Anda di halaman 1dari 4

Kakaluk pengobatan patah tulang

Sama halnya Pulau Timor yang menyanggah lima kabupaten dan kota yakni Kota Kupang, Kabupaten
Kupang, TTS, TTU dan Kabupaten Belu. Kelimanya menyimpan aneka budaya yang kaya makna.

Masyarakat Belu memiliki budaya yang unik, yakni mengobati pasien patah tulang dengan cara
pengobatan tradisional. Cara pengobatan itu disebut Kakaluk.

Ada dua cara pengobatan yang ditempuh, yaitu medis dan tradisional. Secara medis, pasien harus
melewati satu tindakan dengan cara mengamputasi sebagian tubuh yang rusak oleh dokter ahli.
Sedangkan secara tradisional (kakaluk), pasien mendapat pengobatan dengan menggunakan
pengobatan tradisional.

Selain pengobatan tradisional yang diberikan, pasien mendapat kekuatan dari pemilik kakaluk. Kekuatan
ini diperoleh secara turun-temurun dari leluhur hanya kepada orang tertentu saja.

Secara rasional, penyembuhan dengan Kakaluk terhadap pasien patah tulang sangat diragukan karena
kurang masuk akal. Betapa tidak. Pengobatannya sederhana dan praktis. Pasien hanya mendapat
semburan ramuan yang dikunyah oleh pemilik kakaluk. Semburan ramuan itu diyakini bisa
menyambungkan tulang pasien yang patah.

Kekuatan ramuan Kakaluk tidak bisa diuji secara medis. Namun fakta berbicara bahwa dengan
pengobatan Kakaluk, banyak pasien patah tulang telah kembali berjalan normal. Jangan ditanya, apa
saja resep ramuan yang disemburkan. Setiap pemilik tidak akan membuka rahasia ramuan kepada publik
tentang rahasia 'jimat kakaluk'.

Ramuannya sangat rahasia. Secara kasat mata, hanya bisa melihat selembar daun sirih yang dibubuhi
dengan sejenis pinang kering. Ramuan langsung dikunyah hingga hancur, air ramuan dibiarkan beberapa
detik di mulut lalu disemburkan ke bagian tubuh yang mengalami patah tulang.
Pasien akan merasa nyaman (adem) seusai diberi jimat berwarna merah (mirip warna air sirih pinang)
yang dikonsumsi warga setempat. Rasa perih di sekitar luka menjadi reda sedikit demi sedikit.

Cara pengambilan ramuan dilakukan sendiri oleh pemiliknya. Ada beberapa jenis tanaman yang diambil
di hutan tertentu. Cara pengambilan pun sangat misterius, pucuk daun maupun ranting yang dipangkas
tidak dapat diamati orang lain. Tanaman itu diolah mirip serbuk pinang, yang tersimpan rapi dalam satu
kemasan botol minuman plastik. Sirih daun segar dan serbuk ramuan tersimpan dalam tas yang selalu
dibawa ke mana saja pemilik Kakaluk itu pergi.

Proses penyembuhan patah tulang membutuhkan waktu yang lama. Hari ketiga, sejak hari kejadian
kecelakaan, luka akan kembali pulih. Bengkak pada kaki turun secara perlahan, rasa nyeri mulai
berkurang.

Pengobatan tradisional Kakaluk memiliki batas waktu penyembuhan yakni sebelas hari. Pasien
diperkenankan turun dari ranjang, tempat pembaringan selama sakit. Bagian kaki yang patah diajar
untuk melakukan gerak jalan secara perlahan. Memang tidak mudah seorang pasien untuk berjalan
normal, setelah mengalami patah tulang. Namun berkat tuntunan pemilik Kakaluk, tahapan belajar jalan
pasien berhasil dengan baik.

Penyembuhan segera diperoleh bila pasien juga taat pada larangan-larangan yang diberikan. Larangan
untuk tidak mengonsumsi ikan, garam, pisang merah, makanan yang mengandung asam tinggi serta
pepaya.

