Anda di halaman 1dari 10

BISNIS RITEL

APLIKASI STRATEGI RITEL

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas Bisnis Ritel

Disusun oleh :

Apriana Elizabeth Taruli


170610170063

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI BISNIS

FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PADJAJARAN
WHEEL OF RETAILING

Malcolm Perrine McNair mengusulkan teori ini pada tahun 1931. Dia
menekankan pada evolusi ritel, di mana organisasi ritel memulai perjalanannya
dengan menyediakan harga yang rendah, fitur produk yang masih sederhana serta
layanan yang minimal dengan sedikit margin keuntungan. Kemudian perlahan-
lahan menjadi merek yang menawarkan berbagai produk, harga yang tinggi,
layanan yang lebih baik dan berbagai fasilitas lainnya dengan margin keuntungan
yang cukup besar.

Sehingga dapat diartikan bahwa wheel of retailing adalah roda ritel


menggambarkan siklus hidup organisasi ritel dan berbagai tingkat yang dilaluinya.
Siklus hidup ritel dimulai dari bisnis ritel diskon untuk menarik konsumen yang
sensitif terhadap harga dan kemudian secara bertahap mengubah dirinya menjadi
toko merek mewah atau toko serba ada untuk melayani konsumen kelas atas.

Kehidupan bisnis dibagi menjadi empat kuadran yang masing-masing dibahas


secara rinci di bawah ini:

Kuadran 1: Entri

Fase awal dari roda ritel adalah ketika organisasi memasuki pasar dengan
produk terbatas dengan harga yang sangat wajar, menjaga margin rendah.
Karena entitas bisnis masih perlu membangun reputasinya pada tahap ini, dan
konsumen tidak terlalu menyadari keberadaan suatu bisnis
Kuadran 2: Growth

Dengan strategi harga rendah, suatu bisnis dapat membangun reputasinya di


pasar. Pada tingkat ini, pengecer dapat mengadopsi strategi pertumbuhan
seperti sedikit menaikkan harga produk, memperluas kategori produk, dan
memberikan layanan tambahan

Dalam fase ini, suatu bisnis dapat mempertahankan margin yang lebih baik
dibandingkan dengan fase pada kuadran pertama, karena pada tahap ini
konsumen yang membeli produk sudah semakin bertambah. Pada tahp ini,
para peritel lebih berfokus pada aspek daya saing lainnya, bukan harga.

Kuadran 3 : Maturity

Pada fase ini, suatu bisnis telah mendapatkan reputasi tinggi dan
memantapkan dirinya sebagai entitas bisnis yang terkenal. Sekarang, bisnis
tidak dapat memperoleh lebih banyak konsumen baru serta meningkatkan
omset pelanggan. Oleh karena itu, bidang perhatian utama para peritel pada
tingkat kematangan adalah loyalitas dan retensi pelanggan dengan
meningkatkan tingkat kepuasan mereka.

Kuadran 4 : Decline

Tahapan di mana suatu bisnis mulai mengalami penurunan. Perusahaan lain


memasuki pasar yang sama dengan bisnis kita dengan produk yang lebih
murah untuk menarik perhatian pelanggan. Dalam waktu singkat, produk
pesaing mengambil alih pasar, dan bisnis pun cenderung kehilangan
pelanggannya. Dengan demikian, bisnis sekarang berencana untuk
menghidupkan kembali usahanya melalui divestasi, merger, akuisisi dan
aliansi strategis lainnya

Pelaksanaan ritel tidak terlepas dengan adanya The Wheel of Retailing (roda
eceran). Menurut Berman dan Evans (2004 :105-106) mengacu 4 (empat)
prinsip sebagai berikut :

1. There are many price-sensitive shoppers who will trade customer


services, wideselections, and convenient locations for lower prices.
2. Price-sensitive shoppers are often not loyal and will switch to retailers
with lower price. However, prestige-sensitive customers like shopping
retailers with high-end strategies
3. New institutions are frequently able to have lower operating costs than
existing institutions
4. As retailers move up the wheel, they typically do so to increase sales,
broaden sales the target market and improve their image

