1, FEBRUARI 2018
ABSTRAK
Saat ini, apoteker yang bekerja di rumah sakit lebih dituntut untuk memberikan pelayanan
farmasi klinik yang berorientasi kepada pasien. Tujuannya adalah untuk mengingkatkan output
pengobatan pasien dan meningkatkan keselamatan pasien. Apoteker dituntut untuk berperan
dalam meningkatkan keselamatan pasien terutama terhadap masalah terkait obat (Drug Related
Problems, DRPs). Kejadian terkait obat adalah masalah yang sering ditemui dalam pengobatan
pasien terutama pasien yang dirawat di rumah sakit. Kategori dan kejadian DRPs yang terjadi
berbeda-beda di tiap rumah sakit atau bahkan di berbagai negara. Hasil pengkajian 10 jurnal
ditemukan bahwaDRPs paling sering terjadi yaitu berhubungan dengan obat seperti pemilihan
obat, dosis, obat yang tidak diperlukan, dan interaksi obat. Apoteker paling banyak berperan
pada tingkat peresepan untuk menangani kejadian DRPs yang beragam tersebut. Peran apoteker
dalam menangani DPRs dapat dilakukan pada tingkat pasien dan obat juga. Selain apoteker,
peran dari kolaborasi antara tenaga kesehatan yang terlibat memiliki pengaruh yang penting
dalam mengatasi kejadian DRPs pada pasien.
Kata Kunci: Permasalahan Terkait Obat, Apoteker, Pengkajian Pengobatan, Manajemen,
Rumah Sakit, Keselamatan Pasien
ABSTRACT
bahwa DRPs menyebabkan 56,8% pasien dilakukan dengan kata kunci “drug related
memerlukan penggantian terapi, 22,5% problems”, “medication related problem”,
kasus membutuhkan tambahan terapi, atau atau “medicine related problem” yang
menyebabkan waktu rawat inap yang lebih dikombinasikan dengan kata kunci
lama sebesar 20,8%(Ruiz-Millo et al., “pharmacist”, “medical review”, “medical
2017). Kesalahan pengobatan dan efek assessment”, “clinical management”,
samping obat menjadi salah satu penyebab “hospital” dan “patient safety”. Literatur
memungkinkan yang berpengaruh yang digunakan sebagai materi data ilmiah
signifikan secara klinis (prevalensi 4.6– adalah artikel dengan rentang publikasi
12.1%) terhadap dirawatnya pasien di tahun 2012 – 2017. Kriteria inklusi untuk
rumah sakit (masuk rumah sakit)(Al Hamid artikel yang dipilih yaitu untuk artikel
et al., 2014; Krähenbühl-Melcher et al., penelitian, mengandung kata kunci
2007).Namun, masuknya pasien ke rumah pencarian yang digunakan, kegiatan
sakit karena mengalami efek samping obat penelitian atau subjek penelitian dilakukan
(salah satu kasus DRPs) sesungguhnya di rumah sakit, dan dijelaskan bahwa
dapat dihindari (van der Hooft et al., 2008). intervensi atau kegiatan penelitian
Tujuan dilakukan penulisan artikel melibatkan apoteker (pharmacist).Artikel
review ini adalah memberikan gambaran tidak digunakan apabila: bukan merupakan
atau rekomendasi pengembangan pelayanan artikel penelitian, tidak mengandung kata
kefarmasian di rumah sakit khususnya di kunci yang dikehendaki terutama tentang
Indonesia dalam hal peningkatan peran DRPs, kegiatan pengkajian atau intervensi
seorang apoteker terutama dalam hal tidak dilakukan oleh apoteker, kegiatan
meminimalisir permasalahan terkait obat penelitian tidak dilakukan di rumah sakit.
yang berorientasi terhadap keselamatan Dari seluruh jurnal hasil pencarian, dipilih
pasien. Selain itu, artikel ini diharapkan sepuluh jurnal yang menjadi acuan utama
dapat memberikan contoh gambaran dalam membahas topik yang diangkat di
mengenai kasus-kasus DRPs yang paling dalam penulisan artikel ini.
banyak terjadi di rumah sakit pada beberapa
negara sehingga para apoteker di rumah HASIL
sakit khususnya di Indonesia dapat
meningkatkan kewaspadaan terhadap Seluruh artikel utama yang
kejadian DRPs tersebut. digunakan sebagai acuan membahas
mengenai DRPs dengan lokasi penelitian
METODE REVIEW yang dilakukan di rumah sakit dan
melibatkan peran apoteker dalam proses
Metode yang digunakan pada penelitiannya. Setiap artikel menggunakan
penulisan artikel ini adalah studi literatur kategori DRPs yang berbeda-beda namun
dengan menggunakan bantuan search memiliki beberapa kemiripan. Kategori
engine yaitu google scholar, dan situs pada masing-masing jurnal tersebut dapat
penyedia jurnal online yaitu NCBI, dilihat pada tabel 1.
