Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PENDAHULUAN GOUT, DIABETES MELLITUS &

HIPERTENSI

TUGAS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk


memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik

Disusun oleh :
Bogita Karunia Illahi 4119041
Linda Apriani 4119045
Dettri Megantari 4119057
Kerista Hafitri 4119058
Nurul Alfah 4119059
Selviani Delsiana 4119064
Novianti Dewi 4119044
M. Fareza P. N 4119076
Septian Budi U.H 4119090
Iis Solihat 4119082

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2019
LAPORAN PENDAHULUAN GOUT
A. Konsep Teori Penyakit
1. Definisi
Gout adalah salah satu penyakit arthritis yang disebabkan oleh
metabolisme abnormal purin yang ditandai dengan meningkatnya kadar asam
urat dalam darah. Hal ini diikuti dengan terbentuknya timbunan kristal berupa
garam urat di persendian yang menyebabkan peradangan sendi pada lutut
dan/atau jari kaki (Almatsier, 2006).
Gout adalah penyakit yang diakibatkan gangguan metabolisme purin
yang ditandai dengan hiperurikemi dan serangan sinovitis akut berulang-
ulang. Penyakit ini paling sering menyerang pria usia pertengahan sampai
usia lanjut dan wanita pasca menopause (Nuarif & Kusuma, 2015).

2. Anatomi dan Fisiologi


1. Muskulo/ Otot
Otot adalah organ yang memungkinkan tubuh dapat bergerak. Semua
sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu berkontraksi. Terdapat lebih
dari 600 buah otot pada tubuh manusia. Sebagian besar otot-otot tersebut
dilekatkan pada tulang-tulang kerangka tubuh oleh tendon, dan sebagian
kecil ada yang melekat dibawah permukaan kulit.
a. Fungsi Sistem Muskulo
- Pergerakan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot
tesebut melekat dan bergerak dalam bagian organ internal tubuh.
- Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang
rangka dan mempertahankan tubuh saaat berada dalam posisi
berdiri atau saat duduk terhadap gaya gravitasi.
- Produksi panas. Kontraksi otot-otot secara metabolis
menghasilkan panas untuk mempertahankan suhu tubuh normal.
- Menyimpan cadangan makanan.
- Memberi bentuk luar tubuh.
b. Ciri-Ciri Sistem Muskulo
- Kontraktilitas. Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang
dapat atau tidak melibatkan pemendekan otot.
- Eksitabilitas. Serabut otot akan merespons dengan kuat jika
distimulasi oleh impuls saraf.
- Ekstensibilitas. Serabut otot memiliki kemampuan untuk
menegang melebihi panjang otot saat rileks.
- Elastisitas. Serabut otot dapat kembali ke ukuran semula setelah
berkontraksi atau meregang.
c. Jenis-Jenis Otot
a) Otot Rangka
Otot rangka merupakan otot lurik, volunter, dan melekat
pada rangka. Serabut otot sangat panjang, panjangnya sampai 30
cm berbentuk silindris dengan lebar berkisar antara 10 mikron
sampai 100 mikron. Setiap serabut memiliki banyak inti yang
tersusun di bagian perifer. Kontraksi otot rangka sangat cepat,
kuat, sebentar dan cepat lelah.
b) Otot Polos
Merupakan otot tidak berlurik dan involunter. jenis otot ini
dapat ditemukan pada dinding berongga seperti kandung kemih
dan uterus, serta pada dinding tuba, seperti pada sistem
respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem
sirkulasi darah. otot polos adalah serabut otot berbentuk spindel
dengan nukleus sentral, berukuran kecil berkisar antara 20 mikron
(melapisi pembuluh darah) sampai 0,5 mm pada uterus wanita
hamil. kontraksi otot polos kuat dan lambat. 
c) Otot Jantung
Otot jantung merupakan otot lurik, disebut juga otot seran
lintang involunter. otot ini hanya terdapat pada jantung. otot
jantung bekerja terus menerus ssetiap saat tanpa henti, tapi otot
jantung juga mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali
berdenyut. inti otot jantung berada di tengah, serabut ototnya
bercabang dan bersatu dengan serabut disebelahnya, kontraksi otot
jantung otomatis dan ritmis.
d. Karakteristik Kontraksi Otot
- Kontraksi Isometrik : panjang otot tetap dan tonus otot meningkat
- Kontraksi Isotonik : otot memendek dan tonus otot meningkat
e. Tonus Otot
Pada saat keadaan otot tidak digerakkan otot tersebut memang
tidak dalam keadaan fleksi namun terdapat renggangan dalam satuan
tertentu antar otot, keadaan renggangan inilah yang disebut
dengan tonus otot (kontraksi yang terus dipertahankan oleh otot).
Keadaan tonus otot menurun disebut hipotoni. sedangakan keadaan
tonus otot meningkat disebut hipertoni. pemeriksaan tonus otot dapat
dilakukan dengan cara palpasi dan gerak aktif.
f. Kelelahan otot adalah otot yang berkontraksi kuat secara terus
menerus. penyebab kelelahan otot adalah : kehabisan cadangan
glikogen,  transmisi signal melalui neuromuskular junction berkurang,
gangguan suplai nutrien terutama O2, gangguan aliran darah.
g. Sifat Kerja Otot
- Fleksor X ekstensor
- Supinasi X pronasi
- Depressor X lefator
- Sinergis X antagonis
- Dilatator X konstriktor
- Adduktor X abductor
h. Remodelling Otot
- Hipertrofi otot disebabkan karena peningkatan filamen aktin dan
myosin
- Atrofi otot disebabkan karena penurunan filamen aktin dan
myosin
i. Rigor Mortis
Merupakan kontraktur yang terjadi beberapa jam setelah
meninggal. penyebabnya adalah hilangnya semua ATP sehingga
menyebabkan gagalnya relaksasi otot. rigor mortis akan hilang setelah
15-25 jam, bila protein otot sudah mengalami penghancuran akibat
proses etolisis oleh enzim lisosom.
2. Skeletal/ Tulang
a. Fungsi Tulang
1) Penunjang (support)
- Tulang-tulang ekstremitas inferior, cingulum pelvicum, columna
vertebralis.
- Mandibula pada gigi
- Tulang lainnya yang menunjang organ dan jaringan
2) Perlindungan (protection)
- Cranium melindungi otak
- Costae dan sternum yang melindungi paru-paru dan jantung
- Vertebrae melindungi corda spinalis
3) Pergerakan (movement)
4) Penyimpanan mineral dan jaringan lemak (adiposa)
- 99% kalsium tubuh
- 85% fosfor
- Jaringan adiposa terdapat pada cavum medullare tulang-tulang
tertentu
5) Hematopoiesis
- Pembentukan sel-sel darah di cavum medullare
(Syaifuddin, 2011)

3. Etiologi
Gangguan metabolik dengan meningkatnya konsentrasi asam urat ini
ditimbulkan dari penimbunan kristal di sendi oleh monosodium urat (MSU,
gout) dan kalsium pirofosfat dihidrat (CPPD, pseudogout), dan pada tahap
yang lebih lanjut terjadi degenerasi tulang rawan sendi.
Klasifikasi gout dibagi 2 yaitu :
1. Gout primer
Dipengaruhi oleh faktor genetik. Terdapat produksi/sekresi asam urat
yang berlebihan dan tidak diketahui penyebabnya.
2. Gout sekunder
a. Pembentukan asam urat yang berlebih
1) Kelainan mieloproliferatif (polisitemia, leukemia, myeloma
retikularis)
2) Sindroma Lech-Nyhan yaitu suatu kelainan defisiensi
hipoxantin guanine fosforibosil transferase yang terjadi pada
anak-anak dan sebagian pada orang dewasa
3) Gangguan penyimpanan glikogen
4) Pada pengobatan anemia perniosiosa oleh karena maturasi sel
megaloblastik menstimulasi pengeluaran asam urat
b. Sekresi asam urat yang berkurang
1) Kegagalan ginjal kronik
2) Pemakaian obat salisilat, tiazid, beberapa macam diuretic dan
sulfonamid
3) Keadaan-keadaan alkoholik, asidosis laktit, hiperparatiroidisme
dan pada miksedemia
Faktor predisposisi terjadinya penyakit gout yaitu umur, jenis kelamin lebih
banyak terjadi pada pria, iklim, herediter dan keadaan-keadaan yang
menyebabkan timbulnya hiperurikemia (Nurarif & Kusuma, 2015).

4. Patofisiologi
Adanya gangguan metabolisme purin dalam tubuh, intake bahan yang
mengandung asam urat tinggi, dan sistem eskresi asam urat yang tidak
adekuat akan menghsilkan akumulasi asam urat yang berlebihan didalam
plasma darah (hiperurisemia), sehingga mengakibatkan kristal asam urat
menumpuk dalam tubuh. Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan
menimbulkan respon inflamasi.
Hiperurisemia merupakan hasil :
1. Meningkatnya produksi asam urat akibat metabolisme purin abnormal
2. Menurunnya eskresi asam urat
3. Kombinasi keduanya
(Padila, 2013)

5. Komplikasi
Gout dapat menimbulkan komplikasi berupa batu ginjal dan kerusakan
tubuler yang menyebabkan gagal ginjal kronis. (Risnanto & Insani, 2014).
Gout dapat merusak organ tubuh misalnya penurunan fungsi ginjal , memicu
perlengketan trombosit pada pembuluh darah, dan mengendap pada klep
jantung (Dalimartha, dkk, 2008).

6. Manifestasi Klinis
1. Hiperurisemia
2. Arthritis pirai/gout akut, bersifat eksplosif, nyeri hebat, bengkak, merah,
teraba panas pada persendian, dan akan sangat terasa pada waktu bangun
tidur dipagi hari
3. Terdapat kristal urat yang khas dalam cairan sendi
4. Telah terjadi lebih dari satu serangan akut
5. Adanya serangan pada satu sendi, terutama sendi ibu jari kaki
6. Sendi terlihat kemerahan
7. Terjadi pembengkakan asimetris pada satu sendi
8. Tidak ditemukan bakteri pada saat serangan dan inflamasi
(Naga, 2014)

7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Kadar asam urat serum meningkat
2. Laju sedimentasi eritrosit (LSE) meningkat
3. Kadar asam urat urine dapat normal atau meningkat
4. Analisis cairan synovial dari sendi terinflamasi atau tofi menunjukan
kristal urat monosodium yang membuat diagnosis
5. Sinar X sendi menunjukkan massa tofaseus dan destruksi tulang dan
perubahan sendi
(Nurarif & Kusuma, 2015)

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gout biasanya dibagi menjadi penanganan serangan akut dan
penanganan hiperurisemia pada pasien arthritis kronik. Ada 3 tahapan dalam
terapi penyakit ini :
1. Mengatasi serangan akut
2. Mengurangi kadar asam urat untuk mencegah penimbunan kristal urat
pada jaringan, terutama persendian
3. Terapi pencegahan menggunakan terapi hipourisemik
4. Terapi non farmakologi :
Terapi non farmakologi merupakan strategi esensial dalam penanganan
gout. Intervensi seperti istirahat yang cukup, penggunaan kompres
dingin, modifikasi diet, mengurangi asupan alcohol dan menurunkan
berat badan pada pasien yang kelebihan berat badan terbukti efektif.
5. Terapi Farmakologi
Preparat colchicine (Oral atau parenteral) atau NSAID, seperti
indometasin, digunakan untuk meredakan serangan akut gout.
Penatalaksanaan medic hiperurisemia, tofus, pengancuran sendi, dan
masalah renal biasanya dimulai setelah proses inflamasi akut mereda.
Preparat urikosurit seperti probenesid akan memperbaiki keadaan
hiperurisemia dan melarutkan endapan urat. Alupurinol juga merupakan
obat yang efektif tetapi penggunaannya terbatas karena terdapat resiko
toksisitas. Kalau diperlukaan penurunan kadar asam urat dalam serum,
preparat urokosurik merupakan obat pilihan. Kalau pasiennya beresiko
mengalami insufisiensi renal atau batu ginjal (kalkuli renal), alupurinol
merupakan obat pilihan (Nurarif & Kusuma, 2015).

