DISUSUN OLEH :
Puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-
Reticular Activating System)” ini dapat penulis selesaikan. Referat berupa tinjauan
pustaka ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pendidikan
1. dr. A.A. Bagus Ngr. Nuartha, Sp.S(K) selaku Kepala Bagian Ilmu Penyakit
2. dr. A.A.A. Putri Laksmidewi, Sp. S(K) selaku Ketua Program Studi Ilmu
3. dr. Kumara Tini, Sp. S., FINS selaku pembimbing penulis dalam penyusunan
pustaka ini.
Penulis juga menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih jauh dari sempurna
sehingga kritik dan saran yang membangun sangant penulis harapkan. Akhir kata,
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Ventral ..................................................... 11
iii
Kewaspadaan....................................................... 15
Kewaspadaan....................................................... 19
Tidur ................................................................. 25
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
v
DAFTAR TABEL
Halaman
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
serabut transversal retikularis dari batang otak sampai talamus dan dilanjutkan
korteks serebri. Formasio retikularis terletak di substansi grisea otak dari daerah
bangun dan terjaga. Lesi pada formasio retikularis midbrain mengakibatkan orang
dalam stadium koma, dengan gambaran EEG gelombang delta. Jadi formasio
suatu proyeksi serabut difus yang menuju bagian area di forebrain. Nuklei reticular
talamus juga masuk dalam ARAS, yang juga mengirimkan serabut difus ke semua
menerima input dari korteks serebri, ganglia basalis, hipotalamus, sistem limbik,
cerebellum, medula spinalis dan semua sistem sensorik. Sedangkan serabut efferens
limbik dan talamus yang lalu akan berproyeksi ke korteks serebri dan ganglia
basalis (Price, 2012). ARAS juga mempunyai proyeksi non spesifik dengan
depolarisasi global di korteks, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi spesifik dari
talamus yang mempunyai efek eksitasi korteks secara khusus untuk tempat tertentu.
1
Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon kortikal spesifik ke sinyal sensori
spesifik dari talamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan ke korteks, sinyal
kolateral akson. Jika sistem aferens terangsang seluruhna, proyeksi ARAS memicu
terbesar dari susunan saraf pusat di mana korteks ini berperan dalam kesadaran akan
Jadi kesadaran akan bentuk tubuh, letak berbagai bagian tubuh, sikap tubuh dan
kesadaran diri sendiri merupakan funsi area asosiasi somestetik (area 5 dan 7
Jaras kesadarannya: masukan impuls dari pusat sensorik pada korteks serebri
2
BAB II
NEURONANATOMI
bermula dari rostral tegmentum otak dan substansia retikularis medula spinalis dan
impuls tersebut bersifat non spesifik oleh karena cara penyalurannya bersifat
multisinaptik dan bilateral (Sidharta, 2010). ARAS terdiri dari beberapa sirkuit
neuron yang menghubungkan batang otak menuju korteks. Koneksi neuron ini
sebagian besar berasal dari formasi retikularis di batang otak dengan menerima
nukleus intralaminar di talamus dan sistem limbik kemudian berdifusi secara luas
di korteks serebri (Gambar 2.1). Terdapat dua sumber yang mempengaruhi ARAS
yaitu (Sukardi,1985):
Serat kortikoretikularis ini berasal dari semua bagian korteks serebri dapat
3
retikularis. Sebagian besar serat kortikoretikularis ini berasal dari korteks
Formasio retikularis terdiri dari jaringan kompleks badan sel dan serabut saraf
yang saling terjalin membentuk intisentral batang otak. Bagian ini berhubungan
diensefalon. Memiliki sekiar 30.000 sinaps. Fungsi utama dari sistem retikularis
yang tersebar ini adalah integrasi berbagai proses kortikal dan subkortikal yaitu
sensorik kepusat yang lebih tinggi, modulasi aktivitas motorik, pengaturan respon
autonom dan pengaturan siklus tidur bangun. Sistem ini juga merupakan tempat
asal sebagian monoamine yang disebarkan keseluruh SSP. Lesi pada formatio
4
Formasio retikularis batang otak terletak strategis di bagian tengah jaras
asenden dan desenden antara otak dan medulla spinalis sehingga memungkinkan
hemisfer otak. Formasio retikularis, yang secara difus menerima dan menyebarkan
rangsang, menerima input dari korteks serebri, ganglia basalis, hipotalamus dan
sistem limbik, serebelum, medulla spinalis, dan semua sistem sensorik. Serabut
dan sistem limbik, serta talamus yang sebaliknya, berproyeksi ke korteks serebri
dan ganglia basalis. Selain itu, sekelompok serabut monoamine yang penting
disebarkan secara luas pada jaras asendens ke struktur subkortikal dan korteks, dan
5
Fungsi masing-masing nukleus retikularis (Snell, 2015):
2.1.3 Diensefalon
b. Nukleus di garis tengah terdiri dari kelompok sel saraf yang terletak di dekat
serabut aferen dari formasi retikularis. Adapun fungsi nukleus ini masih
belum jelas.