Tindakan atau strategi yang dapat diterapkan oleh para peritel tergantung
pada persyaratan dan tahapan bisnis. Berbagai tahapan dan strategi yang
diadopsi untuk meningkatkan kinerja bisnis dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:

Low-End Strategy at Innovation Stage

Tahap inovasi adalah tahap di mana suatu produk diperkenalkan kepada


pelanggan. Pada tingkat ini, strategi juga dibingkai untuk pertumbuhan bisnis.
Tahapan ini biasanya merupakan tahap uji coba atau eksperimental di mana
pengecer mengadopsi strategi low-end untuk menguji produk. Para pelaku
bisnis mencoba untuk menjaga hal-hal sederhana dan menarik konsumen
melalui faktor harga terendah.
Berikut ini adalah berbagai strategi kelas bawah yang mengarah ke tahap
inovasi:

 Mengenalkan beberapa produk ke pasar dalam jumlah terbatas


 Hanya fasilitas penting yang disediakan pada tahap awal
 Layanan yang diberikan juga terbatas dan tidak ada yang luar biasa.
 Harga produk ditetapkan paling rendah untuk mendapatkan perhatian
konsumen.
 Reputasi atau status sebuah bisnis tidak terlalu tinggi karena bisnis ini
pada tahap awal.
 Lokasi yang dipilih untuk toko biasanya adalah lokasi dengan biaya
terendah

Medium End-Strategy at Tranding Up Stage

Tahap perdagangan adalah fase berikutnya di mana suatu bisnis telah


menetapkan namanya di pasar dan sedang dalam tahap mengembangkan
model bisnisnya. Dalam fase ini, para peritel biasanya mengumpulkan lebih
banyak investasi ke dalam bisnis. Strategi menengah-akhir yang menghasilkan
tahap ini adalah sebagai berikut:

 Penjualan berbagai produk yang lebih baik lagi


 Menyediakan berbagai fasilitas tambahan seperti pertukaran produk,
pengiriman rumah, belanja online, dll.
 Menyediakan layanan tambahan seperti dukungan pelanggan, demo,
pengembalian, dll.
 Harga produk dinaikkan secara moderat, untuk meningkatkan margin
keuntungan.
 Suatu bisnis mendapatkan itikad baik di pasar dan mulai membangun
reputasinya.
 Lokasi bisnis berubah menjadi lokasi yang terletak di pasar utama
High-End at Vulnerability Stage

Pada tahap kerentanan, suatu bisnis tampaknya terbebani oleh kewajiban bunga
atas dana pinjaman untuk pertumbuhan bisnis. Selain itu, pengembalian investasi
sangat rendah atau mulai menurun pada fase ini. Strategi kelas atas yang
mengarah ke tahap kerentanan dibahas di bawah ini:

 Pengecer hanya menjual produk-produk unggulan pada tahap ini.


 Bisnis memegang posisi , reputasi dan status yang tinggi di pasar.
 Fasilitas premium disediakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen kelas
atas
 Layanan khusus seperti garansi lima tahun juga disediakan
 Produk dengan harga sangat tinggi.

Pada tahap ini bisnis lebih berhati-hati dan menaruh perhatian lebih terhadap
status yang dimilikinya. Secara bertahap, bisnis mulai menurun ketika pendatang
baru mengambil pasar. Ini adalah siklus yang terus berlanjut karena, pada tahap
kerentanan, organisasi melakukan semua upaya untuk memulai kembali dengan
tahap inovasi

Pendapat lain dikemukakan oleh Schoell (1990), Sopiah dan Syihabudhin


(2008), Ria Arifianti, Dwi Kartini, Tuhpawana, Yunizar (2010) menjelaskan
bahwa Wheel of retailing lebih menjelaskan munculnya ritel yang baru, dan
mundurnya ritel yang lama, yang selanjutnya digantikan oleh ritel baru akan
masuk ke pasar dengan menempatkan posisi low margin, low price, dan low
status. Perusahaan ritel menempatkan fasilitas usaha di kawasan yang berbiaya
sewa rendah dan membutuhkan sedikit pelayanan bagi para konsumen. Keadaan
ini merupakan suatu tantangan bagi peritel konvensional yang memiliki biaya dan
harga yang bergerak meningkat dari waktu ke waktu. Para peritel selanjutnya
melakukan inovasi-inovasi dan berhasil memindahkan usahanya di tempat yang
biaya sewanya lebih tinggi, memperbaiki fasilitas dan perabot toko, serta
menambahkan beberapa layanan kepada konsumen. Mereka memperoleh margin
yang tinggi, harga yang tinggi, dan status peritel yang juga tinggi, dan dengan
segera meninggalkan posisi mereka yang semula low margin, low price dan low
status. Kondisi ini berputar sebagaimana siklusnya. (Schoell (1990), Sopiah dan
Syihabudhin (2008), Ria Arifianti, Dwi Kartini, Tuhpawana, Yunizar (2010)

