Anda di halaman 1dari 85

ANALISIS KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK

PADA MATERI USAHA DAN ENERGI DALAM


PEMBELAJARAN FISIKA DI KELAS X
SMA NEGERI 1 KONAWE SELATAN

PROPOSAL

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Mengikuti


Seminar Proposal Penelitian pada Program Studi Tadris Fisika

Oleh :

RINI PUTPITA SARI


NIM. 17010109005

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
KENDARI
2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................
1.2 Fokus Penelitian.................................................................................
1.3 Rumusan Masalah..............................................................................
1.4 Tujuan Penelitian................................................................................
1.5 Manfaat Penelitian..............................................................................
1.6 Definisi Operasional...........................................................................

BAB II KAJIAN TEORI


2.1 Kesulitan Belajar................................................................................
2.2 Tingkat Pemahaman Konsep..............................................................
2.3 Miskonsepsi........................................................................................
2.4 Pembelajaran Fisika...........................................................................
2.5 Materi Usaha dan Energi....................................................................
2.6 Kajian Relevan...................................................................................

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian...................................................................................
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian............................................................
3.3 Jenis dan Sumber Data.......................................................................
3.4 Teknik Pengumpulan Data.................................................................
3.5 Teknik Analisis Data..........................................................................
3.6 Pengecekan Keabsahan Data..............................................................

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.........................................................................................
5.2 Saran...................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perkembangan dalam bidang pendidikan memegang peranan penting

dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sumber daya manusia yang

berkualitas akan menjadi tumpuan utama agar suatu bangsa dapat berkompetisi.

Dengan demikian, pendidikan diarahkan untuk membentuk manusia yang

berkualitas, mampu bersaing, memiliki budi pekerti yang luhur dan bermoral yang

baik. Dalam undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 pendidikan adalah:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan


suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara” (UU SISDIKNAS No. 20, 2003).

Perkembangan dalam bidang pendidikan bertujuan agar peserta didik

mampu menguasai materi secara optimal. Perkembangan yang ada di dalamnya

terkait dengan perkembangan kualitas guru, kurikulum, proses pembelajaran dan

sumber belajar. Proses pembelajaran merupakan proses mengembangkan seluruh

potensi peserta didik agar peserta didik mampu menguasai materi sesuai dengan

indikator yang ditetapkan. Usman dalam Aghits (2018) mengatakan “Proses

pembelajaran dikatakan berhasil apabila peserta didik mampu menguasai materi

secara optimal minimal 80%”.


Pembelajaran hakikatnya sangat berkaitan dengan interaksi antara guru

dan peserta didik. Guru merupakan elemen penting dalam proses pembelajaran,

dimana guru adalah seorang pengajar yang dapat mengajarkan suatu ilmu. Peran

guru sangatlah penting untuk mendukung dan membantu peserta didik dalam

proses pembelajarannya. Riyana (2007) mengatakan bahwa, “Pembelajaran

merupakan proses komunikasi dua arah antara guru sebagai fasilitator dan peserta

didik sebagai pembelajar dengan memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada

untuk mencapai tujuan pembelajaran”. Winasih (2009) juga mengemukakan

bahwa “tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan tingkah laku (belajar)

pada peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran”.

Guru sebagai seorang pendidik tentunya merupakan salah satu subyek

yang turut bertanggung jawab terhadap keberhasilan peserta didik. Namun dalam

kenyataannya, guru sering lupa menyadari bahwa setiap peserta didik memiliki

tingkat pemahaman yang berbeda-beda terhadap suatu materi tertentu yang

disampaikan dalam kegiatan belajar mengajar. Tingkat pemahaman peserta didik

yang berbeda-beda ini, menghasilkan tiga kelompok peserta didik yaitu kelompok

peserta didik yang sangat berhasil memahami meteri yang disampaikan, kelompok

peserta didik yang cukup dan kelompok peserta didik dengan variasi kesulitan

belajar yang dialami untuk dapat memahami materi tersebut.

Persoalan kesulitan belajar merupakan suatu problema yang cukup

fenomenal dalam dunia pendidikan. Banyak orang yang ingin sukses dan berhasil

dalam pendidikannya, namun tidak sedikit orang yang mengalami kendala yang

berarti. Sudrajat dalam Kartika (20) mengatakan bahwa “Kesulitan belajar peserta
didik ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil

belajar dan dapat bersifat psikologis, sosiologis maupun fisiologis sehingga pada

akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah

semestinya.”

Faktor kesulitan belajar peserta didik ada dua macam yaitu faktor dari

dalam (internal) dan faktor dari luar (eksternal). Dari segi internal salah satunya

adalah intelektual atau intelegensi, sedangkan dari faktor eksternal diantaranya

yaitu guru, orang tua dan sekolah. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan

adanya suatu pengetahuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi

penyebab terjadinya kesulitan tersebut, sehingga dapat dilakukan upaya

meminimalkan kesulitan yang dialami oleh peserta didik.

Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah

Menengah Atas (SMA) dan merupakan kelanjutan dari pelajaran Fisika di

Sekolah Menengah Pertama (SMP). Fisika mempelajari keterkaitan antara

konsep-konsep Fisika dengan kehidupan nyata, pengembangan sikap dan

kesadaran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologi beserta

dampaknya. Freedam dalam Aghits (2018) mengatakan, “Fisika merupakan ilmu

pengetahuan eksperimental dimana manusia harus mengamati fenomena alam

untuk menemukan pola dan prinsip yang menghubungkan fenomena-fenomena

yang terjadi”. Setiap fenomena yang dipelajari dalam fisika membutuhkan

pemahaman konsep. Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 menyatakan bahwa:

“Salah satu tujuan mata pelajaran fisika, khususnya untuk pendidikan


jenjang menengah adalah agar peserta didik dapat menguasai konsep dan
prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan
pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan
pendidikan, khususnya pada jenjang yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi” (Permendiknas
No.22, 2006).

Namun, kenyataannya peserta didik menganggap Fisika adalah pelajaran

yang menuntut penghafalan banyak rumus dan sangat sulit untuk memahami

materi yang ada di dalamnya sehingga berpengaruh pula dalam menyelesaikan

soal-soalnya. Dengan kebiasaan peserta didik yang seringkali hanya menghafal

rumus-rumus fisika tanpa memahami konsep, cenderung mengalami kesulitan

dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan peserta didik yang

hanya menghafal rumus-rumus fisika tanpa memahami konsepnya juga akan

semakin menghambat peserta didik dalam belajar fisika, karena fisika bukan

hanya sekedar menghafalkan rumus akan tetapi diperlukan pemahaman konsep

dasar untuk menunjang pada konsep lanjutan yang lebih rumit dan menuntut

untuk terus mengaitkan beberapa konsep sekaligus.

Kesalahan peserta didik dalam menafsirkan hal tersebut disebut dengan

miskonsepsi. Mosik (2010) mengatakan bahwa, “miskonsepsi didefinisikan

sebagai kesalah pahaman yang mungkin terjadi selama atau sebagai hasil dari

pengajaran yang baru saja diberikan, berlawanan dengan konsepsi-konsepsi ilmiah

yang dibawa atau berkembang dalam waktu lama”.

Kesalahan yang terjadi ini bisa disebabkan karena pemahaman peserta

didik itu sendiri. Setiap manusia memiliki pemikirannya sendiri dan terkadang

membuat kesimpulan atas apa yang telah dialaminya. Beberapa diantaranya

menyimpulkan sebuah kejadian secara harfiah saja tanpa ada telaah lebih lanjut

dan tidak dihubungkan dengan konsep-konsep yang lainnya. Kelemahan ini


terjadi karena peserta didik tidak mampu menghubungkan atau tidak dapat

menemukan korelasi antara konsep yang satu dengan yang lainnya sehingga

membuat mereka menjadi bingung dan sebuah kesalah pahaman dapat terjadi.

Oleh karena peserta didik juga memiliki pemikirannya sendiri dan apabila

pemikirannya itu adalah sebuah kebenaran untuk dirinya maka tidak ada yang bisa

merubah pemikirannya. Berbeda jika orang tersebut sadar dengan pemikirannya

dan menyadari bahwa yang dipikirkan adalah salah maka miskonsepsi dapat

teratasi.

Belajar dikatakan berhasil apabila semua tujuan pembelajaran dapat

tercapai dengan baik dan memperoleh hasil belajar yang maksimal. Namun

kenyataannya, masih saja ditemukan hasil belajar yang belum maksimal.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan ibu Yuspita Sari selaku guru Fisika

di kelas X, SMA Negeri 1 Konawe Selatan, pada tanggal 17 April 2020 diketahui

adanya kesulitan belajar peserta didik pada materi usaha dan energi. Guru

menganggap bahwa materi tersebut sulit dipahami oleh peserta didik karena

beberapa hal yaitu peserta didik menganggap rumus materi tersebut sangat banyak

dan berbelit-belit, peserta didik kurang termotivasi pada materi yang disampaikan,

peserta didik kurang berusaha untuk memahami materi tersebut dan peserta didik

mendapat kesulitan dalam menetapkan penguasaan bagian-bagian yang sukar dari

seluruh bahan yang harus dipelajarinya. Penyebab lain yang dapat menjadi

kesulitan belajar peserta didik adalah konsep dasar yang belum dikuasai peserta

didik, pengalaman peserta didik yang berhubungan dengan materi serta peserta
didik mendapatkan konsep dari sumber belajar yang lain sehingga dianggap

dianggap dapat membenarkan.

Kesulitan belajar apabila tidak segera diatasi akan terus-menerus

mengganggu peserta didik dalam menerima pengetahuan-pengetahuan baru.

Apabila kesulitan belajar tidak diperhatikan oleh guru, maka berakibat semakin

bertambahnya materi yang tidak mampu dipahami secara tuntas. Hal ini, dapat

mengakibatkan kekurangmampuan peserta didik dalam menjawab soal-soal yang

diberikan dan akhirnya berdampak pada rendahnya hasil belajar peserta didik.

Oleh karena itu, dibutuhkan berbagai usaha untuk mengatasi masalah tersebut.

Kesulitan belajar yang terjadi pada peserta didik harus dianalisis agar tujuan dari

pembelajaran dapat terpenuhi.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka perlu

dilakukan analisis untuk mengetahui kesulitan dalam pemahaman konsep materi

Usaha dan energi serta miskonsepsi dalam materi tersebut pada peserta didik kelas

X SMA Negeri 1 Konawe Selatan. Oleh karena itu, peneliti mengangkat

penelitian dengan judul “Analisis Kesulitan Belajar Peserta Didik pada Materi

Usaha dan Energi dalam Pembelajaran Fisika di Kelas X SMA Negeri 1

Konawe Selatan”.

1.2Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakanng di atas peneliti

memfokuskan penelitian ini pada:


1.2.1 Analisis kesulitan belajar peserta didik pada tingkat pemahaman

konsep materi usaha dan energi dalam pembelajaran fisika di kelas X

SMA Negeri 1 Konawe Selatan.

1.2.2 Analisis kesulitan belejar peserta didik pada miskonsepsi materi usaha

dan energi dalam pembelajaran fisika di kelas X SMA Negeri 1

Konawe Selatan.

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1.3.1 Bagaimana kesulitan belajar peserta didik dalam pemahaman konsep

pada Materi Usaha dan energi di Kelas X SMA Negeri 1 Konawe

Selatan?

1.3.2 Bagaimana kesulitan belajar perserta didik dalam terjadinya

miskonsepsi pada materi Usaha dan energi di kelas X SMA Negeri 1

Konawe Selatan?

1.4Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1.4.1 Untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami peserta didik dalam

pemahaman konsep materi usaha dan energi di kelas X SMA Negeri 1

Konawe Selatan.

1.4.2 Untuk mengetahui kesulitan belajar peserta didik dalam miskonsepsi

materi usaha dan energi di kelas X SMA Negeri 1 Konawe Selatan.


1.5Manfaat Penelitian

Adapaun manfaat dari penelitian ini terdiri dari dua macam yaitu manfaat

teoritis dan manfaat praktis.

1.5.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan dan

pemahaman penulis khususnya dalam mengetahui kesulitan belajar peseta

didik pada materi usaha dan energi dalam pembelajaran Fisika, serta

diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu

pengetahuan dan menambah kajian ilmu pengetahuan alam khususnya Fisika.

1.5.2 Manfaat praktis

1.5.2.1 Bagi peserta didik

Dapat digunakan untuk mengetahui kesulitan belajar yang

dialaminya khususnya pada materi usaha dan energi dalam

pembelajaran fisika, sehingga dapat dijadikan sebagai motivasi diri

untuk meningkatkan semangat belajar.