c. Nukleus retikularis adalah lapisan tipis sel saraf yang tersusun berlapis di
6
kemungkinan berkaitan dengan sistem regulasi aktivitas talamus oleh
korteks serebri.
adanya komunikasi antar neuron mengenai kelanjutan dari informasi sensorik yang
7
Tabel 2.1 Jalur Neurotransmiter ARAS (Sukardi,1985)
serebelaris
talamus, hipotalamus,
amigdala, nuseptales,
kaudalis.
8
Jalur desenden serotonin Nukleus rafe medulla Medulla spinalis: kornu
dorsal
interpedunkularis serebri
pedunkulopontin. Neuron ini menerima input dari neuron retikular dan neuron
noradrenergik lokus seruleus yang memiliki jalur yang sama, yaitu menuju dorsal
talamus, bagian ventral hipotalamus dan basal forebrain. Neuron ini berfungsi
menstimulasi aktivasi kortikal pada saat individu dalam keadaan sadar dan tidur
fase REM serta memberikan efek inhibisi pada sensori-motorik dan atonia otot.
Neuron kolinergik ini paling aktif pada saat fase sadar dan tidur fase REM.
Pelepasan asetilkolin sangat tinggi pada talamus. Sebaliknya, neuron ini bersifat
9
menginhibisi pada sistem retikulospinalis. Adapun lesi dari neuron ini tidak akan
menyebabkan hilang fase tidur REM. Neuron kolinergik juga berungsi dalam
terdiri dari MS (Medial Septum), DBv dan DBh (Nukleus Diagonal Band Vertikal
dan Horisontal), dan nukleus basalis Meynert (BM). Nuklues ini secara topografi
(LDT) dan pedukulopontin (PPT) yang menginervasi formasi retikularis (RF) dan
Talamus (Th).
area periventricular gray di midpons, di belakang dari sel kolinergik. Dendrit dari
neuron ini membentang di daerah gray dan tegmentum. Neuron ini memberikan
inervasi secara difus ke korteks serebri dan medulla spinalis, ke area subkortikal di
10
talamus, hipotalamus, dan basal forebrain. Pelepasan noradrenalin meningkat saat
keadaan sadar dan REM, serta mencapai tahap maksimal pada saat stres. Neuron
aktivitas. Neuron ini bertanggung jawab jika ada stimulas baru yang datang,
Neurotransmiter dari neuron ini adalah dopamin dan terletak di substansia nigra
dan ventral tegmental area. Neuron ini membentuk proyeksi asenden melalui dua
jalur yaitu, melalui jalur ventral melewati bagian medial dari forebrain menuju
dorsal dari striatum (sistem nigro-striatal) dan menuju daerah basal dari forebrain,
dalam kondisi sadar. Meskipun tidak ada perbedaan laju dopamin yang dihasilkan
baik saat sadar maupun tidur, namun pada kondisi sadar, kadar dopamin mencapain
titik pucak. Begitu pula pada saat individu dalam fase REM. Dopamin berjalan
11
sinergis dengan neuron kolinergik ponto-mesensefalon. Neurotransmitter ini untuk
inisiasi respon prilaku, otonomi, dan regulasi endokrin. Adanya lesi pada neuron
neuron di substansia nigra (A9), retrobulbar (A8), dan area ventral tegmentum
Neurotransmiter ini didistribusikan melalui nukleus rafe di garis tengah dari batang
otak, yaitu nukleus dorsal rafe otak tengah yang merupakan asal mula proyeksi
asenden menuju forebrain dan korteks. Dan nukleus rafe pontin dan medulla (rafe
palidus dan magnus dan pars alpha dari gigantoselularis yang merupakan proyeksi
12
Gambar 2.7 Neuron Serotonergik (Patton,1996). CD (Nukleus Kaudatus), HF
(Formasi Hipokampus), H (Hipotalamus) dan Th (Talamus).