BioMed, PubMed, dll. Pencarian literatur
Tabel 1. Kategori DRPs yang digunakan dalam penelitian pada jurnal acuan
Judul Tahun Lokasi (Negara) Kategori DRPs
Clinical impact of 2017 Comprehensive • I
an interdisciplinary Medical Unit Indikasi
patient safety (CMU) Valencia • E
program for (Spanyol) Efektivitas
managing • K
drug‑related Keamanan
problems in a • K
long‑term care Kepatuhan
hospital(Ruiz-Millo
et al., 2017) Subkategori:
Sub-kategori:
• Salah obat
• Obat tidak diperlukan
• Efek samping obat
• Dosis terlalu tinggi
• Membutuhkan tambahan obat
• Dosis terlalu rendah
• Monitoring sub-optimal dari obat
• Ketidakpatuhan
• Kesalahan penyerahan
Design of a score to 2014 Rumah sakit • Pemilihan obat
identify hospitalized universitas tersier o Obat tidak sesuai (kontraindikasi)
patients at risk of dengan kapasitas o Obat tanpa indikasi
drug-related 431 tempat tidur o Kombinasi tidak sesuai (interaksi
problems(Urbina et (Spanyol) obat-obat/obat-makanan)
al., 2014) o Indikasi tidak diobati
o Ada obat yang lebih efektif secara
biaya
• Pemilihan dosis
o Bentuk sediaan tidak sesuai
o Dosis (kurang atau lebih)
o Regimen dosis (terlalu
banyak/sedikit)
o Tidak ada monitoring kadar obat
• Eliminasi
o Penyesuaian dosis
o Durasi pengobatan terlalu panjang
• Proses penggunaan obat
o Waktu dan interval penggunaan tidak
tepat
o Cara pemberian tidak sesuai
• Logistik (ketersediaan obat dan kesalahan
penggunaan resep elektronik)
Impact of the 2014 Residential • Pemilihan obat
Pharmacist Medication • Dosis berlebih/kurang
Medication Review Management • Kepatuhan
Services on Drug- Review (RMMR), • Kondisi tidak diobati
Related Problems data rekam medis • Monitoring
and Potentially seluruh penduduk • Edukasi atau informasi
Berdasarkan analisa dari masing-masing penelitian, kasus DRPs yang paling sering
terjadi dapat dilihat pada Tabel 2
(Chan et al., • 193 Pasien rawat jalan • DRPs yang teridentifikasi sebanyak 427 kasus
2012) di National Taiwan dengan kejadian 2,2 DRPs per pasien). 87%
University Hospital pasien mengalami paling sedikit 1 DRP.
• Usia ≥ 65 tahun, rata- • Kategori dan DRPs yang paling sering terjadi:
rata usia 76,2 tahun o Masalah penggunaan obat (35%): obat
• Pasien menerima resep tidak digunakan/tidak diberikan
dengan obat ≥ 8 (untuk o Masalah pemilihan obat (30%): duplikasi
pengobatan 28 hari) obat (11%)
atau mendapat o Interaksi (12%): interaksi yang potensial
kunjungan dari 3 dokter • Penyebab DRPs yang paling sering terjadi:
berbeda, rata-rata 8,9 o Pemilihan obat yang tidak sesuai (28%)
obat per pasien. o Pasien berhati-hati dengan obat yang
diberikan (13%)
o Pasien lupa menggunakan obat (12%)
• Intervensi yang paling banyak dilakukan:
o Tingkat peresepan: intervensi dilakukan
tetapi outcome tidak diketahui (66%)
o Tingkat pasien: pasien dirujuk ke pemberi
resep (80%)
o Tingkat obat: penghentian obat (25%)
Jumlah rata-rata intervensi yang dilakukan: 2,5
intervensi per masalah
(Lenander et al., • 209 pasien dengan usia • Kejadian DRPs rata-rata per pasien sebanyak
2014) ≥ 65 tahun yang 1,73 kasus pada kelompok intervensi (yang
menerima 5 obat atau dilakukan pengkajian pengobatan) dan kelompok
lebih, memiliki jadwal kontrol sebanyak 1,37 kasus.
kontrol rutin dengan • DRPs yang sering terjadi:
dokter umum. o Efek samping obat (0,64 per pasien pada
• Kelompok intervensi kelompok intervensi dan 0,53 per pasien
75 pasien dan pada kelompok kontrol)
kelompok kontrol 66 o Masalah kepatuhan (0,37 per pasien pada
pasien kelompok intervensi dan 0,33 per pasien
pada kelompok kontrol).