B. Konsep Proses Keperawatan


1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Klien biasanya mengeluh nyeri pada sendi jari kaki, pergelangan kaki,
lutut, jari tangan dan pergelangan tangan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien biasanya merasakan nyeri pada jempol kaki, persendian jari,
sendi lutut dan pergelangan tangan dan kaki terlihat inflamasi
(kemerahan, bengkak dan teraba hangat). Klien juga biasanya
mengeluh terganggu dalam beraktifitas karena sendi terasa sangat
sakit jika digunakan untuk berjalan dan aktifitas lainnya.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Kebiaaan klien senangnya makan jeroan dan santan di rumah makan
padang.

2. Pathway

Diet tinggi purin Peningkatan pemecahan Asam urat dalam serum


sel

Katabolime purin Tidak di eskresi melalui


Asam urat dalam sel keluar urine

Kemampuan ekskresi asam Penyakit ginjal


Asam urat dalam
urat terganggu/menurun (glomerulonefritis &
serum ↑
gagal ginjal)

Hipersaturasi asam Peningkatan asam laktat Konsumsi alkohol


urat dalam plasma & sebagai produksi
garam urat di cairan sampingan metabolism
tubuh
Dibungkus oleh berbagai Merangsang netrofil
Terbentuk kristal protein (termasuk IgG) (leukosit PMN)
monosodium urat
Terjadi fagositosis kristal
Dijaringan lunak dan oleh leukosit
Di ginjal
persendian
Terbentuk fagolisosom
Penumpukan dan
pengendapan MSU Penumpukan dan
pengendapan MSU Merusak selaput protein
kristal
Pembentukan batu
ginjal asam urat Pembentukan tophus
Terjadi ikatan hydrogen
antara permukaan kristal
Proteinuria, dengan membran lisosom
hipertensi ringan, Respon inflamasi
urin asam & pekat meningkat
Membran lisosom robek,
terjadi pelepasan enzyme
Risiko ketidakseimbangan dan oksidas radikal
volume cairan kesitoplasma (synovial)

Hipertensi Pembesaran dan Peningkatan kerusakan


penonjolan sendi jaringan

Nyeri hebat Deformitas sendi


Gangguan rasa nyaman
Gangguan pola tidur Kontraktur sendi Kekakuan sendi

Kerusakan integritas kulit Fibrosis dan/atau Hambatan mobilitas


ankilosis tulang fisik

(Nurarif & Kusuma NANDA, 2015)

3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen cidera biologis pembengkakan sendi
b. Hambatan mobilitas fisik b/d nyeri persendian, penurunan rentang gerak,
kelemahan otot pada rentang gerakan, dan kekakuan pada sendi kaki sekunder
akibat erosi tulang rawan
c. Resiko tinggi cedera fisik b.d penurunan fungsi tulang, lansia, hati-hati saat
berjalan menggunakan alat bantu tongkat
(Nurarif & Kusuma NANDA, 2015)

4. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan/Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan hasil
1 Nyeri sendi b.d Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri dengan 1. Membantu dalam
agen cidera tindakan keperawatan PQRST menentukan
biologis selama 3x24 jam, 2. Anjurkan klien untuk managemen nyeri
pembengkakan nyeri yang dirasakan mandi air panas / 2. Panas meningkatkan
sendi klien berkurang hangat letak sisi otak dan
dengan kriteria hasil : 3. Berikan klien posisi mobilitas,
- Klien melaporkan yang nyaman pada menurunkan rasa
penelusuran nyeri waktu tidur / duduk sakit
- Menunjukkan dikursi 3. Tirah baring
perilaku yang lebih 4. Berikan masase yang mungkin diperlukan
rileks lembut untuk membatasi
- Skala nyeri nyeri 5. Berikan obat sesuai nyeri / cedera sendi
berkurang dari 0 – 1 indikasi 4. Menaikan relaksasi
atau teratasi. atau regangan otot
5. Menaikan relaksasi
dan sebagai terapi
pengobatan
2 Hambatan Setelah dilakukan 1. Pertahankan istirahat 1. Untuk mencegah
mobilitas fisik tindakan keperawatan tirah baring / duduk kelelahan dan
b/d penurunan 3x24 jam klien jika diperlukan mempertahankan
rentang gerak, mampu melaksanakan 2. Bantu bergerak kekuatan
kelemahan otot aktivitas fisik sesuai dengan bantuan 2. Menaikan fungsi
pada rentang dengan seminimal mungkin sendi, kekuatan otot
gerakan, dan kemampuannya 3. Dorong klien dan stamina umum
kekakuan pada dengan kriteria hasil : mempertahankan 3. Memaksimalkan
sendi kaki - Klien ikut dalam postur tegak, duduk fungsi sendi dan
sekunder program latihan tinggi, dan berjalan mempertahankan
akibat erosi - Tidak mengalami 4. Berikan lingkungan mobilitas
tulang rawan kontraktur sendi yang aman dan 4. Menghindari cedera
- Kekuatan otot menganjurkan untuk akibat kecelakaan
bertambah menggunakan alat 5. Untuk menekan
- Klien menunjukkan bantu inflamasi sistemik
tindakan untuk 5. Berikan obat-obat akut
meningkatkan sesuai indikasi
mobilitas dan
mempertahankan
koordinasi optimal.

3. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Kendalikan 1. Lingkungan yang


cedera fisik b.d tindakan keperawatan lingkungan dengan bebas bahaya akan
penurunan 3x24 jam dengan alat menyingkirkan mengurangi resiko
fungsi tulang, bantu klien dapat bahaya yang tampak cedera
lansia, hati-hati berjalan dengan jelas seperti 2. Mengetahui tahapan
saat berjalan kriteria hasil : pencahayaan pada pengobatan
menggunakan - Klien dapat malam hari 3. Mengurangi resiko
alat bantu mempertahankan 2. Membantu regimen cedera
tongkat keselamatan/ medikasi
keseimbangan fisik 3. Anjurkan untuk
berjalan atau bangkit
dari duduk dan tidur
dengan perlahan-
lahan
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2006). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama
Dalimartha, S. (2008). Herbal Untuk Pengobatan Reumatik. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Naga, SS. (2014). Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta:
Diva Press.
Nurarif, AH & Kusuma H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta:
Medication Jogja.
Risnanto & Insani. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah:
Sistem Muskuloskletal. Yogyakarta: Deepublish.
Syaifuddin. (2011). Anatomi Fisiologi Untuk Keperawatan dan Kebidanan. Edisi
4. Jakarta: EGC.
Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS

A. Konsep Teori Penyakit


1. Pengertian
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat. Lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin dan penurunan sensitivitas insulin dan menyebabkan komplikasi
makrovaskular, mikrovaskular, dan neuropati (Nurarif & Kusuma, 2015).
Diabetes mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidak
seimbangan antara tuntutan dan suplay insulin. sindrom ini ditandai oleh
hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein. abnormalitas metabolik ini mengarah pada perkembangan
bentuk spesipik komplikasi ginjal okular, neurologik dan kardiovaskular.
(Rumahorbo, 2014).
Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa diabetes mellitus
merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidakmampuan pankreas
untuk mengeluarkan cukup hormon insulin dalam tubuh.
Klasifikasi DM menurut WHO dalah:
1. DM Tipe I (IDDM: DM tergantung insulin) biasanya terjadi pada anak-
anak, remaja juga dewasa, disebabkan oleh destruksi sel beta pulau
langerhans akibat proses autoimun, ditandai dengan hilangnya sel beta
penghasil insulin dipulau Langerhans.
2. DM Tipe II (NIDDM: DM tidak tergantung insulin), lebih sering terjadi
pada dewasa atau lansia, disebabkan oleh relatif sel beta dan resistensi
insulin.
3. DM Gestasional
Diabetes Gestasional ditandai dengan respon dan sekresi insulin yang
berkurang, biasanya terjadi pada trimester 2 atau 3 biasanya diterapi
dengan pengaturan pola makan dan insulin, dan umumnya sembuh setelah
bayi lahir.
2. Anatomi dan Fisiologi
Kelenjar endrokrin adalah kelenjar yang menyekresi zat kimia yang
disebut hormon, langsung kedalam aliran darah. Misalnya pankreas
memproduksi insulin dan glukagon, juga getah pankreas. Sistem
endokrin :kelenjar penghasil, lokasi hormon, dan fungsi hormon.
Klasifikasi hormon berdasarkan senyawa kimia pembentuknya :
1. Golongan Steroid→turunan dari kolestrerol
2. Golongan Eikosanoid yaitu dari asam arachidonat
3. Golongan derivat Asam Amino dengan molekul yang kecil →
Thyroid,Katekolamin
4. Golongan Polipeptida/Protein→Insulin,Glukagon,GH,TSH
Berdasarkan sifat kelarutan molekul hormone :
1. Lipofilik : kelompok hormon yang dapat larut dalam lemak
2. Hidrofilik : kelompok hormon yang dapat larut dalam air
Berdasarkan lokasi reseptor hormone :
1. Hormon yang berikatan dengan hormon dengan reseptor intraseluler
2. Hormon yang berikatan dengan reseptor permukaan sel (plasma membran)
Berdasarkan sifat sinyal yang mengantarai kerja hormon di dalam sel:
kelompok hormon yang menggunakan kelompok second messenger senyawa
cAMP,cGMP,Ca2+, Fosfoinositol, Lintasan Kinase sebagai mediator
intraseluler.
Fungsi hormone
Kata hormon berasal dari bahasa Yunani hormon yang artinya
membuat gerakan atau membangkitkan. Hormon mengatur berbagai proses
yang mengatur kehidupan. Sistem endokrin mempunyai lima fungsi umum :
1. Membedakan sistem saraf dan sistem reproduktif pada janin yang sedang
berkembang
2. Menstimulasi urutan perkembangan
3. Mengkoordinasi sistem reproduktif
4. Memelihara lingkungan internal optimal
5. Melakukan respons korektif dan adaptif ketika terjadi situasi darurat
Macam-macam Kelenjar Endokrin