1.5.2.2 Bagi guru

Guru tidak hanya dapat mengetahui kesulitan belajar peserta

didik khususnya pada materi usaha dan energi dalam pembelajaran

Fisika. Tetapi guru juga dapat menjadikan referensi atau masukan

untuk mengatasi kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik

sehingga dapat menyusun strategi pembelajaran yang lebih baik dalam

menyampaikan materi fisika.


1.5.2.3 Bagi sekolah

Sekolah berkontribusi dalam memajukan pendidikan serta

perkembangan dengan meningkatkan kompetisi guru dan peserta didik

dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Sehingga, mampu

bersaing dengan sekolah-sekolah yang lain.

1.5.2.4 Bagi Peneliti

Dapat digunakan sebagai cara untuk mengembangkan diri

dan pengalaman untuk mengetahui letak kesulitan belajar yang

dialami peserta didik khususnya pada materi usaha dan energi.

Sehingga dapat dijadikan sebagai upaya untuk mempersiapkan diri

menjadi guru yang berkualitas khususnya dalam pembelajaran Fisika.

1.5.2.5 Bagi peneliti lain

Dapat digunakan sebagai salah satu sumber untuk menambah

wawasan dan pengetahuan tentang kesulitan belajar peserta didik

dalam pembelajaran fisika. Sehingga dapat dijadikan acuan untuk

melakukan penelitian yang sejenis atau pengembangan terhadap topic-

topik lain.

1.6Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalah penafsiran terhadap istilah-istilah dalam

proposal ini, maka perlu didefinisikan hal-hal berikut:

1.6.1 Analisis Kesulitan Belajar

Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan,

perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya


(sebab musahab, duduk perkara dan sebagainya). Kesulitan belajar adalah

keadaan dimana peserta didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya yang

disebabkan oleh hambatan atau gangguan tertentu dalam proses pembelajaran

sehingga peserta didik tidak dapat mencapai hasil belajar yang diharapkan.

Jadi, Analisis yang dimaksud dalam proposal ini adalah suatu penyelidikan

yang dilakukan untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami oleh peserta

didik pada pembelajaran fisika.

1.6.2 Pembelajaran Fisika

Pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses

mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar peserta didik

sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong peserta didik melakukan

proses belajar. Artinya, dengan kegiatan pembelajaran seseorang dapat

memperoleh ilmu pengetahuan tentang materi yang dipelajari dan dapat

merubah pola pikir peserta didik. Fisika merupakan cabang ilmu pengetahuan

alam yang mengkaji atau mempelajari fenomena atau gejala-gejala alam serta

interaksinya. Jadi, pembelajaran fisika yang dimaksud pada proposal ini

adalah usaha atau proses yang dilakukan seseorang untuk dapat memperoleh

ilmu pengetahuan atau materi tentang fenomena-fenomena alam yang ada

disekitanya dalam hal ini adalah materi pelajaran Fisika.

1.6.3 Materi Usaha dan Energi

1.6.3.1 Konsep usaha atau kerja

Kata kerja memiliki berbagai arti pada bahasa sehari-hari,

tetapi dalam fisika, usaha diberi arti yang spesifik untuk


mendeskripsikan apa yang dihasilkan oleh gaya yang bekerja

pada suatu benda yang menyebabkan benda berpindah. Menurut

Halliday, dkk (2010: 154) usaha adalah energi yang dipindahkan ke

atau dari sebuah obyek tersebut. Lebih spesifik lagi, usaha yang

dilakukan pada sebuah benda oleh gaya yang konstan dalam hal besar

dan arah (Giancolli, 2001: 173).

1.6.3.2 Energi Potensial dan Energi Kinetik

Energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha. Energi

termasuk ke dalam besaran skalar. Energi kinetik adalah energi yang

dimiliki benda karena gerakannya atau kecepatannya. Jadi, setiap

benda yang bergerak mempunyai energi kinetik. Energi potensial

(Ep) adalah energi yang dihubungkan dengan gaya-gaya yang

bergantung pada posisi atau konfigurasi benda dengan lingkungannya.

1.6.3.3 Hukum Kekekalan Energi Mekanik

Energi mekanik adalah jumlah energi potensial dari energi

kinetik.

Em = Ep + Ek (Halliday, dkk. 2010) …1

Keterangan :

Em = Energi Mekanik (Joule)

Ek = Energi Kinetik (Joule)

Ep = Energi Potensial (Joule)

Giancoli dalam Reni, dkk (2018) Hukum kekekalan energi

mekanik berbunyi sebagai berikut: “Jika pada suatu sistem hanya


bekerja gaya-gaya dalam yang bersifat konservatif (tidak bekerja gaya

luar dan gaya dalam tak konservatif), maka energi mekanik sistem

pada posisi apa saja selalu tetap (kekal). Artinya energi mekanik

sistem pada posisi akhir sama dengan energi mekanik sistem pada

posisi awal” (Reni Eka Safitri, dkk. 2018, h. 27-28).


BAB II

KAJIAN TEORI

2.1Kesulitan Belajar

2.1.1 Pengertian Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar adalah keadaan dimana peserta didik

tidak dapat belajar sebagaimana mestinya yang disebabkan

oleh hambatan atau gangguan tertentu dalam proses

pembelajaran sehingga peserta didik tidak dapat mencapai

hasil belajar yang diharapkan (Henny, 2015, h. 5).

Kesulitan belajar secara khusus adalah suatu gangguan

dalam satu atau lebih dari proses sikologi dasar yang

mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau

tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri

dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara,

membaca, mengeja, atau berhitung. Pada kenyataanya,

dalam proses belajar mengajar masih di jumpai bahwa

peserta didik mengalami kesulitan belajar. Kenyataan ini lah

yang harus segera ditangani dan di pecahkan. Abdurrahman

dalam Muhammad mengatakan :

“Kesulitan belajar peserta didik dapat di sebabkan oleh dua faktor,


internal dan eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar (learning
disabilities) adalah faktor internal yaitu kemungkinan adanya
disfungsi neurologis, sedankan penyebab utama problema belajar
(lerning problems) adalah faktor eksternal, yaitu antara lain berupa
strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang
tidak membangkitkan motivasi belajar anak” (Muhammad Nasir,
2017, h. 59).

.
Disamping itu, penyebab jelaknya nilai yang diperoleh

peserta didik dari suatu mata pelajaran bisa jadi karena

ketidaksukaan peserta didik kepada gururnya atau cara guru

mengajar.Bila nilai perolehan peserta didik umumnya atau semuanya jelek,

ini besar kemungkinan karena rendahnya kemampuan peserta didik tersebut.

Mulyono Abdurrahman mengklasifikasikan kesulitan belajar peserta didik

kedalam dua kelompok yaitu:

2.1.2 Jenis-Jenis Kesulitan Belajar

Darsono, dkk dalam Fitra (2010) menyatakan terdapat

beberapa jenis kesulitan belajar, diantaranya adalah sebagai

berikut (Fitra Suci Arista, 2010, h. 56) :

2.1.2.1Gangguan Belajar (Learning Disosder)

Mengandung makna suatu proses belajar yang

terganggu karena adanya respon-respon tertentu yang

bertentangan atau tidak sesuai. Gejala semacam ini

kemungkinan dialami oleh peserta didik yang kurang

berniat terhadap suatu mata pelajaran tertentu, tetapi

harus mempelajari karena tuntutan kurikulum. Kondisi

semacam ini menimbulkan berbagai macam gangguan

seperti berkurangnya intensitas kegiatan belajar atau

bahkan mogok belajar.


2.1.2.2Ketidakmampuan Belajar (Learning Disability)

Kesulitan ini berupa ketidakmampuan belajar

karena berbagai sebab. Peserta didik tidak mampu

belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil yang

dicapai berada di bawah potensi intelektualnya.

Penyebabnya beraneka ragam, mungkin akibat

perhatian dan dorongan orang tua yang kurang

mendukung atau masalah mental dan emosional.

2.1.2.3Gangguan Fungsi Belajar (Learning Disfunction)

Merupakan kesulitan belajar yang terjadi karena

adanya anggota tubuh yang tidak berfungsi dengan

baik dan menganggu dalam kegiatan pembelajaran.

Kesulitan ini bisa terjadi oleh beberapa hal seperi

gangguan alat indera atau gangguan tubuh seorang

peserta didik.

2.1.2.4Pemahaman Belajar Lambat (Slowly Learner)

Peserta didik yang mengalami kesulitan belajar

semacam ini memperlihatkan gejala belajar lambat

atau dapat dikatakan poses perkembangannya lambat.

Peserta didik tidak mampu menyelesaikan pelajaran

atau tugas-tugas belajar dalam batas waktu yang sudah

ditetapkan. Kondisi tersebut dikarenakan berbagai hal


seperti faktor dari guru, waktu belajar, fasilitas sekolah

dan lain-lain.

2.1.2.5Keinginan Belajar Rendah (Under Achiever)

Peserta didik semacam ini memiliki hasrat

belajar rendah di bawah potensi yang apa adanya.

Kecerdasannya tergolong normal, tetapi karena sesuatu

hal, proses belajarnya terganggu sehingga prestasi

belajar yang diperolehnya tidak sesuai dengan

kemampuan potensial yang dimilikinya. Misalnya

seseorang memiliki hasrat yang rendah dalam belajar

fisika dan matematika, maka anak tersebut akan

mengalami gangguan dalam proses pembelajaran yang

menggunakan konsep matematika dan fisika.

Dari berbagai macam kesulitan belajar tersebut

memiliki berbagai faktor yang mempengaruhi, faktor

tersebut dituangkan dalam faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar. Faktor tersebut terdiri dari

faktor internal dan eksternal.

2.1.3 Faktor Penyebab Kesulitan Belajar

Fenomena kesulitan belajar menjadi masalah utama di

dalam dunia

pendidikan. Fenomena ini biasanya tampak jelas dari

menurunnya kinerja akademik atau belajarnya. Namun,


kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya

kelainan perilaku anak seperti kesukaran berteriak di dalam

kelas, mengusik teman, berkelahi dan sering tidak masuk

sekolah.

Menurut Saiful dalam Reni (2018), “kesulitan belajar

adalah kondisi peserta didik tidak dapat belajar dengan baik,

disebabkan adanya gangguan dalam proses belajar yang

berasal dari faktor internal maupun dari faktor eksternal

peserta didik”. Gangguan dalam proses belajar bisa muncul

dimana saja dan kapan saja, dan setiap individu dari peserta

didik berbeda-beda belum tentu sama, tetapi juga ada

gangguan yang sama jika dalam satu sekolah yang sama

karena keadaan atau kondisi sekolah tersebut (Reni Eka

Zafitri, 2018, h. 25-27).

Gangguan dan ancaman tersebut dapat menjadi

hambatan peserta didik dalam proses belajar. Hambatan

dalam proses belajar akan menimbulkan tujuan dari proses

belajar tidak tercapai dengan maksimal, hambatan tersebut

dapat menimbulkan kesulitan belajar pada peserta didik.

Slameto (2013: 54) mengatakan bahwa terdapat dua

faktor yang dapat

mempengaruhi dalam proses belajar yaitu faktor internal

keadaan jasmani,
keadaan psikologis, dan kelelahan. Sedangkan faktor

eksternal dari diri peserta didik meliputi faktor keluarga,

faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Setiap proses belajar

diharapkan berjalan dengan lancar dan tanpa suatu kendala

sehingga dapat mempengaruhi proses pembelajaran

tersebut. Jika dalam proses belajar dapat berjalan lancar

maka tujuan dari proses belajar akan dicapai sesuai yang

diinginkan, akan tetapi pada kenyataannya dalam proses

belajar selalu ada hambatannya.

Nini Subini (2011: 18) mengatakan bahwa hal penting

lain yang berkaitan dengan masalah belajar adalah faktor

yang memengaruhi hasil belajar seseorang, hasil belajar yang

dicapai oleh peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor utama,

yakni faktor yang terdapat dalam diri peserta didik itu sendiri

yang disebut faktor internal, dan yang terdapat diluar peserta

didik yang disebut faktor eksternal.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

faktor yang menyebabkan kesulitan belajar di bagi menjadi

dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal

adalah faktor yang timbul dari dalam diri peserta didik

sementara faktor eksternal adalah faktor yang disebabkan

dari luar peserta didik (Muhammad Hambali, 2016, h. 9-20).


