
sensori terhadap rasa pahit di lidah.
Nervus X (Vagus)               :   Sifatnya majemuk (sensorik- motorik)
mensarafi faring, laring dan platum
Nervus XI (Asesoris)          :    Sifatnya motorik, saraf ini bekerja sama
dengan vagus untuk memberi informasi
ke otot laring dan faring.
Nervus XII (Hipoglosal)     :    Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot
lidah.

g. Sistem Saraf Otonom (SSO)


Sistem Saraf Otonom merupakan sistem saraf campuram. Serabut-serabut
aferennya membawa masukan dari organ-organ viseral (menangani pengaturan
denyut jantung, diameter pembuluh darah, pernafasan, percernaan makanan, rasa
lapar, mual, pembuangan dan sebagainya). Saraf aferen motorik SSO
mempersarafi otot polos, otot jantung dan kelenjar-kelenjar viseral-SSO terutama
menangani pengaturan fungsi viseral dan interaksinya dengan lingkungan dalam.
Sistem Saraf Otonom dibagi menjadi dua bagian  : Bagian Pertama adalah
Sistem Saraf Otonom parasimpatis (SSOp) dan Sistem Saraf Otonom simpatis
(SSOs), bagian simpatis meninggalkan sistem saraf pusat dari daerah thorakal dan
lumbal (torakolumbal) medula spinalis. Bagian parasimpatis ke luar otak (melalui
komponen-komponen saraf karanial) dan bagian sakral medula spinalis
(kraniosakral).
Fungsi simpatis adalah peningkatan kecepatan denyut jantung dan
pernapasan, serta menurunkan aktivitas saluran cerna.tujuan utama fungsinya
adalah mempersiapkan tubuh agar siap menghadapi stress atau apa yang
dinamakan respon bertempur/ lari.
Fungsi parasimpatis adalah menurunkan kecepatan denyut jantung dan
pernapasan dan meningkatkan pergerakan saluran cerna sesuai dengan kebutuhan

9
pencernaan dan pembuangan. Jadi saraf parasimpatis membantu konservasi dan
hemostatis fungsi-fungsi tubuh.

Cairan Serebrospinal
        Fungsi cairan serebrospinal adalah sebagai penahan getaran, menjaga
jaringan SSP yang sangat halus dari benturan terhadap struktur tulang yang
mengelilinginya dan dari cedera mekanik. Juga berfungsi dalam pertukaran
nutrien antara plasma dan kompartemen selular. Cairan serebrospinal merupakan
filtrat plasma yang dikeluarkan oleh kapiler di atap dari keempat ventrikel otak.
Seperti yang telah disebutkan, ini serupa dengan plasma minus plasma protein
yang besar, yang ada di balik aliran darah. Sebagaian besar cairan ini dibentuk
dalam ventrikel bagian lateral, yang terletak pada masing-masing hemisfer serebri.
Cairan mengalir dari ventrikel lateral ini melalui duktus ke dalam ventrikel ketiga
diensefalon. Dari ventrikel ketiga cairan mengalir melalui aquaduktus Sylvius
midbrain dan masuk ke ventrikel keempat medula. Kemudian sebagian dari cairan
ini masuk melalui lubang (foramen) di bagian atas dari ventrikel ini dan masuk ke
dalam spasium subarakhnoid (sejumlah kecil berdifusi ke dalam kanalais
spinalis). Dalam spasium subarakhnoid, CSS diserap kembali ke dalam aliran
darah pada tempat tertentu yang disebut pleksus subarakhnoid
Pembentukan dan reabsorbsi CSS diatur oleh tekanan osmotik koloid dan
hidrostatik yang sama yang mengatur perpindahan cairan dan partikel-partikel
kecil antara plasma dan kompartemen cairan interstisial tubuh. Secara singkat
direview, kerja dari tekanan ini adalah sebagai berikut : dua tim yang berlawanan
dari tekanan mendorong dan menarik mempengaruhi gerakan air dan partikel-
partikel kecil melalui membran kapiler semipermiabel. Satu tim terdiri atas
tekanan osmotik plasma dan tekanan hidostatik CSS. Ini memudahkan gerakan air
dari kompartemen CSS ke dalam plasma. Gerakan air dari arah yang berlawanan
dipengaruhi oleh tim dari tekanan hidrostatik plasma dan tekanan osmotik CSS.
Tim yang berpengaruh bekerja secara simultan dan kontinu. Dalam ventrikel,
aliran CSS menurunkan tekanan hidrostatik CSS. Hal ini memungkinkan tim
bersama mempengaruhi gerakan air dan partikel kecil dari plasma ke ventrikel.

10
Tekanan hidrostatik darah yang rendah dalam sinus venosus bersebelahan
dengan vili arakhnoid menunjukkan skala untuk gerakan air dan terlarut dari
kompartemen CSS kembali ke dalam aliran darah. Kematian sel-sel
yang  melapisi kompartemen CSS akan mengeluarkan protein ke dalam CSS.  Ini
akan meningkatkan tekanan osmotik CSS dan memperlambat reabsorbsi
(sementara juga mempercepat pembentukan bila kerusakan terjadi di dalam
dinding ventrikel). Peningkatan protein CSS karena hal ini atau penyebab lain
dapat merangsang atau mencetuskan kondisi kelebihan CSS yang
disebut hidrosefalus.