a. Kelenjar Hipotalamus
Kelenjar Hipotalamus adalah daerah kecil diotak dibawah ventrikel
ketiga dan dibelakang kiasma opitikum; membentang kebawah sebagai
infundibulum, terdiri dari sel-sel saraf yang mengelompokan menjadi
nukleus, dengan serat saraf berjalan menuju hipotalamus dari bagian otak
lain dan serat saraf berjalan dari hipotalamus melalui infundibulum
hypophysis masuk ke dalam lobus posterior kelenjar tersebut. Kapiler
berjalan secara langsung dari hipotalamus menuju lobus anterior kelenjar
hipofisis (Gibson, 2002). Hormon hormon hipotalamus antara lain:
1. ACRH : Adrenocortico Releasing Hormon
- ACIH : Adrenocortico Inhibiting Hormon
2. TRH : Tyroid Releasing Hormon
- TIH : Tyroid Inhibiting Hormon
3. GnRH : Gonadotropin Releasing Hormon
- GnIH : Gonadotropin Inhibiting Hormon
4. PTRH : Paratyroid Releasing Hormon
- PTIH : Paratyroid Inhibiting Hormon
5. PRH : Prolaktin Releasing Hormon
- PIH : Prolaktin Inhibiting Hormon
6. GRH : Growth Releasing hormon
- GIH : Growth Inhibiting Hormon
7. MRH : Melanosit Releasing Hormon
- MIH : Melanosit Inhibiting Hormon
b. Kelenjar Hipofisis
Kelenjar Hipofisis terletak dalam fossa hypophysialis (sella tursica),
cekungan dalam pada permukaan atas corpus os sphenoidale. Lembaran
dura mater menutupi lubang fossa. Infundibulum hypophysis
menghubungkan hipotalamus dengan kelenjar, berjalan melalui lubang
pada dura mater. Kelenjar terdiri dari 2 lobus : anterior dan posterior,
dengan asal, struktur dan fungsi yang berbeda.
1) Lobus anterior ( disebut juga “pemimpin” atau “kelenjar utama” )
terdiri dari kolom sel-sel, yang bercabang tidak teratur dan dipisahkan
oleh sinusoid tempat darah bersirkulasi. Tiga jenis sel dapat dibedakan
dengan metode pewarnaan :
1. asidofil yang bewarna merah
2. basofil yang bewarna biru
3. kromofob yang tidak bewarna
a) lobus anterior memiliki hormon diantaranya: hormon pertumbuhan
(GH) menyebabkan retensi nitrogen dalam tubuh dan sangat
penting untuk pertumbuhan.
b) Thyroid Stimulating Hormone (TSH) merangsang kelenjar tyroid
untuk menghasilkan tiroksin dan tryiodotironin.
c) Hormon Adrenocorticotropik (ACTH) merangsang korteks
kelenjar adrenal menghasilkan glukokortikoid.
d) Hormon Gonadotropik (Gonado Tropin) bekerja pada kelenjar
seks, pada pria Interstitial cell Stimulating Hormone (ICSH)
merangsag sel sel interstitial testis untuk menghasilkan androgen.
Pada wanita Folilicle Stimulating Hormone (FSH) menyebabkan
pematangan polikel ovarium tempat berkembang, dan Luteinizing
Hormone (LH) untuk menyempurnakan pematangan polikel dan
merangsang perkembangan korpus luteum.
2) Lobus posterior , hormon diproduksi didalam hipotalamus dan
mengalir melalui serat saraf kelobus posterior kelenjar hipofisis. Lobus
ini lebih kecil dari pada lobus anterior dan terdiri dari serat saraf,
neuroglia, dan pembuluh darah. Serat saraf berjalan menuju lobus ini
dari hipotalamus. Terdiri dari hormon antidiuretik merangsang tubulus
distal ginjal untuk mereabsorpsi air dari cairan di dalamnya, dan
oksitosin terlibat dalam kerja uterus saat melahirkan dan kontraksi otot
saluran payudara, menyebabkan susu diperas dari saluran dalam
kesaluran supervisial (Gibson, 2002).
c. Kelenjar Tiroid
Kelenjar Tiroid , terletak pada leher dan terdiri dari lobus kanan dan
kiri yang dihubungkan oleh istmus yang sempit. Kedua lobus terletak
disekitar samping bagian atas trakea dan esofagus ; istmus adalah pita
sempit jaringan tiroid yang menghubungakan kedua lobus, menyilang
dibagian depan cartilago trachea II dan III. Ujung atas lobus mencapai
sampai ke cartilago tiroidea. Kelenjar lunak dan bewarna coklat dan
ditutupi didalam kapsul. Kelenjar terdiri dari sejumlah besar folikel yang
terdiri dari satu lapis sel yang melapisi koloid, cairan kuning yang
merupakan tempat utama konsentrasi yodium dalam kelenjar. Kelenjar
tiroid menyekresi tiroksin , tri-yodotironim dan tirokalsitonin (Gibson,
2002).
Kelenjar tiroid berfungsi mengatur kecepatan proses metabolik
tubuh. Badan tiroid terdiri atas masa folikel kecil yang mengandung
koloid. Unsur utama koloid adalah tiroglobulin, yang membebaskan
hormon tiroid. Selain sel-sel polikel, ada sel-sel parafolikuler yodium
diperlukan untuk hormon tiroid.
Kelenjar tiroid menghasilkan 3 jenis hormon yaitu : T3, T4, dan
sedikit tirokal sitonin. Hormon T3 dan T4 dihasilkan oleh folikel
sedangkan tirokalsitonin dihasilkan oleh paravoliker. Bahan dasar
pembentukan hormon-hormon ini adalah yodium yang diperoleh dari
makanan dan minuman.
d. Kelenjar Paratiroid
Kelenjar Paratiroid , terdapat empat kelenjar paratiroid kecil, setiap
kelenjar berdiameter sekitar 3mm, terletak dibelakang kelenjar tiroid atau
terbenam dalam kapsul kelenjar tiroid , sepasang diatas dan sepasang
dibawah. Kelenjar ini dapat mempunyai ukuran dan jumlah yang
bervariasi , dan kadang-kadang ditemukan dibagian dalam kelenjar tiroid
atau dibelakang faring atau dalam toraks. Fungsi kelenjar parathyroid :
1. Memelihara konsentrasi ion kalsum plasma dalam batas yang sempit
meskipun terdapat variasi variasi yang luas
2. Mengontrol ekskresi kalsium dan fosfor oleh ginjal, mempunyai efek
terhadap reabsorpsi tubuler dari kalsium dan sekresi fosfor
3. Mempercepat arbsorpsi kalsium di intestinum
4. Jika pemasukan kalsium berkurang, hormon paratiroid menstimulasi
resorpsi tulang sehingga menambah kalsium dalam darah
5. Dapat menstimulasi transport kalsium dan fosfat melalui membfran
dari mitokondria (Syaifuddin, 2011).
e. Kelenjar Adrenal
Kelenjar Adrenal, Kelenjar adrenal (suprarenalis) terletak pada
bagian belakang abdomen dan tepat diatas ginjal, meliputi kutup atas
ginjal. Kelenjar ini mempunyai tinggi sekitar 5cm, lebar 2,5cm dan pada
dasarnya, dan tebal 1cm, sisi kiri lebih pipih dari pada sisi kanan dan lebih
berbentuk bulan sabit (Gibson, 2002).
Setiap kelenjar terdiri dari korteks kuning dan bagian dalam medula
yang berwarna merah keabuan. Korteks dan medula memiliki asal, struktur
dan fungsi yang berbeda. Korteks memiliki 3 zona sel, sel-sel luar dalam
kelompok, sel tengah dalam kolom, sel bagian dalam berupa kolom
ilegular. Sel-sel memiliki kolestrol tinggi yang dibutuhkan untuk
pembentukan steroid adrenal (Gibson, 2002).
Medula dibentuk dari jaringan yang sama dengan jaringan syaraf dan
sesungguhnya merupakan bagian dari sistem saraf simpatis. Terdiri dari
untaian ireguler sel, dikelilingi oleh sinus darah dan diinervasi oleh saraf
simpatis.