Contoh Penerapan Strategi Wheel of Retailing

Wallmart adalah perusahaan ritel multinasional Amerika yang mengoperasikan


rangkaian hypermarket, toko serba ada diskon, dan toko kelontong yang menjual
produk-produk kehisupan sehari-harinya. Adapun hal-hal yang dilakukan
Wallmart berdasarkan roda perputaran ritel (wheel of retailing), yaitu :

1. Stage 1 : Entry Phase


Saat memasuki pasar pada tahun 1940an, Walmart memasuki pasar
dengan menjual produk-produk murah yang ditargetkan untuk konsumen
yang peka terhadap harga. Walmart juga melakukan banyak metode yang
membantu mereka untuk dapat melakukan penghematan dalam
pengeluaran. Metode ini dilakukan dengan memilih lokasi toko degan
biaya rendah, tenaga penjual dalam jumlah sedikit, menerima pembayaran
hanya melalui uang tunai, serta senantiasa melakukan tawar-menawar
denegan pemasok dan grosir untuk mendapatkan harga barang termurah
2. Stage 2 : Growth Phase
Pada tahap ini, Walmart sudah mulai berkembang menjadi departement
store kelas atas. Walmart mulai meingkatkan fasilitas serta perlengkapan
tokonya, meningkatkan tenaga penjualnya. Pendiri Walmart juga
melakukan sebuah program baru dimana para karyawan toko dapat
menempatkan sejumlah uang dari gajinya untuk membeli saham Walmart
yang bersubsidi. Pada tahun 1970an, Walmart mulai benar-benar
memanfaatkan teknologi, hal ini ditandai dengan mulai menerima
beberapa metode pemabayaran seperi pembayaran menggunakan kartu
kredit.
3. Stage 3 : Maturity Phase
Pada tahap ini, Walmart unggul dari pesaing secara teknologi dan
menggunakan data yang dikumpulkan untuk meningkatkan toko pada
skala nasional. Perubahan seperti peningkatan fasilitas, lokasi baru, dan
tenaga penjualan yang lebih besar menyebabkan biaya yang lebih tinggi
yang pada gilirannya menyebabkan harga menjadi agak lebih tinggi. Pada
tahap ini Walmart telah memantapkan dirinya sebagai perusahaan, Bahkan
hampir semua orang di Amerika mengenal Walmart
4. Stage 4 : Decline Phase
Walmart mulai menghadapi persaingan dari toko diskon lainnya, pasar
loak, dan outlet pabrik. Pesaing terbaru Walmart terbesar saat ini adalah
internet. Perusahaan seperti Amazon adalah ancaman bagi Walmart karena
mereka membanggakan harga rendah dan layanan yang lebih baik, seperti
pengiriman gratis dan keanggotaan Amazon Prime. Amazon, sebagai
pengecer berbasis web baru dapat menawarkan penawaran yang lebih
baik dan harga yang lebih rendah, karena mereka tidak harus berurusan
dengan menjalankan fasilitas "Brick and Mortar" seperti Walmart.
Amazon tidak perlu memiliki toko fisik atau menyertakan kasir, pekerja
pemeliharaan, dan pekerja toko lainnya. Hal ini menyebabkan eksistensi
dari Walmart semakin menurun, karena para konsumennya mulai beralih
ke pesaingnya yaitu Amazon yang menawarkan harga yang lebih murah
dan kemudahan dalam berbelanja.

