A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Gizi pada balita dipengaruhi oleh faktor sosioekonomi dan latar belakang
sosial budaya yang berhubungan dengan pola makan dan nutrisi. Nutrisi yang
tidak adekuat dalam lima tahun pertama kehidupan berakibat pada gangguan
pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan otak yang bersifat
irreversible. Ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi adalah status gizi.
Status gizi balita mencerminkan tingkat perkembangan dan kesejahteraan
masyarakat dalam suatu negara serta berhubungan dengan status kesehatan
anak di masa depan (Bhandari, et al., 2013).
Malnutrisi umumnya mengacu pada kondisi gizi kurang, gizi buruk dan gizi
lebih. Kondisi tersebut merupakan salah satu penyebab mortalitas dan
morbiditas terbanyak pada balita di negara berkembang, yaitu sebanyak 54%
atau 10,8 juta anak meninggal akibat malnutrisi (Kabeta, et al., 2017). Malnutrisi
pada balita berdampak pada penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga
mudah terserang penyakit infeksi. Penyakit infeksi seperti diare, pneumonia,
malaria, campak atau measless dan AIDS diketahui paling banyak
menyebabkan kematian pada anak balita dengan gizi buruk.
Menurut WHO (2012) jumlah penderita gizi kurang di dunia mencapai 104
juta anak dan keadaan gizi kurang masih menjadi penyebab sepertiga dari
seluruh penyebab kematian anak di seluruh dunia. Asia Selatan merupakan
wilayah dengan prevalensi gizi kurang terbesar di dunia, yaitu sebesar 46%
kemudian wilayah sub-Sahara Afrika 28%, Amerika Latin 7% dan yang paling
rendah terdapat di Eropa Tengah, Timur, dan Commonwealth of Independent
States (CEE/CIS) sebesar 5% (Sigit, 2012). UNICEF melaporkan sebanyak 167
juta anak usia pra-sekolah di dunia yang menderita gizi kurang (underweight)
sebagian besar berada di Asia Selatan (Gupta, et al., 2016).
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas (2013), di Indonesia
terdapat 5,7% balita dengan gizi buruk atau sebanyak 26.518 anak, 13,9% gizi
kurang, dan 4,5% balita gizi lebih. Prevalensi gizi buruk pada balita di Indonesia
menurut hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) 2014 yang dilaksanakan oleh
Kementerian Kesehatan Indonesia, tahun 2014 sebanyak 4,7%, kemudian pada
tahun 2015 angka gizi buruk turun menjadi 3,8%, dan kembali turun pada tahun
2016 menjadi sebesar 3,4% (Kemenkes RI, 2016). Prevalensi gizi buruk di Jawa
Tengah sebesar 4,1% dan sudah berhasil dibawah target nasional yang 5,7%
(Infodatin, 2015).
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali menunjukkan,
pada tahun 2014 prevalensi balita yang memiliki berat badan dibawah garis
merah KMS (Kartu Menuju Sehat) sebanyak 0,9% atau sebanyak 526 balita dan
1005 balita mengalami gizi kurang atau sekitar 5,45%. Berdasarkan pengukuran
berat badan menurut umur (BB/U) pada tahun 2013 ditemukan 17 anak balita
mengalami gizi buruk dan pada tahun 2014 jumlahnya meningkat menjadi 23
anak. Laporan terbanyak kasus balita gizi buruk dilaporkan oleh Puskesmas
Ampel II dan Nogosari yaitu sebanyak 3 kasus (Dinkes Kabupaten Boyolali,
2014).
Penyebab malnutrisi pada anak dipengaruhi oleh banyak faktor dan bersifat
multidimensional, seperti faktor sosioekonomi dan latar belakang sosial budaya
sebagai faktor eksternal dan status kesehatan balita sebagai faktor internal.
Penelitian yang dilakukan oleh Kabeta, et al. (2017) tentang faktor-faktor
sosioekonomi yang berhubungan dengan status gizi balita di Ethiopia
menunjukkan bahwa faktor yang secara signifikan berpengaruh yaitu tingkat
pendidikan ayah dan status imunisasi anak. Faktor lain yang diteliti namun tidak
memberikan pengaruh secara signifikan antara lain status pekerjaan ayah,
status pekerjaan ibu, etnis, tingkat pendidikan ibu, tingkat penghasilan keluarga,
agama serta usia balita saat mulai diberi makanan pendamping ASI.
2. Tujuan
- Memberikan bimbingan yang ahli dengan metode pengarahan
- Memberikan edukasi untuk memahami perilaku diet yang sesuai yang
dianjurkan (Kemenkes 2004).