1. Korteks adrenal, korteks menghasilkan tiga kelompok hormol dengan


kelompok hormon dengan struktur dasar yang sama.
2. Medula adrenal, medula menghasilkan adrenalin dan noradrenalin.
Secara kimia adrenalin dan noradnenalin hanya sedikit berbeda dan
memiliki kerja yang serupa tetapi tidak identik. Sekresinya
menyebabkan respon terhadap stres, bekerja sebagai perangsang sistem
simpatis dan membuat tubuh mampu mengambil kerja epektif dalam
menghadapi situasi berbahaya atau potensial berbahaya (Gibson, 2002).
f. Kelenjar pineal
Kelenjar pineal adalah kelenjar kecil, dengan panjang 6-8mm,
ditemukan dekat dengan hipotalamus dalam otak tengah. Kelenjar pineal
menyekresi hormon melatonin, yang mengatur irama sirkandian tubuh.
Sekresi hormon ini pada malam hari menyebabkan efek hipnosis (Gibson,
2002).
g. Kelenjar Pankreas
Pancreas terletak di retroperitoneal rongga abdomen bagian atas,
dan terbentang dari horizontal dari cincin duodenal ke lien. Panjang sekitar
10 – 20 cm dan lebar 2.5 – 5 cm. mendapat pasokan darah dari arteri
masenterika superior dan splenikus. Pancreas berfungsi sebagai organ
endokrin dan eksokrin. Fungsinya sebagai organ endokrin didukung oleh
pulau – pulau Langerhans. Pulau pulau Langerhans terdiri dari empat jenis
sel yaitu: sel alpha yag menghasilkan glucagon, sel betha yang
menghasilkan insulin, dan sel deltha yang menghasilkan somatostatin
namun fungsinya belum jelas diketahui, dan sel F 1% mengandung dan
menyekresi pankreatik prolipeptida.
h. Kelenjar tymus
Kelenjar tymus terletak dalam rongga mediastinum dibelakang ost sternum
didalm rongga toraks, kira kira setinggi bifurkasi trachea. Warnanya
kemerah merahan dan terdiri dari dua lobus. Kelenjar tymus menginduksi
diferensiasi sel induk limfsit yang mampu berpartisipasi dalam reaksi
kekebalan. Fungsi kelenjar tymus:
1) Suatu sumber sel yang mempunyai kemampuan imunologis
2) Sumber hormon timik yang mempersiapkan proliferasi dan maturasi
sel sel yang mempunyai kemampuan potensial imunologis dalam
banyak jaringan lain
3) Mengaktifkan pertumbuhan badan sehingga pertumbuhan sangat
meningkat pada masa bayi sampai remaja dan setelah masa dewasa
pertumbuhan akan berkurang.
4) Mengurangi aktivitas kelamin (Syaifuddin, 2011).
i. Kelenjar Gonad
Terbentuk pada minggu-minggu pertama gestasi dan tampak jelas
pada minggu ke lima. Diferensiasi jelas dengan mengukur kadar tetosteron
fetal yang terlihat jelas pada minggu ke tujuh dan kedelapan gestasi.
Keaktifan kelenjar gonad terjadi pada masa pre pubertas dengan
meningkatnya gonad grotopin (FSH dan LH) akibat penurunan inhibisi
steroid.
1) Testis
Dua buah testes ada dalam skortum. Testis mempunyai dua fungsi
yaitu sebagai organ endokrin dan organ reproduksi. Menghasilkan hormon
testosteron dan estrradiol dibawah pengaruh LH. Testos teron diperlukan
untuk mempertahankan spermatogenesis sementara FSH diperlukan untuk
memulai dan mempertahankan spermatogenesis.
Estrogen mempunayi efek menurunkan konsentrasi teststern melalui
umpan balik negatif terhadap FSH sementara kadar teststeron dan estradiol
menjadi umpan balik negatif terhadap LH. Fungsi testis sebagai organ
reproduksi berlangsung ditubulus seminiferus.
Efek testosteron pada fetus merangsang diferensiasi dan
perkembangan genital kearah pria pada masa pubertas hormon ini akan
merangsang perkembangan tanda-tanda seks sekunder seperti
perkembangan bentuk tubuh, perubahan dan perkembangan alat genital
distribusi rambut tubuh, pembesaran laring dan penebalan pita suara serta
perkembangan sifat agresif. Sebagai hormon anabolik, akan merangsang
pertumbuhan dan penutupan epifise tulang.
2) Ovarium
Ovarium berfungsi sebagai organ endokrin dan organ reproduksi
sebagai oragan endokrin varium meghasilkan hormon estrogen dan
progesteron. Sebagi organ reproduksi, ovarium menghasilkan ovum (sel
telur) setiap bulannya pada masa ovulasi untuk selanjutnya siap untuk
dibuahi sperma.
Estrogen dibentuk di sel-sel granulosa folikel dan sel lutein korpus luteum.
Progesteron juga membentuk di sel lutein korpus loteum.
(Syaifuddin, 2011).

3. Etiologi
Tampaknya kedua faktor baik herediter maupun lingkungan berperan
didalamnya. Faktor penyebab diabetes tipe 1 adalah infeksi virus atau reaksi
autoimun yang merusak sel-sel penghasil insulin pada pankreas, sehingga
pankreas sama sekali tidak dapat menghasilkan insulin. Biasanya pada diabetes
tipe 1 gejala dan tanda-tandanya muncul mendadak. tiba-tiba cepat merasa
haus, sering kencing, penurunan berat badan dan lemah.
Sedangkan pada Tipe 2 disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan
resistensi insulin. Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya
diabetes tipe 2 antara lain usia, obesitas, dan riwayat keluarga, gejalanya
berupa cepat lelah, berat badan turun walaupun banyak makan, dan rasa
kesemutan ditungkai. (Nurrahmani, 2012).
4. Patofisiologi
Insulin dibutuhkan oleh 2/3 sel-sel tubuh untuk menyerap glukosa dari dlm
darah. Insulin berikatan dengan reseptornya di dinding luar sel dan berperan
seperti kunci untuk membuka pintu masuk kedalam sel bagi glukosa. Sebagian
glukosa disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen atau asam
lemak. Saat produksi insulin tidak mencukupi atau saat kunci insulin sulit
membuka pitu sel banyak glukosa akan tinggal dalam darah dan tidak dapat
masuk ke dalam sel menyebabkan hiperglikemia. Hiperglikemia melebihi
ambang batas reabsorbsi ginjal oleh tubulus proksimal sehingga sebagian
glukosa terbuang bersama urine. Peningkatan osmotik urin menghambat
reabsorbsi air oleh ginjal . Hal ini juga menyebabkan peningkatan jumlah urine
yang berlebihan dan glukosuria .
Peningkatan kadar glukosa darah dalam waktu lama menyebabkan
penyerapan oleh lensa mata sehingga penglihatan menjadi kabur. Tubuh
mengatasi peningkatan level glukosa dalam darah (hiperglikemia) dengan
menyerap air dari dalam sel sehingga kadar glukosa darah mengalami dilusi
selanjutnya diekskresi di urin. Hal ini manyebabkan rasa haus yang menetap
dan produksi urine yang berlebihan. Pada saat yang sama terjadi “puasa” sel
terhadap glukosa dan memberi signal ke tubuh untuk mendapatkan makanan
yang lebih banyak sehingga pasien merasakan lapar yang berlebihan.
Untuk mendapatkan energi sel menggunakan protein dan lemak.
Penguraian protein dan lemak menghasilkan kompleks asam yang disebut
keton. Keton dapat diekskresi di urine. Peningkatan keton di dalam darah dapat
menyebabkan kondisi ketoasidosis yang bila tidak ditangani menyebabkan
koma dan kematian.
Pada diabetes mellitus tipe 1 yang terjadi adalah tidak adanya insulin yang
dikeluarkan oleh pankreas, dengan tidak adanya insulin, glukosa dalam darah
tidak dapat masuk kedalam sel untuk dirubah menjadi tenaga. Karena tidak
bisa diserap oleh insulin, glukosa ini terjebak dalam darah dan kadar glukosa
dalam darah menjadi meningkat. Sedangkan pada diabetes tipe 2 yang sering
terjadi pada lansia, jumlah insulin normal, tetapi jumlah reseptor insulin yang
terdapat pada permukaan sel kurang, sehingga glukosa yang masuk kedalam
sel sedikit dan glukosa dalam darah meningkat.

5. Komplikasi
Menurut Brunner & Suddarth (2002), komplikasi dari diabetes mellitus ada
dua, yaitu:
1. Komplikasi akut DM
Ada tiga komplikasi akut pada diabetes yang penting dan berhubungan
dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek.
Ketiga komplikasi tersebut adalah:
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi jika glukosa darah dibawah 60 mg/dl. Keadaan
ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang
berlebihan, konsumsi makanan yang berlebihan atau aktifitas fisik
yang berat.
b. DKA (Diabetes Ketoasidosis)
Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah
insulin. Kondisi ini terjadi apabila kelebihan gula dalam tubuh terlalu
banyak. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak.
c. SHHN (Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik)
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan
hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran.
2. Komplikasi DM jangka panjang
a. Makrovaskular
Disebabkan oleh aterosklerosis, terutama mempengaruhi pembuluh
darah besar dan sedang. Akibat kekurangan insulin, lemak diubah
menjadi glukosa untuk energi. Perubahan pada sintesis dan
katabolisme lemak mengakibatkan peningkatan kadar VLDL (Very
Low-Density Lipoprotein) dan LDL (Low-Density Lipoprotein).
Oklusi vaskuler dari aterosklerosis dapat menyebabkan penyakit arteri
koroner, vaskular perifer, dan penyakit vaskular serebral.
a) Penyakit arteri koroner
Perubahan aterosklerosis dalam pembuluh arteri koroner
menyebabkan peningkatan insidensi infark miokard pada penderita
DM.
b) Penyakit vaskular perifer
Menurut Brunner & Suddarth (2002), perubahan aterosklerosis
dalam pembuluh darah besar pada ekstremitas bawah merupakan
penyebab utama meningkatnya insiden gangrene dan amputasi
pada pasien-pasien DM, hal ini disebabkan karena pada penderita
DM sirkulasi buruk, terutama pada area yang jauh dari jantung,
turut menyebabkan lamanya penyembuhan jika terjadi luka.
c) Penyakit serebrovaskular
Perubahan aterosklerosis dalam pembuluh darah serebral atau
pembentukkan embolus ditempat lain dalam sistem pembuluh
darah yang kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam
pembuluh darah serebral dapat menimbulkan serangan iskemia
sepintas (Transient Ischemic Attack).
b. Mikrovaskular
Terutama mempengaruhi pembuluh darah kecil dan disebabkan oleh
penebalan membran dasar kapiler dari peningkatan kadar glukosa
darah secara kronis. Hal ini menyebabkan diabetik retinopati,
neuropati, dan nefropati.
a) Retinopati diabetik
Kelainan patologis pada mata yang disebabkan oleh perubahan
pembuluh darah kecil pada retina mata, dengan gejala penurunan
penglihatan sampai kebutaan.
b) Neuropati diabetik
Neuropati diabetik adalah komplikasi diabetes pada sistem saraf,
sehingga menyebabkan mati rasa dan kesemutan, serta
meningkatkan resiko kerusakan kulit terutama pada kaki, karena
berkurangnya kepekaan kulit.
c) Nefropati
Setelah terjadi diabetes, khususnya bila kadar glukosa darah
meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress
yang menyebabkan kebocoran protein darah kedalam urin, dan
menyebabkan gagal ginjal kronis.
c. Neuropati
Neuropati disebabkan oleh kerusakan kecepatan konduksi saraf
karena konsentrasi glukosa tinggi dan penyakit mikrovaskular.
Neuropati motor sensori berperan dalam ulkus dan infeksi kaki dan
telapak kaki. Neuropati autoimun berperan dalam kandung kemih
neurogenik, impotensi, konstipasi yang berubah-ubah dengan diare,
penurunan keringat, gastroenteritis, dan hipotensi ortostatik.
(Misnadiarly, 2006).
6. Manifestasi Klinik
 Poliuria, dan timbul rasa haus.
 Rasa lapar yang berlebihan dan berat badan menurun.
 Lelah.
 Kesemutan ditungkai, dan mata kabur (Nurrahmani, 2012).