Tekanan Intrakranial
Menurut American College of Surgeon, (2009) berbagai proses patologis
yang mengenai otak dapat mengakibatkan kenaikan tekanan intrakranial yang
selanjutnya akan mengganggu fungsi otak yang akhirnya berdampak buruk
terhadap kesudahan penderita. Dan tekanan intrakranial yang tinggi dapat
menimbulkan konsekuensi yang mengganggu fungsi otak dan tentunya
mempengaruhi pula kesembuhan penderita. Jadi kenaikan intrakranial tidak hanya
merupakan indikasi adanya masalah serius dalam otak tetapi justru sering
merupakan masalah utamanya. TIK normal pada saat istirahat kira-kira 10 mmHg
(136 mm H2O), TIK lebih tinggi dari 20 mmHg dianggap tidak normal dan TIK
lebih dari 40 mmHg termasuk dalam kenaikan TIK berat. Semakin tinggi TIK
setelah cedera kepala, semakin buruk prognosisnya.

C. Epidemiologi Hidrocepalus
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi
hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43%
disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri.                                            
 Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga
dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada
remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus
infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena

11
perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa
posterior (Darsono, 2010:211).
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi
hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43%
disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna
insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus
dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan
oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas
perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan
kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2010:211).

D. Klasifikasi Hidrocepalus
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya,
berdasarkan :
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan
hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus
akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non
komunikans.
Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus
eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan
korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi
pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik
dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-
faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif
lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang
diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono,
2010)

12
Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua :
1. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan,
sehingga :
a. Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.
b. Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan
intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
2. Didapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya
adalah penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak
dimana pengobatannya tidak tuntas.                         
Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi
kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga
perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan
otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya.
Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan Serbrospinal ) hidrosefalus pada
bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
1.    Hydrocephalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat
aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini
tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk
mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional.
Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya
villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid
(klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP).  Jenis ini
tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk
mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional.
Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya
villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid
(klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP).

13
2.    Hydrocephalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga
menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada
hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk
hidrosefalus non komunikan.
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah
bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang
berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau
diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa
dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau
bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system
ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi atau pada anak–anak
dibawah usia 12–18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim,
tanda–tanda dan gejala–gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-anak yang
garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan
pembesaran kepala.
3.    Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus )
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan
kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial
biasanya normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia,
ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala,
hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok
umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.

E. Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal
(CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem
ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan,
terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper,
2009).                                    
Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi
yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik

14
sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat
pada bayi dan anak ialah : 
1) Kelainan Bawaan (Kongenital)
1.    Stenosis akuaduktus Sylvii
Stenosis akuaduktus Sylvii merupakan penyebab terbayank pada hidrosefalus bayi
dan anak ( 60-90%). Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama
sekali atau abnormal, yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus
terlihat sejak lahit atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah
kelahiran.
2.    Spina bifida dan kranium bifida           
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan sindrom
Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla oblongata dan
cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi
penyumbatan sebagian atau total.
3.    Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang menyebabkan
hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system ventrikel terutama ventrikel IV,
yang dapat sedemikian besarnya sehingga merupakan suatu kista yang besar di
daerah fosa pascaerior.
4.    Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
Dapat terjadi congenital tapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu
hematoma.
2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi
obliterasi ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis
purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat
pirulen di aqueduktus sylviin atau system basalis. Hidrosefalus banyak terjadi
pada klien pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu
sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat
pelebaran jaringan piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan daerah lain.
Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di

15
daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada
meningitis purunlenta lokasisasinya lebih tersebar.
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya dan apabila
tumor tidak di angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif dengan
mengalihkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan
ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya suatu glioma yang berasal dari
serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.

4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang
terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2009:360).

E. Patofisiologi
Hidrocefalus disebabkan oleh berbagai keadaan; hidrocefalus dapat
merupakan penyakit congenital (gangguan perkembangan janin dalam
uterus/infeksi intrauteri), atau didapat (neoplasma, perdarahan, atau infeksi)
Hidrocefalus merupakan gejala kelainan otak yang mendasar yang dapat
mengakibatkan:
1.    Gangguan absorbsi CSS dalam ruang subaraknoid (masih ada hubungan antar
ventrikel; hidrocefalus comunican
2.    Obstruksi aliran CSS dalam ventrikulus (tidak ada hubungan antar
ventrikel; hidrocefalus non comunicans.
Setiap gangguan keseimbangan antara produksi dan absorbsi CSS
menyebabkan peningkatan akumulasi CSS dalam ventrikel yang kemudian
mengalami dilatasi dan menekan substansi otak ke tulang cranial yang keras di
sekitarnya. Jika terjadi sebelum sutura cranial, peristiwa ini akan menimbulkan
pembesaran tengkorak selain dilatasi vetrikel. Pada anak-anak yang berusia
dibawah 10-12 tahun, garis sutura sagital, dapat mengalami proses diastatik atau
terbuka kembali. (Swaiman, 2009)