2.1.3.1 Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari

dalam diri anak tersebut. Faktor internal sangat

tergantung pada perkembangan fungsi otaknya. Faktor

internal ini dibagi menjadi :

2.1.3.1.1 Kesehatan

Kesehatan merupakan hal yang pokok

bagi seorang individu untuk melakukan segala

kegiatan termasuk belajar. Kesehatan tubuh

menjadi hal penting dalam kegiatan belajar.

Apabila tubuh tidak sehat pasti kegiatan belajar

akan terganggu.

Menurut Slameto, “agar seseorang

dapat belajar dengan baik haruslah

mengusahakan kesehatan badannya tetap tetap

terjamin dengan cara selalu mengindahkan

ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar,

istirahat, tidur, makan, olahraga, rekreasi dan

ibadah” (Slameto, 2013, h. 55).

Selain itu Subini mengatakan bahwa

“kelelahan yang dialami anak-anak dapat

menyebabkan belajar tidak bisa optimal”. Dari

kedua pernyataan tersebut dapat diketahui


bahwa fisik peserta didik yang mengalami

gangguan kesehatan maka sangat

mempengarruhi proses belajar. Dalam hal ini

meskipun anak memiliki semangat tinggi untuk

belajar, namun karena fisiknya lemah maka

peserta didik tidak bisa belajar sebagaimana

mestinya (Subini, 2011, h. 25).

2.1.3.1.2 Kesiapan

Menurut Nini Subini (2011) mengatakan

bahwa kesiapan atau kematangan adalah suatu

organ atau alat tubuhnya telah mencapai

kesanggupan untuk menjalankan fungsinya

masing-masing. Slameto (2013) mengatakan

bahwa kesiapan adalah keseluruhan kondisi

seseorang yang membuat siap untuk memberi

respon atau jawaban di dalam cara tertentu

terhadap situasi. Kesiapan menurut Slameto

(2013) mempunyai aspek diantaranya : (a)

Kondisi fisik, Mental, dan emosional. (b)

Kebutuhan-kebutuhan, motif, dan tujuan (c)

Ketrampilan, pengetahuan dan pengertian yang

lain yang telah dipelajari.


Selain itu, kesiapan peserta didik juga

mempunyai prinsip-prinsip diantaranya:

a. Semua aspek perkembangan berinteraksi

(saling pengaruh mempengaruhi).

b. Kematangan jasmani dan rohani adalah perlu

untuk memperoleh manfaat dari pengalaman.

c. Pengalaman-pengalaman mempunyai

pengaruh yang positif terhadap kesiapan.

Dari pernyataan tersebut kesiapan

merupakan kesediaan menerima atau merespon

hal-hal yang akan diterima saat proses belajar.

Kesiapan dalam pembelajaran di sekolah

diantaranya adalah telah membaca materi dan

latihan soal, selain itu secara fisik kesiapan

adalah sikap dan perilaku yang harus dijaga saat

pembelajaran.

2.1.3.1.3 Intelegensi

Nini Subini (2011, h. 21) mengatakan

bahwa “intelegensi merupakan kemampuan

umum seseorang dalam menyesuaikan diri,

belajar, atau berpikir abstrak”.

Sementara Slameto (2013, h. 56)

mengatakan intelegensi adalah kecakapan untuk


menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi

yang baru dengan cepat dan

efektif,mengetahui/menggunakan konsep-

konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui

relasi dan mempelajarinya dengan cepat.

Dari pernyataan tersebut diketahui

bahwa intelegensi mempunyai pengaruh

terhadap kemajuan belajar.Seorang dengan

tingkat kecerdasan tinggi dapat mudah belajar

menerima apa yang diberikan kepadanya.

Sedangkan yang intelegensinya rendah

cenderung lebih lambat menerima.

2.1.3.1.4 Perhatian / Konsentrasi

Perhatian adalah kegiatan yang

melibatkan antara otak dan alat indera. Menurut

Slameto (2013, h. 56) “untuk dapat menjamin

hasil belajar yang baik, maka peserta didik harus

mempunyai perhatian terhadap bahan yang

dipelajarinya”. Sehingga dengan perhatian,

seseorang akan mendapatkan gambaran

kemungkinan hal yang akan dia laksanakan

untuk proses belajar selanjutnya.


2.1.3.1.5 Minat

Muhibbin Syah dalam Nasir (2017) mengatakan

bahwa minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan

yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.

Peserta didik yang berminat maka akan memusatkan

perhatianya yang lebih dari yang lain pada yang diminatinya.

Ada beberapa cara untuk meningkatkan minat belajar, sepert

dengan membuat meteri semenarik mungkin untuk di

pelajari, desain pembelajaran yang membebaskan peserta

didik untuk mengeksplorasi sehingga peserta didik aktif,

maupun peformansi guru yang menarik saat mengajar

(Muhammad Nasir, 2017, h. 53).

Sejalan dengan itu Slameto (2013: 57) mengatakan

bahwa minat adalah kecenderungan yang tetap untuk

memperhatikan dan mengenang beberapa keadaan. Minat

besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan

pelajaran yang akan dipelajari tidak sesuai dengan minat

peserta didik, peserta didik tidak akan belajar sebaik-baiknya.

Karena tidak ada daya tarik baginya. Jika peserta didik

kurang berminat terhadap belajar, dapatlah diusahakan

dengan menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi

kehidupan kedepan serta hal-hal yang berhubungan dengan

cita-cita dan kaitanya dengan bahan pelajaran yang dipelajari.


Dari uraian di atas dapat disimpulkan

bahwa peserta didik yang berminat maka akan

bersungguh-sungguh dan lebih giat dalam

belajar dengan rasa senang sehingga prestasi

belajar akan meningkat. Berminat terhadap

suatu bahan pelajaran maka peserta didik akan

memperhatikan, mengenang dan akan

memberikan partisipasi yang lebih dari yang

lain.

2.1.3.1.6 Motivasi

Menurut Oemar Hamalik (2008: 173)

motivasi adalah suatu perubahan energi di

dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan

timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai

tujuan. Jika dikaitkan dengan suatu proses

belajar tujuan tersebut dapat berupa

pemahaman materi dapat ditunjukkan dengan

prestasi belajar yang baik atau di atas kriteria

kelulusan minimal. Motivasi dalam diri peserta

didik, akan menimbulkan semangat untuk

mendapatkan prestasi belajar yang tinggi.

Sementara itu Purwanto (2007: 71)

mengatakan bahwa motivasi merupakan suatu


pendorong. Sardiman (2011: 73) mengatakan

bahwa motivasi diartikan sebagai daya

penggerak yang telah menjadi aktif. Daya

penggerak yang telah menjadi aktif ini

merupakan usaha sadar untuk mempengaruhi

tingkah laku seseorang sehingga ia melakukan

suatu tindakan untuk mencapai hasil atau tujuan

tertentu.

Pengertian yang disampaikan Purwanto

dan Sardiman menjelaskan bahwa motivasi

merupakan suatu kekuatan yang berguna untuk

menggerakkan seseorang menjadi lebih aktif.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

motivasi akan membuat daya dorong bagi

peserta didik untuk tekun, ulet dan cekatan

dalam mengikuti pelajaran dan memiliki tujuan

yang jelas. Motivasi juga menumbuhkan rasa

persaingan yang positif untuk lebih unggul

dengan teman dalam belajar.

2.1.3.2 Faktor Eksternal

2.1.3.2.1 Metode mengajar

Metode mengajar adalah cara yang

digunakan pendidik dalam memberikan materi


kepada peserta didik. Menurut Slameto (2013:

65), “Metode mengajar adalah suatu cara/jalan

yang harus dilalui di dalam mengajar”.

Sementara menurut Nini Subini (2011:

35),”Metode merupakan cara yang digunakan

untuk mencapi tujuan belajar yang telah

ditetapkan”.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa

metode mengajar itu berpengaruh dalam proses

pembelajaran. Metode mengajar guru yang

kurang baik akan mempengaruhi belajar peserta

didik yang kurang baik pula. Metode mengajar

yang kurang baik itu dapat terjadi misalnya

karena guru kurang persiapan atau kurang

menguasai bahan pelajaran sehingga guru

tersebut menyajikannya kurang jelas.

2.1.3.2.2 Relasi peserta didik dengan peserta

didik

Guru yang kurang mendekati peserta

didik dan kurang bijaksana, tidak akan terlihat

bahwa di dalam kelas ada grup atau kelompok

yang saling bersaing secara tidak sehat

menyebabkan hubungan antar peserta didik


enjadi tidak baik. Slameto (2013: 66)

mengatakan bahwa “peserta didik yang

mempunyai sifat-sifat atau tingkah laku yang

kurang menyenangkan teman lain, mempunyai

rasa rendah diri atau sedang mengalami teanan-

tekanan batin, akan diasingkan dari kelompok”.

Dari pernyataan tersebut maka

menciptakan relasi yang baik antar peserta didik

adalah perlu, agar dapat memberikan pengaruh

yang positif terhadap belajar peserta didik.

2.1.3.2.3 Alat pelajaran

Alat pelajaran merupakan semua

peralatan yang digunakan selama proses

pembelajaran. Menurut Nini Sunini (2011:

35),”Alat merupakan segala sesuatu yang dapat

digunakan dalam rangka mencapai tujuan

pengajaran, maka alat pelajaran mempunyai

fungsi sebagai pelengkap untuk mencapai tujuan

pembelajaran”.

Setiap sekolah dan mata pelajaran

memiliki perlatan yang berbeda-beda. Sekolah

yang memiliki peralatan yang lebih lengkap dan

canggih sesuai perkembangan ilmu


pengetahuan akan menghasilkan output yang

lebih baik. Dari pernyataan tersebut maka alat

pelajaran mempunyai pengaruh dalam proses

pembelajaram. Sekolah yang memiliki alat

pelajaran yang baik pasti memiliki peserta didik

yang baik pula dalam belajar.

2.1.3.2.4 Tugas rumah

Tugas rumah merupakan salah satu

metode yang digunakan guru untuk membuat

peserta didik lebih paham tentang materi yang

telah diajarkan. Subini (2011: 39) mengatakan

bahwa banyaknya tugas rumah yang diberikan

guru akan mempengaruhi tingkat kesulitan

belajar peserta didik. Tugas rumah memiliki

peranan penting untuk meningkatkan ingatan

peserta didik pada materi yang telah

disampaikan di sekolah. Tugas rumah yang

sesuai dengan materi akan lebih mudah diingat

oleh peserta didik dalam belajar.

2.1.3.2.5 Waktu sekolah

Menurut Slameto (2013: 68), ”Waktu

sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar


mengajar di sekolah, waktu itu dapat pagi hari,

siang, sore/malam hari”.

2.2Tingkat Pemahaman Konsep

2.2.1 Pengertian Pemahaman Konsep

Pemahaman adalah kemampuan untuk menerjemahkan,

menginterpretasi, mengekstrapolasi, dan menghubungkan antara fakta atau

konsep (Reni Eka Zafitri, 2018, h. 30)

. Konsep adalah suatu proses dari serangkaian pengalaman yang

didefinisikan sebagai suatu kelompok objek atau kejadian. Dari pengertian

tersebut maka yang dimaksud pemahaman konsep adalah kemampuan

berfikir dalam ranah kognitif yang menunjukkan hubungan sederhana antara

fakta dan konsep-konsep yang diberikan. Menurut Gagne (2017), sebagai

mana di kutip oleh Nasution mengatakan bahwa bila seorang dapat

menghadapi benda atau peristiwa sebagai suatu kelompok, golongan, kelas,

atau kategori, maka ia telah belajar konsep (Sairotul, 2011, h. 3)

Jadi seorang peserta didik dikatakan telah memahami

konsep apabila ia telah mampu mengenali dan mengetahui

sifat yang sama tersebut, yang merupakan ciri khas dari

konsep yang dipelajari, dan telah mampu membuat

generalisasi terhadap konsep tersebut. Artinya peserta didik

telah memahami keberadaan konsep tertentu atau peristiwa

tertentu tetapi bersifat umum.

2.2.2 Hakikat Pemahaman Konsep


Konsep sebagai gagasan yang bersifat abstrak,

dipahami oleh peserta didik melalui beberapa pengalaman

dan melalui definisi atau pengamatan langsung, dengan

demikian belajar yang efektif adalah melalui pengalaman.