7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostic, tes
pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi
2. Tes saring
Tes saring pada DM adalah :
 GDP, GDS
 Tes glukosa urin :
 Tes konvensional (metode reduksi/benedict)
 Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase)
3. Tes diagnostik
Tes-tes diagnostik pada DM adalah : GDP, GDS, GD2PT (glukosa darah 2
jam post prandial), glukosa jam ke-2 TTGO
4. Tes monitoring terapi
Tes-tes monitoring terapi DM adalah :
 GDP : plasma vena, darah kapiler
 GD2PT : plasma vena
 A1C : darah vena, darah kapiler
5. Tes untuk mendeteksi komplikasi adalah :
 Mikroalbuminuria : urin
 Ureum, kreatinin, asam urat
Kolestrol total : plasma vena (puasa)
 Kolestrol LDL : plasma vana (puasa)
 Kolestrol HDL : plasma vena (puasa)
 Trigliserida : plasma vena (puasa)
6. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200MG/DL).
biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukan kadar glukosa
darah meningkat di bawah kondisi stress.
7. Glukosa darah puasa (FBS) normal atau di atas normal
8. Essei hemoglobin glikolisat di atas rentang normal. tes ini mengukur
presentase glukosa yang melekat pada homoglobin. glukosa tetap melekat
pada hemoglobin selama hidup sel darah merah. rentang normal adalah 5-
6%.
9. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton. pada respon terhadap
defisiensi intra seluler, protein dan lemak diubah menjadi glukosa
(glukoneoginesis) untuk energy. selama proses pengubahan ini, asam
lemak bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar. ketosis terjadi
ditunjukan oleh tetonuria. glukosuria menunjukan bahwa ambang ginjal
terhadap reabsorpsi glukosa dicapai. ketonuria menandakan ketoasidosis.
10. Kolestrol dan kadar trigeliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan control glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
(Nurarif & Kusuma, 2015)

8. Penatalaksanaan Medis
Untuk penatalaksanaan pada penderita ulkus DM khususnya penderita
setelah menjalani tindakan operasi debridement yaitu termasuk tindakan
perawatan dalam jangka panjang.
a. Medis
Menurut Sugondo (2009), penatalaksaan secara medis sebagai berikut :
1) Obat hiperglikemik Oral
2) Insulin
a) Ada penurunan BB dengan drastis
b) Hiperglikemi berat
c) Munculnya ketoadosis diabetikum
d) Gangguan pada organ ginjal atau hati.
3) Pembedahan
Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan pembedahan yang
bertujuan untuk mencegah penyebaran ulkus ke jaringan yang masih
sehat, tindakannya antara lain :
a) Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus
diabetikum.
b) Neucrotomi
c) Amputasi

b. Keperawatan
Menurut Sugondo (2009), dalam penatalaksaan medis secara
keperawatan yaitu :
a) Diit
Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan glukosa.
b) Latihan
Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil, jalan
– jalan sore, senam diabetik untuk mencegah adanya ulkus.
c) Pemantauan
Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya secara
mandiri dan optimal.
d) Terapi insulin
Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali sesudah
makan dan pada malamhari.
e) Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi bagi
penderita ulkus dm supaya penderita mampu mengetahui tanda
gejala komplikasi pada dirinya dan mampu menghindarinya.
f) Nutrisi
Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka
debridement, karena asupan nutrisi yang cukup mampu mengontrol
energy yang dikeluarkan.
g) Stress Mekanik
Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya adalah seperti
bedrest, dimana semua pasin beraktifitas di tempat tidur jika
diperlukan. Dan setiap hari tumit kaki harus selalu dilakukan
pemeriksaan dan perawatan (medikasi) untuk mengetahui
perkembangan luka dan mencegah infeksi luka setelah dilakukan
operasi debridement tersebut. (Smelzer & Bare, 2005)
h) Tindakan pembedahan
Fase pembedahan menurut Wagner ada dua klasifikasi antara lain :
Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak dilakukan atau tidak
ada.
Derajad I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan medis, dan
dilakukan perawatan dalam jangka panjang sampai dengan luka
terkontrol dengan baik. (Smelzer & Bare, 2005).
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes adalah untuk
mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi akut dan kronis.
Jika klien berhasil mengatasi diabtes yang dideritanya, dia akan terhindar dari
hiperglikemia dan hipoglikemia.

B. Konsep Proses Keperawatan


2. Pengkajian
d. Keluhan Utama
Pada umumnya klien dengan diabetes mellitus akan mengeluh adanya
gejala-gejala spesifik seperti poliuria, polidipsi dan poliphagia, mengeluh
kelemahan dan penurunan berat badan.
e. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien DM tipe II biasanya juga mengeluh pruritus vulvular,
kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot yang
menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi
aterosklerosis. Dapat juga adanya keluhan luka yang tidak sembuh-
sembuh atau bahkan membusuk menjadi latar belakang penderita datang
ke rumah sakit.
f. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji apakah klien memiliki riwayat obesitas, hipertensi, riwayat
penyakit pankreatitis kronis, dan riwayat glukosuria selama stress dan
perlu juga dikaji apakah klien pernah dirawat di rumah sakit karena
keluhan yang sama.
2. Pathway

Faktor genetik, Kerusakan sel Defisiensi


infeksi virus beta insulin

Penurunan pemakaian
glukosa oleh sel

Vikositas darah ↑ Hiperglikemia

Aliran darah lambat Batas melebihi


ambang ginjal
Ketidakefektifan
Iskemik jaringan
perfusi jaringan
Glukosuria
perifer

Kehilangan kalori Dieresi osmotik

Sel kekurangan bahan Poliuri


untuk metabolisme
Kehilangan elektrolit
Merangsang hipotalamus dalam sel
pusat lapar dan haus
Dehidrasi Resiko syok
Polipagi dan polidipsi
Trombosis
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Aterosklerosis

Makrovaskular Mikrovaskular

Infark miokard Gangren Retinopati diabetik Nefropati diabetik


3. Diagnosa Keperawatan
a Defisit volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare, muntah, poliuria,
evaporasi.
b Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
defisiensi insulin/penurunan intake oral : anoreksia, abnominal pain, gangguan
kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH
atau karena proses luka.
c Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka.
d Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan
sirkulasi.
e Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan perubahan
fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena
ketidakseimbangan elektrolit.
f Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan
kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi,
hipermetabolik.

4. Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Defisit volume Setelah dilakukan 1) Kaji pengeluaran 1) Membantu dalam
cairan b.d tindakan urine memperkirakan
hiperglikemia, keperawatan 3x24 2) Pantau tanda- kekurangan volume
diare, muntah, jam diharapkan tanda vital total, tanda dan gejala
poliuria, evaporasi klien akan 3) Monitor pola mungkin sudah ada
mendemonstrasikan napas pada beberapa waktu
hidrasi adekuat, 4) Observasi sebelumnya, adanya
dengan kritria : frekuensi dan proses infeksi
1) Nadi perifer kualitas mengakibatkan demam
dapat teraba, pernapasan dan keadaan
turgor kulit baik. 5) Timbang berat hipermetabolik yang
2) Vital sign dalam badan menigkatkan
batas normal, 6) Pemberian cairan kehilangan cairan
haluaran urine sesuai dengan 2) Perubahan tanda-tanda
lancer. indikasi vital dapat diakibatkan
3) Kadar elektrolit oleh rasa nyeri dan
dalam batas merupakan indicator
normal untuk menilai keadaan
perkembangan
3) Paru-paru
mengeluarkan asam
karbonat melalui
pernapasan
menghasilkan alkalosis
respiratorik,
ketoasidosis
pernapasan yang
berbau aseton
berhubungan dengan
pemecahan asam
aseton dan asetat
4) Koreksi hiperglikemia
dan asidosis akan
mempengaruhi pola
dan frekuensi
pernapasan.
Pernapasan dangkal,
cepat, dan sianosis
merupakan indikasi
dari kelelahan
pernapasan, hilangnya
kemampuan untuk
melakukan kompensasi
pada asidosis.
5) Memberikan perkiraan
kebutuhan akan cairan
pengganti fungsi ginjal
dan keefektifan dari
terapi yang diberikan.
6) Tipe dan jenis cairan
tergantung pada derajat
kekurangan cairan dan
respon

2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1) Timbang berat 1) Penurunan berat badan


nutrisi kurang dari tindakan badan. menunjukkan tidak ada
kebutuhan tubuh keperawatan 3x24 2) Auskultasi bowel kuatnya nutrisi klien.
berhubungan jam diharapkan sound. 2) Hiperglikemia dan
dengan defisiensi klien 3) Berikan makanan ketidakseimbangan
insulin/penurunan akan mengkonsumsi lunak / cair. cairan dan elektrolit
intake secara tepat jumlah 4) Observasi tanda menyebabkan
kebutuhan hipoglikemia penurunan motilifas
kalori atau nutrisi misalnya : usus. Apabila
yang di programkan penurunan tingkat penurunan motilitas
dengan kriteria : kesadaran, usus berlangsung lama
1) Peningkatan permukaan teraba sebagai akibat
barat badan. dingin, denyut neuropati syaraf
2) Pemeriksaan nadi cepat, lapar, otonom yang
albumin dan kecemasan dan berhubungan dengan
globulin dalam nyeri kepala sistem pencernaan.
batas normal. 5) Berikan insulin. 3) Pemberian makanan
3) Turgor kulit oral dan lunak
baik, berfungsi untuk
mengkonsumsi meresforasi fungsi
makanan sesuai usus dan diberikan
program. pada klien dgn tingkat
kesadaran baik.
4) Metabolisme KH akan
menurunkan
kadarglukosa dan bila
saat itu diberikan
insulin akan
menyebabkan
hipoglikemia.
5) Akan mempercepat
pengangkutan glukosa
kedalam sel.

3. Kerusakan Setelah dilakukan 1) Observasi tanda – 1) Kemerahan, edema,


integritas kulit tindakan tanda infeksi luka drainase, cairan
berhubungan keperawatan 3x24 2) Ajarkan klien dari luka menunjukkan
dengan adanya jam diharapkan untuk mencuci adanya infeksi.
luka. klien akan tangan dengan 2) Mencegah cross
mempertahankan baik, untuk contamination.
integritas kulit tetap mempertahankan 3) Gangguan sirkulasi
utuh dan kebersihan tangan perifer dapat terjadi
terhindar dari inteksi pada bila menempatkan
dengan kriteria : 3) Pertahankan pasien pada kondisi
1) Tidak ada tanda kebersihan kulit. resiko iritasi kulit
– tanda infeksi. 4) Dorong klien 4) Peningkatan
2) Tidak ada luka. mengkonsumsi pengeluaran urine akan
3) Tidak ditemukan diet secara mencegah statis dan
adanya adekuat dan intake mempertahankan PH
perubahan cairan 3000 urine yang dapat
warna kulit. ml/hari. mencegah terjadinya
5) Antibiotik bila ada perkembangan bakteri.
indikasi 5) Mencegah terjadinya
perkembangan bakteri
4. Resiko infeksi Setelah dilakukan 1) Kaji keadaan kulit 1) Mengetahui keadaan
berhubungan tindakan yang rusak peradangan untuk
dengan penurunan keperawatan 3x24 2) Bersihkan luka membantu dalam
fungsi leucosit/ jam diharapkan dengan teknik menanggulangi atau
gangguan sirkulasi tidak adanya tanda septic dan dapat dilakukan
infeksi dengan antiseptic pencegahan.
kriteria hasil : 3) Kompres luka 2) Mencegah terjadinya
1) Luka sembuh dengan larutan inteksi sekunder pada
2) Tidak ada edema Nacl anggota tubuh yang
sekitar luka. 4) Anjurkan pada lain
3) Tidak terdapat klien agar 3) Selain untuk
pus, luka cepat menjaga membersihkan luka
mongering predisposisi dan juga untuk
terjadinya lesi. mempercepat
5) Pemberian obat pertumbuhan jaringan
antibiotic. 4) Kelembaban dan kulit
kotor sebagai
predisposisi terjadinya
lesi.
5) Antibiotik untuk
membunuh kuman.