Berdasarkan hasil review dari tingginya jumlah kejadian DRP yang terjadi
kesepuluh jurnal tersebut, dapat dinyatakan (Viktil et al., 2007)sehingga dapat
bahwa pasien yang dirawat di rumah sakit dinyatakan bahwa pasien dipertimbangkan
umumnya mengalami DRPs lebih dari 1 membutuhkan pelayanan kefarmasian oleh
kasus atau pun setidaknya pasien apoteker(Lenssen et al., 2016).
mengalami kejadian DRP. Kasus DRPs Setiap temuan kejadian DRPs di
paling sering terjadi pada tingkat obat, rumah sakit sebaiknya dilakukan
misalnya masalah pemilihan obat, indikasi penanganan atau terdapat suatu tindakan
yang tidak diobati, obat yang tidak intervensi yang diambil oleh Apoteker.
diperlukan, dosis, efek samping obat, dan Kategori intervensi yang dapat dilakukan
interaksi obat. Selain itu, masalah lain yang seperti: tidak ada intervensi, intervensi pada
sering terjadi pada pasien adalah masalah tingkat peresepan, tingkat pasien, tingkat
kepatuhan. Suatu penelitian menunjukkan obat, atau lainnya(Fondation
bahwa efek samping obat dan Pharmaceutical Care Network Europe,
ketidakpatuhan pasien adalah tipe DRPs 2017). Adapun intervensi dan kategori
yang paling penting (Somers et al., 2010). intervensi yang dilakukan sebagai seorang
Penelitian lain juga menemukan bahwa apoteker dalam implementasi pelayanan
meningkatnya jumlah obat yang diresepkan farmasi klinik terkait DRPs pada masing-
pada pasien berhubungan dengan semakin masing penelitian dapat dilihat pada tabel 3.
Penulis Penanganan atau peran Apoteker terhadap kejadian DRPs Kategori Intervensi
kefarmasian diperlukan dan untuk mendokumentasikan
tindak lanjut dari rekomendasi yang diberikan)
• Contoh rekomendasi terbukti membantu:
o Dosis (penyesuaian dosis untuk pasien gagal hati atau
ginjal)
o Kontraindikasi dan indikasi (obat kurang atau tidak
sesuai)
o Pemeriksaan interaksi obat-obat
o Melengkapi rekam medis untuk mengeliminasi
kesalahan penulisan resep dan memastikan keamanan
pasien selama perawatan transisi.
(Guignard et • Peran apoteker: deteksi DRPs, pengkajian bersama spesialis • Tingkat
al., 2015) farmakologi klinis (dokter) mengenai DRPs yang terjadi peresepan
• Intervensi apoteker dilakukan berdasarkan relevansi dan • Tingkat obat
kompleksitas dari DRPs. Tindakan yang dilakukan:
o 51% Tidak ada intervensi (dan tidak ada tindak lanjut),
dilakukan ketika monitoring ketat telah tersedia atau
tidak relevan secara klinis misalnya obat memiliki
rentang terapi yang luas.
o 42 % Rekomendasi lisan kepada dokter atau perawat
selama visite (paling banyak dilakukan): optimisasi
pengobatan, modifikasi pengobatan (penggantian
bentuk sediaan), atau memulai monitoring
o 7 % Rekomendasi tertulis mengenai konsultasi dari
farmakologis klinis, dilakukan jika diminta oleh dokter
penulis resep untuk mengganti tindakan medis yang
dilakukan saat ini, masalah terlalu kompleks untuk
dijelaskan secara lisan (terdapat interaksi lebih dari 2
obat dengan ada atau tidak ada penghambat/peningkat
kerja obat), membutuhkan monitoring kadar obat
dalam darah untuk beberapa hari setelah penyesuaian
dosis setelah pemeriksaan medis, atau ketika efek
samping obat harus dilaporkan ke badan nasional
setempat.