Dalam proses belajar seseorang berinteraksi langsung

dengan obyek belajar dengan menggunakan semua alat

inderanya. Begitu juga konsep dapat dipelajari dengan cara

melihat, mendengar, mendiskusikan dan memikirkan tentang

bermacam-macam contoh. Penguasaan konsep bukanlah

sesuatu yang mudah, tetapi tumbuh setahap demi setahap

semakin dalam. Sehingga pemahaman konsep merupakan

salah satu kecakapan fisik, dimana peserta didik mampu

untuk menguasai konsep dalam rumus-rumus fisika. Konsep

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah konsep Usaha dan

energi yang kemudian digunakan sebagai dasar dalam

kegiatan pembelajaran. Sehingga pemahaman konsep dalam

penelitian ini adalah salah satu kecakapan fisika dimana

peserta didik mampu untuk menguasai konsep Usaha dan

energi (Sairotul, 2011, h. 23-24).

Pemahaman terhadap konsep materi prasyarat sangat

penting karena apabila peserta didik menguasai konsep

materi prasyarat maka peserta didik akan mudah untuk

memahami konsep materi selanjutnya. Menurut Bell (1981),


peserta didik yang menguasai konsep dapat mengidentifikasi

dan mengerjakan soal baru yang lebih bervariasi. Selain itu,

apabila anak memahami suatu konsep maka ia akan dapat

menggeneralisasikan suatu obyek dalam berbagai situasi lain

yang tidak digunakan dalam situasi belajar (S.Nasution,

2005).

Peserta didik dibiasakan untuk memperoleh

pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang

dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek.

Peserta didik diharapkan mampu menangkap pengertian

suatu konsep melalui pengamatan terhadap contoh-contoh

dan bukan contoh (Erman Suherman, dkk, 2003). Sedangkan

menurut Orlich C. Donald, et al (2007) salah satu

pembelajaran konsep yang bisa dilakukan adalah

mengemukakan contoh/fakta yang berkaitan dengan konsep

yang akan dipelajari dan memberi kesempatan peserta didik

untuk menemukan sendiri konsep tersebut.

2.3Miskonsepsi

2.3.1 Pengertian Miskonsepsi

Miskonsepsi adalah suatu konsep yang tidak sesuai

dengan konsep yang diakui oleh para ahli (Arifatul, 2015, h.

9). Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal yang

salah, hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep dan


gagasan intuitif. Dengan demikian ketika seorang peserta

didik sebelum mengikuti proses pembelajaran sudah

mempunyai konsep awal atau gagasan awal yang

memungkinkan konsep tersebut tidak sesuai dengan konsep

yang dibawa oleh para ilmuwan. Dan tidak jarang konsep

peserta didik, meskipun tidak cocok dengan konsep ilmiah,

dapat bertahan lama dan sulit untuk diperbaiki atau diubah

selama dalam pendidikan formal. Hal ini disebabkan konsep

yang mereka bawa meskipun keliru, tetapi dapat

menjelaskan beberapa persoalan yang sedang mereka

hadapi dalam kehidupan mereka.

Seperti yang dijelaskan Novak, mendefinisikan

miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam

suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. Menurut Brown

dalam (Paul Suparno, 2013) juga menjelaskan miskonsepsi

sebagai suatu pandangan yang naif dan mendefinisikannya

sebagai suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian

ilmiah yang sekarang diterima. Juga Feldsine menemukan

miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan hubungan yang

tidak benar antara konsepkonsep, memandang miskonsepsi

sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep,

penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh

yang salah, kekacauan konsepkonsep yang berbeda, dan


hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar (Arifatul,

2015, h. 9-10).

2.3.2 Cara Mendeteksi Miskonsepsi

Suparno (2005) mengatakan pendapatnya bahwa

“Sebelum mengatasi miskonsepsi, sebaiknya dideteksi

terlebih dahulu seperti apa miskonsepsi yang dimiliki peserta

didik” (Destri, 2017, h. 7). Ada berbagai cara untuk

mendeteksi miskonsepsi peserta didik yaitu peta konsep, tes

multiple choice dengan reasoning terbuka, tes esay tertulis,

wawancara diagnosis dan diskusi dalam kelas.

Tes esay adalah pertanyaan yang membuat peserta

didik menjawabnya dalam bentuk menuraikan, menjelaskan,

memberikan alasan dan bentuk lain yang sejenis sesuai

dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata

dan bahsa sendiri. Soal tes esay yang digunakan mempunyai

tujuan untuk:

2.3.2.1. Mengungkapkan pandangan partisipan tentang

suatu masalah.

2.3.2.2. Mengupas suatu persoalan yang kemungkinan

jawabannya

beraneka ragam.
2.3.2.3. Mengembangkan daya analisis partisipan

dalam melihat dari suatu persoalan dari

berbagai segi.

Suparno (2005) tes esay tertulis memuat beberapa

konsep fisika yang hendak diajarkan atau sudah diajarkan.

Dari hasil tes tersebut dapat diketahui miskonsepsi yang

dimiliki peserta didik dalam hal apa saja. Setelah ditemukan

miskonsepsinya, beberapa peserta didik dapat diwawanvarai

untuk lebih mendalamai mengapa mereka mempunyai

gagasan seperti itu. Dari hasil wawancara tersebut dapat

dilihat darimana miskonsepsi tersebut terbentuk (Destri,

2017, h. 7-8).

2.3.3 Penyebab Miskonsepsi

Miskonsepsi terjadi tidak lepas dari penyebab-penyebab

yang menjadi faktor miskonsepsi, dan secara garis besar

terjadinya miskonsepsi yaitu: peserta didik, guru, buku teks,

pengalaman kehidupan, dan metode mengajar (Destri, 2017,

h. 8-12).

2.3.3.1Peserta didik

Miskonsepsi dalam bidang fisika paling banyak

berasal dari diri peserta didik sendiri. Adapaun


miskonsepsi peserta didik yaitu prakonsepsi atau

konsep awal yang salah, pemikiran asosiatif yang

sering terjadi karena peserta didik sudah mempunyai

konsep tertentu dengan arti tertentu sebelum

mengikuti pembelajaran, pemikiran humanistik dengan

memandang semua benda dari pandangan manusiawi,

Reasoning yang tidak lengkap/salah, intuisi yang salah,

tahap perkembangan kognitif peserta didik,

kemampuan peserta didik, dan minat belajar peserta

didik yang rendah.

2.3.3.2. Guru

Penyebab miskonsepsi yang berasal dari

guru/pengajar yaitu tidak menguasai bahan, tidak

kompeten, tidak membiarkan peserta didik

mengungkapkan gagasan/ide. Hal ini sejalan dengan

yang dikatakan oleh Suparno (2005) bahwa

miskonsespsi ini terjadi karena guru kurang menguasai

materi, kurang berkompeten, atau bukan lulusan dari

pendidikan fisika, akibatnya mereka mengajarkan

secara keliru.

2.3.3.3. Buku Teks

Sedangkan pada buku teks dapat menyebabkan

miskonsepsi pula ketika buku tersebut salah tulis


terutama dalam penulisan rumus, penjelasan yang

keliru, tingkat kesulitan buku terlalu tinggi bagi peserta

didik. Dan pada penyebab miskonsepsi karena cara

mengajar hanya berisi ceramah dan menulis, dan tidak

mengoreksi PR yang salah juga dapat menimbulkan

miskonsepsi pada peserta didik.

2.3.3.4. Pengalaman Kehidupan

Miskonsepsi bisa terjadi karena pengalaman,

bahasa sehari-hari, teman lain, keyakinan dan ajaran

agama. Kiat untuk mengatasi terjadinya miskonsepsi

dari berbagai faktor yang ditimbulkan seperti yang

telah disebutkan, untuk membantu peserta didik

mengatasi miskonsepsi secara garis besar adalah:

2.3.3.4.1 Mencari atau mengungkap

miskonsepsi yang

dilakukan peserta didik.

2.3.3.4.2 Mencoba menemukan penyebab

miskonsepsi

tersebut.

2.3.3.4.3 Mencari perlakuan yang sesuai

untuk mengatasi

Ada banyak cara untuk mengatasi miskonsepsi peserta

didik, tetapi tidak setiap cara itu sesuai bagi peserta didik
yang mengalami miskonsepsi, karena adanya kesalahan

peserta didik yang beraneka ragam. Maka penting bagi guru

untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya

miskonsepsi pada peserta didik. Dan untuk selanjutnya

diterapkan cara yang sesuai dengan kondisi dan keadaan

peserta didik.

2.3.3.5. Metode Mengajar

Secara umum banyak metode yang dapat

membantu miskonsepsi peserta didik dengan

menghadapkan peserta didik pada suatu data anomali

yaitu, data yang bertentangan dengan gagasan awal

peserta didik. Sehingga dalam diri peserta didik muncul

suatu konflik dan pemikiran peserta didik. Dan

diharapkan ada perubahan konsep dalam diri mereka.

Sangat penting dalam pembelajaran, apabila guru

selalu mempertanyakan kepada peserta didik gagasan

dan konsep yang peserta didik ketahui. Dengan

menggunakan metode apapun, perlu untuk

menanyakan gagasan awal peserta didik, karena

dengan hal tersebut dapat mengetahui miskonsepsi

yang dibawa atau dipunyai peserta didik, setidaknya

menanyakan mengapa peserta didik mempunyai

gagasan seperti itu.


2.4 Pembelajaran Fisika

Pembelajaran pada konteks sains mengandung empat hal

yaitu konten atau produk, proses atau metode, sikap dan

teknologi. Sains sebagai konten atau produk berarti bahwa

dalam sains terdapat fakta-fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip

dan teori yang sudah diterima kebenarannya. Dengan demikian,

dalam belajar IPA idealnya peserta didik tidak hanya belajar

produk saja, tetapi juga harus belajar aspek proses, sikap, dan

teknologi agar peserta didik dapat benar-benar memahami sains

secara utuh sebagaimana hakikat dan karakteristik sains

khususnya fisika(Astuti, Sunarno, & Sudarisman, 2016, h. 339).

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan peserta didik

menggunakan kemampuan untuk mempelajari bahan ajar

(Dimyati & Mudjiono, 2009, h. 22). Pembelajaran adalah proses

belajar secara keseluruhan yang dirancang oleh guru kepada

peserta didik. Sedangkan fisika merupakan salah satu cabang

ilmu sains yang mempelajari tentang alam semesta, yaitu benda-

benda yang ada dipermukaan bumi, didalam perut bumi dan luar

angkasa, baik yang dapat diamati dengan indra maupun tidak

dapat diamati dengan indra (Trianto, 2012, h. 136).

“Mata pelajaran fisika adalah salah satu unsur sains yang


memiliki peranan penting dalam proses perkembangan
dan kemajuan IPTEK. Fisika merupakan pengetahuan yang
disusun berdasarkan fakta, fenomena-fenomena alam,
hasil pemikiran, dan hasil eksperimen. Pembelajaran fisika
mencakup aspek pemahaman dan penerapan konsep
serta pelatihan dan pengembangan karya ilmiah”
(Mubarrok & Mulyaningsih, 2014, h. 77).

Fisika hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan,

gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar

yang diperoleh dari serangkaian pengalaman mellui proses

ilmiah. Pelajaran fisika tidak cukup hanya mempelajari produk

tetapi menekankan bagaimana produk diperoleh, baik sebagai

proses ilmiah maupun pengembangan sikap ilmiah peserta didik.

Oleh karena itu hasil belajar tidak hanya terbatas pada ranah

kognitif, tetapi juga ranah psikomotor dan ranah afektif.

Keterampilan psikomotor sangat penting untuk diajarkan karena

dari keterampilan ini, peserta didik akan lebih mengetahui dan

memahami apa yang telah mereka pelajari.

2.5Materi Usaha dan Energi

2.5.1 Usaha

Dalam sudut pandang fisika, khususnya mekanika,

usaha mengandung pengertian sebagai segala sesuatu yang

dilakukan oleh gaya pada suatu benda sehingga benda itu

bergerak. Agar usaha berlangsung, maka gaya harus

dikerahkan pada suatu benda hingga benda tersebut

menempuh jarak tertentu. Ada dua syarat terjadinya suatu


usaha yaitu adanya gaya yang bekerja pada suatu benda dan

adanya perpindahan yang dialami oleh benda tersebut.

Dengan demikian usaha didefinisikan sebagai sejumlah

gaya yang bekerja pada suatu benda sehingga menyebabkan

benda berpindah sepanjang garis lurus dan searah dengan

arah gaya. Secara matematis, usaha yang dilakukan pada

suatu benda dinyatakan sebagai berikut:

W =F . ∆ x …1

dengan:

W = usaha yang dilakukan pada suatu benda

F = gaya yang bekerja pada suatu benda

∆x = perpindahan yang dialami benda tersebut.