5. Resiko gangguan Setelah dilakukan 1) Kaji derajat dan 1) Mengidentifikasi


persepsi sensoris : tindakan tipe kerusakan derajat kerusakan
penglihatan keperawatan 3x24 2) Latih klien untuk penglihatan
berhubungan jam diharapkan membaca. 2) Mempertahankan
dengan perubahan klien akan 3) Orientasi klien aktivitas visual klien.
fungsi fisiologis mempertahankan dengan 3) Mengurangi cedera
akibat fungsi penglihatan lingkungan. akibat disorientasi
ketidakseimbangan 4) Gunakan alat 4) Melatih aktifitas visual
glukosa/insulin bantu penglihatan secara bertahap.
atau karena 5) Panggil klien 5) Menurunkan
ketidakseimbangan dengan nama, kebingungan dan
elektrolit. orientasikan membantu untuk
kembali sesuai mempertahankan
dengan kontak dengan realita.
kebutuhannya 6) Membantu memelihara
tempat, orang dan panen tetap
waktu. berhubungan dengan
6) Pelihara aktifitas realitas dan
rutin. mempertahankan
7) Lindungi klien orientalasi pada
dari cedera. lingkungannya.
7) Pasien mengalami
disorientasi merupakan
awal kemungkinan
timbulnya cedera,
terutama macam hari
dan perlu
6. Hambatan Setelah dilakukan 1) Diskusikan dengan 1) Pendidikan dapat
mobilitas fisik tindakan klien kebutuhan memberikan motivasi
berhubungan keperawatan 3x24 akan aktivitas untuk meningkatkan
dengan penurunan jam diharapkan 2) Berikan aktivitas tingkat aktivitas
energi, perubahan klien akan alternative meskipun pasien
kimia darah, menunjukkan 3) Pantau tanda tanda mungkin sangat lemah
insufisiensi insulin, perbaikan vital 2) Mencegah kelelahan
peningkatan kemampuan 4) Diskusikan cara yang berlebihan
kebutuhan energi, aktivitas dengan menghemat kalori 3) Mengindikasikan
infeksi, kriteria : selama mandi, tingkat aktivitas yang
hipermetabolik 1) mengungkapkan berpindah tempat dapat ditoleransi secara
peningkatan dan sebagainya fisiologis
energy 5) Tingkatkan 4) Pasien akan dapat
2) mampu partisipasi pasien melakukan lebih
melakukan dalam melakukan banyak kegiatan
aktivitas rutin aktivitas sehari- dengan penurunan
biasanya hari yang dapat kebutuhan akan energi
3) menunjukkan ditoleransi pada setiap kegiatan
aktivitas yang aktivitas yang 5) Meningkatkan
adekuat dapat ditoleransi kepercayaan diri yang
4) melaporkan secara fisiologis positif sesuai tingkat
aktivitas yang aktivitas yang dapat
dapat dilakukan ditoleransi pasien
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Medikal Bedah. Edisi
8. Jakarta: EGC.
Gibson, J. (2002). Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Misnadiarly. (2006). Diabetes Mellitus: Gangren, Ulcer, Infeksi, Mengenal
Gejala, Menanggulangi, dan Mencegah Komplikasi. Jakarta: Pustaka
Populer Obor.
Nurarif, AH & Kusuma H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta:
Medication Jogja.
Nurrahmani, U. (2012). Stop Diabetes. Yogyakarta: Familia Group Relasi Inti
Media.
Rumahorbo, H. (2014). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Endokrin. Jakarta: EGC.
Syaifuddin. (2011). Anatomi Fisiologi Untuk Keperawatan dan Kebidanan. Edisi
4. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

A. Konsep Teori Penyakit


1. Definisi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai elevasi segmen persisten dari
tekanan darah sistolik (TDS) 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah
diastolik (TDD) 90 mmHg atau lebih. Ketika tekanan darah sistolik 140
mmHg atau lebih tetepi tekanan diastolik tetap kurang dari 90 mmHg, klien
didiagnosis dengan hipertensi sistolik terisolasi atau isolated systolic
hypertension (ISH), jika tekanan darah diastolik terus diatas 110 sampai 120
mmHg maka klien didiagnosis dengan hipertensi resistan. Hal ini terjadi
ketika hipertensi dibiarkan tanpa pengobatan (Black &Hawks, 2014).
Menuurut WHO, batasan tekanan darah yang masih dianggap normal
adalah 140/90 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Sedangkan tekanan
darah ≥160/95 mmHg dinyatakan hypertensional. Hipertensi adalah tekanan
sistolik menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang mengakibatkan
semakin tingginya tekanan darah sama dengan atau lebih dari 140 mmHg,
tekanan darah diastoliksama dengan atau lebih dari 90 mmHg (Muttaqin Arif,
2009).

2. Anataomi dan Fisiologi


Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti piramida terbalik
dengan apeks (superior-posterior:C-II) berada di bawah dan basis (anterior-
inferior ICS – V) berada di atas. Pada basis jantung terdapat aorta, batang
nadi paru, pembuluh balik atas dan bawah dan pembuluh balik. Jantung
sebagai pusat sistem kardiovaskuler terletak di sebelah rongga dada (cavum
thoraks) sebelah kiri yang terlindung oleh costae tepatnya pada
mediastinum. Untuk mengetahui denyutan jantung, kita dapat memeriksa
dibawah papilla mamae 2 jari setelahnya. Berat 3 pada orang dewasa sekitar
250-350 gram. Hubungan jantung dengan alat sekitarnya yaitu:
a. Dinding depan berhubungan dengan sternum dan kartilago kostalis
setinggi kosta III-I.
b. Samping berhubungan dengan paru dan fasies mediastilais.
c. Atas setinggi torakal IV dan servikal II berhubungan dengan aorta
pulmonalis, brongkus dekstra dan bronkus sinistra.
d. Belakang alat-alat mediastinum posterior, esophagus, aorta desendes,
vena azigos, dan kolumna vetebrata torakalis.
e. Bagian bawah berhubungan dengan diafragma. Jantung difiksasi pada
tempatnya agar tidak mudah berpindah tempat.

Penyokong jantung utama adalah paru yang menekan jantung dari


samping, diafragma menyokong dari bawah, pembuluh darah yang keluar
masuk dari jantung sehingga jantung tidak mudah berpindah. Factor yang
mempengaruhi kedudukan jantung adalah: a. Umur: Pada usia lanjut, alat-
alat dalam rongga toraks termasuk jantung agak turun kebawah b. Bentuk
rongga dada: Perubahan bentuk tora yang menetap (TBC) menahun batas
jantung menurun sehingga pada asma toraks melebar dan membulat c. Letak
diafragma: Jika terjadi penekanan diafragma keatas akan mendorong bagian
bawah jantung ke atas d. Perubahan posisi tubuh: proyeksi jantung normal
di pengaruhi oleh posisi tubuh.

1. Otot jantung terdiri atas 3 lapisan yaitu:


a. Luar/pericardium
Berfungsi sebagai pelindung jantung atau merupakan kantong
pembungkus jantung yang terletak di mediastinum minus dan di
belakang korpus sterni dan rawan iga II- IV yang terdiri dari 2 lapisan
fibrosa dan serosa yaitu lapisan parietal dan viseral. Diantara dua
lapisan jantung ini terdapat lender sebagai pelican untuk menjaga agar
gesekan pericardium tidak mengganggu jantung.
b. Tengah/ miokardium Lapisan otot jantung yang menerima darah dari
arteri koronaria. Susunan miokardium yaitu: i. Otot atria: Sangat tipis
dan kurang teratur, disusun oleh dua lapisan. Lapisan dalam mencakup
serabut-serabut berbentuk lingkaran dan lapisan luar mencakup kedua
atria. ii. Otot ventrikuler: membentuk bilik jantung dimulai dari cincin
antrioventikuler sampai ke apeks jantung. iii. Otot atrioventrikuler:
Dinding pemisah antara serambi dan bilik (atrium dan ventrikel).
c. Endokardium Dinding dalam atrium yang diliputi oleh membrane yang
mengilat yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lender
endokardium kecuali aurikula dan bagian depan sinus vena kava.
2. Bagian- bagian dari jantung:
a. Basis kordis: bagian jantung sebelah atas yang berhubungan dengan
pembuluh darah besar dan dibnetuk oleh atrium sinistra dan sebagian
oleh atrium dekstra.
b. Apeks kordis : bagian bawah jantung berbentuk puncak kerucut
tumpul. Permukaan jantung (fascies kordis) yaitu:
a) Fascies sternokostalis: permukaan menghadap kedepan berbatasan
dengan dinding depan toraks, dibentuk oleh atrium dekstra,
ventrikel dekstra dan sedikit ventrikel sinistra.
b) Fascies dorsalis: permukaan jantung menghadap kebelakang
berbentuk segiempat berbatas dengan mediastinum posterior,
dibentuk oleh dinding atrium sinistra, sebgain atrium sinistra dan
sebgain kecil dinding ventrikel sinistra.
c) Fascies diafragmatika: permukaan bagian bawah jantung yang
bebatas dengan stentrum tindinium diafragma dibentuk oleh
dinding ventrikel sinistra dan sebagian kecil ventrikel dekstra.
3. Tepi jantung( margo kordis) yaitu:
a. Margo dekstra: bagian jantung tepi kanan membentang mulai dari vena
kava superior sampai ke apeks kordis
b. Margo sinistra: bagian ujung jantung sebelah tepi membentang dari
bawah muara vena pulmonalis sinistra inferior sampai ke apeks kordis
4. Alur permukaan jantung:
a. Sulkus atrioventrikularis: Mengelilingi batas bawah basis kordis
b. Sulkus langitudinalis anterior: dari celah arteri pulmonalis dengan
aurikula sinistra berjalan kebawah menuju apeks kordis.
c. Sulkus langitudinals posterior: dari sulkus koronaria sebelah kanan
muara vena cava inferior menuju apeks kordis.
5. Ruang-ruang jantung Jantung terdiri dari empat ruang yaitu:
1) Atrium dekstra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar, bagian
dalamnya membentuk suatu rigi atau Krista terminalis.
a. Muara atrium kanan terdiri dari:
a) Vena cava superior
b) Vena cava inferior
c) Sinus koronarius
d) Osteum atrioventrikuler dekstra
b. Sisa fetal atrium kanan: fossa ovalis dan annulus ovalis
c. Ventrikel dekstra: berhubungan dengan atrium kanan melalui
osteum atrioventrikel dekstrum dan dengan traktus pulmonalis
melalui osteum pulmonalis.
6. Fisiologi Jantung
a. Fungsi umum otot jantung
a) Sifat ritmisitas/otomatis: secara potensial berkontraksi tanpa
adanya rangsangan dari luar.
b) Mengikuti hukum gagal atau tuntas: impuls dilepas mencapai
ambang rangsang otot jantung maka seluruh jantung akan
berkontraksi maksimal.
c) Tidak dapat berkontraksi tetanik.
d) Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot.