• Penerimaan rekomendasi pada tingkat peresepan sebesar
84% dengan tingkat kepuasan tinggi
• Rekomendasi yang dilaksanakan sebesar 69%
(Kjeldsen et • Intervensi apoteker: rekomendasi kepada dokter, pengkajian • Tingkat
al., 2014) pengobatan untuk mengisi database DRPs peresepan
• Rekomendasi terhadap DRPs yang paling sering • Tingkat obat
diimplementasikan:
o Ketidakpatuhan terhadap petunjuk tata laksana (79%)
o Duplikasi terapi (73%)
o Waktu pemberian dan interval (70%)
• Rekomendasi dengan tingkat implementasi rendah (37%):
o Efek samping
o Alergi obat
(Raimbault- • Apoteker berperan dalam memberikan pelayanan farmasi • Tingkat
Chupin et al., klinis: peresepan
2013) o Validasi permintaan obat (indikasi, dosis, pemilihan • Tingkat pasien
obat, durasi, interaksi obat-obat dan obat-penyakit, dll) • Tingkat obat
o Pengkajian permintaan obat
o Visitasi pasien bersama sekali seminggu
o Riwayat pengobatan pasien ketika pasien masuk rumah
sakit
o Membuat rekomendasi intervensi kepada dokter
o Melakukan pemeriksaan terhadap rekomendasi
Penulis Penanganan atau peran Apoteker terhadap kejadian DRPs Kategori Intervensi
intervensi yang diberikan
• Contoh intervensi:
o Penyesuaian dosis
o Optimalisasi dan pencegahan pemberian obat yang
tidak sesuai (membelah atau menggerus obat)
o Penambahan obat
o Penghentian obat
o Penggantian obat
o Penggantian rute pemberian obat
o Monitoring obat
• Penerimaan dokter terhadap rekomendasi intervensi sebesar
90,0%.
(Bondesson et • Peran apoteker di kelompok intervensi: • Tingkat
al., 2013) o Melakukan pengkajian pengobatan terstruktur peresepan
menggunakan lembar pemeriksaan dan monitoring • Tingkat pasien
informasi yang relevan dari pasien. Lembar • Tingkat obat
pemeriksaan digunakan untuk identifikasi DRPs
berdasarkan kategori risiko
o Identifikasi DRPs
o Ikut serta dalam visite: diskusi multiprofesi (dokter,
perawat, penyedia perawatan kesehatan, apoteker,
paramedik)
o Evalusi tipe DRPs dan signifikansi DRPs secara klinis
• Memberikan rekomendasi sesuai dengan DRP: 450 kasus
(65%) disarankan untuk penggantiaan terapi pengobatan.
329 (73%) saran diimplementasikan, 31 (6,9) rekomendasi
tidak diimplementasikan
(Urbina et al., • Peran Apoteker: • Tingkat
2014) o memberikan rekomendasi kepada tim medis dalam peresepan
memberikan intervensi pengobatan pasien
o terlibat dalam pengisian rekam medis pasien
terkomputerisasi
o terlibat dalam pengembangan sistem order dokter
terkomputerisasi
o menyediakan dan memasukan informasi obat (dosis,
frekuensi, rute pemberian, dosis untuk kondisi tertentu,
interaksi, efek samping) ke dalam sistem
(Gheewala et • Peran: • Tingkat
al., 2014) o Review data medis pasien peresepan
o Mengisi data medis pasien terkait DRP yang
teridentifikasi dan rekomendasi yang diberikan untuk
menangani DRP
o Memberikan rekomendasi
o Mengkategorikan rekomendasi yang diberikan
• Penerimaan rekomendasi oleh dokter umum dari apoteker
yang terakreditasi sebesar 84%. Rekomendasi terbanyak
diberikan untuk melakukan monitoring dengan pengujian
laboratorium dan pengkajian obat yang diresepkan kepada
pasien.