Satuan untuk usaha adalah joule (J) dimana nilainya

adalah 1 J = 1 N x 1 m = 1 Nm. Pada kasus tersebut, gaya

yang bekerja pada suatu benda searah dengan perpindahan

benda tersebut. Sedangkan usaha yang dilakukan pada suatu

benda apabila gaya yang bekerja pada benda itu tidak searah

dengan arah perpindahannya secara matematis dinyatakan

sebagai berikut:

W =Fcos α . ∆ x …2

dengan:

α = sudut antara arah gaya dan arah perpindahannya.


Gambar 2.1 Gaya pada benda yang membentuk sudut
dengan arah
perpindahannya.
Usaha merupakan sejumlah gaya yang bekerja pada

suatu benda sehingga menyebabkan benda berpindah

sepanjang garis lurus dan searah dengan arah gaya. Usaha

dapat dimaknai pula sebagai transfer energy melalui gaya.

Dua hal yang menjadi syarat keberlakuan adanya usaha

adalah adanya gaya yang bekerja dan adanya perpindahan.

Bila benda yang mendapatkan gaya tetapi tidak bergerak,

maka tidak ada usaha yang dikenakan kepada benda itu.

Dengan kata lain, bila seseorang mengerjakan suatu gaya

untuk memindahkan benda, namun benda yang dikenai

gayanya tidak berpindah, maka orang tersebut tidak

melakukan usaha. Usaha yang dilakukan pada suatu benda

bergantung pula pada arah gaya yang bekerja pada benda

itu. Artinya, apabila gaya yang bekerja pada suatu benda

tidak searah dengan arah perpindahannya, maka usaha yang

dilakukan pada benda itu menjadi lebih kecil. Semakin besar

sudut yang dibentuk gaya dan arah perpindahan, semakin

kecil usaha yang dilakukan pada benda tersebut.


2.5.2 Energi

Apa yang dimaksud dengan energi? Secara sederhana,

energi merupakan kemampuan melakukan usaha. Definisi

yang sederhana ini sebenarnya kurang tepat atau kurang

valid untuk beberapa jenis energi (misalnya energi panas

atau energi cahaya tidak dapat melakukan kerja). Definisi

tersebut hanya bersifat umum. Secara umum, tanpa energi

kita tidak dapat melakukan kerja. Sebagai contoh, jika kita

mendorong sepeda motor yang mogok, usaha alias kerja

yang kita lakukan menggerakan sepeda motor tersebut. Pada

saat yang sama, energi kimia dalam tubuh kita menjadi

berkurang, karena sebagian energi kimia dalam tubuh

berubah menjadi energi kinetik sepeda motor. Usaha

dilakukan ketika energi dipindahkan dari satu benda ke

benda lain. Contoh ini juga menjelaskan salah satu konsep

penting dalam sains, yakni kekekalan energi. Jumlah total

energi pada sistem dan lingkungan bersifat kekal alias tetap.

Energi tidak pernah hilang, tetapi hanya dapat berubah

bentuk dari satu bentuk energi menjadi bentuk energi lain.

2.5.3 Energi dan Perubahan Bentuk Energi


Energi merupakan konsep yang sangat abstrak. Energi

tidak memiliki massa, tidak dapat diamati, dan tidak dapat

diukur secara langsung. Akan tetapi kita dapat merasakan

perubahannya. Kita dapat beraktivitas sehari-hari karena

tubuh kita memiliki energi. Sumber energi utama di alam ini

adalah matahari.

Energi dapat menyebabkan perubahan pada benda

atau lingkungan. Perubahan energi yang dimaksud dapat

terjadi dengan berbagai cara. Matahari sebagai sumber

energi utama memberikan banyak manfaat dalam berbagai

perubahan energi. Matahari menghasilkan energi radiasi yang

dapat diubah menjadi berbagai bentuk energi lainnya yang

tentu saja sangat berguna bagi kehidupan. Reaksi nuklir yang

terjadi di matahari menghasilkan energi termal (kalor). Oleh

karena itu suhu matahari tetap tinggi meskipun radiasi

dipancarkan terusmenerus ke ruang angkasa.

Gambar 2.2 Matahari sebagai sumber energi utama

Sebagai penyebab berubahnya benda-benda, energi

mengalami perubahan dari satu bentuk ke bentuk lain.


Misalnya, pada api unggun terjadi perubahan energi kimia

yang ada di dalam kayu menjadi energi cahaya dan energi

panas.

Gambar 2.3 Api unggun

2.5.4 Bentuk-bentuk Energi

Konsep bentuk energi tidak terlepas dari perubahan

energi, karena yang berubah adalah bentuk energi. Air yang

mendidih karena dipanaskan mampu menggerakkan baling-

baling kertas. Dalam peristiwa ini terjadi perubahan dari

energi termal pada air menjadi energi kinetik (gerak) pada

gerakan baling-baling kertas. Dari peristiwa ini dapat

memahami bahwa ada bentuk energi termal (panas) dan

bentuk energi kinetik. Contoh peristiwa yang lain yaitu jika

seseorang meletakkan bola di tempat yang lebih tinggi,

kemudian bola tersebut menggelinding ke bawah. Pada saat


bola berada di tempat yang tinggi dan diam, ia memiliki

energi potensial dan ketika bola bergerak energi potensial

berubah menjadi energi kinetik. Peristiwa ini dapat diamati

pada gambar berikut.

Gambar 3.4 Bentuk-bentuk energi

Kipas angin dapat berputar setelah dinyalakan dan

karena tersambung dengan listrik. Listrik memiliki

kemampuan untuk menggerakkan kipas angin. Dengan

demikian listrik salah satu bentuk energi yaitu energi listrik.

2.5.5 Sumber energi

Sumber energi adalah sesuatu yang menghasilkan

energi yang dapat digunakan untuk tujuan tertentu. Pada

pemakaian baterai perubahan energi yang terjadi adalah

energi kimia menjadi energi listrik. Pada proses perubahan ini

sering terjadi perubahan sebagian energi ke bentuk energi


lain, yaitu energi termal (panas). Makanan yang kita makan

merupakan salah satu sumber energi kimia, yang jika

mengalami proses tertentu akan berubah sehingga kita dapat

bekerja. Selama proses itu berlangsung sebagian energi

berubah menjadi energi termal dan menyebar ke udara.

Kualitas energi dalam baterai perlu ditingkatkan kembali agar

baterai dapat digunakan lagi sesuai keperluan, ini dapat

terjadi pada baterai yang dapat “diisi kembali “. Namun tidak

semua baterai dapat diisi kembali merupakan sumber energi

yang tidak dapat diperbaharui. Makanan dapat diperbaharui

dengan menghasilkan makanan baru, seperti menanam

singkong, sayuran dan sebagainya sehingga makanan

merupakan sumber energi yang dapat di perbaharui.

Energi dapat berada dalam berbagai bentuk, seperti

energi panas, energi cahaya, energi listrik, energi kinetik,

energi kimia, energi potensial, energi nuklir, dan lain

sebagainya. Ada dua bentuk energi yang ada kaitannya

dengan mekanika, yaitu energi kinetik dan energi potensial.

Dalam pembahasan berikut, kita akan membatasi

pembicaraan kita hanya mengenai energi kinetik, energi

potensial, dan energi mekanik.


2.5.5.1 Energi Kinetik

Setiap benda yang bergerak memiliki energi.

Sejumlah kendaraan yang bergerak dengan laju

tertentu di jalan raya juga memiliki energi kinetik.

Benda yang bergerak memiliki kemampuan untuk

melakukan usaha, karenanya dapat dikatakan memiliki

energi. Energi pada benda yang bergerak disebut

energi kinetik. Kata kinetik berasal dari bahasa yunani,

kinetikos, yang artinya “gerak”. Ketika benda bergerak,

benda memiliki kecepatan. Dengan demikian, kita

dapat menyimpulkan bahwa energi kinetik merupakan

energi yang dimiliki benda karena gerakannya atau

kecepatannya.

Gambar 3.5 Energi kinetik benda

Agar benda dipercepat beraturan sampai

bergerak dengan laju v maka pada benda tersebut

harus diberikan gaya total yang konstan dan searah

dengan arah gerak benda sejauh s. Untuk itu dilakukan

usaha atau kerja pada benda tersebut sebesar W = F.


s , dengan F = m a. Karena benda memiliki laju awal v o,

laju akhir vt dan bergerak sejauh s, maka untuk

menghitung nilai percepatan a, kita menggunakan

persamaan:

v❑2t =v 20 +2 as …3

v t2−v o2
a= …4
2s

Kita subtitusikan nilai percepatan a ke dalam

persamaan gaya F = m a, untuk menentukan besar

usaha :

v t2−v o2
W =F . s=( ma ) ( s )=m s …5
2s

v t 2−v o2 1 2 2
W =m = m ( vt −v 0 ) …6
2 2

1
W = m v 2t , v 0 =0 …7
2

Persamaan ini menjelaskan usaha total yang

dikerjakan pada benda. Karena W = EK maka kita dapat

menyimpulkan bahwa besar energi kinetik translasi

pada benda tersebut adalah :

1
W =EK= m v 2 …8
2

Persamaan di atas dapat kita tulis kembali menjadi :


W =E K 2−E K 1=∆ EK …9

Persamaan di atas menyatakan bahwa usaha

total yang bekerja pada sebuah benda sama dengan

perubahan energi kinetiknya. Pernyataan ini merupakan

prinsip usaha-energi. Prinsip usaha energi berlaku jika

W adalah usaha total yang dilakukan oleh setiap gaya

yang bekerja pada benda. Jika usaha positif (W) bekerja

pada suatu benda, maka energi kinetiknya bertambah

sesuai dengan besar usaha positif tersebut (W). Jika

usaha (W) yang dilakukan pada benda bernilai negatif,

maka energi kinetik benda tersebut berkurang sebesar

W. Dapat dikatakan bahwa gaya total yang diberikan

pada benda di mana arahnya berlawanan dengan arah

gerak benda, maka gaya total tersebut mengurangi laju

dan energi kinetik benda. Jika besar usaha total yang

dilakukan pada benda adalah nol, maka besar energi

kinetik benda tetap (laju benda konstan).

2.5.5.2 Energi Potensial

Istilah potensial memiliki kata dasar “potensi”,

yang dapat diartikan sebagai kemampuan yang

tersimpan. Secara umum, energi potensial diartikan

sebagai energi yang tersimpan dalam sebuah benda

atau dalam suatu keadaan tertentu. Energi potensial,


karena masih tersimpan, sehingga baru bermanfaat

ketika berubah menjadi energi lain Misalnya pada air

terjun, energi potensial diubah menjadi energi kinetik

sehingga dapat menggerakan turbin yang kemudian

akan digunakan untuk menghasilkan energi listrik.

Dalam pengertian yang lebih sempit, yakni

dalam kajian mekanika, energi potensial adalah energi

yang dimiliki benda karena kedudukan atau keadaan

benda tersebut. Berikut akan dipaparkan dua contoh

energi potensial yang mengacu pada pengertian ini,

yakni energi potensial gravitasi dan energi potensial

pegas.

2.5.5.2.1 Energi Potensial Gravitasi

Energi potensial gravitasi adalah energi

yang dimiliki suatu benda karena kedudukannya

(ketinggiannya) terhadap suatu bidang acuan

tertentu. Semakin tinggi benda di atas

permukaan tanah, makin besar energi potensial

yang dimiliki benda tersebut.


Gambar 3.6 Energi Potensial Gravitasi

Bneda

Dengan demikian, energi potensial (EP)

gravitasi sebuah benda merupakan hasil kali

gaya berat benda (mg) dan ketinggiannya (h).

h = h2 - h1 …10

EP = mgh …11

Berdasarkan persamaan energi

potensial di atas, tampak bahwa makin tinggi (h)

benda di atas permukaan tanah, makin besar

energi potensial (EP) yang dimiliki benda

tersebut. Energi potensial gravitasi bergantung

pada jarak vertikal alias ketinggian benda di atas

titik acuan tertentu. Biasanya kita tetapkan

tanah sebagai titik acuan jika benda mulai

bergerak dari permukaan tanah atau gerakan

benda menuju permukaan tanah. Jika kita

gabungkan 2 persamaan di atas:

W =mg(h2−h1) …12

W =−E P2−E P1 …13

W =−∆ E P …14
Persamaan ini menyatakan bahwa usaha

yang dilakukan oleh gaya yang menggerakan

benda dari h1 ke h2 (tanpa percepatan) sama

dengan perubahan energi potensial benda

antara h1 dan h2. Setiap bentuk energi potensial

memiliki hubungan dengan suatu gaya tertentu

dan dapat dinyatakan sama dengan energi

potensial gravitasi. Secara umum, perubahan

energi potensial yang memiliki hubungan

dengan suatu gaya tertentu, sama dengan

usaha yang dilakukan gaya jika benda

dipindahkan dari kedudukan pertama ke

kedudukan kedua. Dalam makna yang lebih

sempit, bisa dinyatakan bahwa perubahan

energi potensial merupakan usaha yang

diperlukan oleh suatu gaya luar untuk

memindahkan benda antara dua titik, tanpa

percepatan.