SCRAMBELED MERCHANDISING

Scrambled Merchandising terjadi ketika para peritel/perusahaan


menambahkan barang dan meningkatkan pelayanan yang kemungkinan tidak
berhubungan satu sama lain dan berlaku untuk perusahaan yang murni untuk
kegiatan bisnis. Strategi ini dilakukan dengan beberapa alasan : apabila
perusahaan/peritel ingin meningkatkan penjualan secara keseluruhan,
menambahkan keuntungan dalam penjualan barang dan pelayanan, berkaitan
dengan konsumen yang melakukan pembelian berdasarkan emosi (impulsif),
orang-orang melakukan one stop shopping, pencapaian target pasar yang berbeda,
dan mempengaruhi suasana dan mengurangi persaingan. Strategi ini juga
dilakukan apabila produk yang dikeluarkan perusahaan jatuh dipasaran dan untuk
menggaet konsumen. Penerapan strategi ini berlaku di toko buku, penyewaan
video, toko bunga atau supermarket yang mencakup aspek tersebut. (Berman dan
Evans, 2004 : 106- 107, Ria Arifianti, Dwi Kartini, Tuhpawana, Yunizar, 2010)

Contoh Penerapan Scrambeled Merchandise

Alfamart adalah jaringan toko swalayan yang memiliki banyak cabang di


Indonesia. Gerai ini umumnya menjual berbagai produk makanan, minuman dan
barang kebutuhan hidup lainnya. Lebih dari 200 produk makanan dan barang
kebutuhan hidup lainnya tersedia dengan harga bersaing, memenuhi kebutuhan
konsumen sehari-hari. Namun, saat ini Alfamart tidak hanya menjual produk
makanan dan kebutuhan sehari-hari, Alfamart semakin memperluas pangsa
pasarnya dengan melakukan strategi “Scrambled Merchandising” dengan
melakukan penambahan barang dan meningkatkan pelayanan yang kemungkinan
tidak berhubungan satu sama lain daripada core bisnisnya sendiri. Hal ini juga
dilakukan untuk menambah pendapaptan Alfamart. Beberapa strategi scrambled
merchandise yang dilakukan oleh Alfamart, yaitu :

 Menjual produk tambahan yaitu produk kecantikan wanita seperti lipstick,


eye shadow, maskara, compact powder yang bekerjasama dengan suatu
brand tertentu, misalnya produk Moku-Moku yang diletakan pada suatu
etalase tersendiri yang mempermudah konsumen dalam menacri produk
 Menambah jasa layanan tambahan yaitu pembayaran tiket (pesawat,
kereta, dufan,dll), pembayaran angsuran (cicilan motor, cicilan
mobil,asuransi), pembayaran tagihan (telepon, pajak pbb, rekening air
minum), pengisian e-money (bni,brizzi, flazz,dll), dan pengisian pulsa
(telkomsel,xl, indosat,dll)
 Menambah layanan pengambilan uang tunai , yaitu konsumen dapat
mengambil uang tunai sesuai dengan kebutuhan dengan cara menyebutkan
nomor ID ataupun nomor kontak ke kasir. Selanjutnya, sebutkan besarnya
nominal uang tunai yang ingin Anda ambil. Sehingga konsumen dapat
langsung memanfaatkan uang tunai tersebut untuk berbagai kebutuhan.
 Layanan SAPA (Siap Antar Pesanan Anda), melalui chat WhatApp di
nomor 081144313636 konsumen bisa tetap berbelanja dengan cara
menyebutkan nama produk, varian produk, dan jumlah produk, kemudian
barang akan segera diantarkan kerumah konsumen (khusus untuk
konsumen JABODETABEK), pembayaran dapat dilakukan pada saat
petugas mengantar barang tersebut.
 Menambah layanan Alfacart.com, yaitu sebuah situs untuk melakukan
pembelian produk alfamart secara online untuk mempermudah konsumen
dalam melakukan pembelian dan pembayaran tanpa harus datang ke toko.
 Menambah layanan Alfagift, yaitu aplikasi digital yang memungkinkan
konsumen Alfamart untuk mendapatkan dan menghubungkan kartu
member secara virtual, mengikuti program loyalti dan berbelanja
kebutuhan sehari- hari, baik ponsel berbasis Android maupun iOS

Anda mungkin juga menyukai