16
Sebagian besar kasus hidrocefalus nonkomunicans terjadi karena
malformasi pada saat perkembangan janin. Walaupun biasanya telah terlihat pada
awal usia bayi, defek tersebut dapat muncul setiap saat mulai dari periode prenatal
sampai akhir masa kanak-kanak/awal usia dewasa. Penyebab lainnya antara lain
neoplasma, infeksi, dan trauma. Obstruksi pada aliran yang normal dapat terjadi
disetiap titik alur CSS sehingga menghasilkan peningkatan tekanan dan dilatasi
alur dibagian proksimal lokasi obstruksi.
Hidrocefalus sangat sering disertai dengan mielomeningokel sehingga
semua bayi dengan kelainan tersebut harus diamati untuk menemukan tanda-tanda
hidrocefalus. Pada kasus-kasus lainnya terdapat riwayat infeksi intrauteri,
perdarahan perinatal, dan meningoensefalitis neonates. Pada anak-anak yang lebih
besar, hidrocefalus paling sering terjadi karena tumor atau SOL (space-occupying
lesion), infeksi intracranial, perdarahan, atau defek pertumbuhan dan
perkembangan yang sudah ada sebelumnya seperti stenosis akuaduktus
atau malformasi Arnold-Chiari (anomaly congenital dengan serebelum dan
medulla oblongata memanjang ke bawah melalui foramen magnum).(Wong, hal:
1262)

G. Manifestasi Klinis
1.   Perubahan tanda-tanda vital (penurunan denyut apeks, penurunan frekuwensi
pernafasan, peningkatan tekanan darah)
2.    Muntah
3.    Peningkatan lingkar kepala
4.    Iritabilitas
5.    Letargi
6.    Perubahan suara tangisan (bernada tinggi)
7.    Aktivitas kejang

Bayi :
1.    Pembesaran kepala secara progresif (diatas persentil ke-95)
2.    Bagian frontal tengkorak menonjol
3.    Frontanel tegang dan menonjol (khususnya yang tidak berdenyut)

17
4.    Distensi vena superfisial kulit kepala
5.    Transiluminasi melalui tengkorak meningkat secara simetris
6.    Mata turun ke bawah (sunset eyes)

Anak Lebih Besar :


1.    Sakit kepala didahi, mual, muntah
2.    Anoreksia
3.    Ataksia
4.    Kekakuan ekstrimitas bawah
5.    Kemerosotan prestasi sekolah atau kemampuan kognitif anak

Tanda dan gejala yang terjadi disebabkan oleh peningkatan tekanan


intrakranial (TIK) dan bervariasi berdasarkan usia anak dan kemampuan
tengkorak untuk mengembang.

H. Komplikasi
Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2011) yaitu :
1. Peningkatan TIK
2. Pembesaran kepala
3. kerusakan otak
4. Meningitis, ventrikularis, abses abdomen
5. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun
6. Kerusakan jaringan saraf
7. Proses aliran darah terganggu

I. Pemeriksaan Penunjang
1)   Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
1. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran
sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa
imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.

18
2. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari
foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan
intrakranial.
2)   Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3
menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor.
Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

3)   Lingkaran kepala


Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar
kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis
kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala
dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan
suturan secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan
suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

4)   Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya
dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke
dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat
kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena
fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor
pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan
mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT
Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

5)   Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak
mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini

19
disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem
ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.

6)   CT Scan kepala


Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran
dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar
dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal
dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari
CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan
dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah
sumbatan.

7)   MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan
menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan
struktur tubuh.

J. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi hidrocephalus, menangani
komplikasi, mengatasi efek hidrocephalus atau gangguan perkembangan.
Penatalaksanaan terdiri dari :
1.    Non Pembedahan : Pemberian acetazolamide dan isosorbide atau furosemid
mengurangi produksi cairan serebrospinal
2.    Pembedahan : Pengangkatan penyebab obstruksi misal neoplasma, kista, atau
hematom ; Pemasangan shunt bertujuan untuk mengalirkan cairan
cerebospinal yang berlebihan dari ventrikel ke ruang ekstra kranial, misalnya
ke rongga peritonium, atrium kanan, dan rongga pleura.
Pada sebagian penderita pembesaran kepala berhenti sendiri (arrestetd
hydrocephalus), mungkin oleh reka nalisa ruang subaraknoid atau konpensasi
pembentukan CSS yang berkurang (Laurence, 2009).

20
Tindakan bedah belum ada yang memuaskan 100%, kecuali bila
penyebabnya adalah tumor yang masih dapat diangkat.
Ada tiga prinsip pengobatan hidrosefalus:
1. Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus koroidalis
dengan tindakan reseksi (pembedahan) atau koagulasi, akan tetapi hasilnya
tidak memuaskan. Obat azeta zolamid (diamox) dikatakan mempunyai hasiat
inhibasi pembentukan CSS.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorpsi
yankni menhubungkan ventrikel dengan subaraknoid. Missal,
ventrikulosisternostomi torkildsen pada stenosis akuaduktus. Pada anak
hasilnya kurang memuaskan, karena sudah ada insufisiensi fungsi absorpsi.
3. Pengeluaran CSS kedalam organ ekstracranial.
a. Drainase ventrikulo-peritoneal
b. Drainase lombo-peritoneal
c. Drainase ventrikulo-pleural
d. Drainase ventrikul-ureterostomi
e. Drainase kedalam antrum mastoid
f. Cara yang kini dianggap terbaik yakni mengalirkan CSS kedalam vena
jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil (holter valve) yang
memungkinkan pengaliran CSS ke satu arah. Keburukan cara ini ialah
bahwa kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak. Hasilnya
belum memuaskan karena masih sering terjadi infeksi sekunder dan sepsis.