2.5.5.2.2 Energi Potensial Pegas

Selain energi potensial gravitasi

terdapat juga energi potensial pegas. Energi

potensial pegas berhubungan dengan benda-

benda yang elastis, misalnya pegas. Mari kita


bayangkan sebuah pegas yang ditekan dengan

tangan. Apabila kita melepaskan tekanan pada

pegas, maka pegas tersebut melakukan usaha

pada tangan kita. Efek yang dirasakan adalah

tangan kita terasa seperti di dorong. Apabila kita

menempelkan sebuah benda pada ujung pegas,

kemudian pegas tersebut kita tekan, maka

setelah dilepaskan benda yang berada di ujung

pegas pasti terlempar.

Gambar 3.7 Energi Potensial pegas

Ketika berada dalam keadaan diam,

setiap pegas memiliki panjang alami, seperti

ditunjukkan gambar 4.9. Jika pegas di tekan

sejauh x dari panjang alami, diperlukan gaya

sebesar FT (gaya tekan) yang nilainya

berbanding lurus dengan x, yakni :

F T =kx …15

k adalah konstanta pegas (ukuran

kelenturan/elastisitas pegas) dan besarnya


tetap. Ketika ditekan, pegas memberikan gaya

reaksi, yang besarnya sama dengan gaya tekan

tetapi arahnya berlawanan. gaya reaksi pegas

tersebut dikenal sebagai gaya pemulih.

Besarnya gaya pemulih adalah :

FP = -kx …16

Tanda minus menunjukkan bahwa arah

gaya pemulih berlawanan arah dengan gaya

tekan. Ini adalah persamaan hukum Hooke.

Persamaan ini berlaku apabila pegas tidak

ditekan sampai melewati batas elastisitasnya (x

tidak sangat besar).

Untuk menghitung Energi Potensial

pegas yang ditekan atau diregangkan, terlebih

dahulu kita hitung gaya usaha yang diperlukan

untuk menekan atau meregangkan pegas. Kita

tidak bisa menggunakan persamaan W = F. s =

F.x, karena gaya tekan atau gaya regang yang

kita berikan pada pegas selalu berubah-ubah

selama pegas ditekan. Ketika menekan pegas

misalnya, semakin besar x, gaya tekan kita juga

semakin besar, kita menggunakan gaya

ratarata. Gaya tekan atau gaya regang selalu


berubah, dari F = 0 ketika x = 0 sampai F = kx

(ketika pegas tertekan atau teregang sejauh x).

Besar gaya rata-rata adalah :

1 1
F́= [ 0+kx ] = kx …17
2 2

x merupakan jarak total pegas yang teregang

atau pegas yang tertekan Usaha yang dilakukan

adalah :

1 1
W = F́r x= F́= ( kx ) ( x )= k x 2 …18
2 2

Jadi persamaan Energi Potensial elastis (EP Pegas):

1
E Pelastis = k x 2 …19
2

2.5.6 Hukum Kekekalan Energi Mekanik

Energi tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan,

melainkan hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk

lainnya. Inilah yang dinamakan Hukum Kekekalan Energi.

Secara sistematis:

EMak = EMaw …20

Energi mekanik EM = EP+EK …21


Persamaan di atas dikenal dengan sebutan hukum

kekekalan enegi mekanik. Hukum ini berbunyi : Jika pada

suatu sistem hanya bekerja gaya-gaya dalam yang bersifat

konservatif (tidak bekerja gaya luar dan gaya dalam tak

konservatif),maka energi mekanik sistem pada posisi apa saja

selalu tetap (kekal). Artinya energi mekank sistam pada

posisi akhir sama dengan energi mekanik sistem pada posisi

awal.

2.5.7 Gaya Konservatif dan Gaya Tak Konservatif

Gaya konservatif yaitu gaya–gaya yang tidak

bergantung pada lintasannya tetapi hanya bergantung pada

keadaan awal dan akhirnya saja sedangkan gaya tak

konservatif merupakan kebalikan dari gaya konservatif.

Usaha yang dilakukan oleh gaya konservatif untuk

perpindahan antara dua posisi tertentu hanya bergantung

pada kedua posisi tersebut dan tidak bergantung pada jalan

yang ditempuh. Usaha W=F. x ∆ sedang x ∆ adalah konstan

untuk perpindahan tersebut. Jadi, supaya usaha W hasil gaya

konservatif F hanya merupakan fungsi posisi, maka gaya F

tersebut haruslah merupakan fungsi posisi saja dan bukan

fungsi kecepatan atau waktu. Perhatikan gaya gravitasi

GMm
konstan Fkons=mg , gaya gravitasi Newton, F= dan gaya
r2
pegas Fp=kx. Ketiga gaya ini hanya merupakan fungsi posisi,

dan bukan fungsi kecepatan atau waktu. Oleh karena itu,

ketiga gaya ini termasuk gaya konservatif.

2.6Kajian Relevan

Berdasarkan hasil penelusuran, penulis belum

menemukan penelitian yang sama persis dengan penelitian

penulis. Adapun beberapa penelitian sebelumnya yang relevan

antara lain:

2.6.1 Destri Hardo Wahyu Pamungkas (2017) melakukan

penelitian dengan judul “Pemahaman dan Miskonsepsi

Peserta didik Kelas XI IPA SMA Nasional Sidareja Cilacap

tentang Konsep Usaha”. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa setelah dilakukan tes tertulis dalam bentuk soal

uraian, pemahaman konsep peserta didik khususnya

pada materi usaha tergolong cukup paham dan peserta

didik masih banyak miskonsepsi pada beberapa sub

bahasan materi usaha.

Adapaun persamaan penelitian terdahulu dengan

penelitian yang dilakukan yaitu kedua penelitian ini

ditujukan untuk mengetahui pemahaman dan

miskonsepsi peserta didik pada materi usaha.

Sedangkan perbedaannya terletak pada jenis


penelitian, metode penelitian serta instrument yang

digunakan.

2.6.2 Arifatul Ahla Ainus Salamah (2015) melakukan

penelitian dengan judul “Analisis Miskonsepsi Peserta

didik Menggunakan Pendekatan Kognitif Menurut Teori

Piaget pada Materi Optik Kelas Viii Mts Nu Mu’allimat

Kudus”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah

dilakukan wawancara terhadap guru dan peserta didik,

faktor penyebab terjadinya miskonsepsi pada peserta

didik yaitu teman belajar, pengalaman hidup terlebih

pengalaman menangkap pengertian, dan juga minat

peserta didik. Selain itu, mayoritas faktor miskonsepsi

yang dialami oleh peserta didik adalah kurangnya

pemahaman mengenai konsep pada materi fisika jika

hanya dijelaskan dengan menggunakan metode

ceramah saja, kesulitan memahami konteks kalimat

dalam buku acuan yang digunakan, kurangnya contoh

penerapan konsep dalam kehidupan nyata serta cara

mengajar guru yang langsung ke dalam bentuk

matematis.

Adapun persamaan penelitian terdahulu dengan

penelitian yang dilakukan yaitu keduanya bertujuan

untuk mengetahui faktor peyebab miskonsepsi peserta


didik, jenis penelitian dan metode yang dunakan sama

serta instrument yang digunakan pun sama.

Sedangkan perbedaannya terletak pada

pendekatan yang digunakan dalam penelitian terdahulu

menggunakan pendekatan khusus untuk mengetahui

miskonsepsi peserta didik yaitu pendekatan kognitif

menurut teori Pieget, sedangkan pada penelitian yang

akan dilakukan tidak menggunakan pendekatan khusus

untuk mengetahui miskonsepsi peserta didik.

2.6.3 Istichomah Nasafi (2018) melakukan penelitian dengan

judul “Pengembangan Instrumen Tes Diagnostik Pilihan

Ganda Tiga Tingkat untuk Mengidentifikasi Miskonsepsi

Peserta didik pada Materi Usaha dan energi”. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa peserta didik

mengalami miskonsepsi di semua indikator materi

dengan kategori sedang dan peserta didik memiliki

miskonsepsi tinggi pada tingkatan kognitif C1 dan C2.

Penelitian yang ketiga ini juga memiliki

persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang

akan dilakukan. Persamaannya terletak pada tujuan

penelitian yaitu untuk mengetahui miskonsepsi peserta

didik pada suatu materi dan isntrumen tes yang


digunakan sama-sama menggunakan jenis tes

diagnostik.

Sedangkan perbedaannya terletak pada jenis

penelitian, materi yang diteliti dan jenis tes diagnotik

yang digunakan. Pada penelitian terdahulu tes

diagnostik yang digunakan adalah ter diagnostik pilihan

ganda tiga tingkat, sedangkan pada penelitian yang

akan dilakukan menggunkan tes diagnostik pilihan

ganda dua tingkat.

BAB III

METODOLOGI

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

lapangan (field research). Sedangkan pendekatan yang

digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode


deskriptif kualitatif. Zuriah (2009) mengakatakan “penelitian

deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan

gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara

sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah

tertentu” (Fitra Suci, dkk. 2012, h. 3).

Metode deskriptif kualitatif, yaitu metode yang

menggambarkan secara utuh dan mendalam tentang apa yang

dialami subjek peneliti seperti perilaku, persepsi, motivasi dan

tindakan secara komprehensif. Metode kualitatif digunakan untuk

mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang

mengandung makna dan tidak menekankan pada generalisasi

(Ghony, 2012).

3.2Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Konawe

Selatan. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas

pertimbangan bahwa sekolah tersebut memiliki letak yang

strategis yaitu jauh dari jalan raya, sehingga pembelajaran

yang berlangsung tidak terganggu dengan bunyi kendaraan

yang lewat.

3.2.2. Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan selama kurang lebih 3

bulan yaitu setelah proposal ini diseminarkan.

3.3Jenis dan Sumber Data

3.3.1. Jenis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dibedakan

menjadi dua yaitu:

3.3.1.1. Data primer, merupakan data yang diperoleh

peneliti secara langsung, yang dikumpulkan

dalam bentuk observasi, dokumentasi, dan hasil

wawancara terhadap narasumber yang berasal

dari para pelaku yang terkait dengan persoalan

untuk mengetahui kesulitan belajar peserta

didik pada materi usaha dan energi dalam

pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Konawe

Selatan. Beberapa responden yang

diwawancarai dalam penelitian ini adalah guru

Fisika dan peserta didik kelas X. Selain itu, untuk

mengetahui tingkat pemahaman konsep dan

miskonsepsi peserta didik pada materi usaha

dan energi, peneliti menggunakan instrument

tes tertulis untuk memperoleh data tersebut.

3.3.1.2. Data sekunder, data ini diperlukan untuk

mendukung analisis dan pembahasan yang


maksimal. Data sekunder juga dibutuhkan

terkait pengungkapan fenomena sosial dalam

penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini

adalah buku, jurnal, skripsi, artikel serta situs di

internet yang berkaitan dengan penelitian.

3.3.2. Sumber Data

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini

berasal dari berbagai sumber yaitu:

3.3.2.1. Data primer berasal dari hasil wawancara,

observasi, dokumentasi dan hasil tes tertulis

terhadap responden.

3.3.2.2. Data sekunder berasal dari hasil publikasi

berbagai literatur yang ada di beberapa tempat

seperti:

3.3.2.2.1. Sumber dari internet.

3.4Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan metode

penelitian lapangan, yaitu mengamati langsung segala yang ada

pada obyek penelitian di lapangan. Teknik ini dilakukan dengan

menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

3.4.1.Wawancara
Wawancara merupakan percakapan antara dua orang

atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan

pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah untuk

mendapatkan informasi yang tepat dari narasumber yang

terpercaya. Selain itu, wawancara juga dilakukan bertujuan

untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan

terjadinya miskonsepsi pada peserta didik dalam materi

usaha dan energi.

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan terhadap 2

informan yaitu guru Fisika dan peserta didik. Untuk guru

Fisika wawancara yang dilakukan adalah wawancara

mendalam yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan

terbuka yang memungkinkan informan memberikan jawaban

secara luas. Sedangkan untuk peserta didik wawancara yang

dilakukan adalah wawancara mendalam untuk mendapatkan

data dari hasil tes tertulis guna menggali informasi yang

sesuai dengan data yang dibutuhkan.