- Membantu klien untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah klien serta
memberikan alternatif pemecahan masalah. (Penyuluhan dan Konsultasi,
Yetti Wira Citerawati SY)
3. Sasaran
Ibu balita
4. Tempat/waktu:
Perumahan candra Kirana Blok O-1
5. Materi
Gizi Seimbang pada Balita
6. Indikator keberhasilan
Pemberi Pelayanan Gizi
Judul Pemberi Pelayanan Gizi
Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas
Tujuan Kesiapan rumah sakit dalam
menyediakan pelayanan gizi
Definisi Operasional Pemberi pelayanan gizi adalah tenaga
ahli gizi yang mempunyai kompetensi
sesuai yang dipersyaratkan dalam
persyaratan kelas rumah sakit
Frekuensi Pengumpulan Data Tiga bulan sekali
Periode Analisa Tiga bulan sekali
Numerator Jumlah dan jenis tenaga ahli gizi yang
bekerja di instalasi gizi
Denominator 1
Sumber data Instalasi Gizi
Standar Sesuai dengan ketentuan kelas rumah
sakit
Penanggung jawab pengumpul data Kepala Instalasi Gizi
Kepuasan Pelanggan
Judul Kepuasan Pelanggan
Dimensi mutu Kenyamanan
Tujuan Tergambarnya persepsi pelanggan
terhadap pelayanan gizi
Definisi operasional Kepuasan pelanggan adalah
pernyataan puas oleh pelanggan
terhadap pelayanan gizi
Frekuensi pengumpulan data 1 bulan
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah kumulatif hasil penilaian
kepuasan dari pasien yang disurvei
Denominator Jumlah total pasien yang disurvei (n
minial 50)
Sumber data Survei
Standar ≥80 %
Penanggung jawab Kepala instalasi gizi
9. Satpel:
Topik : Peningkatan Kesehatan pada Balita
Sub Topik : Gizi Seimbang pada Balita
Sasaran : Salah seorang ibu yang mempunyai anak balita
Tempat : Perumahan candra Kirana Blok O-1
Hari, Tanggal : Sabtu, 30 Mei 2020
Waktu : 30 menit
III. SASARAN
Salah seorang ibu yang mempunyai anak balita
IV. MATERI
1. Pengertian gizi seimbang
2. Manfaat gizi seimbang
3. Sumber gizi seimbang
4. Dampak dari asupan gizi tidak seimbang
V. METODE
1. Ceramah
2. Tanya jawab
VI. MEDIA
1. Leaflet Gizi Seimbang
2. Daftar Bahan Penukar
3. Food Model
2. Evaluasi Proses
a. Klien antusias terhadap materi konseling
b. Klien mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar
3. Evaluasi Hasil
a. Klien dapat memahami tentang materi konseling yang disampaikan
2 15 menit Pelaksanaan:
Melakukan pengumpulan data awal Menjawab
(data umum, data antropometri, data
klinis, data riwayat gizi, data riwayat
personal.
Melakukan pengkajian data (data Memperhatikan
antropometri, data riwayat gizi)
Melakukan diagnosis gizi Memperhatikan
Melakukan intervensi gizi Memperhatikan
Melakukan Monitoring dan evaluasi Memperhatikan
Pemaparan materi:
Menjelaskan tentang pengertian gizi Memperhatikan
seimbang
Menjelaskan manfaat gizi seimbang Memperhatikan
Menjelaskan sumber gizi seimbang Memperhatikan
Menjelaskan dampak dari asupan gizi
tidak seimbang Memperhatikan
3 10 menit Evaluasi:
Menanyakan kepada klien tentang Menjawab
pemaparan materi yang telah pertanyaan
disampaikan
4 2 menit Terminasi:
Menyimpulkan materi yang Mendengarkan
disampaikan
Mengucapkan terima kasih kepada Menjawab
klien Menjawab
Mengucapkan salam salam
2. Pelaksanaan konseling
a. Pengumpulan data meliputi:
- data antropometri
- data biokimia
- data klinis
- data riwayat personal
- riwayat makan
KONSELING GIZI IBU HAMIL
NUTRISI KEHAMILAN
A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Ibu hamil memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda dengan ibu yang tidak hamil,
karena ada janin yang tumbuh dirahimnya. Kebutuhan nutrisi dilihat bukan hanya dalam
porsi tetapi harus ditentukan pada mutu zat-zat nutrisi yang terkandung dalam makanan
yang dikonsumsi (Derek, 2005). Pertumbuhan maupun aktivitas janin memerlukan makanan
yang disalurkan melalui plasenta. Ibu hamil harus mendapat nutrisi yang cukup untuk dirinya
sendiri maupun bagi janinnya. Maka bagi ibu hamil, kualitas maupun jumlah makanan yang
biasanya cukup untuk kesehatannya harus ditambah dengan zat-zat nutrisi dan energi agar
pertumbuhan janin berjalan dengan baik. Selama hamil ibu mengalami banyak perubahan
dalam tubuhnya agar siap membesarkan janin yang dikandungnya, memudahkan kelahiran,
dan untuk memproduksi ASI bagi bayi yang dilahirkannya (Francin, 2005).