Pada gambar 2.7, neuron B1-3 berkorelasi dengan rafe magnus, rafe palidus,
dan rafe obscurus di medulla kemudian berproyeksi desenden menuju batang otak
bawah dan medulla spinalis. Neuron B4-9 terdiri dari rafe pontis, median rafe, dan
nukleus rafe dorsal, berproyeksi ke batang otak bagian atas, hipotalamus, talamus,
neurotransmiter ini akan menginhibisi prilaku makan dan seksual. Jika terjadi
penurunan kadar serotonin akibat pengunaan obat secara akut akan menyebabkan
insomnia akut dan peningkatan nafsu makan serta prilaku seksual (Jones,2003).
nukleus mamilari. Sama halnya dengan monoamin neuron, sintesis neuron histamin
13
ini meningkat ada kondisi sadar. Neurotransmitter ini berfungsi dalam prilaku
Neuron ini terdiri dari peptide orexin atau yang sering disebut hipocretin yang
tengah hipotalamus serta mengelilingi forniks dan bagian lateral dari hipotalamus.
Selain menuju ke korteks serebri secara difus, neuron ini berproyeksi juga ke lokus
kolinergik. Orexin berfungsi untuk memberi dorongan untuk makan saat sadar.
Selain itu orexin juga berfungsi mengatur energi yang digunakan oleh tubuh
(Siegel,2006).
14
BAB III
NEUROFISIOLOGI ARAS
keadaan terjaga, sadar, serta responsif terhadap stimulus sensorik. Bahkan formasi
retikularis dapat tetap menjaga kewaspadaan tersebut meskipun tidak ada stimulus
sebagai sistem yang mengaktifkan dan membuat otak dalam kondisi sadar dan
sangat tergantung pada hubungan kompleks antara formasi retikularis dan korteks
korteks serebri adalah sistem ARAS. ARAS merupakan suatu mekanisme dimana
(Siegel,2006). Apabila ARAS tidak aktif maka demikian pula dengan korteks
serebri. Jika terjadi kerusakan pada formasi retikularis, aktivasi kortikal dan
dari berbagai sumber, baik sistem sensorik perifer yang terdiri dari somatosensorik,
viserosensorik, auditorik, vestibular, maupun input visual, serta output sensorik dan
motorik dari korteks serebri. Formasi retikularis memiliki interkoneksi yang luas
15
tidak hanya dengan sistem sensorik, tetapi juga sistem motorik dan seluruh jalur
sistem limbik dan sinyal olfaktorik yang berasal dari kolikulus superior
dari sistem sensorik yang berbeda-beda juga. Namun formasi retikularis tidak
sensorik yang tidak spesifik. Hal ini dapat dibedakan dengan transmisi spesifik
yang dibawa oleh sistem sensorik asenden, sebagai contoh jalur lemnikus medial.
Meskipun bersifat tidak spesifik, namun sejumlah sinyal yang bersumber dari
formasi retikularis ini sangat diperlukan untuk memicu timbulnya aktivasi dari
memiliki dua proyeksi, yaitu proyeksi interneuron lokal dan atau jauh. proyeksi
panjang ini dapat menuju ke atas yaitu ke arah forebrain dan ke bawah yaitu
16
Gambar 3.1 Jenis Interkoneksi Neuron
Neuron retikular berproyeksi secara asenden melalui dua jalur utama, yaitu;
jalur dorsal menuju talamus dan jalur ventral menuju hipotalamus dan ke forebrain.
pontin oralis.
informasi sensorik apa yang dapat diterima dan membuang informasi sensorik yang
tidak diinginkan. Sehingga korteks serebri lebih spesifik dan selektif menerima
informasi sensorik yang masuk. Dalam hal ini, formasi retikularis memiliki jalur
desenden inhibisi nyeri. Jalur ini berasal dari PAG dan bersinaps dengan neuron
17
serotonin dan menuju ke cornu dorsalis dari medulla spinalis. Di kornu anterior
neuron serotonin ini bersinaps dengan neuron enkepalin dan memodulasi ja;ur
nosiseptif primer.
Terdapat 3 cara yang terjadi pada formasi retikularis dalam memodulasi fungsi
sensorik dan mengatur eksitasi neuron korteks. Dua mekanisme pertama yaitu
sensorik ini akan mengirimkan sinyalnya menuju korteks serebri secara difus dan
18
mengubah level eksitasi serta mengaktifkan neuron-neuron di kortikal. Maka dari
proyeksi yang sampai di korteks serebri bersifat difus, namun porsi terbesar yang
menerima informasi sensorik ini adalah lobus frontal. Proyeksi kedua adalah
sensorik maka dari itu korteks serebri disebut sebagai pengemban kewaspadaan.
responsif terhadap impuls sensorik yang datang melalui jaras sensorik spesifik.