3.4.2.Tes

Menurut (Tanzeh, 2009, h. 58), tes adalah alat ukur

yang diberikan kepada individu untuk mendapatkan jawaban-

jawaban yang diharapkan baik secara tertulis atau seraca

lisan maupun secara perbuatan (tes tertulis, lisan dan

tindakan). Pada umumnya tes sering digunakan untuk


mengetahui hasil belajar dari dunia pendidikan. Dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan tes berupa tes

diagnostik pilihan ganda dua tingkat untuk mengetahui

pemahaman konsep dan miskonsepsi peserta didik pada

materi usaha dan energi yang telah diajarkan oleh guru.

Dalam tes diagnostik pilihan ganda dua tingkat (two-

tier multiple choice), pada tingkat pertama berisi pertanyaan

dengan berbagai pilihan jawaban, bagian kedua berisi pilihan

alasan-alasan yang mengacu pada pilihan jawaban pada

tahap pertama (Tan, 2005). Alasan pada tingkat kedua

terdiri atas pilihan alasan yang benar dan beberapa alasan

yang mengandung pemahaman yang tidak lengkap, yang

didapat dari identifikasi awal terhadap peserta didik

(Treagust, 2006). Jadi, alasan didapat dari pertanyaan

dengan alasan terbuka dan beberapa informasi yang

didapat dari literatur

Tes pada penelitian ini dilaksanakan secara tertulis

dalam bentuk tes diagnostik dua tingkat pada peserta didik

yang terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat instrumen

sebagai berikut:

3.4.2.1Uji validitas

Uji validitas bertujuan untuk menshahihkan alat

ukur atau soal dalam menilai apa yang seharusnya


diukur atau mengkaji ketepatan soal tes sebagai alat

ukur (Sudjana, 2014, h. 149). Untuk soal esai

menggunakan rumus korelasi product moment

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan,

(Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 72).

n ∑ XY −( ∑ X ) ( ∑ Y )
r xy=
√[ n ∑ X 2−( ∑ X )2 ][n ∑ Y 2−( ∑ Y )2 ]
Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi antara variabel x dan y
N = Banyaknya peserta
∑ X = Jumlah skor item

∑Y = Jumlah skor total

∑ X2 = Jumlah kuadrat skor item

∑Y2 = Jumlah kuadrat total item

∑ XY = Hasil perkalian antara skor item dan skor total

Tabel 3.1 Kriteria Validitas Instrumen Tes

Interval Validitas Kriteria


0,80 <rxy≤ 1,00 Sangat Valid
0,60 <rxy≤ 0,80 Valid
0,40 <rxy≤ 0,60 Sedang
0,20 <rxy≤ 0,40 Tidak Valid
0,00 <rxy≤ 0,20 Sangat Tidak
Valid

3.4.2.2Uji Reliabilitas
Reliabilitas pada hakikatnya menguji kesamaan

pertanyaan tes apabila diberikan beberapa kali pada

objek yang sama. Untuk keperluan mencari reliabilitas

soal keseluruhan perlu juga dilakukan analisis butur

soal seperti halnya soal objektif. Menurut (Sudijono,

2007, h. 253),cara menentukan reliabilitas soal, peneliti

menggunakan rumus KR20 dari Kuder-Richardson adalah

sebagai berikut:

∑ Si
2

r 1 1= (n
n−1 ) ( 1−
S
2

t
)
Keterangan:
r11 = Koefisien reliabilitas tes
N = Banyak butir soal
1 = Bilangan konstanta
∑S2 = Jumlah varian skor dari tiap-tiap butir soal
i

∑ St = Varian total

Tabel 3.2 Kategori Koefisien Reliabilitas

Interval Reliabilitas Kriteria


0,80 <r11≤ 1,00 Sangat Reliabel
0,60 <r11≤ 0,80 Reliabel
0,40 <r11≤ 0,60 Sedang
0,20 <r11≤ 0,40 Tidak Reliabel
-1,00 <r11≤ 0,20 Sangat Tidak
Reliabel
3.4.2.3Taraf Kesukaran

Soal yang baik tidak hanya diperoleh dengan

menguji reliabilitas dan validitasnya saja, namun juga

mengetahui taraf kesukaran soal. Proporsi soal yang


baik mengandung jenis soal yang sukar, sedang, dan

mudah. Proporsi soal tersebut juga harus seimbang.

Dalam mencari nilai taraf kesukaran, peneliti

menggunakan rumus:

B
P=
JS

Keterangan:
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya teste yang dapat dijawab dengan benar
terhadap butir item yang bersangkutan.
JS = Jumlah teste yang mengikuti tes hasil belajar.

Tabel 3.3 Klasifikasi Indeks Taraf Kesukaran

Interval Taraf Kriteria


Kesukaran
0,00 < TK ≤ 0,30 Sukar
0,30 < TK ≤ 0,70 Sedang
0,70 < TK ≤ 1,00 Mudah

3.4.2.4Daya Pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan sesuatu soal

untuk membedakan antara peserta didik yang pandai

(berkemampuan tinggi) dengan peserta didik yang

bodoh (berkemampuan rendah). Dalam mencari nilai

daya pembeda, peneliti menggunakan rumus:

BA BB
D= − =P A−P B
JA JB

Keterangan:
D = Angka item diskriminasi item.
BA = Banyaknya teste kelompok atas yang dapat
menjawab dengan benar butir item yang
bersangkutan.
JA = Jumlah teste yang termasuk dalam kelompok atas.
BB = Banyaknya teste kelompok bawah yang dapat
menjawab dengan benar butir item yang
bersangkutan.
JB = Jumlah teste yang termasuk dalam kelompok bawah.
PA = Proporsi teste kelompok atas yang dapat menjawab
dengan benar butir item yang bersangkutan.
PB = Proporsi teste kelompok bawah yang dapat
menjawab dengan benar butir item yang
bersangkutan.

Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Pembeda

Interval Daya Kriteria


Pembeda
DP ≤ 0,00 Sangat Jelek
0,01 < DP ≤ 0,19 Jelek
0,20 < DP ≤ 0,29 Cukup
0,30 < DP ≤ 0,39 Baik
DP ≥ 0,40 Sangat Baik

3.4.3 Observasi

Observasi adalah metode penelitian yang digunakan

oleh peneliti dengan menghimpun data dengan cara

pengamatan atau penginderaan. Observasi dalam penelitian

ini dilakukan secara langsung guna untuk mengamati

bagaimana keadaan dan situasi selama proses pembelajaran

berlangsung. Observasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah observasi partisipan yaitu peneliti terlibat langsung

dalam proses pembelajaran. Hasil observasi didapat dari

penelitian pada proses pembelajaran berlangsung serta


tujuan pembelajaran untuk mendapatkan informasi pada

objek penelitian.

3.4.4 Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode pengumpulan data

dengan menghimpun dan menganalisis data yang berupa

catatan, transkip, dokumen, gambar, dan buku (Sukmadinata,

2006, h. 220). Metode dokumentasi untuk melengkapi data-

data sebelumnya yaitu observasi, wawancara dan tes antara

lain berupa analisis RPP dan silabus serta foto dan video,

mengenai aktivitas peserta didik dan guru selama proses

pembelajaran dan hasil pekerjaan peserta didik untuk

membantu menganalisis data.

3.5Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data yang telah diperoleh dari hasil penelitian,

penulis menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu analisis yang

mewujudkan bukan dalam bentuk angka melainkan dalam bentuk lapangan dan

uraian deskriptif. Ada tiga langkah untuk menganalisa data dalam penelitian ini,

yaitu:

3.5.1 Reduksi data


Reduksi data adalah proses penggabungan dan penyeragaman segala

data yang diperoleh menjadi satu bentuk tulisan (script) yang akan dianalisis.

Tahap-tahap reduksi data yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi:

3.5.1.1 Analisis Tes

Dalam penelitian ini, instrumen tes digunakan untuk

mengetahui tingkat pemahaman konsep pesetrta didik, adanya

miskonsepsi dan konsep-konsep usaha dan energi yang terjadi

miskonsepsi.

3.5.1.1.1 Analisis Tingkat pemahaman Konsep

Analisis uji tes, yaitu dengan menganalisis semua

hasil jawaban peserta didik setelah itu jawaban peserta didik

tersebut dikelompokkan menjadi beberapa kriteria

berdasarkan bobot jawaban peserta didik tersebut menjawab

soal. Berikut ini skala skor yang menunjukkan tingkat

pemahaman konsep peserta didik: (Destri Hardo Wahyu

Pamungkas, 2017, h. 33)

Tabel 3.5 Skala Tingkat Pemahaman Konsep

Nilai Tingkat Pemahaman


≥80,00 Sangat Paham
65,00-79,99 Paham
56,00-64,99 Cukup Paham
46,00-55,99 Kurang Paham
<46,00 Tidak Paham

3.5.1.1.2 Analisis Miskonsepsi


Untuk mengidentifikasi miskonsepsi peserta didik

pada materi usaha dan energi dengan menggunakan tes

pilihan ganda dua tingkat (two tiers multiple choice) yang

harus dilakukan pertama kali adalah memberikan skor

berdasarkan jawaban yang dipilih peserta didik setiap pilihan

jawaban, baik untuk tingkat pertama maupun pada tingkat

kedua dengan kriteria penilaian sebagai berikut.

Langkah-langkah analisis data hasil tes pilihan

ganda dua tingkat adalah sebagai berikut:

a. Merekapitulasi setiap jawaban responden dan

mengubahnya menjadi skor.

1) Tingkat pertama berisi pertanyaan yang berkaitan

dengan materi Usaha dan energi Tentang Gerak beserta

pilihan jawabannya dengan kriteria penilaian seperti

berikut:

Tabel 3.6 Kriteria Penilaian Pilihan Soal

Bentuk Soal Nilai Keterangan


Pilihan Ganda 1 Jawaban Benar

0 Jawaban Salah

2) Tingkat ke dua berisi tentang alasan peserta didik

menjawab pertanyaan pada tingkat pertama dengan

kriteria seperti pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Kriteria Penilaian Pilihan Alasan


Bentuk Soal Nilai Keterangan
Pilihan 1 Jawaban Benar

Ganda 0 Jawaban Salah

b. Nilai akhir peserta didik diperoleh dengan rumus :

NA =
∑ skor jawab+ ∑ skor alasan x 100
∑ skor maksimal
c. Menginterpretasikan jawaban-jawaban peserta didik dalam

kategori paham, tidak paham, miskonsepsi seperti berikut:

Tabel 3.8 Kriteria Miskonsepsi Peserta Didik

Kategori Kondisi Respon Skor


Paham Relational Jawaban Benar 2

Konsep Understanding alasan Benar


Miskonsepsi Instrumental Jawaban Benar 1

Understanding alasan Salah

dan Jawaban 1

Salah

alasan Benar
Tidak Paham Misunder Jawaban Salah 0

Konsep standing alasan Salan

d. Melakukan perhitungan persentase terhadap ketiga hasil

penilaian di setiap kategori dengan menggunakan rumus

seperti pada Persamaan 3.6 (Sudijono, 2010).

f
P= x 100%
N
Keterangan:
𝑃 = persentase peserta didik tiap kategori

𝑓 = jumlah peserta didik tiap kategori

𝑁 = jumlah seluruh peserta didik yang menjadi subjek

penelitian

e. Membuat rekapitulasi persentase rata-rata tingkatan

pemahaman konsep seluruh peserta didik.

f. Memasukan kategori yang diperoleh peserta didik dari

perhitungan persentase sebelumnya sesuai kategori tingkat

miskonsepsi seperti Tabel 3.9 (Sudijono, 2009).

Tabel 3.9 Presentase Kategori Miskonsepsi

Presentase Kategori
0% ≤ N < 30% Rendah
30% ≤ N < 60% Sedang
60% ≤ N ≤ 100% Tinggi

3.5.1.2 Wawancara

Hasil wawancara disederhanakan menjadi susunan bahasa

yang baik dan rapi, kemudian ditransformasikan ke dalam catatan.

Menyederhanakan data tersebut ke dalam bentuk yang lebih mudah

dibaca dan diinterpretasikan. Dalam hal ini, wawancara yang

ditujukan untuk mngetahui faktor-faktor yang menyebabkan

terjadinya miskonsepsi.

3.5.2 Penyajian Data

Penyajian data Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun

yang memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan penarikan


tindakan. Dalam tahap ini data yang disajikan merupakan data hasil dari

wawancara dan tes.