WHO (World Health Organization) menganjurkan jumlah tambahan sebesar 150 Kkal
sehari pada trimester I, dan 350 Kkal sehari pada trimester II dan III (Waryana, 2007).
Menurut badan kesehatan dunia WHO melaporkan bahwa ibu hamil yang mengalami
defisiensi besi sekitar 35-75% (Purwoko, 2011). Data Kesehatan Tahun 2011, dapat
ditemukan data dan fakta tentang ibu hamil, yaitu: jumlah ibu hamil di Indonesia sebanyak
5.060.637 (Kemenkes RI, 2012). Berdasarkan rekap data proyeksi penduduk tahun 2013
BPS Provinsi Jawa Timur jumlah ibu hamil 685,988 jiwa. Dari data Dinas Kesehatan
Kabupaten Ponorogo pada bulan Januari tahun 2015 jumlah ibu hamil sebanyak 100 jiwa
dan ibu hamil kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 84,7% (Dinkes, 2015).
Berdasarkan data dari Puskesmas Ngrandu Kabupaten Ponorogo pada tahun 2014
sebanyak 141 ibu hamil, tahun 2015 sebanyak 61 ibu hamil dan pada bulan November-
Desember 2016 sebanyak 35 ibu hamil (Puskesmas Ngrandu, 2017).
Bila ibu mengalami kekurangan nutrisi selama hamil akan menimbulkan masalah,
baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya, antara lain: anemia, perdarahan dan berat
badan ibu tidak bertambah secara normal, kurang nutrisi juga dapat mempengaruhi proses
persalinan dimana dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, prematur, perdarahan
setelah persalinan, kurang nutrisi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan janin dan dapat
menimbulkan keguguran, abortus, cacat bawaan dan berat janin bayi lahir rendah (Zulhaida,
2005).
Seorang ibu hamil akan melahirkan bayi yang sehat bila tingkat kesehatan dan
nutrisinya berada pada kondisi yang baik. Ibu yang mengalami Kekurangan Energi Kronis
(KEK) selama hamil akan menimbulkan masalah baik ibu maupun janin. Masalah yang
terjadi pada ibu dapat menyebabkan risiko dan komplikasi. Nutrisi seorang ibu selama hamil
mempunyai pengaruh yang sangat penting baik terhadap kesehatan maupun kemampuan
memproduksi ASI dan menyusui bayi, kebutuhan nutrisi akan meningkat selama masa hamil
untuk kebutuhan ibu dan janin (Denok, 2004). Apabila masukan nutrisi pada ibu hamil tidak
sesuai dengan kebutuhan maka akan terjadi gangguan dalam kehamilan baik kepada ibu
dan janin yang dikandungnya (Arisman, 2010).
Sebagian besar dari masalah nutrisi disebabkan oleh pengetahuan. Namun demikian
tidak dapat dipungkiri bahwa faktor-faktor sosial, budaya dan faktor ekonomi juga
mempengaruhi secara nyata gambaran menyeluruh mengenai masalah nutrisi. Kebiasaan
pemberian makanan yang telah terjadi karena kekurangtahuan, tahayul dan adanya
kepercayaan yang salah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi nutrisi dewasa ini
yang berkembang sangat pesat masalah nutrisi yang timbul masih sangat memprihatinkan
dimana tingkat kemampuan maternal masih sangat tinggi pada umumnya ibu hamil di
lingkungan masyarakat kita masih banyak yang di garis kemiskinan sehingga dapat
memenuhi nutrisi yang baik ditunjang lagi oleh pendidikan rendah, umur, pekerjaan,
pengalaman, paritas, budaya, status ekonomi yang berdampak pada hamil terhadap
kebutuhan nutrisi kehamilan masih sangat rendah (Admin, 2009).
Untuk pemenuhan nutrisi ibu hamil perlu informasi yang diberikan oleh petugas
kesehatan, diharapkan ibu dapat kooperatif dengan intervensi yang diberikan tentang nutrisi
ibu hamil. Melihat manfaat dari nutrisi ibu hamil, sebaiknya ibu hamil melakukan pemenuhan
nutrisi yang tepat. Pemberian nutrisi (PMT) itu terkait dengan jenis makanan yang dimakan,
frekuensi, dan jadwal pemberian makanan. Dalam hal ini diperlukan informasi yang lebih
mendalam kepada nutrisi ibu hamil. Pengetahuan nutrisi yang cukup dapat membantu
seseorang belajar bagaimana menyimpan, mengolah serta menggunakan bahan makanan
yang berkualitas untuk dikonsumsi. (Boston, 2005).