(Chan et al., • Peran: • Tingkat
2012) o Review pengobatan pasien peresepan
o Memberikan intervensi terkait DRPs pada pasien • Tingkat pasien
o Monitoring kualitas peresepan obat
Peran apoteker di rumah sakit banyak Marklund, 2009), dan juga dapat
dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan. menurunkan frekuensi terjadinya DRPs
Apoteker di rumah sakit berperan dalam melalui optimalisasi farmakoterapi melalui
meberikan pelayanan farmasi klinis. Peran pengkajian pengobatan yang dilakukan oleh
apoteker tersebut berdasarkan 10 jurnal apoteker atau farmakologis klinis(Guignard
tersebut, paling banyak dilakukan pada et al., 2015). Dampak lebih luasnya lagi,
tingkat peresepan (10/10 jurnal) terutama intervensi yang dilakukan oleh apoteker
dalam memilihkan obat bagi pasien dapat mengarah pada hasil klinis yang lebih
bersama dengan dokter peresep ataupun ekonomis dan menguntungkan (Westerlund
melakukan pengkajian resep (pengkajian & Marklund, 2009) seperti dalam
pengobatan). Peran lainnya yaitu pada menurunkan morbiditas (Gillespie et al.,
tingkat obat (6//10) seperti melakukan 2009). Namun, intevensi yang dilakukan
pengkajian obat, kesesuaian obat yang oleh apoteker berkolaborasi dengan tenaga
diberikan, rute pemberian, dan peran pada kesehatan lainnya juga diperlukan untuk
tingkat pasien (5/10) misalnya dengan menghasilkan dampak terhadap klinis yang
memberikan konseling, edukasi, dan tinggi kepada pengobatan pasien. Kasus
membantu memonitoring output dari DRPs dapat diatasi atau dikelola dengan
pengobatan. Selain itu, intervensi atau melakukan pendekatan kolaborasi berbagai
rekomendasi dari apoteker menunjukkan tenaga kesehatan(Al-Hajje et al., 2012;
penerimaan dan implementasi yang tinggi Bondesson et al., 2013; Gheewala et al.,
oleh dokter ketika hal tersebut berkaitan 2014; Lenssen et al., 2016; Ruiz-Millo et
dengan DRPs yang bersifat kritikal al., 2017). Pelayanan informasi obat (PIO)
(Kjeldsen et al., 2014). oleh apoteker ke dokter dan perawat
Pengkajian pengobatan seperti sebaiknya dilakukan di semua departemen
skrining resep atau order dokter atau di rumah sakit, terkhusus departemen
rekonsiliasi pengobatan oleh apoteker penyakit dalam yang menggunakan
adalah salah satu tindakan kunci yang dapat regimen obat yang lebih kompleks(Lenssen
dilakukan untuk meningkatkan keamanan et al., 2016). Intervensi oleh apoteker
pasien dan hasil dari pengobatan sebaiknya juga dilakukan hingga tingkat
pasien(Association & Pharmacists, 2012; pasien dan tingkat obat. Intervensi yang
Halvorsen et al., 2010). Dari hasil dilakukan ini dapat berdampak pada hasil
pengkajian artikel acuan, pada umumnya keluaran pengobatan seperti mengurangi
apoteker dapat melakukan intervensi pada durasi perawatan di rumah sakit, mencegah
tingkat peresepan melalui pemberian pasien kembali masuk rumah sakit, dan
rekomendasi kepada dokter atau tenaga hasil pengaturan beberapa biomarker (kadar
kesehatan lainnya terkait DRPs yang lipid, tekanan darah, dll.) yang lebih
ditemukan pada tahap identifikasi. baik(Guignard et al., 2015), terutama
Apoteker berperan dalam identifikasi dan khususnya dalam mengurangi kejadian
pencegahan terjadinya DRPs(Al-Hajje et DRPs(Guignard et al., 2015) ataupun
al., 2012). Sebagian besar kasus DRPs yang kesalahan pengobatan(Raimbault-Chupin et
terjadi pada pasien diidentifikasi oleh al., 2013).
apoteker (Nishtala et al., 2011). Dampak
dari intervensi yang dilakukan apoteker KESIMPULAN
misalnya pengkajian pengobatan oleh
apoteker sebagai bentuk perawatan Implementasi pelayanan kefarmasian
sekunder kepada pasien dapat khususnya di bidang klinis yang dilakukan
meningkatkan pengobatan yang oleh seorang apoteker di rumah sakit untuk
diberikanpada pasien (Graabæk & mengidentifikasi, mengurangi, dan
Kjeldsen, 2013) walaupun tidak selalu menangani permasalah terkait obat sangat
berdampak signifikan(Geurts et al., 2012), diperlukan. DRPs yang terjadi di rumah
dapat menghasilkan perbaikan dari efek sakit beberapa negara mennjukkan
terapetik pengobatan pasien (Westerlund & prevalensi yang berbeda-beda dan