3.5.3 Penarikan kesimpulan

Prosedur penarikan kesimpulan didasarkan pada data informasi yang

tersusun pada bentuk yang terpola pada penyajian data. Dengan cara

membandingkan hasil wawancara dan hasil tes maka peneliti dapat melihat

dan menentukan kesimpulan yang benar mengenai objek penelitian karena

penarikan kesimpulan merupakan kegiatan penggambaran yang utuh dari

objek penelitian dalam hal ini peneliti dapat mengetahui kesulitan belajar

peserta didik pada tingkat pemahaman dan miskonsepsi materi usaha dan

energi dalam pembelajaran Fisika di kelas X SMA Negeri 1 Konawe Selatan.

3.6 Pengecekan Keabsahan Data

Menurut Sugiyono dalam Arifatul (2015) dalam penelitian kualitatif

perlu ditetapkan pengujian keabsahan data untuk menghindari data bias atau

tidak valid. Triangulasi dalam pengujian keabsahan data ini diartikan sebagai

pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai

waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik

pengumpulan data, dan waktu (Arifatul, 2015, h. 273-274)

3.6.1. Triangulasi sumber yaitu dengan membandingkan dan mengecek

kembali tingkat kebenaran suatu informasi yang diperoleh dari

lapangan penelitian melalui beberapa sumber.

3.6.2. Triangulasi teknik dilakukan dengan mengecek data kepada sumber

yang sama dengan teknik yang berbeda.


3.6.3. Triangulasi waktu dilakukan untuk membuktikan apakah data yang

diperoleh dapat konsisten pada waktu yang berbeda.


DAFTAR PUSTAKA

Ardianti, Amelia Riski. 2016. Analisis Tingkat Pemahaman Dan


Miskonsepsi Fisika Pada Materi Gerak Melingkar Beraturan
Di SMK Muhammadiyah Kudus. Semarang: Universitas
Negeri Semarang.

Arista, Fitra Suci. 2010. Analisis Kesulitan Belajar Fisika Peserta


didik Sekolah Menengah Atas Negeri Se-Kota Pekanbaru.
Riau: Universitas Riau.

Fathurroman, dkk. 2012. Belajar dan Pembelajaran:


Meningkatkan Mutu Pembelajaran Sesuai Standar Nasional.
Yogyakarta: Teras.

Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika Edisi Ke-5 Jilid I. Jakarta:


Erlangga.

Kasmadi. 2013.Panduan Modern Penelitian Kualitatif. Bandung:


Alfabeta.

Munafiah, Sairotul. 2011. Peningkatan Pemahaman Konsep Peserta Didik Pada


Materi Hukum Newton Dengan Menggunakan Media Pembelajaran
Visual Berbasis Macromedia Flash Kelas X-1 MA Al Ahrom Karangsari
Karangtengah Demak Tahun Pelajaran 2011/2012. Semarang: Institut
Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.

Nasafi, Istichomah. 2018. Pengembangan Instrumen Tes Diagnostik Pilihan


Ganda Tiga Tingkat Untuk Mengidentifikasi Miskonsepsi Peserta didik
Pada Materi Hukum Newton. Semarang: Universitas Islam Negeri
Walisongo.

Nasir, Muhammad. 2017. Analisis Kesulitan Belajar dan Miskonsepsi


Mahapeserta didik dalam Praktikum Berbasis Proyek. Jurnal Pendidikan
Sains & Matematika, 5(1), 59.

Nini, Subini. 2011. Kesulitan Belajar Pada Anak. Yogyakarta: Javalitera.

Pamungkas, Destri Hardo Wahyu. 2017. Pemahaman Dan Miskonsepsi Peserta


didik Kelas Xi Sma Nasional Sidareja Cilacap Tentang Konsep Usaha.
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Reni Eka Safitri, dkk. 2018. Pengembangan Tes Diagnostik Untuk Miskonsepsi
Pada Materi Usaha Dan Energi Berbasis Adobe Flash Kelas XI Di Ma
Nw Samawa Sumbawa Besar Tahun Ajaran 2017/2018. Jurnal
Kependidikan, 2(2), 27-28.

Salamah, Arifatul Ahla Ainusa. 2015. Analisis Miskonsepsi Peserta


didik Menggunakan Pendekatan Kognitif Menurut Teori
Piaget Pada Materi Optik Kelas VIII Mts Nu Mu’allimat
Kudus. Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo
Semarang.

Sari, Yuspita. Wawancara dengan salah satu guru fisika di SMA Negeri 1 Konawe
Selatan pada Tanggal 17 April 2020.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor - Faktor Yang Mempengaruhinya. Salatiga:


IKIP UKSW.

Sudijono, Anas. 2007. Pengantar Evaluasi Pendiikan.Jakarta: PT Grafindo


Persada.

Sudijono, A. 2010. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Sudjana, Nana dan Ibrahim. 2007. Penelitian dan Penilaian Pendidikan Cet. IV.
Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sudjana, Nana. 2014. Penilaian Hasil Proses Belajar dan Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya..

Sudjana. 2005. Motode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sugihartono. 2013. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Sumadi, Suryabrata. 2009. Metode Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers.

Suparno, P. 2013. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika.


Jakarta: PT. Grasindo.

Susanti, Dwi dkk. 2014. Penyusunan Instrumen Tes Diagnostik Miskonsepsi


Fisika SMA Kelas XI pada Materi Usaha dan Energi. Jurnal Pendidikan
Fisika Universitas Sebelas Maret, 2(2), 16-19.

Sutarno, 2013. Fisika Untuk Universitas (Cetakan Pertama). Yogyakarta: Graha


Ilmu.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003. 2013.Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokus Media.

Zafitri, Reni Eka. 2018. Pengembangan Tes Diagnostik Untuk


Miskonsepsi Pada Materi Usaha Dan Energi Berbasis Adobe
Flash Kelas XI Di Ma Nw Samawa Sumbawa Besar Tahun
Ajaran 2017/2018. Jurnal Kependidikan, 2(2), 25-27.
A. INSTRUMEN WAWANCARA
Hari, Tanggal : Jum’at, 17 April 2020
Subjek : Guru Fisika SMA Negeri 1 Konawe Selatan
Waktu : 09.57 - 20.25 WIB

No Pertanyaan Jawaban
.
1 Apa kurikulum yang Kurikulum 2013
diterapkan di SMA Negeri 1
Konawe Selatan ?
2 Menurut Ibu guru, materi apa Materi gerak parabola, karena
yang dirasa sulit untuk peserta didik kurang paham konsep
disampaikan? Atau sulit untuk trigonometri yang dijelaskan di
dipahami oleh peserta didik? matematika minat.
3 Apa saja kesulitan atau Kendalanya karena peserta didk
kendala Ibu dalam memang belum paham konsep dasar
mengajarkan materi tersebut? sehingga banyak yang tidak paham.
4 Apakah Ibu sudah membuat Kalau untuk trik khusus tidak ada.
trik untuk memudahkan Tetapi ibu selalu mengajarkan
penyampaian dan pemahaman materi-materi fisika menggunakan
peserta didik? power point dengan gambar-gambar
fisika yang bergerak semacam
animasi untuk dapat menarik
perhatian peseta didik.
5 Berapa KKM untuk mata Mengikuti KKM sekolah yaitu 75
pelajaran Fisika?
6 Pada materi apa peserta didik Materi gerak parabola. Alsannya
yang kebanyakan tidak lulus? sama dengan nomor 3.
7 Apakah Ibu guru mencari Biasanya mereka belajarnya sistem
penyebab peserta didik tidak kebut semalam. Jika tidak ada tugas,
mencapai KKM? Jika iya, apa ya mereka tidak belajar. Sehingga
penyebabnya? ketika ujian mereka kalang kabut
semalaman untuk belajar.
8 Menurut Ibu materi apa yang Dinamika partiket pada Hukum
lebih banyak menimbulkan Newton karena konsepnya banyak
atau memunculkan banyak ditemukan atau dilakukan dalam
konsep pada diri peserta kehidupan sehari-hari.
didik?
9 Menurut Ibu apa penyebab Karena biasanya dari pengalaman
peserta didik sering peserta didik yang berhubungan
mengalami perubahan konsep langsung dengan materi tersebut.
pada metri tersebut? Selain itu, persta didik mendapatkan
konsep dari sumber belajar yang lain
dan rasa keingintahuan peserta didik
yang ingin mendapatkan kebenaran
atau membenarkan.
10 Bagaimana kemampuan Lebih kematematisnya karena
peserta didik pada materi disertai contoh soal. Kalau sampai
tersebut? lebih paham secara soal yang hot (susah) konsep peserta
matematis atau paham didik agak susah untuk
konsep? mengembangkan atau
mengomunikasikan materinya.
11 Bagaimana model, metode, Kalau untuk model saya sering
dan strategi dalam gunakan model PDB dan DL
mengajarkan materi tersebut? metodenya diskusi. Selain itu juga
menggunakan media yang ada
dengan menyampaikan materi
menggunakan power point animasi
bergerak menggantikan praktek
secara langsung.
12 Apakah ada kegiatan Pada semester ini tidak ada
praktikum fisika? Jika ada, praktikum fisika dikarenakan lab
apakah dilaksanakan pada jam sedang direhab.
efektif atau diluar jam efektif?
13 Menurut Ibu seberapa Pada materi huku newton, sangat
pentingkah pemahaman penting pemahaman konsep bagi
konsep bagi peserta didik? peserta didik. Karena materi ini
termasuk materi yang komplek, yang
didalamnya terdapat banyak konsep
yang telah dipelajari sebelumnya.
14 Apakah yang ibu ketahui Miskonsepsi itu konsep yang bisa
tentang miskonsepsi? dikatakan tidak sama dengan konsep
ilmiah para ahli.
15 Materi apakah yang sering Pada materi gerak. Bukan hanya
mengalami miskonsepsi pada kelas X, dulu juga sempat mengajar
pelajaran fisika? di kelas XI dan kasusnya juga pada
materi ini.
16 Mengapa peserta didik bisa Mereka mendapat konsep dari
mengalami miskonsepsi? sumber lain sehingga itu yang
menurutnya benar.
17 Bisakah diberikan contoh Contohnya pada saat hukum newton,
miskonsepsi yang terjadi pada contoh mendorong tembok, bisa
peserta didik? mengalami miskonsepsi kalau tidak
dengan dipraktikkan langsung
peserta didiknya disuruh mendorong
tembok, seperti itu lebih mudah
memahami konsep.

B. INSTRUMEN OBSEVASI
1. Pedoman observasi guru Fisika
Nama Guru :
Hari/Tanggal :
Topik Bahasan :
Kelas :
Jam/Ruang :

No Indikator/Aspek yang diamati Realisasi Ket


.
1 Persiapan pembelajaran
a. Menentukan tujuan pembelajaran
b. Memilih materi pelajaran yang akan
dipelajari
c. Mengembangkan materi ajar
d. Menyediakan segala kebutuhan
pembelajaran secara baik
e. Merumuskan atau membuat RPP.
2 Pra pembelajaran
a. Menarik perhatian peserta didik
b. Melakukan apresiasi/pretes
c. Menentukan topik yang akan
dipelajari
d. Membangun motivasi
3 Kegiatan inti pembelajaran
Penguasaan materi pelajaran
a. Menampilkan suatu permasalahan
yang akan dikaji
b. Membantu dan memperjelas tugas
kepada peserta didik
c. Mempersiapkan kelas dan alatalat
yang diperlukan
d. Mengecek pemahaman peserta didik
terhadap masalah yang diberikan
e. Memberikan kesempatan pada
peserta didik untuk melakukan
penemuan
f. Membantu peserta didik dengan
informasi jika diperlukan
g. Merangsang interaksi peserta didik
dengan peserta didik
h. Membantu peserta didik
merumuskan kesimpulan
i. Memberikan kesempatan untuk
menyimpulkan hasil dari
pembelajaran

2. Pedoman Observasi Peserta Didik


Nama Guru :
Hari/Tanggal :
Topik Bahasan :
Kelas :
Jam/Ruang :

No Indikator/Aspek yang dinilai Realisasi Ket


.
1 Kedisiplinan
a. Peserta didik tidak hadir
b. Peserta didik terlambat masuk kelas
2 Antusias dalam pembelajaran
a. Peserta didik berpartisipasi aktif
dalam pembelajaran
b. Memperhatikan apa yang
disampaikan guru
c. Semangat dalam melaksanakan
tugas
d. Mengerjakan tugas sesuai waktu
yang ditentukan
e. Mengajukan ide, gagasan pada saat
pembelajaran
f. Mengajukan pertanyaan ketika ada
materi yang tidak dipahami
g. Melakukan identifikasi masalah
pada materi

C. INSTRUMEN TES

Anda mungkin juga menyukai