2. Tujuan
- Memberikan bimbingan yang ahli dengan metode pengarahan
- Memberikan edukasi untuk memahami perilaku diet yang sesuai
yang dianjurkan (Kemenkes 2004).
- Membantu klien untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah
klien serta memberikan alternatif pemecahan
masalah. (Penyuluhan dan Konsultasi, Yetti Wira Citerawati SY)
3. Sasaran
Ibu hamil
4. Tempat/waktu:
Sabtu, 30 Mei 2020. Ruang Aisyah utama A, RSI Panjaitan, Ponorogo
5.
Materi
Nutrisi Ibu hamil
6. Indikator keberhasilan
Pemberi Pelayanan Gizi
Judul Pemberi Pelayanan Gizi
Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas
Tujuan Kesiapan rumah sakit dalam
menyediakan pelayanan gizi
Definisi Operasional Pemberi pelayanan gizi adalah tenaga
ahli gizi yang mempunyai kompetensi
sesuai yang dipersyaratkan dalam
persyaratan kelas rumah sakit
Frekuensi Pengumpulan Data Tiga bulan sekali
Periode Analisa Tiga bulan sekali
Numerator Jumlah dan jenis tenaga ahli gizi yang
bekerja di instalasi gizi
Denominator 1
Sumber data Instalasi Gizi
Standar Sesuai dengan ketentuan kelas rumah
sakit
Penanggung jawab pengumpul data Kepala Instalasi Gizi
9. Satpel:
A. Pokok Bahasan : Nutrisi pada ibu hamil
B. Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian
2. Manfaat
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
4. Jenis nutrisi yang dibutuhkan
C. Sasaran : Ny. Ica (Ibu Hamil)
D. Waktu : ± 50 menit
E. Tempat : Ruang Aisyah utama A, RSI Panjaitan, Ponorogo
F. Hari / Tanggal : Sabtu, 30 Mei 2020
G. Tujuan Penyuluhan :
1. Tujuan Intruksional Umum (TIU)
Setelah dilakukan penyuluhan, Ny. Ica diharapkan dapat mengetahui dan
memahami tentang pentingnya nutrisi bagi ibu hamil.
Langkah- Kegiatan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan
Langkah Sasaran
Lampiran Materi
Nutrisi pada Ibu Hamil
A. Pengertian
Gizi pada saat kehamilan adalah zat makanan atau menu yang takaran semua zat
gizinya dibutuhkan oleh ibu hamil setiap hari dan mengandung zat gizi seimbang dengan
jumlah sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan (Mitayani, 2010). Kondisi kesehatan ibu
sebelum dan sesudah hamil sangat menentukan kesehatan ibu hamil, sehingga demi
suksesnya kehamilan, keadaan gizi ibu pada waktu konsepsi harus dalam keadaan baik,
dan selama hamil harus mendapat tambahan energi, protein, vitamin, dan mineral
(Kusmiyati, 2009).
B. Manfaat
Sophia (2009) menyatakan, kebutuhan makanan bagi ibu hamil lebih banyak daripada
kebutuhan untuk wanita yang tidak hamil, kegunaan makanan tersebut adalah :
1. Untuk pertumbuhan janin dalam kandungan
2. Untuk mempertahankan kesehatan dan kekuatan ibu sendiri
3. Agar luka-luka akibat persalinan cepat sembuh dalam masa nifas
4. Sebagai cadangan untuk masa laktasi
2. Protein
Pada saat hamil terjadi peningkatan kebutuhan protein yang disebabkan oleh
peningkatan volume darah dan pertumbuhan jaringan baru (Aritonang, 2010).
Jumlah protein yang harus tersedia sampai akhir kehamilan adalah sebanyak 925 gr
yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta janin. Widyakarya Pangan dan
Gizi VIII 2004 menganjurkan penambahan sebanyak 17 gram untuk kehamilan pada
trimester ketiga atau sekitar 1,3 g/kg/hr. Dengan demikian, dalam satu hari asupan
protein dapat mencapai 67-100 gr. Bahan makanan hewani merupakan sumber
protein yang baik dalam hal jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging,
unggas, dan kerang. Selain sumber hewani, ada juga yang berasal dari nabati
seperti tempe, tahu, serta kacang-kacangan (Almatsier, 2009).
2. Pelaksanaan konseling
a. Pengumpulan data meliputi:
- data antropometri
- data biokimia
- data klinis
- data riwayat personal
- riwayat makan
KONSELING GIZI IBU MENYUSUI
A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Menyusui adalah masa yang sangat penting dan berharga bagi seorang ibu
dan bayinya. Pada masa menyusui ini hubungan emosional antara ibu dan anak
akan terjalin. Zat gizi menyusui sangat penting karena berhubungan dengan
kesehatan ibu dan anak. Agar seorang dapat menghasilkan 1 liter Air Susu Ibu (ASI)
memerlukan makanan tambahan, jika ibu yang sedang menyusui tidak mendapat
tambahan makanan tentu akan berakibat terjadinya kemunduran dalam pembuatan
dan produksi ASI (Nadimin, 2010).