  

21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus
Seorang anak berumur 3 tahun dilarikan ke rumah sakit M.Djamil tanggal 6
November 2013 Jam 09.00 WIB dalam keadaan tidak sadar ( apatis ) ,muntah
tidak proyektil, suhu tubuh meningkat dari normal ( 38 C ), keadaan umum lemah,
paralisa. Menurut pengakuan orang tua sejak 5 bulan yang lalu anaknya
pernah panas kemudian disertai mual dan kejang-kejang serta terlihat kepala
anaknya mulai membesar kemudian oleh keluarga anaknya diantar ke RSUD
DR.rasyidin kemudian dirawat selama 7 hari dan pulang paksa dalam
keadaan tidak sadar.
1. Pengkajian
A. Identitas klien
Data Pasien :
Nama : Ahmad
Umur : 3 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : islam
Nama Ayah : Salman
Nama Ibu : Salimah
TD :120/90 mmHg
Denyut Nadi: 88x/menit
RR : 28x/menit
Suhu : 380 C

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Pasien kini dalam keadaan tidak sadar (apatis) ,muntah tidak proyektil,
suhu tubuh meningkat dari normal (380C), keadaan umum lemah, paralisa.

22
2. Riwayat Kehamilan dan kelahiran
Prenatal : normal
Intranatal : perdarahan
Postnatal : tidak normal
3. Riwayat kesehatan dahulu
Menurut pengakuan orang tua sejak 5 bulan yang lalu anaknya
pernah panas kemudian disertai mual dan kejang-kejang serta terlihat
kepala anaknya mulai membesar kemudian oleh keluarga anaknya diantar
ke RSUD DR.rasyidin kemudian dirawat selama 7 hari dan pulang paksa
dalam keadaan tidak sadar.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak pernah menderita penyakit kronis.
5. Riwayat Tumbuh Kembang
Anak mengalami gangguan tumbuh kembang mengalami keterlambatan
25% atau lebih pada satu atau lebih area social atau perilaku regulasi diri,
atau pada ketrampilan kognitif, bahasa, motorik kasar atau halus.

C. Pemeriksaan fisik
1. Tanda vital : dapat terjadi penurunan kecepatan denyut nadi (bradikardi),
aritmia respirasi.
2. Tingkat kesadaran : dapat terjadi penurunan tingkat kesadaran, bahkan
sampai koma.
3. Head to toe :
a. Kepala : Pembesaran kepala abnormal, kranium terdistensi ke
semua arah terutama bagian frontal, tulang kepala
menjadi sangat tipis, vena di sisi samping kepala tampak
melebar, Kulit kepala licin dan mengkilap.
b. Mata : Bola mata terdorong kebawah, diplopia.
c. Leher : Identifikasi pembesaran kelenjar tyroid, KGB
d. Torak : Dapat terjadi aritmia respirasi.
e. Abdomen : Identifikasi distensi, bising usus.
f. Genitalia : Identifikasi kelengkapan dan hygiene.
g. Ekstremitas : Identifikasi adanya edema, cyanosis, turgor kulit

23
D. Pemeriksaan penunjang
1. CT Scan : melokalisasi lesi, melihat ukuran/ letak ventrikel.
CT (Computed Tomography) : melihat letak dan ukuran ventrikel
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging) serta teknik-teknik lain untuk mengukur
besarnya tekanan dikepala.
3. Analisa CSS (Cairan Serebrospinal) : untuk mendeteksi adanya infeksi.
4. Kimia/ elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
meningkatkan TIK.

24
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hidrosefalus adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di
dalam otak (cairan serebro spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan cairan
tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di
sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vsssital. Hidrosefalus terjadi bila
terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat
antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi
dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS
diatasnya (Allan H. Ropper, 2009). Penatalaksanaan serta asuhan keperawatan
yang tepat terhadap kelainan ini tidak mustahil akan menyembuhkan dan
menyelamatkan nyawa si penderita.

B. Saran
Kepada pembaca disarankan agar juga membaca sumber lain terkait dengan
materi ini sebagai referensi tambahan dalam melengkapi pengetahuan maupun
asuhan keperawatan khusus terhadap penderita hidrosefalus.

25
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sklerosis multipel adalah suatu penyakit oto imun yang ditandai oleh
pembentukan antibody terhadap myelin susunan saraf pusat. System saraf  perifer
tidak terkena. Respon peradangan berperan menimbulkan penyakit dengan
menyebabkan pembengkakan dan edema yang merusak neuron neuron dan
menyebabkan pembentukan flak jarisngan parut pada mielin.
Sklerosis multipel merupakan penyakit berat yang secara medis obatnya sampai
detik ini belum ditemukan dan sampai sekarang belum ada orang yang sembuh
100 %. Sklerosis multipel memang merupakan penyakit yang terasa atau kelihatan
cukup aneh, bukan saja bagi orang lain tetapi juga bagi penderitanya sendiri.
Gejala gejala yang timbul terjadi secara tiba tiba dan biasa hilang lagi secara
sekejap. Atau menetap selama berhari hari atau berminggu minggu atau bahkan
berbulan bulan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Anatomi dan Fisiologi dari multipel sklerosis ?
2. Apa definisi dari multipel sklerosis ?
3. Apa etiologi dari multipel sklerosis ?
4. Apa saja manifestasi klinis dari multipel sklerosis ?
5. Apa patofisiologi dari multipel sklerosis ?
6. Bagaimana WOC dari multipel sklerosis ?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari multipel sklerosis ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada multipel sklerosis ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas perkuliahan sistem neurobehavior dan mengetahui berbagai hal yang
berhubungan dengan multipel sklerosis.
2. Tujuan Khusus

26
a. Mengetahui anatomi dan fisiologi dari multipel sklerosis
b. Mengetahui definisi dari multipel sklerosis
c. Mengetahui Etiologi dari multipel sklerosis
d. Mengetahui manifestasi klinis dari multipel sklerosis
e. Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk multipel sklerosis
f. Mengetahui asuhan keperawatan dari multipel sklerosis

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Multiple sclerosis (MS) merupakan keadaan kronis, penyakit degeneratif
dikarakteristikkan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medulla
spinalis. Demielinasi menunjukkan kerusakan myelin yakni adanya material lunak
dan protein disekitar serabut-serabut saraf otak. Myelin adalah substansi putih
yang menutupi serabut saraf yang berperan dalam konduksi saraf normal
(konduksi salutatory). MS merupakan salah satu gangguan neurologik yang
menyerang usia muda sekitar 18-40 tahun. Insidens terbanyak terjadi pada
wanita.Istilah sklerosis multipel berasal dari banyaknya daerah jaringan parut
(sklerosis) yang mewakili berbagai bercak demielinasi dalam sistem saraf.
Pertanda neurologis yang mungkin dan gejala dari sklerosis multipel
sangat beragam sehingga penyakit ini tidakterdiagnosis ketika gejala pertamanya
muncul.
Multipel Sklerosis (MS) adalah penyakit degenerati sistem saraf pusat
(SSP) kronis yang meliputi kerusakan mielin (material lemak & protein dari
selaput saraf)
Multipel Sklerosis (MS) secara umum dianggap sebagai penyakit
autoimun, dimana sistem imun tubuh sendiri, yang normalnya bertanggung jawab
untuk mempertahankan tubuh terhadap penyakit virus dan bakteri, dengan alasan

27
yang tidak diketahui mulai menyerang jaringan tubuh normal. Pada kasus ini
menyerang sel yang membentuk mielin.
Multipel Sklerosis (MS) merupakan penyakit kronis dimana terjadi
demielinisasi ireguler pada susunan saraf pusat / perier yang mengakibatkan
berbagai derajat penurunan motorik, sensorik dan juga kognitif.
Multipel Sklerosis (MS) merupakan penyakit kronis dari sistem saraf pusat
degeratif dikarakteristikan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan
medula spinalis.

B. Etiologi
Penyebab MS belum diketahui secara pasti namun ada dugaan berkaitan
dengan virus dan mekanisme autoimun (Clark, 1991). Ada juga yang mengaitkan
dengan factor genetic.
Ada beberapa faktor pencetus, antara lain :
1. Kehamilan
2. Infeksi yang disertai demam
3. Stress emosional
4. Cedera

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penyebab Multiple Sclerosis


yang paling nyata adalah factor genetok (mirip kenker), tapi perkembangan dunia
kedokteran terbaru membantah kesimpulan ini. Faktor keturunan tampaknya
berperan dalam terjadinya sklerosis multipel. Sekitar 5% penderita memiliki
saudara laki-laki atau saudara perempuan yang juga menderita penyakit ini dan
sekitar 15% penderita memiliki keluarga dekat yang menderita penyakit ini.
Faktor lingkungan juga berperan dalam terjadinya penyakit ini..

Sklerosis multipel hampir tidak pernah menyerang orang-orang yang


tinggal di dekat katulistiwa. Iklim dimana seseorang tinggal pada 10 tahun
pertama kehidupannya tampaknya lebih penting daripada iklim dimana seseorang
tinggal setelah 10 tahun pertama kehidupannya, Meskipun para ahli menemukan
bahwa MS itu berhubungan dengan infeksi (virus) , imunologis, dan factor genetic

28
serta mengekalkan (menetap) sebagai hasil dari factor intrinsik (contoh kegagalan
imunoregulasi). Hal yang sudah diterima pada MS akan diturunkan. Derajat
pertama, kedua, ketiga relative pada klien dengan MS. Yang meningkatkan resiko
secara perlahan. Multipel unlinked genes akan mudah diterima pada MS.
Adanya faktor presifitasi terdiri dari terpaparnya pada agen pathogenik sebagai
penyebab dari MS masih kontroversi. Ini mungkin karena asosiasi mereka masih
acak dan tidak adanya hubungan sebab akibat disana. Faktor presifitasi yang
mungkin termasuk infeksi , cedera fisik dan strees emosional,kelelahan berlebihan
kehamilan ataupun  seperti faktor ini :
1. Gangguan autoimun (kemungkinan dirangsag / infeksi virus)
2. Kelainan pada unsur pokok lipid mielin
3. Racun yang beredar dalam CSS
4. Infeksi virus pada SSP (morbili, destemper anjing

C. Manifestasi Klinis
Tergantung pada area system saraf pusat mana yang terjadi demielinasi :
1. Gejala sensorik : paralise ekstremitas dan wajah, parestesia, hilang sensasi
sendi dan proprioseptif, hilang rasa posisi, bentuk, tekstur dan rasa getar.
2. Gejala motorik : kelemahan ekstremitas bawah, hilang koordinasi, tremor
intensional ekstremitas atas, ataxia ekstremitas bawah, gaya jalan goyah dan
spatis, kelemahan otot bicara dan facial palsy.
3. Deficit cerebral : emosi labil, fungsi intelektual memburuk, mudah
tersinggung, kurang perhatian, depresi, sulit membuat keputusan, bingung
dan disorientasi.
4. Gejala pada medulla oblongata : kemampuan bicara melemah, pusing,
tinnitus, diplopia, disphagia, hilang pendengaran dan gagal nafas.
5. Deficit cerebellar : hilang keseimbangan, koordinasi, getar, dismetria.
6. Traktus kortikospinalis : gangguan sfingter timbul keraguan, frekuensi dan
urgensi sehingga kapasitas spastic vesica urinaria berkurang, retensi akut dan
inkontinensia.
7. Control penghubung korteks dengan basal ganglia : euphoria, daya ingat
hilang, demensia.