Sedangkan daging boleh dikonsumsi dengan porsi yang dinilai cukup untuk kebutuhan tubuh dalam
sehari. Setiap pasien yang mendapat layanan dengan cara Kakaluk dijamin untuk tidur nyaman tanpa
harus naik turun ranjang. Magic-nya diyakini bisa menahan sejumlah makanan yang dikonsumsi untuk
tidak buang air besar (BAB). Pasien hanya bisa buang air seni saja tanpa harus bolak-balik toilet. Oleh
karena itu, pasien disarankan untuk tidak ragu mengonsumsi makanan sewajarnya dalam sehari tanpa
rasa khawatir.

Ujian penyembuhan bukan hanya dari para pasien. Pemilik Kakaluk harus bisa tahan uji untuk
menghadapi cobaan yang bersifat memperkaya diri dan kesetiaan dalam pelayanan. Saat memberikan
pelayanan, ada banyak cobaan yang datang silih berganti. Ketiadaan uang transport ke rumah pasien,
menyelesaikan urusan adat dalam keluarga serta menghadiri pemakaman keluarga. Bahkan secara
interen, ada juga kendala dalam rumah tangga. Semua tantangan itu harus dilewati.

Cobaan lainnya yakni ketiadaan uang transpor ke rumah pasien. Begitu pun saat kembali ke rumah,
pasien hanya memberi seribu perak. Prinsipnya, tidak meminta. Diberi berapa pun harus diterima
karena semua itu merupakan berkat Yang Di Atas. Pasien ada yang jijik saat pengobatan. Maklum,
ramuan Kakaluk dikunyah lalu disemburkan ke bagian luka. Air liur yang bercampur ramuan tampak
becek di bagian luka. Beberapa menit, ramuan itu mengering menutupi bagian tulang yang patah.

Saat memberikan pelayanan harus dijalani dengan hati yang ikhlas. Jangan sampai ada kesan pelayanan
hanya setengah- setengah saja. Pasien ditelantarkan, bahkan tidak memperoleh kesembuhan sama
sekali. Hasil ronsen paramedis dijadikan acuan dalam memberikan tindak pelayanan selanjutnya.
Apakah tulang patah ke kiri atau ke kanan, harus dipelajari secara cermat. Tulang harus dikembalikan ke
posisi semula, agar bisa berjalan normal.

Tidak semua pelayanan pengobatan Kakaluk berjalan sukses. Ada juga tingkat kecelakaan yang berat
hingga korban kehilangan nyawa saat mendapat perawatan tradisional. Kegagalan itu diyakini sebagai
cobaan dari Yang Maha Kuasa agar pemilik Kakaluk lebih setia dan taat dalam melayani sesama yang
membutuhkan.

Pengobatan tradisional Kakaluk sudah menjadi buah bibir warga Kabupaten Belu. Para medis di rumah
sakit dn di Puskesmas telah berulang-ulang mengeluarkan pasien patah tulang atas permintaan
keluarga. Pemulangan secara paksa itu, bukan hal baru lagi. Kehadiran pemilik Kakaluk di ruang Instalasi
Rawat Darurat (IRD) justru membawa kedamaian. Para perawat tidak lagi repot memegang gunting dan
ferban untuk mengobati luka pasien. Mereka tidak lagi dengan wajah jijik dan enggan untuk melayani
karena pasien telah dibawa keluarga bersama pemilik Kakaluk.

Anda boleh percaya atau tidak dengan pengobatan tradisional dengan cara Kakaluk. Faktanya, Agus
Mali, warga Wedomu- Belu ini menyimpan banyak pengalaman memberikan pelayanan tradisional
Kakaluk.

Berkat talenta yang diberikan Tuhan kepadanya, ia telah menyusuri kampung dan menyambangi rumah
para pejabat untuk memberikan pengobatan. Warga Kota Kupang dan Flores juga telah merasakan
kebaikan jasa pemilik Kakaluk ini.
"Saya bukan penjual obat keliling. Saya hanya mau melayani sesama yang membutuhkan. Asal jangan
jijik dengan Kakaluk, kalau mau sembuh," ujar Agus, usai mengobati salah satu pasien patah tulang di
kilo empat, Tubaki Oan- jurusan Atambua Kupang, Rabu (06/1/2010). (rosalina langa woso)

Anda mungkin juga menyukai