Status gizi ibu menyusui disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya pola
makan atau zat gizi ibu. Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang ditemukan ibu
menyusui mengalami kekurangan asupan zat gizi akibat adanya pantangan
makanan tertentu yang berikatan dengan masalah budaya. Pantangan makanan
atau tabu adalah suatu larangan untuk mengonsumsi suatu jenis makanan tertentu
karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman terhadap pelanggar. Tabu makanan
atau pantangan makan ini masih banyak dijumpai, terutama di pedesaan yang
pengetahuan tentang masalah gizi masih kurang (Khomsan, 2006).
Menurut penelitian Yuliani, 2011 dengan responden sebanyak 32 orang yang
merupakan ibu nifas, 19 orang diantaranya mengikuti pantangan makanan, dimana
17 orang terbukti produksi ASI-nya tidak lancar dan terdapat hubungan dengan
pantangan makanan yang dilakukan ibu nifas tersebut. Dari data tersebut
menunjukkan pantangan makanan pada ibu setelah melahirkan masih banyak
dilakukan oleh masyarakat.
Ibu menyusui yang berpantang makanan bisa menyebabkan kualitas ASI
berkurang, karena suplai asupan makanan saat menyusui tidak seimbang dengan
kebutuhannya, sehingga nutrisi ibu berkurang. ASI dengan kualitas berkurang bisa
menyebabkan kurangnya nutrisi untuk bayi, karena makanan utama yang bagus
untuk bayi hanya ASI. Jika ibu dalam masa menyusui mengikuti adat berpantangan
makanan tertentu bisa berdampak negatif terhadap bayinya (Khasanah, 2011).
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa ibu, fenomena pantangan
makanan pada ibu menyusui masih banyak dilakukan disekitar Lamongan.
Permasalahan status gizi pada balita tahun 2013 di Lamongan terbanyak terdapat di
kecamatan Paciran yaitu: gizi kurang 72 balita, gizi buruk 34 balita, gizi baik 4,535
balita, gizi lebih 72 balita.
2. Tujuan
- Memberikan bimbingan yang ahli dengan metode pengarahan
- Memberikan edukasi untuk memahami perilaku diet yang sesuai
yang dianjurkan (Kemenkes 2004).
- Membantu klien untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah
klien serta memberikan alternatif pemecahan
masalah. (Penyuluhan dan Konsultasi, Yetti Wira Citerawati SY)
3. Sasaran
Salah satu ibu hamil di kecamatan paciran
4. Tempat/waktu:
Sabtu, 30 Mei 2020. Jalan raya no 13 Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan
5. Materi
Nutrisi ibu hamil
6. Indikator keberhasilan
Pemberi Pelayanan Gizi
Judul Pemberi Pelayanan Gizi
Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas
Tujuan Kesiapan rumah sakit dalam
menyediakan pelayanan gizi
Definisi Operasional Pemberi pelayanan gizi adalah tenaga
ahli gizi yang mempunyai kompetensi
sesuai yang dipersyaratkan dalam
persyaratan kelas rumah sakit
Frekuensi Pengumpulan Data Tiga bulan sekali
Periode Analisa Tiga bulan sekali
Numerator Jumlah dan jenis tenaga ahli gizi yang
bekerja di instalasi gizi
Denominator 1
Sumber data Instalasi Gizi
Standar Sesuai dengan ketentuan kelas rumah
sakit
Penanggung jawab pengumpul data Kepala Instalasi Gizi
Kepuasan Pelanggan
Judul Kepuasan Pelanggan
Dimensi mutu Kenyamanan
Tujuan Tergambarnya persepsi pelanggan
terhadap pelayanan gizi
Definisi operasional Kepuasan pelanggan adalah
pernyataan puas oleh pelanggan
terhadap pelayanan gizi
Frekuensi pengumpulan data 1 bulan
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah kumulatif hasil penilaian
kepuasan dari pasien yang disurvei
Denominator Jumlah total pasien yang disurvei (n
minial 50)
Sumber data Survei
Standar ≥80 %
Penanggung jawab Kepala instalasi gizi
Waktu : 15 Menit
3. Materi Penyuluhan
a. Pentingnya memperhatikan gizi ibu ketika menyusui
b. Kebutuhan zat gizi ibu menyusui
c. Sumber dan jenis makanan yang harus dikonsumsi oleh ibu menyusui
d. Hal – hal penting untuk ibu menyusui
4. Kegiatan Penyuluhan
No Tahap / Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Klien
a. Nutrisi atau makanan pada ibu menyusui sangat penting , karena asi yang
kita beri tergantung nutrisi yang ibu konsumsi. Bila ibu mengkonsumsi
nutrisi yang baik, maka kualitas ASI pun sama baiknya
b. Tambahan zat gizi untuk ibu menyusui setiap hari adalah sbb :
- Beras - Gandum
- Ketela - Mie
- Jagung - Minyak
Kentang - Lemak hewan
MATERI
Nutrisi atau makanan pada ibu menyusui sangat penting , karena asi yang kita beri
tergantung nutrisi yang ibu konsumsi. Bila ibu mengkonsumsi nutrisi yang baik, maka
kualitas ASI pun sama baiknya
Untuk menjaga agar ibu tetap sehat dan produksi ASI cukup maka ibu harus
memperhatikan makanan ibu setiap hari .Sebagaimana diketahui , ASI merupakan makanan
terbaik sampai umur 4 bulan ( ASI eksklusif ).