29
8. Traktus pyramidal dari medulla spinalis : kelemahan spastic dan kehilangan
refleks abdomen.

D. Patosfisiologi
Multiple Sclerosis ditandai dengan inflamasi kronis, demylination dan gliokis
(bekas luka). Keadaan neuropatologis yang utama adalah reaksi inflamatori,
mediasi imune, demyelinating proses. Yang beberapa percaya bahwa inilah yang
mungkin mendorong virus secara genetik mudah diterima individu. Diaktifkannya
sel T merespon pada lingkungan, (ex: infeksi). T sel ini dalan hubunganya dengan
astrosit, merusak barier darah otak, karena itu memudahkan masuknya mediator
imun.
Faktor ini dikombinasikan dengan hancurnya digodendrosyt (sel yang
membuat mielin) hasil dari penurunan pembentukan mielin. Makrofage yang
dipilih dan penyebab lain yang menghancurkan sel. Proses penyakit terdiri dari
hilangnya mielin, menghilangnya dari oligodendrosyt, dan poliferasi astrosyt.
Perubahan ini menghasilkan karakteristik plak , atau sklerosis dengan plak yang
tersebar. Bermula pada sarung mielin pada neuron diotak dan spinal cord yang
terserang. Cepatnya penyakit ini menghancurkan mielin tetapi serat saraf tidak
dipengaruhi dan impulsif saraf akan tetap terhubung. Pada poin ini klien dapat
komplain (melaporkan) adanya fungsi yang merugikan (ex : kelemahan).
Bagaimanapaun mielin dapat beregenerasi dan hilangnya gejala menghasilkan
pengurangan. Sebagai peningkatan penyakit, mielin secara total robek/rusak dan
akson menjadi ruwet. Mielin ditempatkan kembali oleh jeringan pada bekas luka,
dengan bentuk yang sulit, plak sklerotik, tanpa mielin impuls saraf menjadi
lambat, dan dengan adanya kehancuranpada saraf, axone, impuls secara total

30
tertutup, sebagai hasil dari hilangnya fungsi secara permanen. Pada banyak luka
kronik, demylination dilanjutkan dengan penurunan fungsisaraf secara progresif.

E. WOC
Faktor predisposisi : Virus, respon imun, dan genetik

Edema & degenerasi mielin

Dieliminasi yg mengkerut menjadi plak

Lesi multipel sklerosis terjadi pada substansi


SSP

Demilenasi

31
Terhentinya alur impuls saraf

Saraf optik Serebelum & batang Serebrum Medulla


dan khiasma otak spinalis

Disfungsi
Gangguan Nistagmus Serebral Lesi kortiko Gg. Sensorik,
pengelihatan
spinalis kelemahan
Ataksia spastic
Hilangnya daya
Resiko tinggi serebral anggota gerak
ingat &dimensia
trauma
gg. afek
Kerusakan Disartia Hambatan
Komunikasi Perubahan mobilitas
verbal eliminasi, fisik
urinarius, resiko
trhadap Tirah baring
Perubahan Eforia : kehilangan
disfungsi lama
kemampuan kemampuan mnyelesaikan
seksual
merawat diri masalah, perubahan
sendiri mengawasi keadaan emosi Resiko
labil, pelupa, apatis tinggi
kerusakan
Defisit perawatan integritas
diri, perubahan Perubahan proses fikir, Koping keluarga tdk
jaringan
nutrisi kurang dari kerusakan interaksi efektif, prubahan
kebutuhan tubuh sosial, koping tdk efektif peran dlm keluarga
F.Pemeriksaan Penunjang
1. Lumbal punction : pemeriksaan elektroforesis terhadap LCS, didapatkan
ikatan oligoklonal yakni terdapat beberapa pita immunoglobulin gamma G
(IgG).
2. DCT Scan : gambaran atrofi serebral
3. MRI : menunjukkan adanya plak-plak kecil dan bisa digunakan
mengevaluasi perjalanan penyakit dan efek dari pengobatan.
4. Urodinamik : jika terjadi gangguan urinarius.
5. Neuropsikologik : jika mengalami kerusakan kognitifif.

32
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Pada umunya terjadi pada orang-orang yang hidup di daerah utara dengan
temperatus tinggi, terutama pada dewasa muda (20-40th).
2. Keluhan Utama
Muncul keluhan lemah pada anggota badan bahkan mengalami spastisitas /
kekejangan dan kaku otot, kerusakan penglihatan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien pernah mengalami pengakit autoimun.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umunya terjadi demilinasi ireguler pada susunan saraf pusat perier
yang mengakibatkan erbagai derajat penurunan motorik, sensorik, dan
juga kognitif
5. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini sedikit lebih banyak ditemukan di antara keluarga yang
pernah menderita penyakit tersebut, yaitu kira-kira 6-8 kali lebih sering
pada keluarga dekat.

6. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat. Adanya perubahan hubungan dan peran karena
klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pada pola persepsi dan konsep diri, didapatkan klien merasa tidak berdaya,
tidak ada harapan,mudah marah dan tidak kooperatif.perubahan yang
terpenting pada klien dengan penyakit mutiple sclerosis adalah adanya

33
gangguan afek, berupa euforia. Keluhan lain yang melibatkan gangguan
serebral dapat berupa hilangnya daya ingat dan dimensia.

B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Klien dengan mutiple sclerosis umumnya tidak mengalami penurunan
kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi,
hipotensi, dan penurunan frekuensi pernapasan berhubungan dengan
bercak lesi di medula spinalis.
2. B1 (Breathing)
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan
pada sistem pernapasan.pada beberapa klien yang telah lama menderita
mutiple sclerosis dengan tampak dari tirah baring lama, mengalami
gangguan fungsi pernapasan. Pemeriksaan fisik yang didapat mencakup
hal-hal sebagai beikut:
a. Inspeksi umum : didapatkan klien batuk atau penurunan
kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum,
sesak nafas, dan penggunaan otot bantu napas.
b. Palpasi : taktil premitus seimbang kanan dan kiri
c. Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
d. Auskultasi : bunyi napas tambahan seperti napas stridor,ronkhi
pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan
batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan
inaktivitas
3. B2 (Blood)
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan
pada sistem kardiovaskuler.akibat dari tirah baring lama dan inaktivitas
biasanya klien mengalami hipotensi postural.
4. B3 (Brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pengkajian fokus atau lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Inspeksi umum didapatkan
berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.

34
5. B4 (Bladder)
Disfungsi kandung kemih. Lesi pada traktus kortokospinalis menimbulkan
gangguan pengaturan spingtersehingga timbul keraguan, frekuensi dan
urgensi yang menunjukkan berkurangnya kapasitas kandung kemih yang
spatis.selalin itu juga timbul retensi dan inkontinensia.
6. B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan asupan nutrisi yang
kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif.
Penurunan aktivitas umum klien sering mengalami konstipasi.
7. B6 (Bone)
Pada keadaan pasien mutiple sclerosisbiasanya didapatkan adanya
kesuliatan untuk beraktivitas karena kelemahan spastik anggota
gerak.kelemahan anggota gerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara
asimetris pada keempat anggota gerak.merasa lelah dan berat pada satu
tungkai, dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret
maju, dan pengontrolan yang kurang sekali. Klien dapat mengeluh
tungkainya seakan-akan meloncat secara spontan terutama apabila ia
sedang berada di tempat tidur.keadaan spatis yang lebih berat disertai
dengan spasme otot yang nyeri.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, paresis, dan
spastisitas.
2. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan kerusakan sensori dan
penglihatan.
3. Defisit perawatan diri (makan,minum,berpakaian,higiene) berhubungan
dengan perubahan kemampuan merawat diri sendiri, kelemahan fisik
spastis.
4. Resiko tinggi kerusakan intergrasi jaringan berhubungan dengan tirah
baring lama.

35
D. Intervensi dan Rasional
Dx. Kep. I : Hambatan mobilitas fisik yang b.d kelemahan, paresis, dan spastisitas
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai
dengan kemampuannya
Kriteria Hasil : Klien dapat  ikut serta dalam program latihan, Tidak terjadi kontraktor
sendi, Bertambahnya kekuatan otot, Klien menunjukkan tindakkan untuk meningkatkan
mobilitas

Intervensi Rasional
1. Kaji mobilitas yang ada dan 1. Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam
observasi terhadap melakukan aktifitas
peningkatan kerusakan, kaji 2. Relaksasi dan koordinasi latihan otot
secara teratur fungsi meningkatkan efisiensi otot pada klien multipel
motorik sklerosis
2. Modifikasi peningkatan 3. Klien dianjurkan untuk melakukan aktifitas
mobilitas fisik melelahkan dalam waktu singkat, karena
3. Anjurkan teknik aktifitas lamanya latihan yang melelahkan ekstremitas
dan teknik istirahat dapat menyebabkan paresis, kebas, atau tidak
4. Ajarkan teknik latihan jalan ada koordinasi.
5. Ubah posisi klien tiap 2 jam 4. Latihan berjalan meningkatkan gaya berjalan,
6. Ajarkan klien untuk karena umumnya pada keadaan tersebut kaki
melakukan latihan gerak dan telapak kaki kehilangan sensasi positif.
aktif pada ekstermitas yang 5. Menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan
tidak sakit akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah
7. Lakukan gerak pasif pada yang tertekan.
ekstermitas yang sakit. 6. Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
8. Bantu klien melakukan kekuatan otot serta memperbaiki funsi jantung
latihan ROM, perawatan dan pernapasan
diri sesuai toleransi 7. Otot volunteer akan kehilangan tonus dan
9. Kolaborasi dengan ahli kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakan.
fisioterapi untuk latihan 8. Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai
fisik klien kemampuannya
9. Peningkatan kemampuan dalam mobilisasi
ektremitas dapat ditingkatkan dengan latihan
fisik dari tim fisioterapi

Dx. Kep. II : Resiko trauma b.d kerusakan sensori dan penglihatan, dampak tirah
baring lama dan kelemahan spastis
Tujuan : dalam waktu 3x 24 jam resiko trauma tidak terjadi

36
Kriteria Hasil : Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan trauma, Decubitus tidak
terjadi, Kontraktur sendi tidak terjadi, Klien tidak jatuh dari tempat tidur.