Sebagai contoh saat kita mendengar suara sirine, maka akan terjadi aktivasi dari
dari formasi retikularis setelah mendapat stimulus sensorik, salah satunya sinyal
auditorik berupa sirine. Hal ini menyebabkan adanya perubahan level eksitasi di
korteks serebri sehingga korteks serebri lebih responsif dan memberikan sinyal
desenden untuk memerintahkan apa yang harus dilakukan. Hal ini menyebabkan
seorang individu mampu bersikap secara sesuai terhadap informasi sensorik yang
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada kondisi waspada, sistem ARAS
akan menjaga aktivasi dari korteks. Proyeksi asenden dari medulla, pons, dan
mesensefalon berjalan melalui ARAS. Jalur ini bermula dari sel kolinergik di pons
19
(lateral dorsal tegmental, pedunculopontine tegmental, dan nukleus retikularis
pontis). Kemudian bersamaan dengan itu berjalan pula secara asendens akson-
akson yang berasal dari sel-sel serotonergik di perbatasan antara pons dan
mesensefalon (dorsal rafe) dan medulla. Selain itu sel-sel norepineprin yang berasal
dari lokus serules dan medulla juga ikut aktif dan berproyeksi secara asenden.
serebri. Proyeksi dopaminergik mencapai daerah striatum dan area korteks frontal.
Akson lain yang juga berpartisipasi dalam sistem ARAS adalah histaminergik yang
juga aktif pada proses kewaspadaan. Pada kondisi waspada, semua akson-akson ini
Salah satu peranan ARAS adalah memediasi siklus bangun tidur. Dalam hal ini
daerah-daerah di susunan saraf pusat yang berperan terhadap siklus bangun tidur
(Siegel,2006).
terjaga dengan relatif cepat (Joness,2003). Hal ini dapat dibedakan dengan suatu
kondisi koma, dimana seorang individu dapat mengingat sesaat sebelum memulai
20
Secara neurofisiologis dan psikofisiologis, karakteristik tidur dibedakan
menjadi dua, yaitu rapid eye movement (REM) dan non rapid eye movement
(NREM). Pada tidur REM sering terjadi aktivitas gerakan mata. REM disebut juga
tidur paradoksikal, karena pada gambaran EEG menyerupai gambaran individu saat
terjaga. Sedangkan tidur NREM disebut juga tidur ortodoks, yaitu terjadi penurunan
Pada saat mata menutup sebagai salah satu persiapan tidur, terjadi peningkatan
aktivitas gelombang alfa (8-13 siklus per detik), khususnya di area oksipital. Tidur
NREM akan mengawali fase tidur REM, dimana terjadi perlambatan gelombang
otak dan terbentuk gelombang verteks, yaitu gelombang otak dengan voltase yang
tinggi di daerah verteks. Pada saat ini gelombang alfa menghilang dan muncul
aktivitas gelombang tetha (3-7 siklus per detik). Aktivitas motorik mata menjadi
lambat dan tonus otot skeletal menjadi relaksasi. Stadium ini disebut stadium satu
(drowsiness) (Siegel,2006).
Seiring semakin dalamnya tidur, stadium satu memasuki stadium dua, yaitu
otak dengan frekuensi 12-14 Hz yang terekam di kepala bagian tengah dan
disebut sleep spindle. Pada stadium ini terdapat kombinasi antara sleep spindle dan
(75 µV) yang lambat. Tidur mulai memasuki tidur dalam dan aktivitas sleep spindle
21
tidak lebih dari 50%. Stadium empat ditandai dengan lebih dari 50% gelombang
Gambar 3.3
Gambar hasil EEG pada stadium tidur (Silver,2008)
Adapun struktur-struktur yang berkaitan dengan sistem bangun tidur ini, yaitu:
Pada fase REM, pons menghambat tonus otot. Dua nukleus pontin yang
berperan terhadap fase tidur REM yaitu nukleus pedunkulopontin dan nukleus
lateral dorsal. Neuron ini mengandung nukleus kolinergik yang berproyeksi menuju
formasi retikularis, talamus, dan basal forebrain. Pada saat neuron kolinergik
22
diaktifkan, maka terjadi perubahan aktivitas pada talamus dan korteks yang
berbentuk sayap, terdiri atas sepasang area sebesar kepala paku yang masing-
masing berisi sekitar 10.000 sel saraf. Para peneliti mengatakan bahwa setiap sel
saraf pada nukleus ini berfungsi sebagai jam yang menimbulkan letupan irama
bertanggung jawab terhadap suatu keadaan bangun dari tidur. Irama biologis ini
bersifat ritmis dan fluktuatif dan disebut dengan irama sirkadian. Irama ini
sekitarnya. Proses penyesuaian irama sirkadian ini tergantung pada kerja nukleus
terang melalui jalur spesifik, yaitu serat retinohipotalamikus. Jalur eferen dari SCN
Letupan irama sirkadian pada SCN ini mempengaruhi siklus bangun tidur
melalui dua proses. Proses pertama yaitu SCN mengatur pelepasan hormon
melatonin yang merupakan penginduksi tidur dari pineal body dengan irama
melatonin menurun sehingga hormon ini akan banyak dikeluarkan dalam sirkulasi
darah. Akibatnya melatonin akan menekan aktivitas saraf pada SCN yang terkait
dengan aktivasi kortikal dan kondisi bangun. Proses kedua yaitu neuron pada SCN
yang menjaga kondisi bangun, normalnya saat siang sampai sore hari dengan
23
hypocretin/orexin.
Seorang individu tetap berada dalam keadaan terjaga berkat adanya aktivitas
sel-sel neuron di seluruh korteks serebri yang terus menerus dipacu oleh penggalak
kewaspadaan yaitu ARAS. Pada malam hari atas pengaruh SCN terjadi pelepasan
melatonin oleh glandula pinealis dengan hasil antaranya yaitu serotonin. Serotonin
sendiri digunakan oleh sistem rafe nuklei untuk menghambat aktivitas ARAS
sehingga timbul rasa mengantuk dan dimulai fase tidur NREM. Serotonin akhirnya
24
Jalur serotonin yang dihasilkan oleh nukleus rafe yang aktif saat mengantuk
dan berproyeksi menuju talamus, korteks serebri dan serebelar. Neuron ini
menghambat susunan saraf serotonergik dari sistem rafe sehingga timbul terjaga.
Gambar 3.5 Alur Neurotransmiter dalam Fisiologi Siklus Tidur (Lange, 2011)
25
Proses inisiasi dari tidur NREM adalah diawali dengan adanya sinyal inhibisi
yang tersekresi secara mendadak di area ventrolateral preoptik (VLPO). Area ini
terletak di bagian rostral dari kiasma optikum. Neuron-neuron VLPO bersifat aktif
pada saat tidur dan terjadi peningkatan pelepasan neurotransmiter saat menjelang
neuron VLPO. Namun batang otak kemudian memberikan sinyal feed back menuju
VLPO dan menginhibisi neuron tersebut. Mekanisme ini yang mengatur seseorang
dapat beralih dari tidur kemudian bangun. Selain adanya inhibisi sistem ARAS oleh
NREM. Dimana di area hipotalamus, pre optik area, dan nukleus basalis
Sedangkan pada proses REM, area yang aktif adalah di pons. Neuron-neuron
kolinergik pada daerah pons menjadi aktif dan berproyeksi pada talamus dan
korteks serebri. Dimana neuron kolinergik ini diinhibisi oleh lokus serules dan
dorsal rafe pada saat sadar dan NREM. Pada proses transisi antara NREM menjadi
REM, bergantung pada inhibisi GABA pada neuron-neuron lokus serules dan
dorsal rafe. Dimana neuron-neuron ini sudah tidak menghambat nukleus pontis lagi.
dorsal rafe, maka proses NREM akan kembali dan proses waspada kembali aktif.
Kemudian sistem ARAS kembali bekerja dan menerima stimulasi sensorik dari
lingkungan.
26
Gambar 3.6 Mekanisme Fisiologis Siklus Tidur (Ropper,2005)
27
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, W.F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 20th Ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Guyton, A.C., Hall, J.E. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th Ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mardjono, M., Sidharta, P. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat.
Plum, F., Posner, J.B. 2007. The Diagnosis of Stupor and Coma. Seventh Edition.
Philadelphia: F.A.Davis Company.
28
Shneerson, Jhon M. 2005. Sleep Medicine: A Guide to Sleep and It’s Disorders. 2nd
Ed. Oxford: Blackwell Publishing Ltd.
Ratna, Mardiati. 2008. Susunan Saraf Otak Manusia. Jakarta: CV Agung Seto.
29