3. Etiologi
Etiologi yang pasti dari hipertensi belum diketahui. Namun, esensial
belum diketahui. Namun sejumlah interaksi beberapa energi homeostatik
saling terkait. Faktor hereditas berperan penting bilamana kemampuan
genetik dalam mengelola kadar natrium normal. Kelebihan intake natrium
dalam diet dapat meningkat volume cairan cairan dan curah jantung,
pembuluh darah memberikan reaksi atas peningkatkan aliran darah melalui
kontriksi atau peningkatan tekanan perifer. Tekanan darah tinggi adalah hasil
awal dari peningkatan curah jantung yang kemudian dipertahankan pada
tingkat yang lebih tinggi sebagai suatu timbal balik peningkatan tahanan
perifer.
Etiologi hipertensi sekunder pada umumnya diketahui. Berikut ini
kondisi yang menjadi penyebab terjadinya hipertensi sekunder.
1. Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen)
Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan
hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-mediater volume
expansion. Dengan menghentikan oral kontrasepsi, tekanan darah normal
kembali setelah beberapa bulan.
2. Penyakit parenkim dan vaskular ginjal
Merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi
renovaskuler berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri
besar yang secara langsung membawa darah ke ginjal. Sekresi 90% lesi
arteri renal pada klien dengan hipertensi disebabkan oleh aterosklerosis
atau fibrous displasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrous). Penyakit
parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, dan perubahan struktur,
serta fubgsi ginjal.
3. Gangguan endokrin
Dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal-mediator
hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan
katekolamin. Pada aldostreronisme primer biasanya timbul dari benign
adenoma korteks adrenal. Pheochromocytomas pada medula adrenal
yang paling umum kemudian meningkatkan sekresi katekolamin yang
berlebihan. Pada sindrom cushing, kelebihan glukokortikoid yang
diekskresi dari kontreks adrenal sSindrom Cushing’s mungkin
disebabkan oleh hiperplasi adrenokortikal atau adenoma adrenokortikal.
4. Coarctation aorta
Merupakan penyempitan aorta kongenital yang muncul yang
terjadi beberapa tingkat pada aorta torasik atau aorta abdominal.
Neurogenik : tumor otak, encephalitis, dan gangguan psikiartrik.
1) Kehamilan.
2) Luka bakar.
3) Peningkatan volime intavaskuler.
4) Merokok
Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin. Peningkatan
katekolamin menyebabkan iritabilitas miokardial, peningkatan denyut jantung,
dan menyebabkan vasokontriksi, yang mana pada akhirnya meningkatkan tekanan
darah (Udjianti, 2010).

4. Patofisiologi
a. Hipertensi Primer (Esensial)
Faktor yang menghasilkan perubahan pada resistansi vascular
perifer, denyut jantung, atau curah jantung memengaruhi tekanan darah
arteri sistemik. Empat sistem kontrol yang memainkan peran utama
dalam menjaga tekanan darah adalah : (1) sistem baroreseptor dan
kemoreseptor arteri ; (2) Pengaturan volume cairan tubuh ; (3) sistem
rening–angiotensis ; (4) autoregulasi vaskular. Hipertensi primer
kemungkinan besar terjadi karena kerusakan atau malfungsi pada
beberapa atau semua sistemini.
Baroreseptor dan kemoreseptor arteri bekerja secara reflek untuk
mengontrol tekanan darah ,baroreseptor, reseptor peregangan utama,
ditemukan di sinus karotis, aorta, dan dinding bilik jantung kiri, mereka
memonitor tingkat tekanan arteri dan mengatasi peningkatan melalui
vasodilatasi dan memperlambat denyut jantung melalui saraf vagus.
Kemoreseptor ,berada di medulla dan tubuh karatos dan aorta, sensitive
terhadap perubahan dalam konsentrasi oksigen, karbondioksida, dan ion
hydrogen ( pH ) dalam darah. Penurunan konsentrasi oksigen arteri atau
pH menyebabkan fleksif pada tekanan, sementara kenaikan konsentrasi
karbondioksida menyebabkan penurunan tekanan darah.Perubahan-
perubahan pada volume cairan memengaruhi tekanan arteri sitemik.
Dengan demikian kelainan dalam transport natrium dalam tubuh ginjal
memungkinkan menyebabkan hipertensi esensial. Ketika kadar natrium
dan air berlebih. Volume total darah meningkat, dengan demikian
meningkatkan tekanan darah. Perubahan-perubahan patologis yang
mengubah ambang tekan dimana ginjal mengekstresikan garam dan air
mengubah tekanan darah sistemik.Selainitu, produksi hormone natrium
yang berlebihan menyebabkan hipertensi.
Renin dan angiotensin memaikan peran dalam pengaturan
tekanan darah.Rening adalah enzim yang diproduksi olehginjal yang
mengatalisis substrat protein plasma untuk memisahkan angiotensis I,
yang dihilangkan oleh enzim pengubah keparu-paru untuk
membentukangiotensis II dan kemudian angiotensis III.Angiotensis II
dan III bertindak sebagai vasokontriktor dan juga merangsang
pelepasan aldosterone. Dengan meningkatnya aktivitas sistem saraf
simpatik, angiotensin II dan III tanpaknya juga menghambat eksresi
natrium, yang menghasilkan naiknya tekanan darah. Sekresi rening
yang bertambah telah ditelit sebagai penyebab meningkatnya resisten
vascular peripheral pada hipertensi primer.Selendotel vascular
terbentuk penting dalam hipertensi. Selendotel memproduksi nitra
loksida yang mendilatasi arteriol dan endothelium yang
mengonstriksikannya. Disfungsi endothelium telah berimplikasi pada
hipertensi esensial manusia.
b. Hipertesi Sekunder
Banyak masalah ginjal, vaskular, neurologis, obat dan makanan
yang secaralangsung berpengaruh negative terhadap ginjal dapat
mengakibatkan gangguan serius pada organ-organ ini yang
mengganggu ekskresi natriun, perfusi renal, mekanisme renin
angiotensin-aldosteron, yang mengakibatkan naiknya tekanan darah
dari waktu kewaktu.
Glomerulo nefritis dan stenosis arteri renal kronis adalah
penyebab yang paling umum dari hipertensi sekunder. Juga, kelenjar
adrenal dapat mengakibatkan hipertensi sekunder jika ia memproduksi
aldosterone, kortisol, dan katekolamin berlebih, kelebihan aldosterone
mengakibatkan renal menyimpan natrium dan air, memperbanyak
volume darah, dan menaikan tekanan darah. Feokromositoma, tumor
kecil di medula adrenal, dapat mengakibatkan hipertensi dramatis
karena pelepasan jumlah epinefrin dan norepinefrin (disebut
katekolamin) yang berlebih.Permasalahan adrenokorsikal lainnya dapat
mengakibatkan produksi kortisol yang berlebih (sindrom chusing).Klien
dengan sindrom chusing memiliki 80% risiko pengembangan
hipertensi. Kortisol meningkatkan tekanan darah dengan meningkatnya
simpanan natrium renal, kadar angiotensin II, dan reaktivitas vascular
terhadap norepinefrin. Stress kronis meningkatkan kadar katekolamin,
aldosterone, dan kortisol dalam darah (Black & Hawks, 2014)

5. Komplikasi
Komplikasi hipertensi terjadi karena kerusakan organ yang
diakibatkan peningkatan tekanan darah sangat tinggi dalam waktu lama.
Organ-organ yang paling sering ruksak, antara lain otak, mata, jantung,
pembuluh darah arteri, serta ginjal. Organ-organ ini disebut target organ
hipertensi (Marliani, 2007).
Komplikasi juga banyak terjadi pada jantung dan pembuluh darah,
antara lain:
1) Arteriosklerosis atau pengerasan pembuluh darah arteri. Pengerasan pada
dinding arteri ini terjadi karena terlalu besarnya tekanan. Karena
hipertensi, lama kelamaan dinding arteri menjadi tebal dan kaku.
Pengerasan pada arteri ini mengakibatkan tidak lancarnya aliran darah
sehingga dibutuhkan tekanan yang lebih kuat lagi sebagai
kompensasinya.
2) Aterosklerosis atau penumpukan lemak pada lapisan dinding pembuluh
darah arteri. Penumpukan lemak dalam jumlah besar disebut plak.
Pembentukan plak dalam pembuluh darah sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan penyempitan pembuluh darah sehingga organ-organ tubuh
akan kakurangan pasokan darah. Aterosklerosis paling sering terjadi pada
arteri yang melewati jantung, otak, dan ginjal, juga pada pembuluh darah
besar yang disebut aorta abdominalis di dalam perut dan tungkai.
3) Aneurisma, yaitu terbentuknya gambaran seperti balon pada dinding
pembuluh darah akibat melemah atau tidak elasisnya pembuluh darah
akibat kerusakan yang timbul. Aneurisma ini paling sering terjadi pada
pembuluh darah aorta yang melalui perut. Aneurisma ini sangat
berbahaya karena bisa pecah yang bisa mengakibatkan perdarahan yang
sangat fatal. Gejala yang dapat timbul dari aneurisma ini adalah sakit
kepala hebat yang tidak bisa hilang terjadi pada arteri otak, dan sakit
perut berkepanjangan jika terjadi didaerah perut.
4) Penyakit pada arteri koronaria. Arteri koronia adalah pembuluh darah
utama yang memberi pasokan darah pada otot jantung. Apabila arteri
mengalami gangguan, misalnya karena plak, aliran darah kejantung akan
tergannggu sehingga kekurangan darah.
5) Hipertropi bilik kiri jantung. Bilik kiri jantung atau serambi kiri jantung
adalah ruang pompa utama jantung. Akibat ototnya yang bekerja terlalu
berat ketika memompakan darah ke aorta karena hipertensi, akhirnya
terjadi hipertropi atau penebalan otot serambi kiri tersebut sehingga
mengakibatkan semakin bertambahnya pasokan darah. Dilain pihak
penyempitan pembuluh darah karena hipertensi menyebabkan tidak
tercukupinya kebutuhan darah tersebut sehingga jantung akan ruksak dan
akan bekerja lebih kuat dan akan bekerja lebih kuat lagi dalam memompa
darah.
6) Gagal jantung, yaitu suatu keadaan ketika jantung tidak kuat memompa
darah ke seluruh tubuh sehingga banyak organ lain rusak karena
kekurangan darah dan tidak kuatnya otot jantung dalam memompa darah
kembali ke jantung.
7) Pada ginjal, komplikasi hipertensi timbul karena pembuluh darah dalam
ginjal mengalami aterosklerosis karena tekanan darah terlalu tinggi
sehingga aliran darah ke ginjal akan menurun dan ginjal tidak dapat
melaksanakan fungsinya. Fungsi dari ginjal adalah membuang semua
bahan sisa dari dalam darah. Bila ginjal tidak berfungsi, bahan sisa akan
menumpuk dalam darah dan ginjal akan mengecil dan berhenti berfungsi.
(Marliani, 2007).