Intervensi Rasional
1. Pertahankan tirah baring 1. Meminimalkan rangsangan nyeri akibat
dan imobilisasi sesuai gesekkan antara fragmen tulang dengan jaringan
indikasi lunak disekitarnya
2. Berikan kacamata yang 2. Tameng mata atau kacamata penutup dapat
sesuai dengan klien digunakan untuk memblok implus penglihatan
3. Minimalkan efek imobilitas. pada satu mata bila klien mengalami diplopia
4. Modifikasi pencegahan atau penglihatan ganda
cedera 3. Oleh karena aktifitas fisik dan imobilisasi sering
5. Modifikasi lingkungan terjadi pada multipel sklerosis, maka komlikasi
6. Ajarkan teknik berjalan yang di hubungkan dengan imobilisasi
7. Berikan terapi okupasi mencakup dekubitus dan langka untuk
8. Meminimalkan resiko mencegahnya
decubitus 4. Pencegahan cedera dilakukan pada klien
9. Inspeksi kulit dibagian multipel sklerosis jika disfungsi motorik
distal setiap hari ( pantau menyebabkan masalah dalam tidak ada
kulit dan membran mukosa koordinasi dan adanya kekakuan atau jika
terhadap iritasi, kemerahan, ataksia ada, klien resiko jatuh.
atau lecet-lecet ) 5. Untuk mengatasi ketidak mampuan, klien di
10. Minimalkan spastisitas dan anjurkan untuk dengan kaki kosong pada ruang
kontraktur yang luas untuk menyediakan dasar yang luas
11. Ajarkan teknik latihan dan untuk meningkatkan kemampuan berjalan
12. Pertahankan sendi 90 dengan stabil
derajad terhadap papan kaki 6. Jika kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh,
13. Evaluasi tanda / gejala klien di anjurkan untuk melihat kaki sambil
perluasan cedera jaringan berjalan
( peradangan lokal / 7. Terapi okupasi merupakan sumber yang
sistemik, sperti peningkatan membantu individu dalam memberi anjuran dan
nyeri, edema dan demam ) menjamin bantuan untuk maningkatkan
kemandirian
8. Oleh karena hilangnya sensori dapat
menyebabkan bertambahnya kehilangan
gerakkan motoric. Decubitus terus diatasi untuk
inegritas kulit. Penggunaan kursi roda
meningkatkan resiko.
9. Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan
hilangnya sensasi resiko tinggi kerusakan
integritas kulit kemungkinan komplikasi
imobilisasi

37
10. Spastisitas otot biasa terjadi dan terjadi pada
tahap lanjut, yang terlihat dalam bentuk addukor
yang berat pada  pinggul, dengan spasme fleksor
pada pinggul dan lutut.
11. Latihan setiap hari untuk menguatkan otot
diberikan untuk meminimalkan kontraktur sendi.
Perhatian khusus diberikan pada otot-otot paha,
otot gatroknemeus, adductor, biseps dan
pergelangan tangan, serta fleksor jari-jari
12. Telapak kaki dalam posisi 90 derajad dapat
mencegah footdrop
13. Menilai perkembangan masalah klien

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sklerosis multipel  merupakan  penyakit pada sistem Persyarafan  yang
ditandai dengan lemah, mati rasa, hilnganya fungsi pendengaran dan penglihatan
yang biasanya terjdi pada umur 18-40 tahun dan kapan saja. Sklerosis multipel
timbul karena pola makan yang tidak teratur, pola diet, penggunaan obat,
konsumsi alcohol, merokok dan kurang beraktifitas. Klien perluh diberikan
pendidikan kesehatan tentang pencegahan,dan pengobatan agar dapat menjaga
kesehatannya.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan kita tentang asuhan keperawatan klien dengan Multiple Sklerosis.
Kami selaku penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi

38
s

DAFTAR PUSTAKA

Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM. 2010.
Buku Ajar
Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press.
Tucker,Susan Martin dkk.2008.Standar perawatan pasien edisi 5.Jakarta:EGC.
Wilkinson,Judith M.2007.Diagnosa Keperawatan NIC dan NOC.Jakarta EGC.
Carpenito/Moyeth,Lynda Juall.2007.Buku saku diagnosis
keperawatan.Jakarta:EGC
Brunner & suddarth.2002. keperawatan medikal bedah ed 8 vol.3 EGC. Jakarta
Clark.1991. Mekanisme Autoimune Manusia. Bandung. Gramedhia
Lynda Juall Carpenito, ( 2000) Buku Saku : Diagnosa Keperawatan, Ed.8, EGC,
Jakarta
M. Taylor, Cynthia. 2011. Diagnossis Keperawatan dengan Rencana Asuhan.
Jakarta : EGC.
Mc. Graw Hill. 2000. Keperawatan Medikal Bedah Basic Neurologi. Jakarta. PT:
Ghanesa

39
Mutaqin Arif. 2008. Asuhan keperawatan klien dangan gangguan system
persyarafan ed 6 vol.2. salemba medical. Jakarta.

40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54

Anda mungkin juga menyukai