▪ Lebih praktis
▪ Lebih murah
3. Cara menyusui
▪ Bayi disusui bila lapar
Jangan menyusui bayi setiap bayi menangis Karena menangis tidak
berarti bayi sedang lapar
Sudah jelas bahwa ibu menyusui memerlukan lebih banyak zat gizi dibanding
sewaktu ibu tidak menyusui.
Tambahan zat gizi untuk ibu menyusui setiap hari adalah sbb :
- Beras - Gandum
- Ketela - Mie
- Jagung - Minyak
Kentang - Lemak hewan
JENIS MAKANAN YANG DI KONSUMSI IBU HAMIL
Bahan Makanan yang mengandung protein adalah :
1. Protein hewani
- Susu - Daging
- Telur - Ikan
2. Protein nabati
- Kacang – kacangan
- Tahu
- Tempe
Bahan makanan yang banyak mengandung zat kapur :
- Susu - Teri Kering
- Sayuran hijau - Kacang – kacangan
Bahan makanan yang banyak mengandung zat besi :
- Hati - Daging
- Kuning telur - Sayur hijau ( bayam ,dll )
- Kacang – kacangan
Bahan makanan yang banyak mengandung vitamin A :
- Kuning telur - Minyak ikan
- Hati - Susu
- Sayuran hijau - Buah – buahan kuning
Kecuali itu sayuran dan buah – buahan pada umumnya mengandung vitamin dan
mineral terutama dalam bentuk segar.
Hal –hal yang harus diperhatikan oleh ibu menyusui :
1. Jangan merokok
2. Jangan minum –minuman keras
3. Jangan berdiet terlalu ketat
Ibu menyusui lebih banyak membutuhkan makanan yang bergizi,tetapi bukan
makanan yang manis – manis dan berlemak. Jika nafsu makan berkurang , usahakan
makan sedikit – sedikt tapi sering.
Seorang ibu yang selama hamil dan dalam masa menyusui mendapat makanan
yang baik dan cukup, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk dapat menghasilkan air
susu dalam jumlah yang maksimal dan mengandung unsur gizi yang cukup. Apabila unsur –
unsur gizi tudsak dapat dipenuhi oleh makanan yang mengandung zat gizi yang dibutuhkan ,
maka unsur –unsur itu akan diambilkan dari dalam tubuhanya sendiri. Dalam keadaan
seperti ini , kemungkinan ibu itu akan mudah terserang berbagai macam penyakitdefisiensi
yang akut ,sedangkan keadaan gizi ibu itu dengan demikian dalaam tarf sangat minimal.
Sering terlihat seorang ibu yang sedng menyusui anaknya terlihat pucat,lesu ,dan
kurus. Ini merupakan tanda bahwa makanannya tidak mencukupi .Hal ini mungkin pula akan
membawa pengaruh buruk terhadap bayinya. Berat badan anak akan sukar bertambah ,dan
mungkin anak ini akan menderita berbagai penyakit gangguan gizi hingga sangat mudah
bagi anak terserang berbagai penyakit defisiensi .
B. Pelaksanaan Kegiatan:
1. Persiapan
- Pengkajian zat gizi klien
- Menetapkan tujuan
- Menetapkan sasaran
- Persiapan materi
- Persiapan metode yang digunakan
- Media yang digunakan
2. Pelaksanaan konseling
a. Pengumpulan data meliputi:
- data antropometri
- data biokimia
- data klinis
- data riwayat personal
- riwayat makan
KONSELING GIZI LANSIA
PENYAKIT STROKE
A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Menua atau menjadi tua merupakan tahap akhir dari kehidupan dan pasti
akan terjadi pada semua makhluk hidup. Menua bukanlah suatu penyakit melainkan
proses yang berangsur-angsur dan berakibat pada perubahan baik biologis,
psikologis, sosial dan spiritual (Nugroho, 2015). Upaya pemerintah dalam
pembangunan nasional terutama di bidang kesejahteraan sosial dan kesehatan
berdampak pada tingginya angka harapan hidup penduduk. Hal ini menyebabkan
jumlah penduduk usia lanjut meningkat (Suardiman, 2011).
Jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia mencapai 20,24 juta jiwa.
Tahun 2050 jumlah lansia diprediksi menjadi 71,6 juta jiwa. Provinsi Jawa Tengah
menempati urutan ketiga jumlah lansia terbanyak dengan prosentase sebesar
11,11% (Badan Pusat Statistik, 2014). Di Kota Surakarta jumlah lansia juga
mengalami peningkatan dari 4,31% pada tahun 2012 menjadi 6,73% pada tahun
2013.
Peningkatan jumlah lansia menimbulkan masalah dalam berbagai aspek.
Salah satunya adalah aspek kesehatan. Pada lansia terjadi penurunan struktur dan
fungsi organ tubuh sehingga lansia lebih rentan terhadap berbagai penyakit baik
penyakit degeneratif maupun infeksi (Darmojo dan Martono, 2010). Beberapa
penyakit degeneratif yang sering ditemui pada lansia antara lain hipertensi (25,8%),
arthritis (24,7%), stroke (12,1%), Penyakit Paru Obstruktif Kronis (3,7), Diabetes
Mellitus (2,1%), Penyakit Jantung Koroner (1,5%), batu ginjal (0,6%), gagal jantung
(0,2%) dan gagal ginjal (0,6%). Proporsi penyebab kematian pada lansia yang paling
tinggi adalah stroke (Riset Kesehatan Dasar, 2013).
Jumlah penderita stroke di Indonesia tahun 2013 mencapai 12,1 per 1000
penduduk atau sekitar 2.137.941 jiwa. Diprediksi jumlah ini akan terus meningkat
menjadi 25 – 30 per 1000 penduduk dari tahun ke tahun. Sementara itu, di Jawa
Tengah jumlah penderita stroke mencapai 17,9 per 1000 penduduk atau sekitar
431.201 jiwa (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2014).
Penyakit stroke banyak ditemukan pada masyarakat yang berusia 45 tahun
ke atas. Stroke terjadi secara mendadak dan dapat berakhir pada kematian serta
kecacatan yang pemanen pada anggota gerak (Lumbantobing, 2010). Dampak yang
ditimbulkan akibat stroke antara lain adalah kelemahan atau kelumpuhan pada
ekstremitas anggota gerak serta gangguan penglihatan akibat keterbatasan lapang
pandang. Hal ini menyebabkan ketidakmampuan penderita stroke dalam melakukan
aktivitas sehari-hari secara mandiri. Mereka menjadi bergantung kepada orang lain di
sekitarnya. Selain itu, mereka juga mengalami gangguan berbicara, gangguan
persepsi, gangguan memori, ketidakstabilan emosi, depresi serta kelelahan yang
dapat menyebabkan terhambatnya aktivitas sosial. Hal ini yang menyebabkan
kualitas hidup mereka menurun (Rahayu, 2013).
Kualitas hidup dinyatakan dalam ukuran konseptual yang meliputi
kesejahteraan, kelangsungan hidup dan kemandirian dalam melakukan aktivitas
sehari-hari yang digunakan dalam situasi penyakit kronis (Brooker, 2008).
Pengukuran kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan bersifat multidimensi
yang meliputi fungsi fisik, psikologis, sosial, lingkungan (Rahmi, 2011). Faktor
kualitas hidup yang paling mempengaruhi lansia pasca stroke adalah status
fungsional. Dengan meningkatkan fungsi fisik maka diharapkan dapat membantu
memberikan kualitas hidup yang lebih baik (Gunaydin et all, 2011).
Dalam merawat lansia pasca stroke diperlukan keterlibatan dari pihak
keluarga. Keluarga merupakan tempat yang aman dan nyaman serta sumber
kesejahteraan sosial bagi lansia. Dukungan keluarga merupakan unsur terpenting
dalam membantu individu menyelesaikan masalah terutama masalah kesehatan.
Dukungan keluarga mampu menambah rasa percaya diri dan motivasi dalam
menghadapi masalah yang terjadi (Tamher & Noorkasiani, 2009). Dukungan
keluarga kepada anggota keluarga yang sakit penting dalam proses penyembuhan
dan pemulihan penyakit. Dalam hal ini, dukungan keluarga merupakan suatu
keadaan yang bermanfaat bagi lansia pasca stroke sehingga mereka dapat
mengetahui bahwa ada keluarga yang memperhatikan, menghargai dan
mencintainya (Friedman, 2010).
Bentuk dukungan keluarga yang diberikan antara lain adalah memberikan
rasa cinta dan kasih sayang pada anggota keluarga yang sakit, memberikan
semangat dan motivasi sehingga anggota keluarga yang sakit merasa masih
dianggap berguna dan berarti bagi keluarga, memberikan informasi terkait kondisi
yang dialami, penyakit dan cara perawatannya serta menyediakan biaya, waktu dan
tenaga untuk pengobatan dan perawatan anggota keluarga yang sakit (Yenni, 2011).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta tahun
2016, jumlah penderita stroke di Kota Surakarta berjumlah 952 pada tahun 2016
dengan kasus baru mencapai 365 orang. Dari data kunjungan pasien di Puskesmas
Gajahan Surakarta tahun 2016, penyakit stroke menempati urutan tertinggi ketiga
kategori jenis penyakit tidak menular. Di wilayah kerja Puskesmas Gajahan
Surakarta terdapat lansia pasca stroke berjumlah 59 orang.
2. Tujuan
- Memberikan bimbingan yang ahli dengan metode pengarahan
- Memberikan edukasi untuk memahami perilaku diet yang sesuai
yang dianjurkan (Kemenkes 2004).
- Membantu klien untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah
klien serta memberikan alternatif pemecahan
masalah. (Penyuluhan dan Konsultasi, Yetti Wira Citerawati SY)
3. Sasaran
Lansia dengan penyakit stroke
4. Tempat/waktu:
Puskesmas Gajahan Surakarta
5. Materi
Asupan nutrisi bagi lansia penderita stroke
6. Indikator keberhasilan
Pemberi Pelayanan Gizi
Judul Pemberi Pelayanan Gizi
Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas
Tujuan Kesiapan rumah sakit dalam
menyediakan pelayanan gizi
Definisi Operasional Pemberi pelayanan gizi adalah tenaga
ahli gizi yang mempunyai kompetensi
sesuai yang dipersyaratkan dalam
persyaratan kelas rumah sakit
Frekuensi Pengumpulan Data Tiga bulan sekali
Periode Analisa Tiga bulan sekali
Numerator Jumlah dan jenis tenaga ahli gizi yang
bekerja di instalasi gizi
Denominator 1
Sumber data Instalasi Gizi
Standar Sesuai dengan ketentuan kelas rumah
sakit
Penanggung jawab pengumpul data Kepala Instalasi Gizi
Kepuasan Pelanggan
Judul Kepuasan Pelanggan
Dimensi mutu Kenyamanan
Tujuan Tergambarnya persepsi pelanggan
terhadap pelayanan gizi
Definisi operasional Kepuasan pelanggan adalah
pernyataan puas oleh pelanggan
terhadap pelayanan gizi
Frekuensi pengumpulan data 1 bulan
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah kumulatif hasil penilaian
kepuasan dari pasien yang disurvei
Denominator Jumlah total pasien yang disurvei (n
minial 50)
Sumber data Survei
Standar ≥80 %
Penanggung jawab Kepala instalasi gizi
9. Satpel:
A. Topik
Penyakit Stroke
B. Sasaran
stroke
1. Pengertian stroke
4. Penatalaksanaan stroke
F. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi Tanya-Jawab
2. Meja
3. Kursi 3
4. Food model
H. Waktu
I. Alokasi Waktu
a. Memberikan salam
b. Memperkenalkan diri
2. Pembukaa
c. Membina hubungan saling percaya 3 menit
n
d. Menyampaikan kontrak waktu
e. Menyampaikan tujuan
diadakan penyuluhan
a. Menyampaikan materi:
1) Pengertian stroke
stroke
4) Penatalaksanaan stroke
b. Diskusi & Tanya Jawab 5 menit
a. Merangkum Materi
d. Melakukan terminasi
e. Memberikan salam
J. Evaluasi
1. Aspek Kognitif
2. Aspek Afektif
terhadap Ny. T?
3. Aspek Psikomotor
Psikomotor
1. Kontrol Rutin √
2. Melaksanakan Diet √
A. Pengertian Stroke
1. Stroke karena perdarahan. Stroke ini terjadi karena satu atau beberapa
Gejala stroke tergantung luas dan area otak yang mengalami gangguan stroke.
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya satu sisi saja) yang
timbul mendadak.
4. Afasia (bicara tidak lancar, ucapan kurang, atau sulit memahami ucapan)
bihun
b. Sumber protein hewani: daging sapi dan ayam tanpa kulit, ikan, telur
tomat, toge.
e. Buah: buah segar, dijus ataupun diolah dengan cara disetup, seperti
manis
diawetkan.
D. Penatalaksanaan Stroke
2. Pelaksanaan konseling
a. Pengumpulan data meliputi:
- data antropometri
- data biokimia
- data klinis
- data riwayat personal
- riwayat makan