6. Manifestasi Klinis
Pada tahap awal perkembangan hipertensi, tidak ada manifestasi
yang cacat oleh klien atau praktis kesehatan pada akhirnya tekanan darah
akan naik, dan jika keadaan ini tidah “terdeteksi”selama pemeriksan rutin,
klien akan tetap tidak sadar bahwa tekanan darahnya naik. Jika keadaan ini
dibiarkan tidak terdiagnosis, tekanan darah akan terus naik, manifestasi
klinis akan menjadi jelas, dan klien pada akhirnya akan datang ke rumah
sakit dan klien pada akhirnya akan datang kerumah berbagai keluhan
seperti :
1) Sakit kepala terus menerus.
2) Kelelahan.
3) Pusing.
4) Berdebar.
5) Sesak.
6) Pandangan kabur atau penglihatan ganda, atau mimisan
(Black & Hawks, 2014)

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto rontgen dada
Tes ini bertujuan untuk mengetahui adanya pembengkakan pada bilik
kanan jantung atau pembuluh darah paru-paru, yang merupakan tanda dari
hipertensi pulmonal.
b. Elektrokardiogram (EKG)
Untuk mengetahui aktivitas listrik jantung dan mendeteksi gangguan irama
jantung.

c. Ekokardiografi.
Ekokardiografi atau USG jantung dilakukan untuk menghasilkan citra
jantung dan memperkirakan besarnya tekanan pada arteri paru-paru serta
kerja kedua bagian jantung untuk memompa darah.
d. Tes fungsi paru
Tes fungsi paru dilakukan untuk mengetahui aliran udara yang masuk dan
keluar dari paru-paru, menggunakan sebuah alat yang bernama spirometer.
e. Kateterisasi jantung
Tindakan ini dilakukan setelah pasien menjalani pemeriksaan
ekokardiografi untuk memastikan diagnosis hipertensi pulmonal sekaligus
mengetahui tingkat keparahan kondisi ini. Dengan katerisasi jantung
kanan, dokter dapat mengukur tekanan arteri pulmonal dan ventrikel kanan
jantung.
f. Pemindaian
Pemindaian seperti CT scan atau MRI digunakan untuk memperoleh
gambaran yang lebih jelas mengenai ukuran dan fungsi jantung,
penggumpalan pada pembuluh darah, dan aliran darah pada pembuluh
darah paru-paru.
g. V/Q scan atau ventilation-perfusion scan
Pemindaian ini bertujuan mendeteksi adanya gumpalan darah yang
menyebabkan hipertensi pulmonal. Dalam pemindaian ini, zat radioaktif
khusus akan disuntikkan pada pembuluh vena di lengan guna memetakan
aliran darah dan udara pada paru-paru.
h. Tes darah
Untuk melihat keberadaan zat seperti metamfetamin, atau penyakit lain
seperti penyakit hati yang dapat memicu hipertensi pulmonal.
i. Polisomnografi
Digunakan untuk mengamati tekanan darah dan oksigen, denyut jantung,
dan aktivitas otak selama pasien tertidur. Alat ini juga digunakan untuk
mengenali gangguan tidur, seperti sleep apnea.
j. Biopsi paru
Dilakukan dengan cara mengambil sampel jaringan paru-paru untuk
melihat kelainan di paru-paru yang dapat menjadi penyebab hipertensi
pulmonal.

8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan medis pada klien dengan hipertensi adalah
mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai
dan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Efektivitas
setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya
perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi (Mutaqin, 2009).
a. Modifikasi Gaya Hidup
Menurut Mutaqin (2009), beberapa penelitian menunjukan pendekatan
nonfarmakologi yang dapat menungurangi hipertensi adalah sebagai
berikut:
1) Teknik –teknik mengurangi stres
2) Penurunan berat badan
3) Pembatasan alkohol
4) Olahraga/ latihan ( meningkatkan lipoprotein berdensitas tinggi)
5) Relaksasi merupan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap
terapi antihipertensi
b. Terapi farmakologis
Menurut Mutaqin (2009), obat-obatan antihipertensi dapat dipakai
sebagai obat tunggal atau dicampur dengan obat lain,obat- obatan ini di
klasifikasikan menjadi lima katagori, yaitu:
1) Diuretik; hidroklorotiazid adalah diuretik yang paling sering
diresepkan untuk mengobati hipertensi ringan. Hidroklorotiazid
dapat diberikan sendiri pada klien dengan hipertensi ringan atau
klien yang baru. Banyak obat antihipertensi dapat menyebabkan
retensi cairan; karena itu, sering kali diuretik diberi bersama
antihipertensi.
2) Menekan simpatetik (simpatolitik); penghambat (adrenegik bekerja
di sentral simpatolik), penghambat adrenergik alfa, dan
penghambat neuron adrenergik diklasifikasikan sebagai penekan
simpatetik, atau simpatolitik penghambat adrenegik beta, dibahas
sebelumnya juga dianggap sebagai simpatolitik dan menghambat
reseptor beta.
a. Penghambat Adrenegik -Alfa golongan golongan obat ini
memblok reseptor adrenergik alfa , menyebabkan vasodilatasi
dan penurunan tekanan darah. Penghambat beta juga
menurunkan lipoprotein bersitas sangat rendah ( very low -
densitiy lipoprotei- VLDL) yang bertanggung jawab dalam
penimbunan lemak di arteri (arteriosklerosis).
b. Penghambat Neuron Adrenergik (simpatolik yang Bekerja
Perifer) merupakan obat antihipertensi yang kuat yang
menghambat norepinefrin dari ujung saraf simpatis, sehingga
pelepasan norepinefrin menjadi berkurang dan ini
menyebabkan baik curah jantung maupun tahanan vascular
perifer menurun. Resepin dan guanetidin dipakai untuk
mengendalikan hipertensi berat. Hipotensi ortostatik merupakan
efek samping yang sering terjadi klien harus dinasehatkan untuk
bangkit perlahan- lahan dari posisi baring atau dari posisi
duduk. Obat-obatan dalam kelompok ini dapat menyebabkan
retensi natriumdan air.
3) Vasodilatator Arteriol yang Bekerja langsung adalah obat tahap III
yang bekerja dengan merelaksasikan otot- otot polos pembuluh
darah, terutama arteri, sehingga menyebabkan vasodilatasi.
4) Antagonis Angiotensin (ACE Inhibitor); obat dalam golongan ini
menghambat pembentukan II (vasokontriktor) dan menghambat
pelepasan aldosteron. Aldosteron meningkat retensi natrium dan
ekskresi kalium. Jika aldosteron dihambat, natrium diekresikan
bersama-sama dengan air. Katopril, enalpril, dan lisinopril adalah
ketiga antagonis angiotensin. Obat -obat ini dipakai pada klien
dengan kadar renin serum yang tingggi
5) Penghambat saluran kalsium (blocker calcium antagonis).

c. Terapi Non - farmakologis


Terapi non - farmakologis, pengobatan ini sama pentingnya dengan
pengobatan farmakologis, dan bahkan akan menguntungkan terutama
pada penderita hipertensi ringan. Pengobatan jenis ini kadang dapat
mengendalikan atau mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan
secara farmakologis tidak diperlukan atau sekurangnya ditunda. Namun
pada kondisi ketika obat antihipertensi sangat diperlukan, maka
pengobatan non-farmakologis dapat dijadikan sebagai pelengkap
sehingga menghasilkan efek pengobatan yang lebih baik. Pembatasan
asupan garam dan natrium, serta upaya penurunan bobot badan
merupakan langkah awal dalam pengobatan hipertensi (junaedi,2013).

B. Konsep Proses Keperawatan


3. Pengkajian
g. Keluhan Utama
Klien biasanya mengeluh mengeluh sakit kepala
h. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien biasanya mengeluh ousing, nyeri kepala, tangan kanan kesemutan.
i. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi

2. Pathway
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral
b. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum dan ketidakseimbangan antara suplai darah
dan kebutuhan oksigen

4. Intervensi
No Diagnosa Tujuan/kriteria
Intervensi Rasional
keperawatan hasil
1. Nyeri b.d Setelah dilakukan 1. Mempertahanakan tirah 1. Tindakan yang
peningkatan tindakan 3x24 jam baring selama fase aktif menurunkan tekanan
tekanan vaskuler diharapkan nyeri 2. Berikan tindakan vaskuler serebral dan
serebral
dapat berkurang atau nonfarmakologi untuk yang memperlambat
teratasi kriteria hasil: menghilangkan sakit kepala respon simatis efektif
a. Menurunkan seperti kompres dingin dan dalam langka
skala pijit mengurangi sakit
rangsangan 3. Kolaborasi dalam kepala dan komplikasi
nyeri dikepala pemberian analgesik 2. Mengurangi atau
b. TTV dalam mengontrol nyeri dan
batas normal menurunkan
rangsangan system
saraf simpati
2. Intoleransi Setelah dilakukan 1. Kaji respon pasien 1. Perubahan aktifitas dapat
aktivitas b.d 3x24 jam diharapkan terhadap aktifitas mengidentifikasi tingkat
kelemahan dapat melakukan 2. Observasi tanda-tanda kelemahan fisik pasien
umum dan aktifitas dengan vital atau klien
ketidakseimba Kriteria hasil : 3. Berikan tentang tekhnik 2.Mengidentifikasi
ngan antara - ikut serta dalam penghemat energy perubahan respon
suplai darah kegiatan yang (melakukan aktivitas fisiologis terhadap aktifitas
dan kebutuhan dibutuhkan perlahan dan menggunakan 3.Teknik pengehmat
oksigen - menunjukan alat bantu) energy mengurangi
toleransi aktivitas 4. Berikan dorongan untuk penggunaan energi dan
yang dapat diukur melakukan aktifitas atau membantu keseimbangan
- intoleransi perawatan diri, jika dapat suplai oksigen
fisiologis mengalami ditoleransi (secara 4.Kemajuan aktifitas
penurunan bertahap) secara bertahan mencegah
peningkatan jantung secara
tiba-tiba.
DAFTAR PUSTAKA
Black JM, Hawks JH. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Manajemen Klinis
Untuk Hasil Yang Diharapkan (Nampira RA, Yudhistrira, Eka SC editor
Bahasa Indonesia). 8th ed. Buku 1. Elsevier: Singapore.
Marliani. (2007). 100 Question & Answers Hipertensi. Jakarta: PT Elex Media.
Muttaqin, Arif. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.
Potter dan Perry. (2010). Fundamental keperawatan. (Nggie AF, Albar M, editor
Bahasa Indonesia). 7th ed. Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
Udjianti. (2013). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai